RRQ Umumkan BNI King of School 2021, Gelaran Esports Kelas Pelajar Terbesar di Indonesia

Perkembangan esports memang semakin matang dari tahun ke tahun. Andrian Pauline, CEO Team RRQ juga mengakui bahwa esports di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat sejak 16 tahun terakhir.

Pada sektor mobile gaming, Indonesia telah menguasai pasar Asia Tenggara dengan 79,58% pendapatan gaming di Indonesia berasal dari mobile gaming, sebagaimana dilansir oleh Newzoo.

Menyikapi hal ini, RRQ sebagai salah satu tim esports terbesar di Indonesia menginisiasi suatu turnamen bertajuk BNI King of School 2021. Turnamen esports satu ini akan menyasar target pemain yaitu para pelajar SMA/SMK sederejat se-Indonesia.

Turnamen ini juga akan dikemas secara profesional dan bertujuan untuk mengembangkan ekosistem esports di kalangan pelajar.

BNI King of School 2021, Saatnya Esports Diakui Sebagai Prestasi

Sumber: Team RRQ

Turnamen esports di kelas pelajar SMA/SMK sederajat se-Indonesia ini akan mempertandingkan game Mobile Legends: Bang Bang.

Untuk target partisipasi sendiri CEO RRQ, Andrian Pauline mengatakan bahwa setidaknya akan ada 1.000 sekolah yang bertanding dan terdiri dari 7.000 pelajar SMA/SMK sederajat yang akan mewakili masing-masing sekolah.

Selain itu, RRQ ingin menyebarkan pesan utama bahwa hobi bermain game juga bisa diakui sebagai prestasi. Perkembangan esports di beberapa tahun belakang kian pesat dan sudah masuk sebagai cabang olahraga resmi di SEA Games ke-31 yang akan digelar di Hanoi, Vietnam.

Kompetisi BNI King of School 2021 akan dibagi dalam 4 tahap kompetisi, dengan detail sebagai berikut:

  • Kualifikasi Regional: 13 September-17 Oktober 2021
  • Kualifikasi Terbuka: 4-31 Oktober 2021
  • Wild Card: 4-7 November 2021
  • National Grand Final: 15-28 November 2021

Total hadiah sebesar Rp70 juta akan dihadirkan pada turnamen BNI King of School 2021 yang mengusung sistem pertandingan best-of-one di babak kualifikasi, best-of-three di babak Playoff dan Grand Final, hingga best-of-five di babak National Grand Final.

Seluruh pertandingan akan digelar secara online dengan babak Grand Final di setiap fase kompetisi akan ditayangkan secara langsung di channel Nimo TV dan YouTube Team RRQ.

RRQ School Ambassador, Ajang Pencarian Bakat Esports Pertama

Sumber: Team RRQ

Selain BNI King of School 2021, RRQ juga menggelar School Ambassador untuk para siswi SMA/SMK sederajat. Pemenang dari ajang pencarian bakat ini akan dikontrak secara resmi oleh Team RRQ.

Ajang ini merupakan langkah untuk memberikan kesempatan bagi para siswi yang ingin terjun langsung ke ranah kompetitif di bidang esports. Selain pemain, memang dunia hiburan esports sendiri memang memiliki banyak talenta seperti streamers, caster, model, hingga pembawa acara.

Para peserta School Ambassador akan dinilai oleh para juri perwakilan Team RRQ dan talenta di dunia esports. Voting para peserta nanti bisa dipilih melalui RRQ Apps. RRQ School Ambassador sendiri akan menyajikan total hadiah sebesar Rp7,5 juta.

Tren Esports Sponsorship di Asia Tenggara

Industri game di kawasan Asia Tenggara dan Taiwan (GSEA) diperkirakan bernilai US$5 miliar pada 2019. Menurut Niko Partners, pada 2019, jumlah mobile gamers di GSEA mencapai 227 juta orang dan jumlah pemain PC mencapai 154,3 juta orang. Berkembangnya industri game di GSEA juga akan mendorong pertumbuhan industri esports. Alasannya, gamers di GSEA tidak hanya senang bermain game, tapi juga aktif di dunia esports.

Berdasarkan data dari Niko Partners, jumlah penonton di Asia Tenggara mencapai 100 juta orang. Audiens esports di masing-masing negara biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu populasi dan konektivitas internet. Semakin besar populasi sebuah negara, semakin besar pula jumlah penonton esports di negara itu. Sementara itu, infrastruktur internet yang baik akan mendorong pertumbuhan ekosistem esports di sebuah negara.

Banyaknya jumlah penonton memang bisa menumbuhkan ekosistem competitive gaming. Karena, biasanya, semakin besar jumlah penonton, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor. Memang, saat ini, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama di dunia esports. Lalu, bagaimana tren sponsorship di Asia Tenggara?

Industri Endemik Masih Mendominasi Sponsorship untuk Esports

“Perusahaan yang paling sering menjadi sponsor esports adalah perusahaan-perusahaan endemik industri game, seperti produsen komputer, gaming peripherals, maupun ponsel,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners ketika ditanya tentang tren esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Meskipun begitu, perusahaan-perusahaan non-endemik  alias perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan dunia game dan esports pun mulai tertarik untuk mendukung pelaku esports. “Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan non-endemik juga mulai masuk ke sponsorship esports di ASEAN,” ujar Darang. Lebih lanjut dia menjelaskan, perusahaan non-endemik tersebut biasanya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan/minuman, perbankan, dan transportasi.

Yamaha jadi salah satu perusahaan otomotif yang mendukung esports.

Di Indonesia, beberapa perusahaan endemik yang menjadi sponsor esports antara lain Acer Predator, ASUS ROG, Logitech, dan Razer. Mengingat di Indonesia mobile esports sangat populer, beberapa perusahaan smartphone juga aktif menjadi sponsor, seperti Xiaomi dan Samsung. Sementara itu, beberapa perusahaan non-endemik yang ikut aktif di kancah esports lokal adalah Red Bull yang menjadi sponsor dari Bigetron Esports dan ONIC Esports serta Sukro yang mendukung RRQ dan EVOS Esports.

BCA menjadi salah satu bank yang aktif mendukung pelaku esports di Indonesia. Salah satu turnamen esports yang BCA dukung adalah Piala Presiden. Mereka menyebutkan, alasan mengapa mereka tertarik untuk masuk ke komunitas esports adalah karena mereka ingin menggaet hati anak-anak muda, yang memang senang dengan competitive gaming. Contoh bank lain yang mendukung esports adalah BNI, yang belum lama ini menjadi sponsor dari Ladies Series MLBB 2021.

Dari segi nilai sponsorship, perusahaan endemik juga masih unggul. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang menjadi sponsor esports. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan di balik tren tersebut. Pasalnya, kompetisi esports masih bisa diselenggarakan secara online walau pemerintah melakukan lockdown dan masyarakat disarankan untuk melakukan social distancing. Memang, pada awal tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 baru dimulai, konten esports bahkan dianggap bisa menjadi pengganti dari siaran olahraga. Karena, ada banyak kompetisi olahraga yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan.

Vici Gaming yang memenangkan ONE Esports Singapore Major. | Sumber: Talk Esports

Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Singapura menjadi negara yang menarik esports sponsorship dengan nilai yang paling besar. Menurut Darang, alasannya sederhana, yaitu karena Singapura sering menjadi tuan rumah dari turnamen esports dengan hadiah besar. Salah satu turnamen esports yang diadakan di Singapura belum lama ini adalah ONE Esports Singapore Major 2021, yang menawarkan hadiah sebesar US$500 ribu. Dan pada Mei 2021, Free Fire World Series 2021 Singapore digelar di Marina Bay Sands. Total hadiah dari kompetisi Free Fire itu mencapai US$2 juta.

Apa yang Membuat Ekosistem Esports Asia Tenggara Unik?

Hampir semua negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile first. Karena itu, tidak heran jika industri mobile game berkembang pesat di kawasan ASEAN. Alhasil, ekosistem esports yang berkembang pun merupakan ekosistem mobile game. Darang menyebutkan, hal ini juga terlihat pada kontrak esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Di ASEAN, mobile esports menjadi minat utama para sponsor. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, di Asia Tenggara, tidak ada satu game yang mendominasi kontrak sponsorship.

Mobile game tetap menjadi yang paling diminati oleh para sponsor. Beberapa game yang paling banyak mendapatkan sponsor dalam pergelaran turnamen di seantero Asia Tenggara antara lain Free Fire, Arena of Valor, PUBG Mobile, dan Mobile Legends,” ungkap Darang. Ketika ditanya mengapa mobile game populer, dia menjawab, “Pengguna dan penonton mobile esports merupakan segmen terbesar esports di Asia Tenggara. Game ponsel juga mudah diakses, tidak memerlukan spec dan perlengkapan mahal seperti PC dan konsol, serta keberlanjutan turnamen-turnamennya mampu bertahan di kala pandemi. Hal-hal tersebut menjadikan mobile esports sebagai segmen paling populer di Asia Tenggara.”

 

Esports jadi salah satu cabang olahraga bermedali di SEA Games 2019. | Sumber: Esports Observer

Selain populernya mobile game, satu keunikan lain dari ekosistem esports di Asia Tenggara adalah aktifnya pemerintah dalam mengembangkan industri competitive gaming. Buktinya, esports telah dimasukkan dalam beberapa ajang olahraga bergengsi. Misalnya, di Asian Games 2018, esports dinobatkan sebagai cabang olahraga eksibisi. Sementara di SEA Games 2019, esports bahkan menjdi cabang olahraga bermedali. Esports juga akan kembali menjadi bagian dari SEA Games 2021 dan Asian Games 2022. Di Indonesia, esports juga akan menjadi cabang olahraga eksibisi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021. Pemerintah bahkan memilih Lokapala, mobile MOBA buatan developer lokal, menjadi salah satu game yang diadu.

“Satu hal yang unik dan membedakan Asia Tenggara dengan kawasan lain adalah keterlibatan pemerintah sebagai sponsor atau penyelenggara acara esports,” kata Darang. “Sebagai contoh, pemerintah Indonesia melalui PB Esports dan Kemenparekraf, pemerintah Malaysia melalui MDEC, dan pemerintah Singapura melalui SGGA tercatat cukup terlibat dalam penyelenggaraan turnamen esports di negara masing-masing.”

Sumber header: Dot Esports

BNI Gunakan Teknologi Blockchain J.P. Morgan untuk Remitansi

Bank Negara Indonesia (BNI) menerapkan teknologi blockchain milik J.P. Morgan untuk mempermudah proses validasi data dalam transaksi kiriman uang ke Indonesia dari luar negeri. Layanan ini dapat digunakan untuk pengirman uang dari Taiwan ke Indonesia.

Proses validasi ini menggunakan Confirm, aplikasi validasi akun global yang bagian jaringan Liink milik J.P. Morgan. Bank pengirim di luar negeri dapat meminta konfirmasi atas detail penerima kepada BNI, sebelum transaksi pengiriman uang dijalankan.

Setelah BNI memvalidasi rekening tersebut, perintah pembayaran dapat dikirimkan melalui jaringan PayDirect dari J.P. Morgan dan BNI menyalurkannya ke rekening penerima di bank tujuan.

Sesuai regulasi perbankan di Indonesia, nomor dan nama pemilik rekening yang tertera saat pengiriman dana harus sesuai dengan data yang ada di bank penerima. Lewat kerja sama ini, BNI ingin memastikan efisiensi dan meminimalisir kemungkinan transaksi diretur akibat adanya ketidaksesuaian data penerima.

Direktur Treasury dan International BNI Henry Panjaitan mengatakan, kemudahan transaksi adalah kunci utama untuk memperoleh kepuasan dan loyalitas konsumen. Menurutnya, kerja sama dengan J.P. Morgan dapat mendukung berjalannya transaksi perbankan yang efisien dan efektif bagi nasabah, terutama untuk mendukung pengiriman uang ke Indonesia dari pekerja migran di luar negeri.

“Ini adalah salah satu prioritas utama BNI, dan kami ingin memperluas ketersediaan solusi digital untuk mendukung kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan yang mudah dan aman. Baik dalam skala domestik maupun internasional,” terang Henry seperti dikutip dari Kontan.

Aplikasi Confirm yang dikembangkan di jaringan Liiink ini telah diperkenalkan sejak akhir tahun lalu. Aplikasi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan masukan dari para anggota jaringan tersebut untuk memenuhi kebutuhan atas ekosistem pembayaran global.

Liink merupakan bagian dari Onyx, unit bisnis J.P. Morgan yang diluncurkan pada tahun 2017 yang sebelumnya dikenal dengan IIN. Kini Liink telah memiliki 400 peserta yang terdiri dari lembaga keuangan dan korporasi, termasuk 27 bank terbesar di dunia, meliputi 78 negara, dengan 100 yang sudah berjalan.

“Kami senang melihat aplikasi Confirm dapat membantu klien-klien seperti BNI untuk meningkatkan transaksi antar negaranya. Kami senantiasa mendengarkan klien kami dan akan terus menghadirkan berbagai produk dan layanan generasi selanjutnya bagi para peserta Liink di masa mendatang,” tambah Global Head Liink Onyx by J.P. Morgan Christine Moy.

Sebelumnya, tiga tahun lalu, BNI sudah mengungkapkan inisiasi mengimplementasikan teknologi blockchain melalui kajian bersama PT Adamobile Solutions Networks. Trade finance dan remitansi akan jadi unit bisnis BNI yang pertama yang akan menggunakan teknologi tersebut.

Pada saat itu, pejabat BNI menyampaikan, blockchain di bisnis remitansi bermanfaat untuk pertukaran data real time dan aman karena data telah terenkripsi ke seluruh anggota blockchain.


Gambar header: Depositphotos.com

“PayLater” Perusahaan Teknologi Dongkrak Pertumbuhan Kredit Konsumsi

Kartu kredit merupakan produk keuangan premium, namun punya eksklusivitas yang tinggi. Baru mau mengajukan saja, prosesnya sangat selektif dan memakan waktu. Hal ini wajar karena bank harus prudent dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediary.

Regulasi perbankan yang ketat menjadi alasan utama mengapa perkembangan kartu kredit di sini stagnan. Statistik dari Bank Indonesia per November 2019 memaparkan, jumlah kartu kredit yang beredar sebanyak 17,38 juta unit, naik tipis 0,65% secara year on year. Pertumbuhan volume transaksi hanya naik 4,19%, sedangkan secara nilai naik 5,32%.

Kenaikan ini tidak sedrastis dibandingkan transaksi uang elektronik. Jumlah uang elektronik sebanyak 278 juta unit kartu, naik 66,47% secara year to date. Volume transaksinya tercatat mencapai 356,4 juta unit (naik 21,93%), dengan nilai Rp127 triliun (naik 170,21%).

Ketimpangan ini membuat produk kartu kredit digital, atau kini lebih tren disebut PayLater, menjadi sesuatu yang sangat hit selama dua tahun terakhir.

Semua beramai-ramai masuk ke segmen ini, menggaet fintech lending untuk menawarkan kemudahan pengajuan yang singkat dan jargon andalan bunga 0% untuk 30 hari pinjaman semakin sering dipakai.

Traveloka dan perjalanan produk PayLater

Beberapa bulan sebelum GoPay dan Ovo merilis PayLater, Traveloka mencuri start memperkenalkan istilah ini. Premisnya sederhana: ingin mempersingkat durasi konsumen saat memutuskan rencana pembelian tiket perjalanan beserta akomodasinya, tanpa khawatir dengan ketersediaan dana. Solusi yang sebenarnya bisa dijawab oleh kartu kredit.

Dalam konferensi pers (15/1), President Traveloka Group Operations Henry Hendrawan menjelaskan sebelum merilis PayLater, 90% pengguna melakukan pembelian last minute alias kurang dari dua hari sebelum keberangkatan. Dampaknya harga yang harus mereka bayarkan jauh lebih mahal, tidak bisa memilih kursi, dan tidak mendapat akomodasi yang diinginkan.

MoU antara Traveloka dan BRI / Traveloka
MoU antara Traveloka dan BRI / Traveloka

“Saat Lebaran, kita melihat booking biasanya terjadi saat mereka sudah dapat THR. Jadi kita lihat dengan PayLater bisa menjadi alternatif untuk financial planning, merencanakan semua rencana libur dan booking dari jauh-jauh hari karena harganya pasti jauh lebih terjangkau,” ucapnya.

Menurutnya, sejak PayLater diluncurkan medio 2018, penggunaan terbesar PayLater untuk pembayaran tiket perjalanan dan akomodasi hotel. Berikutnya, untuk pembayaran tiket atraksi dan hiburan. Henry tidak bersedia merinci lebih lanjut besaran transaksi terkait hal ini.

Nominal dana yang bisa diperoleh pengguna maksimal saat pertama kali dirilis berkisar Rp2 juta sampai Rp10 juta. Kini limitnya ditingkatkan hingga Rp50 juta dengan tenor sampai 12 bulan. Bunganya dimulai dari 2,14%-4,78% flat per bulan. Hampir seluruh layanan di Traveloka bisa memakai PayLater untuk opsi pembayarannya.

Mitra pertama fintech lending yang digaet Traveloka untuk menyediakan dana pinjaman adalah Danamas. Di situsnya dijelaskan ada tambahan mitra, yakni Caturnusa Sejahtera Finance, yang bertindak sebagai pemberi pinjaman (lender) di Danamas. Bisa diasumsikan dana PayLater yang diberikan ke pengguna Traveloka bersumber dari situ.

Caturnusa yang berlisensi sebagai perusahaan p2p lending juga terafiliasi dengan Danamas, alias masuk ke dalam naungan Sinar Mas Group.

Tepat pada Rabu (15/1), Traveloka menambah mitra lending. Kali ini adalah BNI. Bersama BNI perusahaan berambisi menyalurkan dana pinjaman hingga Rp6 triliun sepanjang tahun ini untuk satu juta pengguna Traveloka.

“Harapannya, [pinjaman PayLater] itu bisa disalurkan kepada sejuta pengguna PayLater pada tahun ini,” ujar Henry.

Direktur Bisnis Konsumer BNI Anggoro Eko Cahyo menjelaskan. melalui kerja sama ini, Traveloka PayLater terhubung dengan produk KTA milik BNI, yakni BNI Fleksi. Otomatis setiap pengguna PayLater akan menjadi nasabah BNI.

“Melalui kerja sama ini diharapkan terjadi peningkatan ekspansi kredit konsumer BNI sekaligus memberikan kemudahan kepada masyarakat luas, termasuk pengguna Traveloka PayLater yang pada akhirnya berpotensi menjadi nasabah BNI,” katanya.

Kembali ke asal sebagai kartu kredit fisik

Sepak terjang BNI dalam menggaet Traveloka menjadi contoh menarik bagaimana perbankan memanfaatkan perusahaan teknologi sebagai “kendaraan” untuk meningkatkan bisnisnya. Anggoro menerangkan keputusan BNI masuk sebagai pemberi pinjaman di Traveloka karena dia melihat adanya kesamaan target konsumen.

Strategi ini juga dilatarbelakangi keinginan perseroan memacu kinerja kredit konsumer di BNI karena Traveloka PayLater ini juga terhubung dengan BNI Fleksi. Ini adalah produk KTA untuk kebutuhan konsumsi bagi pegawai aktif yang punya penghasilan tetap dan gajinya di-payroll oleh BNI.

Pengguna Traveloka yang lolos verifikasi untuk pinjaman PayLater ini, menurut pengakuan Henry, mayoritas belum pernah memiliki kartu kredit. Proses KYC dalam setiap pengajuan aplikasi tergolong simpel. Traveloka membaca kebiasaan transaksi pengguna yang terekam di sistem.

“Lebih sering pakai Traveloka, maka kita akan lebih mudah mengerti pengguna dan mungkin kita akan lebih comfortable kasih limit-nya karena kita tahu siapa penggunanya.”

Anggoro mengungkapkan, sebelum kolaborasi ini dimulai, tentunya pihak BNI melakukan penilaian risiko kredit di dalam sistem Traveloka. Bagaimana mereka KYC, menentukan skoring kredit, dan lain-lain. “Kami sudah pastikan sesuai standar [perbankan].”

“Ini [hasil penilaian] memperlihatkan performa kami secara teknis dalam KYC,” tambah Henry.

Historis transaksi nasabah yang terkumpul di Traveloka, menjadi bank data yang sangat berharga untuk membangun sistem kredit skoring sendiri. Seluruh upaya Traveloka untuk membangun pembiayaan yang berkualitas akhirnya terbayar sudah ketika bank sekelas BNI masuk.

Sebelum BNI masuk, BRI juga menandatangani MoU dengan Traveloka untuk menyediakan PayLater Card. Fasilitas ini ditawarkan untuk pengguna terpilih Traveloka. Kebetulan, DailySocial termasuk salah satunya.

Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial
Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial

Kartu PayLater tidak jauh berbeda dengan kartu kredit yang diterbitkan bank pada umumnya. Fasilitas yang bisa dinikmati pengguna adalah bebas biaya tahunan selamanya, pengguna akan menerima notifikasi dari Traveloka setiap ada transaksi dengan kartu kredit untuk mempermudah pemantauan.

Seperti kartu kredit kebanyakan, limit dapat digunakan untuk transaksi online dan offline di luar ekosistem Traveloka, termasuk belanja di luar negeri terutama yang sudah terhubung dengan Visa. Bunga yang diberikan adalah 2,25% per bulan dan tagihan dapat dibayar melalui aplikasi Traveloka.

Ada kenaikan limit kredit yang diterima pengguna ketika meng-upgrade ke kartu fisik. Besarannya tergantung penilaian profil risiko.

Manfaat kemitraan Traveloka antara BRI dan BNI memberi nilai tambah bahwa secara sistem, kualitas perusahaan teknologi dalam penilaian risiko sudah sesuai standar perbankan. Bank pun tidak perlu khawatir.

Di tengah ketatnya regulasi di perbankan, perusahaan teknologi bisa menjadi “kendaraan” mengatasi stagnannya pertumbuhan kartu kredit. Akan ada saatnya penetrasi kartu kredit meningkat dengan cara yang prudent.

Tren cobranding kartu kredit di luar negeri

Apa yang dilakukan Traveloka dengan BRI bukan barang baru bila melihat benchmark di luar negeri. Di Singapura, Grab bersama MasterCard membuat GrabPay Card. Di India, ada Amazon dan perusahaan OTA MakeMyTrip yang menggaet ICICI Bank. Lebih jauh, di Amerika Serikat ada Uber bersama Visa dan Apple bersama Goldman Sachs.

Tren ini diprediksi akan terus berlanjut. Sempat beredar kabar Visa dan Gojek sedang berkongsi untuk merilis PayLater.

Patut dipahami, di Indonesia kebiasaan menggunakan kartu kredit belum terbentuk. Kondisi yang sama juga terjadi di Tiongkok. Di sana kartu kredit kurang peminat, karena ada Alipay dan WeChat Pay yang lebih ramah buat mereka.

Hal ini  berbeda dengan Amerika Serikat dan Singapura. Penetrasi kartu kredit di sana sudah signifikan, sehingga strategi perusahaan teknologi untuk membuat kartu kredit jadi lebih masuk akal.

Menurut laporan PwC, strategi cobranding kartu kredit merupakan strategi win win, baik buat perusahaan dan issuer (bank penerbit). Dari sisi issuer, mereka akan mendapat akses ke basis pelanggan tersegmen, kenaikan rata-rata transaksi, menurunkan tingkat akun dorman, dan meningkatkan “stickiness” dengan konsumen.

Untuk mitra, mereka mendapatkan visibilitas brand yang lebih baik, kontribusi top dan bottom line lewat pendapatan bersama, dan meningkatkan loyalitas konsumen. Sementara untuk pemegang kartu, mereka mendapat penawaran khusus semacam diskon atau voucher, benefit film gratis, perjalanan, menginap, dan manfaat tambahan untuk asuransi, akses lounge, dan lain sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

Kerja Sama dengan BNI, Lyfe Watch Bisa untuk Transaksi Pembayaran

Lyfe, startup yang masuk dalam segmen kesehatan mengumumkan kerja samanya dengan BNI. Kedua belah pihak berkolaborasi untuk menghadirkan jam tangan pintar Lyfe Watch yang dilengkapi dengan teknologi pembayaran.

Dengan dukungan Tapcash, jam tangan pintar besutan Lyfe tersebut akan mampu melakukan transaksi non tunai, mulai dari pembayaran tiket MRT, bus TransJakarta, parkir di Gelora Bung Karno, berbelanja di mini market yang sudah bekerja sama dan juga merchant BNI yang sudah menerima pembayaran TapCash. Untuk memonitor dan isi ulang saldo penggguna bisa memanfaatkan aplikasi TapCash Go.

Termasuk dalam jajaran Co-Founder Lyfe adalah Oscar Darmawan (Indodax) dan para pendiri Tiket.com, yaitu Gaery Undarsa, Wenas Agusetiawan, dan Dimas Surya Yaputra.

“Kami menghadirkan Lyfe Watch dengan tujuan untuk menunjang gaya hidupsehat masyarakat Indonesia. Adanya kerja sama dengan BNI juga menambah lagi fungsi Watch sebagai alat pembayaran yang membuat aktivitas masyarakat lebih mudah dan praktis,” terang CEO Lyfe Indra Darmawan seperti dikutip dari BeritaSatu.

Dengan kerja sama ini, jam tangan pintar Lyfe Watch tak hanya akan bekerja sebagai perangkat penunjang gaya hidup sehat seperti penghitung langkah, pengukur detak jatung dan tekanan darah, dan pengukur kalori yang terbuang, tetapi juga perangkat pengganti dompet karena kemampuannya untuk melakukan transaksi non tunai.

Lyfe Watch juga akan dapat disambungkan dengan Lyfe App melalui bluetooh. Dengan integrasi tersebut pengguna bisa dengan mudah untuk memantau pencapaian (terkait dengan pengukuran di Lyfe Watch) dan kondisi tubuh. Lyfe App juga memungkinkan penggunanya untuk mengikuti berbagai macam tantangan aktivitas sehat harian dan mendapatkan rewards untuk setiap tantangan yang diselesaikan.

“Kami berharap dengan peluncuran ini dapat bersama-sama memajukan perkembangan masyarakat Indonesia sesuai dengan arahan pemerintah mengenai Revolusi Industri 4.0. Ke depannya kita akan terus berinovasi menyediakan produk inovatif yang dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan dan tentunya menjangkau seluruh usia,” imbuh Indra.

Lyfe Watch sendiri akan dirilis pada akhir Juli mendatang. Untuk saat ini pihak Lyfe juga tengah membuka halaman khusus untuk pre-order jam tangan pintar ini.

Application Information Will Show Up Here

BNI Siapkan 250 Miliar Rupiah untuk Modal Ventura

BNI segera memiliki anak usaha baru, perusahaan modal ventura, pada Juni 2019 dan menyiapkan anggaran sebesar Rp250 miliar untuk aksi korporasi tersebut. Rencana ini sebenarnya sudah mulai diungkapkan perseroan sejak dua tahun lalu, namun molor di tengah jalan.

Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BNI Dadang Setiabudi mengatakan, perseroan menargetkan rencana ini diharapkan dapat segera terealisasi kuartal kedua tahun ini. Kendati demikian, perseroan masih menjajaki beberapa alternatif target potensial untuk mengakuisisi perusahaan modal ventura yang sudah ada dan tidak menutup kemungkinan melakukan pendirian perusahaan baru.

Insya Allah kuartal II/2019 sudah ada kabar baik dari BNI,” ucapnya kepada DailySocial.

Menurutnya, sebagai bank umum di Indonesia, BNI lebih cenderung menggunakan struktur modal ventura yang sesuai dengan ketentuan OJK. Nantinya anak usahanya tersebut akan diposisikan sebagai kendaraan untuk menggarap ekosistem digital dan bisnis lain yang tidak dapat digarap oleh bank secara langsung.

Dikutip dari Bisnis, pembentukan modal ventura ini juga berkaitan dengan rencana pengambilalihan saham di PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja). Dipastikan BNI akan mendapatkan porsi kepemilikan saham 20% di sana. Pada saat yang sama, perseroan akan berinvestasi ke LinkAja dengan menyetorkan dana investasi Rp900 miliar yang bakal dilakukan secara bertahap.

“Melalui LinkAja akan terbentuk ekosistem yang lebih luas sehingga menciptakan efisiensi yang lebih maksimal. Kami berharap secepatnya bisa diresmikan. Ada 60 ribu lebih EDC LinkAja,” tambah Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta.

Saat ini perseroan sudah melakukan kerja sama dengan 600 perusahaan fintech maupun layanan e-commerce. Kebanyakan perseroan menyediakan layanan pembayaran melalui rekening virtual dalam kerja sama tersebut. Ditargetkan tahun ini BNI bisa menggandeng 1.000 startup.

Integrasi Belum Rampung, Produk E-Money Himbara Diprediksi Tersedia di LinkAja Akhir Maret

Kemarin, Minggu (3/3), Menteri BUMN Rini Soemarno mengumumkan LinkAja sudah dapat digunakan sebagai alat pembayaran berbasis digital. Dalam keterangan resminya, LinkAja ke depannya dapat digunakan untuk beragam jenis transaksi, termasuk pembayaran bahan bakar di SPBU milik Pertamina, pembelian tiket kereta api dan Damri, serta asuransi Jiwasraya.

Untuk saat ini, LinkAja baru bisa digunakan pengguna Tcash yang sudah melebur pada akhir Februari lalu. Integrasi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI), akan dilakukan secara bertahap. Realisasi ini mundur dibanding target semula awal Maret.

Dalam pesan singkatnya kepada DailySocial, General Manager Divisi E-Banking BNI Anang Fauzi menyebutkan bahwa pengguna UnikQu dan Yap! saat ini memang belum bisa menggunakan LinkAja.

Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo juga memastikan pihaknya belum melakukan integrasi pelanggan T-Bank ke LinkAja karena aspek keamanan. Integrasi ini baru akan dilakukan pertengahan Maret ini.

“Masih ada pengujian yang harus dilalui, termasuk aspek keamanan. Dari tahap migrasi TCash ke LinkAja, ada beberapa masukan untuk perbaikan. Ditambah pengujian sistem dan keamanan untuk memastikan kesiapan sebelum migrasi nasabah uang elektronik bank Himbara,” ujarnya dalam pesan singkat.

Ia menegaskan, migrasi nasabah layanan bank tetap mematuhi ketentuan, yakni migrasi data dan dana telah mendapat persetujuan nasabah. Para nasabah diharapkan sudah memberikan respons atas pemberitahuan bank sejak 1 Februari lalu

Indra menargetkan T-Bank sudah bisa melebur ke LinkAja dan dapat dinikmati pengguna pada akhir Maret ini.

“Sejauh ini kesepakatan dengan bank-bank Himbara sama. Secara tahap migrasi, [saya rasa] bisa diprediksi demikian,” ujarnya.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, dan Pertamina.

Sebelumnya, TCash sudah lebih dulu melebur ke dalam aplikasi LinkAja pada 22 Februari lalu yang sempat diwarnai sejumlah gangguan teknis di aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Tcash Officially Merges to LinkAja, Danu Wicaksana Leads Finarya

Friday (2/22), Telkomsel’s e-money service is officially merged into LinkAja. Tcash’s President Director, Danu Wicaksana is appointed to lead the service under PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

In the official release to DailySocial, Wicaksana said there’s no different service from Tcash to LinkAja. Users can use Tcash as per usual.

However, LinkAja will introduce some new features soon. “We’ll be developing some new features of LinkAja in time,” he added.

LinkAja is a QR Code-based payment system to be managed by alliance of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, and Pertamina.

After Tcash, server-based e-money platforms under state-owned banks, such as BRI’s My QR and BNI’s Yap!, will merge into LinkAja payment system in early March.

An interesting news arose, Jiwasraya is to involve in LinkAja shareholders. Telkomsel will acquire 25%, followed by BNI, BRI, and Mandiri of 20%. Both BTN and Pertamina will have 7% each, and 1% for Jiwasraya.

Strategy to compete with Ovo and Go-Pay

The plan of state-owned companies to create its own payment system has spread since the late 2018. In fact, rumor has it that they will partner with WeChat Pay and Alipay.

Soon after that, the state-owned alliance announces to launch QR Code-based payment system, LinkAja, in the late January 2019. To date, state-owned companies involved are sealed when it comes to LinkAja’s development in the future.

One that is certain, LinkAja is developed to break Go-Pay and Ovo’s domination in Indonesia.

“It was because Go-Pay and Ovo is strong, it triggers state-owned companies to make synergy. Previously, each company work independently. Mrs. Rini (Ministry of State-owned companies) wants to merge the whole effort to LinkAja,” David Bangun, Telkom’s Digital and Strategic Portfolio Director said, not long time ago.

Based on DailySocial’s Fintech Report 2018, Go-Pay is the most popular with 79.39% of the respondents have tried the app, followed by Ovo at 58.42%, and Tcash 55.52%

Difficult to access

Until this afternoon, LinkAja users still complain about the difficulty to access the app. It has been going on since this morning.

DailySocial has tried to login. The first time, it succeed. The second trial and the next ones did not.

The access is using cellphone number. When logging in, user will receive verification code sent to the cellphone number. Unfortunately, after the verification code entered, it keeps loading and not getting into the app.

In its official release, Wicaksana said the LinkAja system is currently upgrading because the high demand of users. He guarantee the account safety with its balance.

“”LinkAja’s technical team is trying to make it easier for user to acces the app. We’re very sorry for the inconvenience in accessing LinkAja,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tcash Resmi Melebur Jadi LinkAja, Danu Wicaksana Pimpin Finarya

Hari ini, Jumat (22/2), layanan uang elektronik atau e-money milik Telkomsel resmi melebur ke dalam LinkAja. Direktur Utama Tcash Danu Wicaksana ditunjuk memimpin layanan yang bernaung di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) ini.

Dalam keterangan resmi yang DailySocial terima, Danu menyebutkan bahwa tidak akan ada perubahan layanan dari Tcash ke LinkAja. Pengguna Tcash dapat menggunakan layanan ini seperti biasa.

Hanya saja, LinkAja akan menghadirkan sejumlah fitur baru ke depannya. ”Kami akan mengembangkan berbagai fitur baru dari LinkAja dari waktu ke waktu,” ungkap Danu.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina.

Setelah Tcash, bakal menyusul platform e-money berbasis server milik bank BUMN, seperti My QR milik BRI dan Yap! dari BNI, yang akan melebur ke dalam sistem pembayaran LinkAja awal Maret mendatang.

Menariknya Jiwasraya akan masuk ke dalam jajaran pemegang saham LinkAja. Telkomsel nantinya akan mengantongi 25 persen kepemilikan, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya 1 persen.

Strategi hadapi Ovo dan Go-Pay

Rencana BUMN menggarap sistem pembayaran sendiri sudah ramai dibicarakan sejak akhir 2018 lalu. Malah saat itu, informasi yang beredar justru menyebutkan BUMN akan bermitra dengan WeChat Pay dan Alipay.

Tak berapa lama berselang, kongsi BUMN mengumumkan akan meluncurkan sistem pembayaran berbasis QR Code LinkAja pada akhir Januari 2019. Hingga sekarang, seluruh perusahaan BUMN yang terlibat dalam kongsi ini masih menutup rapat-rapat mengenai bagaimana pengembangan LinkAja ke depan.

Yang pasti, LinkAja sengaja dipersiapkan untuk mematahkan dominasi Go-Pay dan Ovo di pasar fintech Tanah Air.

“Justru karena GoPay dan OVO kuat, maka itu memicu munculnya kesadaran perlunya sinergi BUMN. Sebelumnya, masing-masing BUMN maju sendiri-sendiri, Bu Rini [Menteri BUMN] ingin menggabungkan semua effort ke dalam LinkAja,” jelas Direktur Digital and Strategic Portfolio Telkom David Bangun saat kami hubungi beberapa waktu lalu.

Berdasarkan Fintech Report 2018 yang dirilis DailySocial, Go-Pay memimpin di sisi popularitas dengan 79,39 persen responden sudah pernah menggunakannya, diikuti Ovo 58,42 persen, dan Tcash 55,52 persen.

Masih sulit diakses

Hingga sore ini, pengguna LinkAja mengeluhkan sulitnya akses ke dalam aplikasi. Kesulitan akses masuk (login) ke aplikasi LinkAja sudah terjadi sejak pagi tadi.

DailySocial sempat menjajal login ke aplikasi ini. Pada saat login pertama, akses berhasil. Namun saat percobaan kedua dan seterusnya, kami tidak berhasil masuk ke dalam aplikasi.

Akses masuk ke aplikasi menggunakan nomor seluler. Dan untuk login, pengguna akan menerima kode verifikasi yang dikirimkan ke nomor seluler. Sayang, usai kode verifikasi dimasukkan, proses loading terus berjalan dan tidak mau masuk ke dalam aplikasi.

Dalam keterangan resminya, Danu menyebutkan bahwa saat ini sistem LinkAja sedang dalam proses upgrade dikarenakan tingginya jumlah unduhan dari para pengguna. Ia memastikan akun dan saldo pengguna tetap aman.

”Tim teknis LinkAja sedang berupaya untuk mempermudah akses pelanggan untuk masuk ke aplikasi ini . Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda dalam mengakses layanan LinkAja,” tuturnya.

Application Information Will Show Up Here

Produk E-Money Bank BUMN Berbasis Server Segera Dilebur Jadi LinkAja

Perusahaan fintech BUMN LinkAja (PT Finarya) bakal diresmikan pada 1 Maret 2019. Empat bank yang tergabung dalam Himbara (Perhimpunan Bank Negara) secara paralel akan melakukan migrasi produk e-money berbasis server milik mereka menjadi LinkAja.

BNI jadi bank pertama yang mengumumkan informasi peleburan ini kepada publik pada pekan lalu, bersamaan dengan T-Cash.

General Manager Divisi E-Banking (EBK) BNI Anang Fauzi menjelaskan, penyebaran informasi ini merupakan langkah bank dalam melakukan sosialisasi yang menurut aturan harus dilakukan setidaknya sebulan sebelumnya.

BNI menyebar informasi berbentuk pesan singkat ke konsumen tentang penggabungan produk Yap! dan UnikQu ke dalam LinkAja ini.

Di situsnya, BNI menjelaskan LinkAja adalah produk fintech sinergi milik BUMN (Himbara, Telkomsel, Pertamina, dan Jiwasraya) yang menghadirkan layanan untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi untuk kebutuhan masyarakat.

LinkAja akan jadi produk fintech milik BUMN yang fokus menjalankan bisnis e-money berbasis server. LinkAja menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran, seperti pembayaran tagihan (listrik, PDAM, BPJS, internet), transaksi di merchant, pembayaran moda transportasi, hingga pembelian online.

Anang melanjutkan, saat ini secara paralel pihaknya sedang menyiapkan proses migrasi dengan baik agar pengalaman pengguna tetap baik dan nyaman. Secara bertahap migrasi dimulai dari Maret 2019. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail apakah BNI akan jadi bank pertama yang meleburkan sistemnya dengan LinkAja.

“Migrasi bertahap di bulan Maret. Apakah BNI pas tanggal tersebut? Belum tahu, lihat kesiapan teknis nanti karena masih koordinasi. Tanggal launching nanti akan ada press release tersendiri,” jelasnya kepada DailySocial.

UnikQu dirilis pada 2016, sementara Yap baru tahun lalu. Bila ditotal, keduanya telah memiliki sekitar 400 ribu pengguna. Adapun jumlah merchant-nya sebanyak 200 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Anang berharap ide menggabungkan seluruh platform uang elektronik berbasis server dan e-wallet Himbara dan BUMN menjadi hal yang positif. Pasalnya penerimaannya akan sangat luas karena melibatkan semua BUMN yang ada.

Direktur IT BRI Indra Utoyo menambahkan, peleburan ke LinkAja ini hanya berlaku untuk produk e-money berbasis server. Sementara yang berbasis kartu masih dikelola sendiri oleh perbankan.

“Yang dialihkan bukan Brizzi tapi nasabah T-Bank yang berbasis server. Brizzi masih dikelola kami. Rencananya per bulan Maret 2019 sudah bisa beralih ke LinkAja,” katanya.

BRI merilis produk e-money berbasis server bernama T-Bank di 2013, yang kini disebutkan memiliki sekitar 520 ribu pengguna. Sementara kartu Brizzi sudah tersebar sebanyak 12,5 juta buah.

“Tentu kita berharap di era digital payment dengan kolaborasi LinkAja bisa lebih menguntungkan.”

Sementara itu, Bank Mandiri juga mengonfirmasi bahwa peresmian LinkAja akan dimulai pada 1 Maret.

“Ya. Rencana launch 1 Maret,” kata Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

Saat ini Bank Mandiri memiliki E-Money dan E-Cash yang bila ditotal jumlahnya mencapai 47 juta buah.

Rico tidak menjelaskan lebih detail bagaimana nasib Mandiri Pay setelah kehadiran LinkAja. Sebelumnya diinfokan Mandiri Pay akan jadi aplikasi pembayaran dengan pemindai QR yang terintegrasi dengan e-money, kartu debit, dan kredit. Modelnya seperti Yap yang diusung BNI.

Bank BUMN lain, BTN, juga turut mengisi berpartisipasi kepemilikan di LinkAja. Dibandingkan bank pelat merah lainnya, inovasi BTN tidak agresif. BTN baru merilis kartu e-money Blink hasil co-branding dengan Bank Mandiri E-Money.

Saat ini 99,99% saham di LinkAja (dengan entitas Finarya) dikuasai Telkomsel. Nantinya kepemilikan Telkomsel tersebut akan terdilusi seiring masuknya sejumlah BUMN yang tergabung dalam konsorsium. BNI, BRI, dan Bank Mandiri masing-masing akan menguasai 20%, Telkomsel (25%), BTN (7%), dan Jiwasraya (1%). Belum ada informasi lebih lanjut tentang Pertamina, yang disebut-sebut juga ikut di dalam konsorsium, dan jumlah kepemilikannya.