Kusumo Martanto dari Blibli: Inovasi Jadi Kunci Keberlangsungan Industri E-commerce

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Tidaklah mudah mendirikan perusahaan yang berkelanjutan, perusahaan yang baik dibangun dengan fondasi dan strategi yang kokoh. Kusumo Martanto membangun Blibli dari nol menggunakan pendekatan customer-centric. Selepas merayakan ulang tahun ke-10, perusahaan telah meraih pencapaian signifikan. Selain itu, beliau juga berperan sebagai COO dari GDP Venture sebagai saluran dalam menciptakan kendaraan investasi untuk lebih mengembangkan industri digital Indonesia.

Sebelum memasuki era industri teknologi, Kusumo yang akrab disapa Pak Kus telah terlatih dalam mengatasi tantangan. Mulai dari pendidikan, adaptasi terhadap budaya baru dengan kosa kata yang terbatas, serta bertahan hidup sebagai mahasiswa asing dengan tuntutan beasiswa dan pekerjaan paruh waktu. Namun, semua upayanya terbayar saat ia mendapat kesempatan untuk mengejar karir di industri teknologi.

Sebagai Co-Founder dan CEO Blibli, salah satu perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia, Kusumo bertujuan untuk menciptakan perusahaan yang berkelanjutan dengan membawa nilai dan dampak positif bagi masyarakat. Dalam proses mendaki puncak tertinggi, tantangan kerap muncul dan perusahaan harus siap. Ia mempercayai bahwa kunci dari industri yang dinamis ini adalah inovasi, dan kolaborasi menjadi jalur yang tepat untuk membangun keberlanjutan.

DailySocial berkesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Pak Kus dan mendiskusikan lebih lanjut pemikirannya tentang lanskap e-commerce Indonesia dan potensinya di masa depan.

Seperti apa masa-masa awal perjalanan Anda sebelum memasuki industri teknologi?

Menilik kebelakang, saya telah terlatih untuk mengatasi tantangan. Sejak masa sekolah saya sudah tertarik dengan ilmu teknik, yang ketika itu tidak dapat dipisahkan dari perangkat komputer dan saya tidak memilikinya saat itu. Lagipula, saya hanyalah seorang anak laki-laki dari Jawa Tengah dengan mimpi besar. Tidak pernah terpikir oleh saya untuk bisa belajar di luar negeri mengingat banyaknya biaya dan dokumen yang harus dipersiapkan, tetapi saya memiliki kemauan yang kuat. Kemudian, dengan semua sumber daya yang tersedia saat itu, saya mencoba mencari jalan ke daerah metropolitan. Untungnya, orang tua saya sangat mendukung. Dengan banyak pertimbangan serta melalui proses yang panjang, saya berhasil mendaftar dan melanjutkan studi di Iowa State University.

Perjuangan nyata terjadi dalam dua tahun pertama beradaptasi dengan negara dan budaya baru menggunakan kosakata yang terbatas. Sementara itu era sebelum internet. Saya harus merekam kelas kuliah dari waktu ke waktu dan mendengarkannya beberapa kali sebelum benar-benar bisa memahami intinya. Tahun kedua, saya mengajukan permohonan beasiswa sembari bekerja paruh waktu untuk menutupi biaya hidup, tidur 8 jam saja tidak memungkinkan. Kondisinya tidak mudah, tapi saya tidak menyerah.

Kusumo Martanto / GDP Venture

Anda berhasil lulus dari program teknik ternama di Iowa State University dan melanjutkan program Master di Institut Teknologi Georgia. Pengalaman seperti apa yang bisa Anda bagikan terkait kondisi kehidupan dan studi di luar negri mempengaruhi keahlian dan perspektif Anda hingga saat ini?

Melihat kembali ke zaman saya, banyak sekali yang berbeda dalam hal pengajaran dan pembelajaran. Di Indonesia, menghormati berarti mentaati. Di kelas, kita dapat mengajukan pertanyaan tetapi tidak untuk mempertanyakannya. Di Amerika, kami dipaksa untuk berpartisipasi, untuk berbicara. Tidak hanya berpikir kritis tetapi juga memahami konteks. Konsep itu tertanam dan telah membentuk pola pikir saya.

Apa yang membuat Anda memutuskan untuk pulang? Mengapa tidak melanjutkan mengejar karir di Amerika?

Sejujurnya, saya pernah berpikir kembali ke tanah air untuk bekerja sebelum melanjutkan gelar master. Saya melamar beberapa pekerjaan di Indonesia, tetapi juga mempersiapkan Rencana B dan mengajukan aplikasi untuk melanjutkan studi. Ketika saya tiba di Indonesia, saya sudah mendapat tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan. Namun, ketika sedang menetap di kampung halaman, saya mendapat surat penerimaan dari Amerika. Setelah diskusi panjang lebar dengan orang tua, saya memutuskan untuk langsung melanjutkan studi di AS.

Perjalanan saya selanjutnya mejadi bagian yang menarik dan menyenangkan. Pertama kali saya mengejar karir di industri kedirgantaraan, mengingat dulu pernah bercita-cita menjadi pilot. Saat itulah saya terpapar industri teknologi. Selanjutnya, saya pindah ke perusahaan perangkat lunak; dan itu murni tentang teknologi. Kemudian, saya bergabung dengan intel dan sampai sekarang terbawa jauh ke dalam industri ini dan menikmati setiap perjalanannya.

Setelah itu, saya mulai memikirkan orang tua di Indonesia yang semakin bertambah usia. Lagipula, merasa cukup berkontribusi untuk negara yang mengadopsi saya, mengapa tidak mencoba membuat sesuatu dan bekerja untuk tanah kelahiran. Indonesia sendiri memiliki potensi luar biasa dengan penetrasi internetnya yang terus meningkat. Hal ini benar-benar mengubah segala hal mulai dari komunikasi sampai industri yang lebih spesifik. Saya, kemudian, mengambil kesempatan tersebut.

Bagaimana sebenarnya ide awal Blibli, salah satu produk digital pertama Djarum? Seperti apa tantangan yang Anda temui dan bagaimana mengatasinya?

Secara historis, Indonesia telah menjadi pusat perdagangan selama berabad-abad, dan konsep tersebut telah mengakar dalam masyarakatnya. Negara ini memiliki potensi besar dalam banyak hal. Salah satu yang paling esensial adalah bonus demografi. Kita punya banyak anak muda di usia produktif yang siap mencurahkan energi untuk menciptakan kemakmuran di negeri ini. Apalagi sebagian besar dari orang-orang ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, juga mau beradaptasi dan mengadopsi. Ritel berkembang pesat dan menjadi amunisi besar untuk menopang perekonomian.

Saat itu pada tahun 2011, penetrasi internet Indonesia hanya 12,3% dari total populasi. Namun, angka tersebut lebih signifikan daripada populasi satu negara. Dari segi geografi, negara ini amat luas, merupakan sebuah keuntungan sekaligus tantangan untuk sektor distribusi. E-commerce menjadi sebuah ide yang amat sangat mungkin muncul dengan fakta-fakta yang telah dikemukakan sebelumnya.

Kami memulai Blibli dengan tujuan untuk menjadi e-commerce pertama yang memberikan pengalaman customer-centric terbaik bagi pembeli dan penjual. Dalam proses mendaki puncak tertinggi, kami menghadapi banyak tantangan. Berbeda dengan AS dan China dengan daratan yang luas, Indonesia memiliki lautan yang luas dalam hal distribusi. Ini adalah salah satu tantangan terbesar untuk menyediakan logistik yang hemat biaya. Selanjutnya, pembayaran menjadi batu sandungan lain di industri ini. Saat itu efisiensi perbankan belum seperti sekarang.

Semua tantangan ini memaksa kami untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan platform. Saya juga percaya bahwa untuk membuat ekosistem berfungsi, kita perlu bekerja sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu kami juga bekolaborasi dengan mitra yang sangat terpercaya untuk melayani masyarakat dengan lebih baik. Inovasi adalah kunci industri yang dinamis dan kolaborasi menjadi jalur yang tepat untuk membangun keberlanjutan.

Inovasi apa saja yang sudah atau akan dikembangkan Blibli dalam waktu dekat?

Kami telah meluncurkan banyak inovasi sejak awal beroperasi. Bahkan, Blibli seringkali menjadi yang pertama menawarkan inovasi baru. Misalnya, pengiriman gratis dan cicilan 0% sementara yang lain masih mengenakan biaya tambahan untuk pembayaran kartu kredit. Selain itu, kami menjamin keaslian produk yang ditawarkan dalam platform. Untuk memastikan hal itu, kami hanya bekerja sama dengan mitra terpercaya. Inovasi lainnya adalah saat kami memperkenalkan fitur pre-order, bekerja sama dengan Telkomsel.

Kendati itu, kami percaya bahwa online tidak akan pernah 100% menggantikan ekosistem offline, namun untuk saling melengkapi. Oleh karena itu, tahun lalu kami meluncurkan inisiatif omnichannel untuk memenangkan pasar offline. Ada beberapa fitur termasuk Blibli in-store, Click & Collect, dan BlibliMart untuk grosir dalam rangka memperkuat strategi ini.

Di masa pandemi ini, kita juga menyadari bahwa banyak orang yang berjuang dengan pendapatan yang tidak stabil. Oleh karena itu, kami meluncurkan layanan PayLater dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar pengguna. Selain itu, UMKM menjadi salah satu sektor yang paling terdampak akibat pandemi ini. Kami menemukan salah satu pain points mereka berada pada tempat penyimpanan produk. Kami mencoba memecahkan masalah ini dengan memperkenalkan fulfillment oleh Blibli.

Yang terbaru, kolaborasi lintas industri dengan BCA Digital, menjadikan Blibli sebagai platform e-commerce pertama yang terintegrasi penuh dengan bank digital di Indonesia. Saya percaya bahwa pengembangan ekosistem digital di Indonesia dapat mencapai potensi penuh melalui kolaborasi. Oleh karena itu, kami akan terus berinovasi dan beradaptasi dengan pasar yang terus berubah dengan menjawab tantangan dengan pengalaman.

Peresmian gudang Blibli Cakung

Apakah menurut Anda status “unicorn” itu penting? Nilai esensial seperti apa yang harus dimiliki perusahaan untuk bida berkelanjutan?

Wajar jika sebuah perusahaan startup ingin meraih status atau pencapaian tertentu. Meskipun kami belum mengumumkan status apa pun secara terbuka, ukuran bisnis kami telah melampaui miliaran dolar. Dengan begitu, apakah saya bisa mengatakan bahwa kami telah mencapai status unicorn? Ya. Namun, sebagai perusahaan digital, yang sangat kami inginkan adalah menciptakan perusahaan yang berkelanjutan dengan membawa nilai dan dampak positif bagi masyarakat.

Dari segi nilai, saya pikir semua hasil yang luar biasa membutuhkan kerja keras dan ketekunan. Saya mencoba menanamkan pola pikir seperti ini pada semua anggota kami di Blibli. Bahwa kita bukan hanya sebuah perusahaan, tetapi juga bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, selalu lakukan yang terbaik untuk menciptakan dampak positif melalui teknologi dan inovasi. Selain itu, ketika sebuah bisnis telah tumbuh besar, sulit untuk tidak berpuas diri, namun kita tetap perlu menjaga agility agar tetap kuat. Selalu waspada dan bersiap dengan hal yang tak terduga.

Selaku COO dari GDP Venture, bagaimana peran Anda dalam organisasi ini, apakah Anda juga melakukan investasi pribadi?

Ketika membangun Blibli, para pemegang saham kami mempertimbangkan untuk menciptakan sarana investasi untuk lebih mengembangkan industri digital Indonesia. Semua yang telah kita diskusikan hanya akan berhasil ketika seluruh negeri mencapai kemakmuran. Oleh karena itu, saya membantu Martin Hartono mendirikan perusahaan investasi dan mengusulkan ide nama GDP Venture. Saya juga telah berinvestasi sebagai angel, dan yang terpenting, saya berkontribusi dengan pengalaman saya, termasuk sebagai penasihat.

Langkah investasi GDP Venture di tahun 2017

Setelah mengelola Blibli sekian lama dari nol hingga tahap ini, pernahkah terpikir untuk membuat sesuatu yang baru? Atau menjelajahi industri lain?

Satu hal tentang kreasi adalah Anda dapat melakukannya dalam berbagai macam cara. Seseorang dapat menjadi pendiri, investor, atau bagian dari anggota tim. Saya punya banyak ide, yang sekarang lebih banyak disalurkan ke kegiatan investasi atau mentoring. Saya memulai di industri e-commerce, dan ini baru permulaan, potensi ke depan masih sangat panjang.

Mengenai minat, saya lebih suka industri “jadul” seperti kesehatan. Di Indonesia, negara lapis pertama pun masih kesulitan mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan yang memadai. Namun, karena saya ingin membuat sesuatu di industri yang berbeda, saya ingin itu bisa menjadi bagian dari Blibli dan grup. Ketika brainstorming untuk rencana tersebut, saya diperkenalkan dengan pendiri startup yang ingin memulai bisnis serupa. Alih-alih bersaing, kami memutuskan untuk berinvestasi di startup yang saat ini kita kenal dengan Halodoc. Saya kemudian menjadi penasihat perusahaan.

Dalam hal lain, menurut saya industri edtech cukup menarik. Di atas segalanya, semua jenis industri itu bagus. Saya, secara pribadi tertarik pada bidang yang dapat berdampak langsung pada masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan. Selama masih ada makhluk hidup, industri ini akan selalu dibutuhkan.

Sebagai pemimpin yang berpengalaman, apa yang dapat Anda katakan untuk para penggiat teknologi di luar sana yang ingin mulai membangun sebuah warisan?

Setiap orang memiliki bakat dan panggilan hidup masing-masing. Tidak semua orang harus menjadi pengusaha, saya sendiri masih belajar. Untuk menjadi pengusaha atau apa pun, kita tidak bisa hanya mengandalkan keterampilan atau pengetahuan. Orang perlu memiliki karakter yang solid untuk membangun sesuatu yang berkelanjutan. Dan lagi, tidak ada yang namanya kesuksesan instan, kesuksesan itu diwujudkan.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Blibli Confirms to Reach Unicorn Status

Blibli adds to the list of Indonesian unicorn startups. The news was confirmed by the CEO, Kusumo Martanto in a Mastermind exclusive interview with DailySocial.id.

Martanto said, “Although we have not openly announced any kind of status, our business size has exceeded billions of dollars. Can I say that we have reached unicorn status? Yes. However, as a digital company, we want to create a sustainable company with positive value and impact on society.

Previously, Tiket.com has conveyed the unicorn status, an OTA startup acquired by Blibli in 2017. Tiket.com is reportedly exploring the potential to go public through SPAC COVA Acquisition Corp vehicle. (COVA) with an estimated combined company value of $2 billion.

The following is a complete list of Indonesian unicorn startups – several companies have specifically confirmed its status to DailySocial.id and yet to announced it to the public

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo $2,5 miliar

Blibli’s business map

Under GDP Venture, an investment company owned by Djarum group, Blibli has taken a number of strategic actions towards several startups in Indonesia. In addition to acquiring Tiket.com, they also became investment arm and acquisition vehicle to other startups. This initiative led the Blibli’s CEO to a member of the board/commissioner in a number of startups.

In its core business, during the last two years, the company has launched various initiatives. First, strengthening the company’s O2O concept, including through BlibliMart services — which in early 2020 was said to be the second strongest category in Blibli after electronics in terms of order and GMV. They also initiated an offline store, but its expansion was delayed due to the pandemic.

In the late 2020, along with Indodana which is Cermati Fintech Group’s subsidiary, Blibli launched a paylater feature to extend the payment channels. Blibli Mitra is also promoted as an effort to collaborate with more MSMEs – as of the end of 2020, it is claimed to have found 16,000 partners with more than 1 million consumers.

This year, the company focuses on several initiatives. First, to capture the used car marketplace trend that continues to skyrocket, Blibli is increasing its collaboration with Garasi.id, its business unit, to serve the needs of buying and selling used cars.

Furthermore, in the era of digital banking, they collaborate with BCA Digital as an exclusive partner. At the initial stage, Blibli users can create blu accounts, make e-commerce payments, and transact via in-app payments.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Blibli Konfirmasi Status “Startup Unicorn”

Blibli menambah daftar startup unicorn Indonesia. Konfirmasi ini disampaikan CEO Kusumo Martanto dalam sebuah wawancara eksklusif kolom Mastermind dengan DailySocial.id.

Kusumo mengatakan, “Meskipun kami belum mengumumkan status apapun secara terbuka, ukuran bisnis kami telah melampaui miliaran dolar. Lalu, apakah saya bisa mengatakan sudah mencapai status unicorn? Ya. Namun, sebagai perusahaan digital yang sangat kami inginkan adalah menciptakan bisnis berkelanjutan dengan nilai dan dampak positif bagi masyarakat.”

Sebelumnya konfirmasi status unicorn juga disampaikan Tiket.com, startup OTA yang diakuisisi Blibli pada tahun 2017. Tiket.com dikabarkan menjajaki potensi go public melalui kendaraan SPAC COVA Acquisition Corp. (COVA) dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar.

Berikut ini daftar selengkapnya startup unicorn Indonesia – beberapa perusahaan mengonfirmasi statusnya secara khusus kepada DailySocial.id dan belum mengumumkannya ke publik:

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo $2,5 miliar

Peta bisnis Blibli

Di bawah naungan GDP Venture, perusahaan investasi grup Djarum, Blibli telah melakukan sejumlah aksi strategis. Selain mengakuisisi Tiket.com, mereka juga menjadi perpanjangan tangan akuisisi dan investasi ke startup lain. Inisiatif tersebut mengantarkan CEO Blibli sebagai anggota board / komisaris di sejumlah startup.

Di bisnis utamanya, selama dua tahun terakhir, berbagai inisiatif digenjot perusahaan. Pertama penguatan konsep O2O perusahaan, termasuk melalui layanan BlibliMart — yang pada awal 2020 dikatakan menjadi kategori terkuat kedua di Blibli setelah elektronik untuk tingkat pesanan dan GMV. Mereka juga sempat menginisiasi offline store, namun ditunda perluasannya akibat pandemi.

Akhir 2020, bersama Indodana yang merupakan anak usaha dari Cermati Fintech Group, Blibli meluncurkan fitur paylater untuk menambah kanal pembayaran. Blibli Mitra juga digalakkan sebagai upaya menggandeng lebih banyak UMKM — per akhir 2020 diklaim sudah mendapati 16 ribu mitra dengan 1 juta lebih konsumen.

Di tahun ini, ada beberapa inisiatif yang menjadi fokus perusahaan. Pertama, untuk menangkap tren used car marketplace yang terus meroket, Blibli meningkatkan kolaborasinya bersama Garasi.id, unit bisnisnya, untuk melayani kebutuhan jual-beli mobil bekas.

Selanjutnya, di era bank digital, mereka menggandeng BCA Digital sebagai mitra eksklusif. Di tahap awal ini pengguna Blibli dapat melakukan pembukaan rekening blu, pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi lewat in-app payment.

Application Information Will Show Up Here

Blibli’s Kusumo Martanto on E-commerce Industry: Innovation is the Key to Sustainability

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

A company is not something you easily founded, a good company is built with a solid foundation and solid strategy. Kusumo Martanto built Blibli from scratch using a customer-centric approach. Recently celebrating its 10th anniversary, the company has reached some major milestones. Also, he plays a role as the COO of GDP Venture as a channel to create an investment vehicle to further develop Indonesia’s digital industry

Before the tech industry era, Martanto has been trained to overcome challenges. From educational struggle, adapting to the new culture with limited vocabulary, and surviving the life of an overseas student with scholarship demands and a part-time job. However, all his constant effort pays off as he finally gets a chance to pursue a career in the tech industry.

As the Co-Founder and CEO of Blibli, one of the leading e-commerce companies in Indonesia, Martanto aims to create a sustainable company with positive value and impact on society. In the process of climbing the top ladder, challenges often appear and the company has to be ready. He also believes that the key to this dynamic industry is innovation, and collaboration is a way to make it sustainable.

DailySocial has an opportunity to have an exclusive interview with Martanto and further discuss his thoughts on the Indonesian e-commerce landscape and its future potential.

How were your early days before the tech industry happened in your life?

Looking back to my journey, I was trained to overcome challenges. Engineering has started to draw my attention in school, which cannot be separated from computers and I did not have one back then. Also, I was just a boy from Central Java with big dreams. It never occurred to me that I could study abroad with all the cost and paperwork, but I have this strong will. Then, with all the resources available at that time, I look for a way in the metropolitan area. Fortunately, my parents are very encouraging. With many considerations and through a long process, I managed to register and continue my study at Iowa State University.

The real struggle happened within the first two years of adapting to a new country and culture with limited vocabulary. And that was before the internet era. I had to record my lectures from time to time and listen to them multiple times before I really grasp the gist. The second year, I have applied for a scholarship and was doing part-time to cover my expenses, 8-hour sleep was off the table. It was tough, but I was tougher.

Kusumo Martanto / Dokumentasi GDP Venture

You’ve graduated from a top-ranked engineering program at Iowa State University and a continuing Master’s program at Georgia Institute of Technology. Can you share a bit of your experience of how living and studying abroad can help you upskill and what kind of perspective you’ve gained outside this country?

Looking back to my era, it was very different in terms of teaching and learning. In Indonesia, respect means to obey. In class, we can ask questions but never questioning them. In the States, we are forced to participate, to speak up. Not only to have critical thinking but also to understand the context. It goes a long way and has shaped my mindset.

What made you decide to come home? Why not continue pursuing a career in the States?

Honestly, I thought of getting back home to work before continuing my master’s degree. I applied for several jobs at home country, but also prepared for Plan B and submitted an application to continue studying. When I arrived in Indonesia, I already got an offer to work for a company. However, during my stay in my hometown, I received an acceptance letter from the States. After a lengthy discussion with my parents, I decided to pursue my master’s degree in the US.

My next journey is actually the interesting and fun part. My first career attempt is in the aerospace industry since I dream of becoming a pilot. That time I got exposure to the tech industry. Furthermore, I moved into a software company; and it was pure technology. Then, I joined intel and up until now I have drifted deep into this area and enjoy where I’m going.

After that, I started to think of my parents in Indonesia as they’re getting old. Besides, I already contribute enough to the country that adopted me, why not try to make something work in my home country. Indonesia alone has excellent potential with its growing internet penetration. It totally changed the whole thing from communication to a lot more specific industries. I, then, take my chance.

What was the idea behind the creation of Blibli, one of Djarum’s first digital products? What kind of challenges you’ve encountered and how to overcome that?

Historically speaking, Indonesia has been a center of commerce for ages, and the concept has been deep-rooted in its people. This country holds great potential in terms of many factors. One of the most essential is the demographic bonus. We have many young people in the productive age, ready to pour energy into building this country’s prosperity.  Moreover, most of these people have high curiosity, also willing to adapt and to adopt. Retails are rapidly growing and have become the great ammo to support the economy.

Back then in 2011, Indonesia’s internet penetration was only 12,3% of the total population. Still, it is more significant than one country’s population. In terms of geography, this is a vast country, it is an advantage as well as a challenge for distribution. The idea of e-commerce will be very much likely to appear given the previous facts stated.

We started Blibli with the aim to be the 1st leading e-commerce to deliver the best customer-centric experience for both buyers and sellers. In the process of climbing the top ladder, we encounter lots of challenges. Unlike the US and China with vast land, Indonesia has a wide ocean in terms of distribution. This is one of the biggest challenges to provide cost-efficient logistics. Furthermore, the payment becomes another rocky road in this industry. It was not as efficient as today’s banking.

All these challenges only forced us to be more creative and innovative in developing our platform. I also believe that to make the ecosystem work, we need to work as a unity. That is why we also collaborated with our very trusted partners to serve the community better. Innovation is the key to the dynamic industry and collaboration is what makes it sustainable.

What kind of innovations Blibli has or will develop in the near future?

We have launched lots of innovations since the very beginning of our operations. In fact, Blibli is often the first one to offer new innovation. For example, the free delivery and 0% installment while others still charge additional costs for credit card payment. Also, we guarantee the originality of the products offered on our platform. To ensure this, we only collaborated with trusted partners. Another highlight is when we introduce the pre-order feature, in collaboration with Telkomsel.

Moreover, we believe that online will never 100% replace the offline ecosystem, only to complement each other. Therefore, last year we launched our omnichannel initiative to win the offline market. There are several features including Blibli in-store, Click & Collect, and BlibliMart for grocery to strengthen this strategy.

In this time of the pandemic, we also realize that many people are struggling with stable income. Therefore, we also launched the PayLater service to cover basic needs for users. Aside from that, MSME becomes one of the most affected sectors due to this pandemic. We discover one of their pain points is the place to keep their products. We tried to solve this problem by introducing fulfillment by Blibli.

The latest one, a cross-industry collaboration between BCA Digital and us, has made Blibli the first e-commerce platform fully integrated with digital banks in Indonesia. I believe that the development of a digital ecosystem in Indonesia can reach its full potential through collaboration. Therefore, we will continue to innovate and adapt to the changing market by responding to the challenges and experiences.

The launching of Blibli’s warehouse Cakung

Do you think “unicorn” status is important? What kind of essential value the company should have in order to reach sustainability?

It is only reasonable for a startup company to want to achieve a certain status or major milestone. Although we have not openly announced any kind of status, our business size has exceeded billions of dollars. Can I say that we have reached unicorn status? Yes. However, as a digital company, what we really want is to create a sustainable company with positive value and impact on society.

In terms of value, I think all the remarkable outcomes require hard work and perseverance. I tried to plant this kind of mindset in all of our members in Blibli. That we are not just a company, but also part of the society.  Therefore, always do your best to create a positive impact through technology and innovation. Also, when a business has grown large, it is hard not to be complacent, that is why we need to keep the agility strong. Always be prudent and expect the unexpected.

You’re also the COO of GDP Venture. What kind of role you’ve played in this organization, do you also make personal investments?

During the Blibli creation, our shareholders also consider creating investment vehicles to further develop Indonesia’s digital industry. Everything we have been discussing will only work when the whole country can prosper. Therefore, I helped Martin Hartono set up the investment company and proposed the idea of the name GDP Venture. I have also been investing as an angel, and above all, I contribute with my experience, including as an advisor.

GDP Venture’s investment activity circa 2017

After a long time managing Blibli from scratch to this stage, have you ever thought of starting another company? Or exploring another industry?

The thing with creation is you can do it in various kinds of ways. One can be a founder, investor, or part of a team member. I have lots of ideas, which now channeled more to the investment or mentorship activities. I started in the e-commerce industry, and this is just the beginning, the potential is still very long ahead to the future.

In terms of interest, I prefer the old-fashioned industry such as health. In Indonesia, even the first-tier country is still facing difficulty to have access to sufficient health facilities. However, as I want to create something in a different industry, I want this to be part of Blibli and the group. While brainstorming for the plan, I was introduced to the startup founder who wants to start a similar business. Instead of competing, we decided to invest in the startup that we have currently known as Halodoc. I became the advisor to the company.

Another thing, I reckon the edtech industry is quite interesting. Above all, any kind of industry is good. I, personally attracted to fields that can directly impact society, such as healthcare and education. As long as there are people, these industries will strive.

As an experienced leader, what can you say for those tech enthusiasts out there wanting to build their own legacy?

Everyone has their talents and call to life. Not everyone has to be an entrepreneur, I, myself, am still learning. To be entrepreneurs or anything, we cannot only rely on skill or knowledge. People need to have a solid character in order to build something sustainable. Also, there is no such thing as instant success, and success is earned.

Cermati Rambah Produk BaaS, Garap Segmen “Unbanked” di Indonesia

Cermati Fintech Group (CFG) mulai menggarap produk Banking-as-a-Service (BaaS), ditandai dengan kemitraan strategis dengan BCA Digital dan Blibli. CFG melihat potensi unbanked dan underbanked yang masih begitu besar di Indonesia dapat diselesaikan melalui teknologi tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CFG Andhy Koesnandar menyampaikan BaaS memungkinkan pihaknya memperluas penawaran produk keuangan, mulai dari pembukaan rekening, paylater, asuransi, dan lainnya di semua jenis platform secara virtual kepada pihak ketiga, sehingga dapat memiliki kemampuan perbankan dalam platformnya yang non-bank.

“BaaS adalah penawaran produk teknologi terbaru dari Cermati Fintech Group, di mana kami menyediakan technology stack untuk menghubungkan bank dengan platform digital,” ucapnya.

Dalam hal ini, Cermati mengembangkan strategi embedded finance, membuka layanan perbankan dapat tertanam dalam ekosistem aplikasi yang memungkinkan kemampuan aplikasi super melalui kemampuan Open API dan BaaS. Penawaran BaaS dari Cermati memungkinkan ekosistem online dan offline untuk menanamkan layanan perbankan, selain asuransi dan paylater yang digunakan sebagai model layanan dalam ekosistem mereka.

Kehadiran produk finansial dapat meningkatkan pengguna fintech, mengurangi user friction, dan meningkatkan loyalitas. Sementara bagi perbankan, teknologi BaaS menawarkan cara baru untuk bermitra dengan ekosistem dengan menyediakan layanan perbankan yang disesuaikan dengan pelanggan tersebut.

Andhy menuturkan, BaaS dan embedded finance secara umum memiliki potensi yang sangat besar. Dari data yang ia kutip, sebanyak 66% dari 275 juta penduduk Indonesia yang masih dalam kelompok unbanked dan underbanked.

Kelompok tersebut belum memiliki akses ke layanan keuangan, yang mana solusi tersebut dapat dengan memperkenalkan produk keuangan melalui platform yang sudah digunakan masyarakat Indonesia sehari-hari. “Proses onboarding ini sepenuhnya secara digital, tanpa mereka harus pergi ke cabang fisik bank atau institusi keuangan lainnya.”

Dengan integrasi Blu BCA Digital dalam Blibli, pengguna Blibli dapat menikmati rangkaian lengkap layanan perbankan Blu. Mulai dari pembukaan rekening, transfer dana, pembayaran dalam aplikasi, dan lainnya tanpa perlu mengunduh atau beralih ke aplikasi lain.

Ilustrasi BaaS dalam aplikasi blu X Blibli / CFG

Andhy melanjutkan, pihaknya tetap mengedepankan unsur keamanan sebagai aspek yang sangat krusial dalam membangun kemitraan dengan lembaga keuangan. Untuk itu, perusahaan selalu meninjau dan memperkuat sistem agar sekelas keamanan di perbankan. “Awal tahun ini kami disertifikasi untuk ISO 27001, standari internasional untuk keamanan informasi.”

Setelah BCA Digital dan Blibli, Andhy menuturkan akan ada kemitraan berikutnya yang bakal diumumkan pada akhir tahun ini. Meski demikian, ia masih menutup rapat-rapat terkait hal tersebut.

Kesempatan layanan BaaS

Cara kerja BaaS / Business Insider

BaaS kini telah menjadi salah satu strategi kunci dalam konsep open banking. Modelnya memungkinkan bank digital dan pihak ketiga untuk terhubung dengan sistem bank secara langsung melalui API. Dengan begitu, kedua belah pihak dapat membangun layanan di atas infrastruktur penyedia sekaligus membuka peluang mengembangkan produk open banking lainnya.

Model ini juga mulai banyak diterapkan bank-bank di dunia karena dinilai lebih efisien. Dalam sekop global, mengutip laporan firma riset Oliver Wyman, pengimplementasian BaaS dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru dan menekan biaya akuisisi pelanggan dari kisaran $100-$200 per pelanggan menjadi $5-$35.

Di Indonesia sendiri, pemain BaaS selain Cermati ada nexus yang diperkenalkan oleh Standard Chartered Bank. Dalam waktu dekat solusi perbankan dari nexus bakal hadir di aplikasi Bukalapak.

Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas berpendapat bahwa BaaS berbeda dengan konsep API lain karena menyediakan infrastruktur berlisensi dan teregulasi untuk layanan inti perbankan. Secara out of the box, hampir semua perusahaan kini dapat menjadi perusahaan fintech tanpa harus melalui proses panjang tersebut berkat kehadiran perusahaan open finance seperti Finantier.

Finantier adalah startup yang menyediakan ekosistem open finance untuk mendukung kolaborasi antara berbagai jenis perusahaan dalam menyediakan produk finansial yang didesain khusus untuk konsumennya.

BCA Digital Gandeng Blibli sebagai Mitra Ekslusif Aplikasi “blu”

Setelah aplikasinya meluncur pada akhir Juni lalu, PT Bank Digital BCA (BCA Digital) kini resmi mengumumkan Blibli sebagai partner eksklusif “blu” yang pertama untuk memperkuat ekosistem digitalnya. Melalui kolaborasi ini, Blibli diklaim sebagai sebagai platform e-commerce pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan aplikasi bank digital.

Dalam konferensi pers yang digelar virtual, CEO Bank Digital Lanny Budiati mengatakan, inovasi perbankan digital terus berkembang dan tidak lagi terbatas pada layanan finansial saja. Semakin ke sini, penggunaan perbankan digital semakin erat dalam kehidupan sehari-hari, seperti pembayaran transaksi e-commerce, investasi, dan pengelolaan keuangan.

“Kemitraan eksklusif BCA Digital dan Blibli dilakukan untuk memperluas skala ekosistem digital yang berkelanjutan. Keduanya juga punya kesamaan misi, yaitu memprioritas kepuasan pelanggan dan melayani segmen digital savvy,” ungkap Lanny.

Sementara, Co-founder dan CEO Blibli Kusumo Martanto meyakini bahwa pengembangan ekosistem digital di Indonesia dapat mencapai potensi optimalnya melalui kolaborasi. “Maka itu, kami terus berkomitmen untuk berinovasi dan menyesuaikan strategi dengan pasar yang terus berubah dengan menjawab tantangan dan pengalaman selama satu dekade ini,” tambahnya.

Pada tahap awal, integrasi kedua platform memungkinkan pengguna Blibli untuk melakukan pembukaan rekening blu secara langsung, melakukan pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi melalui fitur in-app payment atau fitur QRIS.

Adapun, blu menggandeng PT Dwi Cermati Indonesia (Cermati) sebagai mitra integrator untuk mensinergikan plaform blu ke Blibli. Cermati juga akan memiliki peran penting terhadap pengembangan produk blu di masa depan.

Saat ini, blu punya tiga fitur unggulan yang dapat memberikan kebebasan mengatur keuangan, yaitu bluSaving, bluDeposit, dan bluGether. Berdasarkan data perusahaan, sebanyak 26,2% pengguna mengalokasikan budget di bluSaving untuk belanja. Kemudian, disusul oleh 20,9% alokasi tabungan untuk berlibur, 18,5% untuk dana pensiun, 17,2% untuk membeli rumah, dan 17% untuk kado. Tahun ini, BCA Digital membidik ratusan ribu pengguna blu.

Sampai saat ini, e-commerce masih menjadi motor penggerak terbesar ekonomi digital di Indonesia. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA dari Google, Temasek, dan Bain & Company di 2020, e-commerce menyumbang pertumbuhan tertinggi sebesar 54% atau menjadi $32 miliar dari sebelumnya $21 miliar di 2019.

Sinergi bank digital dan e-commerce

Kolaborasi ini sebetulnya tidak mengherankan mengingat induk blu (BCA Group) dan Blibli merupakan anak usaha dari perusahaan konglomerasi Djarum Group. Dengan kemitraan eksklusif ini, BCA Digital dan Blibli dapat mengeksplorasi model sinergi lebih jauh untuk dapat dikembangkan bersama.

Induk BCA Digital memiliki basis pengguna, jaringan ATM, dan jaringan merchant yang kuat. Sementara Blibli kini bermain di segmen B2C, B2B, dan B2B2C. Platform yang berdiri di 2010 ini juga mengoperasikan Blibli Express Service (BES) yang sudah bekerja sama dengan 27 mitra logistik, 20 gudang barang, dan 32 hub di kota-kota besar Indonesia.

Sejak beberapa tahun terakhir perbankan memang mulai memanfaatkan platform digital, baik itu e-commerce, ride hailing, atau fintech sebagai front-end channel untuk mengakuisisi nasabah baru. Namun, untuk mengoptimalkan kolaborasi dan sinergi, sejumlah platform digital mulai masuk sebagai pemegang saham di bank digital.

Beberapa di antaranya adalah Gojek ke Bank Jago, Akulaku ke Bank Neo Commerce, dan Sea Group (induk Shopee) ke Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE). Pada kasus Bank Jago, sinerginya dengan Gojek akan semakin luas mengingat platform ini telah resmi merger dengan Tokopedia menjadi GoTo. Tokopedia merupakan salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia.

Perubahan paradigma

Didukung arus modal yang besar, tren perusahaan digital yang masuk ke ekosistem perbankan terus bertambah — baik secara global maupun nasional. Maka hal yang layak menjadi perhatian adalah bagaimana “keterlibatan digital” merasuk menjadi DNA dari layanan perbankan itu sendiri.

Dalam sebuah survei ditemukan fakta bahwa ada kecenderungan konsumen untuk memperluas penggunaan sistem perbankan di varian layanan yang lebih luas.

Di Indonesia sendiri tren tersebut mulai diterjemahkan dengan baik oleh masing-masing, baik dari sisi perbankan [yang sebelumnya tradisional] maupun platform digital. Contohnya dalam realisasi kerja sama peluncuran kartu kredit khusus Traveloka bagi nasabah Bank Mandiri dan BRI. Model layanan berbasis Banking as a Services akan memiliki peran penting dalam proses integrasi.

Skenarionya tentu akan lebih intensif saat bank [terlebih digital] memiliki hubungan spesial dengan platform digital tertentu.

Di lain sisi, pandemi banyak mengubah tentang pengalaman yang diharapkan dari nasabah perbankan. Selain meminta penyedia layanan mempertimbangkan digitalisasi menyeluruh, responden mengharapkan ada pengalaman yang lebih personal dan menyeluruh.

Application Information Will Show Up Here

Pasar Mobil Bekas Mendapat Momentum, Garasi.id Perkuat Kolaborasi dengan Sektor Finansial

Perubahan teknologi yang cepat telah mempengaruhi industri otomotif selama beberapa dekade terakhir. Pengaruh media dan perkembangan digital telah secara signifikan mengubah perjalanan pelanggan dalam membeli mobil. Sesederhana konsumen sekarang menghabiskan lebih banyak waktu untuk meneliti secara online sebelum memutuskan mobil apa yang ideal untuk mereka dan pergi ke dealer mobil untuk melakukan pembelian.

Dari semua rangkaian tersebut, yang paling dibutuhkan masyarakat adalah proses online yang lengkap dan juga transparan. Salah satu cara untuk memastikan kesinambungan interaksi dengan pembeli mobil bekas adalah dengan menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar “mobil bekas pilihan”. Untuk mencapai hal ini, ekosistem kepercayaan perlu dibangun dan itu berarti menawarkan produk dan layanan konsumen yang relevan dengan kebutuhan konsumen.

Garasi.id merupakan salah satu perusahaan e-commerce khusus otomotif dengan spesialisasi mobil bekas yang terintegrasi dengan platform marketplace Blibli.  Platform ini melayani mulai dari jual-beli, perawatan, pembiayaan, dan yang terakhir di extended warranty untuk mesin dan transmisi.

Pandemi beserta PSBB sangat berpengaruh bagi aktivitas jual beli mobil bekas tidak terkecuali Garasi.id. Keterbatasan mobilitas mengakibatkan terhambatnya konsumen yang ingin melihat mobil secara kunjungan langsung. Namun, hal tersebut juga membawa dampak positif pada kenaikan transaksi unit kendaraan hingga 89% selama pandemi, serta kenaikan hingga 225% untuk transaksi Jasa-Servis, berdasarkan data internal Garasi.

Industri mobil bekas di Indonesia sendiri sedang mendapat momentum, salah satu platform marketplace mobil bekas yang beroperasi di Indonesia, Carro belum lama ini berhasil meraih pendanaan seri C dan mencapai status unicorn. Selain itu, ada juga Carsome yang berencana go-public di bursa Amerika Serikat.

Perkuat kolaborasi

Minat masyarakat untuk membeli mobil diprediksi akan meningkat tahun ini. Hal tersebut turut disorot oleh perusahaan konsultasi dan riset Inventure, lebih dari 50 persen responden berencana membeli mobil sebagai pilihan kendaraan paling aman untuk bepergian di masa pandemi. Gaikindo sendiri menyebutkan di tahun 2020, sebanyak 600 ribu unit mobil baru terjual. Setiap ada 1 unit mobil baru terjual, akan muncul 2-2.5 mobil bekas yang terjual. Jadi, pasar industri otomotif khususnya penyedia mobil bekas diprediksi akan terus bertumbuh.

Namun tantangan datang dari sisi pembiayaan, beberapa lembaga memperketat persyaratan kredit sehingga banyak konsumen yang kesulitan mendapatkan persetujuan. Dari sisi penjualan, banyak masyarakat terdampak yang harus terpaksa menjual mobilnya, dan pada saat yang bersamaan, dealer mobil baru memberikan diskon yang lebih besar dari normal. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan harga pasar.

“Bagaimanapun juga, mobil bekas merupakan salah satu rentetan dari bisnis otomotif. Jika harga baru turun, harga mobil bekas pun berdampak. Tapi kalau untuk penjualan, tidak berdampak negatif.” ujar CEO Garasi.id,Ardy Alam.

Garasi.id, melalui fitur dan layanan yang lengkap di aplikasi, melakukan kolaborasi bersama Blibli dan Maybank Finance dalam memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk membeli mobil baru ataupun tukar tambah dengan mobil lamanya secara online tanpa khawatir. Hadirnya Maybank Finance sebagai mitra leasing Blibli akan memberikan layanan keuangan dan pembiayaan yang terjamin aman, sementara Garasi.id menjadi wadah untuk mengakomodasi kebutuhan pelanggan yang ingin membeli mobil baru dengan menukar mobil lamanya.

Program Tukar Tambah ini adalah inisiatif yang pertama dari Blibli.com, Maybank Indonesia Finance, dan Garasi.id. Skema programnya secara singkat adalah konsumen yang berencana membeli mobil baru dengan pembiayaan dan menjual mobil lamanya. Untuk program ini mekanisme pembayaran akan melalui Blibli dan Maybank Finance sebagai anak perusahaan Maybank yang berkecimpung di bidang pembiayaan kendaraan bermotor.

Selain itu, Garasi.id juga menyediakan skema pembayaran untuk produk yang ditawarkan (seperti car care, servis berkala, dsb) menggunakan kartu kredit atau virtual account. Tim Garasi.id mengaku masih membuka peluang kerja sama dengan institusi pembiayaan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng UGM, Blibli Gelar Kelas Kewirausahaan Sosial untuk Bantu UKM Go Digital

Dunia digital sangat berperan dalam membantu UKM menjangkau lebih banyak pasar, terlebih di masa pandemi sekarang ini. Untuk membantu UKM agar lebih melek digital, Blibli bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar edukasi kewirausahaan dan e-commerce dalam Kelas Kewirausahaan Sosial.

Continue reading Gandeng UGM, Blibli Gelar Kelas Kewirausahaan Sosial untuk Bantu UKM Go Digital

Carro Tambah Kemitraan dengan Blibli, Permudah Proses Tukar-Tambah Mobil

Carro kembali mengumumkan kerja sama teranyar, kali ini menggandeng Blibli untuk memberikan kemudahan jual beli tukar tambah mobil secara online. Kerja sama serupa juga sudah dilakukan perusahaan bersama Tokopedia yang sudah dijalin sejak tahun lalu.

Sebelumnya, sang rival OLX Autos juga baru resmikan kesepakatan strategis dengan Tokopedia untuk peluang bisnis penjualan mobil baru di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder Carro Aditya Lesmana menjelaskan, lewat Blibli kini konsumen dapat dengan mudah menjual dan membeli mobil dari rumah. Entah itu menukar kendaraan yang lebih besar, lebih mewah, atau menukar untuk mobil yang lebih kecil dan terjangkau. “Carro melihat bahwa konsumen menginginkan kemudahan ketika ingin menjual atau membeli kendaraan,” terangnya, Kamis (18/2).

EVP of Digital and Automotive Category Blibli Lay Ridwan Gautama menambahkan, melalui sinergi kedua perusahaan masyarakat memiliki wadah digital yang dapat membantu mewujudkan impian mereka untuk memiliki mobil dengan mudah dan mendapat harga terbaik dari mobil bekasnya.

“Kami melihat segmen jual-beli kendaraan roda empat mengalami pertumbuhan yang signifikan pada kategori otomotif di Blibli. Kolaborasi ini pun berpotensi untuk menggairahkan pasar di tengah perekonomian Indonesia yang cukup menantang,” kata Lay.

Dijelaskan lebih jauh oleh Aditya, lewat platform Blibli konsumen dapat bertransaksi tukar tambah/trade-in mobil dengan mudah dan selesai dalam satu hari. Konsumen cukup mengisi informasi tentang mobil yang ingin mereka tukar tambah melalui Blibli. Selanjutnya, tim Carro akan berkoordinasi dengan konsumen untuk melakukan inspeksi mobil sesuai dengan protokol kesehatan di lokasi yang diinginkan konsumen.

Inspeksi akan dilakukan secara menyeluruh pada 150 titik, setelah itu tim akan memberikan penilaian terhadap mobil tersebut dan memberikan harga terbaik dari ribuan mitra dealer Carro di seluruh Indonesia. Keseluruhan proses ini membutuhkan waktu 1 jam setelah persetujuan konsumen. “Di samping itu, konsumen juga tetap dapat melakukan proses trade-in, meskipun mobilnya belum lunas.”

Tokopedia dan Blibli merupakan sejumlah strategi Carro untuk mewujudkan ambisinya sebagai pelopor transformasi digital pada industri otomotif dengan menerapkan standar penjualan secara contactless. Disebutkan sebelumnya, pada tahun lalu Carro mencatat tren pembelian mobil secara contactless naik 100% per bulannya. Per September 2020, sebanyak tiga dari 10 mobil terjual lewat contactless.

Selain melalui platform e-commerce, perusahaan juga meluncurkan perangkat lock and unlock yang dapat diakses melalui smartphone untuk semua mobil yang di jual di Carro.

Tak hanya itu, perusahaan meresmikan Carro Automall di Harapan Indah, Bekasi. Konsep ini menggabungkan pengalaman berbelanja mobil secara online dan offline. Konsumen dapat mengakses harga, fitur, spesifikasi, dan histori mobil melalui kode QR yang tersedia di masing-masing mobil.

Pasar car marketplace di Indonesia memang terus bertumbuh, terlebih pemain seperti Carro atau OLX Autos menjembatani orang yang ingin menjual mobilnya secara cepat. Di segmen ini juga ada Carsome yang juga tengah menggenjot bisnisnya.  Akhir tahun 2020 lalu, mereka baru mengumumkan pendanaan seri D senilai 424 miliar Rupiah, salah satunya misinya akan mulai merambah ke model bisnis B2C.

Application Information Will Show Up Here

Exploring Monetizing Opportunities in E-commerce Companies

E-commerce companies considered tend to burn money for the highest GMV as a metric. Above all, in principle, companies of any kind is required to make a profit. This is where the business development team took part to look for profitable business opportunities.

Regarding this topic, #SelasaStartup invited Blibli Histeria’s Vice President of Business Development & Project Lead, Cindy Kalensang as the speaker. Cindy is to discuss further on various business development tasks, their relation to finding business opportunities for e-commerce services, and how they are implemented in Blibli.

VP Of BizDev Blibli Cindy R Kalensang / Blibli
Blibli’S VP Of BizDev Cindy R Kalensang / Blibli

Generating business model

Cindy explained the basic task of business development is to develop a business for better growth, by exploring new business partnerships and so on. Therefore, he worked with various teams from Blibli’s other divisions for coordination.

In developing new business models, the business development team identifies underserved consumer needs in order to provide the right solution, called product market fit. “Product market fit is the one that needs to be iterated because consumers are looking for value, not only originality.”

Blibli started operating in 2011 using the B2C business model, as they wanted to guarantee the authenticity of goods to consumers. Therefore, Blibli collaborates with lots of brand partners. In this business, Blibli is taking a commission as a way of monetization.

The company has warehouses located at some spots throughout Indonesia to support its business model, especially to speed up delivery to consumers. Over time, the situation has changed, as a result, Blibli has developed other business models for B2B2C.

“Therefore, the process is to buy goods in large quantities, then store them and distribute them to our warehouse. Then, for B2B2C, revenue comes from margins, while B2C is from commissions,” he explained.

From the current business model, the problem remains for all e-commerce companies, it’s the uneven distribution process. This is because the majority of producers and distributors are located in Java. Eventually, the decision is final to open a new business model, it is C2C which all parties can participate in solving the problem.

“We open C2C, it opens for sellers, but we still curate [the onboarding process] and don’t let them sell fake[not original] items.”

Implementing new business model

Cindy continued, the competition of e-commerce services in Indonesia has gotten supper tight. It is visible through the number of e-commerce companies that adopted the “burning money” strategy by advertising on television for the sake of new consumer acquisitions.

“Actually, we are not only here to sprint but stay for the marathon. Blibli stands to be sustainable. That’s why we must remain loyal to our unique value proposition. The money-burning promo is normal because we want to acquire consumers, the most important thing is that the ongoing delivery value that stated Blibli’s difference from other players.”

Blibli’s business model continues to develop, from pure B2C, now B2B2C and entering C2C. Cindy said, the company continues to be adaptive to the situation. Blibli is also trying a new business model that is a subscription.

This is already running for the BlibliMart grocery service. Cindy explained that the subscription model is quite attractive and considered the key to success for Spotify. Initially, in enjoying music, people were accustomed to buying cassettes or CDs in physical form. Then, Apple comes and offers digital purchases per song.

“Spotify sees that people are saturated with music. In the end, they are offered streaming songs for free, but there are advertisements. They share profit with advertisers. Then they innovate with the subscription model. This is the model we are currently exploring. Amazon is successful with this model, offering one year of free shipping. ”

Cindy thought the trial subscription model at BlibliMart is quite on-point because it will be easier for consumers to buy certain needs at a much cheaper price. “Instead of buying when it’s sold out, it’s better to arrange the purchase. Goods are sent every two weeks. That is our value proposition by making a budget, therefore, spending is more efficient,” she concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
header: Depositphotos.com