Strategi Alibaba Cloud Raih Perhatian Global, Implementasikan Kecerdasan Buatan

Mari kita sedikit lakukan kilas balik di tiga atau empat tahun lalu untuk menjawab pertanyaan berikut: “Apa layanan komputasi awan (cloud computing) global yang Anda ketahui?”, secara umum jawaban akan mengacu pada opsi Amazon Web Services (AWS), Windows Azure, atau Google Cloud. Beberapa mungkin juga akrab dengan merek IBM Softlayer, VMware, dan Oracle.

Masih banyak penyedia lain yang tidak cukup akrab didengar pelanggan atau pengembang aplikasi di Indonesia. Salah satunya Alibaba Cloud (sempat memiliki julukan “Aliyun”). Mereka mulai beroperasi sejak September 2009. Tidak tanggung-tanggung, kala itu perusahaan di bawah kepemimpinan Jack Ma dan Simon Hu ini sudah membuka pusat riset pengembangan dan operasional di Hangzhou, Beijing, dan Silicon Valley.

September 2014 adalah momentum bersejarah bagi Alibaba Group, pasca bersandar di New York Stock Exchange (NYSE). Semua orang mulai mengetahui dan mengakui kapabilitas Alibaba sebagai perusahaan e-commerce. Keberhasilan IPO (Initial Public Offering) saham Alibaba (BABA) membawa perusahaan meraih investasi mencapai  US$21.8 miliar pada pembukaan awal. Seluruh unit bisnis Alibaba Group satu per satu meroket ke pasar global, tak terkecuali Alibaba Cloud.

Tahun 2015 akselerasi bisnis Alibaba Cloud ditingkatkan. Dimulai dari kucuran investasi $1 miliar dari perusahaan induk. Pusat data (data center) mulai diperluas, diawali dari Hong Kong, Singapura, dan Amerika Serikat. Peningkatan tersebut bukan tanpa prestasi, kemampuan yang makin mumpuni dibuktikan dengan dukungan layanan terhadap festival belanja online 11.11 tahun 2015. Kala itu berhasil melayani transaksi hingga $14,2 miliar dalam 24 jam.

Saat ini, Alibaba Cloud sudah memiliki pusat data yang tersebar di 18 wilayah. Terbaru pada Februari 2018, mereka membangun pusat data di Indonesia. Namun, sebaran pusat data tidak lantas otomatis membuat penyedia layanan menjadi pemimpin pasar, banyak upaya yang harus dilakukan untuk mencuri perhatian pasar global. Alibaba Cloud mengklaim memiliki cara tersendiri untuk terus bersaing di pangsa pasar.

Seperti layanan awan pada umumnya, layanan Alibaba Cloud saat ini sudah mencakup tiga varian fundamental, yakni Software as a Services (SaaS), Platform as a Serivices (PaaS), dan Infrastructure as a Services (IaaS). Terkait persaingan, Alibaba Cloud juga terus mengejar kepemimpinan pasar. Salah satu indikasinya ditunjukkan pada riset pasar Magic Quadrant di kuartal kedua tahun 2017 lalu.

Riset Gartner terkait kepemimpinan penyedia layanan komputasi awan

Di acara tahunan Alibaba Cloud bertajuk “The Computing Conference 2018” di Hangzhou, mereka mencoba menegaskan apa yang kini dilakukan untuk merebut kepemimpinan pasar. Rangkaian strategi yang disampaikan cukup menarik, yakni mendampingi sektor publik dengan transformasi digital berkelanjutan. Alibaba menjadikan Hangzhou (kota basis perusahaan) sebagai pusat percontohan implementasi teknologi digital terbarukan.

“It’s not technology that changed the world, but the dreams behind it,” Jack Ma.

Dampak langsung teknologi komputasi awan

Infrastruktur komputasi yang semakin canggih memungkinkan banyak hal dilakukan. Sebut saja pemrosesan seperti big data, machine learning, artificial intelligence hingga internet of things, semua dapat dilakukan dengan sangat efisien. Poin-poin tersebut kini juga telah menjadi salah satu yang coba ditonjolkan dalam ragam produk PaaS di Alibaba Cloud. Tidak hanya sekadar menjual “merek”, melalui Simon Hu, President Alibaba Cloud, mereka mencoba menampilkan sebuah visi dan studi kasus nyata.

Memasuki panggung konferensi, Simon mendemokan aplikasi Tmall bersama sajian teh di hadapannya. Melalui aplikasi Tmall, Simon memindai teh yang ada di meja dengan ponsel yang ia bawa untuk mengetahui detail informasi produk tersebut. Di ponselnya ditampilkan tentang jenis teh, asal teh, hingga informasi proses pengiriman. Setelah itu dia mengawali presentasi dengan memaparkan bagaimana kota Hangzhou berkembang selama 20 tahun dan terobosan baru yang Alibaba Cloud bawakan dengan teknologi.

Tmall App Demo
President Alibaba Cloud, Simon Hu, saat mendemokan aplikasi Tmall untuk sajian teh / Alibaba

ET Brain adalah nama produk AI Alibaba Cloud yang didesain untuk membantu mengatasi permasalahan urban dengan teknologi. Program tersebut dilandasi kapabilitas komputasi super tinggi “Aspara” dengan pemrosesan machine learning terintegrasi lengkap dengan analisis data dan visualisasinya. Implementasinya dapat di berbagai sub sektor, mulai dari ET City Brain, ET Indurstrial Brain, ET Medical Brain, hingga ET Aviation Brain.

Salah satu program yang didemokan adalah ET City Brain yang memberikan penjelasan bagaimana kota Hangzhou kini dapat dikontrol melalui sebuah dasbor terpusat di pemerintahan. Awal penerapannya tahun 2016 di distrik Xiaosan, permasalahan pertama yang diselesaikan adalah pengaturan trafik lalu-lintas untuk meminimalkan kemacetan. Teknologi AI dan machine learning mempelajari arus lalu-lintas melalui sensor IoT yang ditempatkan pada titik-titik tertentu. Hasil akhirnya, mereka melakukan pengaturan lampu lalu-lintas secara real-time berdasarkan kondisi dan proyeksi kepadatan jalan raya.

City Brain Alibaba
Contoh tampilan dasbor City Brain

Penerapannya terus berkembang hingga tahun ini. Salah satu yang paling menarik adalah bagaimana sistem City Brain dapat memberikan akses jalan khusus untuk situasi kritis, misalnya untuk perjalanan ambulans atau mobil pemadam kebakaran. Sistem akan melakukan kalkulasi tercepat pada GPS yang ditempatkan pada mobil ambulans/pemadam kebakaran. Dari jalur yang sudah ditetapkan GPS, lampu lalu-lintas yang dilewati akan dikondisikan berwarna hijau saat mobil tersebut melintas, sehingga akhirnya mobil dapat mencapai tujuan secara lebih cepat dan efisien.

Implementasi di sektor publik yang lebih luas

“Ni hao banma…” ucap seorang sopir untuk mengoperasikan sistem komputer yang terdapat dalam sebuah mobil. Selanjutnya orang tersebut, menggunakan bahasa Tiongkok, meminta sistem memutarkan sebuah musik untuk kami, para penumpangnya. Tidak hanya itu, ia dapat memerintahkan sistem dengan ucapan untuk melakukan serangkaian hal, termasuk membuka jendela pintu untuk penumpang.

Mobil tersebut sudah terpasang AliOS, sebuah sistem operasi yang diluncurkan Alibaba pada Juli 2017 lalu untuk mobil. AliOS mengkombinasikan sistem pengenal berbasis suara, wajah, dan gestur untuk memanjakan pengendara mobil dengan apa yang mereka sebut dengan “mobil internet”.

Di sudut lain gedung konferensi, kami juga disajikan dengan demo robot pintar yang digunakan divisi logistik Alibaba untuk mengatur logistik. Lengan robot yang sering disaksikan dalam film layar lebar tersebut kini terlihat begitu nyata, melakukan pengaturan untuk pengiriman logistik. Rangkaian sistem tersebut mencoba menghubungkan seluruh elemen logistik secara digital dan real-time.

Selain mengurus pergudangan secara otomatis, dalam pengembangannya Alibaba juga tengah mengaplikasikan sistem distribusi modern melalui kotak pintar dan mobil pintar yang terhubung dengan layanan e-commerce dan e-logistic Alibaba. Kapabilitas IoT menjadi kunci dalam penerapan rangkaian teknologi Cainiao, layanan smart logistics miliknya.

Cainiao Alibaba
Jaringan logistik pintar berbasis robot bernama Cainiao / Alibaba

Seusai konferensi, dalam perjalanan pulang, kami sempat mampir ke sebuah swalayan dan pusat perbelanjaan yang telah mengaplikasikan sistem modern. Tidak hanya sekadar menerima pembayaran dengan Alipay, ritel modern tersebut disebut memberikan pengalaman baru kepada setiap pengunjungnya. Kini pengunjung tidak hanya bisa melakukan pembayaran secara daring, karena setelah memilih barang belanjaan, mereka bisa meminta sistem untuk mengantarkan belanjaannya ke rumah. Hema adalah program inkubasi konsep ritel modern yang diusung Alibaba.

Di sisi konsumen, pengalaman belanja juga didukung dengan aplikasi Tmall. Untuk bahan segar seperti sayuran, mereka dapat mengidentifikasi secara langsung kapan sayuran ini dipetik dan sampai. Dalam mengatur sirkulasi produk, pihak pemilik perbelanjaan juga sudah dibekali sistem terintegrasi –dengan logistik—untuk memastikan barang sayuran atau buah-buahan sampai dalam kondisi segar optimal. Biasanya barang seperti itu dijual dalam periode satu hari saja. Jumlahnya sudah diproyeksikan –baik dalam stok gudang ataupun bungkusannya—sehingga kecil kemungkinan akan tersisa.

Teknologi kasir pintar ReX juga terapkan untuk membantu pemilik swalayan dalam mengidentifikasi kebutuhan pembeli dan memberikan layanan yang ditargetkan. Sehingga toko dapat memaksimalkan stok persediaan barang sesuai dengan proyeksi kebutuhan pelanggan. Saat ini sudah ada 65 toko Hema di berbagai wilayah. Dari pengakuan pemilik toko yang kami temui, peningkatan penjualan dapat mencapai 50% pasca implementasi teknologi tersebut. Penerapannya juga dinilai cukup mudah, karena toko tidak perlu menyediakan komputasi berspesifikasi besar, semua sudah diakomodasi dalam komputasi awan.

Cainiao Car
Mobil logistik Cainiao yang beroperasi secara otomatis / Alibaba

Kecerdasan buatan adalah masa depan

CTO Alibaba Group Jeff Zhang menyampaikan peta jalan untuk pengembangan teknologi komputasi awan modern. Salah satu yang ditekankan ialah melalui riset pengembangan komputasi kuantum dan AI Chips. Program tersebut akan dikelola melalui Alibaba DAMO Academy, yakni inisiatif di bidang riset global dalam pengembangan teknologi disruptif untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Teknologi tersebut dikembangkan untuk memperkuat komputasi awan dan IoT Alibaba Group, dan tidak menutup kemungkinan mendukung aplikasi komersial di berbagai industri.

DAMO Academy
Riset pengembangan dipusatkan melalui DAMO Academy / Alibaba

Sejak berdiri pada Oktober 2017, DAMO Academy telah melahirkan beberapa inovasi publik. Beberapa produk yang sempat kami coba di antaranya intelligent justice, yakni sebuah rangkaian solusi kecerdasan di bidang hukum untuk membantu proses pembuatan transkrip pengadilan persidangan, termasuk pemetaan untuk sengketa dan titik risiko. Ada juga robot pramuniaga untuk mendampingi penjual dalam berkomunikasi interaktif dengan calon pembeli. Robot tersebut dapat memformulasikan berbagai strategi tawar menawar yang alami. Yang ketiga adalah teknologi penerjemah ucapan secara langsung saat berkomunikasi secara tatap muka.

Alibaba juga memiliki A.I. Labs, yakni sebuah unit riset yang berfokus pada produk kecerdasan buatan untuk konsumen. Saat ini pusat riset tengah merampungkan pengembangan teknologi pintar untuk kendaraan logistik masa depan dan robot pelayan publik. Rangkaian riset ini tidak lain untuk mendukung misi Executive Chairman Alibaba Group, Jack Ma, dalam merealisasikan konsep “New Manufacturing”.

Menurut Jack, konsep konsep tersebut akan menjadi masa depan yang menjanjikan. New Manufacturing dinilai akan membawa perubahan besar untuk pabrik konvensional pada 10-15 tahun mendatang. Konsep ini berkaitan erat dengan strategi New Retail Alibaba, sebuah pendekatan ritel yang mengutamakan konsumen, serta mengintegrasikan offline dan online untuk menghadirkan pengalaman belanja yang prima.

“Kekuatan kompetitif perusahaan tidak akan bergantung pada kemampuan produksi pabriknya, tapi diukur dengan kemampuannya berpikir secara inovatif, caranya mengutamakan pengalaman pelanggan, serta tingkat pelayanannya,” ungkap Jack Ma.

Jack Ma 2018
Sambutan Jack Ma berfokus pemaparan visi New Manufacturing / Alibaba

Tak hanya di Hangzhou

Alibaba Cloud bersama Kementerian Pariwisata dan Margasatwa Republik Kenya telah menandatangani sebuah kerja sama strategis dalam mendukung proyek perlindungan satwa. Pada proyek ini, Alibaba Cloud akan menggunakan teknologi seperti sensor untuk melacak satwa, kamera dengan sensor inframerah, pos-pos perkiraan cuaca pintar, peralatan untuk para ranger, dan drone pemantau area luas rencananya akan diterapkan untuk mengumpulkan data real-time pergerakan dan kesehatan satwa secara umum.

Platform ini selanjutnya akan menganalisis data dan memprediksi perilaku serta rute jelajah, serta membantu pusat komando untuk berjaga-jaga akan potensi bahaya seperti penangkapan ilegal, konflik antara manusia dan satwa. Teknologi ini akan membantu pengaturan tim lapangan taman nasional menjadi lebih sigap dan lebih baik dalam mengelola taman nasional.

Alibaba Cloud Kenya
Persmian kerja sama bersama Sekretaris Utama Kementerian Pariwisata dan Margasatwa Republik Kenya, Margaret Mwakima / Alibaba

Sinergi kedua diresmikan bersama Olympic Broadcasting Services (OBS) untuk produk OBS Cloud, sebuah solusi penyiaran inovatif yang beroperasi sepenuhnya menggunakan teknologi komputasi awan untuk ajang Olimpiade Tokyo 2020. Teknologi ini akan menunjukkan cara baru dalam industri penyiaran, khususnya dalam pembuatan konten dan distribusi penyiaran. Komputasi awan dinilai dapat memenuhi persyaratan yang tinggi untuk akurasi volume, kecepatan, dan jarak waktu yang sangat krusial dalam penyiaran pertandingan olahraga untuk perhelatan besar.

Secara tradisional, penyiar olimpiade hanya dapat mengimplementasikan dan menguji alat mereka setelah tiba di International Broadcast Centre (IBC) di kota yang menjadi tuan rumah dan area yang disediakan untuk penyiar di lokasi sangat diminati dan terbatas.

OBS kini dapat menyediakan seluruh aset visual dan audio kepada Rights Holding Broadcasters (RHBs) secara efisien, efektif, dan aman. Penyiar juga dapat membuat, mengatur, dan mendistribusikan konten mereka menggunakan OBS Cloud, sebuah solusi yang telah dioptimalkan untuk menjawab kebutuhan distribusi cabang olahraga yang paling diminati.

Terobosan nyata yang paling menarik

Teknologi identitas tunggal Alibaba
Foto senyum bahagia seorang warga saat menerima penggantian berbagai sertifikat kependudukan dalam identitas tunggal

Di antara banyak teknologi yang dipamerkan, ada satu ide yang sangat menarik bagi saya. Dengan komputasi awan, Alibaba berhasil menyatukan berbagai surat/sertifikat kependudukan dalam satu genggaman. Memudahkan proses kepengurusan di satu pintu melalui teknologi yang saling terintegrasi. Karena saya sendiri merasakan, betapa rumitnya ketika harus berurusan dengan keperluan surat-menyurat dengan instansi pemerintahan. Semoga solusi ini dapat direplikasi di Indonesia.

Riset Appier: Indonesia Menempati Peringkat Pertama Adopsi AI di Asia Pasifik

Dalam studi bertajuk “Artificial Intelligence Is Critical To Accelerate Digital Transformation In Asia Pacific” yang dirilis Appier bekerja sama dengan Forrester mengemukakan Indonesia (65%) menempati peringkat pertama dalam hal adopsi kecerdasan buatan dalam bisnis. Tiongkok (63%) dan India (62%) menempati posisi di bawahnya dengan persentase yang tidak jauh berbeda.

Penelitian yang melibatkan responden pimpinan divisi teknologi dari 260 perusahaan di delapan negara tersebut mencoba untuk menjelaskan tren adopsi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Asia Pasifik. Temuan lain mengungkapkan sekitar 53% dari responden menyatakan tantangan terbesar untuk mengimplementasikan AI adalah proses pengumpulan dan integrasi data (big data).

Menariknya konsep big data sendiri sebenarnya sudah cukup lama digaungkan, termasuk di Indonesia. Trennya hadir bebarengan dengan adopsi masif komputasi awan dalam bisnis. Hanya saja soal pengelolaan big data secara menyeluruh, industri masih menemukan banyak kesulitan. Padahal data menjadi bahan bakar utama untuk membangun pondasi kecerdasan buatan.

Implementasi AI di Asia Pasifik / Appier
Implementasi AI di Asia Pasifik / Appier

Terkait ranking, setelah India di peringkat keempat ada Korea Selatan (57%), disusul Singapura (50%), Jepang (47%), dan Taiwan (44%). Sebenarnya jika melihat secara kasat mata, penerapan AI di sektor industri di Indonesia juga belum masif di berbagai bidang. AI menjadi tren, khususnya diterapkan melalui aplikasi berbasis chatbot atau sistem rekomendasi.

Dari pemaparan responden, umumnya AI diaplikasikan dengan tujuan untuk memberikan efisiensi pada kegiatan operasional dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Dampak operasional yang diharapkan termasuk proses bisnis yang lebih sederhana dan prediksi risiko bisnis yang lebih baik. Sedangkan pengalaman pengguna diharapkan meningkatkan keterlibatan pelanggan, termasuk mengambil wawasan pengguna sebagai bekal inovasi produk.

Terkait big data yang dinilai responden kurang siap, jika didalami ada isu-isu spesifik yang banyak dikeluhkan. Termasuk kesulitan dalam membangun tim lintas divisi untuk mengimbangi kelincahan data (51%), mengidentifikasi platform manajemen dan analisis data (52%), mengelola sumber data dari berbagai saluran (49%), dan mengidentifikasi teknologi atau mitra layanan yang tepat untuk bisnis (43%).

Bahasa.ai Receives Seed Funding From East Ventures

Bahasa.ai, an NLP/NLU (Natural Language Processing/Understanding) platform development startup for Bahasa Indonesia, receives seed funding from East Ventures. The value is undisclosed. The plan is to use funding for accelerating mission to develop artificial intelligence platform.

Previously, Hokiman Kurniawan, Bahasa.ai’s Co-Founder and CEO, has explained its business strategy in an interview with DailySocial. Its focus is to produce more comprehensive Bahasa Indonesia skills for machines. One of which is applied in chatbot.

Melisa Irene, East Ventures’ Principal, said that the NLP / NLU-based platform developed by Bahasa.ai will be very relevant in Indonesia, because of unique variants and dialects in Bahasa Indonesia.

In daily communication, the non-KBBI slang and spelling terms keep showing and being used. Artificial Intelligence-based solutions, combined with machine learning, can improve the computer skills in understanding Bahasa Indonesia. Therefore, when being implemented (for chatbot, as an example) will become more attractive.

Samsul Rahmadani, Bahasa.ai‘s Head of AI, said in his statement, by increasing artificial intelligence technology, brands are expected to produce communication channels which capable to interact naturally and personally. Bahasa.ai introduces PaaS products to help brands or businesses in developing a chatbot strategy.

Competition among local chatbots

Creating artificial intelligence is not an easy deal, but many local startups are counting their luck in this vertical. Currently, there are many startups targeting AI-based products segment, particularly in chatbot implementation. They are Kata.ai, Botika, Bang Joni, Eva, and many others.

The development can’t be separated from industrial needs. Business players are competing to present new ways which more effective and efficient in terms of customer service. Chatbot-based solutions are considered capable to accommodate these needs. Many companies are already adopting, from telecommunications, bankings, and some e-commerce services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bahasa.ai Raih Pendanaan Awal dari East Ventures

Bahasa.ai sebagai startup pengembangan platform NLP/NLU (Natural Language Processing/Understanding) untuk Bahasa Indonesia, hari ini (23/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal (seed funding) dari East Ventures. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang didapat. Rencananya akan digunakan untuk mempercepat misinya dalam mengembangkan platform kecerdasan buatan.

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara bersama DailySocial, Co-Founder & CEO Bahasa.ai, Hokiman Kurniawan, sudah menerangkan strategi bisnisnya. Fokus Bahasa.ai adalah menghasilkan kemampuan Bahasa Indonesia yang lebih komprehensif untuk mesin komputer. Salah satunya diterapkan dalam chatbot.

Principal East Ventures, Melisa Irene, dalam sambutannya mengatakan bahwa platform berbasis NLP/NLU yang dikembangkan oleh Bahasa.ai akan sangat relevan di Indonesia. Hal ini mengingat adanya variasi dan dialek yang unik dalam Bahasa Indonesia.

Dalam komunikasi sehari-hari, istilah slang dan ejaan non-KBBI terus hadir dan digunakan. Solusi berbasis kecerdasan buatan –dikombinasikan dengan pembelajaran mesin—dapat meningkatkan kemampuan komputer dalam memahami Bahasa Indonesia. Sehingga saat diimplementasikan (misalnya ke dalam chatbot) akan menjadi lebih atraktif.

Chief AI Bahasa.ai, Samsul Rahmadani, dalam keterangan tertulisnya mengatakan dengan peningkatan teknologi kecerdasan buatan harapannya brand dapat menghasilkan kanal komunikasi yang dapat berinteraksi secara alami dan lebih personal. Bahasa.ai menghadirkan produk PaaS yang dapat membantu brand atau bisnis mengembangkan strategi chatbot-nya.

Persaingan bisnis chatbot lokal

Membuat produk berbasis kecerdasan buatan bukan perkara mudah, kendati demikian banyak startup lokal yang mencoba keberuntungan di vertikal tersebut. Saat ini sudah sangat banyak startup (atau hasil pivot startup) yang menyasar segmentasi produk berbasis AI, khususnya untuk implementasi chatbot. Sebut saja Kata.ai, Botika, Qiscus, Bang Joni, Eva dan sebagainya.

Perkembangan tersebut tak terlepas dari kebutuhan industri. Pemain bisnis berlomba-lomba menghadirkan cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam pelayanan pelanggan. Solusi berbasis chatbot dinilai mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut. Saat ini, banyak perusahaan yang mulai mengadaptasi, dari perusahaan telekomunikasi, perbankan, hingga e-commerce.

Shinta VR Perkenalkan Maya Putri, YouTuber Virtual Pertama dari Indonesia

Kemahiran talenta dari Jepang di ranah robotik bukan hanya terealisasi lewat pembuatan robot mekanis, tapi juga pada penciptaan agen virtual serta Vocaloid. Saya kenal beberapa kawan yang merupakan penggemar berat Hatsune Miku, karakter berbasis kecerdasan buatan seperti Kizuna Ai mempunyai acara TV-nya sendiri dan menjadi salah satu duta turisme Jepang.

Kali ini, langkah serupa diambil oleh perusahaan teknologi lokal yang memulai kiprahnya di ranah virtual dan augmented reality. Belum lama ini, Shinta VR memperkenalkan agen digital buatannya yang disiapkan untuk menjadi YouTuber. Tim asal Jakarta itu menamai kreasinya Maya Putri. Bagi saya pribadi, penamaannya sangat catchy. Maya adalah terjemahan bahasa Indonesia dari kata ‘virtual‘ sedangkan Putri ialah nama populer sekaligus representasi dari gender tokoh itu.

Maya Putri diklaim sebagai YouTuber virtual pertama dari Indonesia. Mungkin sebagai bentuk apresiasi terhadap tempat dicetusnya gagasan agen virtual, ia mempunyai desain karakter ala tokoh anime yang dikombinasikan bersama sejumlah atribut khas Indonesia, contohnya pakaian berwarna merah putih serta pengguanaan pola batik berbeda di baju serta bandana.

Berdasarkan video introduksinya, Maya mengaku berasal dari kota Solo, namun kata-kata yang diucapkannya mengindikasikan kentalnya aksen bahasa Jepang. Dari penjelasan Shinta VR, ini merupakan salah satu cara agar Maya cepat populer di kalangan pecinta pop culture Jepang lokal serta khalayak global.

Maya Putri 1

Shinta VR penyampaikan bahwa proses pengembangan Maya Putri menyerupai prosedur penciptaan YouTuber virtual lain. Tim developer memanfaatkan software animasi 3D dan teknologi perekam gerakan untuk membuat avatar digital itu, kemudian konten-konten tersebut didistribusikan ke platform video sharing YouTube. Maya Putri sendiri ‘punya cita-cita’ buat menjadi penyanyi nasional.

Yang menarik dari teknologi YouTuber virtual di sana adalah, Shinta VR memastikan agar Maya Putri tak hanya jadi tontonan, namun bisa pula berinteraksi dengan pemirsa. Buat memamerkan kemampuannya itu, sang YouTuber digital pertama asal Indonesia akan menjadi tamu di acara Anime Festival Asia, yang dilangsungkan di akhir bulan Agustus nanti.

Di acara itu, Maya Putri akan menyanyikan lagu-lagu cover secara live serta berpartisipasi dalam sesi tanya jawab bersama pengunjung. Meski begitu, Shinta VR juga punya rencana untuk mempersiapkan Maya buat menyanyikan lagu orisinal, serta merilis stiker Line dan sejumlah merchandise di waktu yang akan datang.

Shinta VR membuka kesempatan bagi perusahaan lain untuk bekerja sama menciptakan karakter orisinal mereka. Tim akan menyediakan sistem dan panduan, mendukung proses produksi video, serta membantu mereka mendistribusikan YouTuber virtualnya.

Gandeng Botika, Angkasa Pura II Hadirkan Chatbot Bernama “Tasya”

Sejak awal tahun 2017 startup pengembang chatbot Botika menegaskan keseriusan mereka untuk melayani segmen pasar B2B. Terkini Botika didapuk oleh Angkasa Pura II untuk mengembangkan chatbot official mereka bernama Tasya (Travel Assitance System Angkasa Pura II).

Tasya akan hadir di platform Facebook Messenger Angkasa Pura II, LINE akun @angkasapura2, dan Telegram akun @angksapura2Bot. Selain itu, Tasya juga akan dipasang pada aplikasi mobile resmi bandara, website resmi Angkasa Pura II, dan kiosk yang ada di bandara Soekarno Hatta.

Founder Botika, Ditto Anindita, menceritakan ke depannya Tasya akan terus ditambahkan fitur dan akan hadir di platform yang lebih luas, termasuk WhatsApp.

“Secara berkala Botika akan menambahkan fasilitas-fasilitas baru yang berkaitan dengan layanan langsung bandara, seperti customer service, jadwal penerbangan, dan layanan pihak ketiga seperti tiket pesawat, hotel, tour dan lainnya,” terang Ditto.

Tasya juga menjadi kanal informasi bagi pengguna yang bisa memberikan informasi seperti proses check-in, lokasi tenant, prayer room, free charging spot, informasi keberangkatan dan kedatangan pesawat.

Dari segi fitur dan teknologi, Tasya didukung dengan machine learning dan NLP (Natural Language Processing), sehingga memudahkan pengguna dalam berinteraksi karena mampu mengerti bahasa yang digunakan sehari-hari.  

“Penggunaan machine learning dan NLP membuat chatbot mudah digunakan, juga merupakan salah satu kunci penting karena pengguna bandara berasal dari berbagai latar belakang  yang pastinya tidak semua familiar dengan teknologi,” imbuh Ditto.

Tasya juga dibekali dengan kemampuan untuk meneruskan pembicaraan bila chatbot tidak bisa menjawab pertanyaan dari pengunjung. Sehingga pengunjung bisa tetap mendapatkan informasi yang akurat.

“Khusus untuk customer service, Botika memiliki fasilitas tandem dengan human operator. Bila chatbot tidak bisa menjawab pertanyaan dari pengunjung, maka chatbot akan mengalihkan pembicaraan kepada human operator. Pengunjung tidak akan merasakan perpindahan ini, karena chat mereka akan dijawab langsung melalui channel yang saat itu mereka gunakan,” terang Ditto.

Bahasa.ai Ingin Hadirkan Mesin Chatbot dengan Bahasa Indonesia yang Lebih Baik

Bahasa.ai merupakan sebuah startup pengembangan NLP/NLU (Natural Language Processing/Understanding) untuk Bahasa Indonesia. Dikemas dalam PaaS (Platform as a Services), teknologi Bahasa.ai memungkinkan produk kecerdasan buatan memiliki kemampuan Bahasa Indonesia yang lebih relevan. Implementasi NLP/NLU bisa di berbagai macam area, salah satu yang paling populer saat ini untuk pengembangan layanan chatbot.

Hokiman Kurniawan, Co-Founder & CEO Bahasa.ai, menerangkan bahwa visi startup yang digawanginya ialah membuat mesin dapat berinteraksi mulus secara manusia dalam Bahasa Indonesia. Bahasa.ai berkomitmen menerapkan strategi kecerdasan buatan yang memberikan dampak nyata dalam bisnis. Sehingga Hokiman menegaskan bahwa ia tidak berfokus pada kuantitas implementasi, melainkan target capaian dari penerapannya.

“Mengenai chatbot, kami punya filosofi sendiri dalam membantu klien. Sekarang di market banyak chatbot gimmick, yaitu hanya dibuat supaya klien terlihat keren tanpa punya objektif bisnis tepat. Bahasa.ai menerapkan strategi chatbot yang memberikan impact bisnis. Artinya strategi chatbot ini hasilnya bisa dilihat di laporan keuangan klien. Misalnya salah satu klien kita yang berhasil meningkatkan sales 600-900 juta per bulan berkat strategi chatbot-nya,” terang Hokiman.

Selain Hokiman, Bahasa.ai didirikan oleh dua co-founder lainnya, yakni Fathur Rachman Widhiantoko (CTO) dan Samsul Rahmadani (Chief AI). Ketiganya adalah teman saat kuliah di Universitas Indonesia. Sempat riset bersama untuk masalah kecerdasan buatan juga. Bahasa.ai sendiri didirikan pada bulan Agustus 2017.

Co-founder Bahasa.ai
Co-founder Bahasa.ai

Dapat diterapkan untuk chatbot multi-kanal

Penggunaan Bahasa.ai untuk pengembangan chatbot dapat didesain multi-kanal. Jika penerapannya dalam bisnis jual-beli, chatbot dapat membantu proses transaksi dari aplikasi populer pelanggan (misal WhatsApp, LINE dll). Kemampuan ini dinilai akan menghadirkan layanan minim friksi, sehingga memberikan kenyamanan bagi pelanggan. Dalam skenario lain, bisa diterapkan juga untuk layanan pelanggan 24 jam.

“Banyak yang kami lakukan supaya engine bisa memiliki kemampuan Bahasa Indonesia paling baik. Dan banyak juga tantangannya, misalnya Bahasa Indonesia yang sehari-hari digunakan banyak sekali slangnya. Isitlah slang ini sangat dinamis, tiap saat bisa bertambah istilah baru. Bahasa.ai punya engine sendiri yang tugasnya melakukan pemanenan data di media sosial. Nanti data itu bakal diolah oleh engine lainnya supaya data Bahasa Indonesia diperbarui,” lanjut Hokiman.

Untuk meningkatkan operasional bisnis, Bahasa.ai mengaku tengah menyelesaikan fundraising – akan diumumkan dalam waktu dekat. Selain itu, Bahasa.ai juga terpilih menjadi salah satu kontingen program akselerasi Plug and Play Batch 3 bersama 16 startup lainnya.

“Target kami tahun 2018 hanya akan melayani maksimal 8 klien saja. Tapi kami ingin lihat semua produknya dapat mendatangkan revenue tambahan. Yang salah di industri kini, AI banyak yang dijadikan gimmick. Akhirnya ini akan merugikan industri. Padahal AI punya potensi yang sangat besar sekali. Mungkin sekarang jaman yang mudah bagi SaaS AI untuk jualan, tapi bukan itu yang kami cari,” tutup Hokiman.

Anki Vector Adalah Robot Mungil yang Mandiri dan Penuh Kepribadian

Melihat perkembangan pesat teknologi robotik dan artificial intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit yang membayangkan skenario masa depan di mana robot berhasil memperbudak manusia. Bahkan sosok jenius macam Elon Musk dan almarhum Stephen Hawking pun percaya kemungkinan seperti ini bisa terjadi.

Lain halnya dengan perusahaan robotik dan AI bernama Anki. Mereka ingin membuktikan hal sebaliknya, bahwa robot juga bisa berteman dengan manusia. Dua tahun lalu, mereka pun memperkenalkan Cozmo, robot mungil yang punya kepribadian dan dirancang untuk menjadi penggembira keseharian manusia.

Anki Vector

Anki masih sangat percaya dengan visinya itu. Mereka bahkan ingin membuktikannya lebih jauh lagi. Dari situ lahirlah Anki Vector, saudara sekaligus suksesor Cozmo yang jauh lebih cerdas. Wujudnya memang mirip, begitu juga fungsi-fungsi mendasarnya, akan tetapi Anki telah menerapkan sederet pembaruan yang punya dampak sangat signifikan.

Yang paling utama, kalau Cozmo memerlukan koneksi konstan ke smartphone untuk melancarkan semua aksinya, Vector tidak demikian. Sambungan dengan smartphone hanya diperlukan pada setup awalnya. Setelahnya, Vector bisa ‘hidup’ sendiri tanpa bantuan smartphone.

Anki Vector

Rahasianya terletak pada penggunaan prosesor Qualcomm APQ8009, yang pada dasarnya mirip seperti prosesor smartphone, hanya saja dirancang secara spesifik untuk perangkat IoT (Internet of Things) dengan mempertimbangkan faktor-faktor krusial seperti dimensi, efisiensi energi, dan lain sebagainya. Sebagai robot mungil yang mandiri, Vector merupakan kandidat kuat untuk prosesor ini.

Berkat prosesor tersebut, Vector bisa menerapkan kapabilitas berbasis AI maupun kebutuhan komputasi lainnya secara lokal. Ia memang masih perlu terhubung dengan jaringan cloud (via Wi-Fi), akan tetapi ini hanya untuk menerima firmware dan software update, serta untuk mengolah perintah suara dengan teknik natural language processing.

Anki Vector

Perintah suara? Ya, Vector bisa mendengar. Tidak seperti Cozmo, Vector telah dibekali empat buah mikrofon berteknologi beam-forming. Cukup panggil dia dengan frasa “Hey Vector”, maka Vector langsung siap menerima instruksi maupun mendengar pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya.

Kamera HD dengan sudut pandang 120º masih ada dan masih berperan sebagai indera penglihatan di sini. Wajahnya juga diisi oleh panel layar IPS berwarna untuk mengekspresikan beragam perasaannya. Ia bahkan bisa bereaksi terhadap sentuhan manusia berkat panel kapasitif yang tertanam di bagian punggungnya.

Anki Vector

Anki mengklaim bahwa secara total ada nyaris 700 komponen yang membentuk Vector. Itu termasuk beraneka sensor seperti 4 sensor infra-merah di bagian bawahnya yang berfungsi untuk mencegah Vector terjatuh saat berada di ujung permukaan, serta scanner laser di bawah wajahnya untuk memetakan lingkungan di sekitarnya dengan radius maksimum sekitar 90 cm.

Ketika baterainya hampir habis, Vector bakal bergerak sendiri menuju charging dock-nya untuk ‘mengisi bensin’. Sifat mandiri dan disiplin memang sudah semestinya tidak mengenal ukuran, apalagi dalam konteks robot.

Anki Vector

Sama seperti Cozmo, Vector juga dipastikan bakal bertambah pintar seiring Anki merilis update demi update. Komitmen Anki ini pun sudah terbukti; selama dua tahun Cozmo berkiprah, sudah ada 23 update yang dirilis untuknya, dan itu semua bisa didapat tanpa biaya ekstra.

Berhubung Vector lebih pintar, wajar kalau harga jualnya lebih mahal ketimbang Cozmo. Anki bakal memasarkannya mulai tanggal 12 Oktober mendatang seharga $250. Anki pun juga melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter bagi yang tertarik melakukan pre-order sekaligus mendapatkan potongan harga, meski ini hanya berlaku untuk konsumen di Amerika Serikat saja.

Sumber: 1, 2, 3.

June Adalah Oven Pintar Bertenaga AI dan Jeroan ala Smartphone

Sekitar dua tahun yang lalu, sebuah oven pintar bernama June hadir dengan ide yang tak lazim: memanfaatkan artificial intelligence (AI) untuk memasak berbagai bahan makanan dengan tingkat kematangan yang sempurna, tanpa campur tangan terlalu banyak dari manusia. Nyaris semua klaim pengembangnya dapat June lakukan dengan baik, tapi masalah utamanya cuma satu: harganya nyaris $1.500.

Harga itu jelas kelewat mahal, dan dalam kurun waktu dua tahun ini, pengembangnya sudah banyak belajar. Mereka pun memperkenalkan June Oven generasi kedua. Kelebihannya, hampir semua yang bisa dilakukan pendahulunya tersedia di sini, namun konsumen hanya perlu menebus sebesar $600 ‘saja’.

2nd generation June Oven

Ya, $600 memang masih termasuk mahal untuk sebuah oven, namun pada kenyataannya memang belum ada oven lain yang secanggih June. Sistem kecerdasan buatan masih menjadi salah satu fitur unggulan di generasi keduanya ini, demikian pula jeroan ala smartphone, spesifiknya chip Nvidia Tegra K1 dengan prosesor quad-core 2,3 GHz.

Tidak, oven ini tidak bisa Anda pakai bermain Clash of Clans selagi menunggu masakan di dalamnya matang meskipun ia mengemas layar sentuh 5 inci. Layar sentuh itu berguna untuk mengoperasikan oven, dan pada generasi keduanya ini sudah tidak ada lagi kenop stainless steel di bawah layar demi menekan ongkos produksi sekaligus harga jualnya.

Juga absen adalah kemampuan menimbang June generasi pertama. Menurut penjelasan CEO-nya, Matt Van Horn, fitur ini rupanya tidak banyak dipakai oleh konsumen June. Menghapuskannya sekali lagi membantu June untuk semakin menekan harga jual oven pintar generasi keduanya ini.

2nd generation June Oven

Selebihnya, June generasi kedua masih mirip seperti sebelumnya. Di samping chip Nvidia itu tadi, kamera HD yang terdapat di biliknya juga masih ada, yang tetap berfungsi sebagai ‘mata’ buat June. Biliknya sendiri yang berkapasitas 28 liter dan dibuat dari bahan stainless steel kini diklaim lebih mudah dibersihkan.

Kemampuan memasaknya pun tidak berubah, masih mengandalkan elemen pemanas serat karbon yang bisa naik suhunya lebih cepat, sehingga tahap pre-heating sama sekali tidak diperlukan. Selama memasak, pengguna bisa menanyakan sisa waktu yang June perlukan kepada Alexa via smart speaker Amazon Echo. Jumlah preset memasaknya pun telah bertambah dari yang sebelumnya cuma 25 menjadi 100 jenis masakan. June rupanya banyak belajar dari masukan konsumen selama dua tahun ini.

2nd generation June Oven

Via software update, oven pintar ini bisa ditingkatkan fungsionalitasnya, sama seperti mobil Tesla. Contohnya, pada generasi pertamanya, June kerap menjumpai kesulitan memasak bacon, sebab preset yang tersedia untuk bahan ini cuma ada satu saja. Berdasarkan masukan konsumen, June kini memiliki 64 preset yang berbeda hanya untuk bacon saja.

Jumlah preset yang begitu banyak ini diperlukan sebab faktor yang berpengaruh dalam memasak bacon pun juga banyak; semisal jumlah potongannya, menggunakan lapisan aluminium foil atau tidak, dan lain sebagainya. Selanjutnya, demi memudahkan, AI milik June secara proaktif akan memilih preset yang diperlukan berdasarkan preferensi konsumen yang dicantumkan.

Ketika semua kecanggihan itu ditimbang, maka $600 tidak akan terasa terlalu mahal, apalagi mengingat fiturnya bisa terus bertambah seiring berjalannya waktu. CEO June bahkan sempat mengutarakan rencana mereka untuk menambahkan fitur yang mampu mengubah fungsi June menjadi rice cooker.

2nd generation June Oven

Sumber: Engadget.

Kata.ai Updated to a New Version, Introduces “Bot Template” Feature

Chatbot service provider startup Kata.ai launches the latest platform, Kata Platform 2.5. In the latest version, Kata.ai has some new updates, including better UI/UX, bot template, a more complete documentation and easier tracking error.

“Overall, the improvement we’ve done in this version has made the platform easier to use than the previous one. The current UI (User Interface) is more user-friendly, and reduce the learning curve for developers when first using the platform. Obviously, it can fasten the chatbot making process. Particularly with the templates to use by the developer in creating chatbot, and a more complete documentation as references,” Irzan Raditya, Kata.ai‘s CEO, explained.

One of the highlights in this updates is the bot templates. A feature providing chatbot samples in Kata Platform which changeable and ready to use by developers. Therefore, the chatbot development process doesn’t start from zero.

Kata.ai currently has 3 chatbot templates, Bot API (chatbot which can connect to the 3rd party API), Button Bot (chatbot that comes with buttons as the UI elements in conversation), and Shopping Bot (chatbot which can be used to facilitate transactions or purchases). The number of chatbots IS promised to be increased due to various needs.

Raditya mentioned, Kata.ai is quite confident about the latest platform. It can’t be separated from many users’ input accommodated in the latest update.

“We want the chatbot development process in this platform to be faster, for many developers creating chatbot. Since the 2.5 platform launched a few weeks ago, thousands of active bots are created by the developers using our platform,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian