GMO Payment Gateway Berikan Dana ke Investree, Fintech Lending Lokal Makin Diminati Lender Institusi

Investree kembali menambah deretan institutional lender di ekosistemnya. Kali ini giliran GMO Payment Gateway yang bergabung, merupakan sebuah perusahaan teknologi pembayaran dari Jepang. Tidak disebutkan mengenai nominal debt fund yang diberikan.

Sebelumnya Accial Capital juga masuk jadi lender institusi di Investree, diumumkan bebarengan dengan pendanaan seri C2 senilai 213 miliar Rupiah yang baru didapat Investree. Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, kerja sama kedua perusahaan sudah terjalin sejak tahun 2017.

Meski tidak menerangkan detail, disampaikan juga saat ini Investree sudah membukukan dana dari lender institusi lokal, yakni dari bank BUMN dan swasta.

Praktik menggandeng mitra institusi untuk memberikan pendanaan memang makin lazim diadopsi pemain p2p lending. Tujuannya jelas, mengakselerasi pertumbuhan dan penetrasi pinjaman mereka. Terlebih layanan seperti Investree fokus pada sektor produktif, seperti pembiayaan UMKM.

Konsepnya, dana pinjaman tersebut akan dikelola penuh oleh platform, untuk disalurkan melalui mekanisme pinjaman yang dimiliki. Dengan teknologinya, platform juga bertanggung jawab untuk melakukan seleksi dan penilaian kredit, termasuk memperhitungkan berbagai risiko yang mungkin terjadi.

Di Investree sendiri, dana disalurkan lewat beberapa mekanisme, meliputi invoice financing, buyer financing, working capital term loan, online seller financing, dan supply chain financing.

Beberapa pemain p2p lending juga umumkan telah mendapatkan dana investasi dari institusi. Di antaranya Modal Rakyat dari BRI dan BRI Agro, UangTeman dari Bank Sahabat Sampoerna, KoinWorks dari Bank CIMB Niaga dan Sampoerna.

Menurut laporan terbaru yang dirilis DSResearch dan AFPI, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap C-level di perusahaan fintech lending lokal,  saat ini kebanyakan telah memiliki lender institusi dengan jumlah beragam.

Institutional Lender P2P Lending Indonesia

Menariknya, 51% dari lender institusi yang ada sebagian besar bukan berasal dari perusahaan finansial. Kendati demikian perbankan, multifinance, dan BRP turut mendapatkan porsi dalam persentasenya. Sebagian besar dana pinjaman dari institusi nilainya juga sangat signifikan, 56,2% dari responden mengaku nilai yang didistribusikan telah mencapai di atas 50 miliar Rupiah.

Institutional Lender P2P Lending Indonesia 2

“Saat ini sudah ada beberapa pemain internasional yang bergabung sebagai lender institusi Investree dan GMO adalah salah satunya. Kami berharap hal ini bisa semakin menguatkan sokongan pendanaan bagi para UKM sehingga mereka dapat semakin berdaya dan terakselerasi di masa pemulihan pandemi Covid-19 ini,” ujar Adrian.

Head of Asia Strategic Investment & Lending GMO-PG Kohei Nakajima mengatakan, “Kami pertama kali bertemu dengan Investree pada 2018 dan kerja sama kami dimulai pada 2019. Melalui kolaborasi penuh manfaat selama satu tahun belakangan ini, kami berkeyakinan kuat Investree merupakan mitra yang tepat untuk mendukung pemberdayaan UKM di Indonesia.”

Menurut laporan yang disampaikan, per bulan Oktober 2020 Investree telah memfasilitasi pinjaman sebesar 7,3 triliun Rupiah kepada 1429 peminjam dan mencatat sekitar 120 ribu pemberi pinjaman di platformnya. Selain menambah deretan kolaborasi strategis, Investree juga memperkuat kehadiran regionalnya dengan berekspansi ke Thailand dan Filipina pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Bukukan “Debt Funding” 1,4 Triliun Rupiah dari Victory Park Capital

Startup fintech kredit digital Kredivo mengumumkan pendanaan debt hingga $100 juta (setara 1,4 triliun Rupiah) dari perusahaan investasi asal Amerika Serikat, Victory Park Capital Advisors (VPC). Fasilitas debt akan digunakan untuk pengembangan produk pembiayaan agar dapat melayani 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun mendatang.

Diklaim pendanaan ini merupakan terbesar dalam sejarah perusahaan, sekaligus terbesar di industri fintech se-Asia Tenggara. Sekaligus menandakan debut VPC di pasar Asia Tenggara.

Dalam konferensi pers virtual pada hari ini (24/11), Co-Founder Kredivo Umang Rustagi menjelaskan dana tersebut dapat mendorong momentum pertumbuhan perusahaan dan memperkuat matriks risiko, di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Ia mengatakan, proses penggalangan debt ini sudah dimulai sejak enam hingga sembilan bulan lalu, namun baru ditutup pada kuartal ketiga kemarin. “Pendanaan lini kredit ini akan mengakselerasi skalabilitas bisnis dan merealisasikan target kami untuk melayani hingga 10 juta pengguna baru dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.

Partner VPC Gordon Watson turut memberikan pernyataannya melalui keterangan resmi. Ia mengatakan, Kredivo mampu memperlihatkan kombinasi yang unik antara perusahaan, jangkauan pasar, manajemen risiko, dan inklusi keuangan di Indonesia.

“Kerja sama ini merupakan investasi pertama VPC di kawasan Asia Tenggara, tentunya menjadi hal yang sangat menggembirakan untuk dapat memulai babak penting ini dengan partner Kredivo.”

Umang menuturkan, dengan posisinya kini sebagai multifinance, tak lagi sebagai startup lending, telah mengembangkan berbagai produk pembiayaan secara lebih leluasa untuk merambah lebih banyak konsumen baru. Produk tersebut seperti pembiayaan healthcare, edukasi, dan usaha produktif untuk pengusaha UKM.

“Pengembangan produk lainnya, seperti pembiayaan otomotif tentu akan ada dalam rencana, namun belum dalam waktu dekat.”

VPC adalah sejumlah lender institusi yang sudah masuk membiayai kredit di Kredivo, sebelumnya ada Bank Permata senilai Rp1 triliun dan Partners for Growth senilai Rp283 miliar. Keduanya masuk pada tahun lalu.

Selain mencari pendanaan dari institusi untuk menyalurkan pembiayaan, Kredivo sebenarnya juga berkesempatan untuk memanfaatkan opsi lainnya yang sudah direstui OJK, yakni channelling dan menerbitkan obligasi. Namun, Umang menegaskan sejauh ini belum ada rencana untuk menerbitkan obligasi.

VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari menambahkan, perpindahan menjadi multifinance adalah bagian dari Kredivo untuk bisa melayani lebih banyak konsumen dengan diversifikasi produk pembiayaan. Dari sisi kepercayaan para lender dan konsumen, diharapkan bisa lebih meningkat.

“Sebenarnya secara terms kurang tepat [menyebut Kredivo] sebagai p2p lending karena credit line kita ini semuanya berasal dari institusi keuangan. Dengan multifinance, bukan berarti ada dua entitas [p2p lending dan multifinance], entitas hanya satu, tapi lisensinya saja yang ada dua. Tapi cara beroperasi kita tidak ada yang berubah,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Investree Bukukan Dana 213 Miliar Rupiah dari Accial Capital, Pembuka Putaran Seri C2

Startup p2p lending Investree mengumumkan perolehan “debt funding” sebesar $15 juta (lebih dari Rp213 miliar) dari debt investor Accial Capital. Dikonfirmasi langsung kepada DailySocial, ini adalah bagian dari putaran seri C2 yang masih berlangsung.

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menerangkan, pendanaan seri C2 diharapkan selesai pada kuartal pertama tahun depan. Dalam putaran ini, Investree menargetkan dapat mengantongi dana yang terdiri dari debt dan ekuitas.

“Kita kejar debt funding dulu sampai akhir tahun ini. Ada satu lagi yang sebentar lagi closed. [Putaran Seri C2] mungkin selesai Q1 2021,” terangnya, Jumat (13/11).

Sebelumnya, Seri C1 sudah diumumkan pada April 2020 dengan total perolehan $23,5 juta yang dipimpin oleh MUIP (anak usaha ventura dari Mitsubishi UFJ Financial Group) dan BRI Ventures. Investor lainnya yang berpartisipasi ada SBI Holdings dan 9F Fintech Holdings Group.

Adrian melanjutkan, hubungan perusahaan bersama Accial Capital sebenarnya dimulai sejak 2017 sebagai channeling. Kini, semakin diperkuat dengan pendanaan debt. Accial juga bergabung menjadi salah satu lender institusi di Investree. Selain Investree, Accial juga memberikan pendanaan debt kepada AwanTunai yang diumumkan pada Juli 2020.

“Awal kita start channeling [dengan Accial], sekarang diperdalam dengan debt funding karena selain Indonesia ada rencana untuk ke Filipina dan Thailand. Jadi funding ini untuk Investree Group, tidak hanya Investree Indonesia.”

Dalam keterangan resmi, dipaparkan Accial Capital pada 2017 bermitra untuk mendanai sub-segmen portofolio pinjaman UKM. Fasilitas kredit yang diberikan Accial Capital ini akan memberikan pembiayaan kepada lebih banyak UKM Indonesia melalui beragam portofolio pinjaman Investree, termasuk invoice financing, buyer financing, working capital term loan, dan online seller financing.

CIO Accial Capital Michael Shum menerangkan, Investree adalah investasi pertama perusahaan di Indonesia dan pihaknya terkesan dengan perkembangan dan kemajuan yang telah mereka buat sejak pertama kali di 2017.

“Sebagai pelopor dalam pembiayaan pinjaman dengan jaminan aset untuk perusahaan fintech lending di pasar-pasar berkembang, Accial Capital yang berasal dari Amerika Serikat menjadi pemberi pinjaman institusi asing pertama Investree 3 tahun lalu dan menegaskan kembali komitmennya terhadap pasar UKM di Indonesia.

Investree fokus pada pembiayaan rantai pasokan (supply chain financing) dan mulai mengubah konsepnya menjadi solusi digital bagi UKM tepat memasuki usianya yang kelima. Perusahaan mulai masuk ke ekosistem rekanan yang memiliki bidang usaha unik yang mampu membuka peluang lebih besar untu menyentuh lebih banyak target.

Salah satunya adalah perempuan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan keluarga. Di sini, Investree menggandeng Gramindo Berkah Madani sebuah koperasi jasa unit simpan pinjam yang fokus pada pembiayaan super mikro.

Hingga September 2020, perusahaan telah memfasilitas pinjaman sebesar Rp7 triliun kepada 1.429 peminjam dan mencatat sekitar 120 pemberi pinjaman di platformnya.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Receives Debt Funding Over 290 Billion Rupiah from Accial Capital

AwanTunai p2p lending startup announced a “debt” funding of US$20 million (over 290 billion Rupiah) led by private debt investor Accial Capital. Several other banks involved in this round as lenders.

AwanTunai’s Co-Founder & CEO Dino Setiawan explained to DailySocial, the fresh money will be fully channeled back in the form of financing for customers. The company also held stock-based fundraising, which is yet to be announced, and will be focused on technology development.

“The US$20 million fund is led by Accial Capital and our partnership with several banks to finance AwanTunai customers,” he said yesterday (7/21).

In acquiring debt funding, companies do tend to take from institutions as lenders. Some banks have partnered up include OCBC NISP, Jtrust Bank, Credit Saison, and UOB. There some other banks ongoing process.

“Through this partnership banks can enter the SME segment and channel financing securely.”

Accial Capital’s CIO,  Michael Shum said in his official statement, AwanTunai has a unique approach in managing credit risk in the micro segment well, quickly, and responsibly. This allows thousands of micro traders to expand their business even during the Covid-19 crisis.

AwanTunai has a flagship product called AwanTempo released in April 2019. This is a financing product for a grocery store in need of additional capital to buy its store products. The company is working with suppliers to provide financing to the small shop.

Dino said that with the debt funding, it is expected to accelerate the expansion of financing of its wholesale suppliers and its flagship products, therefore, more store owners are helped with capital needs. It is said that AwanTempo has distributed funding up to Rp390 billion.

Before introducing its product, the company used to make a loan distribution product for smartphone purchasing with a maximum range of IDR 4 million. In minimizing risk, the company partners with Blue Bird targeting taxi drivers.

“AwanTempo is now our main product. We are no longer continuing the smartphone products,” he said.

New product development

Dino admitted that the company was quite lucky to continue financing during the pandemic. He mentioned the grocery shop segment can survive during the PSBB period because it’s open to serve basic needs.

“We have a collaborative program with AwanTunai‘s wholesale partner to help stalls heavily affected by Covid-19, especially those in the office area.”

In terms of product development plan, Dino said the company is currently preparing a new product to finance crops for small farmers. They’ve partnered with foreign NGOs and agricultural product aggregator to channel financing from AwanTunai to farmers. The concept of financing is similar to AwanTempo. The aggregator must know the farmers well to minimize the risk of default.

“The risk is very high. In previous cases, the bank entered the SME segment. The NPL turns out very high because no data appears on the SLIK or incorrect KTP. Therefore, the KUR is stuck inside the banks, there is no safe way to expel KUR to unbanked people,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AwanTunai Peroleh “Debt Funding” Lebih dari 290 Miliar Rupiah dari Accial Capital

Startup p2p lending AwanTunai mengumumkan perolehan pendanaan “debt” sebesar US$20 juta (lebih dari 290 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh investor debt swasta Accial Capital. Beberapa bank lain turut masuk ke dalam putaran tersebut sebagai lender.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan menjelaskan, dana ini sepenuhnya digunakan untuk disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan untuk nasabah. Perusahaan juga sedang melakukan penggalangan pendanaan berbasis saham, yang belum bisa diumumkan, nantinya dikhususkan untuk pengembangan teknologi.

“Dana US$20 juta dipimpin oleh Accial Capital dan kemitraan kita sama beberapa bank untuk pembiayaan nasabah AwanTunai,” ujarnya, kemarin (21/7).

Dalam menjaring pendanaan debt, perusahaan memang cenderung mengambil dari kalangan institusi sebagai lender. Beberapa bank yang telah bermitra diantaranya OCBC NISP, Jtrust Bank, Credit Saison, dan UOB. Ada tambahan dari bank lainnya yang masih dalam proses.

“Lewat kemitraan tersebut bank dapat masuk ke segmen UMKM dan menyalurkan pembiayaan secara aman.”

CIO Accial Capital Michael Shum dalam keterangan resminya mengatakan, AwanTunai memiliki pendekatan yang unik dalam mengelola risiko kredit di segmen mikro dengan baik, cepat, tapi juga bertanggung jawab. Hal ini memungkinkan ribuan pedagang mikro untuk memperluas bisnis mereka bahkan saat krisis Covid-19.

AwanTunai memiliki produk flagship yang bernama AwanTempo dirilis pada April 2019. Ini adalah produk pembiayaan untuk toko kelontong yang butuh tambahan modal untuk membeli kebutuhan tokonya. Perusahaan bekerja sama dengan supplier untuk memberikan pembiayaan kepada toko kecil tersebut.

Dino mengatakan dengan pendanaan debt tersebut, diharapkan dapat mengakselerasi ekspansi pembiayaan pemasok grosirnya dan produk flagship-nya agar semakin banyak pemilik toko yang terbantu memenuhi kebutuhan permodalannya. Disebutkan hingga kini AwanTempo telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp390 miliar.

Sebelum memperkenalkan produk itu, pada awal perusahaan berdiri membuat produk penyaluran pinjaman untuk pembelian smartphone dengan rentang maksimal Rp4 juta. Dalam meminimalisir risiko, perusahaan menggaet Blue Bird untuk para pengemudi taksi yang berminat.

“AwanTempo sekarang produk utama kami. Kita sudah tidak lanjut produk smartphone lagi,” katanya.

Mengembangkan produk baru

Dino mengaku perusahaan cukup beruntung tetap dapat menyalurkan pembiayaan selama pandemi. Menurut dia, segmen warung kelontong masih bisa beroperasi karena selama masa PSBB tetap buka untuk melayani kebutuhan pokok.

“Kami ada program kerja sama dengan mitra grosir AwanTunai untuk membantu para warung yang terkena dampak berat dari Covid-19, terutama yang ada di area perkantoran.”

Untuk rencana pengembangan produk berikutnya, Dino memaparkan saat ini perusahaan sedang mempersiapkan produk baru untuk pembiayaan hasil bumi untuk petani kecil. Sudah bermitra dengan LSM asing dan mitra aggregator hasil bumi untuk menyalurkan pembiayaan dari AwanTunai ke petani. Konsepnya pembiayaannya mirip dengan AwanTempo. Para aggregator harus kenal para petaninya untuk meminimalisir risiko gagal bayar.

“Risiko tinggi sekali. Banyak kasus sebelumnya, bank masuk ke segmen UMKM. Lalu NPL-nya tinggi sekali karena tidak ada data muncul di SLIK atau KTP tidak tepat. Makanya masalah di KUR mentok di dalam bank-bank tidak ada jalur aman untuk keluarkan KUR ke massa unbanked,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Receives 316 Billion Rupiah Funding from European Financial Institution and Venture Capital

A fintech lending, KoinWorks, today (2/13) just announced new funding in two terms, equity and loan. The amount reaches US$20 million or around 316 billion Rupiah. Regarding investors, Quona Capital, EV Growth, and Saison Capital with participation of some others are involved in the equity. In terms of the loan, the company only reveals the two financial institutions that come from Europe.

This round has added up to the company’s capital after previously announced series B and B2 funding on November 2019 worth of SG$18.5 million (around 190 billion Rupiah) from Saison Capital. EV Growth and Quona Capital had first pour US$16.5 million (around 170 billion Rupiah). The flowing cash from investors has tightened its vision to be a “Super Financial App” in Indonesia.

“We are proud to announce funding from various sources amidst the challenging business situations. KoinWorks also stands along with some of the large financial institutions and hundreds of thousands retail investors to support digital SMEs during the Covid-19 outbreak,” KoinWorks’ Executive Chairman & Co-founder, Willy Arifin said.

In addition, KoinWorks also plans to use the fresh money for financial loans through the fintech lending platform. The new credit feature is provided by an international institution, namely Triodos Bank, global banking from the Netherlands.

In December 2019, the team has announced a new row of institutional lenders from abroad. Previously, there were only local financial institutions, including Sampoerna and Bank CIMB Niaga.

Investors are pouring money for Indonesian startups

The pandemic occurs in Indonesia and around the world has created difficulty for various life aspects, including the economy. Some startups had no other option than to downsizing business – including layoffs. While some others seem to be on-track in growth.

In addition to KoinWorks, several startups who have recently announced funding include Kargo Technologies (logistics), Investree (financial), WebTrace (logistics), BukuWarung (SaaS), and others.

DSResearch’s report has noted that during the first quarter of 2020, funding trends remained relatively normal. At least 20 funding transactions were announced to the public during the period. It includes Gojek’s Series F funding that reaches 21 trillion Rupiah.

Koinworks’s founder agreed, trusts from investors during these difficult times – especially from the outside – show a good indication for the digital ecosystem in Indonesia. At the same time providing slick business validation, bringing startups to sustainable growth.

“Investment from Triodos, especially during the current turbulence, shows extraordinary confidence in our ability as the best loan provider in the Indonesian fintech industry. We are pleased to have a leading international institution joining our ranks of investors while continuing to move forward,” KoinWorks CEO & Co-Founder, Benedicto Haryono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

KoinWorks Dapat Pendanaan 316 Miliar Rupiah dari Institusi Finansial Eropa dan Pemodal Ventura

Startup fintech lending Koinworks hari ini (13/2) mengumumkan perolehan pendanaan baru dalam dua skema, yakni pinjaman dan ekuitasi. Nilainya mencapai US$20 juta atau setara 316 miliar Rupiah. Terkait investor, Quona Capital, EV Growth, dan Saison Capital dan beberapa lainnya terlibat di sisi ekuitas. Sementara untuk pemberi pinjaman, perusahaan hanya memberikan informasi bahwa berasal dari dua institusi finansial asal Eropa.

Pendanaan ini menambah pundi-pundi modal perusahaan setelah sebelumnya pada November 2019 mereka mengumumkan seri B dan B2 senilai SG$18,5 juta (setara 190 miliar Rupiah) dari Saison Capital. EV Growth dan Quona Capital terlebih dulu menggelontorkan dana US16,5 juta (sekitar 170 miliar Rupiah). Mulusnya dana dari investor akan semakin mengokohkan visinya menjadi “Super Financial App” di Indonesia.

“Kami dengan bangga mengumumkan penerimaan pendanaan dari berbagai sumber di tengah situasi bisnis yang menantang. KoinWorks juga tetap berdiri beriringan dengan berbagai institusi keuangan besar dan ratusan ribu pendana retail untuk mendukung UKM digital selama Covid-19 mewabah,” Executive Chairman & Co-Founder KoinWorks Willy Arifin.

Selain itu, KoinWorks juga mengumumkan penerimaan pendanaan yang akan dimanfaatkan untuk pembiayaan pinjaman melalui platform fintech lending. Fasilitas kredit baru tersebut salah satunya diberikan oleh sebuah institusi internasional, yaitu Triodos Bank, perbankan global asal Belanda.

Pada Desember 2019 lalu pihaknya memang sudah mengumumkan bahwa segera menambah deretan lender institusi dari luar negeri. Sebelumnya baru ada institusi finansial lokal, termasuk Sampoerna dan Bank CIMB Niaga.

Dana investor mengalir untuk startup Indonesia

Serangan pandemi di Indonesia dan dunia memang terbukti menyulitkan berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali perekonomian. Sebagai dampak, beberapa startup memilih melakukan perampingan – termasuk dengan melakukan layoff. Sementara beberapa lain terlihat terus on-track dalam pertumbuhan.

Selain KoinWorks, beberapa startup yang baru-baru ini mengumumkan pendanaan termasuk Kargo Technologies (logistik), Investree (finansial), WebTrace (logistik), BukuWarung (SaaS), dan lain-lain.

Catatan DSResearch bahkan mengemukakan bahwa sepanjang kuartal pertama 2020, tren pendanaan masih relatif normal. Sekurangnya ada 20 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik di periode tersebut. Termasuk pendanaan Seri F yang kembali didapat Gojek mencapai 21 triliun Rupiah.

Senada dengan yang diyakini founder Koinworks, masih adanya kepercayaan dari investor di masa sulit seperti saat ini – terlebih dari luar—menjadi indikasi baik bagi ekosistem digital di Indonesia. Sekaligus memberikan validasi bisnis yang apik, membawa startup menuju pertumbuhan berkelanjutan.

“Investasi dari Triodos, terutama saat masa bergejolak seperti sekarang, menunjukkan kepercayaan diri yang luar biasa atas kemampuan kami sebagai penyedia pinjaman terbaik di kelas fintech Indonesia. Kami dengan senang memiliki institusi internasional terkemuka yang bergabung bersama jajaran investor kami seraya terus bergerak maju,” ujar CEO & Co-Founder KoinWorks Benedicto Haryono.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Segera Tambah Lender Institusi dari Luar Negeri Tahun Depan

KoinWorks mengungkapkan segera menambah portofolio lender institusi dari luar negeri mulai tahun depan. Disebutkan ada dua calon lender potensial yang segera diumumkan paling lambat kuartal pertama tahun 2020.

Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono masih enggan mendetailkan identitas calon lender-nya tersebut. Namun, penambahan lender ini menjadi strategi perusahaan dalam meningkatkan angka penyaluran pinjaman kepada para borrower.

Dia menjelaskan perusahaan sudah menarik lender institusi sejak awal 2018, ditandai dengan masuknya Saison Modern Finance. Lalu pada pertengahan tahun bergabung Bank Mandiri.

“Tahun ini ada Sampoerna dan Bank CIMB Niaga. Kita sudah ada lagi yang [lender institusi] internasional. Realisasi mungkin kuartal pertama 2020,” katanya kepada DailySocial, Jumat (20/12).

Benedicto enggan menyebut total fasilitas kredit yang didapat dari lender institusinya tersebut. Akan tetapi, bila ditotal untuk selurahnya sudah lebih dari Rp100 miliar.

Kontribusinya terhadap penyaluran pembiayaan masih terbilang belum mendominasi, sekitar 30% dibandingkan lender ritel 70%. Akan tetapi, perusahaan justru tidak ingin mengubah komposisi lender institusi lebih dominan karena ada perbedaan dari sisi perilaku dan preferensi produk.

“Justru kami lihat [lender] ritel dan institusi akan saling melengkapi karena behaviour dan product preference berbeda.”

Hingga November 2019, pertumbuhan penyaluran pinjaman di KoinWorks mencapai 317% secara year on year, dengan nominal rata-rata per bulannya Rp250 miliar. Dari sisi pengguna (borrower) meningkat 178%. Persebaran borrower mayoritas tersebar di Jawa (59,44%), Sumatera (21,30%), dan Kalimantan (7,75%).

Melihat besarnya antusias pengguna di Jawa yang cukup besar, perusahaan membuka tiga kantor cabang di Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung. Total karyawan mencapai lebih dari 230 orang.

Kabar terakhir, perusahaan mengantongi izin usaha dari OJK sebagai perusahaan p2p lending. Secara total ada 25 perusahaan yang memiliki izin dari OJK, dari total 144 perusahaan yang mengantongi status terdaftar.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Kantongi “Debt Funding” dari Triodos Investment Management

Modalku mengumumkan perolehan pendanaan baru berbentuk debt funding (pendanaan hutang) dengan nilai yang tidak disebutkan dari Triodos Microfinance Fund dan Triodos Fair Share Fund. Dana akan sepenuhnya dipakai untuk disalurkan kembali ke usaha produktif, terutama yang bergerak di mikro.

Keduanya adalah perusahaan pendanaan yang fokus pada inklusi keuangan di negara berkembang. Sekaligus bagian dari Triodos Investment Management yang telah beroperasi di Belanda selama 25 tahun. Triodos memiliki portofolio investasi sebesar 900 juta Euro yang digunakan untuk mendukung inklusi keuangan.

“Pendanaan dari Triodos Investment menjadi suatu pencapaian baru bagi Modalku. [..] Ke depannya, Modalku ingin menjangkau lebih banyak UKM karena jumlah UKM masih sangat besar, sekitar 63 juta. Namun mereka tidak mendapat akses pendanaan,” terang Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya dalam keterangan resmi, Rabu (4/12).

Senior Investment Officer Triodos Investment Management Sagar Thakar menambahkan, “[..] Triodos memiliki visi untuk selalu fokus dalam memberikan manfaat yang berkelanjutan. Dalam mewujudkan hal tersebut, kami hanya menyalurkan pendanaan kepada perusahaan yang memiliki visi serupa dan kami melihat hal tersebut di Modalku.”

Sebagai catatan, Modalku kini merambah pembiayaan sektor mikro sejak tahun ini yang ditandai dengan peluncuran produk baru. Target penggunanya adalah pemilik warung dan toko sembako. Mereka bisa mengajukan pinjaman tanpa agunan mulai dari Rp1 juta sampai Rp1,5 juta.

Dari data terakhir yang dipaparkan, perusahaan telah merangkul sekitar 20 ribu pemilik warung di Jabodetabek dan Bandung. Perluasan ke Surabaya juga tengah disiapkan.

“Penetrasi kepada pedagang pasar juga dilakukan karena mereka juga bagian dari usaha mikro. Modalku juga berkolaborasi dengan beberapa platform e-commerce untuk menyediakan solusi buat merchant online yang banyak masuk ke segmen mikro.”

Sejauh ini perusahaan menyalurkan pinjaman produktif dalam bentuk invoice financing dan pinjaman UKM. Dana yang telah disalurkan sebesar Rp7 triliun di tiga wilayah Modalku beroperasi, Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Reynold menargetkan Modalku dapat menyalurkan pinjaman hingga Rp10 triliun untuk tahun ini dan menggaet lebih dari 1 juta pemberi pinjaman.

Debt funding adalah pinjaman berbasis hutang, konsepnya tidak jauh beda dengan pembiayaan dari bank. Sifatnya pinjaman dengan tenor yang pendek, sekitar 1-2 tahun dan kupon yang secara bulanan harus rutin dibayar. Pembiayaan ini biasanya menawarkan opsi waran, dikonversi jadi saham menjelang jatuh tempo atau saat startup menggalang pendanaan baru.

Sebelumnya, Modalku meraih pendanaan seri B senilai $25 juta dipimpin oleh SoftBank Ventures Korea, Sequoia India, Alpha JWC Ventures, dan Golden Gate Ventures. Perusahaan juga berinvestasi tahap seri A untuk Paper.id, bersama Golden Gate dengan nilai dirahasiakan.

Application Information Will Show Up Here