Nusantics Kantongi Pendanaan dari Program Akselerator Global “Illumina”

Setelah mengikuti program akselerator yang diinisiasi oleh Illumina, Inc. (NASDAQ: ILMN), Nusantics yang merupakan platform biotech lokal, mengatakan telah mengantongi pendanaan dari program tersebut. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa pendanaan yang diterima. Selama enam bulan, Nusantics mengikuti rangkaian program akselerator yang fokus kepada sekuensing DNA dan teknologi berbasis array.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri mengungkapkan, dana segar tersebut akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk terus mengembangkan riset human microbiome dan produk-produk turunannya.

“Biotechnology itu harus global dan idenya harus terus di uji coba dan di peer-reviewed. Tidak bisa jago kandang, kita harus rutin kalibrasi apalagi tujuan kita membawa bioteknologi Indonesia di kancah global.”

Dalam keterangan resminya disebutkan, selama siklus programnya enam bulan dua kali per tahun, Illumina Accelerator menyediakan kepada startup terpilih akses ke investasi awal, panduan bisnis, keahlian genomik, dan ruang lab yang beroperasi penuh yang berdekatan dengan kampus Illumina di Cambridge atau Bay Area.

Selanjutnya Nusantics juga berencana untuk menjalin kolaborasi strategis dengan Illumina untuk melakukan riset terkini terutama kepada human respiratory microbiome. Tercatat saat ini ada lebih dari 20 juta orang di Indonesia yang di diagnosis dengan microbial related infection setiap tahunnya, kebanyakan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan.

Nusantics sendiri sebelumnya telah mendapatkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Nusantics didirikan oleh Sharlini Eriza Putri, Vincent Kurniawan, dan Revata Utama.

Fokus kepada pengembangan

Bisnis inti Nusantics terletak pada kapabilitas R&D. Selain membudidayakan produk dan layanan kecantikan, Nusantics berencana bekerja sama dengan pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan pendidikan untuk memproduksi test kit untuk menganalisis dan memantau profil mikrobioma.

Sejak awal meluncur misi dari Nusantics adalah memanfaatkan kemampuan dalam riset mikrobioma untuk mengembangkan dua generasi alat uji (test kit) Covid-19 berbasis PCR dengan tingkat sensitivas dan spesifitas tinggi. Alat uji tersebut mampu mendeteksi beragam mutasi virus Corona di Indonesia, termasuk strain virus yang baru-baru ini mewabah di Inggris.

Alat uji generasi pertama telah didistribusikan ke 19 provinsi sebagai bagian dari gerakan Indonesia PASTI BISA berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perusahaan juga bermitra dengan Bio Farma dalam pengembangan alat uji generasi kedua yang memangkas proses diagnosis pengujian menjadi tiga kali lebih cepat. Diklaim alat uji ini terbukti masih relevan dengan mutasi virus terkini yang mendeteksi mewabah di Inggris.

Startup ini pertama kali memperkenalkan teknologinya ke industri kecantikan. Di labnya, Nusantics Hub, startup tersebut melakukan tes usap wajah bagi konsumen untuk menilai dan menilai keragaman mikrobioma kulit. Mereka juga menyediakan layanan konsultasi untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Menurut Nusantics, mikrobioma yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kulit yang sehat, jadi memahami keseimbangan mikrobioma dapat menghasilkan pilihan yang tepat tentang produk perawatan kulit yang sesuai dengan kondisi fisik alami seseorang.

Jalan Panjang Waste4Change Perangi Sampah Sekali Pakai

Sebagai salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia, Indonesia berada dalam posisi darurat sampah. Negara ini masih berjuang melawan polusi plastik dan sampah laut akibat sistem pengelolaan sampah yang tidak tepat. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia hanya mampu mengelola 14,58% sampahnya, sedangkan sebagian besar sampah yang dihasilkan tidak terkumpul atau dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di 2019.

Bank Dunia (2021) menyatakan Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun dan sebagian besar sampah yang dihasilkan salah kelola. Alias masih bertumpu pada pengelolaan sampah kumpul, angkut, buang, yang akhirnya membebani kondisi TPA, padahal banyak material yang seharusnya dapat diolah kembali.

Sebagai contoh, 70% sampah di perkotaan langsung dibuang ke TPA, yang mengakibatkan kelebihan kapasitas. TPA/TPST Bantar Gebang, Bekasi, misalnya yang seluas 110,3 hektar dengan ketinggian gundukan sampah sampai 30 meter hanya mampu menampung masuknya 7.000-7.500 ton sampah penduduk DKI Jakarta hingga maksimal tiga tahun lagi. TPA lainnya juga bernasib sama, seperti TPA Suwung di Bali dan TPA Piyugan di Yogyakarta.

Kecilnya jumlah sampah yang didaur ulang dan tingginya jumlah sampah yang menumpuk di TPA menimbulkan banyak masalah sosial maupun lingkungan. Dengan latar belakang masalah yang kompleks ini, mendorong Mohammad Bijaksana Junerosano untuk mendirikan Waste4Change pada 2014.

“Dengan mengadopsi pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab, Waste4Change berupaya meningkatkan tingkat daur ulang dengan menetapkan standardisasi dalam pengumpulan dan prosedur daur ulang sampah, serta meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan operator,” kata dia saat dihubungi DailySocial.id.

Sano, panggilan akrabnya, merupakan pribadi yang peduli dengan pengelolaan sampah di Indonesia. Menurutnya, masalah pengelolaan sampah di negara ini merupakan masalah kompleks yang perlu ditangani dengan pendekatan holistik, tidak bisa hanya pada aspek teknis saja. Tak hanya sistem daur ulang dan pengumpulan sampah yang perlu diperbaiki, tapi mengubah perilaku dan pola pikir masyarakat tentang sampah juga sangat penting.

“Fasilitas pengelolaan sampah yang tidak memadai juga menyebabkan masalah keamanan dan buruknya kesejahteraan pemulung. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja sama yang kuat untuk mengatasi permasalahan tersebut.”

Banyak masyarakat yang masih mengelola sampahnya tanpa berpikir panjang. Mereka mengumpulkan sampah mereka dan kemudian memindahkannya ke TPA atau tempat pembuangan sampah terdekat. Minimal atau hampir tidak ada pemilahan sampah, atau upaya daur ulang. Paradigma lama pengelolaan sampah ini menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, lingkungan, dan ekonomi.

Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia, banyak pemangku kepentingan dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat telah memperkenalkan Circular Economy dan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, diharapkan masyarakat Indonesia dapat mengubah perilaku dan pola pikir pengelolaan sampah.

Di sisi lain, sektor informal memiliki peran penting dalam mendukung pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di Indonesia. Namun mereka cenderung sangat selektif dalam mengumpulkan sampah dari lingkungan. Mereka biasanya hanya mengumpulkan bahan daur ulang yang paling berharga seperti Botol PET, Karton, dan Kaca. Sementara itu, material lain yang kurang menguntungkan seperti plastik PP, kemasan multilayer, dan styrofoam masih menjadi tantangan untuk didaur ulang dan mencemari lingkungan.

Didukung oleh teknologi dan kemitraan masyarakat, Waste4Change fokus untuk menawarkan solusi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab secara holistik untuk rumah tangga dan perusahaan domestik. Dalam mempercepat pelaksanaan pengelolaan sampah, pihaknya melibatkan sektor informal dalam banyak hal, seperti platform perdagangan sampah.

“Hingga tahun 2021, Waste4Change telah mengumpulkan 9.237 ton sampah dan mengurangi 53% sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.”

Model bisnis dan proses memperkenalkan teknologi

Pada hakikatnya, teknologi berguna untuk meningkatkan efisiensi, namun tidak semua orang dapat dengan cepat beradaptasi dengan teknologi. Sano pun menyadari betul kondisi tersebut, apalagi ini diterapkan untuk pengelolaan sampah. Oleh karenanya, pihaknya cenderung mengintegrasikan teknologi secara bertahap, terutama untuk sektor informal dan operator sampah.

Dicontohkan, integrasi teknologi juga tergantung pada kondisi lokasi dan jenis sampah yang ditangani. Sebagai contoh, salah satu proyek Waste4Change, BRIC (Bekasi River Cleanup Project) pada November 2021, bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah di Kali Bekasi dengan menggunakan See Hamster, sebuah produk buatan Jerman, yakni PreZero/Schwarz Group dan One Earth One Ocean (OEOO).

Tiga perahu See Hamster memiliki mekanisme yang berbeda. Perahu pertama memiliki ramp yang berfungsi untuk menarik sampah dari badan air dan batas sungai. Perahu kedua dilengkapi dengan keranjang yang dapat naik-turun dan berfungsi untuk menahan dan mengumpulkan sampah saat perahu berjalan. Perahu terakhir memiliki conveyor belt yang dapat menarik sampah secara otomatis dari badan air.

Ketiganya bekerja secara sinergi dan saling melengkapi. Perahu ini ditenagai dengan daya panel surya, sehingga sistem yang ramah lingkungan dan bebas emisi karbon. See Hamster ini memiliki kapasitas pengumpulan 50-300 kg sampah per hari dan dapat mengurangi jumlah timbunan sampah di sungai. Untuk fasilitas pengelolaan sampah dilengkapi dengan tempat pemilahan dan penyimpanan sampah sementara, serta charging station untuk mengisi daya.

“Pada tahap awal implementasi BRIC, kami menemukan bahwa diperlukan beberapa penyesuaian dengan teknologi See Hamster karena jenis limbah yang unik dan kondisi terkini di Kali Bekasi. Keterlibatan merupakan kunci utama keberhasilan implementasi teknologi.”

Dari sisi hilir, untuk pengumpulan sampah, perusahaan menyediakan situs bernama Send Your Waste untuk permudah individu mendaur ulang sampah anorganik secara bertanggung jawab. Seluruh sampah yang sudah dibersihkan ini dikirim melalui kurir ke titik drop terdekat lokasi. Perusahaan bekerja sama dengan sejumlah mitra, yang kini lokasinya tersebar, di Jakarta, Bogor, Bekasi, Semarang, dan Sidoarjo.

Di luar itu, perusahaan juga menggiatkan kerja sama dengan pihak swasta dan pemerintah demi menciptakan efek domino yang lebih besar agar pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab.

Sano melanjutkan, Waste4Change memperkenalkan konsep 4C yang merepresentasikan Consult, Campaign, Collection, dan Create, dalam menawarkan solusi pengelolaan sampah secara end-to-end. 4C adalah komitmen Waste4Change untuk menyediakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan kepada klien kami. Komitmen tersebut selaras dengan visi yang dicanangkan perusahaan.

Consult, untuk penelitian dan kajian terkait persampahan; Campaign, berbentuk peningkatan kapasitas, pendidikan, dan pendampingan; Collect, mengangkut dan pengolahan sampah setiap hari untuk zero waste ke TPA; Create, program daur ulang sampah dan EPR (Extended Producer Responsibility).

Untuk layanan ketiga ini, Waste4Change menjadi pengelola manajemen sampah untuk gedung, perusahaan, dan pelaku bisnis. Solusinya dinamai Reduce Waste to Landfill dengan model berlangganan. Penggunanya mencapai 70 institusi, yakni Sekolah Seniman Pangan, Wisma Barito, Institute Francais Indonesia, Binus School Bekasi, Javara, Mang Kabayan, dan Vide Bekasi.

Solusinya tersebut sudah bisa tersebar di 17 kota, yakni Jabodetabek, Bandung, Solo, Medan, Palembang, Makassar, Manado, hingga Denpasar. Sebanyak lebih dari 7,4 juta kg sampah telah terdaur ulang.

“Semua layanan Waste4Change dirancang dengan pendekatan ekonomi sirkular dan menargetkan bisnis dan rumah tangga untuk mengadopsi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dalam operasi sehari-hari mereka. Kami bermitra dengan sektor informal, pemasok sampah, pemerintah, dan sektor swasta serta mewujudkan visi zero waste di Indonesia.”

Perusahaan sudah mengantongi pendanaan tahap awal dari Agaeti Ventures, East Ventures, dan SMDV pada Maret 2022. Dana dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di Rumah Pemulihan Material (Material Recovery Facility) Waste4Change menuju kapasitas 2 ribu ton per hari di 2024 dan pengembangan solusi tata kelola sampah kota menggunakan teknologi IT berupa platform smart city.

Menurut sumber DailySocial.id, perusahaan kembali mengantongi investasi baru sebesar $570 ribu dari ecoBali Recycling, AC Ventures, SMDV, Paloma Capital, Urban Gateway Fund, dan lainnya. Sehingga, total yang terkumpul untuk putaran terakhir sejauh ini menjadi $1,4 juta. Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Sano belum bersedia mengungkapnya lebih lanjut.

Ramai pemain

Sano turut senang sekarang makin banyak pemain sejenisnya yang mulai menaruh perhatian pada pengelolaan sampah di Indonesia. Selain Waste4Change, ada Rekosistem, Gurita, OCTOPUS,  Pusat Daur Ulang Kertabumi, Xaviera, Mall Sampah, Universal Eco, dan masih banyak lagi. “Kami berharap dapat melihat lebih banyak perusahaan dan inisiatif bekerja sama dalam memecahkan masalah kompleks pengelolaan sampah di Indonesia.”

Pasalnya, menurut dia, semua pemangku kepentingan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengimplementasikan solusi yang tepat untuk masalah sampah di Indonesia. Untuk berkontribusi secara aktif, produsen dan perusahaan dapat menerapkan Extended Producer Responsibility dengan mengumpulkan kembali sampahnya, terutama kemasan PP, kemasan multilayer, dan styrofoam, yang dikategorikan sebagai Bahan daur ulang bernilai rendah.

Di samping itu, kemitraan dengan masyarakat adalah salah satu strategi bisnis utama karena pihaknya memahami bahwa masyarakat dan sektor informal berperan penting dalam pengelolaan sampah di Indonesia. “Di masa depan, kami ingin memiliki kemitraan yang lebih kuat dan lebih banyak inisiatif untuk membantu masyarakat memiliki akses yang lebih baik ke fasilitas pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.”

Waste4Change akan melanjutkan visinya sebagai perusahaan pengelolaan sampah terbesar di Indonesia yang mengumpulkan sampah dengan cara yang paling bertanggung jawab. Pada tahun depan rencananya ingin perluas kemitraan dengan sektor informal dan meningkatkan pengumpulan sampah harian di semua fasilitas daur ulang Waste4Change.

“Kami telah mencapai pertumbuhan yang luar biasa setiap tahun. Namun saat ini, kami sedang mengupayakan pembenahan pelaku pengelolaan sampah informal. Beberapa proyek kami dengan klien kami berfokus pada masalah ini. Kami percaya bahwa dengan meningkatkan jumlah sampah yang didaur ulang, kami dapat membantu membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Indonesia.”

Proyek lain yang sedang dikerjakan adalah untuk mendukung kesadaran dan realisasi program pengelolaan sampah pemerintah Indonesia. Sano memastikan, seluruh layanannya selalu menaati peraturan pemerintah, di antaranya Indonesia Bersih Sampah 2025 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75/2019 yang mewajibkan produsen untuk menyediakan peta jalan pengurangan sampah.

“Kami senang melihat pasar yang lebih matang pada tahun 2022. Orang-orang mulai lebih peduli dengan limbah mereka dan pendekatan holistik kami masih diminati akhir-akhir ini. Menyambut hari jadi kami yang ke-8 di November 2022, kami bertujuan untuk menjadi penyedia, mitra, dan penasihat layanan pengelolaan sampah yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan,” pungkasnya.

Startup Pedagang Aset Kripto “Reku” Terima Pendanaan Seri A 163 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures

Startup pedagang aset kripto Reku, rebrand dari Rekeningku, mengumumkan pendanaan seri A senilai $11 juta (lebih dari 163 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Coinbase Ventures dan Skystar Capital.

Reku akan memanfaatkan dana segar untuk menambah tim hingga menjadi 80 orang, meluncurkan inovasi baru untuk mengatasi masalah terbesar para investor kripto, baik trader berpengalaman dan pemula.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Sumardi Fung menyampaikan, di tengah crypto winter ini permintaan lokal tetap tangguh. Masih banyak masalah yang dihadapi para pengguna, bahkan mata uang kripto ini adalah kelas aset yang rumit untuk dipahami. Untuk masuk ke dalamnya, orang Indonesia harus memiliki panduan dan kepercayaan yang cukup pada platform yang mereka gunakan pada tingkat dasar.

“Kami bertujuan untuk membantu mereka mencapai hal tersebut dengan Reku dan menawarkan mereka perlindungan semaksimal mungkin sebelum membiarkan mereka membeli dan menjual dengan murah dan aman di platform. Kepatuhan terhadap BAPPEBTI dan keamanan pengguna dimasukkan ke dalam setiap fitur dan pengalaman pengguna di Reku,” kata Sumardi, Kamis (15/9).

Pendiri dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji turut memberikan komentarnya. Dia bilang, “Kami sangat antusias untuk memimpin investasi ini ke Reku. Dengan pengalaman pengguna yang intuitif, biaya terendah di pasar, dan tim kepemimpinan yang hebat, kami yakin Reku akan memperkuat kepemimpinannya dalam industri mata uang kripto yang dinamis di Indonesia.”

Perjalanan Reku

Pada saat yang bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Jesse Choi sebagai COO. Choi merupakan lulusan Universitas Columbia dengan jajaran pengalaman di perusahaan teknologi, seperti Bain & Company, Thumbtack, Playground Capital, Payfazz, AC Ventures (Entrepreneur-in-Residence), dan memperoleh gelar MBA dari Standford Graduate School of Business, sebelum resmi bergabung di Reku.

Choi menyampaikan, “Reku adalah perusahaan yang sangat menarik di ruang yang ia minati dan ketahui. Menurutnya, Sumardi dan tim benar-benar memahami semua mekanisme dalam menjalankan pertukaran — mereka telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyiapkan teknologi dan membangun produk tercepat, paling efisien, dan paling fleksibel di pasar hingga saat ini. Seraya kami memperluas tim, membangun produk baru, meningkatkan pemasaran, dan membawa perusahaan ke tingkat berikutnya, di situlah saya masuk.”

Reku sendiri sejatinya sudah berdiri sejak lima tahun lalu, tim mengaku telah diuntungkan dengan pengalaman seputar ekspansi dan resesi ekonomi. Kemudian, mendapatkan gambaran seperti apa perilaku investor kripto di Indonesia, baik selama masa bullish dan bearish. Pengalaman tersebut memungkinkan Sumardi dan timnya untuk membangun platform yang telah teruji hingga dapat dengan cepat meningkatkan dan menanggung sentimen pasar apapun.

Tim Reku sendiri berasal dari industri perdagangan berjangka dan memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun menangani instrumen keuangan yang kompleks. Sebelum merintis Reku, Sumardi, bersama CCO Robby bekerja di bidang perdagangan berjangka sejak 2005 hingga 2017.

Sumardi menyampaikan platform Reku dibangun sepenuhnya secara in-house dan terus disempurnakan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan keamanan dan ketentuan maksimum. Menurutnya, filosofi Reku adalah keamanan dan keramahan pengguna yang maksimal dengan mempertahankan pasar yang sepenuhnya adil dan transparan, yang tidak selalu terjadi di platform lain.

“Karena sektor mata uang kripto masih berlangsung di sini, kami percaya bahwa penting bagi konsumen untuk mendapat perlindungan pada tingkat yang sama seperti mereka berada di sektor dan pasar yang lebih maju.”

Reku menawarkan biaya terendah untuk pengguna. Diklaim, perusahaan telah mencetak nilai transaksi bruto senilai $3 miliar pada 2021.

Lanskap crypto exchange di Indonesia

Dengan volatilitas yang tinggi, aset kripto nyatanya memiliki minat yang besar di Indonesia. Data Bappebti menunjukkan, per Juni 2022 jumlah investor kirpto mencapai 15,1 juta orang dengan nilai transaksi mencapai Rp212 triliun.

Namun demikian, di tengah perkembangan pesat industri investasi kripto, bulan lalu Bappebti mengumumkan penghentian penerbitan izin pendaftaran calon pedagang fisik aset kripto, tertuang dalam Surat Edaran Nomor 208/BAPPEBTI/SE/08/2022. Alasannya, terkait efektivitas pengawasan.

Sejauh ini, telah memberikan izin kepada 24 perusahaan, termasuk Reku. Berikut daftarnya:

1 PT Tumbuh Bersama Nano Nanovest
2 PT Kagum Teknologi Indonesia Ajaib
3 PT Aset Digital Berkat Tokocrypto
4 PT Aset Digital Indonesia Incrypto
5 PT Bumi Santosa Cemerlang Pluang
6 PT Cipta Koin Digital Koinku.id
7 PT Coinbit Digital Indonesia Coinbit.id
8 PT Galad Koin Indonesia Galad.id
9 PT Gudang Kripto Indonesia GudangKripto.id
10 PT Indodax Nasional Indonesia Indodax
11 PT Indonesia Digital Exchange Digital Exchange
12 PT Kripto Maksima Koin Kripto Maksima
13 PT Luno Indonesia LTD Luno
14 PT Mitra Kripto Sukses Kripto Sukses
15 PT Pantheras Teknologi Internasional Pantheras
16 PT Pedagang Aset Kripto Pedagang Aset Kripto
17 PT Pintu Kemana Saja Pintu
18 PT Rekeningku Dotcom Indonesia Reku
19 PT Tiga Inti Utama Triv
20 PT Triniti Investama Berkat Bitocto
21 PT Upbit Exchange Indonesia Upbit
22 PT Utama Aset Digital Indonesia Bittime
23 PT Ventura Koin Nusantara Vonix
24 PT Zipmex Exchange Indonesia Zipmex
Application Information Will Show Up Here

Fazz Raih Pendanaan 1,4 Triliun Rupiah, Seriusi Garap Inovasi Keuangan untuk Bisnis

Fazz, rebrand dari Fazz Financial Group, mengumumkan perolehan dana senilai $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah) dalam putaran seri C. Angka yang dikonfirmasi perusahaan lebih besar dari pemberitaan DailySocial.id sebelumnya sebesar $60 juta.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk mengembangkan produk keuangan agar dapat menjangkau seluruh segmen bisnis, mulai dari mikro hingga korporat besar.

Putaran seri C terdiri dari pendanaan ekuitas sebesar $75 juta dan debt sebesar $25 juta. Dalam jajaran pendanaan ekuitas ini didukung oleh jajaran investor Fazz sebelumnya, seperti Tiger Global, DST Investment, B Capital, Insignia Ventures Partners, dan ACE & Company.

Investor lain yang turut berpartisipasi dalam pendanaan ini, meliputi Ilham Ltd (yang berkaitan dengan dana kekayaan negara di wilayah Asia Tenggara), EDBI, InterVest, Michael Seibel (Managing Director Y Combinator) dan Hans Tung (Managing Partner GGV Capital).

Adapun, fasilitas debt yang dikantongi ini diperoleh dari Lendable yang telah ditandatangani perusahaan dalam lembar ketentuan (term sheet) senilai $25 juta.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (14/9), Co-Founder & CEO Fazz Hendra Kwik menyampaikan, dana tambahan ini akan digunakan untuk membangun Fazz, akun bisnis yang memungkinkan usaha dengan berbagai skala – mulai dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga perusahaan yang masuk ke dalam daftar Fortune 500 – untuk melakukan pembayaran, penyimpanan, dan memperoleh kredit dengan mudah di Asia Tenggara.

Dengan demikian, ambisi Fazz dalam mengakselerasi transformasi digital di Asia Tenggara dapat segera terealisasi. Untuk mendukung hal tersebut, Fazz akanperluas tim mereka di Singapura, Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Taiwan dari 800 orang lebih menjadi 1.400 orang.

Menurut Hendra, banyak bisnis di Asia Tenggara masih belum memperoleh akses terhadap layanan keuangan sepenuhnya dan beberapa di antaranya sangat terdampak oleh pandemi. Fazz pun masuk untuk membantu mereka pulih dan tumbuh kembali menjadi lebih kuat.

“Kami berinvestasi besar pada teknologi dalam bisnis kami untuk memastikan bahwa segala usaha, mulai dari toko kecil milik keluarga hingga perusahaan besar, dapat mengakses layanan keuangan untuk membangun usaha mereka,” kata dia.

Dia melanjutkan, “Hal penting lainnya adalah kami ingin memberikan manfaat yang sama seperti yang dimiliki perusahaan besar kepada usaha kecil dan pemilik warung. Pendanaan ini memungkinkan kami untuk membangun keunggulan teknologi tersebut bagi pengguna kami.”

Partner Tiger Global Alex Cook turut menyampaikan sambutannya. Dia bilang, Fazz menyediakan perangkat keuangan penting untuk bisnis-bisnis di Asia Tenggara mengingat banyak di antaranya yang belum memperoleh kemudahan akses pembayaran digital, fungsi perbendaharaan, dan pertumbuhan modal.

“Platform Fazz telah diadopsi dengan cepat oleh usaha kecil dan perusahaan besar, dan kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Fazz,” kata Cook.

Pencapaian Fazz

Hendra melanjutkan, investasi ini diperoleh atas kesuksesan Fazz baru-baru ini. Diklaim perusahaan mencatat rekor volume transaksi tahunan sebesar $10 miliar selama setahun terakhir. Ia pun optimistis dapat melipatgandakan volume transaksinya dalam 12 bulan ke depan.

Fazz terdiri dari Fazz Agen, sebuah aplikasi keuangan berbasis agen yang melayani usaha mikro dan kecil di Indonesia dengan memberikan kemudahan akses untuk pembayaran, pembelian grosir dan permodalan yang merata. Berikutnya, Fazz Business, rebrand dari Xfers, sebuah akun bisnis untuk membantu startup, UMKM dan perusahaan-perusahaan besar yang sedang berkembang.

Fazz Businesss akan bantu bisnis-bisnis dalam membangun, menjalankan dan mengembangkan bisnis mereka di Asia Tenggara dengan menyediakan kemampuan untuk melakukan dan menerima pembayaran, mengembangkan modal, dan memperoleh pendanaan.

Selain Fazz Agen dan Fazz Business, Fazz juga memiliki unit bisnis lainnya, terdiri atas Modal Rakyat – layanan pendanaan Peer-to-Peer dan pinjaman untuk UMKM, dan StraitsX – infrastruktur pembayaran untuk aset digital.

Perubahan dunia bisnis selama pandemi telah memposisikan UMKM pada kerugian yang lebih besar akibat kurangnya akses terhadap modal, teknologi, dan koneksi. Kurangnya akses terhadap perangkat teknologi dan pendanaan bank yang merata merupakan tantangan utama bagi UMKM di Asia Tenggara, dengan kesenjangan pendanaan yang saat ini menyentuh US$300 miliar.

Diharapkan Fazz dapat membantu UMKM lebih mudah mengakses perangkat keuangan yang dapat membantu mereka dalam perampingan proses, memperluas jangkauan mereka, memperbaiki rantai pasokan mereka dan yang paling penting, mendapatkan pendanaan yang mereka butuhkan untuk berkembang.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agritech “Glife” Perkuat Pasar di Indonesia Usai Kantongi Pendanaan 45 Miliar Rupiah

Startup agritech asal Singapura, Glife Technologies, siap memperkuat pasarnya di Indonesia usai mendapat pendanaan seri A1 sebesar $3 juta atau setara 45 miliar Rupiah dari Tin Men Capital. Pendanaan ini juga akan digunakan untuk berinvestasi pada infrastruktur teknologi untuk supply chain.

Ini merupakan putaran lanjutan dari pendanaan seri A sebesar $4,96 juta yang diperoleh Glife pada November 2021, serta pendanaan setelahnya sebesar $2,9 juta oleh investor terdahulu di Mei 2022. Dengan tambahan ini, Glife telah mengumpulkan total pendanaan sebesar $13 juta untuk mendukung operasional di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Adapun, Tin Men Capital bergabung dengan investor terdahulu Glife, yakni Heliconia Capital yang merupakan anak usaha investasi milik Temasek Holdings, serta Hibiscus Fund, dana kelolaan milik RHL Ventures (Malaysia) dan KB Investments (Korea Selatan).

Dalam keterangan resminya, Co-founder & Deputy CEO Glife Technologies Caleb Wu mengungkap, pendanaan ini telah menandai keyakinan investor terhadap model bisnis Glife dalam memenuhi pasokan pangan dengan memberdayakan petani dan teknologi di kawasan Asia Tenggara.

“Kami ingin terus meningkatkan efisiensi dan transparansi pada rantai pasokan pangan, serta mengembangkan solusi yang dapat memajukan petani-petani kecil di kawasan ini. Pendanaan ini akan memperkuat solusi dan mengakselerasi visi kami dalam membangun masa depan pangan,” tutur Wu.

Sementara Co-founder Tin Men Capital Murli Ravi menambahkan, “Pandemi telah berdampak terhadap rantai pasokan  hingga ke konsumen, dan pemodal ventura harus mendukung upaya pelaku industri untuk merangkul inovasi dan mengintegrasikan tujuan ini. Rekam jejak Glife sejalan dengan misi Tin Men untuk membawa teknologi pada industri yang belum terdigitaliasi dan dampak positif bagi masyarakat dalam jangka panjang,” jelasnya.

Pasar Indonesia

Berdiri di 2018, Glife menawarkan solusi B2B yang terintegrasi secara vertikal bagi ekosistem pangan di Asia Tenggara. Dalam empat tahun terakhir sejak berdiri, mereka mengaku mengantongi pertumbuhan hingga 30x lipat. Glife kini melayani 2.500 klien di industri HORECA dan 1000 petani di Asia Tenggara.

Dengan berkembangnya digitalisasi pada rantai pasokan makanan di kawasan ini, Glife berencana untuk meluncurkan marketplace bagi merchant dan supplier F&B di kuartal IV 2022. Caleb menyebutkan bahwa pihaknya membidik pertumbuhan pangsa besar di pasar Indonesia.

Adapun, marketplace untuk B2B ini akan mengagregat permintaan kebutuhan pasokan makanan dari restoran dan menyocokannya dengan ketersediaan supplier. Dengan demikian, pemilik restoran punya akses dan harga lebih baik terhadap berbagai variasi produk. Selain itu, pihaknya juga akan memperkuat infrastruktur teknologi sebagai fondasi dari solusi digital supply chain secara end-to-end yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan bagi ekosistem F&B.

Agrikultur dan pangan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi dan GDP di Asia Tenggara. Di Indonesia saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian menyumbang PDB sebesar Rp2,25 kuadraliun di sepanjang 2021 atau mewakili 13,28% dari total PDB nasional. Sektor ini mencakup pertanian, peternakan, kehutanan, hingga perikanan. 

Para pelaku startup agritech di tanah air berupaya untuk mengatasi sejumlah tantangan utama yang kerap dialami petani kecil, seperti gagal panen, tidak adanya modal usaha, atau keterbatasan akses untuk menjual hasil panennya. Mereka berupaya menawarkan solusi yang dapat membantu petani dari hulu ke hilir, seperti membantu mengolah, mendistribusikan hasil panen, hingga memfasilitasi pinjaman usaha. 

Agridesa Kembangkan Ekosistem Digital, Dorong Modernisasi Petani Skala Kecil

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi yang sangat cerah untuk sektor agrikultur. Namun, di tengah limpahan lahan dan kesempatan, masih banyak petani kecil yang tidak memiliki akses ke modal dan kesejahteraan secara umum. Hal ini menjadi salah satu yang menginspirasi hadirnya platform Agridesa.

Didirikan pada awal tahun 2022, Agridesa memiliki tiga punggawa yaitu Allen D. Nicolas sebagai CEO profesional, Luqman Arif sebagai COO, dan Kristian Harahap sebagai Interim CTO/CPO. Perusahaan memiliki misi untuk memodernisasi para petani berskala kecil di Indonesia melalui ekosistem digital end-to-end.

CEO Agridesa, Allen D. Nicolas mengungkapkan, “Kami melihat masih banyak petani kecil yang hidupnya belum sejahtera. Melalui platform Agridesa, Kami berharap para petani bisa mendapat akses yang lebih layak dan transparansi harga guna menghasilkan profit yang lebih besar. Di samping itu, bisa memenuhi kebutuhan supply dari hulu untuk para pembeli mitra.”

Perusahaan ini merupakan joint portofolio pertama dari Katalys Partners yang digawangi oleh Rama Manusama, Peter Witkamp dan Edbert Mauritius dan Muhammad Iqbal dari Capital Commerce. Katalys Partners sendiri adalah sebuah Pembangun Ventura (venture builder) yang fokus membantu impact startup. Saat ini, perusahaan juga telah didukung oleh PT Triputra Agro Persada, yang juga berinvestasi di startup KedaiSayur dan Aria.

Agridesa memiliki tiga skema bisnis, yaitu: (1) Skema Budidaya, dengan membantu para petani mitra untuk membudidayakan lahan mereka guna menghasilkan panen yang akan diserap oleh pembeli mitra;  (2) Skema Trading, untuk membantu memenuhi kebutuhan supply para pembeli mitra melalui skema perdagangan; (3) Skema Pascapanen, guna meningkatkan kualitas hasil panen agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan pembeli mitra.

Salah satu misi utama Agridesa adalah untuk memberdayakan petani skala kecil melalui pertanian berbasis data dan solusi digital terintegrasi. Dengan jumlah tim yang masih terbatas, pihaknya mencoba memberikan solusi yang maksimal dengan menyediakan ekosistem pertanian yang menyeluruh. Solusi berbasis aplikasi digital dari Agridesa didesain dengan fitur yang lengkap untuk membantu monitoring, efisiensi dan mitigasi risiko petani.

Petani skala kecil dan pemilik lahan di bawah kelompok tani yang telah bergabung bisa memanfaatkan solusi Agridesa untuk membangun skor kredit (credit scoring) yang nantinya bisa digunakan untuk akses yang lebih luas ke permodalan. Saat ini perusahaan sudah bekerja sama dengan Bank BRI untuk menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Sebagai nilai tambah, Agridesa menawarkan akses dengan pembeli terjamin. Perusahaan juga membangun kemitraan dengan bank dan institusi finansial non-bank untuk membuka akses keuangan bagi petani skala kecil. Selain itu, platform ini juga menyediakan fungsi pengelolaan seperti perkebunan untuk ekosistem yang masih terfragmentasi, serta menyalurkan keahlian agronomi melalui perangkat digital dan kemitraan dengan instruktur lokal di lapangan.

Digitalisasi sektor pertanian

Pada tahun 2020, Bank Dunia menyatakan bahwa kehadiran teknologi digital dapat meningkatkan pengetahuan teknis petani; memungkinkan perhitungan penggunaan pupuk, bibit, atau input pertanian lain secara lebih efisien; dan meningkatkan pengambilan keputusan petani melalui informasi mengenai cuaca, pengelolaan tanaman, kondisi pasar, ataupun data ternak.

Faktanya, hanya segelintir petani yang dapat menikmati manfaat tersebut. Kebanyakan teknologi digital pertanian memiliki pengguna kurang dari 10.000 pengguna. Artinya, jutaan petani masih belum memiliki akses terhadap teknologi digital pertanian. Hal ini dikarenakan masih banyaknya tantangan mendasar yang menghalangi petani untuk menggunakan teknologi digital pertanian yang mutakhir.

Modernisasi dalam sektor pertanian bukanlah hal baru. Sebelum Agridesa, sudah ada beberapa pemain yang berfokus pada digitalisasi sektor pertanian, seperti Agriaku, Tanihub, dan Eratani yang menawarkan ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen.

Sebagai pemain yang relatif baru di sektor pertanian, Agridesa menawarkan solusi yang tidak jauh berbeda dengan pemain sebelumnya. Meskipun begitu, pihaknya mengungkap telah berhasil mencetak revenue senilai 2 miliar Rupiah per bulan selama kurang dari satu tahun beroperasi. Hal ini didukung oleh skema perdagangan yang dilakukan dengan memfasilitasi sekitar 30 petani mitra, bekerja sama dengan Kedai Sayur dan Pangan Sari Utama (PSU) sebagai pembeli mitra utama.

Allen turut mengungkapkan bahwa pihaknya sangat serius dalam memetakan jalur menuju profitabilitas perusahaan. Disinggung mengenai target, Agridesa mematok angka yang cukup besar yaitu untuk bisa mencapai Rp 10 miliar revenue per bulan pada Agustus 2023. Saat ini, perusahaan juga mengaku berencana menggalang dana untuk bisa mencapai target yang telah ditetapkan.

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Awal Startup Web3 “Playground”

East Ventures dan Mirana Ventures memimpin pendanaan pra-awal Playground, platform Web3 gaming dan NFT asal Singapura. Putaran ini juga diikuti Arc Capital (private crypto fund yang terafiliasi dengan Pintu), James Z (Founder Jambo), Adam Levinson Murali Abburi, Benjamin Zhu, serta sejumlah eksekutif senior dari perusahaan blockchain ternama.

Managing Partner di East Ventures Koh Wai Kit mengatakan, “Kami mendukung founder terbaik dalam membangun bisnis jangka panjang. Kami harap dapat bermitra dengan tim Playground untuk membangun platform game dan entertainment generasi berikutnya bagi pengguna Web3.”

Playground didirikan untuk mengatasi kesenjangan informasi di era Web3. Pesatnya pertumbuhan proyek entertainment berbasis blockchain sering kali diikuti oleh informasi yang terfragmentasi, seperti subjektif, ketinggalan zaman, atau tidak dapat diandalkan. Hal tersebut dinilai menghalangi adopsi massal Web3, terutama di sektor hiburan.

Terlepas dari pengalamannya di blockchain, Founder & CEO Playground Clinton Teh mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan proses penemuan, baik mencari memverifikasi, dan mengumpulkan informasi tentang game Web3 dan NFT dengan konsep kepemilikan digital dan desentralisasi ini. Maka itu, Playground dibangun sebagai one-stop platform yang akan menjembatani kesenjangan informasi bagi semua pengguna Web3 dengan fokus pada pengalaman dan legitimasi.

“Kami meyakini semua pengguna harus dapat merasakan pengalaman seamless dalam mempelajari proyek-proyeknya, dari mulai menerima informasi faktual hingga merasakan langsung game tertentu. Playground diposisikan secara unik untuk mengatasi masalah ini dengan pemahaman mendalam tim terhadap konten Web3 yang beragam dan dinamis. Visi kami adalah menjadi platform terpercaya untuk semua penemuan hiburan Web3,” tambah Clinton.

Playground didukung oleh founding team yang memiliki pengalaman luas di dunia Web2 dan Web3, karier di berbagai perusahaan teknologi terkemuka termasuk Binance, Classpass, dan Tencent, serta melibatkan decentralized autonomous organizations (DAO). Adapun, Clinton Teh sebelumnya memimpin sejumlah inisiatif strategis di Web3 dan NFT.

Nantinya, pengguna dapat menemukan berbagai proyek Web3 yang terpercaya secara interaktif, serta dapat mengikuti pembaruan dan pencapaian untuk proyek baru dan existing. Selain itu, pengguna dapat berinteraksi dan berbagai ide dengan ekosistem dan komunitas  di platform tersebut.

Pasar Web3

Web3 menjadi salah satu tren teknologi yang tengah diminati di Indonesia. Adopsinya terbilang masih dalam tahap awal mengingat sejumlah pemangku kepentingan masih mengeksplorasi use case yang tepat, terutama yang dapat diadopsi secara masif. 

Beberapa yang sudah proven di Indonesia di antaranya adalah kripto, NFT, dan Web3 gaming. Sebagai gambaran, Emergen Research melaporkan nilai pasar Web3 di global sebesar $3,2 miliar di 2021 dan diproyeksi menembus $81,5 miliar di 2030. 

Sebelumnya, venture capitalist Eddi Danusaputro sempat berujar bahwa Web3 punya potensi besar untuk dikembangkan. Hanya saja, use case Web3 belum banyak dan belum dapat menyelesaikan masalah keseharian, misalnya smart contract atau invoice financing dengan Blockchain.

“Sebetulnya, use case seperti smart contract ini sudah ada dikembangkan di Indonesia, tetapi traction-nya belum besar. No disrespect to NFT atau game, ini akan menjadi produk yang nice to have saja, belum untuk sehari-hari. Saya firm believer, saya sangat suka Blockchain, sayangnya use case belum banyak,” ujarnya baru-baru ini.

Startup Katering Bayi “Grouu” Umumkan Putaran Baru Dipimpin Teja Ventures

Startup katering makanan bayi Grouu mengumumkan perolehan dana segar yang dipimpin oleh Teja Ventures dengan partisipasi dari Arkana Venture dan Javas Capital. Tidak disebutkan dana yang diraih dalam putaran ini.

Grouu akan memanfaatkan dana tersebut untuk perluas lini produk, saluran distribusi dengan membuka fasilitas produksi di Surabaya, dan mulai penetrasi ke jaringan ritel, baik online maupun offline.

Sebelumnya, pada akhir Januari ini, perusahaan mengantongi pendanaan tahap awal senilai $400 ribu dari Selera Kapital, lengan investasi dari Sour Sally Group. Diikuti sejumlah angel investor, seperti Wesley Harjono (Managing Director Plug and Play Indonesia) dan Rama Notowidigdo (Co-founder Sayurbox dan AwanTunai).

Masuknya Grouu ke dalam portofolio Teja Ventures mengukuhkan komitmen VC asal Singapura tersebut sebagai investasi lensa gender (gender lens investing). Teja Ventures melihat besarnya dampak yang diberikan Grouu pada konsumer yang mayoritas adalah perempuan, didukung pula oleh potensi pasar ibu dan anak di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Kepala Investasi untuk Teja Ventures di Indonesia David Soukhasing menyampaikan, pihaknya sudah menjalin hubungan baik dengan para founder Grouu sejak lama. Konsistensi mereka dalam menyajikan makanan berkualitas bagi anak Indonesia sangat selaras dengan misi Teja dalam mendukung perusahaan yang berdampak positif pada pemberdayaan perempuan.

“Serta, mengedepankan visi untuk menekan angka stunting atau gizi buruk di Indonesia. Sehingga, suatu kebanggaan untuk kami bisa mendukung Grouu dalam mengembangkan model bisnis yang juga masuk pada kategori The Future of Food yang kami junjung,” kata Soukhasing, Selasa (13/9).

Co-founder dan CEO Grouu Jessica Marthin mengatakan, perusahaan menerima animo positif sejak berdiri pada dua tahun lalu hingga kini. Pada bulan pertama beroperasi, permintaan setiap hari berada di kisaran belasan hingga puluhan porsi. Tapi di Agustus 2022 lalu, angkanya tembus mencapai ribuan porsi.

“Hal ini tentu menjadi motivasi kami untuk terus memberikan yang terbaik bagi para orang tuan yang mempercayakan pemenuhan gizi buah hati mereka kepada Grouu. Itu sebabnya kami juga melibatkan nutritionist, food scientist, chef, dan dokter spesialis anak dalam proses pengembangan produk dan menu Grouu,” ujarnya.

Potensi pasar Grouu

Jessica melanjutkan, pada tahun kedua ini, dia menyebutkan Grouu telah mencapai product-market-fit. Berkat itu, pihaknya akan merilis produk katering untuk anak usia satu tahun ke atas bernama Mini Meals yang dijual melalui situs e-commerce. Menu baru tersebut merupakan salah satu upaya perusahaan untuk memperpanjang nilai umur pelanggan (customer life time).

“Kami akan terus mengembangkan kinerja website sebagai salah satu platform yang mempermudah pelanggan untuk berlangganan, serta dapat diintegrasi dengan layanan lainnya di masa mendatang.”

Awalnya, Grouu menempatkan diri sebagai penyedia makanan pendamping asi (MPASI) untuk bayi usia enam bulan ke atas dengan pemilihan bahan baku berkualitas, memiliki cita rasa, dan kandungan gizi yang lengkap di tiap hidangannya. Di tengah aktivitas yang padat dalam mengurus anak usia dini, kehadiran menu makanan yang praktis, sehat dan bergizi menjadi salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh para orang tua masa kini.

Adapun, permasalahan gizi dan kesehatan anak masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Data Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2020 menyebutkan bahwa prevalensi stunting (pendek) pada balita Indonesia tercatat sebesar 27,7%, atau 28 dari 100 balita mengalami stunting. Padahal, 1.000 hari pertama kehidupan bayi merupakan usia emas bagi tumbuh kembang anak. Sayangnya, anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa masih banyak yang mengalami masalah gizi di usia dini.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), angka kelahiran di Indonesia mencapai 4,8 juta pada 2021 dan diprediksi akan melampaui 5 juta pada 2022 ini. Pertumbuhan populasi ini menjadi salah satu faktor utama kepercayaan para investor akan potensi pasar kebutuhan ibu dan anak, serta visi Grouu dalam menghadirkan solusi terintegrasi untuk para orang tua milenial di Indonesia.

Startup F&B UENA Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, IDN Media, dan Angel Investor

East Ventures terlibat dalam pendanaan tahap awal dengan nilai investasi yang tidak disebutkan kepada startup F&B online UENA. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini termasuk IDN Media dan beberapa angel investor lainnya.

Startup ini didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO). Dalam rilis disebutkan, UENA adalah solusi F&B terpadu untuk masyarakat luas di Indonesia melalui layanan pengiriman online. Layanannya menggabungkan berbagai menu harian favorit masyarakat dan menjualnya dengan harga yang terjangkau.

“Kami melihat masalah di Indonesia, di mana makanan harian merupakan segmen terbesar namun paling terbengkalai. Lebih dari 98% yang melayani segmen ini adalah individu/perorangan yang kurang terorganisir, sehingga konsumen sering dirugikan dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga. Kami percaya UENA bisa menjadi solusi kebutuhan makan harian untuk masyarakat luas di Indonesia,” kata Alvin.

Fokus ekspansi layanan dan produk

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi di Jakarta dan menjangkau lebih banyak pelanggan. Pilihan menu pun akan diperbanyak untuk berbagai kebutuhan makan setiap saat; mulai dari makanan berat, makanan ringan, dan juga minuman — sesuai dengan permintaan dan kebutuhan di masing-masing area.

UENA juga akan terus mengembangkan teknologi dalam melayani para pelanggan, seperti aplikasi mobile dan robot untuk memasak.

“Kami melihat potensi yang besar di industri F&B di Indonesia dengan nilai pasar lebih dari $90 miliar setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, perkembangan industri F&B di Indonesia masih dalam tahap awal. Alvin dan Roy telah melakukan berbagai eksekusi nyata pada industri ini, dan kami sangat bersemangat untuk menyambut UENA ke dalam keluarga East Ventures,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sebelumnya startup food tech Greens juga telah menerima pendanaan putaran pra-awal dengan nominal tidak diungkapkan dipimpin oleh East Ventures. Fokusnya adalah menghadirkan teknologi pangan terintegrasi untuk menciptakan ekosistem pangan baru, guna meningkatkan cara masyarakat menanam dan mendapatkan makanan.

Selama dua tahun terakhir sudah ada startup food tech yang meluncur dan telah mendapatkan pendanaan. Di antaranya adalah Green Rebel, Off Foods, hingga Food Market Hub.

Solusi penyediaan makanan harian

Salah satu tujuan UENA adalah mengubah persepsi makanan harian yang saat ini identik dengan penjaja pinggir jalan, menjadi makanan berkualitas dengan bahan baku pilihan, proses dan peralatan standar restoran, serta jaminan kebersihan karyawan.

Semua proses dari hulu ke hilir ditangani sendiri, mulai dari penerimaan pesanan hingga pengantaran. Setiap lokasi hanya menjangkau area hiperlokal untuk mengoptimalkan biaya dan durasi pengantaran. Misi dari UENA adalah meningkatkan kualitas hidup dengan menyediakan makanan harian dengan harga yang terjangkau, layanan yang andal, dan lokasi yang tersebar luas.

“Pengiriman makanan secara online telah menjadi produk digital yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, dengan tingkat adopsi sebesar 71% dan masih terus bertumbuh dengan cepat. Kami percaya begitu banyak peluang menarik yang akan terbuka ke depannya,” kata Roy Yohanes.

Sebelumnya sejumlah startup juga tawarkan konsep yang mirip, menyediakan pilihan hidangan terpadu untuk dipesan dalam satu outlet. Beberapa di antaranya Hangry, DailyBox, Mangkoku. Tahun ini Hangry bahkan baru mendapatkan pendanaan lanjutan 316 miliar Rupiah untuk digunakan sebagai amunisi ekspansi di wilayah yang lebih luas.

Parkee Berinvestasi ke Alfabeta, Startup Pengembang Solusi AI & IoT

Centrepark Citra Corpora melalui anak usahanya yang merupakan pengembang aplikasi manajemen parkir Parkee, berinvestasi ke startup pengembang solusi teknologi AI dan IoT bernama Alfabeta. Tidak disebutkan besaran investasi yang diberikan. Kemitraan ini membuka peluang kolaborasi kedua perusahaan dalam pengembangan bisnis, termasuk membangun sistem perparkiran berbasis AI.

Alfabeta berdiri sejak 2018, salah satu produk yang dikembangkan adalah intelligent video analytics yang dapat diimplementasikan dalam berbagai sektor bisnis. Sementara Parkee debut sejak 2019 dengan layanan mobile app, reporting, dan sistem pendukung manajemen parkir yang terintegrasi.

Parkee telah digunakan di berbagai lokasi parkir di 50 kota di Indonesia, mulai dari Jakarta, Tangerang, Surabaya, Bandung, Medan, Batam, hingga Semarang.

“Kami ingin ciptakan onestop-solution untuk klien kami, seperti mall, airport, seaport, jadi mencakup berbagai identifikasi data, baik kendaraan maupun penggunanya. Teknologi ini akan terus berkembang,” kata Direktur Utama Centrepark Citra Corpora Charles Richard Oentomo.

Sementara CEO Alfabeta Taufiq Wibowo menjelaskan bahwa latar belakang kerja sama ini karena pihaknya memiliki sejumlah teknologi yang siap mendukung Parkee.

“Kami melihat kebutuhan teknologi cukup besar di industri yang sama dengan Parkee, ditambah kami juga punya banyak teknologi, seperti Automatic Number Plate Recognition (ANPR); Vehicle Detection, Counting, & Tracking; sampai Object Detection, Counting, & Tracking,” ujar Taufiq.

Selain Parkee, sejumlah perusahaan juga menggarap layanan pengelolaan parkir, salah satunya Soul Parking. Tidak hanya perangkat lunak manajemen parkiran, startup yang mendapat pendanaan awal dari AC Ventures dan sejumlah angel investor ini juga mengembangkan modul Compact Motorcycle Storage, sebuah kantong parkir portabel untuk sepeda. Telkomsel juga sempat membuat unit bisnis bernama Parkirin, mengembangkan layanan SaaS untuk pengelolaan parkir di gedung.

Hadirnya Alfabeta tentu diharapkan bisa menambah proposisi nilai Parkee. Selain memperluas pilihan pembayaran, penyegaran fitur juga menjadi salah satu fokus mereka.

Teknologi Alfabeta

ANPR dapat mendeteksi plat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) dan mendaftarkan hasilnya secara otomatis ke dalam basis data pengguna. Sementara Vehicle Detection, Counting, & Tracking ialah teknologi yang mendeteksi jenis kendaraan yang lewat, menghitung jumlahnya, dan melacak jalur yang dilewati. Sedangkan Object Detection, Counting, & Tracking mendeteksi keberadaan & pergerakan, serta menghitung jumlah objek yang berada di dalam jangkauan kamera.

Teknologi ini bukan hanya memberi manfaat bagi pengelola gedung, melainkan juga bagi pengguna parkir, yakni keamanan yang optimal. Setiap kendaraan yang masuk akan terdeteksi mulai dari plat nomor, jenis, logo bahkan hingga warna kendaraannya. Sehingga, jika ada upaya mengubah nomor plat di area parkir, maka bisa langsung terdeteksi.

“Ketika data diverifikasi dan hasilnya sama, maka sistem itu akan otomatis mempersilakan kendaraan keluar. Jika tidak bisa, maka sistem akan memberi warning alarm dan akan memberitahu security tempat. Jadi pengguna dipastikan bakal merasa aman,” kata Charles.

Keunggulan lain, pengguna tidak perlu repot menyiapkan uang tunai untuk pembayaran. Setiap transaksi langsung akan terhubung melalui aplikasi di smartphone pengguna, pembayaran pun bisa dilakukan melalui QRIS maupun e-wallet demi kepraktisan

Application Information Will Show Up Here