Persaingan Bank Digital, Jenius Catatkan Peningkatan Simpanan dan Pinjaman

Selayaknya bank yang menjalankan fungsinya sebagai intermediasi, Jenius mencatatkan kinerja positif untuk simpanan dana pihak ketiga (DPK) dan pinjaman yang disalurkan hingga Juni 2023.

Tercatat, DPK menunjukkan kenaikan sebesar 43% menjadi Rp24,7 triliun dari Rp17,3 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Produk pinjaman naik 119% menjadi Rp1,3 triliun dari sebelumnya Rp602,1 miliar. Sementara itu, pertumbuhan pengguna (registered user) naik 19% menjadi 4,8 juta dari 4 juta.

Dalam media gathering yang digelar kemarin (22/8), Digital Banking Head Bank BTPN Irwan Tisnabudi menyampaikan, kinerja tersebut didukung karena sejumlah inisiatif yang dilakukan perusahaan. Untuk meningkatkan DPK, perusahaan memperkuat produk simpanan, yakni Flexi Saver (deposito), Dream Saver, Maxi Saver (deposito berjangka), dan nasabah prioritas.

Produk nasabah prioritas itu sendiri baru hadir dinamai Sinaya Prioritas yang sudah diperkenalkan sejak 2019. Produk ini menyasar segmen affluent yang memiliki total dana simpanan minimal Rp500 juta dapat memanfaatkan berbagai pengalaman perbankan digital.

“Sejak 2019 kami mulai segmentasi nasabah ke mature. Jadi pengguna Jenius tidak cuma anak muda saja. Perkembangannya [nasabah mature] makin terasa sejak pandemi yang pakai Jenius,” ucap Irwan.

Sedangkan untuk mendongkrak kinerja pembiayaan, sejauh ini perusahaan baru menyediakan pinjaman berbasis konsumer. Yakni, Flexi Cash (cash loan), Kartu Kredit Jenius, dan yang terbaru Jenius Paylater. Produk terakhir ini baru diperkenalkan pada Maret 2023, belum semua nasabah Jenius yang bisa menikmati fasilitas tersebut.

Limit yang disediakan pun juga tidak besar, yakni Rp500 ribu per nasabah. Limit ini dapat digunakan untuk mengatur cash flow, terutama saat membayar transaksi di merchant QRIS, baik offline maupun online.

Paylater kita masih sangat kecil [penggunanya] karena untuk undangan dulu buat kita belajar. Kita mau edukasi nasabah dengan produk pinjaman yang baik, ini jadi produk perkenalan sebelum nasabah masuk ke Flexi karena paylater ini jadi bagian dari Flexi.”

Pengembangan fitur

Menurut Irwan, persaingan bank digital pada akhirnya tidak akan jauh berbeda dengan persaingan antara bank konvensional satu dengan yang lainnya. Produk dan layanan itu sangat mudah ditiru, namun pada akhirnya yang jadi pembeda adalah pelayanan dalam meningkatkan pengalaman pengguna.

“Membuat user experience itu yang paling susah. Jenius mau pakai AI untuk membuat experience berbeda. Dari berbagai services kita ada email untuk kontak consumer service, tapi masih banyak konsumen yang pilih telepon. Kita mau pakai chatbot agar service yang lebih baik, cepat dihubungi, dan cepat terselesaikan.”

Jenius telah meluncurkan dan mengembangkan sederet fitur sepanjang paruh tahun pertama 2023 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat digital savvy. Di antaranya, akses scan QRIS dari aplikasi Jenius yang lebih mudah, top up dan kelola mandiri e-money dari e-Wallet Center, penukaran Yay Points, perpanjangan jam operasional aktivasi dan tukar mata asing di Jenius, Jenius Paylater, dan program #FlexiRasaMaxi 2.

Keseluruhan fitur di atas merupakan hasil dari kokreasi dan kolaborasi bersama 44.000 kokreator (anggota komunitas Jenius Co.Create) telah tergabung di Jenius Co.Create untuk menyampaikan suara dan masukannya ke Jenius untuk pengembangan solusi life finance.

Proses kokreasi ini juga telah dilakukan melalui lebih dari 1.024 survei daring, diskusi kelompok terpumpun (DKT), wawancara mendalam yang melibatkan lebih dari 116.212 anggota masyarakat digital savvy sebagai responden, dengan rata-rata sebanyak 17 kegiatan wawancara yang dilakukan setiap bulannya.

Hasil dari pengembangan fitur berbuah positif. Dipaparkan volume transaksi QRIS melalui Jenius naik 192%, jual-beli mata uang asing naik 84%, dan penukaran Yay Points yang meningkat karena prosesnya dipermudah tidak perlu menghubungi call center seperti sebelumnya.

Hasil survei

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga mengungkapkan hasil survei bertajuk Jenius Study: Kebiasaan Finansial Digital Savvy 2023. Dari hasil survei ditemukan bahwa sebanyak 96% responden rutin menabung, meningkat dari 70% pada tahun sebelumnya. Sebanyak 73% responden yang sudah rutin menabung, mengalokasikan dana untuk menabung lebih dari yang disarankan oleh perencana keuangan (10%-20% dari pendapatan).

Kemudian, sebanyak 83% responden sudah menyadari pentingnya mencatat cash flow, naik dari 73% pada tahun sebelumnya. Salah satu cara yang mereka gunakan adalah dengan melakukan cicilan (93%). Pada 2023, 55% responden sudah menggunakan Flexi Cash untuk membantu mengatur cash flow, antara lain untuk modal bisnis, renovasi rumah, beli barang impian, dan lainnya.

Jenius Study juga mengungkapkan bahwa Kartu Debit Jenius Visa (m-Card) telah menemani dan mempermudah teman Jenius untuk bertransaksi selama bepergian ke 188 negara di berbagai benua, antara lain Asia, Australia, Eropa, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Sebagai catatan, survei ini dilangsungkan pada Agustus 2023 dengan melibatkan 156 responden berusia 17-41 tahun.

Application Information Will Show Up Here

Setelah IPO, Akseleran Ingin Rambah Bisnis Sekuritas Hingga Bank

PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk (Grup Akseleran) segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham AKSL. Usai IPO, perseroan bersiap untuk mengembangkan bisnis ke sektor keuangan lainnya, mulai dari sekuritas, bank, hingga asuransi.

Grup CEO dan Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkapkan, rencana masuk ke bisnis di luar nonpinjaman merupakan aspirasi perseroan untuk jangka panjang. Setidaknya sampai tiga tahun mendatang, perseroan tetap memfokuskan diri di bisnis pinjaman, yakni p2p lending dan multifinance.

Multifinance mau kita buat fully-integrated sampai 2026, setelah itu seiring skala bisnis meningkat kami mau lihat bisnis lain seputar jasa keuangan. Beberapa bisnis yang mungkin bisa ditambahkan, sekuritas karena kita ada basis investor ritel, consider juga kemudian hari masuk ke banking karena bisa ambil deposit untuk himpun dana sehingga cost of fund turun. Tapi kita mau fokus tiga tahun dulu sampai 2026 bangun bisnis multifinance dan lending-nya,” ujarnya saat paparan publik, kemarin (3/7).

Pengembangan bisnis ke jasa keuangan lainnya, di luar lending, sudah banyak ditempuh oleh berbagai perusahaan fintech, dalam hal ini kompetitor Akseleran itu sendiri. Ambil contoh, Modalku yang masuk ke Bank Index dan akuisisi perusahaan multifinance PT Buana Sejahtera Multidana, Investree yang mencaplok Bank Amar, KoinWorks dengan BPR Asri Cikupa, Kredivo dengan Bank Bisnis, Amartha dengan Bank Victoria Syariah, Alami dengan BPRS Cempaka Al Amin, dan lainnya.

Menurut Ivan, pada hakikatnya semua bisnis itu harus berevolusi agar tetap relevan dengan tren di industri. Bagi perusahaan yang masuk ke perbankan, biasanya ingin menekan ongkos sumber dana karena bisa menampung deposit dari masyarakat. Namun, Akseleran lebih memilih untuk cari segmen pasar dengan ticket size yang lebih besar.

“Kalau masuk bank harus step by step karena butuh modal besar. Sementara kami tipikalnya mau kontrol untuk create sinergi yang real, kalau minoritas enggak bisa drive.”

Rencana berikutnya

Perseroan mulai melirik masuk ke bisnis multifinance sudah sejak tahun lalu. PT Pratama Interdana Finance jadi pilihan karena perusahaan tersebut dianggap memiliki fundamental bisnis yang bagus. Rencana akuisisi ini diharapkan rampung pada Oktober 2023, sembari di-rebrand dan diintegrasikan dengan grup.

“Kita bisa dapat [perusahaan] multifinance yang sudah dicari dari tahun lalu, perusahaannya relatif bersih [utang], pricing oke, dan perhitungannya the earlier kita bisa integrasi, kesempatan yang terbuka lebih bagus.”

Harapannya pada 2024 mendatang bisnis teranyar ini dapat beroperasi penuh dan memberikan transformasi kinerja grup yang lebih substansial, tercermin dalam laporan keuangan setahun penuh yang paling lambat dipublikasikan pada Maret 2025.

Ivan menuturkan, akuisisi ini bakal menjadi game changer bagi perseroan dalam mendongkrak pendapatan. Dalam regulasi, dengan bisnis lending, maksimal penyaluran yang dapat disalurkan untuk peminjam sebesar Rp2 miliar. Sementara, perseroan yang menyasar peminjam dari bisnis skala menengah ini biasanya mencari pinjaman mulai dari Rp10 miliar sampai Rp15 miliar.

“Produknya sama, proses sama, cost structure sama, tapi revenue bisa naik 7 sampai 10 kali lipat. Dengan multifinance, bisa support ticket size lebih besar dan segmen yang disasar juga lebih luas,” tambahnya.

Tidak hanya kelebihan itu saja, perseroan melihat peningkatan prospek bisnis ini berpengaruh pada semakin murahnya sumber dana yang bisa didapat untuk disalurkan kembali ke peminjam. Lantaran, perusahaan multifinance sangat dimungkinkan untuk mencari sumber dana dari penerbitan surat hutang, tak hanya pinjaman dari bank saja.

Sebagai diferensiasi dengan pemain sejenis, nantinya bisnis multifinance ini juga akan menjalankan produk yang sama dengan bisnis lending Akseleran. Yakni, menawarkan produk pinjaman berbasis cashflow dengan underlying tagihan milik peminjam, seperti pinjaman invoice, purchase order financing, dan inventory financing.

Multifinance lain belum ada yang menawarkan produk ini, kebanyakan main di pembiayaan motor dan sejenisnya. Selama kita bangun expertise bangun produk lending berbasis cashflow, jadi expertise kami untuk akuisisi peminjam, penilaian, eksekusi, hingga pelunasannya, akan jadi nilai tambah yang ditawarkan Akseleran.”

Sejak kemarin hingga 18 Juli 2023 mendatang, Akseleran membuka masa penjatahan. Sebanyak 2,98 miliar lembar saham atau sebanyak-banyaknya 29% dari modal ditempatkan ditawarkan ke publik dengan harga penawaran Rp100-Rp120 per lembar. Perseroan berpeluang meraup dana sebesar Rp358 miliar dari aksi korporasi ini.

Agar saham dapat terserap dengan baik, perseroan menyiapkan sejumlah jurus. Tidak hanya memperkuat fundamental laporan keuangan, pemegang saham juga berkomitmen untuk melakukan lock up saham hingga tiga tahun selepas IPO. Co-founder Mikael Ramses Tambunan menuturkan, langkah ini ditempuh karena perusahaan ingin memberikan keyakinan kepada investor baru bahwa rencana IPO ini adalah komitmen jangka panjang.

“Menegaskan bahwa IPO ini bukan suatu kesempatan buat para existing shareholder untuk segera keluar sehingga ada lock up,” kata dia.

Application Information Will Show Up Here

Induk Kredivo Umumkan Pendanaan Seri D Rp4 Triliun, Dipimpin Mizuho Bank

Kredivo Holdings (rebranding dari FinAccel) mengumumkan pendanaan seri D senilai $270 juta atau setara Rp4 triliun. Putaran ini dipimpin Mizuho Bank Ltd., anak perusahaan dari Mizuho Financial Group Inc. dari Jepang – turut disampaikan, perusahaan berpartisipasi $125 juta dalam putaran seri ini.

Selain itu investor terdahulu Kredivo juga terlibat, seperti Square Peg Capital, Jungle Ventures, Naver Financial Corporation, GMO Venture Partners, dan Openscape Ventures.

Evercore, perusahaan penasihat perbankan investasi independen global terkemuka, bertindak sebagai penasihat keuangan eksklusif dalam transaksi ekuitas seri D ini, dan Cooley LLP bertindak sebagai penasihat hukum.

Sebelumnya rumor mengenai pendanaan ini sempat santer diperbincangkan pada akhir tahun 2022 lalu.

Kendati memiliki kantor induk berbasis di Singapura, produk utama Kredivo Holdings dipasarkan untuk pengguna utama di Indonesia. Layanan utama mereka adalah platform paylater Kredivo, yang kini telah terintegrasi ke 1000+ ritel online dan offline di Indonesia. Perusahaan juga mengoperasikan KrediFazz, layanan fintech lending konsumer yang telah mendistribusikan sekitar dana Rp37 triliun ke lebih dari 4,8 juta pengguna.

Kini mereka juga mengoperasikan bisnis bank digital melalui merek Krom Bank Indonesia, ini merupakan tindak lanjut dari akuisisi perusahaan atas saham mayoritas Bank Bisnis Internasional.

“Kredivo memiliki rekam jejak yang luar biasa di Asia Tenggara, memanfaatkan kemitraan data yang mendalam untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dan Asia Tenggara, sekaligus mempertahankan metrik risiko setara bank dan membangun model bisnis yang efisien secara modal,” sambut Group Executive Officer Deputy Head of Retail & Business Banking Company of Mizuho, Daisuke Horiuchi.

Target setelah pendanaan

Lewat suntikan dana ini, Kredivo ingin melakukan perluasan ekosistem layanan keuangan melalui paylater, pinjaman tunai, kartu fisik dan virtual, serta mendukung peluncuran neobank, Krom.

CEO Kredivo Holdings Akshay Garg mengatakan, “Ekspansi ke perbankan digital yang akan datang sangat sinergis dengan produk Kredivo yang ada dan juga membuka peluang yang sangat menjanjikan bagi kami untuk menjadi platform layanan keuangan digital pilihan bagi puluhan juta konsumen di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kami sangat senang Mizuho bergabung sebagai investor dan mitra strategis kami yang berharga.”

Di segmen paylater, Kredivo berhadapan dengan sejumlah pemain di Indonesia. Salah satu yang terbesar – yang juga sudah berstatus unicorn seperti Kredivo–adalah Akulaku. Tahun lalu Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) memberikan investasi sebesar $200 juta. Ini merupakan investasi strategis kedua yang diterima oleh Akulaku pada tahun tersebut. Sebelumnya, mereka memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022.

Sejumlah pemain paylater di Indonesia / DSInnovate (2021)
Sejumlah pemain paylater di Indonesia / DSInnovate (2021)

Sementara di segmen neobank, bisnis ini masih terus bertumbuh diisi oleh inovasi dari perusahaan digital. Terbaru ada superbank yang diinisiasi Grab, EMTEK, dan Singtel. Astra dan WeLab juga tengah menuju ke sana setelah mengakuisisi mayoritas saham Bank Jasa Jakarta.

Kendati demikian, sejak 2021 sebenarnya ekosistem bank digital mulai terbentuk di Indonesia dengan hadirnya puluhan produk menyasar segmen yang sama. Ini termasuk inovasi yang dilahirkan dari perusahaan perbankan itu sendiri.

Peta persaingan bank digital di Indonesia / DSInnovate (2021)
Peta persaingan bank digital di Indonesia / DSInnovate (2021)

Pendanaan ekuitas terbaru Kredivo Holdings jelas menjadi amunisi penting untuk membantu perusahaan menghadirkan proposisi nilai di tengah iklim persaingan industri yang kian ketat. Namun demikian peluangnya memang masih sangat besar.

Pada tahun 2021, penetrasi kartu kredit di Asia Tenggara baru berkisar 9,98% saja. Layanan paylater menjembatani kesenjangan tersebut, memudahkan konsumen mendapatkan fasilitas serupa dengan proses yang lebih mudah dan terdigitalisasi. Sementara layanan bank digital juga menyasar 51% unbanked dan 26% underbanked dari 181 juta masyarakat usia muda di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

blu by BCA Digital Telah Dipakai 1,1 Juta Pengguna, Genjot Inovasi Lewat BaaS

Bank as a Service (BaaS) adalah tren yang makin berkembang di industri jasa keuangan, memungkinkan lembaga nonbank menawarkan kapabilitas keuangan melalui kemitraan dengan bank yang sudah mapan. Di Indonesia sendiri, BaaS memiliki potensi merevolusi industri jasa keuangan, memberikan akses yang lebih besar dan mendorong inklusi keuangan.

Dengan populasi yang besar dan berkembang pesat, Indonesia merupakan pasar utama untuk BaaS, menghadirkan peluang yang signifikan, baik bagi bank tradisional maupun perusahaan non-keuangan.

Salah satu perbankan yang memiliki fokus menghadirkan layanan BaaS adalah blu by BCA Digital. Saat ini mereka mengklaim telah meluncurkan berbagai fitur hingga kemitraan strategis dengan pihak terkait. Kepada DailySocial.id, Head of Marketing & Communication BCA Digital Duardi Prihandiko mengungkapkan inovasi terbaru yang sudah diluncurkan oleh blu hingga rencana perusahaan tahun ini.

Perkuat kemitraan

blu by BCA Digital diluncurkan pada Juli 2021 untuk memberikan kemudahan kepada para nasabah agar bisa melakukan transaksi finansial melalui ponsel. Hingga 10 Januari 2023, blu sudah mencatatkan lebih dari 1,1 juta pengguna.

Kapabilitas BaaS yang dimiliki, memungkinkan nasabah blu bisa membuka rekening, transfer, top up e-money, dan transaksi lainnya dari platform partner, tanpa berpindah aplikasi.

Dengan memanfaatkan keahlian dan infrastruktur bank yang sudah mapan, perusahaan non-keuangan dapat meluncurkan layanan keuangan dengan cepat dan mudah, sekaligus mempromosikan inklusi keuangan dan memperluas jangkauan bank tradisional. Karena kemitraan BaaS terus berkembang, dampaknya terhadap industri jasa keuangan juga semakin besar.

“Saat ini, kami sudah berhasil mengintegrasikan blu dengan mitra dari beragam industri seperti Blibli, Telkomsel Redi, CGV, MRT Jakarta, serta dua kampus yaitu Binus University dan ITHB Bandung. Ke depannya, kami akan terus memperluas akses financial service kami. Sektor investment dan payment menjadi langkah kami selanjutnya,” kata Duardi.

Meski belum merilis fitur pinjaman, blu juga sudah menyalurkan kredit lebih dari Rp3,2 triliun per Januari 2023 melalui pembiayaan untuk segmen koperasi, yang diikuti oleh joint financing dan channeling. Untuk joint financing, saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan BCA Finance. Sementara untuk channeling, BCA Digital bekerja sama dengan Akseleran, Komunal, Modal Rakyat dan Koperasi Nusantara. Dalam waktu dekat juga akan ada satu mitra channeling baru dari P2P Lending yang akan segera mereka umumkan.

Terkait dengan demografi nasabah, hingga saat ini target utama dari blu adalah digital savvy generation atau generasi yang melek digital. Perusahaan mencatat saat ini, mayoritas nasabah blu didominasi oleh Gen Z sebesar 55,18%. Disusul oleh Millennials, Gen X dan Baby Boomers.

“Di tahun 2023 ini, fokus kami masih sama yaitu memperkuat kualitas nasabah
agar semakin sering bertransaksi dan memanfaatkan fitur-fitur blu. Sehingga, blu bisa jadi sahabat finansial yang dekat dengan keseharian nasabah,” kata Duardi.

Luncurkan fitur baru untuk nasabah

Di Indonesia hingga saat ini, masih banyak individu dan pelaku usaha kecil yang kurang terlayani oleh bank tradisional, baik karena kurangnya akses maupun tingginya biaya. Dalam hal ini BaaS dapat membantu mengatasi masalah ini dengan menyediakan akses yang lebih besar ke layanan keuangan melalui saluran non-tradisional, seperti aplikasi mobile dan platform online. Fitur-fitur menarik dan tentunya berguna juga bisa membantu nasabah.

Sepanjang tahun 2022, blu telah meluncurkan 15 fitur baru untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan. Fitur tersebut di antaranya blu Virtual Card yang diluncurkan pada Oktober 2022 lalu; kemudian fitur pembukaan rekening tanpa video call; fitur bluSaving dan bluGether hingga 20 accounts per nasabah yang telah di-upgrade tahun lalu; blu juga menghadirkan BI Fast sebagai alternatif layanan transaksi transfer per 27 April 2022.

Untuk membantu nasabah blu mengatur keuangan lebih baik, blu menyediakan Tracker Revamp yang memudahkan tracking transaksi nasabah. Dengan menampilkan QRIS Shortcut, memudahkan nasabah blu dalam melakukan pembayaran. Sepanjang Januari – Desember 2022, tercatat lima transaksi terbesar yang dilakukan nasabah blu adalah transfer, setor tunai tanpa kartu, top up e-money, tarik tunai tanpa kartu, dan QRIS.

Di tahun 2023 ini, blu baru saja meluncurkan fitur bluInvest Linkage, nasabah dapat menghubungkan akun Investasi Moduit dan FUNDtastic dengan aplikasi blu. Nasabah dapat mengakses beragam jenis investasi sesuai dengan kebutuhan, mulai dari reksadana, sampai surat berharga negara (SBN).

“Sejak awal berdiri, fokus kami adalah bisa bermanfaat dan diandalkan nasabah untuk semua kebutuhan perbankan mereka. Selain nasabah blu aktif bertransaksi setiap hari, kepercayaan nasabah juga semakin meningkat, terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil mencapai Rp6,85 triliun per Desember 2022, ini melampaui target kami di tahun 2022,” kata Duardi.

Application Information Will Show Up Here

Bank Fama Ubah Nama Jadi Superbank, Sasar Segmen UMKM dan Ritel

PT Bank Fama International (Bank Fama) hari ini (20/2) mengumumkan perubahan nama menjadi PT Super Bank Indonesia (Superbank). Perubahan nama ini diharapkan dapat mempertegas komitmen perusahaan untuk memperluas akses layanan finansial ke lebih banyak orang dengan layanan berbasis digital didukung oleh ekosistem dari Grup EMTEK, Grab, dan Singtel.

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga meresmikan bankir senior Tigor M. Siahaan sebagai Direktur Utama. Sebelumnya, ia pernah berkarier di Citi Indonesia selama 20 tahun, jabatan terakhirnya adalah Chief Country Officer Citi Indonesia. Di luar karier profesionalnya, Tigor juga memegang beberapa jabatan penting, salah satunya yang terkini Ketua Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) (2021-2026); Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (PERBANAS) sejak 2016, dan lainnya.

“Kami sangat antusias dengan perubahan nama menjadi Superbank yang merupakan tonggak penting perjalanan kami menjadi bank dengan layanan berbasis digital. [..] Momen ini juga memperkuat komitmen kami dalam memperluas akses ke pembiayaan yang mudah dan bertanggung jawab bagi segmen underbanked untuk membantu mewujudkan potensi penuh pertumbuhan dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” ucap Tigor.

Menurutnya, dengan mengombinasikan kekuatan ekosistem digital dari para pemegang saham Superbank, mulai dari aset data, teknologi, dan jaringan, merupakan salah satu aset terluas dan paling beragam di industri. “Kami percaya bahwa kami memiliki fondasi yang kokoh untuk menawarkan sesuatu yang berbeda di pasar dan mengembangkan bisnis kami lebih lanjut.”

Masing-masing pemegang saham Superbank turut memberikan pernyataannya.

CEO Grup EMTEK Alvin Sariaatmadja menyampaikan, perkembangan digital di sektor keuangan adalah momen bagi EMTEK untuk dapat berkontribusi dalam meningkatkan kehidupan yang lebih baik lewat teknologi. Ia melihat tambahan bank ke dalam ekosistem grup akan membuat bisnis semakin sustainable.

“Kami pun akan turut mengajak seluruh stakeholder bagian dari ekosistem kami untuk merasakan manfaat dari pelayanan bank ini. Terakhir, yang tidak kalah penting kami sangat antusias dengan Superbank atas keberadaan para partner dan manajamen yang memiliki track record luar biasa di bidangnya,” kata Alvin.

Baik Grab dan Singtel Group akan berkontribusi dalam keahliannya di bidang teknologi, consumer insights, pengalaman, dan jaringan kemitraan, untuk memperkuat Superbank.

Superbank

Tigor menyampaikan, industri perbankan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Simpanan nasabah di bank umum di Indonesia terus meningkat, mencapai Rp8.203 triliun pada 2022, tumbuh lebih dari 8% dibandingkan 2021. Nilai transaksi perbankan digital pada 2022 meningkat 28,72% year-on-year menjadi Rp52.545,8 triliun dan diproyeksikan akan tumbuh 22,13% hingga mencapai Rp64.175,1 triliun pada 2023.

Indonesia merupakan negara dengan populasi underbanked terbesar di Asia Tenggara, termasuk UMKM dan nasabah ritel dari segmen underbanked dengan beberapa sumber pendapatan, namun tetap membutuhkan pinjaman untuk dapat terus mengembangkan usahanya.

“Segmen UMKM dan nasabah retail inilah yang menjadi target pasar utama kami. Dengan meningkatkan akses finansial ke segmen ini, kami dapat mendukung produktivitas mereka sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Tigor.

Superbank diharapkan dapat menjangkau jutaan UMKM dan nasabah ritel melalui ekosistem luas yang dimiliki oleh Grup EMTEK, Grab, dan Singtel yang merupakan perusahaan-perusahaan terkemuka di bidangnya, termasuk jutaan penikmat multi-platform media dan jutaan penjual online all-commerce untuk Grup EMTEK; jutaan pengguna platform Grab di Indonesia, termasuk mitra pengemudi, merchant, dan agen Grab; serta jutaan pelanggan seluler dan bisnis di 21 pasar global untuk Singtel yang juga mencakup tetapi tidak terbatas pada Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.

Grup EMTEK mengambil alih saham Bank Fama pada 2021, melalui PT Elang Media Visitama dan PT Nusantara Berkat Agung. Kemudian, Grab bergabung melalui A5-DB Holdings Pte. Ltd. Dan Singtel melalui Singtel Alpha Investment Pte. Ltd. Saat ini Superbank masuk dalam kategori BUKU I. Aplikasi Superbank sejauh ini belum tersedia untuk publik.

Grab, EMTEK, dan Singtel Segera Realisasi Bank Digital di Indonesia

Grab, EMTEK, dan Singtel dikabarkan segera realisasi bank digitalnya di Indonesia. Kabar ini sudah berhembus sejak Grab dan Singtel resmi bergabung sebagai investor strategis Bank Fama milik EMTEK pada Januari 2022 lalu. Investasi strategis ini disebut dalam rangka akselerasi dan pengembangan usaha serta ekosistem digital Bank Fama.

Hal ini semakin diperkuat oleh keterangan Presiden Direktur Bank Fama International Tigor M. Siahaan yang mengatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan perusahaan untuk melakukan rebranding menjadi bank digital pada 2023.

Dikutip dari situs perusahaan, Tigor mengungkapkan bahwa segenap timnya  tengah gencar melakukan transformasi dari segi proses, set up, tech, dan perekrutan sumber daya manusia (SDM). “Jadi SDM-nya juga benar-benar kita rekrut banyak tenaga-tenaga yang kita harapkan bisa menjadi jembatan untuk transformasi digital tersebut,” ujarnya.

Peralihan ini akan dilakukan mulai dari pemindahan kantor pusat Bank Fama yang telah berdiri sejak 1993 di Bandung, Jawa Barat menjadi di DKI Jakarta supaya memudahkan proses transformasi ke bank digital.

Selain itu, Bank Fama juga disebut akan meluncurkan produk barunya yang berbasis digital pada pertengahan tahun depan. Tigor sendiri belum mau membocorkan lebih lanjut terkait detail produk baru ini. Namun, dalam melaksanakan rebranding ini, Bank Fama disebut akan memanfaatkan ekosistem digital para pemegang sahamnya, termasuk EMTEK, Grab, dan Singtel.

Tren bank digital di Indonesia sudah dimulai sejak lama, baik berbentuk bank baru maupun konversi dari bank yang sudah ada (existing). Jenius dari Bank BTPN menjadi pionir bank digital yang dikenalkan sejak tahun 2016. Beberapa pemain lain yang sudah beroperasi, termasuk Bank Jago, Digibank, dan Allo Bank.

Menurut Global Industry Analysts Inc., ukuran pasar global untuk bank digital diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020. Diproyeksikan bertumbuh sampai $30,1 miliar pada 2026 mendatang dengan CAGR 15,7%. Segmen perbankan ritel diperkirakan mengalami pertumbuhan terbesar dengan 14,3% CAGR, bernilai $14,3 miliar.

Bank digital yang fokus pada UMKM

Selain berambisi menjadi bank digital, Bank Fama juga disebut akan membidik segmen underbanked di Indonesia. Bank Fama sendiri telah memiliki beberapa jaringan kantor secara online di Bandung, Jakarta, dan Tangerang dengan fokus pasar pada segmen ritel, khususnya UMKM.

Menurut Tigor, segmen underbanked ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, terlebih jika segmen ini dapat dikembangkan maka kontribusi pada perekonomian Indonesia akan sangat besar. Harapannya adalah untuk dapat menciptakan solusi baik dari sisi merchant, restoran, driver atau pelanggan.

Rencananya, Bank Fama akan memanfaatkan data-data UMKM yang underbanked dari para pemegang saham yang memiliki keahlian di bidang masing-masing, yaitu EMTEK Grup di bidang media online, offline, dan streaming; lalu Grab di bidang ride hailing, food delivery, payment system, dan kesehatan; serta Singtel di bidang telekomunikasi dan turunannya.

Selanjutnya, Bank Fama akan menilai mana UMKM yang bisa diberikan fasilitas pinjaman untuk mengembangkan usahanya. Salah satu tantangan utama para pelaku UMKM adalah akses permodalan dari bank konvensional. Pasalnya UMKM tidak memiliki persyaratan yang layak seperti laporan keuangan untuk menilai suatu usaha bisa diberikan pinjaman atau tidak.

Dengan data yang dimiliki para pemegang saham Bank Fama, dapat diketahui seperti apa kinerja usaha suatu UMKM. Misalnya dapat dilihat dari rating usaha, catatan pendapatan, dan sebagainya.

Dengan layanan keuangan digital yang didukung ekosistem dan jaringan yang kuat, serta visi untuk mengedukasi dan memberdayakan kapasitas finansial masyarakat Indonesia, harapannya, lebih banyak masyarakat underbanked yang menyadari potensi besar dari bank digital. Bank Fama sendiri memiliki misi besar untuk mendukung produktivitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Bank Hijra Resmikan Kehadiran, Transformasi Jadi BPRS Digital

PT BPRS Hijra ALAMI (Hijra Bank), anak usaha dari ALAMI Group, meresmikan kehadiran secara publik lewat peluncuran aplikasi kemarin (06/12). Bank Hijra menjadi bank perkreditan (BPR) digital pertama di Indonesia dari kelompok non-bank umum.

Peluncuran aplikasi berlangsung di Jakarta, dihadiri oleh Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani; Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 1, DKI Jakarta & Banten, Roberto Akyuwen; Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Ita Rulina; dan Ahli Ekonomi dan Keuangan Syariah Mulya Siregar.

Dalam paparannya, Dima  menyampaikan peluncuran resmi Bank Hijra membutuhkan waktu setidaknya dua tahun sejak resmi diakuisisi. Tak hanya persiapan pengembangan produk, tapi juga sosialisasi dan perizinan dari Bank Indonesia dan OJK sebagai institusi jasa keuangan yang diregulasi penuh.

“Kami ingin patuh terhadap ketentuan karena aturan dari regulator dibuat bertujuan untuk melindungi masyarakat. Dan kami ini for good untuk jangka panjang, mungkin akan ada puluhan atau ratusan tahun jadi harus buat fondasi yang benar, namun prosesnya tidak cepat,” ujarnya.

Sementara itu Roberto mengatakan, OJK sebagai regulator terus mendorong perbankan untuk melakukan transformasi digital agar dapat memenuhi kebutuhan nasabah. Hal ini selaras dengan perwujudan dari roadmap pengembangan perbankan 2021-2025 di Indonesia yang menginginkan BPR dan BPRS dapat tumbuh sehat, berkesinambungan, dan memberikan kontribusi lebih nyata bagi perekonomian dan masyarakat.

Menurutnya, saat pandemi masuk ke fase pemulihan, tantangan dari industri perbankan pada umumnya adalah membangkitkan sisi permintaan. Meski bisnis masih kokoh, tapi tanpa permintaan dari sisi pembiayaan dan menempatkan DPK (dana pihak ketiga) pada akhirnya bisnis akan terkendala.

“Sehingga perlu berbagai upaya inovatif agar BPR bersiap-siap lari cepat. Bagi orang yang paham industri perbankan, yang dilakukan Bank Hijra hari ini adalah pencapaian fundamental yang sangat luar biasa, dalam konteks BPR dan BPRS. Saya berharap Bank Hijra dapat terus menjawab tantangan dengan terus tumbuh dengan stabil, semangat dijaga, dan keinginan untuk berinovasi tidak boleh berhenti sehingga dapat menciptakan daya saing yang lebih tinggi lagi ke depannya,” kata Roberto.

Ahli Ekonomi dan Keuangan Syariah Mulya E Siregar menjelaskan dalam mentransformasi BPR menuju go digital perlu waktu lama sehingga sangat membutuhkan keberpihakan dari regulator. Baik OJK dan Bank Indonesia akhirnya mengeluarkan berbagai stimulus untuk mempermulus jalan BPR/S untuk go digital.

“Regulasi yang ada sekarang lebih market friendly. Dengan regulasi yang dinamis dan customer experience oriented akhirnya mempercepat inovasi perbankan, termasuk Bank Hijra,” ujar Mulya.

Produk Bank Hijra

Dima melanjutkan, dengan menjadi BPRS Digital, Bank Hijra bisa melayani masyarakat lebih luas dibanding dengan BPRS konvensional. BPR/S memiliki layanan yang lebih terbatas dari bank umum. Bank jenis ini tidak boleh memberikan layanan giro dan transaksi valuta asing, lalu tidak bisa buka cabang di luar wilayahnya tergantung tingkat modalnya.

Namun dengan digitalisasi, BPRS bisa memperluas layanan sehingga dampak yang dihasilkan juga lebih luas. “Dengan menjadi bank digital, kami tidak perlu bukan cabang di setiap provinsi di Indonesia, hanya perlu satu kantor pusat, tetapi bisa melayani masyarakat lebih luas. Dengan digital kini bisa onboard langsung hanya lewat gadget,” kata Dima.

Bank Hijra akan difokuskan menggarap segmen urban Muslim usia muda sekitar 25-35 tahun yang sudah berkeluarga atau baru menikah. Namun pada dasarnya produk Bank Hijra diperuntukkan untuk semua orang, non-Muslim sekalipun.

Produk pertamanya adalah tabungan. Untuk menarik nasabah untuk menaruh dana simpanannya sebagai DPK, perusahaan membuat strategi khusus dengan memberikan proposisi yang berbeda. Perbankan ingin mengajak nasabah pada misi kebaikan. Salah satunya, menghadirkan fitur Sedekah Sign Up, yakni program sedekah cahaya sebagai ajakan kepada masyarakat untuk berbagi kebaikan dengan dana yang disubsidi oleh perbankan.

Kemudian, Tabungan Wadi’ah, Transfer, Hijra Box untuk membantu nasabah mengatur keuangan lebih cermat sesuai dengan tujuannya. Misalnya, untuk menabung, umroh, atau naik haji. Nasabah dapat rutin top up saldo ke dalam kotak-kotak tersebut sampai target dana terpenuhi. Terakhir, Hijra Lifestyle yang menghadirkan sesi kajian ilmu dari para ahli dengan topik menarik dan bermanfaat, seperti parenting, kehidupan rumah tangga, dan kesehatan mental.

“Selama ini di Indonesia produk keuangan syariah ada banyak, tapi literasinya yang kurang. Kita tidak hanya memperkenalkan produk tapi juga memperkuat sisi literasinya dengan fitur-fitur yang bersifat edukasi.”

Pendekatan tersebut, didukung dengan inovasi lainnya yang sedang dipersiapkan tim, diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan DPK terutama dari nasabah individu. Adapun pada tahap awal, perbankan masih mengandalkan dana dari korporasi untuk menempatkan dananya di Bank Hijra.

“Ketika focus only on consumer bisa dapat DPK yang besar. Karena ada demografi baru, yakni digital native yang belum bisa didekati bank besar secara 100%. Kita pun punya diferensiasi. Ketika DPK individu meroket, maka cost of fund kita semakin kompetitif dari bank-bank lainnya.”

Kemudian dari sisi pembiayaan produktif, perbankan akan masuk yang berbeda dari ALAMI, yakni pembiayaan produktif dengan agunan. Ini adalah ranah yang sebelumnya yang tidak bisa dimasuki pemain lending. Kemudian, bekerja sama dengan institusi perbankan lain untuk melakukan channeling.

Application Information Will Show Up Here

Bank Digital Milik Kredivo “Krom Bank” Mulai Unjuk Diri Sebelum Resmi Dirilis

Krom Bank, bank digital milik induk Kredivo, mulai menunjukkan diri ke publik melalui situs resminya. Meski produknya belum bisa diakses, publik bisa mengetahui bahwa layanan perbankan yang akan dihadirkan nantinya adalah Tabungan Utama, Tabungan, Deposito berjangka, Transfer, dan Top up & Tagihan.

Dalam situsnya dijelaskan, “Krom dibuat khusus agar kamu bisa dengan mudah mengalokasikan dana dan merencanakannya sesuai dengan tujuan keuanganmu. Mulai dari alokasi kebutuhan harian, rencana jangka pendek, hingga rencana masa depan.”

Layanan yang disediakan Krom Bank pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kebanyakan bank digital lainnya tawarkan. Patut ditunggu nilai lebih yang ditawarkan apalagi terhubung dengan solusi Kredivo.

Krom Bank adalah rebrand dari Bank Bisnis Internasional, resmi diumumkan pada 20 September 2022 pasca RUPSLB yang digelar pada lima hari sebelumnya. Dalam rapat juga memutuskan empat bidang usahanya. Yakni, sebagai bank umum konvensional, penyedia jasa pembayaran, memindahkan dana, dan menerbitkan surat pengakuan utang, dan kegiatan lainnya.

Selain itu juga menyetujui perubahan susunan pengurus perseroan. Rapat memberhentikan Sugijarto Lukman sebagai Komisaris Independen, digantikan dengan Zainal Abidin. Juga mengangkat Masa Paskalis Lingga sebagai Presiden Komisaris. Masa merupakan bankir veteran yang pernah bekerja di sejumlah perusahaan fintech, di antaranya Uang Teman, LinkAja dan OneAset.

Presiden Direktur tetap dipegang oleh Laniwati Tjandra, Alvin James Kurniawan dan Wisaksana Djawi, keduanya sebagai Direktur.

PT FinAccel Teknologi Indonesia resmi menjadi pengendali saham Bank Bisnis Internasional dengan kepemilikan 75% pada Maret 2022. Pembelian dilakukan secara bertahap sejak 2021 hingga April 2022. Pada 2021, perusahaan telah menggenggam 40% saham.

Kemudian, pada 31 Maret 2022 dan 8 April 2022 kembali meningkatkan kepemilikannya sebanyak 35% dengan membeli harga saham seharga Rp1.646 per lembar saham. Dengan begitu, FinAccel menggelontorkan dana sebesar Rp1,9 triliun untuk mengambil alih 35% saham.

Krom Bank saat ini menggelar penawaran umum terbatas III (PUT III) dalam rangka rights issue. Perusahaan menerbitkan 14,06% saham dari total modal ditempatkan atau disetor dengan nominal saham Rp100 per saham. Dana hasil rights issue akan digunakan sepenuhnya untuk tambahan modal kerja. Langkah tersebut diambil dalam rangka memenuhi pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun yang batas waktunya berakhir pada akhir Desember 2022.

Kredivo galang pendanaan

Di satu sisi, baru-baru ini FinAccel dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri D. Menurut sumber, saat ini total dana sekitar $140 juta atau setara 2,5 triliun Rupiah telah terkumpul dari sejumlah investor termasuk Mirae Asset, Square Peg, Jungle Ventures, Openspace Ventures, dan beberapa nama lainnya.

Dengan pendanaan ini, diperkirakan valuasi FinAccel telah menyentuh $1,6 miliar. Pendanaan ekuitas terakhir yang diumumkan FinAccel adalah seri C pada akhir 2019, membukukan dana $90 juta dari MDI Ventures, Square Peg, Telkomsel Mitra Inovasi, dan investor lainnya.

Setelah itu mereka lebih banyak menerima pendanaan debt dan loan channeling untuk meningkatkan kemampuan layanan lending yang dimiliki. Salah satu yang terbesar adalah pinjaman 1,4 triliun Rupiah dari Victory Park Capital. Mereka juga mendapat komitmen joint financing dari DBS Indonesia senilai 2 triliun Rupiah pada tahun 2021 lalu.

Di Indonesia, FinAccel mengoperasikan dua unit bisnis utama, yakni paylater lewat Kredivo dan fintech cashloan lewat Kredifazz.

Application Information Will Show Up Here

Astra dan WeLab Resmi Ambil Alih Saham Mayoritas Bank Jasa Jakarta

PT Astra International Tbk melalui anak perusahaannya PT Sedaya Multi Investama (Astra Financial) mengumumkan penyelesaian transaksi akuisisi Bank Jasa Jakarta (BJJ), bersama dengan WeLab melalui WeLab Sky Limited. Proses penyelesaian transaksi ditandai dengan diterimanya persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.

Setelah penyelesaaian transaksi akuisisi, Astra Financial dan WeLab Sky masing-masing memiliki saham BJJ sebesar 49,56% dan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali bank. Nantinya, BJJ akan dijadikan sebagai bank digital inovatif dari Indonesia.

Secara terpisah, mengutip dari keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada hari ini (19/9), Astra Financial dan BJJ telah menandatangani Share Subscription Agreement (SSA), yang mana SMI akan mengambil bagian atas 1,13 juta lembar saham baru yang mewakili 49,56% dari seluruh modal yang telah ditempatkan dan disetor di BJJ dengan nilai transaksi sebesar Rp3,87 triliun.

“Per tanggal 16 September 2022, seluruh persyaratan pendahuluan berdasarkan SSA untuk menyelesaikan transaksi, termasuk persetujuan OJK, telah terpenuhi,” tulis manajemen Astra.

Dalam keterangan resmi, Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro menyampaikan, investasi perusahaan di BJJ sejalan dengan aspirasi grup pada pilar jasa keuangan untuk menjadi penyedia layanan jasa keuangan ritel terdepan, serta mendukung perkembangan industri jasa keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

“BJJ sebagai bank digital, melalui strategi omnichannel, akan melengkapi produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan kepada pelanggan Astra. Hasil riset menunjukkan, sekitar 77% masyarakat di Indonesia masih tergolong ke dalam kategori unbanked dan underbanked. Melalui kerja sama ini, kami berharap BJJ dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, serta mempercepat inklusi dan literasi keuangand Indonesia,” tambah Direktur Astra sekaligus Director-In-Charge Astra Financial Suparno Djasmin.

Founder dan Group CEO WeLab Simon Loong menambahkan, langkah strategis ini termasuk dalam rangka memperluas kehadiran bank digital di Asia, setelah pertama kali hadir di Hong Kong. Kemitraan strategis dengan Astra ini, dalam rangka meningkatkan sinergi lintas negara dan bisnis dengan para mitra dalam memperluas skala dan jangkauan.

“Kami antusias bahwa mitra jangka panjang kami, Astra, akan bekerja sama dengan kami untuk memberikan layanan perbankan berbasis teknologi terbaik melalui BJJ di Indonesia. Kami berharap dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan melalui kerja sama dengan Astra,” ucap Loong.

Daftar bank digital dan calon bank digital di Indonesia. Sumber: Laporan DSInnovate 2021

Unit bisnis keuangan grup Astra

Ini bukan pertama kalinya kemitraan antara kedua perusahaan. Sebelumnya, telah mendirikan perusahaan patungan fintech lending, PT Astra WeLab Digital Arta (AWDA) pada 2018 untuk brand MauCash. Keduanya menggabungkan kekuatan satu sama lain, yakni ekosistem bisnis Astra yang solid dan dukungan pengalaman, teknologi, dan jaringan yang kuat dari WeLab.

Sebelumnya, Grup Astra juga memiliki usaha di bidang perbankan, yakni Bank Permata. Kemudian, bersama pemegang saham lainnya, Standard Chartered, dijual ke Bangkok Bank Public Company Limited (Bangkok Bank) pada 2020. Harga belinya Rp1.346 per saham atau nilai transaksi mencapai Rp33 triliun. Masing-masing mengantongi Rp16,83 triliun.

Astra diketahui memiliki sejumlah anak perusahaan di sektor keuangan, seperti perusahaan pembiayaan, asuransi, dan fintech. Di bidang pembiayaan, Astra memiliki Astra Credit Companies (ACC) dan Toyota Astra Financial Services (TAFS) untuk pembiayaan roda empat, dan Federal International Finance (FIF) untuk pembiayaan roda dua.

Selanjutnya, di bidang asuransi ada Asuransi Astra Buana (AAB) untuk asuransi umum, dan Astra Life untuk asuransi jiwa. Di bidang digital, ada MauCash yang fokus pada fintech lending, AstraPay di produk uang elektronik, dan Moxa, berbentuk aplikasi yang mengintegrasikan seluruh kebutuhan finansial.

BukaTabungan Diluncurkan, Realisasi Sinergi BaaS Bukalapak dan Standard Chartered

Bukalapak mulai memperkenalkan layanan “BukaTabungan”. Ini merupakan realisasi atas kerja sama strategis yang dijalin bersama bank Standard Chartered (SC) — yang juga merupakan salah satu investor strategis mereka. Aplikasi bank digital ini memanfaatkan layanan nexus, yakni sebuah banking-as-a-service (BaaS) yang memungkinkan layanan digital untuk mendapatkan kapabilitas perbankan dari SC, khususnya terkait layanan simpanan.

Saat ini aplikasi BukaTabungan sudah bisa diunduh pengguna dan dapat diintegrasikan ke Bukalapak sebagai salah satu medium pembayaran. Dalam promo awalnya, layanan perbankan digital ini menawarkan beberapa penawaran menarik, termasuk bunga tabungan sampai dengan 7%.

Khas layanan bank digital yang tengah melakukan penetrasi awal, BukaTabungan turut menawarkan gratis biaya transfer antarbank sampai 20x setiap bulan; bebas biaya admin tabungan; dan tidak ada minimal saldo.

Ditargetkan untuk ekosistem pengguna Bukalapak, termasuk jaringan UMKM di dalamnya, salah satu fitur BukaTabungan memungkinkan nasabah untuk melakukan penarikan melalui Mitra Bukalapak yang tersebar di berbagai kota. Adapun penarikan dana di merchant gratis 20x per bulan, selanjutnya dikenakan biaya Rp5.000 per transaksi.

Kendati bekerja sama dengan SC, dipastikan tidak ada transaksi terkait BukaTabungan yang bisa dilakukan di cabang Standard Chartered Bank. Seluruh pelayanan dilakukan secara daring melalui aplikasi.

Bukalapak dalam industri bank digital

Awal tahun ini sebenarnya Bukalapak bersama sejumlah perusahaan digital lainnya mendukung kehadiran Allo Bank sebagai bank digital baru di bawah naungan CT Group. Di aksi korporasi tersebut, Bukalapak sendiri mengakuisisi jumlah persentase saham terbanyak, yakni setara 11,49%.

Direktur Utama Bukalapak Willix Halim kala itu menyampaikan, “Bagi Bukalapak, melalui bisnis Mitra dan konektivitasnya dengan vertikal vertikal baru di pasar UMKM, kerja sama ini [dengan Allo Bank] dapat mengembangkan penawarannya serta aksesibilitas kredit bagi para pelaku usaha di area rural.”

Bahkan Allo Bank membawa dampak baik ke laporan keuangan Bukalapak. Di paruh pertama tahun ini, perseroan mengantongi laba bersih sebesar Rp8,59 triliun atau meroket 1.220%. Laba bersih ini adalah hasil dari nilai investasinya di PT Allo Bank Tbk (IDX: BBHI).

Kolaborasi startup dan perbankan

Bukalapak mempraktikkan dua model dalam masuk ke industri perbankan (digital), lewat sinergi BaaS dan akuisisi unit bank. Dua pendekatan tersebut memang telah lumrah dipraktikkan pemain industri. Untuk model BaaS, ada sejumlah inisiatif lain yang telah berjalan di Indonesia, seperti BRI berkolaborasi dengan Grab, Tokopedia dengan BRI Ceria, dan Shopback dengan TMRW (UOB Bank).

Sebagai sebuah sinergi mutualisme, kerja sama tersebut dinilai dapat menguntungkan kedua belah pihak. Dari sisi perbankan sebagai penyedia services, mengutip laporan firma riset Oliver Wyman, pengimplementasian BaaS dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru dan menekan biaya akuisisi pelanggan dari kisaran $100-$200 per pelanggan menjadi $5-$35. Sementara bagi aplikasi digital, tujuannya adalah memperkaya fitur dan meningkatkan retensi pengguna.

Adapun model kedua, yakni melalui akuisisi bank dan menjadikannya sebagai unit digital, juga telah dilakukan sejumlah pihak. Misalnya kepemilikan 40% Akulaku atas Bank Neo Commerce, kepemilikan 19% Investree atas Amar Bank, kepemilikan 75% Kredivo atas Bank Bisnis Internasional, dan lain-lain.

Tujuan bank digital, selain memudahkan proses akuisisi nasabah karena tidak memerlukan investasi besar dalam persebaran kantor cabang, juga untuk menciptakan pengalaman keuangan yang terpersonalisasi. Dengan dihubungkan ke aplikasi digital, diharapkan nasabah bisa mendapatkan berbagai fitur dari ujung ke ujung.

Application Information Will Show Up Here