Datasaur Akuisisi Konvergen AI, Ingin Jadi Pemimpin Platform “Data Labeling”

Pengembang platform pelabelan data Datasaur mengumumkan akuisisinya terhadap Konvergen AI, startup pengembang teknologi optical character recognition (OCR). Melalui akuisisi ini, baik Datasaur dan Konvergen AI akan mengintegrasikan dan memperluas kapabilitasnya di ranah OCR dan pelabelan data.

Baik Datasaur maupun Konvergen AI sama-sama portofolio startup GDP Venture.

Berdasarkan informasi dari blog resminya, Datasaur menyebutkan telah menjalin kemitraan erat dengan Konvergen AI sejak menggarap berbagai project bersama beberapa tahun terakhir. Datasaur menyebut telah mengintegrasikan teknologi milik Konvergen AI, terutama kapabilitas utamanya pada handwriting recognition, goverment ID field extraction, dan intelligent document processing.

“Saya telah lama mengenal Founder Konvergen AI, Lintang Sutawika, dan Timotius Devin sejak lahirnya Datasaur. Kami membangun hubungan yang semakin erat dan memiliki visi yang sama terhadap masa depan industri AI. Mereka telah membangun tim yang kuat dan erat sesuai dengan nilai yang kami anut. Saya tidak bisa membayangkan cara yang lebih baik untuk mengembangkan tim dan mempercepat pertumbuhan kami,” tutur Founder & CEO Datasaur Ivan Lee.

Sejak November 2021, Datasaur menyebut mulai memperluas cakupan pengembangan dari anotasi teks menjadi transkripsi dan anotasi audio. Pihaknya menganggap audio sebagai bidang yang ‘berdekatan dengan teks’. Dengan demikian, setiap pengguna yang mengunggah dan menyalin audio dapat melakukan pelabelan NLP yang sama dengan yang telah kami kembangkan sejak awal.

Dengan cara yang sama, Datasaur akan memperluas kemampuannya ke bidang OCR, dukungan ke format gambar dan PDF yang berisi teks. Seperti diketahui, proses pelabelan data merupakan salah satu aspek penting dalam mengembangkan layanan berbasis AI, khususnya pada pemodelan berbasis natural language processing (NLP).

“Kami telah melihat bagaimana pengguna mengunggah dokumen, menerapkan OCR untuk menangkap teks yang relevan, lalu membubuhi keterangan pada hasilnya. Dengan mengakuisisi Konvergen AI, kami ingin memperkuat posisi kami sebagai pemimpin solusi pelabelan NLP di industri,” tambahnya.

Sementara itu, Co-founder Konvergen.ai Lintang Sutawika mengatakan akan mengemban posisi sebagai VP of Artificial Intelligence lewat akuisisi ini. “Fokus kami adalah memanfaatkan penelitian ML, seperti zero-shot/few-shot dan weak supervision untuk meningkatkan proses pelabelan,” tutur Lintang sebagaimana dikutip dari laman LinkedIn-nya.

Sebagai informasi, Datasaur merupakan startup pengembang teknologi yang membantu pemberi label data bekerja lebih produktif dan efisien. Datasaur menangani semua model NLP, termasuk di antaranya entity recognition, document labeling, hingga dependency parsing. Datasaur didirikan oleh Ivan Lee.

Konvergen AI fokus mengembangkan teknologi AI untuk kebutuhan penangkapan data (data capture) yang merujuk pada proses koleksi data dari dokumen kertas atau digital dengan menggunakan komponen OCR. Konvergen AI didirikan oleh Lintang Sutawika dan Timotius Devin. Adapun, keduanya sama-sama merupakan portofolio dari GDP Ventures.

Tren pasar AI

Mengacu riset Verified Market Research, pasar AI global di 2020 diperkirakan berkisar $51,08 miliar dan diproyeksi meroket sebesar $641,3 miliar di 2028, dengan estimasi pertumbuhan CAGR 36,1% selama periode 2021-2028.

Nilai pasar ini sudah termasuk pada pasar AI berbasis teknologi (NLP, ML, Deep Learning), analisis komponen (hardware, software & services), dan kategori pengguna (healthcare, manufacturing, agriculture). Adapun, proyeksi ini turut dipicu oleh meningkatnya kebutuhan kebutuhan akan analisis dan interpretasi data dalam jumlah besar.

Di Indonesia, AI cukup diimplementasikan untuk penggunaan virtual assistant dan chatbot pada sebuah layanan. Beberapa startup pengembang AI di Indonesia juga belum banyak, beberapa di antaranya adalah Kata.ai dan Bahasa.ai di ranah NLP, dan Nodeflux di ranah computer vision.

Namun, pasar AI, khususnya di bidang NLP, di Tanah Air diestimasi meningkat sejalan dengan tren layanan healthtech, fintech, hingga quick commerce selama masa pandemi Covid-19.

Food Market Hub Ingin Menjadi Platform “Digital Procurement” Bisnis Restoran

Salah satu persoalan yang masih harus dihadapi oleh pemilik restoran saat ini adalah koordinasi seputar pemesanan dan pembelian bahan baku dari pemasok. Juga mengontrol pengeluaran, apalagi jika pemilik memiliki lebih dari satu restoran.

Kebanyakan pengelolaan aktivitas tersebut masih dilakukan secara manual, mulai dari memanfaatkan aplikasi chat seperti WhatsApp hingga melakukan komunikasi langsung. Hasilnya banyak pemilik restoran yang tidak bisa mengontrol dan mengelola pengeluaran mereka terkait dengan keperluan dapur secara komprehensif.

Melihat permasalahan tersebut, Food Market Hub (FMH) hadir menyediakan platform manajemen yang membantu bisnis mengautomasi sistem pengadaan dan inventaris barang dengan memanfaatkan teknologi big data dan artificial intelligence. FMH merupakan perusahaan asal Malaysia, didirikan oleh Anthony See yang merupakan pemilik restoran dan Shayna Teh tahun 2017 lalu.

Selain Malaysia dan Indonesia, FMH juga telah hadir di Thailand, Hong Kong, Taiwan dan Singapura.

“FMH mencoba untuk mempermudah pemilik restoran mengelola pengeluaran mereka dengan memanfaatkan teknologi yang terintegrasi dengan sistem POS mereka dan bisa terhubung dengan chat app yang tersedia,” kata Anthony kepada DailySocial.id.

Menjembatani pemilik restoran dan pemasok

Secara khusus pengguna platform FMH bisa terhubung dengan pemasok atau supplier bahan baku sesuai keinginan serta mengintegrasikan sistem yang sudah mereka pakai (POS, inventori, sistem akunting, dll) di restoran ke dalam platform berbasis cloud FMH. Dengan demikian, proses pemesanan bahan baku dinilai akan menjadi lebih mudah dan efisien karena pengambilan keputusan terkait pengadaan barang bisa dilakukan melalui satu platform.

“Selain membantu pemilik restoran, masalah terbesar yang juga kerap dialami oleh supplier adalah bagaimana mereka bisa menawarkan produk mereka seperti sayuran yang memiliki batas waktu penggunaan. Harapannya melalui FMH bisa ditawarkan produk tersebut langsung ke berbagai pemilik restoran yang ada dengan tujuan untuk menghabiskan stok mereka,” kata Anthony.

Setelah resmi hadir di Indonesia sejak Agustus 2021, terdapat 27 brand restoran Indonesia yang mencakup 1335 outlet, sedang mendigitalkan sistem pengadaan, manajemen inventaris dan seluruh backend operations melalui Food Market Hub.

Tercatat ada sekitar 26 bisnis restoran lainnya yang saat ini sedang beralih ke sistem dan ekosistem procurement digital FMH, antara lain Tahooe dan Wanfan.

Bisnis F&B yang terus berkembang memang menjadi peluang tersendiri bagi inovator teknologi. Untuk solusi manajemen bisnis restoran sendiri, di ekosistem startup lokal sudah ada sejumlah pemain. Salah satunya Esensi Solusi Buana, layanan SaaS mereka saat ini sudah diadopsi lebih dari 500 brand F&B. Kemudian di luar itu ada Moka yang juga sudah mencakup produk Moka Fresh untuk pengadaan bahan segar.

Segera galang pendanaan seri B

Sebelum melakukan ekspansi ke Indonesia, FMH telah mengantongi pendanaan seri A+ senilai US$ 8,5 juta atau setara Rp 121 miliar. Pendanaan tersebut dipimpin oleh AC Ventures (didukung juga oleh Malaysia Penjana Kapital fund). Investor sebelumnya turut terlibat dalam pendanaan tersebut, di antaranya adalah Go-Ventures, SIG, dan 500 Global, termasuk di dalamnya East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, dan beberapa angel investor.

Putaran pendanaan ini membawa total pendanaan seri A FMH menjadi $12,5 juta termasuk putaran seri A sebelumnya senilai $4 juta pada November 2020. Dana segar tersebut digunakan oleh FMH untuk memperluas bisnis mereka ke Indonesia, menembus pasar lokal lebih jauh, dan memperkuat kehadirannya di Singapura dan Thailand. Tahun ini FMH juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri B.

Disinggung apakah ada kerja sama strategis antara FMH dengan ekosistem di Gojek, Anthony menegaskan tidak ada rencana ke arah sana. Fokus mereka adalah memberikan layanan dan teknologi kepada pelaku UMKM, sekitar 80-90% FMH menyasar kepada mereka. Namun demikian FMH juga menargetkan enterprise seperti KFC sebagai klien mereka.

“Untuk strategi monetisasi kami memiliki pilihan gratis dan berbayar semua disesuaikan dengan kebutuhan klien. Beberapa klien memilih dengan cara berbayar agar bisa terintegrasi dengan POS dan sistem akunting mereka,” kata Anthony.

Terkait dengan area layanan FMH masih fokus kepada kota besar seperti Jakarta. Rencananya mereka juga akan melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya hingga Bali. Target untuk pasar Indonesia diharapkan bisa merangkul sekitar 10 ribu restoran.

“Kami memiliki rencana untuk melakukan implementasi teknologi AI dan machine learning untuk bisa memprediksi berapa pengeluaran restoran dalam waktu 7 hari ke depan. Meskipun belum diluncurkan di Indonesia, namun kami harap bisa membantu pemilik restoran mengontrol pengeluaran mereka lebih baik lagi,” kata Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Volopay Incar Pasar Indonesia Setelah Kantongi Pendanaan Seri A

Startup fintech pengelolaan transaksi keuangan Volopay mengumumkan pendanaan seri A sebesar $29 juta atau setara lebih dari 415 miliar Rupiah. Putaran ini melibatkan beberapa investor seperti JAM Fund, Winklevoss Capital Management, Rapyd Ventures, Accial Capital, Co-founder Acorns Jeffrey Cruttenden, Access Ventures, Antler Global, dan VentureSouq.

Salah satu agenda besar yang akan dilakukan perusahaan setelah menerima pendanaan tersebut adalah ekspansi ke sejumlah negara di APAC, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Indonesia masuk ke dalam jajaran negara yang dibidik oleh startup yang sudah memiliki bisnis di Singapura dan Australia ini. Serta, melanjutkan inovasi teknologi baru dan meningkatkan integrasi dengan berbagai perusahaan dan aplikasi manajemen proyek.

Layanan finansial terpadu untuk bisnis

Volopay sejatinya dirintis untuk menyelesaikan dua isu mendesak yang dihadapi oleh UKM dan startup, yakni tingginya biaya valuta asing dan minimnya platform yang mampu mengakses semua data transaksi. Volopay menggabungkan akun bisnis, kartu perusahaan, pembayaran tagihan, penggantian biaya, kredit, cashback, dan otomatisasi akuntansi ke dalam satu platform tunggal.

Platform tersebut memungkinkan para penggunanya untuk menyimpan uang dalam Rupiah dan mata uang besar lainnya, seperti USD, SGD, EUR, GBP untuk digunakan sebagai pembayaran dan menghilangkan jumlah biaya valas yang terlalu tinggi akibat pembayaran internasional.

Platform Volopay memberikan fleksibilitas kepada perusahaan rintisan dan perusahaan dengan menerbitkan kartu perusahaan multicurrency prabayar virtual dan/atau fisik dalam mata uang lokal mereka dengan cashback hingga 5% untuk semua transaksi kartu.

Platform ini juga memroses transfer bank domestik dan internasional dengan nilai tukar mata uang asing yang rendah dan biaya transaksi. Selain itu, menyediakan manajemen biaya yang membantu melacak dan mengontrol semua pengeluaran secara real-time.

Co-founder & CEO Volopay Rajith Shaji menyatakan, saat ini pihaknya sedang membangun pusat kendali untuk perusahaan modern guna memenuhi seluruh kebutuhan manajemen keuangan mereka. Volopay dapat digunakan dengan mudah untuk perusahaan dengan jumlah karyawan lima orang, hingga perusahaan dengan karyawan sebanyak 500 orang.

“Kami memiliki visi untuk membuat platform pengelolaan keuangan terpadu untuk seluruh perusahaan di seluruh dunia setelah ekspansi pasar kami di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/3).

Di Indonesia sendiri sebenarnya juga sudah ada solusi serupa. Salah satunya juga dihadirkan oleh startup asal Singapura bernama Aspire. Strategi mereka sama, yakni menyajikan layanan transaksional all-in-one untuk membantu bisnis di berbagai skala. Sementara untuk isu transaksi cross-border juga ada Nium yang dibawa ke Indonesia berkat kemitraan strategis dengan pemodal lokal, termasuk MDI Ventures dan BRI Ventures.

Bantu bisnis global tangani transaksi

Volopay mengklaim telah membawa perubahan besar bagi sistem transaksi keuangan yang masih menggunakan cara tradisional. Shaji berambisi Volopay dapat menjadi solusi utama untuk kebutuhan bisnis berskala global dengan berbagai kebutuhan, seperti automasi faktur, pembayaran tagihan, layanan akun bisnis antar mata uang dan tanpa batas seperti yang dimiliki oleh bank tradisional.

Untuk mencapai ambisi tersebut, Volopay telah membangun infrastruktur sendiri dan mengajukan permohonan lisensi keuangan pada setiap region, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh perusahaan lain secara regional. Melalui infrastruktur tersebut, Volopay dapat membantu klien global dengan menghilangkan kebutuhan integrasi dengan berbagai platform layanan keuangan pihak ketiga lainnya. Hal ini memberikan penggunanya kemudahan secara konsisten, terlepas dari wilayah tempat operasi bisnis mereka.

Volopay mengklaim telah melihat total nilai pembayarannya meningkat 98% setiap bulan dan pendapatannya melonjak 41% sejak putaran pendanaan awal. Timnya juga terus berkembang dari 20 menjadi lebih dari 150 karyawan dan mengumpulkan lebih dari 700 pelanggan seperti  Funding Societies, Zipmex, Moneysmart, Smartkarma, dan Austrionova sejak awal 2021. Pertumbuhan yang menjanjikan seperti inilah yang biasanya menarik investor baru atau memperkuat dukungan dari investor sebelumnya.

Founder Tinder dan JAM Fund Justin Mateen menuturkan, “Saya telah bekerja sama dengan tim Volopay yang luar biasa sejak tahap investasi awal. Kesuksesan Volopay dalam putaran Seri A ini tentunya didukung dengan pertumbuhan bisnis dan kemampuan tim untuk berinovasi dengan cepat dan platform yang dapat disesuaikan di berbagai wilayah yurisdiksi. Saya bangga dapat bermitra dan mendukung Volopay untuk berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.”

Paxel Konfirmasi Perolehan Pendanaan Seri B, Dipimpin MDI Ventures

Startup logistik Paxel mengonfirmasi perolehan pendanaan seri B. Berdasarkan informasi yang kami himpun, pendanaan ini dipimpin oleh MDI Ventures, diikuti partisipasi Susquehanna International Group (SIG), PT Luminary Media Nusantara, Bamboo Gold Services, dan Galilee Capital Ventures. Dana yang digelontorkan oleh MDI termasuk dari Centauri Fund.

Dari data yang diinputkan ke regulator, sejauh ini putaran tersebut sudah membukukan nominal investasi $9,4 juta atau setara 134,7 miliar Rupiah.

“Iya betul [menerima pendanaan seri B]. Pendanaan ini nanti dipakai untuk ekspansi jaringan logistik kami tahun ini,” ujar Co-founder Paxel Zaldy Ilham Masita dihubungi oleh DailySocial.id.

Paxel terakhir kali menerima pendanaan seri A sebesar $10 juta yang dipimpin oleh Co-founder Paxel Johari Zein, serta keterlibatan dari East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), dan SIG.

Rencana ekspansi

Lebih lanjut, ungkap Zaldy, pendanaan ini akan digunakan untuk memperkuat sistem IT yang sejalan dengan upaya ekspansi cakupan layanan instant delivery dengan dua raksasa ride-hailing, Gojek dan Grab. Dengan Gojek, Paxel telah meluncurkan layanan kolaboratif ini tahun lalu lewat GoSend Intercity Delivery dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya. Cakupannya akan terus ditambah.

“Sedangkan dengan Grab, kami kerja sama untuk layanan multidrop (lebih dari satu titik pengantaran) dengan Grab. Kerja sama ini sudah jalan sejak dua bulan lalu. Tahap awal baru tersedia di Jabodetabek,” tambah Zaldy.

Terakhir, Paxel juga berencana meluncurkan layanan terbaru, Paxel Recycle yang memungkinkan driver Paxel mengambil sampah dari rumah dan mengantarnya ke bank sampah selama seminggu sekali. Paxel menggandeng Waste4Change untuk mengambil sampah khusus kemasan e-commerce, seperti karton, bubble wrap, hingga botol plastik dari rumah pelanggan.

Lainnya, Paxel juga akan merilis fitur emergency delivery yang memungkinkan pengantaran obat atau alat kesehatan bagi pasien yang terinfeksi Covid-19.

Dalam dua tahun terakhir, Paxel memang tengah menggenjot ekspansi layanan cold chain last mile dan instant delivery sejalan dengan peningkatan volume pengirimannya yang mencapai 86%. Apalagi, posisi Paxel cukup dikenal oleh pelaku usaha UMKM yang memanfaatkan kurir instan untuk mengirimkan makanan dan minuman kepada pembeli. Kemudian, di 2020, Paxel bekerja sama dengan Blue Bird untuk meluncurkan PaxelBig, layanan dengan kapasitas pengiriman 5-20 kg.

Zaldy sebelumnya memperkirakan shifting behavior masyarakat dari belanja offline ke online akan semakin menguat. Selain faktor pandemi Covid-19, pemicu lainnya adalah ekspektasi customer yang menginginkan pengiriman produk lebih cepat semakin besar.

Menurutnya dalam interview dengan DailySocial tahun lalu, butuh inovasi baru untuk dapat memenuhi ekspektasi customer ke depan. Bahkan ia menilai layanan same delivery berdurasi 8-10 jam akan sulit berkompetisi mengingat layanan sejenis dalam kota dapat dilakukan hanya dua jam.

Saat ini, layanan Paxel sudah melayani 30 kota, termasuk di Sumatera, yakni Palembang, Medan, dan menyusul di Lampung.

Application Information Will Show Up Here

Klaim Profitable, Startup Proptech Jendela360 Rencanakan Galang Dana Pra-Seri A

Pandemi telah mengubah kebiasaan orang melakukan pembelian properti. Jika dulunya masih banyak yang mencari properti secara offline, kini mekanisme online banyak dipilih. Meskipun di awal pandemi bisnis proptech sempat mengalami kendala, namun setelah kebanyakan orang telah melakukan adaptasi, lantas mengalami pertumbuhan yang semakin membaik.

Salah satunya dirasakan pengembang platform proptech Jendela360, mereka mencatat pertumbuhan hingga 3x selama pandemi. Hal ini menunjukkan sudah makin baiknya bisnis proptech dan di prediksi akan terus mengalami kenaikan yang positif.

Kepada DailySocial.id. Co-founder & CEO Jendela360 Daniel Rannu menyebutkan, tercatat selama pandemi pembelian properti untuk rumah mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Sebagai platform yang mengedepankan teknologi virtual tour, mereka melakukan sejumlah penyesuaian dalam bisnis — salah satunya melihat tren bekerja di rumah yang banyak dilakukan perusahaan kepada pegawainya. Selain itu kebanyakan dari mereka yang melakukan pembelian rumah adalah ingin memanfaatkan ruangan tersebut sebagai home office.

“Kami juga melakukan penyesuaian dalam hal penyewaan properti, dalam hal ini apartemen. Jika dulunya kami hanya menawarkan jangka panjang saja, kini kami memberikan opsi waktu penyewaan jangka pendek untuk penyewa, namun tidak harian,” kata Daniel.

Penggunaan virtual tour untuk melihat lokasi dan desain rumah lebih detail juga diklaim mengalami pertumbuhan yang positif dari sisi penggunaan. Meskipun tidak menambahkan fitur ke dalam teknologi tersebut, namun untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pengguna, Jendela360 berupaya untuk memberikan kualitas terbaik dan informasi lengkap kepada pengguna.

Dengan menggabungkan teknologi berupa data dan skill langsung di lapangan, diharapkan bisa membangun fondasi yang kuat bagi Jendela360. Saat ini mereka masih fokus menyediakan informasi properti rumah tinggal dan penyewaan apartemen, belum ada rencana untuk menambah pilihan properti lainnya.

“Kami juga akan fokus kepada traksi karena saya melihat saat ini peluangnya sangat besar untuk penjualan rumah dan penyewaan apartemen. Menjadi bijaksana bagi kami jika nantinya bisa menjadi raja di dua kategori tersebut yaitu rumah dan apartemen,” kata Daniel.

Pendanaan dari Sinar Mas Group

Setelah sebelumnya mengantongi pendanaan awal sebesar $1 juta yang dipimpin oleh BEENEXT, awal tahun ini Jendela360 juga kembali mengantongi pendanaan awal dari entitas yang terafiliasi dengan Sinar Mas Group. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, namun investasi strategis ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan Jendela360 lebih baik lagi.

“Properti merupakan bisnis networking, menjadi logis bagi kami melalui kerja sama ini dengan Sinar Mas Group. Melalui pendanaan ini kami akan mengembangkan teknologi dan data sicence. Sisanya akan kami manfaatkan untuk kegiatan marketing dan branding,” kata Daniel.

Secara operasional saat ini Jendela360 mengklaim telah profitable. Untuk memanfaatkan momentum tahun ini rencananya mereka akan kembali menggalang dana untuk tahapan pra-seri A.

Sejak meluncur saat ini Jendela360 telah memiliki listing di seluruh Indonesia. Namun kebanyakan traffic yang ada berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik, Jendela360 juga akan mengembangkan konsep O2O. Konsep ini ke depannya akan menjadi pilihan bagi kebanyakan platform proptech di tanah air, yaitu menggabungkan konsep online dan offline.

“Di Indonesia untuk pembelian properti tidak semua bisa dilakukan secara online. Semua harus dilengkapi dengan konsep O2O untuk bisa melakukan penjualan sebagai platform marketplace yang mengedepankan teknologi virtual tour. Di saat yang sama mereka masih membutuhkan human touch dan pembelian properti termasuk pembelian yang emosional,” kata Daniel.

Masa depan virtual tour

Mengutip dari Forbes tercatat sekitar 78% pembeli rumah mengatakan mereka memilih untuk melihat lebih banyak properti secara virtual dengan 3D tour karena masalah keamanan. Selain itu, 69% penjual rumah yang tidak menganggap 3D tour sebagai kebutuhan sebelum pandemi, kini mulai melihat bahwa 3D tour diperlukan.

Di sisi lain, iGUIDE telah melihat peningkatan 400% dalam virtual tour real estat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan lama setelah pandemi, virtual tour akan tetap ada karena mereka membuat pencarian rumah menjadi lebih mudah, menghemat kunjungan sebenarnya untuk daftar pembeli yang terpilih.

Mayoritas pemilik rumah lebih cenderung bekerja dengan agen yang menawarkan video properti real estat. Panduan video menyoroti fitur unik properti, tetapi manfaat utamanya adalah menunjukkan denah rumah. Ini memungkinkan pembeli untuk merasakan seolah-olah mereka sedang mengunjungi properti secara langsung. Tercatat sekitar 70% pembeli rumah menonton video house tour sebelum mengunjungi langsung.

AlloFresh Resmi Didirikan CT Corp, Bukalapak, dan Growtheum [UPDATED]

PT Trans Retail Indonesia (bagian dari CT Corp), PT Bukalapak.com Tbk, dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) segera resmikan platform grocery “AlloFresh”. Rencana ini sudah diumumkan oleh Chairul Tanjung pada Januari 2022 lalu — kala itu CT hanya menyebutkan akan membuat sebuah joint venture di bidang online grocery, belum membeberkan brand yang akan digunakan.

Nilai investasi yang digelontorkan perusahaan untuk pengembangan platform ini senilai Rp1 triliun (setara $70 juta). Menurut sumber Bloomberg, Trans Retail memiliki kepemilikan 55%, Bukalapak 35%, dan Growtheum 10%.

Saat ini situs AlloFresh (PT Allo Fresh Indonesia) sudah bisa mulai diakses, menyajikan sekitar 50 ribu SKU produk di 144 kategori. Kebanyakan adalah produk segar dan keperluan sehari-hari. Dijelaskan juga bahwa proses pengiriman di layanan tersebut akan memakan waktu 3 jam atau lebih cepat, seperti layaknya quick commerce. Di fase awalnya, AlloFresh telah melayani pengguna di kawasan Jabodetabek.

Di LinkedIn kami juga memantau adanya sharing resources untuk tim pengembang, baik dari sisi Trans Retail maupun Bukalapak untuk difokuskan ke AlloFresh.

Ekosistem brand Allo

Kerja sama CT Corp dan Bukalapak tidak terhenti di sini. Pasalnya Bukalapak dan sejumlah startup digital lain telah melakukan aksi korporasi membeli sebagian saham AlloBank (IDX: “BBHI”). Bukalapak sendiri mengakuisisi jumlah persentase saham terbanyak dalam aksi tersebut, yakni setara 11,49%.

Tepatnya sejak Juni 2021, ini Bank Harda Internasional melakukan perubahan nama menjadi Allo Bank Indonesia. Semangatnya adalah memberikan solusi aplikasi terpadu lewat Allo Apps, untuk memenuhi kebutuhan pengguna mulai dari segi finansial, pemenuhan kebutuhan, hingga hiburan.

Misi tersebut tampaknya kini mulai terealisasi, dengan membentuk ekosistem aplikasi di bawah brand Allo, dimulai dari platform grocery.

Kompetisi pasar

Hadirnya AlloFresh menambah sengit persaingan layanan online grocery di Indonesia. Sebelumnya sejumlah startup mulai unjuk gigi awal tahun ini, menawarkan konsep quick commerce, di antaranya Astro, Bananas, JaPang, hingga Radius. Sementara pemain lain seperti HappyFresh juga kencangkan strategi ekspansi produk dan pasar mereka – sebagian lagi menambah pundi-pundi pendanaan, salah satunya KedaiSayur.

Di segmen e-commerce, para platform juga memiliki strategi khusus di bidang grocery. Misalnya Blibli dengan Blibli Mart – tahun lalu mereka juga mengakuisisi saham mayoritas induk Ranch Market dengan tujuan untuk menguatkan supply chain produk segar yang dimiliki.

Shopee juga sudah operasikan Shopee Supermarket di Indonesia, fasilitasi pembelian berbagai kebutuhan harian secara cepat. Berbeda dengan pemain lain yang mengambil barang dari mitra grocery, mereka membangun gudang-gudang persediaan di berbagai tempat untuk mengakomodasi kebutuhan pengiriman cepat.

Application Information Will Show Up Here

Beam Segera Luncurkan Layanan Sewa Sepeda dan Skuter Listrik di Indonesia

Startup pengembang layanan mobilitas mikro “Beam” mengumumkan rencananya untuk masuk ke pasar Indonesia. Langkah ini diambil setelah perusahaan memperoleh pendanaan seri B senilai $93 juta yang dipimpin Affirma Capital. Sejumlah pemodal ventura lainnya turut andil di pendanaan ini, termasuk Sequoia Capital India dan AC Ventures.

Selain Indonesia, ekspansi juga akan mencakup beberapa negara lain yakni Filipina, Vietnam, Jepang, dan Turki. Diketahui saat ini Beam sudah tersedia di Australia, Malaysia, Selandia Baru, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan.

Layanan Beam sendiri memungkinkan pengguna untuk menyewa layanan mobilitas urban, terdiri dari dua opsi. Pertama ada Beam Saturn, yakni skuter listrik yang didesain untuk mudah dan aman dikendarai. Kemudian yang kedua Beam Apollo, yakni berbentuk sepeda elektrik modern. Dan akan segera hadir Beam Jupiter untuk perangkat e-moped.

Startup ini didirikan oleh Alan Jiang (CEO) dan Deb Gangopadhyay (CTO). Alan sebelumnya sempat menjabat sebagai Country Manager Uber Indonesia, kemudian menjadi Head of SEA untuk layanan serupa Beam asal Beijing, yakni Ofo.

Layanan mobilitas mikro di Indonesia

Sebelumnya, GrabWheels sempat mengaspal di Indonesia menyajikan layanan skuter listrik di beberapa titik. Dalam kehadiran awalnya, Grab menggandeng mitra pengembang properti seperti Sinar Mas Land untuk uji coba di BSD City, juga universitas di Jakarta. Namun demikian, tak berselang lama layanan tersebut dihentikan seiring adanya beberapa kasus, termasuk kecelakaan.

Menurut seorang pengamat tata kota yang enggan disebutkan identitasnya, untuk menghadirkan layanan mobilitas mikro di Indonesia banyak tantangannya, terlebih jika targetnya di area-area publik terbuka. Menurutnya, konsep bisnis seperti itu lebih cocok untuk ditempatkan di lokasi khusus, seperti kompleks perumahan atau tempat wisata — biasanya mengharuskan bekerja sama dengan mitra lokal seperti pengembang properti atau pemerintah.

Grab pun sebenarnya sudah melakukan strategi tersebut, namun mendapatkan penerimaan yang baik dari pasar.

Secara regulasi, di Indonesia sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Regulasi itu terbit pada pertengahan Juni 2020, berselang tidak lama setelah skuter listrik Grab dikenalkan.

Di negara dengan tata kota yang baik seperti di Amerika Serikat, model layanan mobilitas mikro ini mendapatkan penerimaan cukup baik dari masyarakat. Menurut riset McKinsey tahun 2019, diperkirakan industri mobilitas mikro bisa bernilai sekitar $300-500 miliar hingga tahun 2030. Namun sejak pandemi menyerang, penggunaan mobilitas mikro termasuk skuter listrik ini anjlok 50%-60%.

Di Singapura, layanan on-demand skuter dan sepeda listrik juga sempat populer, hingga akhirnya sejumlah kasus terjadi dan mendorong regulator setempat untuk memberikan batasan-batasan. Misalnya adanya hukuman untuk pengguna yang memarkir skuter atau sepeda di tempat umum secara tidak teratur atau tidak pada tempatnya; hingga sejumlah aturan diperketat terkait dengan perangkat mobilitas untuk menekan terjadinya potensi kecelakaan.

Optimisme Beam

Beam mengaku terus berinovasi pada teknologi keselamatan pengguna. Salah satunya dengan menerapkan MARS (Micromobility Augmented Riding Safety) yang terdiri dari inovasi keselamatan untuk melindungi pejalan kaki, mengatur ruang zonasi dan parkir, hingga mendorong penggunaan kendaraan yang lebih aman oleh pengguna. Inovasi di sisi perangkat mobilitas juga terus dikencangkan.

Inovasi keamanan MARS yang dihadirkan Beam / Beam

Co-Founder & CEO Beam Alan Jiang mengatakan, “Micromobility telah mengambil sistem keamanan mutakhir seperti teknologi MARS Beam dan menerapkannya ke kendaraan listrik kecil seperti e-skuter, e-bikes, dan e-moped untuk membantu arus kota lebih baik untuk semua orang. Kami sangat senang dapat bermitra dengan dana visioner seperti Affirma untuk menghadirkan mobilitas yang berbiaya lebih rendah, lebih hijau, dan lebih aman bagi kota-kota di seluruh APAC.”

Terkait pandemi, Beam meyakini permintaan untuk layanan mobilitas mikro terus tumbuh di Asia Pasifik. Hal dini dicerminkan dari pendapatan Beam yang tumbuh 15x lipat sejak dimulainya pandemi. Beam bekerja sama dengan pemerintah daerah di kota-kota di Asia Pasifik untuk menyediakan layanan mobilitas mikro bersama yang aman dan berkelanjutan saat masyarakat mereka tertarik pada cara bepergian yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Startup Pembiayaan Showroom Mobil “Broom” Umumkan Pendanaan 43 Miliar Rupiah

Startup pembiayaan showroom mobil Broom mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed senilai $3 juta atau lebih dari 43 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo. Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan produk dan layanan, memperluas kehadiran di kota-kota besar, dan menggandakan tim.

Secara unik, Broom memosisikan diri sebagai solusi digital untuk ekosistem mobilitas yang menyediakan platform tunggal bagi UKM otomotif guna mendigitalkan proses bisnis showroom, seperti mengelola inventaris, mendapatkan akses ke pembiayaan, dan mengelola alat sisi penjualan mereka.

Startup ini dirintis sejak tahun lalu oleh Pandu Adi Laras (CEO), Pungky Wibawa (CBO), dan Andreas Sutanto (CFO). Ketiganya memiliki pengalaman kuat di bidang mobilitas. Pandu telah berkecimpung dalam mobilitas sejak 2016, ketika dia bekerja untuk Uber, sebelum bergabung di Go-Fleet.

Lalu, Pungky adalah wirausahawan berpengalaman dan memiliki koneksi yang baik dalam ruang diler, mengingat status Pungky sebagai pemilik salah satu diler BMW terbesar di Indonesia. Pengalaman para pendiri menggabungkan pemahaman yang mendalam tentang bisnis dan kejelasan tentang bagaimana teknologi dapat merevolusi industri.

Solusi yang dihadirkan

Dalam keterangan resmi Pandu mengatakan, Broom memiliki berambisi jadi pilihan pertama diler mobil bekas untuk mengembangkan bisnisnya dengan menyediakan berbagai produk dan layanan. “Dengan dukungan dari investor terkemuka yang percaya pada visi kami, ini akan meningkatkan kepercayaan diri kami untuk terus berjuang dalam perjalanan kami memberdayakan dealer mobil bekas di Indonesia,” katanya, Jumat (25/2).

Diler mobil umumnya bekerja dengan sangat tradisional, dengan sebagian besar penghitungan stok dilakukan di papan tulis. Saat mencoba online, diler mobil merasa cukup sulit untuk menjual di platform dan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Pembiayaan umumnya cukup menantang karena kurangnya dokumentasi.

Namun, diler mobil pergi ke rentenir untuk pinjaman 6 minggu karena mereka merasa sedikit menguntungkan bahkan dengan bunga signifikan yang diberikan oleh pemberi pinjaman ini (diperkirakan 8% per bulan). Dengan kondisi ini, Broom bertujuan untuk memberikan digitalisasi diler dan pembiayaan untuk memberdayakan diler mobil.

Broom menyediakan tiga solusi bagi diler melalui platformnya, mulai dari peningkatan operasional, enabler penjualan online, dan akses ke pembiayaan. Pembiayaan produktif Broom menawarkan fasilitas pinjaman jangka pendek dengan tingkat bunga yang kompetitif dengan bermitra dengan lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan murah. Hal ini memungkinkan nasabah untuk mengakses fasilitas pinjaman dengan memanfaatkan persediaan yang ada sebagai jaminan dengan proses persetujuan yang cepat.

“Ketika solusi digital menembus setiap industri, keuangan tertanam merupakan peluang yang sangat besar. Industri mobil bekas melihat nilai transaksi tahunan sebesar $14 miliar, dan dealer mobil UMKM mewakili lebih dari 80% dengan sedikit atau tanpa akses ke pembiayaan yang terjangkau. Broom berupaya memberdayakan dealer ini dengan produk keuangan dan pendukung untuk membantu mereka berkembang,” kata Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Saat ini, Broom memiliki lebih dari 2000 diler mobil bekas di wilayah Jabodetabek dan optimistis bisa bertambah karena perusahaan memiliki kerja sama dengan lembaga keuangan besar seperti BRI Finance dan BRI Insurance. Juga, lebih dari 4 ribu mobil terdaftar di platform marketplace Broom dan dari jumlah mobil tersebut sebesar Rp120 miliar sudah didanai.

Peta persaingan startup otomotif

Belakangan peta persaingan startup otomotif semakin mengerucut untuk level regional dan lokal lewat pendanaan yang mereka umumkan. Di regional, ada Carsome dan Carro yang berlomba mendominasi pasar. Pada awal tahun, Carsome mengumumkan pendanaan Seri E senilai $290 juta yang berhasil mendongkrak valuasi di angka $1,7 miliar.

Mereka menjalankan bisnis C2B2C –membeli dari konsumen dan menjualnya ke jaringan diler, juga menjual mobil bekas langsung ke konsumen. Serta, dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di sejumlah kota. Kompetitor terdekatnya, Carro mendapat pendanaan Seri C senilai $360 juta dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Carro juga memiliki layanan experience center Carro Automall.

Di luar itu, di level lokal ada OLX Autos dengan fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen, meski saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya. Selanjutnya ada Moladin yang mengantongi pendanaan Seri A $42 juta dipimpin Sequoia Capital India dan Northstar Group.

Awalnya, Moladin bermain di pembelian motor, namun pivot sepenuhnya pada 2021 menjadi jual-beli mobil bekas. Dibandingkan pemain sejenisnya, diferensiasi yang ditawarkan Modalin adalah pemberdayaan jaringan agen dalam menawarkan pengalaman transaksi mobil yang lebih personal kepada pelanggan.

Fazz Financial Segera Galang Pendanaan Seri C untuk Realisasikan “Superapp”

Fazz Financial Group (Fazz) mengungkapkan sedang mempersiapkan putaran dana Seri C. Sejumlah investor teknologi di Amerika Serikat disebutkan bakal terlibat dalam putaran tersebut. Kendati demikian ketika kami hubungi, salah satu eksekutif perusahaan enggan menyebutkan target-target terkait penggalangan dana baru ini — bahkan ia mengatakan beberapa rumor yang beredar tidak tepat.

Sejauh ini, secara valuasi Fazz telah masuk ke dalam kategori centaur, mengumpulkan lebih dari $74,1 juta pendanaan ekuitas dari berbagai investor blue-chip, termasuk Tiger Global, Y Combinator, dan DST Partners. Putaran Seri B diumumkan pada Juli 2020 sebesar $53 juta yang dipimpin oleh B Capital Group dan Insignia Ventures.

Untuk menjadi unicorn berikutnya, sedikitnya perusahaan membutuhkan putaran seri C ini paling sedikit $150 juta (dengan faktor pengali sebanyak 4x — berkaca pada beberapa unicorn baru yang muncul akhir-akhir ini).

Dalam keterangan resmi, dana segar nantinya akan digunakan untuk merealisasikan aplikasi super alias superapp yang menawarkan kemampuan penerimaan pembayaran klien bisnis, high yield cash accounts, corporate cards, pembayaran tagihan/faktur, solusi kredit, dan manajemen biaya. Disebutkan saat ini perusahaan telah menjelma sebagai platform keuangan all-in-one terbesar dengan pertumbuhan tercepat yang melayani lebih dari 150 ribu bisnis di Asia Tenggara.

Capaian bisnis

Pada tahun lalu, grup fintech ini telah mencapai lebih dari $10 miliar dalam volume transaksi tahunan dalam platformnya, naik lebih dari 200% secara yoy. Perusahaan berada di jalur untuk mencapai pendapatan lebih dari $60 juta pada akhir 2022, naik dari $32 juta pada 2021.

CFO Fazz Karl Hu mengatakan, “Rekor transaksi setahun penuh dan pertumbuhan pendapatan adalah hasil langsung dari strategi fokus Fazz dalam melayani kumpulan besar bisnis underbanked di Asia Tenggara dan menghubungkan mereka dengan komprehensif kami semua dalam satu platform keuangan.”

Platform Fazz memungkinkan UMKM mendigitalkan sistem keuangan dan pembayaran mereka melalui empat pilar utama. Pertama, bisnis dapat menerima semua jenis pembayaran utama dan memungkinkan transfer melalui semua jalur pembayaran; dapat mendigitalkan sejumlah fungsi keuangan dan operasional inti, termasuk manajemen inventaris, pembayaran tagihan, pembukuan, dan penggajian.

Kemudian, memanfaatkan fungsi perbankan termasuk rekening kas, untuk membantu pelanggan menabung dan mendapatkan hasil yang tinggi. Fazz juga menyediakan kartu perusahaan untuk memfasilitasi transaksi bisnis antar bisnis. Terakhir, bisnis dapat mengakses modal pertumbuhan melalui lengan pinjaman Fazz.

Saat ini, ada lebih dari 150 ribu bisnis di platform Fazz yang terhubung langsung ke ekosistem pembayaran B2B dan B2C. Grup ini juga memegang jumlah lisensi untuk fungsi e-money, penerimaan pembayaran, transfer, peminjaman, perbankan, dan kartu. Blibli, Bukalapak, Aspire, Sirclo, dan Kargo Technologies adalah beberapa klien utama Fazz di Singapura dan Indonesia.

“Pertumbuhan kuat kami pada tahun 2021 hanyalah awal dari perjalanan kami, dengan jalan panjang untuk mendukung bisnis yang berkembang di kawasan ini dan kami akan terus menggandakan pertumbuhan pada tahun 2022,” tambah Hu.

Portofolio Fazz

Fazz saat ini telah menjelma sebagai raksasa baru di industri fintech yang memiliki berbagai afiliasi di vertikal bisnis keuangan. Lewat penggabungan bersama Xfers membentuk Fazz Financial Group, menyatukan tiga bisnis keuangan yang menyasar pada merchant (Payfazz), ritel (neu), dan enterprise (Xfers).

Di luar itu, ada StraitsX yang bergerak di pengembang aset digital, Modal Rakyat yang bergerak di lending usaha produktif, PT Cashfazz Teknologi Nusantara sebagai pemegang lisensi uang elektronik, startup pencatatan keuangan CrediBook yang masuk ke dalam portofolio lewat investasi yang dikucurkan dari Payfazz.

Menariknya, baik Hendra maupun Hendoko, serta co-founder Payfazz lainnya juga aktif berinvestasi tahap awal ke berbagai startup, baik itu berhubungan langsung dengan dunia fintech maupun tidak. Pun, melalui kantong sendiri atau lewat fund VC. Nama-namanya adalah UpBanx, Aspire, Verihubs, Shipper, dan Pahamify.

Application Information Will Show Up Here

Terima Pendanaan Seri B, Platform Logistik Shipsy Segera Dirikan Kantor Pusat Regional di Indonesia

Startup pengembang platform SaaS logistik “Shipsy” mengumumkan baru menutup putaran pendanaan seri B senilai $25 juta dari A91 Partners, Z3 Partner, Info Edge, dan Surge dari Sequoia Capital India. Salah satu rencana yang akan dieksekusi dalam waktu dekat adalah membangun kantor pusat regional di Indonesia, untuk melayani pangsa pasar di Asia Tenggara.

Ekspansi besar-besaran memang akan dilakukan dengan dana segar yang baru didapat ini. Selain Asia Tenggara, Shipsy juga akan merambah pasar baru di Eropa dan Amerika Serikat. Saat ini tim Shipsy telah memiliki 220+ pekerja berbasis di India, Dubai, dan Indonesia yang melayani 60+ pelanggan dari berbagai negara. Diklaim layanan mereka telah menghasilkan 100 juta+ pengiriman kargo setiap bulan dan mengoptimalkan pergerakan lebih dari 2 juta paket setiap harinya.

Layanan utama Shipsy membantu bisnis untuk membangun rantai pasok dan manajemen operasional logistik mereka, seperti pengadaan jasa logistik, pelacakan pengiriman, perencanaan/optimasi rute, agregator kurir, dan lain-lain. Berbagai kebutuhan tersebut diakomodasi dua platform utama mereka, yakni Shipsy Geocoding dan Shipsy Live Tracking.

Potensi bisnis logistik

Menurut laporan yang diterbitkan CLSA dan riset Frost & Sullivan, ukuran pasar logistik di Indonesia telah mencapai $275 miliar pada tahun 2020 dengan pertumbuhan CAGR 16,2% dari periode tahun 2015. Diproyeksikan revenue dari bisnis ini akan melebihi $300 miliar pada tahun 2024 mendatang.  Namun demikian, masih ada berbagai isu mendasar yang dialami oleh para pelaku bisnis di Indonesia terkait logistik, mulai dari ekosistem yang terfragmentasi, sistem bisnis yang kurang efisien, hingga utilisasi infrastruktur logistik yang belum optimal.

Melihat potensi tersebut, startup lokal di bidang logistik terus bermunculan, berharap bisa melayani pasar lokal yang masih terus membutuhkan dukungan pengiriman yang prima – di tengah pertumbuhan pesat bisnis e-commerce dan grocery. Pun demikian di sisi investasi, banyak pemodal yang mematangkan hipotesisnya untuk model bisnis logistik. Sejumlah startup pun silih-berganti memperoleh pendanaan.

Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id
Pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id

Platform SaaS logistik

Andalin adalah startup lokal terkini yang mendapatkan dukungan investor. Tepatnya pada pertengahan Februari 2020 kemarin, perusahaan mendapatkan tambahan pendanaan hingga 57 miliar Rupiah yang dipimpin Intudo Ventures. Salah satu layanan mereka berbentuk SaaS, yang dapat dimanfaatkan berbagai perusahaan untuk mengelola pengiriman barang ke luar negeri memanfaatkan layanan kargo. Selain Andalin, platform yang menyuguhkan solusi serupa di pasar lokal antara lain Tera Logistic, Allsome, dan Janio.

Solusi SaaS lainnya terkait tata kelola armada logistik, misalnya yang disediakan Kargo Technologies, McEasy, Lacak.io, dan lain sebagainya. Sementara SaaS untuk agregator logistik ada Shipper, BukaSend dari Bukalapak, LODI, Luwjistik, dan lain-lain.

Ekosistem pemain logistik di Indonesia / AC Ventures
Ekosistem pemain logistik di Indonesia / AC Ventures

Meskipun persaingan ketat, Co-Founder & CEO Shipsy Soham Chokshi mengatakan bahwa investasi ini memungkinkan mereka untuk mengubah industri logistik global dengan menggunakan pendekatan utama teknologi. Pendanaan baru yang didapat, tambah Chokshi, akan membantu Shipsy membangun roadmap produk yang jauh lebih kuat, yang akan membantu pelanggan mengurangi biaya logistik dan menciptakan pengalaman yang berbeda.