Blibli Rugi Rp5,53 Triliun di 2022, Terus Dorong Efisiensi Biaya

PT Global Digital Niaga Tbk (IDX:BELI) atau Blibli mencatat rugi bersih sebesar Rp5,53 triliun di sepanjang 2022, atau naik 65% dari Rp3,35 triliun di 2021. Meningkatnya kerugian ini dikarenakan beban pokok pendapatan Blibli bengkak menjadi Rp14,04 triliun dari tahun sebelumnya Rp8,27 triliun.

Pendapatan bersih perseroan naik 72,3% menjadi sebesar Rp15,26 triliun dari Rp8,85 triliun pada 2021. Pendapatan terbesar datang dari segmen ritel online Rp10,42 triliun (naik 38,71%), toko fisik Rp3,58 triliun (naik 299,25%), dan institusi Rp2,47 triliun. Dari pendapatan tersebut, perseroan mencetak laba bruto Rp1,22 triliun, naik 111% dari sebelumnya Rp580 miliar.

Akan tetapi, terdapat sejumlah beban yang nilainya melampaui angka laba bruto. Di antaranya, beban pokok penjualan Rp14,04 triliun, beban umum dan administrasi Rp3,37 triliun, beban lainnya Rp50,41 miliar, dan pendapatan lainnya Rp92,08 miliar. Rugi usahanya mencapai Rp5 triliun atau membengkak dari rugi Rp3,78 triliun di 202.

Divestasi GoTo

Masih merahnya kinerja Blibli membuat total aset turun menjadi Rp14,07 triliun dari sebelumnya Rp18,38 triliun. Penyebabnya, ada pembayaran utang ke sejumlah bank yang membuat penurunan aset kas dan setara kas menjadi Rp3,07 triliun dari sebelumnya Rp4,9 triliun.

Kemudian, terdapat penurunan aset investasi menjadi Rp1,97 triliun dari Rp4,8 triliun dikarenaan Blibli menjual seluruh aset investasinya pada saham GoTo. Liabilitas juga turun menjadi Rp3,59 triliun dari Rp8,3 triliun. Kendati total aset dan liabilitas turun, Blibli menyebut masih memiliki cashflow positif sehingga ada runway yang cukup untuk operasional selanjutnya.

Co-Founder dan CFO Blibli Hendry menyampaikan, tahun lalu seluruh segmen bisnis perseroan tumbuh pesat di atas tren industri, disertai dengan kinerja keuangan yang lebih sehat. Menurutnya, ini merupakan hasil dari usaha berkelanjutan melalui beberapa langkah strategis, termasuk ekspansi pilihan produk, pengembangan ekosistem, dan penerapan efisiensi biaya di berbagai area untuk memperoleh struktur biaya yang lebih baik.

Untuk tahun ini, manajemen berencana untuk memperbaiki kondisi keuangannya dengan melakukan efisiensi biaya di berbagai area untuk memperoleh struktur biaya yang lebih baik. Caranya dengan berfokus pada strategi kepemimpinan biaya (cost leadership), optimalisasi marjin, dan keunggulan operasional ekosistem.

Ia meyakini strategi ini merupakan jalur yang tepat untuk mengembangkan bisnis lebih jauh dan pada saat bersamaan, semakin mendekatkan perseroan pada profitabilitas. “Sementara itu, posisi kas serta fasilitas kredit yang kami miliki saat ini cukup untuk membiayai seluruh strategi bisnis masa yang akan datang,” kata dia dalam keterangan resmi, kemarin (30/3).

Perkuat omnichannel

Manajemen perseroan juga menyampaikan rencana untuk memperkuat sinergi potensial di dalam ekosistem untuk mendorong penjualan silang (cross-selling) antar platform, serta memperkuat strategi omnichannel melalui ekspansi toko-toko fisik yang lebih luas lagi.

Diyakini strategi ini membuat perseroan mampu bertumbuh secara lebih efisien dengan mengurangi biaya iklan dan pemasaran, serta menurunkan biaya akuisisi pelanggan.

Informasi terbaru disampaikan, perseroan ditunjuk menjadi salah satu dari mitra kunci strategis di Indonesia oleh merek global Apple, untuk melengkapi hubungan jangka panjang yang telah terjalin sebelumnya dengan beberapa merek global terkemuka lain, termasuk Samsung. Hal ini akan menjadi pendorong pertumbuhan positif untuk bisnis Ritel 1P di masa yang akan datang.

Per akhir 2022, perseroan telah membuka sebanyak 74 toko consumer electronics, sehingga jumlah toko yang dioperasikan menjadi 126 toko. Rinciannya, 79 toko merek-tunggal (monobrand), seperti Samsung Experience Store, hello (toko merek-tunggal Apple), dan lainnya; 47 toko multi-merek (multibrand), seperti Blibli Store dan Tukar Tambah, dan 70 gerai supermarket premium secara nasional.

Riset AC Ventures-BCG: Semakin Matang, Industri Fintech Indonesia Tumbuh 6 Kali Lipat

Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan enam kali lipat pada jumlah pemain fintech, dari 51 pada 2011 menjadi 334 pada 2022. Hal terungkap dalam laporan berjudul “Indonesia’s Fintech Industry is A Sleeping Giant Ready to Rise” yang disusun oleh AC Ventures dan Boston Consulting Group (BCG).

Laporan tersebut mengungkap, pada awalnya, pertumbuhan sektor ini didorong oleh segmen pembayaran. Namun, lanskap fintech semakin beragam dan dinamis, diisi oleh sektor pinjaman, pembayaran, dan wealthtech yang menjadi industri menjanjikan di masa depan.

Selain itu, segmen baru di sektor fintech, seperti SaaS dan insurtech yang kian bermunculan, menunjukkan bahwa industri fintech di Indonesia semakin matang dan bergerak menuju produk dan layanan yang lebih canggih.

Gelombang pertama fintech yang diisi oleh sektor pembayaran kini memiliki lebih dari 60 juta pengguna aktif pada 2020. Sektor ini diperkirakan mencapai tingkat CAGR sebesar 26% pada 2025. Sementara di sektor pinjaman, terdapat lebih dari 30 juta akun peminjam p2p yang aktif pada 2021.

Sumber: Indonesia’s Fintech Industry is A Sleeping Giant Ready to Rise Report

Secara transaksi, nilai transaksi terus bertumbuh dengan lebih dari $20 miliar transaksi e-wallet selama 2017-2021. Adapun sektor pinjaman mencapai lebih dari $17 miliar yang disalurkan selama 2017-2022.

Selanjutnya, sektor wealthtech memiliki lebih dari 9 juta investor ritel pada 2022, mencapai nilai CAGR 56% sepanjang 2018-2022. Terakhir, adopsi platform SaaS juga semakin meningkat, dengan 6 juta UMKM menggunakannya dengan pertumbuhan 26 kali lipat dari tahun sebelumnya.

Sentimen investor

Laporan ini juga mengungkapkan bahwa sentimen investor tetap bullish terhadap sektor ini, terlihat dari kenaikan pendanaan ekuitas tahunan dari $353 juta pada 2020 menjadi $1,51 miliar pada 2021. Meskipun signifikan, sebagian dari pendanaan digunakan untuk menyuntik sektor pembayaran dan pinjaman.

Kemudian, tahun 2021 juga merupakan tahun pelarian bagi pemain wealthtech yang menerima dana lebih dari $500 juta. Ketika tahun 2022 menujukan sedikit penurunan dari total nilai pendanaan—dengan kekhawatiran makro-ekonomi global yang memengaruhi sentimen investor—Indonesia masih menarik pendanaan hampir $1,4 miliar yang menunjukkan ketahanan ekosistem.

“Investasi ke fintech di Indonesia pada periode 2020–2022 mencapai $3,2 miliar. Sebesar 4,6x lipat pertumbuhan pendanaan di periode 2017–2019 menunjukkan investor dengan komitmen kuat. Sebagian besar dana telah mengalir untuk perusahaan yang lebih matang di mana 60% dari volume kesepakatan masuk ke perusahaan tahap awal. Ini menunjukkan keinginan yang kuat untuk berinvestasi dalam inovasi baru,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Indonesia’s Fintech Industry is A Sleeping Giant Ready to Rise Report

Managing Partner AC Ventures Helen Wong menyampaikan, AC Ventures telah melihat bahwa beberapa vertikal di industri fintech, termasuk perusahaan pembayaran dan bank digital, lebih matang daripada yang lain.

“Ke depannya, kami akan berinvestasi di lebih banyak vertikal. Misalnya, kami telah melakukan satu investasi dalam pembiayaan mobil, pembiayaan properti, dan mungkin juga beberapa pendukung untuk penilaian kredit dan investasi di KYC,” kata Wong dalam paparan laporan ACV-BCG, kemarin (29/3).

Embedded finance

Poin menarik lainnya yang disampaikan dalam laporan tersebut adalah potensi besar yang dari embedded finance dan akan menjadi game changer di industri keuangan di regional ini.

Managing Director & Partner BCG Sumit Kumar menyampaikan regulasi dari Bank Indonesia mengenai BI FAST dan SNAP menjadi dorongan penting dalam menciptakan inovasi berikutnya di industri fintech, yakni embedded finance. Hal ini mempermudah bank agar tidak perlu buka cabang, memperbanyak kerja sama dengan banyak pemain, termasuk B2C yang biasa digunakan masyarakat umum, dengan memasukkan aktivitas keuangan dan perbankan secara lebih mudah.

“Sebagai masukan, regulasi ini tidak boleh terdiktasi karena ke depannya ada lebih banyak hal yang akan berubah,” kata Kumar.

Sumber: Indonesia’s Fintech Industry is A Sleeping Giant Ready to Rise Report

Banyak contoh implementasi dari open banking yang sukses di berbagai negara, misalnya inovasi UPI (Unified Payments Interface) di India. UPI memungkinkan pemegang rekening di seluruh bank untuk mengirim dan menerima uang dari smartphone mereka hanya dengan menggunakan nomor identitas unik Aadhaar (sebutan E-KTP di India), nomor ponsel, atau alamat pembayaran virtual tanpa memasukkan detail rekening bank.

Juga inovasi yang dihadirkan oleh GCash, pemain e-wallet asal Filipina. Startup unicorn ini mendapat popularitas yang sangat besar karena mereka masuk ke pasar ritel dengan nilai transaksi yang receh. Di pasar ritel, artinya konsumen lebih suka membeli produk dalam kemasan yang lebih kecil dan terjangkau daripada membeli dalam jumlah besar.

Jadi ketika GCash mulai mengembangkan dan memperluas layanan keuangannya (dengan open banking), GCash mempertimbangkan ekonomi sachet dan memperhatikan kebutuhan konsumen di pasar.

“Sebesar 30% dari estimasi aktivitas perbankan di regional akan masuk ke embedded finance. Jadi bank konvensional harus mengikuti tren tersebut atau [bakal] tertinggal. Lalu pada 10 tahun mendatang, seluruhnya akan masuk ke embedded finance.”

CEO ALAMI Group Dima Djani yang turut hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan, bahwa kehadiran SNAP dan BI-FAST ini sangat dibutuhkan industri fintech karena dapat menekan berbagai biaya. Misalnya, saat menghadirkan fitur transfer bank gratis, yang kini menjadi fitur yang harus ada di setiap aplikasi bank digital.

“Dari commercial finance ke social finance dan kebalikannya, open banking bisa menjadi salah satu solusi terjangkau yang bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit produktif ke sektor yang membutuhkan. Hal ini melandasi kami untuk masuk ke pembiayaan KPR dan segera masuk ke umroh dan haji.” Tutupnya.

Lummo Dikabarkan PHK Mayoritas Karyawan

Lummo, startup penyedia SaaS untuk penghubung bisnis, dilaporkan melakukan aksi PHK dengan skala besar bulan ini. Disebutkan ada potensi 99-100% karyawan dirumahkan. Meskipun demikian, entitas bisnis tetap beroperasi dan tidak dalam kondisi pailit.

Strategi serupa pernah dilakukan startup quick commerce Bananas tahun lalu yang mengubah bisnis perusahaan dengan nama baru tapi dengan entitas legal dan para investor yang sama.

Menurut info yang kami terima, ada potensi perubahan bisnis / pivot yang dilakukan startup yang memperoleh pendanaan total sekitar $149 juta (lebih dari 2,2 triliun Rupiah), termasuk VC yang didukung Pendiri Amazon Jeff Bezos di putaran pendanaan Seri C.

DailySocial.id telah mencoba menghubungi pihak perusahaan, tapi mereka menolak memberikan pernyataan resmi.

Berdasarkan pantauan terakhir di LinkedIn, sejumlah karyawan Lummo telah menampilkan status #OpentoWork di laman profilnya. Sebelumnya, Lummo sempat memangkas 100 karyawan pada akhir Juni 2022 dan menghentikan ekspansi layanan LummoShop.

Pada awal 2020, Lummo yang sebelumnya bernama BukuKas, telah melakukan rebranding TOKKO yang berada di bawah BukuKas, dan juga ikut di-rebranding menjadi LummoSHOP. Pihaknya berujar, perubahan nama ini menandai ambisi Lummo untuk menjadi top of mind solusi UMKM. Nama BukuKas dinilai kurang mengaspirasi visi perusahaan untuk menjangkau lebih banyak segmen UMKM.

PHK Startup

Aksi PHK masih terus berlanjut di awal 2023. Berdasarkan catatan kami, terdapat sembilan startup di Tanah Air yang melakukan perampingan organisasi di sepanjang kuartal I 2023, termasuk GoTo, Zenius, dan Shopee Indonesia.

Startup Jumlah Karyawan Terdampak Bulan
Segari 24%  Jan 2023
OLX Autos 300 orang Jan 2023
Moladin 360 orang Feb 2023
Zenius N/A Feb 2023
Fazz Financial N/A Maret 2023
Shopee Indonesia 500 orang Maret 2023
GoTo 600 orang Maret 2023
Shox Rumahan 100% Maret 2023
Lummo N/A Maret 2023

Sumber: Diolah oleh DailySocial.id

Sementara, Startup Report 2022 melaporkan ada sebanyak 20 startup Indonesia yang melakukan layoff. Beberapa di antaranya pivot ke bisnis baru. Startup quick commerce Bananas adalah salah satunya yang mengaku gagal dalam menemukan unit ekonomi yang cocok.

Sumber: Startup Report 2022

Langkah efisiensi yang ditempuh startup tak lepas dari faktor ketidakpastian ekonomi di tengah krisis global. Pelaku startup merestrukturisasi bisnisnya untuk mengantisipasi sulitnya mendapatkan dana baru untuk operasional.

Application Information Will Show Up Here

Ekosistem Candee dari Viddsee Dukung Kreator Mengembangkan Konten Web3

Platform film pendek premium asal Singapura Viddsee memperingati tahun kesepuluh beroperasi dengan meluncurkan Candee, sebuah ekosistem hiburan untuk memberdayakan para storyteller dan membangun cerita dari generasi baru. Platform ini nantinya tidak hanya mendukung pembuatan konten di ekosistem Web2, tetapi juga Web3.

Selama 10 tahun terakhir, Viddsee telah mengidentifikasi kreator dan IP yang berpotensi tinggi untuk mengembangkan, mendistribusikan, dan memonetisasi konten melalui berbagai format seperti film pendek, serial, dan dokumenter. Candee hadir sebagai perusahaan induk dari Viddsee yang menetapkan visi grup untuk memperkuat posisi sebagai ekosistem kreator di kawasan Asia Tenggara.

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial.id, CEO Candee dan Viddsee Ho Jia Jian mengungkapkan bahwa perusahaan telah beralih ke ranah konten kreasi melalui Viddsee Originals. Hingga saat ini, platform telah menghasilkan lebih dari 3 miliar views untuk seluruh kontennya. Selain itu juga memfasilitasi sekitar 5000 komunitas storyteller dan mendukung merek dan bisnis yang digunakan untuk kebutuhan penceritaan mereka.

“Viddsee Labs berkembang secara regional, mengidentifikasi 11 IP lain yang berpotensi tinggi dikembangkan menjadi proyek jangka panjang untuk berbagai mitra hiburan. Di antara batu tulis mencakup enam proyek dari Indonesia seperti Stratagem, In The Middle Of The Blackhole, Antar Ibu Pulang dan lainnya,” tambah Jian.

Belum lama ini, perusahaan juga menawarkan layanan Viddsee for Business sebagai solusi satu atap untuk merek, bisnis, pemasar, dan mitra hiburan untuk terlibat dan berkolaborasi untuk semua kebutuhan penceritaan mereka. Layanan utamanya termasuk studio hiburan Viddsee Studios, inkubator IP Viddsee Labs, serta pasar kreatif global Viddsee Talent Hub.

Viddsee Studios sendiri didirikan pada tahun 2017 dengan fokus pada pengembangan Viddsee Originals, lalu berkembang menjadi pembuatan konten. Storytelling yang otentik telah menjadi pendekatan yang disukai oleh merek dan bisnis untuk mendorong pesan, kampanye, dan proyek mereka.

“Kami berfokus pada distribusi konten tempat kami membantu pembuat konten untuk memonetisasi video pendek mereka film. Kami baru-baru ini bermitra dengan Singapore Airlines untuk menghadirkan Viddsee favorit penonton
Film orisinal untuk hiburan dalam penerbangan dan berbagai saluran TV.”

Perusahaan juga berkolaborasi bersama pembuat film di jaringan storyteller Viddsee dalam mengembangkan serial berdurasi panjang untuk perusahaan hiburan dan penyiaran, termasuk meluncurkan Viddsee Labs yang merupakan IP Inkubator yang mengembangkan IP test-bedded menjadi IP bentuk panjang atau serial.

Tahun lalu, Viddsee Talent Hub diluncurkan untuk menjembatani dan memfasilitasi kolaborasi dengan storyteller regional dalam mengembangkan, mendistribusikan, dan memperkuat konten.

Jian juga mengungkapkan bagaimana Viddsee menjadi platform bagi para kreator untuk memamerkan keterampilan bercerita mereka, mendistribusikan konten, dan menarik penonton dari cerita-cerita unik. Kami ingin terus mengembangkan konten melalui cara-cara kreatif dan inovatif yang akan mengembangkan penceritaan masa depan.

“Web terbuka Web3 memungkinkan lebih banyak kesetaraan bagi kreator dan penggemar untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan mengembangkan cerita generasi berikutnya, menantang cara cerita diceritakan dan diingat,” ungkap Jian.

Ekosistem hiburan Candee

Peluncuran Candee juga sekaligus memperkenalkan Candee Labs, sebuah studio IP pertama Web3 di Indonesia. Inovasi baru ini memungkinkan para pembuat konten dan penggemar untuk melakukan monetisasi melalui kepemilikan sambil mendorong pembangunan komunitas dan loyalitas. Grup ini telah bekerja sama dengan proyek Web3 ternama, seperti BBRC x IVY Boys.

Candee adalah ekosistem hiburan yang menjembatani ekosistem Web2 dan Web3. Keberhasilan Viddsee dilihat sebagai peluang untuk memperluas layanan IP perusahaan, serta memanfaatkan dengan lebih baik potensi IP yang sudah ada atau yang baru di ruang Web3.

“Kami percaya pada potensi Web3 dan kami melihat inovasi seputar blockchain, sebagai sebuah game changer untuk pencipta dan penggemar. Kami bercita-cita untuk memberdayakan pencipta dan komunitas penggemar melalui inovasi, pengalaman, dan wawasan data untuk mengembangkan cerita generasi berikutnya,” ungkap Jian dalam wawancara terpisah.

Candee Labs merupakan studio IP pertama Web3 dan merupakan lengan eksplorasi untuk berinteraksi dengan proyek Web3. Solusi ini memungkinkan kreator dan penggemar untuk menghasilkan uang melalui kepemilikan sambil membina relasi dan loyalitas masyarakat. Merek dan bisnis juga dapat terlibat dalam inovasinya memperluas kebutuhan sotrytelling di berbagai teknologi.

Candee saat ini sedang dalam tahap pengembangan untuk konten terkait Web3 serta nilai yang akan ditawarkan. Sejak diluncurkan, segala sesuatunya masih terasa baru dan mereka tengah menyelaraskan peluangnya melalui platform Candee. Web3 dinilai membuka cara baru bagi perusahaan untuk menangani IP serta menciptakan inovasi untuk terlibat dengan komunitas yang berbeda.

Baik itu layanan Web3 atau Web2, perusahaan mengaku tetap setia pada identitasnya sebagai platform kreator yang fokus pada kebutuhan audiens terlebih dahulu. Saat ini perusahaan juga sedang dalam tahap pengembangan awal kolaborasi dengan BBRC x Ivy Boys yang terkenal yang telah terjual habis dengan kehadiran komunitas yang kuat di Web3.

“Intinya, kami ingin menjadi ekosistem hiburan yang benar-benar memberdayakan konten berkreasi dan membuat cerita yang akan terus hidup dan dikenang. Teknologi tetap menjadi inti dari bisnis kami. Melalui teknologi seperti blockchain, kami akan memanfaatkannya untuk mempelopori peluang bagi kreator, penggemar, dan merek untuk memonetisasi IP dan konten. Kita
juga ingin membuat lebih banyak acara hiburan dan IP – apakah itu di Web2 hingga Viddsee atau Web3 melalui Candee Labs,” tutup Jian.

Application Information Will Show Up Here

Startup Rantai Pasok “Baskit” Raih Pendanaan Pra-Awal 23 Miliar Rupiah

Startup yang fokus pada digitalisasi rantai pasok, Baskit, mengumumkan pendanaan pra-awal senilai $1,5 juta atau sekitar 22,6 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Forge Ventures, dengan co-investment dari Sketchnote Partners, DS/X Ventures, Prasetia Ventures, dan beberapa angel investor terkemuka global dan regional.

Perusahaan telah mendapat dukungan awal dari investor dan veteran industri ternama, seperti Shafie Samsuddin (Chairman of Petronas, Mantan CEO Transmart dan AEON), Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya, COO Fung Investments Ankit Sethi, jajaran manajemen APAC (Jakob Angele, Pedram Assadi, dan Arun Makhija), Arya Setiadharma, Hugo Barra, dan lainnya.

Baskit didirikan pada pertengahan 2022 oleh Yann Schuermans, Yoonjung Yi, dan Yasser ArafatPerusahaan menyadari bahwa di Indonesia, rantai distribusi tradisional sering kali kurang efektif pada lapisan tengahnnnya, sehingga menghasilkan banyak kendala, termasuk stock-out produk, kurangnya kelengkapan data, serta kerugian karena produk kedaluwarsa.

Baskit meyakini ada peluang efisiensi pada penguatan distributor dan
grosir yang membentuk lapisan-lapisan dengan dukungan komersial serta teknologi. Pihaknya berambisi menjadi mitra teknologi pilihan bagi pelaku bisnis sehingga dapat membuka peluang baru, serta menjangkau dan mempromosikan inklusi keuangan di wilayah rural.

CEO Baskit Yann Schuermans mengungkap, pihaknya berupaya menjadi penyedia rantai pasok terkemuka dengan memelihara ekosistem yang kolaboratif dan mempercepat infrastruktur dan kemitraan. Pihaknya melihat tren penurunan penjualan di e-commerce karena aktivitas offline kembali naik.

Ia juga menyebutkan, situasi new normal memunculkan perubahan perilaku konsumen dan tekanan rantai pasok seperti inflasi. “Dengan dukungan dari platform Baskit, kami dapat memainkan peran dalam memulihkan perdagangan tradisional, dan membuka jalan bagi rantai pasok yang lebih sehat di berbagai sisi,” tambahnya.

Setelah resmi diluncurkan pada November 2022, Baskit mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis cukup pesat, mencapai dua kali lipat per bulannya. Pihaknya melakukan pendekatan kuat pada wilayah regional dengan fokus pada kota-kota utama dan menjalin kemitraan penting dengan pemilik merek dan distributor untuk melanjutkan rencana ekspansi.

Partner Forge Ventures Tiang Lim Foo menambahkan, ada potensi besar dalam misi Baskit untuk memberdayakan rantai pasok tradisional di Indonesia. “Kami percaya pada visi perusahaan. Pendekatan inovatif Baskit akan mendorong perubahan yang berkelanjutan dan membuka peluang baru bagi semua pemangku kepentingan di ekosistem distribusi.”

Model bisnis dan target

Melalui pendanaan ini, Baskit berencana meningkatkan mutu teknologi, mengembangkan tim praktisi industri, serta memperluas kemitraan. Sejak beroperasi di akhir 2022, Baskit mengaku telah banyak menjangkau pasar di Jawa Barat dan Jabodetabek. Saat ini total karyawan Baskit ada 20 orang.

Baskit juga berkomitmen untuk mendukung digitalisasi rantai distribusi Indonesia. Dalam proses mendukung ribuan pengusaha lokal, Baskit berfokus pada lapisan rantai distribusi serta menciptakan rantai pasok yang lebih efisien dengan visibilitas dan akses pembiayaan yang lebih baik.

Ada tiga solusi utama yang ditawarkan Baskit antara lain fitur untuk meningkatkan penjualan, perangkat digital untuk efisiensi operasional (misal, manajemen inventori dan pembukuan dasar), dan akses untuk modal kerja yang telah disalurkan lewat platform KoinWorks dan segera menambah opsi lewat platform lainnya.

“Dana yang terkumpul akan digunakan untuk memperluas jangkauan geografis kami di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sambil mencari pemimpin yang relevan untuk meningkatkan teknologi kami dan menyelesaikan jalur kerja sama merek dan distributor yang ditargetkan pada semester II 2023.” Tutup Yann.

Baskit memosisikan diri sebagai supply chain enabler. Di Indonesia, kebanyakan solusi yang disediakan adalah e-commerce enablertermasuk aCommerce, SIRCLO, dan JetCommerce. Beberapa pemain baru di ranah ini, yaitu Aloshop yang fokus pada omnichannel, dan Plugo yang baru saja meraih pendanaan.

Application Information Will Show Up Here


Disclosure: DS/X Ventures (bagian DailySocial Group) merupakan salah satu investor Baskit

Bukalapak Papar Kinerja di 2022, Cetak Laba Bersih 1,9 Triliun Rupiah

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mencetak laba bersih sebesar Rp1,9 triliun di sepanjang 2022. Torehan ini berbanding terbalik dari kinerja tahun sebelumnya yang mencatatkan rugi sebesar Rp1,67 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan 2022, laba bersih ini diperoleh dari kenaikan pendapatan bersih sebesar 94% menjadi Rp3,61 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,86 triliun. Adapun, pertumbuhan pendapatan didorong oleh pendapatan Mitra yang naik 141% menjadi Rp1,96 triliu. Ini membuat kontribusi Mitra terhadap total pendapatan perseroan naik dari 44% menjadi 54%.

Sementara, laba operasional perseroan tumbuh 203% menjadi Rp1,7 triliun, naik pesat dari sebelumnya yang merugi Rp1,7 triliun. Faktornya disebabkan oleh laba nilai investasi market-to-market dari Allo Bank.

“Meskipun telah mencatat laba bersih di 2022, perseroan tetap memiliki fokus pada kinerja operasional. Oleh karena itu, manajemen perseroan tetap menggunakan adjusted EBITDA sebagai indikator kinerja,” tulis manajemen BUKA dalam keterangan resmi, Selasa (28/3).

Selanjutnya, Total Processing Value (TPV) dari Mitra menunjukkan tren positif sebesar Rp73,6 triliun atau tumbuh 31%. Faktor pertumbuhan ini dikarenakan berkembangnya variasi produk dan jasa yang ditawarkan perseroan kepada para mitranya. Dalam data terakhir, jumlah Mitra yang terdaftar mencapai 16,1 juta, naik dari 11,8 juta di 2021.

Tak hanya itu, BUKA juga mencatatkan adjusted EBITDA sebesar -Rp 235 miliar pada kuartal IV 2022. Rasio adjusted EBITDA terhadap TPV menunjukkan peningkatan dari -1,1% di kuartal I 2021 menjadi -0,6% di kuartal IV 2022.

Perseroan menyampaikan saat ini masih memiliki permodalan yang kuat dengan posisi kas, termasuk investasi lancar seperti obligasi pemerintah dan reksadana sebesar Rp20,3 triliun. Dengan rata-rata pendapatan bunga per kuartal dan meningkatnya EBITDA per kuartal, BUKA memiliki cash runway untuk lebih dari 50 tahun.

Kejar EBITDA positif di 2023

Tak hanya BUKA, perusahaan teknologi lainnya saling kejar target menuju EBITDA positif sebelum menutup tahun 2023. GOTO sebelumnya mengumumkan bahwa adjusted EBITDA ditargetkan positif pada kuartal IV 2023. Target ini lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya, serta konsensus analis yang sempat memperkirakan pencapaian ini bisa terealisasi pada 2024. Bahkan ada yang menyebut baru bisa positif pada 2025.

Sea Group juga menargetkan bisa positif pada akhir tahun ini. Induk Shopee ini mencatatkan laba bersih sebesar $4228 juta pada kuartal IV 2022, tumbuh positif dari rugi $616,3 juta secara year-on-year. Kinerja laba ini ditopang oleh Shopee dan SeaMoney.

Pada kuartal IV 2022, laba setelah adjusted EBITDA Shopee sebesar $196,1 juta, jauh lebih baik dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang cetak rugi $877,7 juta. Adjusted EBITDA di sepanjang 2022 masih merugi $1,7 miliar, tetapi membaik dari sebelumnya yang sebesar $2,6 miliar.

Berikutnya, Grab optimistis mencapai EBITDA positif pada periode yang sama dengan GOTO dan Sea Group. Pada 2022, Grab mencatatkan pendapatan $1,43 miliar, naik dari tahun sebelumnya $675 juta. Kenaikan ini membantu Grab memangkas kerugian EBITDA menjadi $1,74 miliar dari sebelumnya $3,56 miliar.

Akan tetapi, untuk mencapai EBITDA positif perusahaan harus mengorbankan pertumbuhan pesat. Terlihat dari total transaksi di platform Grab ‘hanya’ tumbuh 24%, lebih rendah dari sebelumnya 56%. Berbagai insentif juga dikurangi demi menekan laju cetak rugi, yang kini tercatat turun menjadi $391 juta dari sebelumnya $1,1 miliar.

Social Bread Peroleh Pendanaan 6 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Social Bread, marketplace untuk digital marketing, memperoleh pendanaan sebesar $400 ribu atau sekitar 6 miliar Rupiah yang dipimpin oleh East Ventures dan partisipasi dari Living Lab Ventures. Menyusul perolehan dana segar ini, Social Bread resmi meluncurkan layanannya.

Disampaikan dalam keterangan resminya, Social Bread akan memanfaatkan pendanaan tersebut untuk mengembangkan platform teknologi yang dapat memberdayakan ekosistem merchant dan mendukung pelaku UKM. Pihaknya juga telah meluncurkan fitur live shopping agar dapat mendongkrak penjualan merchant hingga sepuluh kali lipat dalam kurun satu tahun.

“Kami percaya Social Bread merupakan game changer dalam menyetarakan para UKM, khususnya dengan memanfaatkan media sosial untuk menjangkau para pelanggan. Dengan pengalaman tim yang luas di industri digital, kami memberikan solusi end-to-end untuk para pemilik bisnis dengan harga yang kompetitif,” kata Co-Founder dan CEO Social Bread Edho Zell pada acara peluncurannya di Social Bread Hub, Tangerang.

Pendanaan ini disebut menjadi bukti kuat terhadap misi Social Bread untuk membawa kemajuan dan dampak ke para pelaku bisnis dan konten kreator dengan memaksimalkan digital marketing dan media sosial.

“Dengan besarnya potensi ekonomi digital, Social Bread tidak hanya menjembatani UKM dan konten kreator, tetapi juga membantu UKM, salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia, untuk mengembangkan bisnisnya. Kami berharap untuk terus merasakan keseruan dan dampak positif yang akan dihadirkan oleh Edho dan tim,” kata Melisa Irene, Partner East Ventures.

Social Bread didirikan oleh Edho Zell (CEO), Lydia Susanti (Chief Operating Officer), Ester Jeanette (Chief Marketing Officer), dan Messiah Richardo (Chief Technology Officer) pada 2020. Berbekal pengalaman serupa di bidang pemasaran digital dan media sosial, para pendiri melihat potensi besar media sosial dalam memengaruhi keputusan pembelian pelanggan, terutama karena media sosial kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kebanyakan orang.

Sejak 2020, Social Bread mengklaim telah mendukung lebih dari 500 UKM dari Jabodetabek, Surabaya, dan kota-kota lainnya di Indonesia dalam mendorong pertumbuhan penjualan mereka melalui penggunaan media sosial. Social Bread telah mengelola lebih dari 5.000 mitra kreator terdaftar.

Layanan Social Bread

Lebih lanjut, pihaknya menuturkan bahwa banyak pebisnis dan UKM kesulitan memanfaatkan media sosial untuk mengembangkan bisnis mereka karena keterbatasan sumber daya, keahlian, dan keterampilan untuk mengelola akun media sosial. Di samping itu, tidak semua UKM tim khusus atau mampu memekerjakan agensi digital karena butuh modal besar.

“UKM telah menjadi landasan pertumbuhan dari setiap negara maju, dan kita perlu memberdayakan UKM untuk mencapai ‘Indonesia Emas 2045’. Kami akan membangun platform teknologi yang berbeda untuk memungkinkan UKM tumbuh dan berkembang secara organik,” kata Herman Widjaja, Commissioner Social Bread.

Untuk mengatasi dua masalah di atas, Social Bread mengembangkan platform yang mempertemukan UKM dengan konten kreator dan influencer lokal. Social Bread akan menganalisis dan memahami tujuan atau kebutuhan UKM sehingga memungkinkan mereka untuk memberikan rekomendasi berdasarkan kategori industri, jenis platform, konten yang sesuai dengan audiens yang ditargetkan, dan jumlah konten kreator atau pengikut.

Setelah itu, UKM akan dihubungkan dengan konten kreator (disebut mitra kreator) di Social Bread. Mitra kreator tidak hanya memproduksi konten berdasarkan arahan yang telah disepakati, tetapi juga akan menjadi pihak yang mengelola akun media sosial para UKM. Dengan begitu, pelaku usaha dapat lebih fokus dalam menjalankan bisnis mereka sembari membiarkan konten kreator memaksimalkan potensi akun media sosial.

Selain itu, Social Bread juga telah merilis fitur live shopping yang kini tengah berkembang pesat di Indonesia, terutama bagi pelaku UMKM. Melalui fitur “Live Shopping,” Social Bread berupaya memenuhi kebutuhan para pelaku bisnis dan menghubungkan live streamer untuk mengelola live shopping mereka.

Hal ini diperkuat dari laporan Cube Asia di 2022 yang menyebutkan Indonesia sebagai pasar live shopping dan community group buy terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi nilai Gross Merchandise Value (GMV) masing-masing sebesar hampir $5 miliar dan $2 miliar. 

Menurut CEO and Head of Data Cube Asia Sarabjit Singh, besarnya angka transaksi live shopping tersebut turut didorong engagement pengguna media sosial di Asia Tenggara yang termasuk tertinggi di dunia. Sebanyak 90% pengguna internet di Asia Tenggara terhubung di Facebook, Instagram, WhatsApp, dan TikTok.

Startup Social Commerce “Shox” Resmi Tutup dan PHK Seluruh Karyawan [Updated]

Startup social commerce Shox Rumahan resmi menutup operasional dan melakukan PHK kepada seluruh karyawannya per 25 Februari 2023. Berdasarkan informasi yang dilaporkan oleh Tech in Asia, Chief Commercial Officer Shox Mari Octavyani Manao hanya menyatakan alasan “merugi” tanpa penjelasan lebih lanjut.

Sebagai informasi, Shox beroperasi dengan entitas legal PT. Soyaka Cerdas Kaya sejak 2019. Shox didirikan oleh Sonat Yalcinkaya (Kaya) dan Mari Octavyani Manao atau Vyani. Adapun, Vyani adalah Co-founder Pakde, startup logistik yang dicaplok oleh Shipper pada 2020.

Sebelumnya, salah satu karyawan Shox mencuit di Twitter bahwa aksi PHK menyeluruh ini dilakukan secara sepihak, dan dikarenakan alasan pailit. “PHK terjadi sepihak dan alasannya berubah-ubah. Awalnya, [kami] dipecat karena pailit, dan sebulan kemudian surat PHK diganti menjadi efisiensi karena rugi selama dua tahun,” tutur akun @prabu_yudianto di laman Twitter-nya.

Ia menambahkan, kedua alasan yang disampaikan C-level Shox, tidak disertai dengan bukti sehingga selama sebulan para karyawan merasa terombang-ambing tanpa kejelasan.

Lebih lanjut, jelas Prabu, Shox mengumumkan PHK sebanyak empat kali sejak Januari hingga 25 Februari 2023. “Puncaknya pada 25 Februari, C-level mengadakan townhall dan menyatakan semua karyawan di-PHK dengan alasan pailit. Tidak ada bukti bahwa perusahaan pailit. Hanya pernyataan sepihak perusahaan, tanpa ada kejelasan tentang skema pemecatan dan pesangon.”

Selain itu, para karyawan terdampak sempat duduk bersama dengan Co-founder Shox Vyani Manao pada 17 Maret 2023 untuk membahas perihal ketidakjelasan pesangon dan gaji. Namun, tidak ada titik temu yang jelas karena karyawan hanya dijanjikan terbit SPHK pada 23 Maret.

Sempat kantongi pendanaan

Shox belum genap setahun usai memperoleh pendanaan seri A sebesar $5,5 juta (sekitar Rp79 miliar) pada April 2022. Pendanaan ini disuntik oleh Ephesus United, AC Ventures, Teja Ventures, SGInnovate, Partech, dan sejumlah investor lainnya.

Shox adalah aplikasi pemenuhan kebutuhan rumah, mulai dari perlengkapan dapur hingga alat elektronik. Dengan menggunakan konsep social commerce, layanan Shox memungkinkan pengguna mendapat penghasilan lewat program kemitraan/komunitas. Di dalam aplikasinya juga tersedia fitur arisan. Pantauan terakhir, aplikasi Shox Rumahan diunduh puluhan ribu di Google Play Store.

Di sepanjang 2022, DailySocial.id melihat sejumlah startup di sektor turunan e-commerce terpaksa pivot lantaran tidak menemukan unit economic ideal untuk mencapai keberlanjutan. Beberapa di antaranya adalah Bananas (tutup dan pivot ke bisnis baru), Radius (pivot ke social commerce dan rebranding menjadi Bakool), dan Brambang (tutup dan pivot ke marketplace produk elektronik)

IFC Akan Beri “Debt Funding” 379 Miliar Rupiah ke Amartha

Startup p2p lending Amartha dilaporkan akan memperoleh fasilitas pinjaman (debt funding) dari International Finance Corporation (IFC). Nominal yang diperoleh Amartha dalam kesepakatan tersebut adalah $25 juta (lebih dari 379 miliar Rupiah) dan membuka tambahan dana bersama para mitranya dengan besaran komitmen hingga $150 juta.

Mengutip dari situs IFC, disampaikan bahwa investasi yang diusulkan ini adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang akan dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha mikro, terutama pengusaha perempuan.

Hingga artikel ini diturunkan, Co-Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra belum memberikan tanggapannya.

Amartha bukanlah satu-satunya portofolio asal Indonesia yang bergabung di IFC —dalam bentuk ekuitas dan debt. Sebelumnya, sudah ada beberapa startup di antaranya Kitabisa, AwanTunai, eFishery, PasarPolis, dan Adi Sarana Armada selaku induk dari AnterAja.

Sejak awal berdiri di 2010, Amartha fokus memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Menurut data internal Amartha, secara kumulatif telah menyalurkan modal usaha senilai lebih dari Rp10 triliun. Modal usaha disalurkan kepada lebih dari 1,4 juta pelaku usaha ultra mikro yang tersebar di seluruh wilayah operasional Amartha.

Adapun sepanjang 2022 saja, mencapai lebih dari Rp4,7 triliun, tumbuh 93% (YoY) atau hampir dua kali lipat dari yang sebelumnya mencapai Rp2,4 triliun. Penyaluran modal ini didominasi oleh dukungan pendanaan dari 24 mitra perbankan dengan total penyaluran sekitar Rp3 triliun atau 60% lebih dari total sumber dana.

Pada September 2022, perusahaan membuat unit usaha baru yang fokus pada alternatif skoring kredit Ascore.ai. Platform ini dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir untuk mengukur risiko dalam menyalurkan pinjaman bagi segmen yang belum terlayani.

Solusi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa nilai risiko, perhitungan bunga pinjaman, pengolahan data, serta keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis. Dengan begitu, bisa mendorong lebih banyak bisnis untuk memahami pangsa pasarnya, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak.

Solusi Ascore.ai dapat digunakan baik oleh institusi maupun individu. Bagi segmen institusi, tersedia layanan berupa verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Layanan dapat menjangkau sektor fintech, microfinance/lembaga pembiayaan, perbankan seperti BPR dan BPD, koperasi, agrikultur, hingga marketplace dengan opsi produk paylater dan pinjaman.

Application Information Will Show Up Here