Cloud Computing for Process Accelerating and Cost Cutting

At the Alibaba Cloud APAC Summit in Singapore last time, there are some Indonesian partners among the participants, such as Tokopedia, MNC, and Adira Finance. Those three have been using Alibaba Cloud services and cloud computing technology. In the Q&A session led by Alibaba representation, they shared insights and notion related to cloud computing.

Accelerating the process and cutting costs

Tokopedia’s Vice President of Engineering, Herman Widjaja said, the cloud computing has been accelerating the services. They currently intensify the Same Day Delivery service, that is said to be 30%-40% faster than usual. The success rate target is to be increased by 80%.

“In collaboration with Alibaba Cloud, we intend to accelerate the process and scale up. In the near future, we should’ve capable of 200 transactions per second,” he added.

To date, Tokopedia has around 90 million active users and more than 5,5 million merchants. As a marketplace with such categories and unique sales, Tokopedia plans to build a smart fulfillment center, supported by the latest technology.

The use of cloud computing is claimed to cut costs for server maintenance and internal technology. It was said by Adira Finance’s IT Deputy Director, Dodi Soewandi. He said, after using the technology, their company can minimize 10-15% spending.

Yet to build a new data center

Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Alibaba Cloud Indonesia’s General Manager, Leon Chen also participates in the event. Regarding the data center, he said they have no plans to build the third one in Indonesia. They’re still focused on getting more clients for the latest innovation, Alibaba Cloud is to tighten its position in Indonesia.

“We’re very enthusiastic with Indonesian companies spirit and appreciation in adopting our technology. With more requests to come for us to build the new data center, the plan will be discussed further,” he said.

Indonesia is currently the key market for Alibaba Cloud. With the warm welcome from startups to corporates in using the technology, he also mentioned with the various technology, many clients are used to adoption, even wait for the next innovation by Alicloud.

“The latest one for our clients and partners in Indonesia is, 10 Alibaba Cloud’s new features to ensure business acceleration by using our technology,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fokus Alibaba Cloud Hadirkan Teknologi Baru dan Berinvestasi di Asia

Sebagai salah satu penyedia layanan komputasi awan terbesar di Asia, Alibaba Cloud menegaskan komitmennya untuk fokus pada pasar Asia. Berdiri pada tahun 2019, Alibaba Cloud kini telah mendirikan data center di 14 region di Asia Pasifik, termasuk di dalamnya dua data center di Indonesia. Komitmen Alibaba Cloud yang diusung dengan tagline “In Asia For Asia” ditegaskan oleh President Alibaba Cloud Intelligence International Selina Yuan saat acara Alibaba Cloud Summit di Singapura akhir bulan Mei 2019 lalu.

Selain ingin berinvestasi lebih banyak di Aisa, Alibaba Cloud juga berharap bisa memperluas kolaborasi dengan mitra hingga menambah jumlah pelanggan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meluncurkan kampanye dukungan layanan yang lebih baik, yang didesain untuk UKM. Keuntungan utama dari layanan dan dukungan yang lebih baik ini meliputi konsultasi pra penjualan langsung dan personal, 24/7 layanan teknis, tambahan layanan teknis secara gratis dan bantuan purna jual yang lebih cepat.

“Sebagai penyedia teknologi awan publik terbesar di Asia Pasifik, Alibaba Cloud kini mempercepat transformasi digital di kawasan ini dengan membangun infrastruktur komputasi awan kelas dunia dan berada di baris terdepan dalam pengembangan data intelijen. Kami berkomitmen penuh untuk memberikan kawasan Asia Pasifik ini layanan komputasi awan yang akan mendorong ekosistem teknologi yang terintegrasi dan berkelas dunia,” kata Selina.

Mendukung layanan e-commerce dan ritel

Salah satu prestasi yang diklaim perusahaan ialah mampu mendongkrak penjualan layanan e-commerce, di antaranya direalisasikan dalam kegiatan 11.11 dan 12.12 Shopping Festival. Dalam hal ini Alibaba Cloud mendukung 1,3 miliar kunjungan yang berpengaruh kepada penjualan. Dengan mengedepankan teknologi artificial intelligence (AI) pihaknya mengklaim mampu mendukung 350 juta percakapan, 1 miliar terjemahan bahasa dan 45,3 miliar rekomendasi produk dalam waktu 24 jam saat shopping festival berlangsung di November 2018 lalu.

Alibaba Cloud secara khusus menyediakan komputasi awan dan data intelijen mulai dari layanan e-commerce, logistik, pembayaran hingga hiburan dan perjalanan wisata untuk semua unit bisnis memanfaatkan ekosistem yang tersedia di Alibaba.

Teknologi dan inovasi lainnya yang juga dihadirkan oleh Alibaba Cloud adalah konsep Shoppertainment yang sebelumnya telah diaplikasikan oleh Lazada Indonesia, dengan memadukan hiburan yang ditayangkan secara LIVE melalui televisi. Lazada mengembangkan konsep Shoppertaiment yang menggabungkan shopping dan hiburan secara bersamaan melalui kemampuan live streaming di dalam aplikasi (in-app). Konsep ini sudah dipakai Alibaba melalui Tmall saat acara Single’s Day di 2016 dan Taobao.

Selain Shoppertainment, Lazada juga telah meluncurkan fitur Image Search hingga personalisasi untuk pengguna yang semua teknologinya dilakukan secara real-time. Konsepnya serupa dengan skenario “matchmaking” dalam waktu singkat, Lazada bisa memberikan rekomendasi produk berdasarkan pilihan dari pengguna. Untuk fitur Image Search sendiri sengaja dihadirkan oleh Lazada, setelah melakukan survei. Dari hasil tersebut terungkap, saat ini mulai banyak pengguna yang mencari rekomendasi berdasarkan gambar atau foto dibandingkan harus mengetik keyword melalui aplikasi.

Meluncurkan 10 produk dan fitur baru

Salah satu fitur baru Alibaba Cloud SaaS Accelerator / DailySocial
Salah satu fitur baru Alibaba Cloud SaaS Accelerator / DailySocial

Untuk memberikan kemudahan kepada klien, Alibaba Cloud meluncurkan lebih dari 10 produk dan fitur baru pada Alibaba Cloud Summit di Singapura. Produk dan fitur terbaru ini sebelumnya telah tersedia di Tiongkok dan untuk pertama kalinya dapat diakses para pebisnis di Asia Pasifik yang ingin menerapkan strategi “All in Cloud”. Meskipun sudah tersedia di semua negara, namun secara khusus pihak Alibaba Cloud menegaskan, fitur baru tersebut hanya akan diimplementasikan, jika klien atau pengguna membutuhkannya. Secara bertahap, semua fitur tersebut bakal tersedia di semua wilayah di Asia, termasuk tentunya Indonesia.

Beberapa fitur baru tersebut di antaranya adalah, PolarDB, Alibaba Log Service (SLS),Dukungan “Bring Your Own Key” (BYOK), Software Smart Access Gateway (SAG), Container Registry (ACR) Enterprise Edition, Container Service for Kubernetes (ACK) dan SaaS Accelerator. Untuk SaaS Accelerator merupakan program akselerator baru yang menghubungkan para mitra teknologi dengan ekosistem Alibaba.

Konsepnya adalah sebuah platform yang memungkinkan para mitra teknologi dapat dengan mudah membangun dan meluncurkan aplikasi SaaS dan meningkatkan cara bagaimana mengoperasikan bisnis dan teknologi yang sudah teruji di Alibaba.

Akselerator ini juga membantu penyedia SaaS untuk secara cepat menyebarkan dan menguji aplikasi mereka pada awan, memperpendek implementasi lifecycle, dan mengakselerasi time-to-market. Teknologi ini juga memungkinkan mitra ekosistem seperti perusahaan e-commerce, penginapan, dan industri perjalanan, untuk secara cepat menjangkau pelanggan mereka dalam platform Alibaba. Teknologi ini juga menegaskan tiga pusat ekosistem SaaS pusat komersial, pusat kapabilitas, dan pusat teknologi.

“Alibaba Cloud tidak hanya menyediakan infrastruktur yang menjadi tulang punggung keseluruhan perekonomian Alibaba dari e-commerce, pembayaran, logistik dan manajemen rantai pasokan adalah misi kami untuk memastikan inklusivitas, sehingga teknologi komputasi awan kami bisa diakses oleh perusahaan dari berbagai skala,” kata Selina.

Ramai Beradu Teknologi Realisasikan “Smart Logistics”

Sekitar tiga tahun lalu, saya berkesempatan mewawancarai mantan petinggi sebuah situs e-commerce raksasa. Dia menanyakan suatu hal kepada saya, apakah saya pernah belanja di tempatnya? Berapa lama pengirimannya? dan pertanyaan berkaitan lainnya.

Saya pun menjawabnya sambil mengira-ngira. Seingat saya pesanan sampai di tujuan dua hari setelah pembayaran dilakukan.

Ia kemudian mengernyitkan dahi dan bergumam, “Hmm, itu masih cukup lama. Lokasi tokonya di Jakarta juga kan ya?”

Saya menjawab, “Sepertinya begitu. Oh, itu masih kurang cepat ya? Padahal saya sudah [merasa] puas.”

“Itu masih kurang cepat karena pengiriman dalam kota,” ungkapnya. Kami melalui intermezzo tersebut dan melanjutkan wawancara.

Bagi konsumen, semakin cepat barang sampai di tangan akan semakin baik pengalamannya, termasuk menggiring mereka jadi loyal terhadap suatu brand.

Di balik segudang masalah yang Indonesia miliki, hal inilah yang membuat industri logistik belakangan jadi seksi untuk diseriusi. Industri ini turut berpengaruh besar ke ekosistem e-commerce namun inovasinya cenderung lamban.

Menurut Kemenhub, biaya logistik di Indonesia sekitar 29% dari total PDB di 2018, lebih besar dibanding angka 24% di tahun 2016. Data Bank Dunia di tahun yang sama memperlihatkan, Indonesia ada di posisi ke-63 dari 160 negara untuk indeks performa logistik.

Belakangan ini mulai ramai konsep smart logistics sebagai upaya modernisasi cara kerja logistik dengan teknologi. Tujuannya agar dapat menekan ongkos operasional dan pelayanan untuk konsumen tetap prima.

Di Tiongkok, konsep ini sudah lebih dahulu diterapkan. Menurut laporan JustLogsIt dan Bank of China di tahun 2016, Negeri Tirai Bambu tersebut berhasil menurunkan ongkos logistik selama satu dekade terakhir. Pada 2015, rasionya terhadap PDB adalah 16%.

Ongkos ini dipengaruhi tiga hal, yaitu biaya transportasi, pergudangan, dan manajemen yang di dalamnya mencakup soal upah.

Pengembangan smart logistics di Tiongkok dipicu buruknya kualitas gudang dan distribusi di negara tersebut, yang mendorong perusahaan e-commerce, seperti Alibaba (lewat Cainiao Network) dan JD.com (lewat JX), untuk mengoperasikan sistem logistik secara mandiri.

Sampai akhir 2015, sebanyak enam pemain ritel online telah membangun 49 logistics hubs, 200 regional distribution centers, dan 1.000 sub distribution centers. Alibaba memiliki penetrasi pasar 60% untuk pengiriman kurir instan, sementara JD.com 26,4% pada 2015.

Untuk mendorong efisiensi, pemerintah Tiongkok merilis peta jalan “Long Term Plan of China Logistics Industry Development” (2014-2020) yang merintis pengembangan konsep sistem logistik modern untuk mencapai pertumbuhan tahunan 8% dari industri logistik, dengan proporsi 7,5% terhadap PDB di 2020.

Pemahaman smart logistics

Berkaca dari fakta yang terjadi dan roadmap pemerintah Tiongkok, smart logistics bertujuan meningkatkan efisiensi industri logistik secara keseluruhan dengan pemanfaatan teknologi.

Di dalam proses logistik ada kombinasi berbagai fungsi, dari transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan dan analisis informasi logistik dan sebagainya.

Pemanfaatan smart logistics dapat berupa penggunaan RFID (Radio Frequency Identification), GPS, komputasi awan, dan teknologi informasi lainnya ke dalam proses logistik, sehingga terjadi efisiensi dan penghematan ongkos. Bisa dikatakan smart logistics tidak jauh berbeda dengan logistics 4.0.

Menurut CEO Waresix Andree Susanto, hal ini adalah dimensi baru dalam manajemen logistik yang menggunakan aliran data untuk mendapatkan wawasan baru untuk mengoptimalkan operasi. Pelanggan pun akan puas dan melindungi bisnis mereka.

“Komponen penting untuk smart logistics akan terhubung dengan data, analitik canggih, keputusan otonom, dan IoT. Oleh karena itu, smart logistics akan memainkan peran yang sangat penting untuk merampingkan proses antara e-commerce marketplace – penjual – perusahaan logistik – dan konsumen akhir,” katanya kepada DailySocial.

Tidak sebatas penggunaan teknologi, menurut Head of Corp Communications & Public Affairs JD.id Teddy Arifianto, smart logistics juga harus dimulai dari mengubah mindset orang-orang, baik dari sisi penyedia layanan hingga konsumen.

“Sehingga terdapat sinergi utilitas yang terintegrasi end-to-end dan akhirnya membawa dampak tidak hanya dari sisi profit untuk bisnis, tapi juga buat hidup manusia itu sendiri,” terang Teddy.

SVP of Operations & SVP Product Management Blibli Lisa Widodo menambahkan, smart logistics bertujuan untuk memenuhi harapan konsumen yang sangat besar untuk pengiriman barang yang cepat, tepat waktu sesuai estimasi, biaya efisien, bisa dilacak posisinya, sehingga aman dari risiko barang hilang atau rusak.

“Kelebihan tambahannya adalah jadwal pengiriman dan alamat pengiriman yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen,” katanya.

Menurut Huatai Securities, smart logistics didukung empat aspek, yakni jaringan sensor, jaringan seluler dan internet, komputasi awan, dan aplikasi layanan. Kombinasi tersebut menghasilkan manajemen yang komprehensif dari aliran material dan aliran informasi seluruh rantai logistik.

Dari sumber yang sama diklaim hasil implementasi smart logistics diprediksi akan maksimal. Pertama, gudang modern dapat menghemat 70% biaya ruang dibandingkan gudang tradisional. Kedua, smart logistik dapat mengurangi 80% biaya tenaga kerja di segmen pergudangan.

Ketiga, melalui pemantauan penuh seluruh proses transfer dan penyimpanan bahan, efisiensi dan tingkat akurasi akan semakin meningkat. Selain itu, dari big data yang dikumpulkan sistem smart logistics, perusahaan logistik dapat memberikan lebih banyak nilai tambah untuk pelanggan.

Peluang bisnis baru

Lantaran smart logistics memiliki banyak kombinasi proses di dalamnya, hal ini menimbulkan peluang bisnis baru yang bisa dipertimbangkan pelaku logistik agar tetap adaptif dengan perkembangan teknologi. Peluang tersebut berbentuk menawarkan layanan maupun model bisnis baru dan digitalisasi kegiatan operasional inti.

Berdasarkan laporan PwC bertajuk “Industry 4.0: Digital Supply Chain-Logistic Autumn Conference” yang terbit tahun 2016, penawaran layanan bisa dilakukan dengan menerapkan end-to-end integrated supply chain system. Ini memungkinkan perusahaan memiliki rantai distribusi terintegrasi dari supplier, production, distribution, hingga customer.

Sistem tersebut akan memudahkan perusahaan mulai dari proses administrasi, pencatatan arus barang keluar masuk gudang, database yang terintegrasi hingga pemasaran. Terkait pencatatan arus keluar masuk barang, pelaku bisa menawarkan solusi warehouse management system ke konsumen B2B yang memungkinkan manajemen gudang secara real time, akurat, dan teroptimasi.

Model bisnis baru lainnya untuk konsumen B2B adalah dalam hal angkutan barang dari kota ke pedesaan dengan menyediakan platform yang mempertemukan kebutuhan distribusi perusahaan dengan penyedia jasa dalam berbagai aspek penyelenggaraan logistik.

Dari aspek pengangkutan barang misalnya, sebuah platform berbasis marketplace yang mempertemukan penyedia jasa angkutan barang dan perusahaan yang membutuhkan pengangkutan logistik bisa menjadi model bisnis baru.

Berbagai solusi seperti ini sudah mulai digeluti berbagai startup logistik yang beroperasi di Indonesia. Contohnya adalah Waresix yang fokus pada sewa gudang; TheLorry menawarkan jasa sewa truk; Kargo menghubungkan shipper dan transporter dalam platform; Shipper sebagai platform agregator perusahaan logistik; Lacak.io untuk GPS khusus di kendaraan logistik, Enchanto sebagai platform SaaS untuk teknologi e-commerce, dan masih banyak startup lainnya.

Keseluruhan startup tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dengan menawarkan masing-masing solusinya yang tergolong “niche“, bahkan ada beberapa layanan yang menyasar korporasi logistik besar untuk internal perusahaan.

Sekarang adalah momen berlomba-lomba jadi yang terbesar.

Banyak investor tertarik dengan konsep-konsep smart logistics yang ditawarkan berbagai startup. Dalam setahun terakhir, pemberitaan soal funding di segmen ini makin marakdi antaranya pendanaan sebesar Rp24 miliar untuk Waresix dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures, kemudian pendanaan untuk TheLorry senilai Rp83 miliar yang dipimpin FirstFloor Capital.

Berikutnya, Kargo Technologies memperoleh dana sebesar Rp107 miliar dari Sequoia India dan Travis Kalanick, lalu SiCepat memperoleh kucuran dana sebesar Rp704 miliar dari Barito Teknologi dan Kejora InterVest Growth Fund.

Tak mau kalah, Grab baru-baru ini mengucurkan investasi ke Ninja Van untuk mengembangkan layanan GrabExpress.

Saingan terdekat Grab, Gojek, juga mengumumkan pendirian perusahaan patungan dengan JD.com untuk mengembangkan perusahaan logistik J-Express (JX).

Kondisi di Indonesia

CEO Iruna Yan Hendry Jauwena menjelaskan, secara umum konsep smart logistics sudah mulai menunjukkan perkembangan sedikit lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena sudah ada banyak pemain logistik konvensional yang sadar pentingnya transformasi teknologi.

Segmen ini tertolong dengan “cerita” digitalisasi ekonomi yang mengharuskan sektor logistik mengambil peran di dalamnya. Meskipun demikian, menurut Yan, masih butuh proses edukasi lebih dalam lagi, karena pada dasarnya sektor logistik berangkat dari sektor yang tidak begitu terlalu familiar dengan pemanfaatan teknologi.

Dia menilai solusi logistik yang berangkat dari startup masih belum bisa menjawab isu yang dihadapi di Indonesia. Isu utama logistik itu selalu terkait biaya. Solusi apapun labelnya jika tidak bisa menekan biaya, berarti belum menjawab permasalahan.

“Hal-hal seperti tracking atau meningkatkan visibility itu merupakan fitur yang saat ini merupakan nice to have saja. Selama biayanya mahal yah masih tidak menjawab,” kata Yan.

Di samping itu, kebanyakan solusi yang dihadirkan startup logistik diperuntukkan buat bisnis C2C. Tantangan terbesar itu justru ada di B2B karena ada faktor SDM-nya.

“Mereka sudah terbiasa dengan pola kerja lama, kurang dekat dengan teknologi sehingga sudah pasti tidak bisa diajak ‘ngebut’,” tambahnya.

Di sisi lain, Lisa Widodo memandang industri logistik tumbuh sesuai dengan pertumbuhan industri e-commerce. Mereka terus berlomba-lomba meningkatkan kapasitas dan kemampuan operasional supaya lebih efisien dan cepat.

Kurir kini dilengkapi dengan aplikasi di smartphone sehingga mampu memberi update status pengiriman barang dengan lebih cepat. Label pengiriman barang dilengkapi dengan barcode atau kode QR sehingga proses penanganan barang bisa dilakukan automasi untuk sorting dan status pengiriman.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pemain startup kini semakin agresif dalam mencari celah dan memperbaiki efisiensi di industri logistik. Caranya dengan mengintegrasikan logistik secara digital untuk multi moda.

“Seperti yang dilakukan oleh Waresix [portofolio East Ventures]. Karena kita negara kepulauan, jadi enggak bisa dibanding dengan negara daratan lain,” terangnya.

East Ventures menjadi salah satu VC yang mulai aktif berinvestasi ke startup logistik. Setelah Waresix, VC asal Singapura tersebut mengumumkan investasi tahap awal untuk Triplogic, startup logistik on demand.

Triplogic diharapkan menyempurnakan ekosistem rantai pasokan yang sudah ada sehingga memberikan pengalaman yang lebih baik. Fore Coffee dan Triplogic dianggap cocok untuk saling melengkapi karena mereka bermain di logistik last mile.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan menambahkan, perlu komitmen dari pemerintah maupun swasta dalam merealisasikan smart logistics. Dari sisi pemerintah perlu penguatan di sisi regulasi dan kecepatan eksekusi dengan perhitungan yang matang dan target waktu yang terarah.

Menurutnya, Tiongkok bisa seperti sekarang karena ada komitmen yang kuat dari pemerintahnya. Indonesia harus berbenah diri dulu dengan masalah berkaitan dengan jaringan informasi dan logistik. Fokus ke eksekusi, tidak hanya wacana.

“Yang penting itu digital mindset, bukan mengubah proses manual jadi digital. Kita tidak mau hanya berhenti dalam pembuatan sistem saja, tapi harus ke arah yang lebih advance, menuju blockhain in logistics, misalnya,” ujar Yukki.

Dia melanjutkan, hal ini juga berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan kepercayaan terhadap suatu teknologi baru. Ambil contoh, apakah sudah siap dokumen tanpa cap basah? Sudah siap specimen elektronik? Sudah siap OGA (other government agencies) menerima itu semua?. Bila jawabannya iya, maka berikutnya harus membuat standarisasi keamanan digital.

Penerapan smart logistics

DailySocial menghubungi sejumlah perusahaan startup logistik untuk memaparkan soal produknya. Yan Hendry menerangkan, konsep Iruna sebenarnya adalah bentuk pelokalan Cainiao milik Alibaba dengan mengedepankan konsep kolaborasi dengan para pemain logistik yang sudah hadir sebelumnya, kemudian menggabungkan semua kekuatan logistik yang dimiliki semua pemain logistik dalam satu platform.

“Tentu modifikasi perlu disesuaikan dengan konteks Indonesia karena para pemain logistik jika bisa tergabung ke dalam jaringan seperti Cainiao tentunya harus memahami hal mendasar dalam pengiriman e-commerce,” terangnya.

Iruna sendiri resmi beroperasi sejak 2017, menyediakan layanan end-to-end mulai dari channel management, fulfillment center, dan last mile delivery. Semuanya dapat terpantau lewat aplikasi Iruna Power Seller. Teknologi lainnya adalah Leanbox dengan tiga sistem utama: warehouse management system, transport management system, dan rider application yang dilengkapi dengan e-signature dan visual receiver image capturing function.

Perusahaan kini masih terus membangun kolaborasi sebanyak mungkin dengan para pemain logistik sehingga terbentuk kekuatan supply yang siap bertransformasi digital, sekaligus memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan tergilas oleh yang lain.

“Tahun ini Iruna perkuat teknologi yang sudah ada seperti WMS (Warehouse Management System), produk integrasi sistem untuk keperluan Last Mile Delivery Integrator yang saat ini dijalankan.”

Andree Susanto menerangkan sejak awal didirikan di 2017, Waresix berusaha memberdayakan logistik melalui ekosistem rantai pasokan yang mereka bangun. Perusahaan mengembangkan infrastruktur untuk mendukung pergerakan arus barang seperti pergudangan, transportasi darat (first mile dan last mile), transportasi laut, bahkan layanan pergudangan internasional untuk klien luar negeri.

Lewat integrasi ekosistem tersebut, perusahaan dapat bekerja lebih efisien dengan menurunkan keseluruhan biaya rantai pasokan. Tidak hanya untuk menjaga stabilitas harga, tetapi juga membantu kesetaraan ekonomi.

“Cara kami untuk dukung industri logistik dengan bekerja sama dengan perusahaan hebat yang menyelesaikan logistik last mile seperti NinjaExpress, Gojek, Grab, JNE, J&T, dan lainnya seperti agregator last mile,” ujar Andree.

Waresix memiliki lebih dari 2.000 mitra gudang dan penyedia transportasi untuk membantu 100 klien bisnis yang berasal dari perusahaan besar maupun skala menengah. Transaksi di platform diklaim mencapai 100 ribu metrik ton perbulan, tumbuh 25% setiap bulannya. Layanannya tersedia di Jakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Bali, Makassar, Balikpapan, Bandung, Palembang, dan Dumai.

Dengan konsep ini, Andree mengaku optimis perusahaan akan segera meraup keuntungan setelah tumbuh 15 kali lipat dalam setahun.

Startup lainnya yang mencoba usung teknologi sebagai layanannya adalah Paxel yang bergerak di solusi pengiriman last mile antar kota antar provinsi dengan tarif rata. Co-Founder Paxel Zaldy Ilham Masita menerangkan, Paxel berdiri karena selama lima tahun terakhir perkembangan e-commerce tumbuh dengan pesat namun belum diimbangi industri logistik.

Di dua tahun terakhir muncul kebutuhan dari konsumen yang menginginkan pengiriman same day. Hal ini menjadi suatu tren baru dan menginspirasi untuk berdirinya Paxel.

Dikutip dari laporan PwC tentang Global Consumer Insight Survey 2018, sebanyak 41% responden rela membayar lebih untuk mendapatkan layanan same day delivery.

Paxel memanfaatkan kombinasi antara big data, algoritma, dan loker pintar (smart locker) untuk pengiriman estafet. Loker pintar ini berbentuk screenless smart locker dan memanfaatkan mini sorting location dengan AI routing. Juga, bersifat universal sehingga bisa dipakai oleh semua perusahaan kurir, food delivery, tanpa perlu integrasi.

Perusahaan mengembangkan loker pintar ini bersama partner perusahaan di Hong Kong bernama Pakpobox.

“Kami sudah roll out 100 smart locker tersebut di gedung perkantoran dan apartemen di Jakarta,” terang Zaldy.

Bermain di ranah last mile ini, sambungnya, memiliki tantangan tersendiri karena belum ada standarisasi logistik untuk domestik baik secara fisik maupun data. Pihaknya butuh pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah tersebut.

“Banyak tantangan yang harus kita selesaikan sebagai the first mover, tapi sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang makin baik, kita harapkan masalah line haul antar kota bisa segera kita atasi.”

Sejak setahun berdiri, bisnis Paxel terus berkembang dengan baik dengan rerata pertumbuhan volume sebesar 30% setiap bulannya. Layanan Paxel kini sudah bisa digunakan untuk pengiriman same day delivery di Jawa dan Bali. Rencananya perusahaan akan melebarkan sayapnya ke Medan dan Makassar pada kuartal ketiga tahun ini.

Pemain last mile lainnya, AVP Marketing Ninja Xpress Indonesia Tika Sylvia Utami menjelaskan isu pemain logistik adalah Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dibutuhkan solusi dengan smart delivery.

Perusahaan memanfaatkan kebutuhan pengiriman dengan jaringan logistik berbasis teknologi. Contohnya dengan pembaruan real time tracking, titik-titik pick up alternatif dan opsi pelacakan paket yang bisa dimanfaatkan konsumen.

” Kami mengandalkan teknologi serta operasional excellence yang didukung dengan SDM agar pengiriman lebih efektif dan efisien. Kami berupaya memastikan bahwa data layanan pengiriman dapat terorganisir di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, serta memastikan secara real time,” terang Tika.

Diklaim Ninja Xpress telah meng-cover 100% wilayah Indonesia. Terakhir disebutkan mereka telah memiliki 30 ribu kurir, 70% di antaranya adalah armada roda dua.

JNE tidak mau kalah dalam mengembangkan teknologi terkini demi memperkuat penetrasi bisnisnya di Indonesia. Presiden Direktur JNE Mohammad Feriadi menuturkan, perusahaan secara berkala terus melakukan pengembangan teknologi dan saat ini masih dalam tahap pembangunan Mega Hub yang berlokasi di Tangerang. Rencananya hub ini akan diresmikan pada akhir tahun ini.

Di dalam Mega Hub tersebut akan dilengkapi dengan robot penyortir barang atau disebut automation crossbelt sorter machine. Robot berteknologi ini disediakan oleh Damon, perusahaan penyedia alat pendukung operasional logistik dan supply chain asal Shanghai, Tiongkok.

Feriadi menjelaskan, Mega Hub nantinya mampu menyortir hingga 1 juta barang per hari atau 48 ribu kiriman per jam. Dengan kapasitas tersebut, perusahaan dipastikan dapat menangani lebih banyak paket dan mendistribusikannya ke seluruh Indonesia maupun 250 negara di seluruh dunia.

“Dari sisi persaingan, sekarang banyak pemain baru bawa teknologi yang begitu hebat dan baik. Tentunya jadi tantangan buat kita sebagai pemain lama harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Caranya dengan mengubah proses, harus lebih efisien dan kompetitif dengan memanfaatkan teknologi dan perbaikan internal,” terang Feriadi.

Secara berkala, perusahaan terus menyempurnakan teknologi tracking. Dulunya konsumen sudah merasa puas apabila pengiriman cepat sampai. Namun kini bisa dimonitor langsung posisi kiriman antar poin secara real time.

Aplikasi pun turut disempurnakan. Konsumen dapat mengetahui lokasi JNE terdekat dari jangkauan mereka disertai fitur pendukung lainnya seperti tracking, cek tarif, dan fasilitas untuk para seller yang ingin terhubung dengan logistik JNE.

Tiap tahunnya, sejak 2010, pertumbuhan bisnis kurir ekspress di JNE tumbuh 30%-40% per tahun. Pertumbuhannya terus meningkat, bahkan dalam beberapa bulan terakhir mencapai rata-rata 19 juta paket per bulan, bahkan lebih dari 20 juta paket pada momen Ramadan dan Idul Fitri di 2017.

Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial
Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial

Partisipasi perusahaan e-commerce

Perusahaan e-commerce menjadi bagian yang paling bergantung pada layanan logistik. Di balik semua tantangannya, ada yang memilih untuk mengombinasikannya dengan membangun sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan yang sudah ada.

Investasi yang harus dikucurkan perusahaan lumayan besar karena harus mengelola gudang dan membangun jaringan armada. Perusahaan tersebut di antaranya adalah Lazada dengan LEX (Lazada Express), Blibli dengan Blibli Express Service (BES), dan JD.id dengan J-Express (JX).

Teddy Arifianto menerangkan, JD.id beruntung dengan jaringan logistik yang dimiliki sendiri perusahaan, meski belum 100% melayani seluruh Indonesia, namun mulai bertransformasi secara teknologi dengan sistem tracker.

“Kami juga bermitra dengan beberapa jasa logistik lainnya untuk memastikan layanan ke konsumen terjaga,” ujar Teddy.

Menurutnya, industri e-commerce dapat menjadi katalis utama untuk memajukan logistik baik dari sisi peningkatan kualitas SDM, pengembangan infrastruktur hingga penggunaan teknologi. Di JD.com, smart logistics menjadi kunci utama yang mengubah dan menentukan ritel di masa depan.

“Di JD.com sudah menerapkan smart logistics melalui penggunaan teknologi di segala lini: gudang yang full automation, hingga pengiriman menggunakan drone untuk daerah rural dan sulit dijangkau.”

Tokopedia pun menyadari peranan logistik yang begitu vital. Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya berinisiatif untuk pengembangan merchant on-demand berteknologi AI dengan menggunakan gudang pintar (smart warehouse).

Dia menggambarkan, nantinya pebisnis dapat melayani ke semua provinsi di mana pasarnya berada tanpa harus membangun warehouse sendiri. Sehingga tren urbanisasi tidak perlu dilakukan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menambahkan, gudang pintar ini bisa dimanfaatkan para penjual untuk menaruh persediaan produk di wilayah-wilayah di mana tingkat permintaannya cenderung tinggi. Pembeli di wilayah tersebut pada akhirnya bisa mendapatkan kebutuhannya dengan lebih efisien karena ongkos kirim yang lebih murah dan waktu pengiriman lebih singkat.

“Inovasi seperti ini diharapkan bisa membawa solusi nyata bagi ekosistem perdagangan online, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Indonesia,” kata Erwin.

Perusahaan sudah mulai menghadirkan gudang-gudang pintar ini di beberapa kota di Indonesia sebagai langkah awal dan inisiatif tersebut akan diumumkan secara resmi dalam waktu dekat.

“Inovasi-inovasi di atas kami percaya akan menjadi lompatan berikutnya, yang dapat mengakselerasi pencapaian misi kami untuk pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia.”

Jet Commerce sebagai penyedia solusi end-to-end e-commerce juga turut merasakan pentingnya kehadiran logistik untuk mendukung operasional e-commerce jauh lebih efektif dan efisien. Hubungan antara keduanya saling menguatkan satu sama lain dalam memberikan pengalaman yang terbaik kepada konsumen.

Marketing Director Jet Commerce Agustina Putri Wijaya menjelaskan, masih banyak orang yang berpikir perusahaannya adalah penyedia fasilitas warehouse dan logistik, padahal layanan yang diberikan lebih dari itu.

Perusahaan menyediakan layanan end-to-end yang dilakukan mulai dari menyiapkan sekaligus mengoperasikan akun official store di berbagai situs e-commerce, merancang dan mengeksekusi pemasaran digital, menyediakan tim CS, hingga layanan warehouse dan fulfillment.

“Terkait logistik, kami berupaya untuk mengatasi dan meminimalisir kendala-kendala dari sisi operasional tersebut melalui warehouse management system (WMS) dan teknologi fulfillment center yang mumpuni,” kata Agustina.

Jet Commerce baru saja meresmikan fulfillment center terbaru di kawasan Daan Mogot seluas 3.700 meter persegi atau tiga kali lipat lebih besar dari lokasi sebelumnya. Fasilitas tersebut didukung oleh WMS, order management system (OMS), serta dilengkapi dengan peralatan modern seperti belt conveyor dan mobile scanner.

Konsep yang dibawa Jet Commerce ini terinspirasi situs e-commerce Tmall milik Alibaba. Tmall sebagai platform terbuka menyediakan infrastruktur untuk membantu brand mengoperasikan etalase toko digitalnya. Oleh karenanya, Jet Commerce menjadi mitra resmi, bukan anak usaha dari Alibaba.

“Pertumbuhan cepat yang diraih juga menjadikan kami mampu berekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara [Vietnam dan Thailand]. Selain meningkatkan performa bisnis e-commerce brand-brand yang sudah bermitra, kami akan menambah lagi dengan brand dari kategori lain.”

Sementara itu, Blibli masih fokus penambahan 18 gudang baru, sehingga bertambah jadi 32 gudang sepanjang tahun ini yang akan ditempatkan di sekitar Jawa dan Sumatera.

Membawa konsep Cainiao ke Indonesia

Perkembangan Tiongkok yang pesat untuk memajukan industri logistik, dikontribusikan peran Alibaba yang agresif membangun jaringan dari berbagai aspek. Alibaba menjadi salah satu pendiri Cainiao pada 2013 bersama dengan mitra lainnya, termasuk empat perusahaan kurir ekspres besar di Tiongkok.

Cainiao bukan mengirimkan paket secara mandiri, melainkan mengoperasikan platform data logistik untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mitra logistik untuk memenuhi transaksi antara pedagang dan konsumen dalam skala besar. Perusahaan menggunakan big data dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi di seluruh rantai logistik.

Data yang disediakan Cainiao dapat diakses secara real time oleh pedagang untuk mengelola inventaris dan pergudangan dengan lebih baik. Konsumen pun dapat melacak pesanan mereka. Mitra kurir ekspres dapat mengoptimalkan rute pengiriman dengan platform yang disediakan Cainiao.

Berbagai pembaruan sistem dilakukan seperti membuka gudang robot terbesar di Tiongkok. Di sana, robot dibekali dengan pembaruan sistem berupa perencanaan rute maju dan alokasi persediaan sesuai dengan permintaan konsumen, menghindari kemacetan, dan mempercepat laju pengiriman.

Terkait pengiriman lintas negara, pada momen 11.11 tahun lalu, sebanyak 5 juta paket impor diproses melalui bea cukai dalam waktu kurang dari lima jam. Sebelumnya kebutuhan yang sama membutuhkan waktu sekitar delapan jam dan 57 jam di tahun 2017 dan 2016.

Kemampuan Cainiao yang luar biasa ini menjadi ambisi bagi setiap perusahaan logistik Indonesia untuk mengadopsinya. Seperti yang dilakukan Iruna dan berbagai startup lainnya.

Dengan modifikasi yang disesuaikan dengan geografis Indonesia, Cainiao versi lokal dipastikan akan hadir. Meskipun demikian, Zaldy Ilham Masita memastikan satu hal yang harus ditiru Indonesia dari Cainiao adalah penerapan standarisasi pertukaran daa yang sama untuk setiap partner logistik di Alibaba.

“Sehingga antar perusahaan jasa logistik bisa saling berkolaborasi. Ini yang harus ditiru Indonesia,” ujarnya.

Dari sisi regulasi, payung regulasi yang kuat dibutuhkan, khususnya realisasi Peta Jalan E-Commerce yang sempat mandek.

Willson malah lebih optimis konsep Cainiao akan segera datang dalam 3-6 bulan mendatang. “Kita tunggu 3-6 bulan, akan ada bisnis model yang akan Indonesia sekali,” pungkasnya.

Startup India dan Indonesia Jadi Fokus Penyaluran Dana BAce Capital

BAce Capital, perusahaan venture capital yang disokong Ant Financial, menargetkan bisa menyalurkan dana investasi untuk startup-startup India dan Asia Tenggara–khususnya Indonesia yang berorientasi pada konsumen dan bersifat mobile first.

BAce Capital sejauh ini sudah mengantongi komitmen modal senilai $100 juta (1,4 triliun Rupiah) dari Ant Financial dan juga investor individu dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, dan Asia Tenggara. Perusahaan menargetkan bisa mengumpulkan hingga $150 juta (2,1 triliun Rupiah) untuk dana awal ini dengan Ant Financial menjadi limited partner terbesar.

Tim investasi BAce Capital sendiri terdiri dari mantan tiga eksekutif Alibaba dan Ant Financial, yakni mantan Managing Director Ant Financial India Benny Chen, mantan Senior Director India and Southeast Asia Strategic Investment Alibaba Group Kshitij Karundia, dan mantan CIO Lazada Indonesia dan Deputy Director Alibaba Group Mulyono.

Managing Partner BAce Capital Benny Chen menjelaskan, mereka menargetkan pendanaan untuk tahapan Seri A ke Seri B dengan peluang ticket size mulai dari $500.000 hingga $15 juta. India dan Indonesia akan menjadi area dengan fokus terbesar, mendapat alokasi 70-80% dari dana corpus.

Kepada DailySocial, Mulyono menjelaskan bahwa di Indonesia mereka akan fokus untuk startup mobile first dan consumer internet. Dua sektor ini dianggap masih memiliki peluang besar, baik di pasar India maupun Indonesia. Sementara untuk vertikal, BAce Capital akan bersifat industry agnostic dan akan lebih banyak fokus ke area yang dirasa cocok dengan use case mobile internet.

“Kami percaya bahwa sekarang level dari adoption and stickiness-nya internet indonesia masih sangat early stage. Masih sangat banyak potensi yang akan bisa dimaksimalkan. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa menggunakan network effect dengan efisiensi paling tinggi  utk membuat nilai tambah ke customer,” jelas Mulyono.

Adalah rahasia umum bahwa Indonesia memiliki potensi besar di Asia Tenggara untuk urusan ekonomi digital atau yang berkaitan dengan aplikasi mobile dan internet. Dikutip dari DailySocial Startup Report 2018, pengguna internet di Indonesia diperkirakan sudah mencapai lebih dari 54% populasi, atau berada di angka 90 juta jiwa. Pertumbuhan internet economy di Indonesia pun diprediksi akan mencapai angka $100 miliar pada tahun 2025 atau sekitar 41% dari seluruh ekonomi digital Asia Tenggara.

Mengawali kiprah investasinya, BAce Capital telah memberikan investasi pertamanya untuk startup asal Bangalore, India, Healofy, yang merupakan platform informasi kehamilan dan parenting, khususnya untuk ibu-ibu.

Rayakan Hari Jadi Ke-7, Lazada Perkenalkan Konsep “Shoppertainment”

Lazada memperkenalkan konsep “shoppertainment” sebagai inovasi teknologi yang bakal dikembangkan tahun ini dalam rangka merayakan hari jadinya yang ke-7. Konsep ini memadukan ritel online dan hiburan melalui kemampuan live streaming di dalam aplikasi (in-app).

Teknologi ini disokong penuh Alibaba, sebagai induk Lazada, dengan harapan dapat menjadikan perusahaan sebagai platform e-commerce terdepan di regional. Konsep ini sudah dipakai Alibaba melalui Tmall saat acara Single’s Day di 2016 dan Taobao.

“Alibaba sangat mendukung kami dengan teknologi mereka untuk menjadikan kami sebagai [platform] e-commerce terdepan di Asia Tenggara. Kami akan lanjutkan inisiasi ini secara rutin sepanjang tahun,” terang Chief Business Officer Lazada Indonesia Pierre Beckers, Senin (18/3).

Dia berharap inovasi teknologi ini dapat menggiring engagement lebih tinggi. Konsumen dapat memberikan komentar, like, kirim emoticon, sama seperti berselancar di media sosial. Sebelumnya konsep shoppertainment pertama kali diuji coba dalam momen Online Revolution di tahun lalu.

Diklaim, meski tanpa data detail, perusahaan mendapat banyak respons yang positif dari konsumen, sehingga memicu perusahaan untuk mengembangkan lebih lanjut.

Perhelatan akbar Lazada yang akan digelar pada akhir Maret ini jadi debut unjuk kebolehan fitur dan teknologi teranyarnya. Indonesia dipilih menjadi tuan rumah untuk perhelatan acara mengingat Indonesia menjadi pangsa pasar terbesar di Asia Tenggara.

Tayangan disiarkan secara langsung dan dapat disaksikan secara bersamaan di lima negara lain tempat Lazada beroperasi, yakni Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand.

Selain “shoppertainment“, Lazada juga mengembangkan berbagai gamification yang dibalut dengan promo marketing untuk mendorong konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Inisiasi ini sudah dilakukan sejak tahun lalu.

Perjalanan Lazada di Indonesia

Lazada tergolong pionir di industri e-commerce Indonesia sejak 2012. Perusahaan ini juga menjadi salah satu pencetus gelaran tahunan Hari Belanja Online Nasional. Pada tahun yang sama, Lazada meluncurkan Lazada Express dan layanan logistik Cash on Delivery.

Setahun berikutnya perusahaan meluncurkan Lazada Marketplace untuk membuka kesempatan para UKM terjun ke bisnis online. Pada 2014, Lazada merilis layanan Fulfillment by Lazada (FBL) untuk mengakomodasi para pelaku usaha dan seller dalam hal logistik dan distribusi.

Tahun 2016 menandai masuknya Alibaba ke Lazada. Sejak saat itu, Alibaba disebut-sebut membawa inovasi dan teknologi e-commerce di Lazada ke level baru.

Di 2017, Lazada menghadirkan Lazada Club dan Lazada University untuk mewadahi komunitas seller untuk berbagi ilmu dan pelatihan gratis. Mereka juga meluncurkan aplikasi khusus seller untuk mempermudah pemasaran produk.

Tahun lalu, Lazada membuka channel online mall LazMall dan LazStar Academy yang merupakan hasil kolaborasi dengan Alibaba Business School.

Kemudian ada pula pencarian produk dengan foto untuk mempermudah pembelian barang. Dari sisi fintech, Lazada merilis e-wallet “Lazada Credit” hasil kolaborasi dengan Dana, sebagai alternatif metode pembayaran. Lazada Credit dapat di-top up dengan dengan maksimum nominal Rp2 juta.

Pihak Lazada enggan membeberkan terkait kinerja perusahaan, entah itu total seller yang bergabung atau jumlah konsumennya. Aplikasi Lazada sendiri secara global telah diunduh lebih dari 100 juta kali.

Application Information Will Show Up Here

CIMB Niaga Resmi Ajukan Izin Kerja Sama dengan Alipay ke Bank Indonesia

PT Bank CIMB Niaga Tbk langsung bergerak cepat mengajukan permohonan izin kerja sama dengan Alipay ke Bank Indonesia (BI) kemarin, Kamis (17/1). Sebagaimana dikutip dari Antara, Deputi Gubernur BI Sugeng telah mengonfirmasi hal tersebut.

Sebelumnya, CIMB Niaga juga sudah mengajukan permohonan izin kerja sama dengan WeChat Pay untuk masuk ke pasar financial technology (fintech) di Indonesia. Kini, BI tinggal melakukan verifikasi, termasuk kelengkapan dokumennya.

Seperti diketahui, Alipay dan WeChat Pay sama-sama menyediakan jasa pembayaran digital di Tiongkok. Alipay terafiliasi dengan raksasa ecommerce dunia Alibaba, sedangkan WeChat Pay berada di bawah naungan Tencent Holdings Limited.

Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin Bank Indonesia ketika melakukan kerja sama dengan sejumlah merchant di Bali dalam menawarkan jasa pembayaran digital kepada turis-turis asal Tiongok pada pertengahan 2018 lalu.

Padahal, sesuai Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, setiap prinsipal asing wajib bekerja sama dengan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank bermodal inti minimal Rp30 triliun. Dengan kata lain, Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin beroperasi di Indonesi

Untuk memuluskan langkahnya sebagai penyedia jasa pembayaran digital yang sah di Indonesia, keduanya mendekati bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun statusnya hingga kini masih “gantung” karena bank-bank tersebut berencana mendirikan entitas baru, sebuah BUMN khusus yang bergerak di segmen fintech.

Kembali ke permohonan izin CIMB Niaga dan Alipay, DailySocial mencoba menghubungi direksi dan manajemennya untuk menanyakan persiapan kerja sama tersebut.

Direktur Perbankan Konsumer Lani Darmawan mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pilot untuk penerimaan WeChat Pay di merchant. Pilot yang dimaksud adalah melakukan live test di merchant.

“Kami menggunakan EDC di beberapa lokasi wisata agar bisa mendukung pariwisata Indonesia. Dengan begitu pengguna WeChat yang berwisata ke Indonesia bisa merasa nyaman,” ungkapnya lewat pesan singkat.

Berbeda dengan WeChat Pay, pihak CIMB Niaga tidak melakukan pilot untuk Alipay karena alasan tertentu. Head of Acceptance, eChannel, dan Partnership CIMB Niaga Bambang Karsono Adi menyebut pihaknya memilih route berbeda sehingga tidak memerlukan pilot lagi.

“Kami ajukan permohonan izin ke BI tanpa pilot karena internal test sudah berjalan dengan baik. Alipay sudah ‘firmed’ sehingga sistem infra kami bisa dukung integrasi hanya dengan internal test tanpa perlu ‘live test’ di merchant sesungguhnya,” ujarnya kepada DailySocial.

Ia enggan menyebutkan penyedia switching pihak ketiga yang akan menjadi mitranya karena mereka juga sedang melengkapi persyaratan beroperasi ke BI.

Selain itu, lanjut Bambang, pihaknya belum dapat mengonfirmasi kapan kerja sama ini akan komersial, termasuk jumlah merchant yang bisa memakai layanan Alipay dan WeChat Pay.

“Proses otorisasi transaksi WeChat Pay dan Alipay dilakukan langsung oleh switching pihak ketiga. Kemudian saat settlement ke merchant yang juga merchant kami, [switching] diproses oleh kami,” sambung Bambang.

Akulaku Dikabarkan Tengah Proses Pendanaan Seri D Lebih dari 1,4 Triliun Rupiah dari Alibaba (UPDATED)

Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan, dikabarkan sedang dalam pembicaraan lanjutan untuk pendanaan seri D senilai US$100 juta (lebih dari Rp1,4 triliun). Disebutkan Ant Financial, lini bisnis Alibaba yang bergerak di jasa keuangan, akan bergabung dalam putaran ini sebagai investor strategis.

Menurut sumber dari Momentum Works, Ant Financial dikabarkan berinvestasi sebanyak US$40 juta (sekitar Rp560 miliar) dari putaran pendanaan kali ini.

Dikutip dari KrAsia, pendanaan ini akan berdampak pada semakin dalamnya penetrasi bisnis Alibaba (lewat Ant Financial) dan portofolio perusahaan lainnya yang tergabung dalam Alibaba, terutama dari sisi layanan e-commerce di Indonesia.

Bila kabar ini terkonfirmasi, dapat dikatakan total pendanaan yang telah diterima Akulaku tembus ke angka US$220 juta (lebih dari Rp3,08 triliun). Pada Oktober 2017, perusahaan menerima pendanaan seri C senilai $70 juta (lebih dari Rp1,06 triliun) yang dipimpin oleh Fanpujinke Group, diikuti Sequoia India, BlueSky Venture Capital, dan Qimimng Venture Capital.

Asia Tenggara menjadi kawasan yang paling dilirik oleh perusahaan raksasa Alibaba dalam membangun jejak internasionalnya. Untuk lini e-commerce, Alibaba berinvestasi ke Lazada dan Tokopedia. Sementara dari sisi fintech, Alibaba hadir di sejumlah pemain lokal, seperti Dana (Indonesia), GCash (Filipina), TrueMoney (Thailand), TnGD (Malaysia).

Akulaku berdiri sejak 2014 dengan lini bisnis utama kartu kredit virtual dan menawarkan penjualan produk komputer, komunikasi, dan produk konsumer. Selain Indonesia, Akulaku juga beroperasi di Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, pihak Akulaku menyebut tahun ini akan ekspansi ke Kalimantan dan Sumatera untuk perluas cakupan nasabah, sebelumnya hanya melayani area Jawa saja.

Akulaku memiliki tiga lini bisnis di bawahnya, yakni Asetku yang bergerak di bidang p2p lending, Akulaku Silvrr (marketplace), Akugrosir (B2B e-commerce), dan Akulaku Finance bergerak di bidang pembiayaan (multifinance).

Produk terakhir yang baru dirilis Akulaku adalah Kredit Offline, memungkinkan pengguna dapat membayar di merchant offline dengan mencicil. Diklaim Akulaku memiliki 15 juta pengguna yang sudah terdaftar dan 2 juta di antaranya adalah pengguna aktif.

*Update: Kami menambahkan artikel tambahan dari Momentum Works

Application Information Will Show Up Here

Alibaba Cloud Dirikan “Data Center” Kedua dan Luncurkan Program Akselerasi di Indonesia

Setelah meresmikan kehadirannya bulan Maret 2018, awal tahun 2019 ini Alibaba Cloud kembali menunjukkan keseriusannya mendukung startup, UKM dan korporasi dengan membangun data center kedua di Indonesia. Alasan utama mengapa pada akhirnya Alibaba Cloud mendirikan data center kedua, karena banyaknya permintaan dari pelanggan. Selain itu, inisiatif ini menjadi upaya Alibaba Cloud untuk menambah kapasitas layanan menjadi dua kali lipat.

Hal tersebut ditegaskan oleh General Manager Alibaba Cloud Indonesia dan Singapura Leon Chen saat memberikan presentasi dalam acara tersebut peresmian hari ini (09/1). Sebagai pasar yang menjanjikan, Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus Alibaba Cloud.

“Kami sudah terlibat langsung dengan pasar di Indonesia sejak tiga tahun lalu. Bukan hanya mendirikan data center pertama di Indonesia, komitmen Alibaba Cloud juga ditunjukkan dengan kolaborasi dan dukungan kepada pemerintah Indonesia,” kata Leon.

Disinggung di mana lokasi data center kedua Alibaba Cloud, Leon enggan menyebutkan. Demikian juga dengan berapa investasi yang digelontorkan oleh Alibaba untuk mendirikan data center tersebut. Dalam kesempatan yang sama Alibaba Cloud juga mengumumkan kemitraan strategis dengan PT IndoInternet sebagai distributor produk komputasi awan dan teknologi Alibaba Cloud.

Disaster recovery center

Untuk menjamin data dari pelanggan, didirikannya data center kedua di Indonesia diklaim bisa membantu kebutuhan disaster recovery pelanggan. Dengan demikian jika terjadi kendala atau krisis, pelanggan masih bisa mengakses data tersebut dengan dukungan dari data center kedua tersebut.

“Dalam hal ini perusahaan seperti layanan e-commerce hingga enterprise bisa dengan mudah set up disaster recovery center mereka memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud agar bisa membantu mereka melewati krisis jika memang terjadi,” kata Leon.

Nantinya kedua data center tersebut memungkinkan pelanggan untuk melakukan mission-critical workload di berbagai zona dan mengganti zona dalam hitungan detik. Secara keseluruhan Alibaba Cloud telah memiliki sekitar 55 availability zone yang tersebar di 19 wilayah di seluruh dunia.

Terkait dengan makin besarnya minat pelanggan untuk big data dan solusi analisis data, Alibaba Cloud juga telah meluncurkan Machine Learning for AI dan akan menghadirkan Elastic Search bulan Januari ini.

“Didukung dengan tim lokal, Alibaba Cloud siap membantu pelanggan dari berbagai kalangan untuk mulai mengadopsi teknologi cloud ke dalam bisnis mereka,” kata Leon.

Program akselerasi Alibaba Cloud

Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud
Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud

Setelah sebelumnya melancarkan program inkubasi bernama Alibaba Cloud Certified Professional (ACP), Alibaba Cloud mengumumkan telah memberikan sertifikasi kepada 250 tenaga profesional dan telah melatih lebih dari 300 orang di Indonesia.

Selain terus menjalankan program tersebut, Alibaba Cloud juga mengumumkan program akselerasi bernama “Internet Champion Global Accelerator Program”.

Program akselerasi tersebut pertama kali diluncurkan di Indonesia. Untuk memberikan pelatihan dan mentoring kepada startup, Alibaba Cloud menggandeng partner seperti Plug and Play, Unionspace, Gtech, Indonet, Bluepower dan SIS.

Secara khusus Alibaba Cloud membuka program tersebut di Jakarta dengan memberikan gambaran tentang teknologi e-commerce kepada 300 penggiat startup dan perusahaan menggunakan studi kasus “Double 11 Global Shopping Festival Alibaba Group”. Program ini akan berlanjut di Bali pada tanggal 12 Januari mendatang untuk menghubungkan lebih dari 200 profesional hingga mahasiswa.

Disinggung apa yang membedakan program akselerasi Alibaba Cloud dengan program akselerasi yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia, Leon menyebutkan program akselerasi yang diinisiasi oleh Alibaba Cloud mendapatkan dukungan penuh dari ekosistem Alibaba Group.

“Karena bisnis beragam di Alibaba Group, nantinya startup yang menjadi peserta program akselerasi akan mendapatkan akses bertemu dengan investor terkait, brand awareness dan terhubung dengan bisnis yang masuk dalam ekosistem di Alibaba. Kesempatan tersebut tentunya sangat baik untuk dimanfaatkan oleh entrepreneur di Indonesia,” kata Leon.

Tokopedia’s Two Founders Own Less than 8 Percent of Shares

Tokopedia has reportedly raised $1 billion fresh funding that boosts the company’s valuation to $7 billion. To date, KrAsia obtains the information details, the investment is said to be led by BKPM, regarding shareholders and commissioners of the marketplace founded by William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison. In a moment, both are said to own less than 8% of its shares.

There is some difference about funding information to the public and in the report. However, the table showed “authority division” of the company.

Of the many investors involved in this investment, Softbank and Alibaba become the two biggest investors. Among all rounds and funds get into Tokopedia’s pocket, Softbank in total (including its affiliations) has more than 38% shares. Alibaba, through Taobao, placed as the second biggest investor with 25%.

The domination of two is way too different compared with Gojek shareholders composition with no parties having more than 10% of its shares.

In the report, William Tanuwijaya, Tokopedia’s Co-Founder and CEO is said to own 5.6% shares, while the Co-Founder and Vice Chairman Leontinus Alpha Edison has 2.3%. In total, they have only 7.9% shares.

Board of commissioners

In addition to both co-founders, William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison, the other commissioner members of Tokopedia are Eun Woo Lee (SoftBank), Lydia Bly Jett (SoftBank), Shailendra Singh (Sequoia Capital India), Wong Ka Kit, dan Joseph Tsai (Co-Founder dan Vice Chairman Alibaba Group).

The board is led by Kabir Misra, previously worked as Managing Partner of Softbank Capital. This year, even though he left Softbank Capital and build his own startup fund — worth of $250 million, Misra is said to continue his role as Tokopedia’s Head of Commissioner.

Tokopedia is one of nine unicorns receiving the largest funding in Southeast Asia, according to reports published by Google and Temasek this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Herecom.tokopedia.tkpd

Dua Pendiri Tokopedia Secara Total Disebut Miliki Kurang Dari 8 Persen Saham

Tokopedia baru saja dikabarkan mendapatkan pendanaan baru $1 miliar yang melambungkan valuasi perusahaan menjadi $7 miliar. Kali ini, KrAsia memperoleh detail informasi, yang disebut bersumber dari BKPM, tentang jajaran pemilik saham dan anggota Komisaris layanan marketplace yang didirikan oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison ini. Secara bersama, keduanya disebut memegang kurang dari 8% saham perusahaan.

Ada sejumlah perbedaan informasi pendanaan yang diungkapkan ke publik dan di laporan ini. Meskipun demikian, tabel yang dimuat di situ mengungkapkan “pembagian kekuasaan” perusahaan.

Dari sekian banyak investor yang menanamkan investasinya, Softbank dan Alibaba menjadi dua investor dengan persentase investasi terbesar. Dari sekian putaran dan sekian fund yang masuk ke Tokopedia, Softbank secara total (termasuk melalui afiliasinya) memiliki lebih dari 38% saham perusahaan. Alibaba, melalui Taobao, menjadi investor terbesar kedua dengan kepemilikan 25%.

Dominasi keduanya sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan komposisi kepemilikan Gojek yang bisa dibilang tidak ada pihak yang memiliki lebih dari 10% saham.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya dalam laporan itu disebut memiliki 5,6% saham, sementara Co-Founder dan Vice Chairman Leontinus Alpha Edison memiliki 2,3% saham. Secara total saham keduanya adalah 7,9%.

Anggota dewan komisaris

Selain dua orang co-founder, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison, anggota dewan komisaris Tokopedia lainnya adalah Eun Woo Lee (SoftBank), Lydia Bly Jett (SoftBank), Shailendra Singh (Sequoia Capital India), Wong Ka Kit, dan Joseph Tsai (Co-Founder dan Vice Chairman Alibaba Group).

Dewan ini diketuai oleh Kabir Misra yang sebelumnya adalah Managing Partner Softbank Capital. Meskipun tahun ini Misra meninggalkan Softbank Capital dan mendirikan startup fund-nya sendiri senilai $250 juta, disebutkan ia tetap mempertahankan perannnya sebagai Presiden Komisaris Tokopedia.

Tokopedia adalah satu dari sembilan unicorn yang menerima pendanaan terbesar di Asia Tenggara, menurut laporan yang diterbitkan Google dan Temasek tahun ini.

Application Information Will Show Up Here