BRI Ventures to Launch a New Fund “Sembrani Kiqani”, Targeting D2C Sector

After launching the Sembrani Nusantara Venture Fund last year which focuses on early-stage startups funding, BRI Ventures (BVI) is to launch another investment vehicle named “Sembrani Kiqani”.It is still targeting the early-stage startups, but rather focuses on consumer brands targeting the direct-to-consumer (D2C) sector.

BVI’s CEO, Nicko Widjaja, in his opening remarks at the BRI Ventures Networking Day (23/11) mentioned the potential of the D2C sector growth in Indonesia for the fashion, F&B, and beauty segment. He said, this sector is capable to drive the current industry, especially amidst the economic recovery from the Covid-19 pandemic.

Marcel Lukman, owner of one of the well-known retail groups 707company, also one of the Partners at Sembrani Kiqani said that apart from D2C, this managed fund is also targeting the blockchain industry and its derivatives related to cryptocurrencies. BVI alone is planning to strengthen its investment to develop the crypto ecosystem in the country.

Previously, through Sembrani Nusantara, BVI has invested in the beverage brand developer Haus!, which is also its first non fintech portfolio. They disbursed around 30 billion Rupiah in the debut fund for startup. In addition, the local shoe product developer Brodo also received funding through its series A round.

Indonesian D2C industry

Retail is one of the industries that highly contributes to the national economy. However, the Covid-19 pandemic that shaken this industry’s resilience had caused many businesses to change strategies or even give up on the situation. The one strategy being used is currently to directly target the consumers or direct-to-consumer (D2C).

According to data compiled in the “Driving Growth with D2C” report by Ogilvy, Commercetolls, and Verticurl, it is considered a must for brand owners to have a D2C digital strategy to win the market. The main goal is to build a more personal relationship with customers, thereby creating a more effective and engaging brand experience as a value proposition. D2C provides invaluable ownership of customer data.

In Indonesia alone, there are already several startups have adopted the D2C concept, including Brodo and Saturdays (fashion), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), as well as the retail group startup Hypefast which focuses more on being a venture builder. VCs such as East Ventures are also targeting this sector, proven by its two newest portfolios, mohjo and Kasual.

Blockchain invesment

In early 2010, perhaps not many people understood the concept of blockchain and its utility in the technology industry. Today, discussions regarding crypto assets that run on blockchain platforms are heard everywhere both in the real world and on social media. However, the crypto ecosystem in Indonesia is quite premature and still requires in-depth education.

In an effort to develop the crypto ecosystem in Indonesia, BRI Ventures in collaboration with Tokocrypto, is planning a new initiative called the Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). The first blockchain project is targeted to be launched in 2022.

In addition to crypto assets, a product that is currently captured the market, especially among tech enthusiasts, is NFT. As one of the unique digital assets, all types of media can be printed or tokenized and converted into NFT. This product has been available in various industries from digital art, virtual real estate, also collectibles, games, and many more.

The NFT hype encourages people to try this platform as an alternative investment commodity, supported by the presence of secondary markets on various popular marketplace platforms. Nonetheless, NFT is still a very new market, therefore, being prudent is mandatory.

There are several NFT marketplace platforms available in Indonesia, including TokoMall, Kolektibel, and Paras Digital.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Segera Luncurkan Dana Kelolaan “Sembrani Kiqani” untuk Startup D2C

Setelah tahun lalu meluncurkan Dana Ventura Sembrani Nusantara yang fokus mendanai startup tahap awal, BRI Ventures (BVI) kembali akan menghadirkan kendaraan investasi mereka yang diberi nama “Sembrani Kiqani”. Masih dengan misi untuk mendanai startup tahap awal, hanya saja difokuskan untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C).

Dalam kata sambutannya di acara BRI Ventures Networking Day (23/11), CEO BVI Nicko Widjaja juga menyinggung tentang potensi pertumbuhan sektor D2C di Indonesia yang kian meningkat baik di bidang fesyen, F&B, dan kecantikan. Menurutnya, sektor ini mampu menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Marcel Lukman, pemilik salah satu grup ritel ternama 707company, juga salah satu Partner Sembrani Kiqani turut menyampaikan, selain D2C dana kelolaan ini juga ditargetkan untuk menyasar industri blockchain serta turunannya yang terkait dengan cyptocurrency. BVI sendiri tengah berencana memperkuat investasi untuk mengembangkan ekosistem kripto di tanah air.

Sebelumnya, melalui Sembrani Nusantara, BVI telah berinvestasi kepada pengembang brand minuman Haus!, yang juga menjadi portofolio pertama mereka di luar fintech. Dana yang dikucurkan mencapai 30 miliar Rupiah untuk debut ke startup. Selain itu, pengembang produk sepatu lokal Brodo juga mendapat suntikan dana dalam putaran seri A mereka.

Industri D2C di Indonesia

Ritel merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Namun, pandemi Covid-19 yang sempat mengguncang daya tahan industri ini menyebabkan banyak usaha harus mengubah strategi bahkan menyerah dengan situasi. Salah satu strategi yang sedang ramai digunakan adalah dengan langsung menyasar konsumen atau direct-to-consumer (D2C).

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang mengadopsi konsep D2C ini termasuk Brodo dan Saturdays (fesyen), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), juga startup grup ritel Hypefast yang fokusnya lebih menjadi venture builder. VC seperti East Ventures juga semakin gencar menyasar sektor ini, termasuk dua portfolio terbaru mereka mohjo dan Kasual.

Investasi di industri blockchain

Di awal tahun 2010, mungkin belum banyak orang yang mengerti konsep blockchain serta utilitasnya dalam industri teknologi. Dewasa ini, pembahasan terkait aset kripto yang dijalankan di atas platform blockchain semakin marak terdengar baik di dunia nyata maupun media sosial. Meskipun begitu, ekosistem kripto di Indonesia masih terbilang prematur dan membutuhkan edukasi mendalam.

Dalam upaya mengembangkan ekosistem kripto di Indonesia, BRI Ventures bekerja sama dengan Tokocrypto, sedang merencanakan inisiatif baru yang dinamakan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Proyek blockchain pertama ini ditargetkan untuk bisa segera meluncur di tahun 2022.

Selain aset kripto, produk yang juga tengah digandrungi masyarakat, terutama di kalangan penggiat teknologi, adalah NFT. Sebagai salah satu aset digital yang terbilang unik, semua jenis media dapat dicetak atau diberi token dan diubah menjadi NFT. Produk ini sendiri telah hadir di berbagai industri, mulai dari seni digital, real estate virtual, hingga barang koleksi, game, dan masih banyak lagi.

Hype NFT membuat orang-orang berbondong-bondong menjadikan platform ini sebagai komoditas alternatif investasi, terlebih didukung kehadiran secondary market di berbagai platform marketplace populer. Meskipun demikian, NFT masih merupakan pasar yang sangat baru, sehingga perlu ekstra hati-hati.

Beberapa platform marketplace NFT yang sudah beroperasi di Indonesia termasuk TokoMall, Kolektibel, dan Paras Digital.

BRI Agro Ganti Nama Jadi Bank Raya, Incar 7 Juta Nasabah “Gig Economy”

PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (BRI Agro) resmi berganti nama menjadi PT Bank Raya Indonesia Tbk (Bank Raya) yang disetujui lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Senin (27/9). Sebagai langkah transformasi menjadi bank digital, Bank Raya akan membidik target pasar pekerja informal atau gig economy di 2022.

Dihubungi secara terpisah DailySocial.id, Direktur Utama Kaspar Situmorang mengatakan Bank Raya akan fokus melayani segmen pasar yang terbiasa memakai smartphone dan layanan perbankan digital untuk memaksimalkan pendapatannya (underbanked). Sementara, BRI akan fokus melayani nasabah ultra mikro (unbanked).

“Kami menargetkan nasabah sebanyak 10% atau sekitar 6-7 juta pekerja dari total proyeksi 74 juta pekerja gig dalam lima tahun ke depan. Beberapa contoh pekerja gig economy yang kami incar, misalnya agen perbankan (laku pandai), merchant e-commerce, logistik, dan merchant F&B,” ungkap Kaspar.

Saat ini, proses transformasi digital Bank Raya tengah berjalan, baik pada bisnis model baru maupun pembenahan bisnis existing. Transformasi ini akan berfokus pada tiga pilar utama, yaitu (1) mengembangkan produk digital lending dan saving secara end-to-end, (2) mendigitalkan pengembangan bisnis secara online-to-offline (O2O), dan (3) melakukan revamp dengan menata bisnis existing, mengoptimalkan efisiensi proses bisnis, serta memperkuat pengembangan SDM.

“Pengembangan produk kami akan menggunakan pendekatan customer experience berbasis B2B2C. Untuk digital saving dan digital lending, kami membuat produk yang dapat dipakai di platform partner dengan mudah dan aman. Kami harap bisa melakukan penetrasi pasar dengan biaya akuisisi pelanggan yang paling rendah dan customer lifetime value yang paling tinggi lewat produk berbasis B2B2C ini,” papar Kaspar dalam pesan singkat.

Selain menyetujui pergantian identitas baru, BRI Agro berencana menerbitkan 2.150.000.000 lembar saham dengan nilai Rp100 per saham melalui skema PMHMETD atau 9,96% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dana ini akan dipakai untuk memperkuat fondasi keuangan demi mengembangkan model bisnis baru, membangun infrastruktur keuangan digital bagi sektor gig economy, dan mengakselerasi proses transformasi yang sedang berjalan.

Karena fokus menata kembali portofolio bisnisnya menuju digital, BRI Agro memperkirakan kinerja keuangannya mengalami perlambatan. Perusahaan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi hal tersebut hingga akhir 2021. Pihaknya menargetkan transisi ke digital ini dapat rampung di 2022.

Berdasarkan Laporan Tahunan 2020, BRI Agro awalnya didirikan untuk fokus melayani sektor agribisnis di Indonesia. Sebesar 50%-70% portofolio kredit BRI Agro disalurkan ke sektor on farm maupun off farm. Namun, sebagai digital attacker dari induk usaha BRI Group, perusahaan mulai melakukan transformasi digital dengan masuk ke segmen konsumer, ritel, dan ultra-mikro.

BRI Agro meluncurkan platform Pinjam Tenang (PINANG) yang merupakan pinjaman berbasis aplikasi pertama di Indonesia yang dimiliki oleh bank. Aplikasi PINANG menawarkan proses pendaftaran dan verifikasi digital, digital scoring, dan tanda tangan digital. Pada 2020, PINANG telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp70,6 miliar kepada 18.069 debitur.

Selain itu, BRI Agro juga bekerja sama dengan platform P2P Modal Rakyat untuk menyalurkan pinjaman ke segmen ultra mikro. Sinergi ini telah disepakati melalui penandatanganan MoU pada Desember 2020.

Pasar gig economy

BRI Agro kembali menambah deretan perbankan yang bertransformasi menjadi bank digital lewat rebranding. Jika beberapa bank digital baru mengincar segmen digital savvy dan kalangan milenial, BRI Agro mengambil strategi berbeda dengan masuk ke segmen gig economy.

Sektor gig economy umumnya identik dengan pekerja atau karyawan kontrak jangka pendek atau pekerja lepas (freelancer). Pelaku gig economy juga kerap diasosiasikan sebagai  yang punya lingkungan kerja dan jam kerja yang fleksibel sehingga berpotensi dieksploitasi.

Berdasarkan data internal BRI Agro, pekerja gig economy diproyeksikan mencapai 74,81 juta di 2025 dengan memperhitungkan perkembangan shifting digital. Menurutnya, jumlah pekerja gig economy di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, utamanya dipicu dari dampak pandemi Covid-19, yaitu sebesar 27,07% (YoY). Sementara, jumlah karyawan full time turun 8,84% (YoY).

Nama Asal Transformasi Tahun Pergantian
Bank Artos Bank Jago 2020
Bank Yudha Bhakti Bank Neo Commerce 2020
Bank Kesejahteraan Ekonomi Seabank 2021
Bank Harda Allo Bank 2021
Bank Bukopin Bank KB Bukopin 2021
Bank Net Syariah Bank Aladin Syariah 2021
BRI Agro Bank Raya 2021

Dalam konteks pekerja gig Indonesia, World Bank mengatakan bahwa pekerja gig digital kini menjadi batu loncatan besar di sektor tenaga kerja bagi kalangan anak muda. Ini menjadi satu peluang besar bagi pelaku digital, tetapi dengan catatan untuk sektor tertentu, baik dari sisi geografis maupun jenis pekerjaan.

Application Information Will Show Up Here

Lebih Dekat dengan Program Akselerator Sembrani Wira dari BRI Ventures

BRI Ventures (BVI) memperkenalkan program akselerator “Sembrani Wira”, bekerja sama dengan Fazz Financial dan didukung Prasetia Dwidharma. Tujuannya untuk membantu founder mempercepat pertumbuhan startupnya, sehingga siap memasuki pasar yang lebih luas secara regional maupun global.

Dalam rangkaian pertamanya, dari ratusan peserta yang mendaftar, telah dipilih 9 startup meliputi GajiGesa, Biteship, MYCL, CookLab, Gredu, Restock.id, Minapoli, Tumbasin, dan Brick.io. Selanjutnya mereka akan mengikuti rangkaian kegiatan selama 8 minggu dibimbing para mentor dan investor dari Indonesia, Singapura, Australia, sampai Amerika Serikat.

Sembrani Wira

Secara filosofis, Wira (वीर) diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “ksatria”. Itu juga menjadi akar kata dari “wirausaha” atau “wiraswasta”, sesuai dengan DNA seorang founder startup.

“Selama satu dekade terakhir, ekosistem startup Indonesia tumbuh lebih besar, lebih baik, dan lebih berkelanjutan meskipun terjadi krisis di tahun 2020. Sektor teknologi sudah jelas menjadi pemenang meskipun banyak penurunan industri di seluruh dunia. Sekarang founder sudah sangat jauh berbeda, dari tingkat eksekusi ke tingkat pola pikir. Kami sangat optimis bahwa kelompok ini akan menjadi salah satu yang terbaik yang pernah saya tangani dalam karier saya,” ujar CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Dalam wawancara bersama DailySocial, VP Investment & Business Development BRI Ventures Markus Liman Rahardja memaparkan, ada beberapa alasan yang menjadi dorongan kelahiran Sembrani Wira. Pertama, BVI merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk “go earlier”. Seperti diketahui saat ini CVC tersebut memiliki beberapa dana kelolaan, untuk growth-stage ke atas dengan main fund yang dimiliki dan untuk early-stage dengan Sembrani Nusantara yang belum lama ini diumumkan.

Lewat program ini, BVI juga memiliki misi untuk melakukan pembinaan dan pengembangan ekosistem lokal untuk generasi startup selanjutnya. “The time is now, pandemi banyak mengakselerasi industri dan sektor baru, sehingga kami melihat banyak startup baru bermunculan dan mereka menarik-menarik [..] Wira itu juga diartikan sebagai ‘perang’, jadi kita ingin mencari ksatria digital baru di Indonesia,” ujar Markus.

Sembrani Wira tidak menargetkan sektor tertentu saja (agnostik), namun ada beberapa kriteria yang menjadi variabel dalam proses seleksinya. Yang paling kentara, mereka mencari startup yang lebih siap secara model bisnis dan produknya — beberapa peserta bahkan sudah mendapatkan pendanaan dari angel investor maupun pemodal ventura.

Fokus program ini adalah untuk memvalidasi lagi model bisnis yang sudah dimiliki, sembari mempertajam produk. Kemudian, ada kesempatan untuk dibantu membuka pangsa pasar lewat jaringan yang dimiliki BRI maupun BVI. Dengan harapan ketika selesai program mereka lebih siap masuk ke pipeline Sembrani Nusantara.

Markus juga menjelaskan, berbeda dengan program akselerator yang model pembelajarannya berupa classroom model, Sembrani Wira lebih banyak menyuguhkan sesi eksklusif untuk mempertemukan founder dengan mentor. Interaksi yang dijalankan lebih banyak fokus ke pengembangan bisnis secara spesifik sesuai kebutuhan masing-masing startup, alih-alih menambah wawasan bisnis secara umum.

Lebih lanjut Nicko menyampaikan, “Salah satu hal penting dalam agenda kami adalah membantu para founder tidak hanya mendapatkan product-market fit, tapi juga go beyond. Jadi kami akan berdiskusi dengan para founder untuk melihat apa tujuan mereka dan membantu mereka untuk menarik kembali apa yang harus mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut.”

“Ekosistem startup di setiap negara memiliki pola pikir yang disebut Paying It Forward. Hal ini terlihat ketika Google, Facebook, Amazon, Alibaba, dan lainnya percaya pada ekosistem tempat mereka tumbuh dan berinvestasi ulang untuk mendorong inovasi yang berasal dari para pendiri baru,” imbuh Nicko.

BRI Ventures juga bekerja sama dengan DailySocial sebagai media partner dan penyedia platform akselerator. Selain itu, peserta juga akan mendapatkan bantuan layanan hukum melalui KontrakHukum, kredit AWS, dan manfaat menarik lainnya yang dapat membantu mereka mengembangkan bisnisnya ke tahap yang lebih baik.

Mendorong Implementasi “Open API” Perbankan di Indonesia

Dengan semakin maraknya saluran dan aplikasi digital di sektor finansial, generasi modern sekarang sudah jarang mengunjungi cabang bank lokal untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Masyarakat ingin mengakses layanan perbankan bukan di mana bank berada, tetapi di mana mereka berada. Perbankan kini berinovasi dengan customer journey dan multi-channel yang semakin modern.

Kemunculan permintaan baru ini, dikombinasikan dengan kemunculan teknologi perangkat lunak yang semakin inovatif, menciptakan bentuk keuangan baru yang disematkan melalui application programming interfaces (API) yang memungkinkan layanan bank dan data konsumen terintegrasi pada aplikasi pihak ketiga.

Pengamat ekonomi INDEF Nailul Huda menyampaikan bahwa open API sebenarnya bukan barang baru dalam ekosistem keuangan global namun masih baru di ekosistem keuangan di Indonesia. Lalu, mengapa open API menjadi penting dalam evolusi sektor perbankan?

Implementasi open API perbankan

Pada tahun 2010, pembuat kebijakan Inggris dan Eropa membuat peraturan yang mewajibkan bank untuk membuka data dan layanan kepada pihak ketiga secara aman untuk mendorong inovasi yang akan mengubah dan menciptakan produk keuangan yang lebih baik bagi konsumen. Hal ini menghasilkan investasi yang lebih besar di ekosistem fintech, karena banyak pengusaha dan investor mengambil kesempatan untuk melakukan revolusi perbankan dengan dukungan infrastruktur yang ada.

Inisiatif ini juga disebut open banking atau perbankan terbuka, yang dikeluarkan di Inggris dengan peraturan Perbankan Terbuka Inggris dan di benua Eropa dengan Petunjuk Layanan Pembayaran 2 (PSD2). Beberapa pemimpin industri memahami potensi bisnis yang menarik, tetapi tidak sedikit yang memilih untuk mempertahankan status quo.

Source: BLUEPRINT SISTEM PEMBAYARAN INDONESIA 2025
Source: Blueprint sistem pembayaran Indonesia 2025

Di Indonesia sendiri, pengembangan open banking melalui API telah diimplementasi oleh beberapa bank, termasuk BCA, BRI, Permata Bank, BNI, CIMB Niaga, dan Mandiri.

Tahun 2016 menjadi momen awal perbankan membuka diri ke ekosistem dalam bentuk API. Saat itu, BCA, melalui Finhacks 2016, sebuah upaya percepatan inovasi digital Indonesia di bidang financial technology (fintech). Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan ketersediaan API ke komunitas pengembang di Indonesia.

Selanjutnya, BRIAPI memungkinkan konsumen bisnis melakukan transaksi dan mengakses informasi mengenai produk-produk BRI langsung dari aplikasi, mulai dari fitur pembayaran lewat virtual account dan Direct Debit, fitur isi ulang saldo BRIZZI, hingga fitur pengecekan lokasi Kantor Cabang dan lokasi E-Channel BRI. Di sisi internal perusahaan, open API BRI juga memudahkan proses pengecekan saldo dan mutasi rekening bisnis, hingga melakukan transfer baik menuju rekening BRI maupun bank lainnya.

Salah satu BUMN yaitu Bank Mandiri belum lama ini juga mengenalkan layanan Mandiri Application Programming Interface (API) yang menyasar pasar pelaku bisnis digital, seperti financial technology (fintech) dan e-commerce, yang sedang tumbuh di Indonesia. Mandiri API memiliki 13 fitur sandboxing serta 3 fitur by call untuk top up e-money, direct debit, dan seller financing. Platform ini dapat diakses oleh pelaku bisnis digital untuk mencari informasi produk, melakukan pengembangan dan uji coba, serta integrasi produk dan layanan perbankan Bank Mandiri langsung melalui situs ataupun aplikasi mereka.

Selain itu, open API juga bisa mempecepat proses interlink antar perbankan dan layanan jasa keuangan lainnya seperti fintech pembayaran, fintech p2p lending, ataupun jenis fintech lainnya.

Sejumlah bank juga secara progresif menjalin kolaborasi dengan fintech. Sejak tahun 2018, BRI sudah memulai kerjasama dengan menyalurkan pendanaan melalui platform fintech Investree dan Modal Rakyat. Startup fintech Modalku juga telah bekerja sama dengan Bank Sinarmas sebagai bank kustodian yang akan berwenang untuk menampung dana pemberi pinjaman untuk bisa meningkatkan keamanan dan transparansi dana.

Pada dasarnya, implementasi open API di Indonesia bertujuan sama. Menyongsong era ekonomi digital dan inklusi finansial. Diharapkan dengan tersedianya berbagai fitur ini akan mendorong terjadinya perubahan besar di ekosistem perbankan nasional.

Pandemi picu akselerasi digital dan keterbukaan

Menurut survei yang diadakan Comscore bertajuk “COVID-19 and its impact on Digital Media Consumption in Indonesia”, tertera data-data tentang jumlah pengguna internet yang semakin meningkat di masa pandemi. Masyarakat mulai mengurangi interaksi dan transaksi langsung, serta lebih memilih untuk mencukupi segala kebutuhan secara daring.

Semakin berkembangnya sektor e-commerce yang menjadi lokomotif industri digital di Indonesia telah memicu perbankan untuk mendorong adopsi Open API yang lebih masif.

Dengan adanya API, nantinya konsumen yang melakukan pembelian produk di market place dapat memilih opsi kanal pembayaran dari transfer virtual account. Market place yang bekerja sama dengan payment gateway menyediakan opsi pembayaran, yang nantinya akan terjadi pertukaran data dari kedua belah pihak dan terhubung ke bank sebagai penyedia uang elektronik.

Dengan masa depan indah yang diproyeksikan melalui implementasi open API, kenyataannya masih banyak perbankan yang belum berbenah menghadapi era digitalisasi dan adanya disrupsi yang ditimbulkan oleh pelaku layanan jasa keuangan innovative seperti fintech. Akibatnya proses perkembangan open API masih terhambat.

Tantangan yang dihadapi

Dalam pengembangannya, teknologi open banking di Indonesia kerap mendapat pandangan pesimis dari beberapa pihak. Pasalnya teknologi ini memungkinkan terjadinya tindakan moral hazard yang bisa mengancam aspek perlindungan konsumen. Aspek ini merupakan pedoman yang harus diutamakan bagi industri jasa keuangan dalam berbisnis.

Sudah sewajarnya perbankan sangat berhati-hati dalam masalah tata kelola data, hal ini kerap menjadi alasan mereka belum siap untuk menghadapi perbankan era digital dan keterbukaan informasi. Salah satu alasannya memang sistem keamanan data yang dimiliki perbankan [terutama bank kecil dan bank daerah] yang belum memadai. Ada rasa khawatir yang besar akan terjadinya penyalahgunaan data.

Dalam hal ini, regulator memiliki peran kunci yang harus segera dipentaskan –  standardisasi API kemungkinan akan menjadi syarat utama kesuksesan. Sebaliknya, kurangnya standar umum akan menghambat kemajuan dan menambah beban.

Anton Himawan, Head of Digital Business Development Bank CIMB Niaga, mengatakan, “Di antara tantangan yang dihadapi perbankan yaitu belum adanya aturan baku tentang implementasi Open Banking, sehingga membuat Bank wajib mengacu pada aturan-aturan yang sudah diterapkan sebelumnya yang mungkin tidak lagi cocok.”

Maka diperlukan sebuah peraturan yang setara undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi. Hingga saat ini Indonesia belum mempunyai UU Perlindungan Data Pribadi yang bisa menjadi pedoman.

“Apabila UU Perlindungan Data Pribadi disahkan maka saya yakin perbankan nasional akan menuju sebuah era baru keterbukaan informasi. Saya rasa peluang penerapan open banking akan semakin kajadian apabila UU Perlindungan Data Pribadi disahkan,” tambah Nailul.

Masa depan open API

Pada akhir bulan Juli lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan akan mengeluarkan standar Open Application Programming Interface (API) untuk mendorong kolaborasi perbankan, dan perusahaan teknologi finansial (fintech). Kolaborasi perbankan dan fintech melalui standar Open API diharapkan dapat mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif.

Standar Open API dibutuhkan untuk mendorong adopsi open banking yang mendukung tercapainya layanan pembayaran yang efisien, aman, dan handal;  meningkatkan inovasi dan kompetisi; mendorong inklusi keuangan termasuk pembiayaan kepada UMKM; mengurangi risiko shadow banking; serta mendorong terciptanya ekosistem Open API yang berintegritas.

Penerapan standar open API ini akan dilakukan secara bertahap mempertimbangkan keberagaman dalam industri sistem pembayaran di Indonesia. Tahapan tersebut disebutkan akan dilakukan baik dari sisi pelaku maupun waktu implementasi, dengan mempertimbangkan aspek ukuran dan kompleksitas bisnis.

“Kami melihat pada akhirnya Open Banking akan menjadi sebuah keharusan bagi industri perbankan. Ke depan, kompetisi terkait Open Banking tidak hanya terkait fitur dan ketersediaan teknologi, yang lebih penting adalah bagaimana pihak-pihak yang berkolaborasi dapat memanfaatkan Open Banking secara maksimal baik dari sisi layanan maupun model bisnis yang tepat bagi masyarakat,” ujar Anton.

 

BRI Ventures Scores 150 Billion Rupiah in the First Close of Sembrani Nusantara

BRI Ventures today (25/11) announced the first closing of the Sembrani Nusantara Venture Fund. The value that was successfully booked reached 150 billion Rupiah; reached half of the total funds targeted at its launch in June 2020. Apart from BRI as a general partner, several investors are involved in this funding including Celebes Capital, Grab Holding, Fazz Financial Group, Investree, and Pandu Sjahrir.

He said his investment thesis is “beyond fintech”, which is targeting business areas outside the financial technology sector – adjusting the pillars of the “EARTH” sector (education, agro-maritime, retail, transportation/logistics, health). Sembrani will also focus on empowering SMEs; which will have an impact on strengthening BRI as the largest microfinance institution in the world.

To date, there have been two startups that have listed on Sembrani’s portfolio, but it’s still undisclosed.

“We are very pleased with the positive response generated from the investors of the Sembrani Nusantara Venture Fund in this first funding period. All of these investors are those who have experience investing in start-up companies and those who believe in the digital ecosystem in Indonesia. They believe in our goal to build sustainable future and startup companies,” BRI Ventures’s CEO Nicko Widjaja said.

The Sembrani Nusantara Venture Fund is also registered and supervised by the OJK. A venture fund is an investment contract scheme between the PMV (Venture Capital Company) itself and a custodian bank, which was created by OJK so that the venture capital company industry will be more willing to invest in shares. So far, the majority of local PMVs have played in profit-sharing financing, which is not much different from what financing companies do.

Nicko said in an interview that the launch of Sembrani was aimed at building an ecosystem that had been dominated by foreign PMVs. In the past, he thought the local PMV was not ready, but now is the right moment to show off on the national and regional levels.

It is undeniable that so far venture capital has tended to choose to take shelter under the regulations of neighboring countries. The issue of high taxation in Indonesia is the main reason. Capital gain tax application for PMV reaches 25% of the increase in equity value, while for individual investors it is 30%. Meanwhile, the capital gains tax in Singapore is only 5%.

The majority of local PMVs that fund digital startups and are registered with the OJK are part of the bank’s subsidiaries, including Central Capital Ventura (CVC chose BCA), BRI Ventures, Mandiri Capital Indonesia, and OCBC NISP Ventura.

Sustainable startups through IPO

Sembrani is a term used by BRI Ventures to describe sustainable local startups post the unicorn era. Sembrani is also known as Batara Wisnu’s riding horse in the puppet stories – it is said to represent the unicorn with local wisdom.

One of the steps to realizing this vision is to ensure that all aspects of the investment cycle runs well, through an initial public offering (IPO) as a first step towards becoming more sustainable. This was carried out by signing an MoU between BRI Ventures and the Indonesia Stock Exchange on November 11, 2020, with the intention of helping more startups to IPO on local exchanges.

BRI Ventures hopes that through Sembrani, stakeholders will open discussions to explore new business models so that in the future investors can participate in building venture funds in Indonesia. The structure of Sembrani is a Joint Investment Contract (KIB) which is similar to a Collective Investment Contract (KIK) in mutual funds which are generally known and supervised by OJK.

“Given our goal of supporting the local digital ecosystem and building IPO-worthy startups, we realize that the Sembrani Nusantara Fund can play a more active role in the local funding landscape in the future and build a venture capital industry that is competitive with Singapore,” said Nicko.

The investor composition, most of whom come from Indonesia, is interpreted as a big step to bring the local startup ecosystem to be more competitive in the global arena. Nicko explained that each investor will have a big contribution to the realization of this vision.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Bukukan 150 Miliar Rupiah dalam Penutupan Pertama Sembrani Nusantara

BRI Ventures hari ini (25/11) mengumumkan penutupan pertama Dana Ventura Sembrani Nusantara. Nilai yang berhasil dibukukan mencapai 150 miliar Rupiah; capai setengah dari total dana yang ditargetkan saat peluncurannya Juni 2020 lalu. Selain BRI selaku general partner, beberapa investor tergabung dalam pendanaan ini termasuk Celebes Capital, Grab Holding, Fazz Financial Group, Investree, dan Pandu Sjahrir.

Dikatakan tesis investasinya “beyond fintech”, yakni menyasar area bisnis di luar sektor teknologi finansial – menyesuaikan pilar sektor “EARTH” (education, agro-maritim, retail, transportation/logistic, health). Sembrani juga akan fokus pada pemberdayaan UMKM; yang akan berdampak pada penguatan BRI sebagai lembaga keuangan mikro terbesar di dunia.

Sejauh ini sudah ada dua startup yang bergabung menjadi portofolio Sembrani, namun belum disebutkan namanya.

“Kami senang sekali dengan tanggapan positif yang dihasilkan dari para investor Dana Ventura Sembrani Nusantara pada periode pendanaan pertama ini. Seluruh investor ini merupakan mereka yang memiliki pengalaman berinvestasi di perusahaan rintisan dan mereka yang percaya terhadap ekosistem digital di Indonesia. Mereka percaya pada tujuan kami membangun banyak sembrani masa depan dan perusahaan rintisan yang berkelanjutan,” sambut CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Dana Ventura Sembrani Nusantara ini juga terdaftar dan diawasi oleh OJK. Dana ventura merupakan skema kontrak investasi antara PMV (Perusahaan Modal Ventura) itu sendiri dengan bank kustodian, yang dibuat OJK agar industri perusahaan modal ventura lebih berani untuk masuk ke penyertaan saham. Selama ini PMV  lokal mayoritas bermain di pembiayaan bagi hasil yang notabenenya tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan perusahaan pembiayaan.

Nicko dalam sebuah kesempatan wawancara berujar, peluncuran Sembrani salah satunya bertujuan untuk membangun ekosistem yang selama ini dikuasai PMV asing. Ia merasa, dulu PMV lokal memang belum siap, namun sekarang jadi momentum yang tepat untuk unjuk gigi di kancah nasional dan regional.

Tidak dimungkiri, sejauh ini venture capital memang cenderung memilih bernaung di bawah regulasi negara tetangga. Isu perpajakan yang tinggi di Indonesia jadi dalih utamanya. Penerapan pajak capital gain buat PMV itu mencapai 25% dari kenaikan nilai ekuitas, sementara bagi investor perorangan 30%. Sementara, pajak capital gain di Singapura hanya 5%.

Adapun mayoritas PMV lokal yang mendanai startup digital dan sudah terdaftar di OJK adalah bagian dari anak usaha bank, di antaranya Central Capital Ventura (CVC milih BCA), BRI Ventures, Mandiri Capital Indonesia, dan OCBC NISP Ventura.

Startup berkelanjutan lewat IPO

Sembrani adalah istilah yang dipakai BRI Ventures untuk menggambarkan startup lokal yang berkelanjutan setelah era unicorn. Sembrani juga diketahui sebagai kuda tunggangan Batara Wisnu di cerita pewayangan —  bisa dibilang merepresentasikan unicorn dengan kearifan lokal.

Salah satu langkah mewujudkan visi tersebut adalah memastikan semua aspek siklus investasi berjalan baik, lewat penawaran umum perdana (IPO) sebagai langkah awal untuk menjadi semakin sustainable. Hal ini dilaksanakan dengan penandatanganan MoU antara BRI Ventures dan Bursa Efek Indonesia pada 11 November 2020 yang lalu, dengan maksud membantu lebih banyak startup untuk IPO di bursa lokal.

BRI Ventures berharap melalui Sembrani, para stakeholders akan membuka diskusi untuk menjajaki model bisnis yang baru agar ke depan investor dapat berpartisipasi membangun dana ventura di Indonesia. Struktur dari Sembrani adalah Kontrak investasi Bersama (KIB) yang mirip dengan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam reksa dana yang sudah dikenal secara umum dan diawasi oleh OJK.

“Mengingat tujuan bersama kami adalah mendukung ekosistem digital lokal dan membangun Perusahaan rintisan yang layak IPO, kami menyadari bahwa Dana Sembrani Nusantara dapat berperan lebih aktif dalam lanskap pendanaan lokal di masa depan dan membangun industri modal ventura yang bersaing dengan Singapura,” ujar Nicko.

Komposisi investor yang sebagian besar berasal dari Indonesia dimaknai sebagai langkah besar membawa ekosistem startup lokal lebih kompetitif di kancah global. Nicko menerangkan, masing-masing investor akan memiliki sumbangsih besar pada realisasi visi tersebut.

Setelah BRI, Giliran BRI Agro Masuk sebagai “Lender Institusi” di Modal Rakyat

Setelah BRI, kini BRI Agro masuk ke dalam jajaran lender institusi di Modal Rakyat dengan komitmen awal pembiayaan sebesar Rp50 miliar. Bagi BRI Agro, langkah strategis ini menjadi cara diversifikasi pembiayaan untuk mendukung UKM dari berbagai sektor bisnis.

Direktur Utama BRI Agro Ebeneser Girsang menerangkan, inisiatif yang sudah dijalankan perusahaan pada tahun ini menunjukkan hasil yang positif. Oleh karena itu, akan terus diperluas jangkauannya dengan beberapa fintech lainnya, termasuk Modal Rakyat.

“Sejalan dengan strategi perusahaan untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka cross selling produk-produk BRI Agro, maka kami memilih fintech/p2p lending untuk mengembangkan bisnis selagi kami mempersiapkan model bisnis baru untuk menjadi digital attacker sesuai dengan aspirasi BRI Group,” ungkap dia dalam keterangan resmi, kemarin (5/11).

CEO Modal Rakyat Hendoko Kwik menambahkan, dukungan BRI Agro ini membuat mereka semakin mantap dan yakin pada model bisnisnya sebagai agregator modal kerja untuk para UKM yang membutuhkan.

“Bersama dengan dukungan bank sebagai institusi keuangan yang lebih dewasa, niscaya mimpi Modal Rakyat membantu terwujudnya inklusi keuangan di Indonesia yang semakin cepat tercapai,” ucapnya.

Pembiayaan yang diberikan BRI Agro akan diarahkan untuk membiayai pelaku UKM yang terdaftar di Modal Rakyat dengan nilai maksimal Rp2 miliar per pinjaman. Sektor bisnis tidak terbatas disalurkan ke agrikultur saja, namun juga bisa ke sektor lain seperti logistik, konstruksi, kesehatan, dan teknologi.

Sejak berdiri pada 2018, Modal Rakyat telah menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp640 miliar kepada lebih dari 20 ribu pelaku UKM di seluruh Indonesia. Sektor dengan pembiayaan terbesar datang dari IT (47%) dan perdagangan (29%).

Pembiayaan ini dilakukan secara gotong royong, memadukan pendana dari individu dan institusi. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 45 ribu pendana individu dan sembilan pendana institusi di Modal Rakyat.

Bagian dari sinergi

Masuknya BRI dan BRI Agro, sebenarnya adalah lanjutan dari hasil investasi yang dilakukan oleh BRI Ventures ke Payfazz beberapa waktu lalu. Dikonfirmasi oleh pihak BRI Ventures, unit CVC tersebut hanya masuk ke dalam holding Fazz Financial. Sehingga kemitraan di bawahnya dijalankan di bawah holding.

Fazz Financial adalah perusahaan holding yang menaungi Payfazz dan perusahaan lainnya, termasuk Modal Rakyat, mengingat masing-masing pimpinan saling-silang menjadi komisaris.

Payfazz yang digawangi oleh Hendra Kwik, juga menjabat sebagai komsiaris di Modal Rakyat, perusahaan yang dipimpin oleh saudaranya Hendoko Kwik. Hendoko juga menjadi komisaris di Verihubs, startup e-KYC.

Pun Payfazz juga kini memiliki portofolio sendiri yang ia investasi sendiri untuk startup pencatat utang Credibook pada awal tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

BRI Is Now Listed as an Institutional Lender in Modal Rakyat

Modal Rakyat added BRI to the list of institutional lenders. BRI’s initial commitment was to channel funds of IDR 30 billion for micro-businesses through Modal Rakyat.

Modal Rakyat’s Co-Founder, Stanislaus MC Tandelilin explained that this is a form of collaboration between banking and p2p lending. All financing from BRI will be focused on micro-businesses with an average distribution value of IDR 250 million.

“We are very fortunate to have BRI’s trust. We hope this collaboration can accelerate financial inclusion, especially MSME players in the midst of a pandemic situation,” he explained in an official statement, Tuesday (13/10).

On a separate occasion, Stanis said to DailySocial that this collaboration was not part of the synergy between BRI and Payfazz. “Not related. PT Modal Rakyat collaborates independently with BRI.”

BRI, through BRI Ventures, was involved in a Series B funding round at Payfazz worth $53 million in July 2020. Payfazz, led by Hendra Kwik, also serves as a commissioner at Modal Rakyat, a company led by his brother Hendoko Kwik.

Furthermore, Stanis admitted that he would continue to add other institutional lenders, the closest is to link up BPR. Currently, there are nine institutions that have channeled their funds through Modal Rakyat, they come from multi-finance, corporate, and fintech. Unfortunately, they can reveal these companies yet.

The focus shifting on seeking institutional lenders is reflected in the current condition, there has been a downward trend in individual lenders. However, Stanis did not elaborate on the cause. “However, institutional lenders are starting to rise and now the majority of Modal Rakyat funding is supported by institutions. We are also exploring collaboration with BPRs.”

The total lenders registered in Modal Rakyat has reached more than 45 thousand people. Since getting a license from OJK in June 2018, the company has channeled loans of more than IDR 550 billion to 4 thousand borrowers throughout Indonesia.

The company is engaged in a productive business with loan interest ranging from 12% – 30% per year and a nominal loan of between IDR 500 thousand to IDR 2 billion. Borrowers only need to include their personal identity (KTP and NPWP), company legality data (if not an individual business), and have a bank account.

The trend of making benefit from Institution fund

In fact, individual lenders have much heavier management efforts than institutions. The reason is, companies must carry out an educational process through customer service to help guide risks and consultations, especially if they are just starting out the investment industry in p2p lending.

Meanwhile, institutional lenders are more familiar with the risks in this sector. For fintech making benefit from this massive fund, they will have the flexibility for they can distribute loans faster according to the target customers by each lender.

With these various advantages and disadvantages, eventually encourage some p2p lending platforms to combine the two in order to realize the spirit of financial inclusion. In previous reports, UangTeman announced Bank Sampoerna as one of its lenders.

Also, there are several other companies, including KoinWorks, which collaborate with Bank BTN, Bank Sampoerna, and Bank CIMB Niaga. Investee in collaboration with BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, and seven other institutions from financial services and investors from abroad.

Next, Modalku in collaboration with Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, and BPR Sukawati Pancakanti. Finally, Akseleran, which collaborated with Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, and Bank J Trust.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Kini Masuk Sebagai “Lender Institusi” di Modal Rakyat

Modal Rakyat menambah BRI ke dalam jajaran portofolio lender institusi yang terbaru. Komitmen awal BRI adalah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp30 miliar untuk usaha mikro melalui Modal Rakyat.

Co-Founder Modal Rakyat Stanislaus MC Tandelilin menerangkan, kolaborasi dari kedua perusahaan ini adalah wujud kolaborasi antara perbankan dengan p2p lending. Seluruh pembiayaan dari BRI ini akan difokuskan untuk usaha mikro dengan nilai penyaluran rata-rata Rp250 juta.

“Kami sangatlah beruntung bisa mendapat kepercayaan dari BRI. Kami berharap kerja sama ini bisa mengakselerasi inklusi keuangan, terutama para pelaku UMKM dalam menghadapi situasi pandemi,” terangnya dalam keterangan resmi, Selasa (13/10).

Secara terpisah, kepada DailySocial, Stanis menegaskan kerja sama ini bukanlah bagian dari sinergi antara BRI dengan Payfazz. “Tidak berkaitan. PT Modal Rakyat bekerja sama secara mandiri langsung dengan pihak BRI.”

BRI, melalui BRI Ventures, terlibat dalam putaran pendanaan Seri B di Payfazz senilai $53 juta pada Juli 2020. Payfazz yang digawangi oleh Hendra Kwik, juga menjabat sebagai komisaris di Modal Rakyat, perusahaan yang dipimpin oleh saudaranya Hendoko Kwik.

Setelah BRI, Stanis mengaku akan terus menambah lender institusi lainnya, yang terdekat adalah menggaet BPR. Saat ini ada sembilan institusi yang sudah menyalurkan dananya melalui Modal Rakyat, mereka datang dari multifinance, korporat, dan fintech. Sayangnya, nama-nama dari perusahaan ini tidak bisa disebutkan.

Perubahan fokus mencari lender institusi ini terefleksi dari kondisi saat ini, terjadi tren penurunan lender individu. Namun Stanis tidak merinci lebih jauh penyebab penurunan tersebut. “Namun lender institusi mulai naik dan kini mayoritas pendanaan Modal Rakyat didukung oleh institusi. Kami juga sedang menjajaki kerja sama dengan BPR.”

Adapun total lender yang terdaftar di Modal Rakyat berjumlah lebih dari 45 ribu orang. Sejak terdaftar di OJK pada Juni 2018, perusahaan telah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp550 miliar kepada 4 ribu peminjam di seluruh Indonesia.

Perusahaan bermain di usaha produktif dengan bunga pinjaman mulai dari 12% – 30% per tahun dan nominal pinjaman antara Rp500 ribu sampai Rp2 miliar. Peminjam cukup mencantumkan identitas diri (KTP dan NPWP), data legalitas perusahaan (bila bukan usaha perorangan), dan memiliki rekening bank.

Tren manfaatkan dana institusi

Lender individu memang di satu sisi effort pengelolaannya jauh lebih berat daripada institusi. Pasalnya, perusahaan harus melakukan proses edukasi lewat customer service untuk membantu pengarahan risiko dan konsultasi, apalagi bila mereka baru terjun ke dunia investasi di p2p lending.

Sementara itu, lender institusi sudah lebih paham dengan risiko di sektor tersebut. Bagi fintech yang memanfaatkan dana jumbo ini mereka akan mendapat keleluasaan karena dapat lebih cepat menyalurkan pinjaman sesuai dengan target nasabah yang dibidik oleh tiap lender.

Dengan beragam kelebihan dan kekurangan ini, akhirnya membuat sebagian platform p2p lending memutuskan untuk memadukan antara keduanya agar semangat inklusi keuangan tetap terwujud. Dalam pemberitaan sebelumnya, ada UangTeman yang mengumumkan Bank Sampoerna sebagai salah satu lender-nya.

Lalu, beberapa perusahaan lainnya, ada KoinWorks yang gandeng Bank BTN, Bank Sampoerna, dan Bank CIMB Niaga. Investree yang bekerja sama dengan BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, dan tujuh institusi lainnya dari jasa keuangan dan investor dari luar negeri.

Berikutnya, Modalku yang bekerja sama dengan Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, dan BPR Sukawati Pancakanti. Terakhir, Akseleran yang menggandeng Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, dan Bank J Trust.

Application Information Will Show Up Here