Finmas Fintech Lending Parent Company Raises $105 Million Funding

Hong Kong-based fintech developer company Oriente, a parent company of Finmas fintech lending, today announced a $105 million (equal to 1.5 trillion Rupiah) Series A funding. Sinar Mas (Indonesia), Berjaya (Malaysia), and JG Summit (Philippines) are involved as investors. This funding has set a record as the biggest Series A funding in Asia.

We’ve tried contacting relevant parties, whether funding from Sinar Mas is delivered through its investment arm, SMDV or LVP, but until this article is published, it’s left unanswered. Recently, through SMDV, Sinar Mas Group also invested in an overseas startup named Eko.

Funding for Oriente will be focused on improving technology and product development. In addition, build-up the current services and further expansion in Southeast Asia will have its part of the fresh fund. Oriente currently operates two fintech lending platforms, Finmas in Indonesia and Cashalo in the Philippines. Oriente services target the unbankable and capital for SME.

Geoffrey Prentice, one of Oriente’s Co-Founder, who’s also the Co-Founder of Skype, said in its release that Oriente was founded based on inclusion and innovation principal. Its vision is to open financial access, freedom, and opportunity for those underserved by banking. Thus, they (the unbankable) can participate in the global economic growth.

Since was founded in 2017, Oriente currently has representative offices in some regions for business development and expansion preparation, including Hong Kong (HQ), Shanghai, Singapore, Taipei, Manila, Jakarta, and Ho Chi Minh. In Indonesia, Finmas is working under PT Oriente Mas Sejahtera. It’s registered and supervised by OJK and has acquired legal license to run fintech lending. Sinar Mas is also a strategic partner of Finmas services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SMDV Leads $20 Million Funding for Eko, Thailand-Based SaaS Business Startup

A Thai-based startup developer for collaboration and communication platform named Eko has just announced $20 million series B funding. It was led by Sinar Mas Digital Ventures (SMDV). Also participated are some other investors, including RedBeat Ventures (AirAsia’s investment arm), East Ventures, and Gobi Partners.

Korawad Chearavanont, Eko’s CEO & Founder said this funding is to be used for market expansion to Europe, England, and the US. In fact, he is part of Thai conglomerate Chearavanont, leading the Charoen Pokphand Group.

Eko‘s app is slightly reminiscing to some other platforms, such as Slack, Microsoft Teams, and Facebook Workplace. However, he said the product was developed to be more than just communication or collaboration tool. Attached also some features to support remote work.

There are some features designed specifically for workflow in Eko’s app. Those include hierarchy approval system, assignment, digital signature, and audit facilities. Eko solution is designed to facilitate various types of business, such as hospitality, retail, corporate, construction, and health sector.

As an SaaS, Eko was introduced as a subscription product – presented in packaged sort by business scale. In IDC’s observation, the collaboration platform has big potential. It’s capable to reach $31 billion by 2022. Due to the latest trend for companies trying to change the internal culture in digital transformation.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Induk Perusahaan Fintech Lending “Finmas” Dapatkan Pendanaan $105 Juta, Sinar Mas Turut Terlibat

Perusahaan pengembang teknologi finansial asal Hong Kong bernama Oriente –juga sebagai induk fintech lending Finmas– hari ini mengumumkan perolehan investasi seri A senilai $105 juta (setara dengan 1.5 triliun Rupiah). Investasi kali ini cukup unik, karena yang turut terlibat di dalamnya adalah konglomerasi dari tiga negara yang berbeda, yakni Sinar Mas (Indonesia), Berjaya (Malaysia), dan JG Summit (Filipina). Perolehan pendanaan ini turut memecahkan rekor menjadi pendanaan seri A dengan nilai terbesar di Asia.

Kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait, menanyakan apakah pendanaan dari Sinar Mas Group disampaikan melalui unit investasinya SMDV atau LVP, namun sampai tulisan ini terbit belum mendapatkan jawaban. Sebelumnya melalui SMDV, belum lama ini Sinar Mas Group juga berinvestasi pada startup luar negeri bernama Eko.

Pendanaan Oriente akan difokuskan untuk peningkatan teknologi dan pengembangan produk. Selain itu penguatan layanan yang sudah ada dan ekspansi lanjutan di Asia Tenggara akan turut mendapat porsi dalam alokasi dana modal baru tersebut. Oriente saat ini mengoperasikan dua paltform fintech lending, yakni Finmas di Indonesia dan Cashalo di Filipina. Layanan fintech Oriente menargetkan kalangan unbankable dan permodalan bagi UMKM.

Dalam rilisnya, salah satu pendiri Oriente yang juga mantan co-founder Skype, Geoffrey Prentice, mengatakan bahwa Oriente didirikan dengan prinsip inklusi dan inovasi. Visinya untuk membuka akses keuangan, kebebasan, dan kesempatan bagi orang-orang yang kurang terlayani oleh layanan perbankan. Dengan demikian mereka (unbankable) bisa berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi global.

Sejak didirikan pada tahun 2017, saat ini Oriente sudah memiliki kantor perwakilan di beberapa wilayah untuk penguatan bisnis dan persiapan ekspansi, yakni Hong Kong (HQ), Shanghai, Singapura, Taipei, Manila, Jakarta dan Ho Chi Minh. Di Indonesia, Finmas berada di bawah naungan PT Oriente Mas Sejahtera. Mereka juga telah terdaftar dan diawasi OJK, sehingga sudah mendapatkan legal mengoperasikan fintech lending. Sinar Mas juga menjadi mitra strategis dalam operasional layanan Finmas.

Application Information Will Show Up Here

SMDV Pimpin Pendanaan $20 Juta untuk Eko, Startup SaaS Bisnis Asal Thailand

Startup pengembang platform komunikasi dan kolaborasi bisnis asal Thailand bernama Eko baru saja mengumumkan pendanaan seri B senilai $20 juta. Pendanaan tersebut dipimpin Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), dengan partisipasi beberapa investor lain termasuk RedBeat Ventures (unit investasi dari AirAsia), Eas Ventures, dan Gobi Partners.

Founder & CEO Eko, Korawad Chearavanont, mengatakan bahwa perolehan modal kali ini akan digunakan untuk melakukan ekspansi pasar ke Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Sebagai informasi, Korawad merupakan keluarga dari konglomerat bisnis Chearavanont di Thailand, memimpin Charoen Pokphand Group.

Aplikasi Eko sekilas mengingatkan pada beberapa platform, seperti Slack, Microsoft Teams, juga Facebook Workplace. Namun demikian Korawad menyampaikan, bahwa produk yang dikembangkan lebih dari sekadar alat untuk komunikasi dan kolaborasi. Karena di dalamnya juga didesain berbagai fitur untuk menunjang pekerjaan secara jarak jauh.

Ada berbagai fitur yang didesain untuk alur kerja di dalam aplikasi Eko. Beberapa di antaranya sistem persetujuan hierarki, penugasan, tanda tangan digital hingga fasilitas untuk keperluan audit. Solusi Eko didesain untuk memfasilitasi beragam jenis bisnis, mulai dari perhotelan, ritel, korporasi, konstruksi hingga bidang kesehatan.

Sebagai sebuah SaaS, Eko dijajakan dalam bentuk berlangganan – disediakan dalam paket-paket sesuai ukuran bisnis. Menurut penelitian IDC, potensi platform kolaborasi seperti itu cukup besar. Nilainya akan mencapai $31 miliar pada 2022 mendatang. Hal ini dikarenakan adanya tren perusahaan yang berbondong-bondong mencoba mengubah kultur internal dalam transformasi digital.

Application Information Will Show Up Here

Qareer Group Asia Announces 153 Billion Rupiah Funding from Emtek Group

As previously announced, based on Emtek Group financial report for Q3 2018, there is funding for Qareer Group Asia. Today, Qareer Group Asia officially announced it through a release.

Qareer Group Asia, focused on recruitment and human resources system development, has received funding from Emtek Group through its technology holding company KMK Online. The whole funding round is $10,5 million (around 153 billion rupiah). The existing investors, Kejora Ventures and Softbank, are involved in this round.

According to Emtek’s financial report, the funding has been converted as 310,472 shares or 33.5% of the total ownership.

Veronika Linardi, Qareer Group Asia’s Founder & CEO, said this funding is the beginning of a long-term partnership with Emtek Group.

Adi Sariaatmadja, KMK Online’s Managing Director in his statement said that the company believes Qareer Group Asia will make a positive impact on the business and employment industry in Indonesia and Malaysia.

Qerja has previously received Series A funding from SB ISAT Fund in 2015 and seed funding from Kejora Ventures (formerly called Mountain SEA Ventures).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Qareer Group Asia Umumkan Perolehan Pendanaan 153 Miliar Rupiah dari Emtek Group

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan pengamatan kami terhadap keterbukaan laporan keuangan Q3 2018 Emtek Group, ada transaksi pendanaan yang diberikan ke Qareer Group Asia. Hari ini melalui rilis yang kami terima, Qareer Group Asia mengumumkannya secara resmi.

Qareer Group Asia startup yang fokus pada pengembangan sistem rekrutmen dan sumber daya manusia mendapatkan pendanaan dari Emtek Group melalui perusahaan holding teknologinya KMK Online sebesar $10,5 juta (setara dengan 153 miliar Rupiah). Investor sebelumnya Kejora Ventures dan Softbank turut serta dalam pendanaan kali ini.

Jika melihat dalam laporan keuangan Emtek, transaksi pendanaan tersebut dikonversi dalam akuisisi 310.472 lembar saham atau 33,5% dari total kepemilikan keseluruhan.

Menurut pemaparan Founder & CEO Qareer Group Asia, Veronika Linardi, pendanaan ini menjadi awal dari kerja sama jangka panjang yang akan dilakukan oleh startupnya bersama Emtek Group.

Dalam sambutannya, Direktur Utama KMK Online, Adi Sariaatmadja, mengatakan bahwa perusahaan meyakini pertumbuhan Qareer Group Asia mampu memberikan dampak positif untuk dunia bisnis dan lapangan kerja di Indonesia.

Seperti diketahui Qareer Group Asia mengoperasikan dua platform marketplace pekerjaan, yakni Qerja dan Jobs.id. Saat ini platformnya sudah melayani pengguna di Indonesia dan Malaysia.

Qerja sebelumnya memperoleh pendanaan seri A dari SB ISAT Fund di tahun 2015, sementara pendanaan awal mereka berasal dari Kejora Ventures (dulu bernama Mountain SEA Ventures).

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Pimpin Pendanaan Seri C Instarem, Startup Fintech Remitansi Asal Singapura

MDI Ventures kembali menambah daftar portofolio startup dengan mengucurkan pendanaan barunya. Kali ini diberikan kepada pengembang layanan remitansi asal Singapura bernama Instarem. MDI Ventures bersama Beacon Venture Capital memimpin pendanaan seri C dengan nilai mencapai $20 juta. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini investor sebelumnya, yakni Vertex Ventures, GSR Ventures, Rocket Internet dan SBI-FMO Fund.

Pendanaan akan difokuskan untuk perluasan jangkauan pasar Instarem, khususnya di wilayah Indonesia dan Jepang. Sebagai startup fintech yang menyajikan layanan remitansi –transfer uang antar negara, biasanya dilakukan pekerja asing—salah satu tantangannya adalah soal perizinan. Instarem cukup percaya diri akan segera mendapatkan lisensi dari otoritas Indonesia dan Jepang.

“Kami percaya bahwa Instarem memiliki kapabilitas yang besar dalam menyediakan jasa pembayaran lintas negara di Indonesia melalui mitra internasionalnya. Kami juga melihat bahwa sektor teknologi finansial di Indonesia sedang mengalami tingkat pertumbuhan yang pesat sehingga ini merupakan momen yang ideal bagi perusahaan fintech seperti Instarem untuk memasuki pasar Indonesia,” ungkap CEO MDI Ventures Nicko Widjaja kepada DailySocial.

Khusus di Indonesia, MDI Ventures akan turut membantu proses ekspansi dengan menjembatani kemitraan strategis Instarem dengan unit bisnis yang dimiliki Telkom Group. MDI Ventures juga meyakini bahwa pertumbuhan fintech di Indonesia dapat menjadi momen tepat untuk mendukung pertumbuhan Instarem.

“Instarem saat ini sedang dalam proses memperoleh lisensi untuk beroperasi di Indonesia. Layanannya akan beroperasi dalam waktu dekat. Instarem juga akan melakukan penjajakan kerja sama dengan Telkom Group untuk layanan pembayaran dan remitensi demi meningkatkan layanan remitansi O2O di Indonesia,” lanjut Nicko.

Saat ini Instarem telah mengantongi izin dan beroperasi di Singapura, Australia, India, Eropa, Amerika Serikat, Hing Kong, Kanada dan Malaysia. Sementara babak baru pendanaan ini turut membuat startup bentukan Michael Bermingham dan Prajit Nanu tersebut mencapai total valuasi pendanaan $63 juta.

Dalam rilis resminya, Instarem turut menyinggung rencana IPO di tahun 2021 mendatang. Mengenai rencana ini Nicko berpendapat bahwa IPO pada suatu perusahaan menjamin likuiditas kepada para investor, pemegang saham, dan karyawan perusahaan tersebut.

“MDI Ventures percaya bahwa sebaiknya terdapat lebih banyak perusahaan teknologi di Asia Tenggara yang menargetkan IPO sebagai opsi exit strategy mereka. IPO memberikan sejumlah manfaat bagi ekonomi karena memvalidasi industri teknologi di negara tersebut dan mengurangi risiko terjadinya tech bubble dengan menormalkan valuasi dan menyediakan likuiditas,” tutup Nicko.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Dikabarkan Mendapat Pendanaan Baru Hingga 14,6 Triliun Rupiah (UPDATED)

Tokopedia dikabarkan telah mencapai valuasi $7 miliar setelah mendapatkan tambahan investasi di putaran pendanaan baru. Dilansir dari Bloomberg, Tokopedia berhasil mendapatkan pendanaan $1 miliar (setara dengan 14,6 triliun Rupiah) dari beberapa investor. Belum ada informasi detail siapa saja investor yang terlibat dalam investasi kali ini, namun demikian Softbank dikatakan turut serta di dalamnya.

Dengan pendanaan tersebut, artinya kini valuasi Tokopedia (berkisar $7 miliar) melebihi valuasi Go-Jek ( berkisar $5 miliar) dan menjadi startup Indonesia dengan valuasi terbesar.

Tokopedia sendiri menjelma menjadi e-commerce yang makin lengkap dari segi layanan dan agresif dalam segi inovasi dalam tiga tahun terakhir. Pendanaan di tahun 2014 dari Softbank dan Sequoia Capital senilai $100 juta seolah menjadi modal berharga bagi Tokopedia untuk terus bergerak maju, bukan hanya soal uang tapi juga soal kepercayaan masyarakat mengenai potensi bisnis digital di Indonesia.

Tokopedia juga bergerak cepat dalam hal inovasi. Dalam kurun waktu dua tahun Tokopedia tidak hanya dikenal sebagai aplikasi berbelanja online tetapi juga aplikasi dengan banyak fitur, seperti investasi reksa dana, investasi emas, pembayaran segala jenis tagihan, pembayaran pajak PBB hingga pembelian tiket kereta.

Selain itu Tokopedia juga melakukan terobosan penting di tahun 2018 ini dengan menggandeng OVO untuk menggantikan TokoCash yang tak kunjung mendapat lisensi dari Bank Indonesia. Di sistem Tokopedia OVO tak sekadar jadi metode pembayaran instan, tetapi juga menjadi uang virtual yang bisa digunakan di seluruh ekosistem layanan Tokopedia.

Potensi e-commerce dan arah perkembangan selanjutnya

Semua tentu sepakat layanan e-commerce sekarang tidak hanya soal jual beli secara online. Industri ini berkembang begitu pesat dengan berbagai macam model, mulai dari C2C (Customer to Customer), B2C (Business to Customer), dan model-model lainnya hingga mulai masuk ke ranah industri lain seperti layanan teknologi finansial.

Industri e-commerce sendiri dari laporan Google-Temasek baru-baru ini masuk dalam salah satu industri dengan perkembangan yang cukup signifikan. Nilai bisnisnya di tahun 2025 diprediksi menyentuh angka $102 miliar. Dan tampaknya Tokopedia sedang di jalur yang benar untuk membangun layanan e-commerce yang lengkap dengan mulai masuknya mereka ke ranah teknologi finansial.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan VP of Engineering Tokopedia Herman Wijaya. Di sana ia menjelaskan bahwa salah satu inovasi dari Tokopedia, MyBills lahir karena Indonesia belum memiliki manajemen sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik. Masalah tersebut dengan menghadirkan MyBills untuk permudah pembayaran tagihan bulanan secara auto debet.

Dengan potensi pasar yang begitu besar, dan persaingan yang mulai masuk ke ranah inovasi layanan mudah-mudahan bisa menghasilkan ekosistem e-commerce yang terus tumbuh dan menghadirkan layanan yang mampu memberikan solusi konkret bagi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Update : Informasi mengenai valuasi Tokopedia

Application Information Will Show Up Here

Agriculture Market Sikumis Receives Funding from Telkom’s Subsidiary

Agrotech startup, Sikumis, announces further funding from Metralog, a Telkom Group’s subsidiary. It is following the previous one four months ago. The amount isn’t disclosed.

Sikumis, using the fresh funding, will enhance product development in its platform. Currently, they’re not only focused on the agriculture sector but also to reach partners in animal husbandry and marine sectors. Its mission is to provide a platform which integrates players from the beginning to the end.

Previously, Sikumis had introduced e-commerce platform selling various products for the agricultural industry. As per 2016, they transformed into a marketplace by hoping to provide a broader choice of products and business models.

In helping farmers, Sikumis has introduced fintech-based service as credit finance, p2p lending, and SRG-based (warehouse receipt system) online auction market. Metralog will also support another digitization in providing efficiency in the agricultural product distribution chain.

Recently, Sikumis has formed a strategic partnership with Kredivo. It was taken to provide credit options in helping farmers purchasing their need in Sikumis service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian