B Capital Ungkapkan Potensi B2B Commerce di Indonesia

B2B commerce merupakan salah satu bisnis turunan dari e-commerce, yang menargetkan pebisnis (UMKM ataupun korporasi) sebagai pangsa pasarnya. Berbeda dengan e-commerce yang umum digunakan konsumen akhir, model B2B memiliki kapabilitas yang unik, disesuaikan kebutuhan pelaku bisnis dalam melakukan pengadaan barang ataupun pembiayaan.

B Capital adalah salah satu pemodal ventura global yang juga memiliki porsi untuk startup Indonesia. Salah satu hipotesis investasinya ada di area B2B Commerce. Mereka menyebut, momentum digitalisasi UMKM menjadi titik kunci yang membuka potensi besar pengembangan B2B Commerce di Indonesia dan Asia Tenggara.

Selain itu, faktor lain yang juga disoroti adalah pentingnya pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan relasi, memastikan kesesuaian antara produk dan pasar, serta future-proofing untuk memberikan pemain B2B visibilitas yang lebih luas di seluruh rantai nilai.

Untuk membicarakannya lebih detail, VP Strategy & Operation B Capital Karl Noronha, menyampaikan sejumlah strategi yang bisa diterapkan oleh startup di Indonesia yang ingin menyasar segmen B2B.

Unit ekonomi B2B commerce

Terkait hipotesis B Capital tentang potensi B2B commerce di Indonesia, Noronha menegaskan bahwa model bisnis tersebut telah menjadi salah satu vertikal utama firmanya. Ada beberapa alasan yang melandasi, di antaranya adalah pasar B2B yang terus tumbuh di kalangan menegah hingga meningkatnya adopsi digital di seluruh rantai pasokan (first mile/last mile, pergudangan, manajemen transaksi, dan pemasaran).

Sementara itu founder dan founding team yang kuat dengan pengetahuan industri yang mendalam dan pengalaman eksekusi terkait dengan lanskap B2B/ritel, juga menjadi alasan besarnya peluang B2B commerce saat ini di Indonesia.

Mereka juga melihat adanya pergeseran fokus di sektor B2B commerce, yang awalnya pengadaan untuk korporasi, sekarang kebanyakan bermain dalam rantai pasokan untuk UMKM. Menurut Noronha, secara unit ekonomi apakah langkah tersebut menjadi lebih profitable atau tidak, semua tergantung kepada margin value chain. Namun sebagai aturan umum, pemain B2B commerce dapat meningkatkan ekonomi unit mereka dan mencapai EBITDA+.

Hal itu bisa terjadi jika startup terkait mampu mengembangkan hubungan di sisi prinsipal/permintaan yang kuat. Kemudian memiliki kontrak penawaran eksklusif/jangka panjang. Juga membangun hubungan dengan toko/kontraktor ritel yang kurang terlayani yang bersedia membayar lebih untuk distribusi yang bisa diandalkan.

“Kami biasanya melihat pemain B2B commerce memulai dengan mendistribusikan produk komoditas dengan margin rendah, untuk mengembangkan jaringan distribusi/kontrak mereka. Seiring berjalannya waktu, mereka akan mencoba bertransisi untuk menjual barang bernilai lebih tinggi, membangun hubungan prinsipal langsung atau mengembangkan produk private label mereka sendiri untuk meningkatkan margin mereka dan menjadi mitra yang lebih bernilai bagi pengecer/pelanggan akhir.”

Perkembangan B2B commerce juga cukup signifikan, tren teranyar juga terjadi di ranah material/konstruksi. Melihat tren tersebut Noronha mengungkapkan, potensi sektor material/konstruksi B2B memiliki Serviceable Available Market (SAM) yang besar. Secara internal, B Capital memperkirakan mencapai $33 miliar. Namun demikian itu bisa sangat konservatif, mengingat pemerintah telah mengumumkan lebih dari $460 miliar proyek infrastruktur yang akan diselesaikan pada tahun 2026.

“Pasar konstruksi/material Indonesia sangat terfragmentasi dalam hal inovasi produk, pengadaan, dan digitalisasi. Perusahaan konstruksi skala kecil hingga menengah biasanya mengambil bahan dari basis pemasok UMKM yang tidak terorganisir yang memiliki rangkaian produk terbatas dan kontrol kualitas serta ketertelusuran sehubungan dengan pengiriman.”

Strategi mengakuisisi “warung”

Layanan B2B commcere juga mulai banyak yang memfokuskan untuk mengakomodasi kebutuhan pengadaan di warung. Bagi startup yang saat ini mengincar warung sebagai target pasar mereka, ada beberapa strategi yang dibagikan oleh Noronha untuk bisa bersaing secara positif, yaitu fokus kepada dua acquisition channel.

Yang pertama adalah dengan melancarkan pendekatan secara langsung. Idealnya memiliki tenaga penjualan khusus yang bertanggung jawab untuk orientasi pelanggan, membantu memenuhi pesanan, mendorong kampanye penjualan dan pemasaran (untuk pemasok) dan memberikan dukungan pelanggan secara umum.

“Dengan memiliki agen yang langsung turun ke lapangan, bisa membangun hubungan dengan masyarakat dan pemilik warung. Ke depannya, tim penjualan tersebut dapat melatih pemilik/operator warung untuk memesan ulang dan mengelola dukungan pelanggan langsung melalui aplikasi mereka.”

Strategi lainnya yang juga bisa diterapkan adalah fokus kepada pendekatan digital. Apakah itu melalui media sosial seperti Facebook atau lainnya, beberapa perusahaan B2B telah mengadopsi pendekatan digital untuk mengakuisisi warung. Pendekatan ini telah berhasil dilakukan di antara penjual komunitas (seperti Teman Ula) yang paham digital dan melakukan agregasi permintaan melalui WhatsApp dan melakukan pemesanan gabungan pada aplikasi seperti Ula.

Startup E-commerce B2B “Sinbad” Dikabarkan Galang Dana Seri A Dipimpin Centauri Fund

Startup e-commerce B2B Sinbad dikabarkan menggalang pendanaan seri A yang dipimpin oleh Centauri Fund, dana kelolaan patungan antara Telkom dan KB Financial Group.

Menurut sumber DailySocial.id, putaran yang bernilai $5,5 juta (lebih dari 85,9 miliar Rupiah) ini juga diikuti investor lainnya, seperti Genesia Ventures, Central Capital Ventura, dan MDI Ventures. Dua nama terakhir merupakan investor lama Sinbad yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya. MDI Ventures memimpin putaran tahap awal untuk Sinbad pada awal tahun 2020.

Startup yang dirintis pada 2018 oleh Emilio Wibisono dan Jabert Hachchouch ini bermain di ranah e-commerce B2B yang memiliki misi ingin menyederhanakan rantai pasok di Indonesia, mempermudah pedagang dan pemasok dalam proses pengadaan. Diklaim pemesanan produk melalui Sinbad akan langsung terhubung ke distributor utama dengan tarif terendah yang ada di pasaran.

Kategori produk yang dijual Sinbad mayoritas adalah FMCG, mulai dari makanan, minuman, susu, perawatan tubuh, perlengkapan bayi, dan hewan peliharaan. Seluruh barang ini disuplai oleh brand prinsipal utama.

Perusahaan mengklaim telah memiliki 5 ribu+ total SKU, berasal dari 80 brand. Sinbad disebutkan telah menjangkau lebih dari 150 kota untuk persebaran jaringan toko dan pemasok. Tidak banyak informasi lainnya yang bisa digali mengenai pencapaian Sinbad sejak berdiri hingga sekarang.

Tak hanya kemudahan berbelanja dengan harga kompetitif langsung dari pemasok, Sinbad juga menawarkan kemudahan belanja dengan fitur bayar nanti (paylater). Sebetulnya, solusi yang ditawarkan Sinbad bukanlah barang baru di Indonesia. Perusahaan berkompetisi langsung dengan pemain lainnya, seperti GudangAda, Credibook (CrediMart), Ula, Warung Pintar, GoToko, Dagangan, dan lainnya, untuk permudah pemilik warung berbelanja.

Potensi digitalisasi warung

Solusi untuk warung ini sebetulnya menyelesaikan isu yang sangat mendasar. Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial perbankan (unbankable) – sehingga sulit bagi mereka untuk mengakses layanan digital transaksional secara langsung. Warung berpeluang untuk menjadi medium inklusi keuangan, khususnya lewat layanan digital.

Warung adalah sistem bisnis yang paling menjangkau – tempat ekonomi mikro di berbagai penjuru Indonesia berputar. Menurut data Sensus Ekonomi 2016 yang dirilis BPS, dari 26,4 juta unit Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), sebanyak 46,38% masuk dalam kategori “Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor” – warung masuk di sana. Jumlah ini sekaligus menjadi yang paling besar di antara jenis usaha lain yang ada di Indonesia.

Diestimasi, ekonomi warung informal Indonesia saat ini terdiri dari 168 juta orang yang bertransaksi $252 miliar setiap tahun. Dalam rangka menuju ekonomi digital yang inklusif, maka digitalisasi sangat penting untuk mengatasi masalah inti yang dihadapi oleh warung di lingkungan kecil ini.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Co-Founder Ula Nipun Mehra menjelaskan analisisnya mengapa startupnya mantap merambah sektor ini. Menurutnya, ritel tradisional seperti warung adalah pilar utama ekonomi Indonesia. Tulang punggung dari ekonomi konsumsi, sekaligus mempekerjakan jutaan orang.

“Peritel tradisional tergolong cost-effective dan memiliki pengetahuan mendalam mengenai pasar lokal. Namun, sektor ini adalah bagian paling rentan dari value chain karena mereka biasanya bekerja secara individual dengan skala kecil,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here

Gokomodo Ramaikan Persaingan Industri Agritech di Indonesia

Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama nusantara dan penyumbang terbesar kedua bagi perekonomian negara. Menariknya sektor ini juga telah menunjukkan ketahanan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Selama beberapa dekade terakhir, pertanian telah mengalami banyak kemajuan teknologi yang pesat. Mulai di sisi inklusi keuangan —dari petani yang unbankable menjadi bankable—hingga pemanfaatan platform teknologi untuk peningkatan produktivitas.

Gokomodo merupakan salah satu perusahaan agri-commerce B2B untuk rantai pasok serta layanan agribisnis di Indonesia. Melalui platformnya, perusahaan menawarkan solusi pengadaan, jual-beli, dan distribusi. Misinya adalah membuka akses seluas-luasnya bagi para pemangku kepentingan ke produk agrikultur berkualitas dengan kemudahan akses dan harga yang kompetitif.

Platform commerce Gokomodo menawarkan berbagai produk terkait kebutuhan pertanian — mulai dari pupuk, herbisida, benih hingga bahan sipil, peralatan keselamatan, dan banyak lagi.

Bukukan pendanaan awal

Berdasarkan informasi dari data regulator, perusahaan telah menerima pendanaan tahap awal sebesar $1 juta atau sekitar 15 miliar Rupiah dari East Ventures dan Waresix. Terkait ini, pihak terkait masih enggan memberikan komentar.

Gokomodo memiliki tiga unit bisnis utama, yakni platform pengadaan digital (e-procurement), agri-commerce (e-commerce khusus untuk produk pertanian/agrikultur), dan hub sebagai jaringan distribusi.

Berdiri sejak tahun 2019, sistem platform eProcurement Gokomodo terus berkembang pesat dan telah memiliki lebih dari 2.000 penjual dan puluhan pembeli, terutama untuk produk kelapa sawit. Ekosistemnya telah dipercaya oleh para pemain besar di sektor tersebut, seperti Sampoerna Agro, First Resources Ltd., Bumitama Gunajaya Agro Ltd., dan Global Palm Resources.

Dalam pernyataan resmi, Co-Founder & CEO Gokomodo Samuel Tirtasaputra mengungkapkan, “Kami berupaya menjembatani kendala yang dimiliki buyer dan seller. Digitalisasi proses bisnis untuk menciptakan ekosistem digital yang menguntungkan kedua belah pihak adalah solusi yang dapat kami tawarkan. Tidak hanya untuk perusahaan, kami juga mengembangkan ekosistem digital yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh smallholders“.

Gokomodo memiliki visi untuk memberikan akses mudah terhadap produk agrikultur berkualitas, dengan menjadi platform dan layanan rantai pasok terdepan di agribisnis dan komoditas. Di tahun 2022 ini, pihaknya juga akan terus menjalankan ekspansi bisnis, diiringi dengan penyempurnaan fitur-fitur platform Gokomodo demi mendapatkan solusi terbaik bagi para pengguna.

Indonesia memiliki area agrikultur seluas 42,3 hektar sepertiganya (16 juta hektar) merupakan perkebunan kelapa sawit. Berbagai pihak dan lapisan masyarakat terlibat aktif sebagai pemangku kepentingan, mulai dari perusahaan perkebunan, Koperasi Unit Desa (KUD), Toko Tani, hingga Petani.

Di sisi lain, sektor agrikultur juga menyumbang 14% kepada Produk Domestik Bruto (PDB) negara, mempekerjakan sepertiga dari total angkatan kerja di Indonesia, dan 93% pelaku usaha agrikultur terdiri dari petani individu berskala kecil.

Pada bulan April lalu, Gokomodo telah meresmikan hub pertamanya dengan menggandeng Koperasi Unit Desa (KUD) Mesuji, Sumatera Selatan sebagai mitra. Hub ini berfungsi sebagai perpanjangan bisnis yang memungkinkan KUD dan toko tani memesan produk pertanian secara online. Produk tersebut selanjutnya akan dikirim dari gudang untuk diambil pembeli di hub Gokomodo di seluruh Indonesia.

Investasi di sektor agritech Indonesia

Belakangan ini, kinerja startup tanah air sempat diguncang isu tidak menyenangkan. Salah satunya datang dari startup agritech Tanihub yang di awal tahun ini sempat melakukan perombakan bisnis dengan menghentikan kegiatan operasional di dua pergudangan (warehouse) miliknya di Bandung dan Bali. Sebagai dampak dari kebijakan ini, perusahaan juga dikabarkan melakukan PHK karyawan.

Kendati demikian, pendanaan di sektor ini tidak semata-mata menyusut. Selain Gokomodo, beberapa startup yang memiliki fokus di sektor agrikultur juga berhasil mengamankan pendanaan, termasuk AgriAku (GoVentures dan MDI Arise), ARIA (GK-Plug and Play Indonesia dan East Ventures), PasarMikro (Gayo Capital dan 1982 Ventures), serta Eratani (Trihill Capital dan Kenangan Kapital).

Daftar di atas membuktikan bahwa minat investor untuk berinvestasi di sektor ini tidak menurut. Selain itu, sektor pertanian Indonesia juga terbukti memiliki potensi yang masih sangat besar untuk digarap.

Menurut riset McKinsey tahun 2020, pemanfaatan teknologi digital dalam sektor pertanian bisa membawa dampak positif bagi para petani dan meningkatkan output ekonomi hingga 94.846 triliun Rupiah atau $6,6 miliar per tahun.

Application Information Will Show Up Here

Tokban Hadir sebagai Marketplace B2B Pemenuhan Bahan Bangunan

Salah satu sektor yang hingga saat ini masih memiliki potensi besar adalah konstruksi dan bangunan. Mulai dari penyediaan bahan bangunan untuk memenuhi kebutuhan toko bangunan, kontraktor, hingga pengembang.

Melihat peluang tersebut, Tokban (Toko Bangunan) hadir memberikan layanan dan solusi terpadu kepada mereka yang membutuhkan. Dengan opsi produk lokal hingga pemilihan pembayaran yang beragam, platform tersebut diharapkan bisa menjadi pilihan dalam pemenuhan bahan konstruksi, MRO (maintenance, repair, and operation), dan kebutuhan renovasi rumah lainnya.

“Berangkat dari pengalaman, saya melihat dari dulu hingga saat ini konstruksi masih menjadi bisnis yang menguntungkan. Namun sampai saat ini masih sangat terfragmentasi dari sisi penyediaan karena kebanyakan mereka hanya bisa memberikan pilihan brand secara terbatas, sehingga menyulitkan mereka untuk menjalin kerja sama dengan brand lainnya,” kata Co-founder & CEO Tokban Jordy Salim.

Ditambahkan olehnya, bagi para kontraktor dan pengembang ketika ingin mendapatkan quotation pilihan bahan bangunan masih menemukan berbagai kesulitan. Kesulitan tersebut termasuk terkait cara menghubungi supplier dan principal untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka.

“Saat bertemu dengan Co-founder Tiffany Alice Munroe, akhirnya kita mulai mencari cara ideal untuk dapat memenuhi kebutuhan toko bangunan dan kontraktor. Alasan kami memilih kedua pembeli ini adalah dilihat dari model kerja mereka yang sudah sangat teratur dan bisa diandalkan,” kata Jordy.

Bahan bangunan yang tersedia di Tokban beragam, mulai dari cat, peralatan rumah, aksesori pintu, dan lainnya. Meskipun saat ini mereka fokus kepada segmen B2B, namun tidak menutup kemungkinan ke depannya Tokban bisa menjadi platform terpadu yang bisa menghadirkan layanan seperti tukang dan lainnya untuk segmen B2C.

Kendati belum banyak, akhir-akhir ini sejumlah startup hadir mencoba menyelesaikan isu di sektor properti — khususnya dalam pemenuhan dan manajemen konstruksi. Di antaranya BRIK dan GoCement yang menghadirkan platform B2B Commerce untuk pemenuhan bahan bangunan. Ada juga AMODA untuk manajemen proyek. Ketiga startup tersebut sudah membukukan pendanaan awal.

Pilihan pembayaran paylater

Selain mengambil keuntungan dari penjualan sekitar 15% margin dari supplier dan principal, Tokban juga memberikan opsi pembayaran kepada pembeli melalui opsi paylater hingga Rp2 miliar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Dengan demikian bagi para pembeli seperti toko bangunan dan kontraktor, bisa memenuhi kebutuhan tanpa adanya hambatan biaya.

Pilihan tersebut diberikan karena melihat kebiasaan dari toko bangunan yang kerap memberikan pilihan pembayaran usai pekerjaan selesai, kepada pelanggan yang mereka percaya.

“Berangkat dari konsep itulah kami memastikan kepada supplier dan principal bahwa pembeli Tokban kemudian bisa melakukan pembayaran dengan opsi paylater. Tentunya setelah proses penyaringan kami lakukan. Untuk bisa menyediakan layanan ini kami bekerja sama dengan perusahaan multifinance,” kata Co-founder Tokban Tiffany Alice Munroe.

Tokban merupakan salah satu startup yang mengikuti program Cohort 6 Accelerating Asia. Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021. Cohort 6 merupakan investasi gelombang kedua untuk Fund II yang akan menyebarkan modal ke startup pra-seri A di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Selatan.

Saat ini Tokban telah mendapatkan modal dari program akselerasi Accelerating Asia. Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan berencana untuk menggalang dana tahapan awal tahun ini.

Tokban juga memiliki rencana untuk bisa mengakuisisi 1000-2000 pembeli baru dalam platform. Saat ini mereka telah bermitra dengan lebih dari 100 supplier dan principal. Untuk area layanan saat ini Tokban masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Namun ke depannya dilihat dari peluang yang ada, tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan ekspansi di luar Jabodetabek.

“Tokban menjadi relevan hadir di Indonesia, sebagai negara berkembang masih banyak pembangunan yang dilakukan di berbagai lokasi. Dengan demikian Tokban bisa menjadi platform yang tepat mendukung pihak terkait untuk melancarkan konstruksi bangunan,” kata Tiffany.

Juragan Material Raih Pendanaan Awal 60 Miliar Rupiah Dipimpin Go-Ventures

Infrastruktur yang kokoh, lengkap, dan menyeluruh merupakan fondasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan transformasi. Dalam proses pembangunan konstruksi, pengadaan barang/jasa kerap menjadi rintangan tersendiri. Berbagai upaya dan inovasi dilakukan untuk membuat proses ini lebih efektif, efisien, adil, terbuka, transparan, dan akuntabel; salah satunya melalui “Juragan Material”.

Platform teknologi konstruksi asal Indonesia ini telah berhasil meraih pendanaan tahap awal (seed) sebesar $4 juta atau sekitar 60 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Turut berpartisipasi dalam putaran ini Susquehanna International Group (SIG).

Dana segar ini rencananya aka digunakan untuk mengembangkan timnya secara agresif di lini produk, pengembang, penjualan, hingga operasional. Lalu, perusahaan juga akan memperkuat penetrasi pasar konstruksi B2B dan pasar bahan bangunan serta terus berinovasi dan memperdalam kapabilitas ekosistem produknya.

Dimulai dari platform B2B Commerce

Didirikan pada tahun 2021, Juragan Material adalah platform digital yang bertujuan untuk mendigitalkan industri konstruksi. Platform ini dimulai dengan platform B2B commerce untuk bahan bangunan, menawarkan pelanggan dengan solusi end-to-end dalam sumber bahan. Melalui platformnya mereka mengupayakan pilihan produk yang komprehensif, ketersediaan stok, transparansi harga, logistik terintegrasi, dan beberapa pilihan pembayaran.

Juragan Material juga memiliki misi untuk memberikan value kepada kontraktor dan pemilik proyek dengan menawarkan kepada mereka pilihan produk yang komprehensif, visibilitas pasokan yang lebih baik, dan logistik yang andal untuk mengelola proyek mereka secara lebih efisien.

Saat ini sudah ada lebih dari 9.000 SKU produk dan lebih dari 180 merek di seluruh produk struktural, arsitektur, mekanik, dan elektrik yang terpasang dalam platform.

Sebagai perusahaan yang menjalankan model bisnis yang cukup baru, pihaknya mengaku sebagai perusahaan teknologi konstruksi dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Dalam satu tahun terakhir, perusahaan telah menggandakan rata-rata GMV setiap bulan sambil mempertahankan unit ekonomi yang positif. Hingga saat ini, sudah lebih dari 250 proyek telah dikerjakan bersama sekitar 225 vendor yang tergabung.

Hal ini dimungkinkan oleh tim pendiri yang memiliki latar belakang kuat dalam dunia konstruksi dan teknologi. Sebelum mendirikan Juragan Material, CEO Tito Putra adalah Managing Director dari sebuah perusahaan kontraktor bangunan yang telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun, dengan fokus pada proyek industri dan komersial menengah hingga besar. Tito didampingi oleh COO Graceila Putri, dengan pengalaman sebelumnya sebagai Product Associate di Amazon dan Growth untuk sebuah perusahaan kontraktor bangunan.

Dari sisi penjualan, tim ini juga didukung oleh CMO Ricky Fernando, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dalam pemasaran dan operasi di Mortindo, salah satu produsen mortar terkemuka di Indonesia (bagian dari grup Triputra). Serta CPO Meichael Surja, yang sebelumnya adalah seorang arsitek dan kontraktor untuk proyek perumahan selama lebih dari 15 tahun.

“Misi kami yang pertama dan utama adalah mendigitalkan industri konstruksi Indonesia. Kami beruntung melihat momentum pertumbuhan yang kuat di semua metrik utama, yang tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan dari kontraktor setia dan mitra pemilik proyek kami,” ujar Tito.

Ia melanjutkan, “Pendanaan baru ini akan memungkinkan kami untuk meningkatkan dampak kami dengan terus meningkatkan platform kami dan meluncurkan solusi teknologi yang lebih inovatif, seperti alat dan layanan manajemen alur kerja untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas para pemangku kepentingan kami.”

Perusahaan mengaku akan terus memperluas dan mengembangkan berbagai fitur dan produk untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas pemangku kepentingan kami. Melangkah lebih dekat ke dunia konstruksi yang efisien, satu layanan pada satu waktu.

Digitalisasi procurement di sektor bahan bangunan

Sebagai salah satu lini bisnis dengan pemain yang masih terbatas, layanan pengadaan di sektor konstruksi ini terlihat cukup menarik minat investor. Sebelum pengumuman pendanaan dari Juragan Material mengudara, sudah ada beberapa bisnis yang menyediakan solusi sejenis. Salah satunya adalah BRIK, startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan yang baru saja meraih pendanaan awal dari sejumlah investor.

Selain itu di akhir tahun 2021, Startup marketplace B2B khusus konstruksi “GoCement” berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), sektor konstruksi di Indonesia sendiri merupakan kontributor yang signifikan terhadap PDB negara. Nilai pasar bahan bangunan dan konstruksi sendiri telah mencapai $72 miliar dengan lebih dari 200.000 perusahaan konstruksi.

“Terlepas dari pentingnya bagi perekonomian Indonesia, rantai pasokan sektor ini sangat terfragmentasi dengan banyak lapisan, mengakibatkan permintaan dan pasokan yang tidak dapat diprediksi, kurangnya transparansi harga, kualitas bahan yang tidak konsisten, dan kurangnya koordinasi secara keseluruhan. Kurang dari 1% transaksi rantai pasokan ditangkap secara digital, sehingga kontraktor dan pemilik proyek harus menggunakan metode pengadaan yang sangat tidak efisien dan rumit,” kata Arum Putri, Vice President Go-Ventures

BRIK Dikabarkan Dapat Pendanaan Awal 59 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures [UPDATED]

Startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan “BRIK” dikabarkan mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor. BRIK memanfaatkan teknologi untuk memberikan pengalaman pendanaan dan distribusi yang lebih efisien di ekosistem konstruksi. Mereka melayani pelanggan institusional dan gerai ritel.

Menurut sumber yang dekat dengak kesepakatan ini, pendanaan awal yang bernilai hampir $4 juta (atau 59,5 miliar Rupiah) ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan Accel, Infra.Market, Alto Partners, BizOnGo, dan sejumlah angel investor — termasuk eksekutif YummyCorp, KoinWorks, Bank Aladin Syariah, Bilah Metal, Goldman Sachs, LVMH Catterton, dan Kementerian Dikbudristek.

BRIK didirikan oleh 4 orang founder, dua di antaranya mantan VP SEA Invesment di Jardines dan salah satu co-founder di iDexpress.

Produk yang dijajakan BRIK cukup beragam, mulai dari pasir, semen, baja, beton, sampai bahan kimia yang biasa digunakan dalam konstruksi. Solusi yang ditawarkan berfokus produk konstruksi volume tinggi di bawah mereknya sendiri. Dengan demikian mereka ingin memecahkan masalah seperti kurangnya transparansi harga, kualitas yang tidak dapat diandalkan, basis vendor yang terfragmentasi, dan logistik yang tidak efisien.

Model bisnis

Mengutip dari informasi di situs resminya, BRIK mengembangkan produk konstruksi sendiri dengan kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan riset yang telah dilakukan tim. Keunggulan kompetitifnya antara lain terletak pada kemampuan mereka dalam memperpendek rantai pasok/supply chain. Perusahaan juga menyediakan sistem cloud manufacturing dan retail as a services.

Lewat mekanisme cloud manufacturing, perusahaan merangkul rekanan pemasok bahan bangunan untuk membantu perusahaan memproduksi barang — BRIK memberikan jaminan penjualan lewat kanal yang dimiliki. Sementara mekanisme retail as a services memungkinkan siapa saja untuk bergabung menjadi agen BRIK.

Visi BRIK adalah untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform pengadaan berteknologi tinggi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi.

Sebelumnya platform GoCement juga telah hadir tawarkan pengadaan bahan bangunan, dengan model bisnis yang berbeda — lebih ke B2B marketplace. Oktober 2021 lalu, mereka mengumumkan pendanaan awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource. Perusahaan akan memfokuskan dana segar untuk mengakselerasi pengembangan produk pasar B2B dengan memasukkan distributor besar ke dalam platform.

Menurut pemaparan yang disampaikan Kementerian Perdagangan RI, ukuran pasar B2B commerce di Indonesia akan mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Sementara itu, menurut laporan Mordor Intelligence, ukuran pasar konstruksi bangunan di Indonesia telah mencapai $10,97 miliar pada 2022 ini. Ini adalah peluang yang cukup besar untuk dieksplorasi oleh para pegiat startup.

Updated: Kami memperbarui informasi terkait nominal dan daftar investor

Getstok Dikabarkan Mendapat Pendanaan 154 Miliar Rupiah, Masih Mode “Stealth” Garap Platform B2B Commerce

Ukuran pasar B2B commerce di Indonesia telah mencapai $6,99 miliar pada tahun 2018. Dan diproyeksikan akan terus bertumbuh hingga $21,33 miliar tahun 2023 dengan CAGR 25%, demikian hasil riset Reogma. Menariknya di pasar ini kebutuhan platform digital untuk pemenuhan kebutuhan bisnis memang berkembang pesat, bahkan sampai di level UMKM.

Salah satu proposisi nilai yang ditawarkan adalah proses pengadaan yang mengikuti kebijakan perusahaan melalui e-procurement. Di beberapa model bisnis, mereka juga berhasil menyajikan proses rantai-pasok yang lebih efisien, sehingga membuat harga lebih terjangkau. Bahkan sebagian platform B2B commerce memotong proses, dengan menghubungkan langsung prinsipal dan/atau pemilik brand dengan mitra pedagang.

Melihat potensi tersebut, Getstok bersemangat hadir sebagai platform B2B commerce dengan misi mendigitalkan mitra bisnis lewat inovasi digital. Belum banyak info yang bisa dikulik termasuk segmen pasar yang disasar, pasalnya startup yang didirikan oleh Arnold Pramudita ini tengah dalam mode “Stealth”.

Arnold sendiri sebelumnya bekerja selama 7 tahun di Traveloka, terakhir menjabat VP of Product Traveloka. Ia juga sempat bekerja di perusahaan ritel P&G.

Kendati belum meluncur ke publik, Getstok dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri A hingga $10,7 juta atau setara 154 miliar Rupiah, dengan East Ventures dan Traveloka sebagai investor utama. Dikatakan juga valuasi ditaksirkan telah mencapai $30 juta. Hal ini didasarkan data yang telah diinput ke regulator.

Unicorn OTA tersebut masuk ke pendanaan ini melalui Jet Tech Innovation Ventures, unit modal ventura yang dimiliki Traveloka dan berbasis di Singapura. Melalui Jet Tech, Traveloka sebelumnya juga berinvestasi ke sejumlah startup, di antaranya Member.id dan PouchNATION.

Cakupan layanan B2B commerce

Satu hal yang membuat B2B commerce unik adalah layanan e-procurement, memungkinkan bisnis merencanakan dan melakukan pengadaan sesuai dengan kebijakan yang dimiliki. Hal ini termasuk dalam pengelolaan termin pembayaran, faktur pajak, dan sebagainya. Konsep seperti ini biasanya diaplikasikan untuk menjangkau klien korporasi dan pemerintahan (B2G). Sejumlah pemain di segmen ini seperti Bhinneka dan Mbiz.

Sementara itu, untuk model pengadaan yang lebih kecil seperti bagi UMKM, prosesnya jauh lebih sederhana. Pemain seperti Ula atau Warung Pintar memanfaatkan mobile app untuk menghadirkan sebuah marketplace yang memudahkan pemilik warung untuk mendapatkan stok barang. Sistem logistik dan gudang menjadi kunci untuk distribusi yang cepat.

Application Information Will Show Up Here

Ralali Confirms Series D Funding of 155 Billion Rupiah Led by SBI Group and Bee Accelerate

The B2B marketplace startup, Ralali, confirmed the Series D funding of $10.9 million (over 155 billion Rupiah) led by the previous leading investor in its Series B round, SBI Group, and Bee Accelerate. This round also participated by other investors, such as Beenos Asia, ICMG Partners, and Arbor Venture.

With the additional funds, Ralali has managed to raise a total $33.4 million (more than 476 billion Rupiah) since its establishment. The company announced the series C round in July 2019 worth of $13 million. The leading investors in this round including Arbor Ventures, TNB Aura, and ZIGExN Co., Ltd. founder, Jo Hirao.

Ralali’s Founder and CEO Ralali Joseph confirmed the news to DailySocial. “This [funding] has been finalized a few months ago,” he said.

Ralali’s nine years operation

Ralali started its business as a B2B marketplace in 2013 and is now engaging in various lines outside the marketplace to become a group. Ralali Group aims to be a one stop solution for business ecosystem. Moreover, the company focused on providing for the business players, therefore, all channels are focused on user suppliers and business players.

Along with the growing market demand and business opportunities, Ralali Group develops business solutions to help business people build reputations and develop networks in the digital era. Today’s marketplace platform is equipped with various business solutions, from financial (paylater), logistics, MSME support, and enablers, the result of partner collaborations.

Ralali Connect is one of them, a platform aimed to provide MSME players with digital storefront and to connect with various communities with related business interests. There is also Ralali Agent as an on-demand business platform, a solution to find additional income for the community in order to help businesses grow by providing collaboration between digital technology and the workforce in conducting O2O (offline-to-online) processes.

Next, the Ralali Solution Center as a forum for business players still doing the offline appproach to join as a Ralali.com seller, therefore, they can market the products online. Ralali Solution Center is a bridge between sellers and corporations or clients of Ralali.com. Clients or buyers can make purchases via RFQ (Request For Quotation), one of the superior features of Ralali.com.

The next newly released innovation is the Ralali Business Collection to create opportunities for people who are planning to start a business, offering business packages and wholesale prices. This opportunity is open for all kinds of businesses, including coffee, basic necessities, contemporary drinks, and automotive.

Apart from that, the company has penetrated the health segment by producing Primero masks and presenting a tech-based clinic called Neoclinic. It provides antigen swab services, rapid tests, drive thru or home services, and releases vitamin products. The company has also entered the Indonesian porang (konyaku) processing industry with FITMEE, a low-calorie healthy instant noodle. Ralali acquired FITMEE from The Fit Company and already make an announcement on the company website.

In the latest data, Ralali.com is said to have more than 1.3 million registered users, more than 20,000 vendors, 360 thousand products, and more than 6 million monthly visits from all over Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ralali Konfirmasi Raih Pendanaan Seri D 155 Miliar Rupiah Dipimpin SBI Group dan Bee Accelerate [UPDATED]

Startup B2B marketplace Ralali mengonfirmasi perolehan pendanaan Seri D senilai $10,9 juta (lebih dari 155 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh SBI Group, investor sebelumnya yang memimpin putaran Seri B, dan Bee Accelerate. Kemudian diikuti oleh jajaran investor lainnya, seperti Beenos Asia, ICMG Partners, dan Arbor Venture.

Dengan penambahan dana tersebut, sejak Ralali dirintis hingga kini berhasil mengumpulkan perolehan dana lebih dari $33,4 juta (lebih dari 476 miliar Rupiah). Putaran seri C diumumkan oleh perusahaan pada Juli 2019 sebesar $13 juta. Investor yang memimpin dalam putaran tersebut adalah Arbor Ventures, TNB Aura, dan founder ZIGExN Co., Ltd., Jo Hirao.

Kepada DailySocial.id, Founder dan CEO Ralali Joseph memberikan konfirmasi atas kabar tersebut. “[Pendanaan] ini sudah dari beberapa bulan lalu,” ucapnya.

Perkembangan sembilan tahun Ralali

Ralali mengawali bisnisnya sebagai B2B marketplace sejak 2013 dan kini menggurita ke berbagai lini di luar marketplace menjelma menjadi sebuah grup. Ralali Group bertujuan menjadi one stop solution bagi pelaku bisnis. Selain itu mereka berfokus untuk memenuhi kebutuhan usaha para pelaku bisnis, sehingga semua kanal berfokus pada user supplier dan pelaku bisnis.

Seiring dengan permintaan pasar dan peluang usaha yang terus berkembang, Ralali Group mengembangkan solusi usaha untuk membantu pelaku bisnis membangun reputasi serta mengembangkan jaringan di era digital. Platform marketplace yang dimiliki kini sudah dilengkapi dengan berbagai solusi bisnis, mulai dari finansial (paylater), logistik, dukungan UMKM, dan enabler, hasil kerja sama dengan para mitra.

Salah satunya Ralali Connect, yaitu berupa platform yang ditujukan kepada para pelaku UMKM untuk dapat memiliki digital storefront serta terhubung dengan berbagai komunitas yang memiliki minat usaha sesuai dengan pengguna. Kemudian, Ralali Agent sebagai on-demand business platform menjadi solusi untuk mencari penghasilan tambahan bagi masyarakat sehingga membantu bisnis tumbuh dengan memberikan kolaborasi antara teknologi digital dan tenaga kerja dalam melakukan proses O2O (offline-to-online).

Berikutnya, Ralali Solution Center sebagai wadah bagi para pelaku usaha yang masih berjualan secara offline dapat bergabung menjadi seller Ralali.com, sehingga dapat memasarkan produknya secara online. Ralali Solution Center menjembatani antara seller dengan korporasi atau klien dari Ralali.com. Klien ataupun pembeli dapat membuat permintaan barang melalui RFQ (Request For Quotation), salah satu fitur unggulan dari Ralali.com.

Inovasi yang baru dirilis berikutnya adalah Ralali Business Collection untuk membuka kesempatan bagi masyarakat yang sedang berencana memulai bisnis dengan tawaran paket usaha dan harga grosir terbaik. Peluang ini terbuka untuk bisnis kopi, sembako, minuman kekinian, dan otomotif.

Di luar itu, perusahaan merambah segmen kesehatan dengan memproduksi masker Primero dan menghadirkan Neoclinic, klinik berbasis teknologi. Klinik tersebut menyediakan layanan swab antigen, rapid test, drive thru, hingga home service, juga merilis produk vitamin. Juga, masuk ke industri pengolahan porang (konyaku) Indonesia dengan perkenalkan FITMEE, mie instan sehat berkalori rendah. FITMEE diakuisisi oleh Ralali dari The Fit Company dan diumumkan dalam situs perusahaan.

Dalam data terakhir, diklaim Ralali.com telah memiliki lebih dari 1,3 juta pengguna terdaftar, lebih dari 20.000 vendor, 360 ribu produk, dan lebih dari 6 juta kunjungan setiap bulannya dari seluruh Indonesia.

*) Kami menambahkan konfirmasi langsung dari manajemen Ralali terkait pendanaan Seri D

Bhinneka Tambah Portofolio Produk dan Layanan B2B untuk Segmen UMKM

Platform e-commerce Bhinneka mengumumkan kolaborasi terbarunya dengan sejumlah mitra enabler untuk memperkuat portofolio produk dan layanan bagi segmen UMKM. Di antaranya adalah Mekari, Payrollbozz, Omegasoft, dan Krishand Software.

Dalam keterangan resminya, Chief of Commercial and Omnichannel Vensia Tjhin mengatakan bahwa ia menilai pelaku UMKM umumnya masih memanfaatkan sejumlah kegiatan bisnis secara manual, ambil contoh pencatatan keuangan dan pengelolaan data. Dengan shifting ke digital, pelaku UMKM dapat mengalokasikan waktu dan tenaga untuk aspek produktif lainnya.

Menurutnya, usaha perorangan pasti akan berkembang menjadi menjadi badan usaha yang akan menyerap tenaga kerja baru. Namun, sejalan dengan hal tersebut, pengembangan bisnis UMKM akan memunculkan tantangan baru, terutama terkait pengembangan tata kelola usaha.

Di samping itu, umumnya penghujung tahun menjadi momentum yang tepat bagi pelaku UMKM untuk mengevaluasi dan merencanakan bisnis di tahun depan. Maka itu, penambahan produk dan layanan ini diharapkan dapat mendorong pelaku bisnis untuk mulai bertransformasi digital sehingga mereka dapat menaikkan skala dan kapasitas bisnisnya.

“Penambahan mitra pemampu ini dapat mendorong pelaku bisnis untuk menikmati manfaat optimal dari platform Bhinneka sebagai one-stop-solution center,” ungkap Vensia.

Pada kerja sama ini, Mekari menawarkan sejumlah solusi pengelolaan biaya, pengeluaran, data transaksi pelanggan, pemasok dengan harga Rp199 ribu per bulan. Solusi-solusi tersebut akan menghasilkan sebuah laporan yang dapat membantu pelaku bisnis menyusun dan membuat keputusan strategis.

Kemudian, Payrollbozz menyediakan solusi penggajian (payroll), Krishand Software melayani aspek perpajakan (PPh21, PPN, dll), eFaktur, pengelolaan stok, dan invoice, serta Omegasoft yang menawarkan sistem pengelolaan pembayaran transaksi atau Point of Sales System (POS).

“Untuk itu, dukungan bagi UMKM diperlukan untuk mendorong mereka berinovasi, mempercepat transformasi digital, dan meningkatkan kapasitas produksi,” tambahnya.

Transformasi digital UMKM

Mengacu data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, UMKM termasuk dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), di mana Pemerintah mengalokasikan anggoran PEN untuk UMKM sebesar RP161,2 triliun atau 21% dari total anggaran.

Ini menunjukkan bagaimana UMKM menjadi salah satu pondasi kuat perekonomian di Indonesia. Untuk membantu memulihkan ini, Pemerintah berupaya mendorong UMKM untuk go digital seiring dengan perubahan perilaku konsumsi dari offline ke online sejak pandemi Covid-19 di 2020.

Sejumlah startup SaaS di Tanah Air juga agresif mendorong pengembangan produk untuk mengakomodasi kebutuhan transformasi digital UMKM ini. Salah satunya adalah layanan POS yang dinilai dapat membantu pelaku bisnis untuk memudahkan proses pembukuan.

Dalam wawancaranya kepada DailySocial beberapa waktu lalu, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengungkap bahwa POS menjadi titik mula dari berbagai kebutuhan solusi bisnis UMKM yang bakal muncul dan patut mendapat perhatian.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 64 juta. Namun, baru sekitar 14 juta atau 22% yang menggunakan platform e-commerce per Agustus 2021.

Application Information Will Show Up Here