Tiga Kiat Mengeksplorasi Strategi Pemasaran

Setiap elemen dalam organisasi dituntut untuk terus berkembang, setidaknya agar bisa terus mengeksplorasi cara baru untuk berinovasi. Tak terkecuali pemasaran. Tren pemasaran mengandalkan data dan sosial media kini sudah jamak dilakukan banyak oraganisasi dan bisnis demi mencapai sasaran yang tepat. Berikut beberapa tips untuk bisa lebih eksplorasi strategi pemasaran di tengah perkembangan teknologi yang ada.

Implementasi kecerdasan buatan

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI) adalah satu dari banyak teknologi mutakhir yang digadang-gadang mampu merevolusi penggunaan teknologi lebih arah yang lebih jauh lagi. Kuncinya ada otomatisasi. Implementasi teknologi ini di bidang pemasaran tentu akan memberikan banyak peluang bagi tim pemasaran untuk fokus pada hal yang butuh banyak sentuhan manusia.

AI bisa saja digunakan untuk mengumpulkan data dari banyak kanal pemasaran untuk dianalisis sebagai bahan kesimpulan. Sementara itu tim pemasaran bisa lebih banyak memberikan sentuhan manusia untuk menjalin koneksi dan emosi yang baik dengan pelanggan. Saat ini ada produk perangkat lunak pemasaran berbasis AI yang bisa dilanggan atau dibeli berdasarkan kebutuhan spesifik.

Menjaga data pengguna adalah prioritas

Ada dua hal yang menjadi permasalahan media sosial saat ini, yang pertama adalah soal privasi data dan disinformasi atau hoax. Dua hal ini sedikit banyak mereduksi tingkat kepercayaan pengguna, dan bisa saja menimpa brand jika strategi pemasaran tidak dilakukan dengan baik.

Batas antara personalisasi dan pelanggaran privasi bisa dikatakan sangat tipis. Di sinilah peran perusahaan untuk bisa memastikan bahwa data yang mereka minta dari pelanggan sepenuhnya aman. Konteksnya, tidak dibocorkan kepada pihak lain atau diperjual-belikan.

Tidak sedikit orang yang terbantu dengan model pendekatan personalisasi, tapi tak sedikit juga yang mereka khawatir dengan data mereka ketika preferensi mereka dihadirkan dalam bentuk rekomendasi. Itu penting bagi organisasi dan bisnis untuk meyakinkan pelanggan data mereka aman dan membuat mekanisme untuk mellindungi data pengguna.

Peka terhadap perubahan

Apa yang berhasil dilakukan sebelumnya belum tentu berhasil dilakukan sekarang, pun demikian dengan strategi pemasaran. Harus selalu ada upaya membaca situasi, tren, dan keinginan pengguna. Adaptasi adalah sebuah keniscayaan jika berbincang mengenai inovasi dan pertumbuhan. Itu mengapa memiliki komunitas atau memiliki basis pengguna yang bisa dimintai umpan balik adalah sebuah kemewahan.

Komunitas bisa jadi tempat paling dini untuk bisa mengetahui perubahaan atau permintaan dari pelanggan. Menjaga komunikasi baik melalui media sosial, email, atau media lainnya adalah tugas penting yang tidak boleh dilupakan. Sekadar mengucapkan ulang tahun, tahun baru, atau perayaan lainnya bisa jadi cara sederhana untuk tetap terhubung dengan mereka.

TipTech #3: Miliki Sistem Berisiko Tinggi, Begini Cara Tim Pengembang Kredivo Melakukan Pengujian Aplikasi

TipTech adalah rubrik baru DailySocial yang membahas berbagai kiat dalam pengembangan produk atau aplikasi startup. Setelah sebelumnya membahas tentang arsitektur aplikasi yang scalable, kali ini kami berkesempatan untuk berbincang dengan Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan mengupas mengenai pengujian produk aplikasi secara terukur.

Seperti diketahui, Kredivo adalah perusahaan teknologi yang memberikan kemudahan masyarakat untuk melakukan kredit dalam pembelian barang di e-commerce. Sebagai platform finansial yang tergolong dalam sistem berisiko tinggi, tim pengembang harus memperhatikan banyak aspek, termasuk terpenting mengenai standar keamanan dan kepatuhan. Maka di setiap fitur atau layanan yang digulirkan harus melalui tahapan pengujian yang ketat.

Tan bercerita, untuk melakukan pengujian perangkat lunak (software testing) ada 8 langkah yang harus dilakukan:

  • Test Planning; mengidentifikasi kegiatan pengujian dan sumber daya yang dibutuhkan, termasuk menemukan metode serta metrik pengukuran yang tepat.
  • Test Design and Specification; pembuatan dokumen yang berisi informasi dan parameter yang diperlukan sebagai panduan prosedur pengujian perangkat lunak agar lebih efektif.
  • Test Setup; sebuah metode untuk membuat data pengujian secara terstruktur. Penerapannya di tingkat pemrograman, dengan menambahkan kelas-kelas tertentu untuk dimanfaatkan ke dalam proses pengujian.
  • Test Operation and Execution; pengujian untuk memastikan kepatuhan sistem dan penggunaan komponen yang sesuai dengan standar.
  • Test Result Analysis and Bug Reporting; menganalisis temuan-temuan yang didapat pada proses pengujian dan membuat pelaporan hasil celah yang terdeteksi.
  • Test Management and Measurement; penggunaan perangkat lunak baik otomatis maupun manual untuk mengelola proses pengujian. Tujuan lainnya agar prosesnya dapat terukur dengan jelas, baik dari indikasi kuantitatif, kapasitas, dimensi, jumlah dan sebagainya.
  • Test Automation; penggunaan perangkat lunak terpisah untuk mengontrol pelaksanaan pengujian dan membandingkan hasilnya secara aktual. Perangkat pengujian tersebut dapat mengautomasi beberapa tugas berulang dan melakukan pengujian tambahan yang sulit dilakukan secara manual.
  • Test Configuration Management; proses menentukan dengan jelas item yang membentuk perangkat lunak atau sistem, termasuk kode, skrip pengujian, perangkat lunak pihak ketiga, perangkat keras, data dan dokumentasi pengembangan dan pengujian. Juga tentang memastikan bahwa item tersebut dikelola dengan hati-hati, teliti, dan penuh perhatian selama seluruh proyek dan siklus hidup produk.

Project Manager, Developer, dan Tester idealnya terlibat dalam prosesnya. Project Manager terlibat untuk memahami tujuan utama dari sebuah fitur, juga memastikan setiap pihak yang terlibat dapat saling berkolaborasi untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Kredivo adopsi pendekatan agile

Dengan kondisi yang ada, Tan mengatakan bahwa timnya saat ini mengadopsi agile testing. Metodologi itu menurutnya memungkinkan terjadinya sirkulasi yang lebih cepat — dalam artian workflow dalam pengembangan. Sehingga proses pengujian tidak harus menunggu semua fitur rampung dikerjakan oleh developer. Yang tak kalah penting, pendekatan ini memungkinkan timnya untuk mengidentifikasi bug secara lebih cepat.

Guna mendukung kegiatan pengujian, Kredivo menggunakan berbagai macam alat. Tan menyebutkan, “Tools yang sering digunakan untuk membantu kegiatan pengujian produk digital yaitu Appium, Selenium, Postman, Testng, Jmeter, Gradle, Cucumber, Restassured, Burp suite, Zap proxy, dan ChromeDev tools.”

Tim Kredivo juga miliki standardisasi yang ketat untuk seorang software tester atau quality assurance engineer. Beberapa karakteristik yang diperhatikan adalah selalu memperhatikan hal detail; berorientasi pada klien, bisnis, dan kualitas; memiliki pengalaman produk yang kuat; mampu bekerja secara paralel (multitasiking); memiliki kemampuan identifikasi dan observasi yang baik; hingga kualitas komunikasi yang mumpuni.

Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan
Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan / Kredivo

Yang sering luput saat pengujian produk

Dengan pengalamannya lebih dari 4 tahun menjadi CTO, Tan mencatat ada beberapa hal yang sering luput saat proses pengujian produk teknologi. Poin pertama non-functional case, yakni terkait kinerja dan keamanan sistem. Kedua terkait negative test, yang berdampak pada buruknya pengalaman pengguna aplikasi.

Namun Tan turut menjelaskan, bahwa hal tersebut dapat diantisipasi. Pasalnya celah keamanan seperti non-functional dalam diprediksi dan ditemukan dengan pengujian berulang. Kemudian terkait negative test, penguji dapat menulis dan menguji semua fungsional, lalu membuat laporan untuk perbaikan pengalaman pengguna.

Rekomendasi bacaan

Terkait proses pengujian, Tan punya beberapa rekomendasi bacaan, sebagai berikut:

Buku:

  • “The Art of Software Testing”, oleh Glenford Myers
  • “Agile Testing : A Practical Guide for Testers and Agile Teams”, oleh Lisa Crispin dan Janet Gregory

Blog:

Kursus Online :

Bagaimana Seharusnya Startup Menerapkan “Bakar Uang”

Kurang dari muncul pemberitaan yang menyebutkan Lippo Group melepas sebagian sahamnya di platform dompet digital Ovo. Salah satu alasan yang diungkapkan adalah ketidakmampuan Lippo Group menyokong kegiatan cash burn rate atau “bakar duit” yang dilakukan secara masif.

Pertimbangan

“Bakar uang” bisa saja dilakukan namun tidak harus dilakukan. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan startup yang baru memulai bisnis dan menggunakan uang yang didapatkan dari investor untuk keperluan bisnis sebelum perusahaan menghasilkan keuntungan. Dari pendanaan yang diperoleh, kebanyakan startup menghabiskan uang yang besar jumlahnya untuk kegiatan tersebut. Alasannya tentu saja beragam, mulai dari akuisisi pengguna, brand awareness hingga keperluan untuk menambah tim hingga memindahkan kantor baru.

Saat ini, ketika banyak layanan e-commerce, penyedia dompet digital, hingga layanan transportasi ride-hailing melakukan kegiatan “bakar uang”, apakah menjadikan kegiatan tersebut wajib untuk dilakukan? Jawabannya tentu saja tidak. Jika pada akhirnya kegiatan ini menjadi rencana startup Anda, ada baiknya untuk melakukan pertimbangan dan kalkulasi akurat sebelum melancarkan kegiatan ini.

Burn rate selalu memiliki anggaran dan perlu dikeluarkan untuk mempercepat pertumbuhan. Ini bisa sepenuhnya dihindari tetapi sebagai hasilnya pertumbuhan akan melambat tetapi tidak berhenti. Jika pertumbuhan berhenti tanpa burn rate maka ada yang salah dengan produk,” kata CEO Dana Vincent Iswara.

Vincent melanjutkan, saat yang tepat untuk melakukan kegiatan ini adalah ketika produk sudah mengalami pertumbuhan sebelum kegiatan “bakar uang” mulai dilakukan. Kemudian saat yang tepat untuk berhenti adalah ketika biaya akuisisi mulai melebih anggaran yang ditentukan.

“Tentunya setiap industri memiliki kalkulasi yang berbeda-beda, tergantung dari customer lifetime value. Intinya adalah burn rate harus lebih rendah nilainya dari customer lifetime value,” kata Vincent.

Menurut Director of GK Plug and Play Indonesia Aaron Nio, kegiatan ini sah-sah saja dilakukan, tergantung pada industri yang disasar. Aturan umum praktis yang baik adalah kegiatan ini paling tidak sudah dipastikan hanya berjalan sekitar 6 bulan saja dan startup memiliki kemampuan untuk bisa bertahan. Dengan demikian ketika adanya perubahan yang terjadi secara drastis, semua bisa diantisipasi sejak awal.

Hal lain yang patut diperhatikan startup ketika ingin melakukan kegiatan bakar uang adalah unit ekonomi bisnis harus masuk akal.

“Saat yang tepat untuk mulai melakukan burn rate adalah ketika startup sudah melewati proses Product Market Fit, telah melakukan penggalangan dana untuk fokus kepada pertumbuhan, dan memiliki obyektif yang jelas serta target yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.”

Cara menghitung burn rate

Pada dasarnya tidak sulit untuk melakukan kalkulasi burn rate perusahaan. Yang perlu diperhatikan, burn rate dapat dihitung dengan atau tanpa faktor pendapatan dimasukkan ke dalam persamaan. Perhitungan “dengan penghasilan” dapat membantu agar lebih memahami kelayakan jangka panjang dari pengeluaran perusahaan. Skenario “Tanpa penghasilan” adalah perhitungan skenario terburuk yang menunjukkan berapa lama perusahaan mampu bertahan jika semua penghasilan tiba-tiba terputus.

Untuk menghitung rata-rata burn rate bulanan dalam setahun, kurangi uang tunai saat ini dari modal awal Anda, lalu bagi dengan 12. Misalnya, jika perusahaan memiliki $500.000 pada tanggal 1 Januari dan $200.000 pada tanggal 31 Desember:

($500.000 – $200.000) ÷ 12 bulan = burn rate $25.000

“Menurut saya cara tepat melakukan kalkulasi burn rate adalah it’s anywhere you spend your money on, biasanya per bulan. Pengeluaran per bulan berapa, sama dengan kita manage our own financial kali ya. Sebulan habis berapa buat makan, bensin/transport, hiburan, utilitas. So a startup calculate their burn rate based on their monthly expense,” kata Investment Manager Merah Putih Inc Chrisvania Handita Nyssa.

Terlepas dari situasi tersebut saat perusahaan mulai melakukan kegiatan “bakar uang”, pastikan setidaknya kegiatan tersebut dilakukan selama enam bulan. Kurang dari itu bisa jadi perusahaan tidak siap menerima perubahan pendapatan atau pengeluaran yang tidak terduga.

Dengan kata lain, pengeluaran bulanan perusahaan tidak boleh masuk ke modal minimum yang dibutuhkan, agar bisnis tetap berjalan selama enam bulan ke depan.

Pertumbuhan vs profit

Saat ini sudah banyak investor yang memilih untuk fokus ke profit dibandingkan growth. Jika sebelumnya metrik growth menjadi raja, kini tren tersebut sudah mulai beralih ke profit atau margin dan bagaimana perusahaan bisa memperoleh pendapatan positif tanpa harus bergantung kepada kegiatan “bakar uang”.

Menurut Managing Partners Jungle Ventures David Gowdey, langkah tersebut sebaiknya diambil untuk menghindari potensi permasalahan di masa mendatang.

“Sejak awal kita selalu mengajak pendiri startup untuk memikirkan margin atau profit dibandingkan GMV, sehingga rencana dan target dalam jangka panjang sudah bisa ditentukan, bukan hanya prediksi atau target saja. Kita juga melakukan pendekatan yang unik saat mencari startup yang memiliki potensi, yaitu startup yang sedang tidak melakukan penggalangan dana. Mereka yang kami cari,” kata David.

Perusahaan yang meningkatkan pendapatan dengan cepat dan dengan margin kotor yang tinggi seringkali harus berinvestasi lebih banyak dari modal yang mereka miliki ke pertumbuhan.

Ketika perusahaan telah menemukan Product Market Fit, perusahaan akan tumbuh dengan cepat dan kesempatan untuk merebut market share terbuka lebar sebelum persaingan dengan pemain lainnya. Idealnya investasi yang baik dari dana tersebut adalah memperkuat tim engineer, kantor baru (jika memang benar-benar dibutuhkan), dan kegiatan pemasaran.

“Pada akhirnya memang burn rate tidak bisa dihindari, namun jika digunakan secara tepat dan efisien, ke depannya bisa memberikan hasil yang positif untuk perusahaan. Yang paling mengerti bagaimana mengelola kegiatan ini tentu saja pendiri startup dan tim terkait, karena mereka yang paling familiar dengan berbagai kendala dan tantangan yang ditemui. Untuk itu pastikan mengambil keputusan yang tepat, apakah kegiatan ‘bakar uang’ ini perlu dilakukan, untuk keperluan apa atau tidak perlu dilakukan,” kata Chrisvania.

Tanggung jawab pendiri

Menurut Paul Graham dari Y Combinator, penyebab jatuhnya startup adalah kehabisan uang atau keputusan mundur para pendiri. Seringkali keduanya terjadi secara bersamaan.

Hal lain yang wajib diperhatikan startup baru adalah memahami dengan benar pengeluaran perusahaan. Kebanyakan pendirinya tidak mengetahui berapa pengeluaran dan operasional perusahaan, karena fokus pendiri adalah bagaimana perusahaan bisa tumbuh dengan cepat. Pendiri startup wajib memonitor dan melakukan ulasan pengeluaran secara berkala, agar bisa merumuskan langkah tepat saat “bakar uang” tidak perlu dilakukan lagi.

Pendiri startup harus memastikan perusahaannya memiliki neraca yang kuat dan bisnis yang tumbuh dengan baik sehingga memungkinkannya mendapatkan modal lanjutan untuk mendukung kegiatan “bakar uang”.

Yang perlu diingat adalah semakin masif kegiatan “bakar uang” dilakukan, semakin tinggi pengaruh investor terhadap perusahaan jika pada akhirnya mereka mulai kehabisan uang dan tidak memiliki opsi lain.

Tiga Hal Penting untuk Memahami Perilaku Baru Konsumen di Era Digital

Semenjak populer dikembangkan startup, konsep marketplace kini tak hanya didominasi platform jual-beli produk. Marketplace juga merambah pada vertikal bisnis tertentu, seperti kerajinan tangan, produk kecantikan, hingga layanan fotografi.

Beda bisnis, beda pula target pasar dan tantangannya. Hal ini juga yang dialami Founder & CEO SweetEscape David Soong saat membangun dan menjalankan bisnis lewat platform sewa jasa fotografer profesional yang sudah berjalan selama 2,5 tahun.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, David berbagi pengalamannya di SweetEscape dalam menilik perilaku konsumen di era digital berkaitan dengan bisnis yang digelutinya.

Memahami potensi pasar

David blak-blakan mengungkap bahwa ada banyak tantangan dihadapi dalam memulai bisnis yang terbilang baru ini. Tantangan paling besar adalah persepsi. Belum tentu orang mau menggunakan layanan ini, wong kita tidak kenal dengan fotografernya.

Belum lagi barrier pada bahasa mengingat SweetEscape menyediakan fotografer di 500 kota di seluruh dunia. Ada juga hambatan dari perekrutan talent. Mereka tak yakin apakah bisnis ini bakal berjalan atau tidak.

Tetapi, David menilai bahwa semua bisnis pada dasarnya sama. Ada banyak potensi pasar yang dapat diincar. Kalau bicara soal model bisnis yang dilakoninya, potensinya tercipta berkat pertumbuhan pengguna media sosial dan bisnis jualan online.

“Indonesia itu salah satu basis pengguna media sosial terbesar, yang mana paling banyak ke media sosial yang visual (Instagram). Kemudian, e-commerce atau jualan online. Kalau jualan barang, kita setidaknya punya foto dan video production,” ungkap David.

Memetakan perilaku pasar

Seiring dengan perjalanan bisnisnya, David dapat memetakan segmen pengguna berdasarkan perilaku pasar. Ada dua jenis, yaitu business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C).

Pasar B2C sudah jelas, yang diincar adalah konsumen yang menikmati langsung jasa/layanan. Menurutnya, berkat media sosial, orang-orang cenderung sering membagikan momen-momen pribadi. Berbeda sekali dengan dulu, mereka hanya menyimpan dokumentasi momen pribadi.

“Media sosial mendorong kita untuk ingin berada di momen itu. Kita melihat ini sebagai new behaviour,” tuturnya.  

Sementara B2B berasal dari perusahaan/korporat. Mereka biasanya membutuhkan konten visual yang banyak, cepat, dan harganya terjangkau. Perilaku di atas justru dapat mempermudah pelaku bisnis untuk menyampaikan produk.

Perilaku pasar yang kini relevan

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Menurut David, tanpa kita sadari sebetulnya kita telah membiarkan diri kita untuk memesan jasa dari orang yang tidak kita kenal. Contoh paling akrab adalah memesan Gojek.

Ia menilai bahwa hal ini adalah bentuk perubahan signifikan pada perilaku pasar. Jika model bisnis ini diterapkan dulu, mungkin kita tidak berani. Sama halnya dengan memesan jasa fotografer tanpa bertemu sekalipun dengan orangnya.

“Nah, untuk menarik konsumen, caranya adalah menciptakan kepercayaan. How do you create trust? Di dunia fotografi, konsep stranger itu biasa, seperti kita memesan vendor pernikahan. Yang berbeda adalah sekarang ada shortcut untuk trust dengan mengandalkan portfolio mereka dan review dari para pengguna,” paparnya.

Lima Cara Unik Penggiat Industri Teknologi yang Bisa Diterapkan di Pemerintahan

Masuknya Nadiem Makarim ke jajaran Kabinet Indonesia Maju memberikan suatu sinyal bahwa orang-orang yang berkecimpung di industri teknologi (tech people) bisa memberikan kontribusi yang lebih luas bagi masyarakat. Tentu Nadiem bukan satu-satunya orang teknologi yang mencoba jalan ini.

Pemilihan kandidat Presiden Partai Demokrat Amerika Serikat untuk tahun 2020 juga diramaikan dua kandidat muda yang yang sebelumnya pernah bersinggungan dengan dunia teknologi. Andrew Yang dan Beto O’Rourke, meskipun bukan dari kalangan milenial, memiliki eksposur serupa.

Andrew Yang di awal masa dotcom bubble pernah membangun startup dan kemudian menjadi CEO Venture for America, sebuah program untuk membantu lulusan perguruan tinggi yang ingin menjadi wirausahawan atau membangun startup.

Jika nantinya terpilih sebagai Presiden, Andrew ingin menciptakan posisi setingkat kabinet baru dalam bentuk Departemen Teknologi yang akan mengatur artificial intelligence dan teknologi baru lainnya.

Kandidat lainnya adalah Beto O’Rourke. Meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai pendiri startup, ia diberitakan sempat menjadi hacker dan tergabung dalam kelompok terkenal dengan “hactivism” yang merupakan kelompok peretas komputer tertua dalam sejarah AS.

Meskipun tidak adanya indikasi O’Rourke pernah terlibat jenis peretasan yang paling canggih, seperti membobol komputer, keanggotaannya dalam kelompok tersebut dapat menjelaskan pendekatannya terhadap politik dengan cara yang berbeda. Latar belakangnya sebagai hacker tertuang dalam visi dan misi jika terpilih menjadi Presiden, yaitu merombak sistem yang ada dan memperbaikinya dengan ide-ide dan inovasi yang baru.

Tidak heran ketika inovasi, teknologi, dan disrupsi menjadi fokus utama tech people ketika masuk ke dalam pemerintahan.

Artikel berikut akan mengupas lima poin yang dimiliki kebanyakan tech people dan bagaimana mereka bisa melakukan perubahan terhadap sistem yang sudah ada sebelumnya.

Berani ambil risiko

Sebagai pendiri startup, Nadiem Makarim dan Andrew Yang memahami benar sulitnya membangun perusahaan rintisan. Tidak hanya membutuhkan modal dan sumber daya, namun juga kemampuan untuk berani mengambil risiko. Tidak banyak startup yang sukses saat menjalankan bisnis di awal. Dibutuhkan waktu dan effort yang cukup lama bagi startup untuk bisa sukses. Mereka dituntut untuk mencari solusi terbaik agar perusahaan tetap bertahan menjalankan bisnis dan meraup pendapatan.

Ketika masuk ke dalam pemerintahan, bisa dipastikan mereka mencoba memahami proses yang ada dan, jika memungkinkan, melakukan transformasi sesuai dengan value yang mereka miliki selama menjalankan startup.

Memangkas birokrasi

Salah satu kelebihan bekerja di startup adalah kebebasan dan suasana kerja yang lebih terbuka dibandingkan dengan gaya konvensional yang sarat birokrasi. Kecepatan mengambil keputusan, penentuan orang yang tepat untuk mengerjakan proyek, dan percepatan semua proses kerja merupakan jiwa startup.

Anti birokrasi ini akan menjadi tantangan bagi mereka yang masuk ke dalam jajaran pemerintahan. Nilai-nilai tersebut akan coba diterapkan secara perlahan dan mereka berupaya memotong proses birokrasi yang rumit menjadi lebih sederhana dan efektif.

Kolaborasi

Keunikan lain yang hanya ditemui dalam dunia startup adalah konsep open collaboration. Tidak lagi mengusung ruang kerja dengan pembatas dan ruangan kantor terpisah, startup mulai banyak menerapkan ruangan kerja terbuka yang memudahkan kolaborasi antar pegawai.

Kolaborasi dan kultur perusahaan tidak hanya menjadi tanggung jawab pegawai level awal. Setiap level harus bisa memberikan kontribusi dan bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan yang dibebankan.

Adopsi cepat dan agile

Agile merupakan istilah yang paling banyak digadang-gadang penggiat startup. Agile di sini berarti kemudahan semua pihak untuk melakukan perubahan, transformasi, dan tidak fokus ke satu mindset saja. Fleksibilitas dan wawasan yang lebih terbuka juga merupakan konsep agile yang ingin dicapai startup.

Sebagai pihak yang mengedepankan teknologi, tech people juga cenderung lebih cepat mengadopsi perubahan demi menciptakan inovasi dan solusi yang lebih baik. Konsep ini pada akhirnya akan sangat masuk akal diterapkan dalam pemerintahan, sehingga tidak terjebak dalam rutinitas dan fokus ke masa depan.

Inovasi adalah raja

Dunia startup sarat dengan inovasi dan bagaimana inovasi yang tercipta bisa menjadikan solusi yang tepat. Inovasi pada akhirnya akan menjadi kunci utama bagi tech people ketika masuk ke dalam pemerintahan.

Inovasi melibatkan aplikasi informasi, imajinasi, dan inisiatif yang demi mewujudkan nilai yang lebih besar atau berbeda dari sumber daya.

Mendorong pegawai untuk lebih kreatif dan agresif akan menciptakan ide-ide baru yang lebih baik dan bermanfaat, dengan didukung teknologi dan berbagai tools yang ada.

TipTech #2: Membangun Arsitektur Aplikasi “Scalable” ala Tim Pengembang Ovo

TipTech adalah rubrik baru DailySocial yang membahas berbagai kiat dalam pengembangan produk atau aplikasi startup. Setelah sebelumnya membahas tentang siklus pengembangan produk, kali ini kami berkesempatan untuk berbincang dengan Chief Product Officer Ovo Albert Lucius tentang arsitektur aplikasi yang scalable.

Tujuan dari pengembangan aplikasi yang scalable adalah menunjang pertumbuhan bisnis berkelanjutan. Ketika pengguna layanan semakin bertambah –kadang lonjakannya bisa sangat signifikan—harapannya produk tidak turun performa, misalnya aksesnya jadi lambat atau bahkan mati. Untuk itu diperlukan perencanaan arsitektur sistem yang matang.

Sejak debut pada tahun 2017 sebagai platform loyalty, lalu bertransformasi menjadi e-wallet, hingga sekarang punya basis pengguna mencapai lebih dari 100 juta pengguna; Ovo punya cerita menarik dari dapur pengembang. Saat ini layanan Ovo juga sudah terintegrasi ke banyak platform lain yang memiliki arus transaksi besar –sebut saja Tokopedia dan Grab.

Kepada Albert kami menanyakan tentang bagaimana arsitektur sistem yang baik untuk sebuah aplikasi mobile.

“Menurut kami, dengan cepatnya pertumbuhan secara umum, sangat penting aplikasi bersifat modular dan menggunakan sistem feature flag. Karena akan  banyak komponen aplikasi yang dibuat oleh berbagai tim. Jika sistemnya bersifat monolith, maka akan memperlambat laju pengembangan.”

Dengan pendekatan modular, di dalam sebuah aplikasi terdapat kumpulan unit fungsional (disebut: modul) yang dapat diintegrasikan untuk menjadi aplikasi yang lebih besar. Modul aplikasi tersebut dapat dianalogikan sebagai aplikasi kecil di dalam aplikasi yang dapat diambil, dipasang, atau dikonfigurasi kembali ke aplikasi lain. Modul-modul tersebut terbungkus dalam logika bisnis program yang direpresentasikan dalam antarmuka pengguna.

Sementara konsep feature flag penting diterapkan, sehingga memungkinkan pengembang membatasi/menonaktifkan beberapa fitur saat terjadi masalah, tanpa mematikan fungsi aplikasi secara keseluruhan.

Albert Lucius
Chief Product Officer Ovo Albert Lucius / Ovo

Kiat integrasi aplikasi

Selain mempertimbangkan dua hal di atas, Albert juga menyampaikan tentang konsiderasi pembagian aplikasi native dan webview untuk menjaga performa aplikasi.  Hal tersebut akan berdampak pada ukuran APK dari tiap aplikasi. Menurutnya ini jadi faktor penting, terlebih saat startup terus beranjak mencapai skala yang lebih besar.

Aplikasi native dibangun dengan bahasa pemrograman tertentu yang menyatu dengan core aplikasi. Sementara aplikasi webview memanfaatkan fungsionalitas penampil laman web di dalam aplikasi tanpa harus memaksa pengguna membuka browser terpisah.

Di lain sisi, integrasi dengan pihak ketiga juga menjadi hal yang butuh diperhitungkan secara teknis untuk aplikasi seperti Ovo. Albert menyebutkan, keamanan pengguna menjadi prioritas utama bagi perusahaan ketika melakukan integrasi. Selain proses internal dan disiplin terhadap SOP, ia selalu menyarankan untuk melakukan penetration testing (pen-testing) eksternal. Banyak sekali saat ini vendor lokal maupun luar negeri yang dapat membantu proses ini.

Pen-testing adalah kegiatan menyimulasikan serangan terhadap sistem aplikasi. Ini jadi komponen penting dalam audit keamanan, biasanya wajib dilakukan untuk aplikasi yang menampung data sensitif, agar tidak mudah dibobol atau diintervensi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab –baik dari internal maupun eksternal.

pen-testing
Tahapan dalam pen-testing / Imperva

“Program bug bounty juga dapat membantu menyalurkan laporan bugs yang mungkin tidak terdeteksi oleh proses internal. Peningkatan kualitas layanan dan sistem keamanan (di sisi aplikasi kita) juga jadi faktor penting untuk kenyamanan pengguna,” terang Albert.

Pengelolaan sumber daya

Infrastruktur teknologi yang baik juga harus ditangani oleh SDM yang mumpuni untuk menghasilkan performa terbaik. Untuk mengelola pekerjaannya, juga diperlukan metodologi yang tepat. Namun menurut Albert, di perusahaannya tidak terpaku pada tren yang sedang menjadi sorotan, kesesuaian dengan karakteristik tim menjadi pertimbangan utama.

“Sangat penting untuk kami dalam merekrut tim yang betul-betul paham scaling infrastruktur secara baik dan benar.”

Setiap pengembang juga dituntut untuk menghasilkan baris konde yang berkualitas. Menurutnya ada tiga indikator yang dapat menggambarkan susunan pemrograman yang efisien, yakni sistem repositori yang memadai, konsep best coding practice, dan code reveiw yang solid. Best coding practice menjadi aturan informal yang harus sering diutarakan melalui sebuah standar yang diterapkan di perusahaan, dilengkapi dengan pelatihan yang memadai.

“Sistem code review juga sangat penting karena sedikit banyak SDM mudah membuat kesalahan. Oleh karena itu untuk startup yang sedang berkembang, jangan lupa untuk melakukan automated testing dan unit testing. Hal ini dikarenakan semakin membesarnya skala startup, semakin banyak developer yang bekerja di code repository kita, semakin banyak kesalahan dapat terjadi. Automated testing akan sangat membantu mengurangi human-error yang dapat terjadi,” jelas Albert.

Application Information Will Show Up Here

Menegaskan Kembali Kewaspadaan Serangan Siber di Seluruh Aspek

Makin canggihnya perkembangan teknologi, makin canggih pula serangan sibernya. Bentuknya beragam dan selalu mengancam setiap waktu. Namun belum semua orang sadar bagaimana tindakan preventif sebelum kejadian ini menimpa mereka.

Sebagian besar perusahaan, terutama yang bergerak di jasa keuangan dan teknologi, menggelontorkan miliaran dollar untuk meningkatkan infrastruktur IT-nya agar selalu terjaga. Bahkan digadang-gadang ke depannya investasi ke sektor ini bakal membludak, lantaran semakin matangnya infrastruktur teknologi.

Dari sisi edukasi ke konsumen pun juga mulai digalakkan oleh berbagai pihak, misalnya himbauan untuk tidak memberikan kode OTP ke siapapun, mengunci ganda akun agar tidak mudah diretas, dan hal lainnya. Topik ini diangkat dalam diskusi yang diselenggarakan Monroe: Securing Our Future pada pekan lalu.

Ada tiga pembicara yang hadir dalam kesempatan ini, Marshall Pribadi (Privy.id), Ardi Sutedja (Indonesia Cyber Security Forum/ICSF), dan Hadi Kuncoro (Power Commerce). Mereka berbagi update dan tips perlindungan data sesuai dengan keahlian di bidangnya masing-masing. Berikut rangkumannya:

Bahaya mengintai sembarang berbagi data

Marshall menekankan, data pribadi di era digital saat ini adalah alamat email. Masalahnya, siapapun kini bisa buat email, berapapun dan kapanpun yang mereka mau. Akhirnya masalah ini bermuara pada rentannya perlindungan diri terhadap serangan siber.

Tanda tangan di satu sisi adalah penanda bahwa diri si penanda tangan telah mengetahui isi dari dokumen, sebagai bentuk menjaga integritas isi dokumen. Ketika tanda tangan didigitalkan, ada masalah baru.

“Ada tinta basah yang dilekatkan ke kertas, memperlihatkan ada kekuatan hukum. Tapi masalahnya bagaimana saat tanda tangan dipindahkan ke digital,” terangnya.

Semua bisa di-screenshot dengan mudah dan copy paste ke dokumen lain, menghasilkan dokumen baru yang bisa jadi disalahgunakan fungsi tanda tangannya untuk kebutuhan lain.

Masalah lainnya, sambungnya, menjaga data pribadi di masa kini, tidak hanya berurusan di perangkat smartphone dan akun email saja. Tapi juga data pribadi yang di unggah secara online dan dibagi-bagikan untuk keperluan tertentu, juga menjadi ancaman.

Marshall mengingatkan, tanpa disadari, menitipkan kartu identitas diri saat masuk ke gedung adalah kemungkinan termudah data kita dicuri pihak yang tidak bertanggung jawab. Tidak ada yang bisa menjamin identitas yang dititipkan di resepsionis aman dari tindakan kejahatan.

Ini juga mengingatkan kita bahwa betapa mudahnya orang mendapatkan data pribadi tanpa harus bersusah payah karena dari kita sendiri yang tanpa sadar dengan mudahnya berbagi data.

Contoh keseharian lainnya yang sering terjadi, saat mengajukan rekening baru atau buat kartu kredit. Data pribadi calon nasabah ditulis manual oleh petugas, kopi identitas pribadi juga biasanya dipotret lewat kamera smartphone mereka. Begitu mudah data diambil, tanpa menyadari risiko besar di belakangnya.

“Betapa besar risikonya setiap kali kita harus buat kartu kredit dan prosedur itu berulang kali harus dilakukan. Selain tidak efisien, ini berisiko terhadap perlindungan data konsumen.”

Untuk perlindungan data, banyak pengembangan yang sudah dilakukan Privy.id, selain tanda tangan digital (public key infrastructure). Misalnya, facial recognition, liveness detection, smart authentication gateway, dan AI driven document checker.

Teknologi yang dikembangkan di atas, bukan berarti solusi sudah tuntas. Setiap solusi menciptakan masalah baru, akhirnya membutuhkan solusi baru, yang mengakibatkan investasi di sektor ini harganya mahal.

Serangan siber selalu mengintai

Ardi Sutedja menekankan pada serangan siber itu selalu mengintai setiap waktu, bahkan sejak dahulu. Salah satu serangan siber yang cukup menggegerkan Indonesia adalah Stuxnet dan WannaCry.

Merujuk dari data Statista, pada tahun 2010, sebanyak 58,31% infeksi malware Stuxnet terjadi di di Iren. Indonesia, secara mengejutkan ada di posisi kedua dengan 17,83%, AS hanya terkena 0,89%.

Sementara WannaCry menyerang Indonesia pada tahun 2017. Hasilnya jutaan serangan menggerogoti sistem perusahaan, di berbagai industri, salah satunya adalah rumah sakit.

Ardi bercerita, timnya menangani serangan malware tersebut di sejumlah rumah sakit dan menemukan bahwa salah satu penyebabnya karena mayoritas menggunakan software palsu. “Sementara, hanya 30% software yang mereka pakai asli,” katanya.

Dari sisi kesiapan SDM pun, menurut pandangannya, sangat minim. Literasi SDM bagaimana tindakan preventifnya dan bagaimana antisipasinya bila serangan siber terjadi, banyak dari mereka yang tidak paham.

Ada manajemen krisis siber dan reaksi insiden yang perlu diketahui SDM. Tujuan dari manajemn ini untuk mengambil tindakan dan proses yang harus diambil untuk melindungi dan mempertahankan reputasi, produk, dan jasa dari sebuah organisasi sebagai dampak terjadinya insiden siber.

Sedangkan reaksi insiden, lebih terfokus pada manajemen keamanan sehari-hari, seperti insiden malware dan serangan DDoS. Namun, untuk melakukan manajemen, sambung Ardi, punya tantangan tersendiri diantaranya memanfaatkan big data vs smart data, minimnya investasi IT, kurangnya keterampilan digital, dan akurasi data.

Tren serangan siber di situs e-commerce

Hadi Kuncoro menjelaskan, umumnya pelaku kejahatan siber dilakukan oleh pencari kesenangan, kejahatan terorganisir, grup teroris, dan negara itu sendiri. Cara mereka menyerang dengan phising, pencurian identitas, pemalsuan data, baik dari luar sistem atau menanamkan langsung dari internal.

Motifnya untuk keperluan ekonomi, politik, kebencian, rasisme, protes, dan sebagainya. Penipuan di situs e-commerce itu biasanya berkaitan dengan empat pihak, meliputi penjual, pembeli, penyedia software, dan penyerang.

Contoh nyata serangan siber yakni penipuan katalog. Hacker menyalin paten milik pemilik merek resmi untuk melakukan salinan gambar foto, salinan kreatif untuk digunakan untuk produk merek palsu.

Mereka juga menduplikasi nama brand, logo, domain, hingga kata kunci yang biasa brand pakai.

“Ada empat tren serangan siber yang sering terjadi di industri e-commerce adalah phising, pencurian data transaksi, serangan DDoS, pencurian data, dan penipuan refund,” pungkasnya.

Tips Gojek Bagi Startup yang Ingin Menggunakan “Machine Learning”

Kemajuan teknologi menjadi kunci cepatnya pertumbuhan ekonomi digital. Untuk hal ini machine learning bertanggung jawab menyebabkan banyak aspek dalam bisnis digital bisa melesat cepat.

Gojek adalah contoh startup yang mengimplementasikan machine learning ke dalam sistem mereka. Teknologi tersebut begitu penting sehingga memungkinkan jutaan transaksi terjadi antara jutaan pihak, mulai dari pelanggan, pengemudi, merchant, hingga berbagai penyedia jasa lainnya. Tarif GoRide, ketersediaan pengemudi, rekomendasi makanan di GoFood, adalah contoh buah pemikiran machine learning.

“Tanpa teknologi itu mungkin sepuluh tahun lagi kita baru sampai di titik ini,” ucap VP Research Gojek Group Ramda Yanurzha.

Ramda yang kesehariannya bergelut dengan data di Gojek menekankan pentingya machine learning bagi perusahaan teknologi. Namun sebelum mengaplikasikan machine learning, Ramda menilai ada sejumlah kondisi yang dipenuhi.

Pertama, startup atau pihak yang ingin melibatkan machine learning dalam sistemnya harus siap bereksperimen. Pekerjaan machine learning adalah mengotomasi proses dari data yang ada, mengolahnya hingga memperoleh hasil terbaik dapat tampil di produk atau solusi yang dihadirkan ke konsumen.

“Harus ada mindset siap eksperimen. Gagal, mencoba lagi, gagal, coba lagi, sampai berhasil. Machine learning ini bisa membuat proses itu lebih mudah,” imbuh Ramda.

Poin kedua dan yang terpenting menurut Ramda adalah fokus bisnis yang jelas. Machine learning sejatinya adalah alat. Tanpa masalah yang jelas, tujuan pemakaian yang detail, machine learning dianggap tak akan efektif.

“Jadi kalau mereka punya mindset growth dan siap menuju target growth, punya fokus bisnis yang jelas, itu suasana yang cukup kondusif untuk mengaplikasikan machine learning,” pungkasnya.

Di kesempatan terpisah, Co-Founder Gojek, Kevin Aluwi menambahkan ada dua poin penting yang perlu diperhatikan saat mengimplementasikan machine learning yakni jumlah data dan algoritma.

Jumlah data bisa begitu berpengaruh dalam kepintaran machine learning. Semakin banyak dan sulit masalah yang harus dikerjakan sang mesin, semakin akurat pula insight yang dihasilkan olehnya.

“Selanjutnya algoritma perhitungan akan semakin terlatih dengan meningkatnya volume dan kompleksitas data yang masuk,” ucap Kevin.

Kendati manfaatnya yang begitu besar, masih ada pihak-pihak yang sungkan memakai machine learning ke dalam sistem mereka. Salah satu kendala yang membuat orang ragu memakainya adalah jumlah analis data yang masih minim di Indonesia. Sekalipun ada, kerap kali startup harus merogoh kocek yang dalam untuk memperkerjakan mereka.

Hal ini bisa diukur dari besarnya kebutuhan perusahaan-perusahaan teknologi. Gojek misalnya harus jauh-jauh membuka kantor di Bengaluru, India, guna memperkuat teknologi platform mereka.

Bukan Pengganggu, Startup Fintech Menjadi “Enabler” Perkembangan Industri Keuangan

Digital adalah raja lanskap bisnis kekinian. Kita bisa lihat 6 dari 10 perusahaan dengan pertumbuhan tercepat pada tahun ini bergerak di sektor teknologi dan digital.

Kondisi tersebut tentu menyebabkan guncangan yang cukup besar bagi para pemain di segala industri. Kita bisa ambil contoh salah satu disrupsi paling besar yang lahir di era digital adalah Uber. Startup ini menggedor pakem bisnis transportasi sehingga menimbulkan disrupsi besar bagi perusahaan taksi di seluruh dunia.

Co-Founder dan COO Vospay Lina Gejali memiliki perspektif berbeda mengenai disrupsi. Hadir sebagai layanan fintech, Lina mengatakan disrupsi tak melulu harus mengguncang industri. Sebaliknya, inovasi dapat dibuat untuk memperkuat industri yang sudah ada dengan menempatkan diri sebagai enabler dalam industri keuangan.

Berikut adalah tips dari Lina Gejali dalam #SelasaStartup mengenai enabler industri ke ekosistem digital.

1. Inovasi produk. Tentu saja inovasi adalah fondasi terpeting dari perusahaan teknologi seperti Vospay. Lina bercerita pihaknya kini sudah punya berbagai inovasi yang menjembatani perusahaan pembiyaan dengan e-commerce atau layanan digital lain. Menurut Lina, teknologi mereka membantu perusahaan multifinance dalam membuka akses ke konsumen membeli barang atau jasa secara cicilan online.

“Jadi kita serve dua belah pihak dan sekarang ini menurut saya strength kita di sana karena kita enggak disrupsi ke mana-mana, jadi kolaborator saja,” ucap Lina.

2. Hadir sebagai kawan. Tantangan startup seperti Vospay yang menempatkan diri sebagai enabler adalah merebut kepercayaan industri yang dituju. Sehebat-hebatnya inovasi baru yang mereka bawa, Lina menyebut industri pembiayaan memiliki sistem sendiri yang sudah berhasil membuat mereka besar.

Namun seiring tren digital yang terus menguat di segala lini, ada kesempatan sekaligus ancaman bagi industri. Vospay memilih hadir di industri keuangan ini dengan dengan kesadaran tersebut dan memposisikan diri sebagai enabler bagi institusi keuangan yang sudah ada.

“Saya sadar kalau ada orang baru dengan ide baru pasti akan di-challenge, entah itu karyawan atau eksekutif. Jadi yang kita bawa adalah personal approach. Waktu itu Vospay sampai berkantor di seberang kantor partner pertama kita akhirnya mereka melihat kita sebagai perpanjangan untuk ke digital,” tuturnya.

3. Menjaga kepercayaan industri. Muncul sebagai perusahaan enabler digital di tengah industri pembiayaan bukan perkara mudah. Industri keuangan seperti pembiayaan sangat menghargai data. Menjadi hal yang wajar ketika perusahaan-perusahaan itu khawatir jika data mereka bocor ke kompetitor.

Kendati demikian, Lina menilai kekhawatiran itu akan luntur ketika teknologi mereka terbukti ampuh sebagai enabler industri pembiayaan. Ia juga meyakini semakin banyak Vospay menggandeng mitra bisnis, semakin mudah penerimaan pemain lain.

“Itu pasti concern pertama mereka dan itu salah satu yang harus kita yakinkan ke mereka dan kalau saya lihat industri multifinance ini industri yang sudah terbentuk, ketika bisa dapat kepercayaan satu perusahaan otomatis yang lain ikut juga,” imbuh Lina.

Saat ini Vospay sudah bermitra dengan 11 perusahaan multifinance dan puluhan merchant. Mereka di antaranya adalah Adira Finance, BCA Finance, BFI Finance, Blibli, iLotte, Fabelio, hingga Sociolla.

4. Banyak berdiskusi dengan regulator. Bermain di industri keuangan berarti harus siap mematuhi segudang peraturan dari pemerintah. Lina mengaku pihaknya sudah berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari jauh-jauh hari agar produk yang mereka luncurkan tak menyalahi aturan apa pun.

Keterbatasan sumber daya juga jadi alasan bagi Lina agar startup fintech aktif berdiskusi ke regulator. “Saya rasa OJK sangat terbuka kok, apalagi dengan banyaknya pemain startup di lapangan OJK mau belajar,” pungkas Lina.

Strategi Menjaring Kepercayaan bagi Marketplace Umrah

Banyak industri yang belum terjamah sepenuhnya teknologi, salah satunya adalah umrah. Dia adalah blue ocean yang potensinya sangat besar karena menggarap seluruh umat Islam sebagai target konsumen. Tiap tahunnya Indonesia mengirim kurang lebih 1 juta jamaah umroh. Per April 2019 disebutkan telah tembus di angka 849 ribu jamaah.

Angka ini besar dibandingkan negara tetangga, namun bila melihat jumlah populasi umat Muslim di Indonesia ini belum sebanding. Artinya, masih ada pangsa pasar yang selama ini belum terjamah oleh pemain jasa tur umrah. Potensi tersebut bisa dimanfaatkan oleh pemain teknologi, salah satunya adalah PergiUmroh.

Co-Founder & CEO PergiUmroh M. Faried Ismunandar hadir mengisi sesi #SelasaStartup edisi pekan pertama Oktober 2019. Di sini dia banyak bercerita perjalanan awal PergiUmroh menjaring penyedia tour umrah dan bagaimana meyakinkan mereka untuk bergabung.

Seleksi mitra

Masih ada 1000 penyedia tur umrah beredar di Indonesia. Itu yang berlisensi resmi, belum termasuk hitungan yang tidak punya lisensi. Faried memprediksi jumlahnya lebih dari 3 ribu. Lantas, apakah semua penyedia tour ini harus digaet PergiUmroh? Jawabannya belum tentu.

Faried justru lebih memilih untuk seleksi mitra. Alasannya banyak mitra yang memiliki standar SLA (Service Level Agreement) di bawah kebutuhan konsumen PergiUmroh.

Beberapa SLA tersebut sebelumnya bukan menjadi fokus utama mereka karena selama ini bermain di ranah offline. SLA semacam ini tentunya bisa menguntungkan konsumen dan pemain itu sendiri. Oleh karena itu, untuk bisa bergabung ada beberapa persyaratan yang harus mereka penuhi.

“Misalnya kita dorong mereka untuk berlisensi resmi, punya rekam bisnis yang bersih dan tidak pernah wanprestasi.”

Terhitung PergiUmroh telah menjaring 32 pemain tur umrah dan menyediakan lebih dari 400 jenis produk. Rencananya pada tahun depan akan menambah angkanya jadi 50 pemain, dengan menyasar kota-kota baru.

Beri berbagai nilai tambah

Faried menjelaskan selama bertahun-tahun pemain tur umrah bisa tetap hadir karena mengandalkan agen offline untuk memasarkan produknya. Mereka merasa sudah aman dengan itu, padahal di luar sana makin berkembang platform e-commerce yang lambat laun akan mengurangi bisnis mereka tanpa disadari, bila tidak ikut terjun.

Sebenarnya, mereka sadar dengan itu, tapi kondisi di lapangan sangat berbeda. Entah karena terhalang oleh biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat situs e-commerce atau memang belum ingin terjun ke situ.

Pendekatan yang diambil PergiUmroh dalam menyediakan nilai tambah buat mereka adalah merilis fitur yang bisa meringankan pekerjaan jasa jour umrah yang sifatnya administratif dan permudah sistem pembayaran.

Fitur ini lahir karena sebagian besar travel umrah itu kompetisinya ketat, tapi resource mereka terbatas. Ambil contoh, untuk memberangkatkan ratusan orang dalam setahun itu hanya ada lima sampai enam orang saja.

“Ada beberapa pekerjaan yang bisa kita lakukan untuk permudah mereka, seperti pembayaran dan administrasinya. Tujuannya supaya mereka tetap bisa fokus ke pekerjaan utamanya, melayani pemberangkatan hingga kembali lagi ke Tanah Air,” katanya.

Menarik pemain tur umrah pada tahap awal sangat menantang. Saat PergiUmroh diresmikan, pihaknya telah menggandeng delapan pemain jasa umrah berlisensi resmi dari total 1000 pemain yang ada di Indonesia.

Di samping itu, PergiUmrah juga memberikan insight buat mitra tentang kondisi di industri. Apa saja produk yang sedang dicari konsumen pada saat itu, bagaimana persaingan harga, dan insight lainnya yang bisa mereka pakai untuk berinovasi. Insight seperti ini tidak bisa didapat ketika berjualan secara offline.

“Ujungnya adalah mengenai bisnis, jadi kita perlebar channeling dengan mitra lain dan menggandengnya dengan pemain tour untuk buka peluang bisnis lainnya. Ini cukup diapresiasi dengan bergabung di PergiUmroh, ada benefitnya dari sisi komersial dan bantu bisnisnya.”

Jaga loyalitas mitra dan konsumen

Setelah memiliki jaringan penyedia tur, tantangan berikutnya adalah menjaga loyalitas mereka karena pada akhirnya ini akan sangat penting. Tim PergiUmroh menyiapkan tim account management yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan divisi yang lain.

Tugas berikutnya adalah melakukan banyak aktifitas di sisi permintaan dengan memproduksi konten yang sifatnya lebih soft selling. Perlu disadari, umrah bukanlah kegiatan impulsif. Perlu banyak pertimbangan buat semua orang karena mengingat biayanya yang tidak murah, beda halnya dengan situs e-commerce.

“Umrah sudah jadi kebutuhan orang, tapi cara komunikasinya harus dengan cara yang kasual sesuai target pasarnya. Fokus kita sekarang ada onboarding dalam bentuk konten dan share ke media sosial.”

Faried mengaku 90% pembeli jasa di PergiUmroh adalah mereka yang pertama kali umrah. Dari kebiasaan mereka, jarang sekali konsumen langsung pergi memilih jasa mana yang sesuai kebutuhan. Pasti butuh beberapa kali.

Agar tetap menjaga konsumen kembali ke PergiUmroh, timnya menyediakan fitur komparasi produk tiga sekaligus untuk mempermudah mereka sebelum memutuskan paket mana yang akan dipilih.

Hal terkecil yang juga diberikan PergiUmroh untuk mitra adalah mengubah kurs mata uang dari dollar menjadi Rupiah. Ini berguna untuk tetap menarik loyalitas konsumen dengan penawaran harga jual yang stabil. Beda halnya dengan dollar yang fluktuatif.