Induk Perusahaan Fintech UangMe Dapat Pendanaan Lebih dari 336 Miliar Rupiah

SuperAtom, startup teknologi finansial binaan Cheetah Mobile, baru saja mengumumkan pendanaan $24 juta setara 336,8 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin Gobi Partners melalui Meranti ASEAN Growth Fund. Di Indonesia, mereka meluncurkan platform p2p lending UangMe — sudah terdaftar di OJK sejak Juli 2018.

Layanan finansial SuperAtom juga akan memanfaatkan 60 juta pengguna mobile internet Cheetah Mobile di Asia Tenggara ke depannya. Terlebih dalam investasi ini perusahaan telekomunikasi tersebut turut menjadi co-lead investor. Filipina ditargetkan akan menjadi sasaran pasar berikutnya.

Melihat statistik di Google Play Store sebagai akses utama transaksi dan layanan, saat ini aplikasi peminjam UangMe sudah diunduh lebih dari 1 juta kali dan aplikasi pemberi pinjaman sudah digunakan lebih dari 50 ribu kali.

SuperAtom didirikan oleh dua orang founder, yakni Johnny Li dan Scarlett Xiao. Melihat di laman profil LinkedIn-nya, Johnny saat ini masih aktif di jajaran Cheetah Mobile sebagai GM of International Business Development.

“Negara seperti Indonesia mendapatkan pertumbuhan PDB per kapita dari US $3.800 menjadi US$ 7.000 dalam sepuluh tahun ke depan, sehingga potensi pasar sangat besar. Di luar Indonesia, Filipina juga merupakan pasar yang sangat menarik karena memiliki 100 juta populasi dan PDB mereka tumbuh sebesar 6,2%,” ujar Scarlett.

Ia menambahkan, “Kami sedang bersiap-siap untuk memasuki pasar yang menarik ini (Filipina) karena kami baru saja diberikan lisensi keuangan oleh Philippines Securities and Exchange Commission.”

Application Information Will Show Up Here

Pluang Raises Series A Funding Worth of 42 Billion Rupiah Led by Go-Ventures

Pluang (previously known as EmasDigi) just announced series A funding worth of $3 million or around 42 billion Rupiah. It was led by Go-Ventures, a venture capital under the unicorn, Gojek.

The fresh money will be focused on the new product’s launching. Some are being displayed on the website, such as forex investment, cash deposits, and stocks.

In late June 2019, EmasDigi decided to rebrand the whole site as Pluang. The step is following the change in its business strategy, from gold selling into an investment platform.

Pluang is affiliated with PT Celebes Artha Ventura, registered on and monitored by OJK, to provide investment besides gold. Pluang (gold) also affiliated with PT PG Berjangka which had acquired a license and monitored by BAPPEBTI (Commodity Futures Trading Regulatory Agency).

“In terms of investment solution, Indonesian people aren’t served enough, and we’ve seen the lack of access for captivating financial products,” Pluang’s Co-Founder, Claudia Kolonas said on the company’s background.

Meanwhile, Go-Ventures’ VP Investment, Aditya Kumar explained, the team believes Pluang is capable to democratize Indonesia’s financial service. He’s being amazed at the team’s capability on developing micro-savings products.

In Indonesia, Pluang has some direct competitors, such as Orori’s e-mas platform with a similar objective, to facilitate Indonesians for gold investment through an app.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pluang Dapatkan Pendanaan Seri A 42 Miliar Rupiah, Dipimpin Go-Ventures

Pluang (dulu bernama EmasDigi) baru saja mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau setara 42 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh Go-Ventures, unit modal ventura milik unicorn Gojek.

Penambahan investasi ini akan difokuskan perusahaan untuk meluncurkan produk baru. Beberapa yang sudah mulai dipajang di situsnya adalah produk investasi valuta asing, tabungan berjangka, dan saham.

Akhir Juni 2019 lalu, EmasDigi memutuskan rebranding secara menyeluruh dengan brand Pluang. Langkah ini menyusul perubahan strategi bisnis, dari jual-beli emas menjadi platform investasi.

Pluang terafiliasi dengan PT Celebes Artha Ventura, telah terdaftar dan diawasi oleh OJK, untuk menyajikan investasi di luar emas. Sementara Pluang (emas) terafiliasi dengan PT PG berjangka yang memegang lisensi dan diawasi oleh BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).

“Dalam hal solusi investasi, orang Indonesia kurang terlayani, dan kami melihat kurangnya akses ke produk keuangan yang menarik perhatian masyarakat,” ujar Co-Founder Pluang Claudia Kolonas menjelaskan latar belakang pendirian perusahaannya.

Sementara itu, VP Investment Go-Ventures Aditya Kumar memaparkan, pihaknya yakin bahwa Pluang dapat mendemokratisasi layanan keuangan di Indonesia. Ia terkesan dengan kapabilitas tim dalam menyajikan produk tabungan mikro.

Di Indonesia, Pluang bersaing langsung dengan beberapa platform investasi. Salah satunya e-mas yang dikembangkan tim Orori, sajikan layanan serupa, membantu masyarakat Indonesia berinvestasi emas melalui aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Program “Startup Generator” Antler Meluncur di Indonesia Tahun 2020

Didirikan tahun 2017 lalu di Singapura, Antler sebagai startup generator berencana berinvestasi sekaligus membantu calon entrepreneur dan pendiri startup mengembangkan startup mereka di Indonesia. Masih dalam tahapan pencarian individu yang berkualitas, rencananya Antler akan meresmikan batch pertama di Indonesia tahun 2020 mendatang.

Managing Partner Antler Jussi Salovaara mengungkapkan, program yang dilancarkan perusahaannya berbeda dengan program inkubasi atau akselerator yang sudah banyak dikembangkan secara global.

Fokus ke individu yang memiliki visi, pengalaman, serta latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang mendukung, Antler ingin membantu mereka mendirikan bisnis yang sehat dan meminimalisir terjadinya kegagalan saat mendirikan startup.

“Bukan hanya membantu mereka mendirikan startup yang relevan, program yang dihadirkan Antler juga membantu mereka menciptakan bisnis yang tidak terlalu mainstream dan mencoba untuk memberikan solusi dan peluang bisnis yang tepat.”

Antler memiliki rencana membantu 20 startup Indonesia setiap tahunnya dengan memberikan dukungan kepada pendiri startup untuk membentuk tim yang tepat, memberikan pendanaan untuk tahapan awal (pre-seed dan seed), dan memberikan akses ke platform hingga jaringan secara global.

Investasi yang akan digelontorkan Antler adalah $100 ribu per startup.

Antler juga akan memberikan berupa grant atau uang saku setiap dua bulan kepada peserta yang mengikuti program. Mereka yang berhasil bakal mengikuti program lanjutan selama beberapa bulan berikutnya yang fokus untuk meluncurkan dan mulai menumbuhkan perusahaan mereka dengan dukungan dari para mentor, penasihat, dan VC. Tidak melulu didukung mentor asing, Antler juga didukung mentor asal Indonesia yang berkualitas, termasuk CEO GDP Venture Martin Hartono dan Presiden Direktur Blue Bird Noni Purnomo.

Saat ini Antler sudah tersebar di 8 lokasi, yaitu Singapura, London, New York, Sydney, Stockholm, Oslo, Nairobi dan Amsterdam. Sejak program pertamanya di Singapura tahun 2018 lalu, Antler mengklaim telah menghasilkan lebih dari 80 perusahaan teknologi baru.

Menargetkan eks pegawai startup unicorn

Dua contoh startup lulusan program Antler adalah Sampingan yang telah mendapatkan pendanaan tahapan awal dari Golden Gate Ventures dan Base yang telah memperoleh dana tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital. Kedua startup ini memiliki kesamaan, yaitu para pendirinya pernah menjadi pegawai startup unicorn Gojek.

Menurut Jussi, salah satu profil peserta program Antler yang berpotensi adalah memiliki pengalaman bekerja di startup ternama atau memiliki latar belakang pengalaman bekerja di korporasi dan perusahaan besar.

“Saya melihat lulusan atau mantan pegawai startup unicorn menjadi peserta yang paling berpotensi. Seperti yang sudah dibuktikan oleh Wisnu Nugrahadi (Sampingan) dan Yaumi Fauziah Sugiharta (Base) yang sebelumnya pernah bekerja di Gojek.”

Startup Agrotech JALA Terima Pendanaan 8 Miliar Rupiah dari 500 Startups

JALA Tech, startup yang menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar Rp8 miliar. Selanjutnya, startup yang juga lulusan program Hatch Aquaculture Accelerator ini merencanakan untuk diversifikasi produk mereka dengan mengembangkan sejumlah produk baru.

CEO JALA Liris Maduningtyas kepada DailySocial menceritakan, saat ini mereka menyediakan platform budidaya untuk petambak udang. Mereka mengembangkan layanan untuk memantau kualitas air secara real time, memprediksi pertumbuhan udang, dan estimasi hasil budidaya.

Saat ini JALA juga tengah mengembangkan dan memproduksi perangkat IoT (Internet of Things) untuk monitoring kualitas air. Semua solusi yang ditawarkan kepada pengguna/pemilik tambak dalam skema berlangganan.

“Untuk pendanaan, selain untuk hiring resources untuk mengembangkan produk kami dan memasarkannya, kita juga gunakan untuk memproduksi alat IoT. Setelah pendanaan, kita melakukan pengembangan dan produksi alat, pemasaran ke seluruh Indonesia, terutama Lampung, Jawa, Bali, dan Lombok,” jelas Liris.

Sementara itu pihak 500 Startups melalui Managing Partner of 500 Startups Khailee Ng menjelaskan bahwa mereka melihat peluang yang cukup besar bagi JALA untuk membantu meningkatkan produktivitas para petani udang. Terutama untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh.

“Semua orang tahu tentang kelas menengah yang tengah berkembang, terutama di sini, di Indonesia. Mereka berkembang lebih cepat daripada apa yang bisa diberikan petani kepada mereka. Inilah sebabnya kami berinvestasi dalam startup agrotech terkemuka seperti JALA. Kami perlu memanfatkan teknologi hingga [menumbuhkan] 100x produktivitas petani yang ada untuk memberi makan dunia,” terang Khailee Ng.

Untuk saat ini startup yang berkantor di Yogyakarta tengah fokus pada petumbuhan bisnis dan layanannya. Beberapa fokus mereka saat ini antara lain, pertumbuhan pasar, retention rate, dan beberapa target yang tengah dicapai. Sedangkan untuk target, JALA menargetkan untuk bisa digunakan di kolam-kolam tambak udang di Asia Tenggara.

“Saat ini target JALA adalah 20 ribu kolam tambak udang di Asia Tenggara menggunakan teknologi dan solusi dari JALA, kemudian mengembangkan beberapa produk lain untuk membantu petambak udang,” jelas liris.

Base Terima Pendanaan Tahap Awal, Kembangkan Platform Digital untuk Produk Kecantikan dan Wellness

Base, startup produk kecantikan dan wellness direct-to-consumer (DTC) mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi dipimpin oleh East Ventures dan Skystar Capital. Dana akan digunakan untuk mengejar pertumbuhan konsumen dan merekrut lebih banyak talenta.

Base adalah situs e-commerce kecantikan yang memberikan rekomendasi produk berdasarkan kondisi kulit pengguna. Rekomendasi akan muncul setelah konsumen mengisi seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Seluruh produk kecantikan Base dibuat sendiri dengan harga mulai dari Rp98 ribu.

Startup ini baru berusia enam bulan, dipimpin oleh eks Head of Marketing Gojek Yaumi Fauziah Sugiharta yang kini menjabat sebagai Co-Founder dan CEO Base. Awalnya Base berupa blog perawatan kulit sejak 2017, Yaumi aktif menjalin hubungan dengan komunitas lewat akun media sosialnya.

Sejak saat itu, dia menerima banyak pertanyaan dari perempuan Indonesia tentang cara memilih produk perawatan kulit yang tepat untuk mereka. Lantas, ia melihat ada tantangan yang nyata di bisnis tersebut. Bersama CPO Base Ratih Pertama, sebelumnya bekerja sebagai Product Manager DBS Singapura, Yaumi bertekad untuk menyeriusi Base.

“Base lahir untuk menghilangkan kesulitan dalam memilih produk, dengan cara menyederhanakan proses penemuan produk dan mendapatkan produk terpersonalisasi dengan menggunakan teknologi. Konsumen kami bisa mendapat sebuah produk kecantikan dan wellness dengan formula kualitas tinggi, vegan, langsung dari situs Base,” terang Yaumi dalam keterangan resmi.

Ratih menambahkan, dengan basis data yang kuat, Base akan menganalisis bagaimana lingkungan dan gaya hidup bisa mempengaruhi kondisi kulit. Perusahaan bekerja sama dengan laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) di London dan Seoul untuk bangun pengembangan produk dan memproduksinya secara lokal di Jakarta.

Masing-masing perwakilan dari investor turut memberikan tanggapan. Partner dari East Ventures Melisa Irene mengatakan, Base tengah membangun sebuah inovasi penting di industri kecantikan Indonesia dengan memastikan produk-produk perawatan kulit agar tetap relevan dengan konsumen lokal.

Mengutip dari hasil riset, potensi industri kecantikan Indonesia sendiri mencapai $3 milar (sekitar 42 triliun Rupiah) dengan kategori perawatan kulit tumbuh positif di angka 9% pada tahun lalu. Angka ini melebih kategori lain seperti kosmetik.

Hanya saja, faktanya mayoritas pemain penting di pasar lokal dikuasai oleh brand global yang belum bisa memenuhi kebutuhan perawatan kulit perempuan Indonesia yang beragam.

Saat ini Base baru bisa diakses melalui situs desktop/mobile, aplikasi belum tersedia.

Kredivo Receives 283 Billion Rupiah Debt Funding from Partners for Growth

A fintech lending startup, Kredivo announced debt funding worth of $20 million (over 283 billion Rupiah) from Partners for Growth V, L.P (PFG), a venture debt company with representatives across US and Australia.

The agreement named PFG as the biggest international institution lender in the company. On the other side, it’s the biggest deal ever made by PFG in Asia Pacific and its debut in Indonesia.

Kredivo’s Commissioner, Umang Rustagi explained, the debt is structured in credit form, it can be withdrawn to the limit of $20 million. The debt is to diversify loan channels, which mainly comes from locals.

“The debt funding will be a way to accelerate growth. The credit limit is to fuel all our business lines, such as e-commerce, personal loan, and offline,” he said in the official release.

Within the last 18 months, Kredivo’s number of transaction and loan distribution is said to increase by 40% and 35% per quarter.

Jason Georgatos, PFG Partner added to Kredivo’s virtue that meets the company’s vision to contribute to financial inclusion. He also mentioned Kredivo as one of the low-cost lenders with the best version of risk management.

Indonesia is an underbanked country of credit card usage. Only 3% of the total population have credit cards and less than 5% have access to unsecured loans. The gap becomes an opportunity for Kredivo.

In fact, the agreement was announced two months after Kredivo bags some investment with an undisclosed value from Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) and MDI Ventures.

Recently, the company launched a new innovation called Zero-Click Checkout in order to make the payment easier on the e-commerce platform. This is also to lower the drop rate before payment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Terima Pinjaman 283 Miliar Rupiah dari Partners for Growth

Startup fintech lending Kredivo mengumumkan perolehan pinjaman (debt funding) sebesar $20 juta (lebih dari 283 miliar Rupiah) dari Partners for Growth V, L.P (PFG), perusahaan pinjaman ventura (venture debt) dengan kantor perwakilan tersebar di Amerika Serikat dan Australia.

Kesepakatan ini sekaligus menandakan PFG sebagai pemberi pinjaman (lender) institusi internasional terbesar yang pernah diterima perusahaan. Sebaliknya, bagi PFG merupakan kesepakatan terbesar mereka di kawasan Asia Pasifik dan debutnya di Indonesia.

Komisioner Kredivo Umang Rustagi menerangkan, pinjaman ini terstruktur dalam bentuk kredit, perusahaan dapat menariknya hingga limit $20 juta. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mendiversifikasi penyaluran pinjamannya, yang selama ini sebagian besar dari dalam negeri.

“Pinjaman ini memberikan kita bahan bakar untuk mempercepat pertumbuhan. Batas kredit dari PFG akan kita gunakan untuk mendanai semua lini produk yang telah kami luncurkan hingga saat ini, seperti pembiayaan e-commerce, personal loan, dan offline,” kata Umang dalam keterangan resmi.

Diklaim dalam 18 bulan terakhir, Kredivo mencatat nilai transaksi dan penyaluran pinjaman, masing-masing tumbuh 40% dan 35% untuk per kuartalnya.

Partner PFG Jason Georgatos menambahkan, pihaknya melihat keunikan Kredivo yang sesuai dengan visi perusahaan yang ingin berkontribusi dalam inklusi keuangan. Dia menyebut Kredivo adalah salah satu pemberi pinjaman biaya terendah di pasar, namun memiliki metrik manajemen risiko terbaik.

Indonesia merupakan salah satu negara underbanked dari layanan kartu kredit. Dari total penduduk, hanya 3% di antaranya yang punya kartu kredit dan kurang dari 5% punya akses ke kredit tanpa jaminan dari bank. Kesenjangan ini akhirnya menjadi celah untuk Kredivo garap.

Perlu diketahui, kesepakatan ini diumumkan dua bulan setelah Kredivo mengantongi sejumlah investasi dengan nominal yang dirahasiakan dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dan MDI Ventures.

Baru-baru ini, perusahaan mengumumkan inovasi terbaru Zero-Click Checkout guna permudah transaksi pembayaran di platform e-commerce. Langkah ini sekaligus meminimalkan drop rate yang biasanya terjadi saat hendak membayar.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pertanian Eden Farm Dapatkan Pendanaan Awal 24,8 Miliar Rupiah

Eden Farm adalah startup agrotech yang coba menghadirkan layanan distribusi produk sayur segar di restoran dan cafe. Platform yang mereka bangun menghubungkan secara langsung petani dengan pemilik bisnis. Guna mengakselerasi bisnisnya, belum lama ini mereka membukukan pendanaan baru dari Global Founders Capital untuk meningkatkan seed round senilai $1,7 juta lebih (setara 24,8 miliar Rupiah).

Sebelumnya startup yang digawangi oleh David Gunawan ini juga telah mendapatkan partisipasi pendanaan dalam tahap yang sama melalui program Y Combinator, dengan keterlibatan Everhaus, Soma Capital, S7 Venture dan sejumlah angel investor. Saat ini The Duck King, Cruchchaus Salads, OldTown White Coffe, Crystal Jade hingga Gyu-Kaku jadi beberapa nama yang sudah menjadi pelanggan Eden Farm.

Selain sayuran –yang berasal dari kebun petani tradisional dan hidroponik—dan buah segar, mereka juga melayani pemesanan makanan kering dan bumbu dapur. Ke depan juga akan melayani pembelian daging dan ikan dari peternak. Melayani secara end-to-end, selain jaminan kualitas dan harga yang dinilai lebih stabil, Eden Farm turut sajikan jasa pengantaran.

Didirikan sejak 2017, saat ini sudah melayani gerai-gerai di seputaran Jabodetabek. Sudah ada sekitar 60 mitra petani yang menjadi pemasok barang dagangan. Eden Farm meyakini, bahwa dengan solusinya permasalahan pebisnis kuliner selama ini –pasokan, stabilitas dan volatilitas harga yang ekstrem—dapat disiasati.

Mengenai strategi untuk menjamin stabilitas harga, selain mengambil langsung barang dari petani, mereka juga mengaplikasikan pembelian produk secara grosir. Kontrol kualitas selalu diterapkan, sebelum dikirim tim akan memeriksa dan mencuci produk tersebut. Menariknya, Eden Farm siap menampung jika ada produk yang sudah diantar dan tidak bisa digunakan.

Ekspansi juga akan menjadi fokus setelah pendanaan ini. Rencananya mereka akan segera hadir di Bali, Bandung, Malang, Medan dan Surabaya; dengan target ambisius merangkul 25 ribu restoran –termasuk yang berskala UKM.

Application Information Will Show Up Here

Sociolla Receives 567 Billion Rupiah Series D Funding Led by EV Growth and Temasek

Social Bella (Sociolla brand) announced series D funding worth of $40 million (over 567 billion Rupiah) led by EV Growth and Temasek. Newcomers in this round are EDBI, Pavilion Capital, and Jungle Ventures.

Funding is to fully focused on recruiting new talents and developing technology, particularly in So.Co.  The offline store‘s expansion will continue although the company confirmed no plans to enter the global market.

“Funding was closed last week. There are four new investors and the single investor, EV Growth, was there from the seed and now the co-lead in the series D,” Social Bella’s Co-Founder and CEO, John Rasyid said on Monday (9/2).

Social Bella’s Co-Founder and President, Christopher Madiam added, “Through the strategic partnership with our investors, we are to build a growing beauty-tech ecosystem.”

Last Year, the company announced series C funding worth of $12 million (around 169 billion Rupiah) led by EV Growth, Japan-based beauty platform,, Istyle Inc., and UOB Ventures.

Focus on So.Co development

Social Bella owns three business units,  Sociolla (e-commerce), So.Co and Beauty Journal (media), and brand development. Sociolla is the earliest one and the biggest contributor in Social Bella. Nevertheless, they didn’t mention an exact number.

“The whole business runs in parallel, we didn’t put a single fighter. Despite all units, the e-commerce has been established for four years and become our biggest contributor,” he added.

“Therefore, GMV is not our company’s achievement matrix since e-commerce is not our only business line, but we also provide media. It involves different matrix, GMV alone will not make our business unique,” Madiam said.

So.Co becomes the database bank for customers and now the company focused on its development. So.Co stores various kinds of customer’s data, from the profile, transactions, and others to be utilized for a better experience.

The concept might be different because it combines Sociolla and Beauty Journal. It’s not only for consumers who want to shop online at Sociolla but also those interested in reviews and other activities.

Madiam said there will be an additional feature soon to improve customer experience on So.Co. Users will not be limited to end-user, but also brands.

Customers can log in via So.Co before visiting Sociolla offline to help them decide what products to buy based on their skin condition. It’s for their efficiency when shopping at an offline store.

In order to create an ecosystem, the company builds all technologies, including POS machine integrated with So.Co at the offline stores.

“Our warehouse has integrated with technology in order to create an integrated ecosystem.”

He also guaranteed the data collected will not be used for monetization. It will be managed accordingly to improve user experience, therefore, the company will keep all the private data secure.

Based on the monthly unique visitor, John said there are 5 to 7 million and 1,2 million of them are all registered customers. In accumulation, there are 20.2 million visitors joined Social Bella platform since 2018, via Sociolla, So.Co. or Beauty Journal.

Despite all strategies, they expect to increase unique visitors to 100 million by 2021.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here