Modalku Salurkan Dana Pinjaman 7 Triliun Rupiah, Mulai Fokus Sasar Pebisnis Mikro

Setelah sebelumnya diberitakan tengah menggalang pendanaan lanjutan senilai $50 juta, CEO Modalku Reynold Wijaya enggan memberikan komentar. Ditemui di sela-sela acara temu media di Jakarta, mereka mengatakan masih memiliki dana untuk menjalankan bisnis. Kini startup fintech tersebut fokus pada pengembangan layanan dan peningkatan jumlah peminjam di Indonesia.

“Bisa kami pastikan Modalku masih terus menjalankan bisnis dengan sumber daya yang ada. Tentunya tidak menutup kemungkinan kalau ada investor yang ingin berinvestasi di Modalku.”

Modalku telah mengantongi pendanaan seri B senilai senilai 344 miliar Rupiah dipimpin oleh Softbank Ventures Korea dengan dukungan Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro dan LINE Ventures.

Terkait ekspansi, Reynold menegaskan saat ini belum memiliki rencana untuk menambah basis operasional di negara lain. Sejauh ini Modalku sudah memiliki basis operasional di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Telah menyalurkan pinjaman 7 triliun Rupiah

Dalam kesempatan tersebut Reynold Wijaya bersama dengan COO Modalku Iwan Kurniawan menyampaikan beberapa capaian bisnis. Dikatakan mereka telah berhasil menyalurkan pinjaman modal usaha sebesar senilai 7 triliun Rupiah bagi UKM di wilayah operasionalnya. Sementara itu, hingga kuartal pertama tahun 2019, Modalku menyalurkan hingga 750 ribu pinjaman UKM.

“Targetnya hingga akhir tahun 2019 kami bisa meningkatkan penyaluran dana hingga 10 triliun Rupiah di Indonesia, Singapura dan Malaysia. Sementara untuk penambahan jumlah peminjam, diharapkan bisa meningkat lebih dari 1 juta borrower,” kata Reynold.

Disinggung tentang perolehan izin usaha dari OJK, pihaknya mengungkapkan masih dalam proses dan berupaya mematuhi semua permintaan yang ditentukan regulator. Sejauh ini Modalku baru berstatus terdaftar dan diawasi oleh OJK sebagai pemain fintech lending.

“Kami sudah submit semua persyaratan yang diminta dan masih menunggu antrean terkait dengan perolehan izin. Yang pasti kami berusaha untuk mematuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diberikan oleh OJK kepada kami,” kata Reynold.

Hingga bulan Mei 2019 sedikitnya sudah ada tujuh perusahaan fintech lending yang sudah mengantongi izin usaha dari OJK. Mereka adalah Investree, Amartha, Dompet Kilat, Kimo, Danamas, TokoModal dan Uang Teman. Sementara per Mei 2019 sudah ada 113 perusahaan p2p lending terdaftar dan diawasi oleh OJK.

Menyasar kalangan pemilik toko sembako dan warung

Modalku telah menghadirkan layanan untuk bisnis mikro berupa pinjaman tanpa agunan. Sasarannya adalah pemilik warung dan toko sembako di pasar. Pinjaman yang bisa didapatkan oleh pelaku usaha tersebut mulai dari 1 juta Rupiah hingga 1,5 juta Rupiah. Sudah mulai dijalankan sejak tahun 2018 lalu.

“Untuk kegiatan pemasaran dan edukasi, saat ini sistem kami masih berupa ‘jemput bola’, artinya secara langsung perwakilan dari Modalku datang ke mereka dan menawarkan pinjaman dengan sistem cepat dan terpercaya,” kata VP of Micro Business & Operations Modalku Sigit Aryo Tejo.

Tahun ini Modalku akan lebih banyak menyasar segmen yang disebut masih underserved dan belum banyak dilirik oleh alternative player. Hingga kini Modalku telah merangkul sekitar 20 ribu pemilik usaha warung dan toko sembako di kawasan Jabodetabek. Untuk di luar Jabodetabek, juga telah tersedia di Bandung. Dalam waktu dekat menyusul di Surabaya.

Untuk mempermudah akses peminjam, tim Modalku juga secara aktif memberikan edukasi untuk penggunaan platform Modalku di desktop.

“Selama ini untuk pemberi pinjaman penggunaan aplikasi masih banyak dipilih, sementara untuk peminjam secara khusus kami sediakan akses melalui desktop atau mobile browser,” kata Reynold.

Sejauh ini Modalku juga telah menawarkan berbagai produk, termasuk pinjaman UKM dan Invoice Financing yang didasari oleh tagihan usaha. Reynold mengatakan saat ini Invoice Financing memberikan kontribusi yang cukup besar pada pemasukan bisnis.

“Bisa saya sebutkan Invoice Financing portofolio yang paling besar jumlahnya di Modalku, bisa hampir setengah kontribusinya. Namun awal tahun 2019 ini kami mulai aktif melayani segmen pedagang mikro yang membutuhkan pinjaman tanpa agunan yang cepat dan mudah,” tutup Reynold.

Application Information Will Show Up Here

Four Fintech Lending Startup Acquired License from OJK

Indonesian Fintech Lenders Association (AFPI) announces its four members, Investree, Amartha, Dompet Kilat, and Kimo to acquire license from OJK as fintech lending. In total, with Danamas, there are only five out of 113 AFPI members listed in OJK.

“We appreciate our four members to acquire OJK’s license after the long process to make sure the fintech lending industry was build upon a strong infrastructure,” AFPI’s Head of Institutions and Public Relation, Tumbur Pardede said.

He continued, the four startups reflect all fintech lending’s business models. Investree with the SME’s productive sector and supply chain, Amartha focused on women’s micro businesses. Dompet kilat aims for consumptive sector with quick loan, and Kimo runs payment for balance top-up sellers.

In order to fasten the other members to acquire business license, AFPI is to build a special working group for license. Therefore, all startups which already listed are encouraged to share insights for members that suits their respective segments.

Therefore, they should be faster in completing requirements from OJK, the positive image will built among society.

Investree’s Co-Founder and CEO, Adrian A Gunadi said, the company needs two years to complete the requirements, as for Amartha. In the process, there are series of agreements in terms of administration or risk management that is completely essential.

One of those is to comply with ISO 27001, it doesn’t apply to every tech-based startup. The license isn’t simple and requires so things, particularly for startup working in financial service. Confidentiality is one of the example.

Furthermore, the integration system must adapt per OJK request, devices to monitor in order to run along the APU PPT (anti money laundering) it should be perfect, the auditor must be included in OJK.

“Any [requirements] to be integrated with system must be prioritized and meet the OJK standard. Some product development plans should be ‘hold’ for it,” he added.

After acquiring license, the company’s build up its confidence for partnership with all classes, either the government or private company. Also, there are companies and financial industries in need for partner with official license from regulator to guarantee their users.

“I think what we’ve been planning this year should worked. Starting to expand agressively with new partners is to be realized next year for we’ve grown confident through license,” Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said.

In terms of industry, fintech lending has distributed Rp33 trillion loans per April. For further detail, Amartha is claimed to distribute more than Rp 1 trillion for 230 thousand entrepreneurs with 98,26% payment success rate (TKB).

While, Dompet Kilat has distributed more than Rp10 billion loans for 20 thousand active consumers, the payment success rate has reached 97%. Investree has distributed over Rp2 trillion for 4 thousand borrowers. There are 66 thousand lenders with payment success rate up to 90,99%.

Lastly, Kimo has distributed Rp1 trillion loans since founded in 2016 with 10 thousand balance top-up partners.

Success payment rate is OJK’s requirement for all p2p lending entities with license to display success rate in the 90th day of its operation. It intends to improve transparency and help the lenders to know the risk of its funding placement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Empat Startup Fintech Lending Terima Izin Usaha dari OJK

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengumumkan empat anggotanya, yakni Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan Kimo telah mengantongi izin usaha dari OJK sebagai perusahaan fintech lending. Bila ditotal, ditambah Danamas, baru ada lima startup sudah berizin dari total 113 anggota AFPI yang sudah berstatus terdaftar.

“Kami mengapresiasi kepada empat anggota kami yang berhasil memperoleh izin OJK setelah melalui serangkaian proses panjang demi memastikan industri fintech lending dibangun dengan infrastruktur yang kuat,” terang Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede, Kamis (16/5).

Dia melanjutkan, keempat startup ini mencerminkan semua bisnis model yang diterapkan oleh fintech lending. Investree bergerak di sektor produktif UKM dan supply chain, Amartha fokus untuk pembiayaan mikro usaha perempuan. Dompet Kilat menyasar sektor konsumtif dengan layanan pinjaman kilat, dan Kimo bergerak pembiayaan untuk penjual pulsa.

Untuk mempercepat anggota AFPI lainnya memperoleh izin usaha, asosiasi akan membuat working group khusus mengenai perizinan. Jadi setiap startup yang sudah berizin didorong untuk berbagi catatan apa saja yang harus dipenuhi anggota, sesuai dengan segmen usahanya masing-masing.

Dengan demikian, mereka akan semakin cepat memenuhi ketentuan dari OJK, citra positif industri pun lambat laun akan semakin positif di mata masyarakat.

Co-Founder dan CEO Investree Adrian A Gunadi menerangkan, perusahaan butuh waktu dua tahun untuk memenuhi ketentuan dari OJK, sama seperti Amartha. Dalam prosesnya, ada serangkaian ketentuan baik dari tata kelola dan manajemen risiko yang harus betul-betul dijaga perusahaan.

Di antaranya adalah memenuhi ISO 27001, aturan ini belum tentu diberlakukan buat startup berbasis teknologi lainnya. Lisensi ini tidak sederhana dan mencakup banyak hal yang harus dipatuhi perusahaan, apalagi buat startup yang bergerak di jasa keuangan, misalnya tentang kerahasiaan data pengguna.

Kemudian, dari sisi integrasi sistem harus menyesuaikan dengan apa yang OJK minta, perangkat untuk monitor agar sejalan dengan APU PPT (anti pencucian uang) harus sempurna, auditor pun harus masuk ke dalam daftar rekanan OJK saat audit.

“Apapun [ketentuan] yang harus integrasi ke sistem itu harus didahulukan dan harus memenuhi aturan OJK. Bahkan ada beberapa rencana pengembangan produk harus di-hold demi OJK,” terangnya.

Dari sisi perusahaan, pasca memperoleh izin usaha tentunya menambah kepercayaan diri untuk lebih gencar melakukan kemitraan dari berbagai kalangan baik dari pemerintah maupun swasta. Pasalnya, banyak perusahaan dari industri keuangan yang butuh mitra dengan status izin resmi dari regulator demi meyakini para konsumennya.

“Buat kami apa yang sudah direncanakan tahun ini tetap akan dijalankan. Mulai melebarkan sayap lebih agresif dengan cari mitra baru akan dilakukan pada tahun depan karena kami sudah percaya diri lewat izin resmi,” tambah Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.

Secara industri, fintech lending per April telah menyalurkan pinjaman sekitar Rp33 triliun. Dirinci lebih dalam, Amartha diklaim telah menyalurkan lebih dari Rp1 triliun untuk 230 ribu pengusaha dengan tingkat keberhasilan bayar (TKB) 98,26%.

Sementara, Dompet Kilat menyalurkan lebih dari Rp10 miliar pinjaman untuk 20 ribu konsumen aktif, TKB-nya 97%. Investree menyalurkan lebih dari Rp2 triliun untuk 4 ribu peminjam. Terdapat 66 ribu pemberi pinjaman dengan TKB 90,99%.

Terakhir, Kimo telah menyalurkan pinjaman Rp1 triliun sejak berdiri di 2016 dan memiliki 10 ribu mitra penjual pulsa.

TKB adalah kewajiban dari OJK untuk seluruh entitas p2p lending yang terdaftar untuk menampilkan tingkat keberhasilan pengembalian pada hari ke-90 di situsnya. Maksudnya untuk meningkatkan transparansi sekaligus membantu calon pemberi pinjaman untuk mengetahui risiko penempatan dananya.

Bukalapak Telah Realisasikan 700 Pengajuan Pinjaman Lewat BukaModal

Bukalapak mengungkapkan perusahaan telah mencairkan lebih dari 700 pengajuan pinjaman dari para pengusaha kecil sejak lewat BukaModal sejak pertama kali diluncurkan pada September 2018. Dari angka tersebut, sebenarnya ada lebih dari 10 ribu pengajuan yang dilakukan.

Associate VP of Financing Solution Bukalapak Sigit Suryawan menjelaskan, BukaModal bekerja sama dengan mitra perbankan dan fintech yang telah dipercaya, seperti Investree, KoinWorks, Modalku, Taralite, Akseleran, dan Bank Mandiri.

Sinergi dengan Bank Mandiri ini, sambungnya, bertujuan memperkuat penetrasi pembiayaan ke kelompok-kelompok usaha yang berbasis online. Sigit tidak merinci lebih dalam terkait nilai penyaluran pinjaman secara keseluruhan yang terjadi lewat BukaModal dan tingkat pengembaliannya.

“Pelapak di Bukalapak dapat memanfaatkan BukaModal ini untuk memaksimalkan produksi dan penjualan barang dagangan sehingga akan berdampak baik pada penghasilan mereka,” terangnya dalam keterangan resmi.

Khusus dengan Bank Mandiri, selama Maret dan April 2019 tercatat lebih dari 60 pinjaman senilai lebih dari Rp2,8 miliar telah disetujui perseroan. Untuk mendapatkan pinjaman dari Bank Mandiri, pelapak hanya perlu mengisi formulir secara online tanpa datang ke kantor cabang. Pinjaman akan dicairkan maksimal sehari setelah pinjaman disetujui.

Di BukaModal, pengajuan pinjaman hanya bisa dilakukan oleh pelapak yang telah berjualan selama enam bulan untuk minimalnya. Mereka juga harus berpenghasilan minimal Rp2 juta dalam tiga bulan terakhir. Nominal dana yang bisa mereka pinjam cukup bervariasi antara Rp2 juta hingga Rp2 miliar dengan periode cicilan 3 sampai 24 bulan.

BukaModal adalah fitur khusus untuk pelapak dalam mendapatkan bantuan modal untuk mengembangkan bisnis mereka. Di sisi konsumen, Bukalapak bekerja sama dengan Akulaku untuk fitur BukaCicilan. Konsepnya mempermudah konsumen dalam mencicil barang belanjaan di Bukalapak dengan limit kredit yang diberikan oleh Akulaku.

Application Information Will Show Up Here

Hindari Risiko Riba, Lending Syariah Ammana Gaet Bank Muamalat sebagai Agen Escrow

Startup fintech p2p lending berbasis syariah Ammana mengumumkan kerja sama dengan Bank Muamalat untuk pemanfaatan rekening penampungan atau escrow account. Hal tersebut dilakukan demi menjamin dana tetap terbebas dari unsur riba. Langkah awal ini akan meneruskan kerja sama berikut antar kedua perusahaan tersebut dengan inisiasi lainnya.

CEO Bank Muamalat Achmad K. Permana mengatakan, kehadiran perusahaan fintech berbasis syariah adalah solusi bagi masyarakat yang ingin berinvestasi namun tetap sesuai dengan prinsip syariah, yakni tanpa riba. Potensi keuangan syariah di Indonesia masih cukup besar, kendati masih rendah tingkat penetrasinya.

Dia juga menyampaikan kerja sama ini adalah bentuk komitmen perseroan untuk selalu berada di dalam ekosistem keuangan syariah di Indonesia. Terlebih, baik Bank Muamalat maupun Ammana memiliki ikatan yang cukup spesial, keduanya merupakan pionir di industri keuangan syariah.

“Segala sesuatu yang berhubungan dengan syariah, Muamalat harus masuk ke situ dan kita yakin bisa berkompetisi dengan bank lain di segmen tersebut. Tahap awal baru untuk escrow account, akan terus kita update teknologi di Muamalat agar bisa dukung yang lain,” terangnya, kemarin (15/4).

Dari pengumuman ini, otomatis seluruh hasil pembayaran dari lender atas borrower akan dikelola melalui rangkaian layanan cash management di Bank Muamalat. Antara lain dengan menggunakan Virtual Account, Cash Management System, dan menjadi agen escrow yang memastikan dana yang dihimpun dan dikelola akan dialokasikan sesuai dengan tujuan utama.

Founder dan CEO Ammana Lutfi Adhiansyah menambahkan, bank memiliki infrastruktur dalam menghimpun dana dan mengatur alur transaksi keuangan. Berbeda dengan tugas fintech lending seperti Ammana, yang tugasnya hanya fokus menghubungkan penerima pinjaman dan pemberi pinjaman.

Ditambah dalam POJK sudah ditentukan bahwa startup yang bermain di segmen syariah harus taat menjaga bisnisnya dari unsur riba dengan selektif memilih rekan bisnis.

Expertise mengatur keuangan itu ada di bank, makanya kita serahkan ke Bank Muamalat untuk menanganinya. [..] Ke depannya kita yakin kolaborasi bukan hanya di escrow saja, tapi kita bisa diperlakukan seperti agen laku pandai yang bisa menjual segala produk berbasis syariah seperti reksa dana syariah,” kata Lutfi.

Rencana bisnis Ammana

Lutfi berharap dengan kerja sama tersebut akan memperkuat ekosistem fintech syariah di Indonesia, serta menambah kepercayaan para peminjam dana karena perusahaan telah menggaet Bank Muamalat yang notabenenya cukup kuat sebagai brand bank syariah.

Tahun ini dia menargetkan Ammana dapat menyalurkan pembiayaan sampai 100 miliar Rupiah, sama dengan target yang dicanangkan untuk pencapaian tahun lalu namun meleset dari realisasi. Tahun lalu perusahaan baru mampu menyalurkan pembiayaan sebesar 30 miliar Rupiah.

Pinjaman tersebut disalurkan untuk 6 ribu penerima pinjaman, mayoritas di antaranya bergerak di pinjaman produktif. Nominal pinjaman yang bisa diajukan mulai dari 5 juta Rupiah. Adapun pemberi pinjaman di Ammana diklaim berjumlah 30 ribu orang.

Lutfi mengungkapkan untuk merealisasikan target penyaluran ini perusahaan membuat sejumlah strategi. Di antaranya merilis pinjaman untuk segmen konsumtif dan menambah rekanan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) menjadi 150 unit dari saat ini 70 unit agar semakin banyak pengusaha yang mendapat pinjaman.

Ammana merupakan startup fintech syariah pertama yang mengantongi surat tanda terdaftar dari OJK. Layanannya baru bisa diakses melalui situs desktop atau mobile, aplikasi belum tersedia.

Application Information Will Show Up Here

Pendanaan.com Ramaikan Industri Pembiayaan Online, Saat Ini Fokus ke Pinjaman Konsumtif

Masih rendahnya inklusi keuangan di Indonesia menjadi pekerjaan bersama seluruh stakeholder. Keberadaan teknologi finansial diharapkan menjadi pendongkrak agar penetrasi meningkat. Pendanaan.com turut meramaikan pasar ini dengan menyajikan pinjaman tunai untuk sektor konsumsi.

Startup ini sebenarnya sudah hadir di Indonesia sejak akhir 2016 di bawah kendali perusahaan induk Hadoop Fintech dari Hong Kong. Salah satu pendirinya adalah Dino Martin (CEO) yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pembiayaan Multiguna di AFPI.

“Pendanaan didirikan atas semangat untuk menciptakan inklusi keuangan yang lebih baik di Indonesia karena inklusi keuangan yang lebih baik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk capai ke sana, butuh pemahaman big data yang baik,” terang Dino kepada DailySocial.

Pendanaan.com dengan brand KTAKilat memiliki layanan bisnis yang tidak jauh berbeda dengan pemain pembiayaan lainnya. Untuk tahap awal, Pendanaan baru menyediakan pinjaman yang bersifat konsumtif.

Dino beralasan, segmen ini dipercaya dapat melatih mesin pintar untuk “belajar” lebih cepat. Semakin banyak data yang terkumpul, mesin akan lebih pintar menganalisis profil risiko konsumen dengan prediksi yang lebih akurat. Saat ini setiap pengajuan di Pendanaan.com hanya bisa lewat smartphone.

Calon peminjam cukup meluangkan waktu sekitar 15 menit mengisi informasi yang diperlukan, seperti foto KTP, BPJS/NPWP, slip gaji, dan bukti transaksi bank. Berikutnya dalam kurun waktu 24-48 jam sistem akan memverifikasi seluruh data yang masuk — apakah disetujui atau tidak. Ketika disetujui, dana akan ditransfer ke rekening bank peminjam kurang dari dua hari.

“Kami tidak melakukan penimbunan dana nasabah, karena mengacu proses bisnis yang telah diatur OJK [..] dalam waktu kurang dari satu hari dana yang diterima dari pemberi pinjaman melalui escrow account harus sudah diterima oleh penerima pinjaman.”

Nominal dana pinjaman yang bisa diberikan Pendanaan.com mulai dari Rp1 juta dengan tenor dari tujuh hari sampai 30 hari. Kupon yang ditetapkan maksimal 14% per tahun. Untuk membayar cicilan, tersedia berbagai pilihan opsi mulai dari transfer bank, online banking, mobile banking, minimarket, atau e-wallet.

Meski belum mau membeberkan lebih jauh mengenai kinerja perusahaan, Dino memastikan penyaluran pinjaman sudah menyebar ke seluruh Indonesia — walau masih didominasi konsumen yang berdomisili di Jawa.

Rencana bisnis

Untuk mendukung ambisi perusahaan sebagai layanan pembiayaan online terdepan, Dino mengatakan perusahaan akan terus menyempurnakan kemampun mesin analisa risiko kredit agar semakin pintar dan akurat dalam memberi rating. Mereka juga berusaha memperbanyak kemitraan dengan berbagai pihak, salah satunya perbankan nasional.

Pendanaan.com segera merilis pinjaman untuk segmen produktif tahun ini agar semakin banyak pelaku usaha di kalangan UMKM, yang belum tersentuh layanan perbankan, dapat mengembangkan bisnisnya ke tingkatan lanjutan.

Kendati demikian, perusahaan belum membuka kesempatan untuk pendana dari kalangan ritel berpartisipasi dalam setiap pendanaan setidaknya untuk tahun ini. Istilah ini bisa disebut sebagai closed loop atau lebih dikenal super lender. Artinya, pendana masih terbatas dari kalangan institusi atau perorangan saja yang sifatnya eksklusif.

Para pendana yang ada di Pendanaan ini datang dari kalangan pribadi Dino yang jumlahnya dari beberapa orang. Menurutnya, dengan konsep ini perusahaan akan lebih mudah memantau dan proses KYC ke pendana juga lebih aman.

“Kita enggak buka lender untuk umum, masih closed loop atau istilahnya super lender karena lebih enak memantaunya.”

Application Information Will Show Up Here

OJK in An Effort to Remove Illegal “Fintech Lending” in Indonesia

The rise of online based financial services, including p2p lending, has put more pressure to Financial Service Authority (OJK) in sorting and managing in Indonesia. Currently, OJK has recorded many unregistered fintech lending app in Google Play.

Tongam L. Tobing, Head of Investment Awareness Unit said that Google is now trying to collaborate with the regulators for qualification process.

Along with the Ministry of Communication and Informatics (Kemkominfo), OJK is still exploring the online loan distribution on Google Play platform. There are 803 illegal fintech lending recorded and blocked by Investment Awareness Unit since 2018.

Most of the illegal services have server base in US, Singapore, China, and Malaysia. “We’ve tried to partner with Google. If there’s any app offer through p2p lending fintech on Play Store should be blocked,” he said as quoted by Kompas.

AFPI as partner

In order to speed up the business, OJK has appointed Indonesia’s Fintech Association (AFPI) as the official partner to lead all kinds of IT based financial loans in Indonesia. One of its focus is to remove any illegal fintech lending and avoid being in debt to pay other debt.

Currently, OJK has listed 99 apps providing legal loan online valid per February 2019. The cultivation investment, Angon, that having a difficult time also haven’t registered in OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OJK Berupaya Bersihkan “Fintech Lending” Ilegal di Indonesia

Menjamurnya layanan pembiayaan berbasis online, termasuk p2p lending, menyulitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyaringan dan pengendalian di Indonesia. Saat ini OJK mencatat makin banyak aplikasi fintech lending di Google Play, meskipun statusnya belum terdaftar.

Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, saat ini Google sudah berupaya melakukan kolaborasi dengan regulator untuk melakukan penyaringan.

Bersama dengan Kemenkominfo, saat ini OJK masih terus melakukan penyisiran penyebaran pinjaman online yang beredar di Google Play. OJK mencatat saat ini terdapat 803 layanan fintech lending ilegal yang sudah diblokir Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 lalu.

Kebanyakan layanan ilegal tersebut memiliki server di Amerika Serikat, Singapura, Tiongkok, dan Malaysia.

“Kami sudah berusaha kerja sama dengan Google. Kalau ada penawaran aplikasi melalui fintech p2p lending di Play Store kami minta untuk diblokir,” ujar Tongam seperti dilansir Kompas.

AFPI sebagai badan mitra

Untuk mempercepat usaha ini, OJK telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai badan resmi yang mewadahi penyelenggara layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia. Salah satu fokus utama AFPI adalah melakukan pembersihan fintech lending ilegal dan mencegah terjadinya praktik gali lubang tutup lubang oleh masyarakat.

Saat ini OJK mencatat terdapat sekitar 99 aplikasi penyedia jasa pinjaman online legal yang terdaftar per bulan Februari 2019 ini. Layanan investasi budidaya Angon, yang saat ini mengalami kendala, hingga saat ini statusnya masih belum terdaftar di OJK.

Academic Fintech Lending Startup Dana Cita Plans to Expand to the Philippines

Dana Cita as a fintech lending focuses to facilitate academic finance reportedly to finalize its expansion to Philippines. From the flying rumor, Dana Cita will introduce new brand called “Bukas” (In Filipino means “open” or “tomorrow”). Bukas is now accessible through https://bukas.ph/.

Regarding expansion, Dana Cita’s Co-Founder Susli Lie has confirmed to DailySocial with no further detail.

This expansion run after the startup founded by Susli Lie and Naga Tan recorded great traction in Indonesia. Per March 2018, they’ve distributed funding loan up to two billion Rupiah. In terms of the current business, Dana Cita is sponsored by follow-on funding from Patamar Capital investor.

Previously, they’ve received license from OJK. Since then, the Jakarta based startup keep making talent acquisition in various ways, one is through regular socialization to the academic institutions. The loan has quite long tenor up to 72 months with 1-1.75% interest per month.

Previously, Dana Cita has formed strategic partnership with Gojek. It allows Gojek’s ecosystem to access the academic financial services of Dana Cita. Both are targeting Philippines market – although Gojek also facing obstacle post online transportation service licensing moratorium.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Fintech Lending Pendidikan Dana Cita Bersiap Ekspansi ke Filipina

Dana Cita sebagai fintech lending yang fokus memfasilitasi pembiayaan pendidikan dikabarkan tengah mematangkan rencana ekspansinya ke Filipina. Dari kabar yang beredar sebelumnya, Dana Cita akan mengusung brand baru dengan nama “Bukas” (dalam bahasa Filipina berarti “terbuka” atau “besok”). Situs Bukas saat ini sudah bisa diakses melalui https://bukas.ph.

Mengenai ekspansi ini, Co-Founder Dana Cita Susli Lie telah mengonfirmasi kepada DailySocial, kendati masih enggan menceritakan detailnya.

Ekspansi ini dilakukan pasca startup yang didirikan Susli Lie dan Naga Tan ini mendapatkan traksi yang mengesankan di Indonesia. Per Maret 2018, mereka telah menyalurkan dana pinjaman pendidikan senilai dua miliar Rupiah. Secara bisnis saat ini Dana Cita sudah disokong oleh pendanaan lanjutan dengan investor Patamar Capital. Sebelumnya mereka menerima seed round dari Y Combinator.

Sejak tahun 2018, Dana Cita telah mendapatkan izin pengawasan dari OJK. Sejak saat itu juga startup yang bermarkas di Jakarta ini terus melakukan akuisisi pengguna dengan berbagai cara, salah satunya melalui acara sosialisasi rutin ke institusi akademik. Pinjaman yang diberikan memiliki tenor yang relatif panjang sampai 72 bulan, dengan bunga berkisar 1 sampai 1,75% per bulan.

Sebelumnya Dana Cita juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Gojek. Kerja sama tersebut memungkinkan anggota ekosistem Gojek mengakses layanan pembiayaan pendidikan dari Dana Cita. Keduanya kini sama-sama tengah berjuang menjajaki pasar Filipina — kendati Gojek mendapatkan ganjalan pasca moratorium perizinan layanan transportasi online.