Fintech for Creator Platform UpBanx Secures 74 Billion Rupiah Funding, Claiming Centaur Valuation in Its First Year

The fintech platform UpBanx, which aims to develop a digital banking platform for creators (or influencers) and brands, announced a pre-seed funding of $5.2 million or around 74 billion Rupiah, claiming a valuation of $120 million (centaur) within only 6 months of operation or 1 official month. The service alone is yet to accessible for public.

The current funding was participated by Y Combinator, Alpha JWC Ventures, Alto Partners Multi-Family Office, Number Capital, UBI Capital, Raffi Ahmad and Nagita Slavina, the creator network of Collab Asia and DRM (Digital Chain Maya), and a number of well-known angel investors.

It is also listed in the ranks of these angel investors, Melvin Hade (GFC Partner), Hendra Kwik (CEO of Fazz Financial), Hendoko Kwik (CEO of Modal Rakyat), Budi Handoko (CEO of Shipper), and Arya Setiadharma (CEO of Prasetia Dwidharma).

UpBanx was founded by Wafa Taftazani (ex-Googler and Co-Founder of Modal Rakyat), Hendri Wijaya, and Alif Jafar Fatkhurrohman. The company is part of the prestigious Y Combinator incubator batch W22 .

The CEO, Wafa Taftazani said, “We built UpBanx as an integrated platform for the creator economy and beyond. Apart from providing financial solutions, we will also facilitate seamless collaboration between creators and brands. In the near future, we will also act as a Web3 launch platform for creators. and brands, to help support fan engagement in new, innovative ways.”

UpBanx will be available in 2022. The concept is somewhat different from most digital banking. In order to join, participants must be creators on YouTube, Instagram, or TikTok. The curation criteria is yet to announce by the platform.

UpBanx will later use a banking license owned by BPR Sentral Mandiri and supported by Fazz Financial’s fintech ecosystem, including Modal Rakyat and Cashfazz.

There are not many digital banking platforms that specifically target niche markets. Previously, Hijra from Alami was also projected to be the first Islamic digital bank.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Venture Leads Series A Funding for the Healthtech Startup “Smarter Health”

Smarter Health announced a series A funding worth of S$ 5.15 million (approximately 54 billion Rupiah) led by East Ventures. The fresh moeny will be used for product development and market expansion in Southeast Asia. Also participated in this round some strategic investors, such as Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, and EMTEK.

The Smarter Health platform facilitates secure exchange of data between insurance companies, healthcare providers and patients. This enables the use of data to guide patient decision making, and increases the accuracy and speed of claims. Future developments will drive greater operational efficiency, effectiveness, and enhance customer security.

After the promising traction in Singapore, Malaysia, Indonesia, Smarter Health is looking to further enhance and expand its market and series of solutions.

“We are excited to partner with East Ventures and other strategic investors to realize our vision of being an ‘Easy to Access, Affordable and Accountable’ healthcare service. We look forward to collaborating with more insurance companies, healthcare providers, and doctors to achieve this vision,” Smarter Health’s CEO Liaw Yit Ming said in an official statement, Monday (3/1).

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “The Covid-19 pandemic has forced insurance companies and healthcare providers to reconsider and restructure their operations strategies by accelerating digital transformation. Smarter Health is here to make healthcare more accessible, affordable and accountable by providing an AI-operable platform.

“We are excited to support Smarter Health in resolving inefficiencies in the health care process between stakeholders in the health ecosystem,” Willson added.

One of Smarter Health’s solutions in Indonesia is the Second Medical Opinion service, which allows patients to get a complete overview of their medical condition from a collaborative network of specialist doctors carefully curated by Smarther Health.

These specialist doctors come from Singapore and have different medical specialties and disciplines. They practice in major private hospitals such as Elizabeth Novena Hospital, Mount Elizabeth Hospital, Gleneagles Hospital and others for a flat rate of S$250.

Indonesian patients will be scheduled for a 20-minute teleconsultation session and receive a written medical report from the selected specialist within five working days after the consultation session.

Digital transformation for health industry is currently on the spot

The Ministry of Health publishes a roadmap contained in the blueprint of the Indonesian health sector transformation and digitization for 2021-2024. There are three priority agendas for the Ministry, integration and development of data systems, service applications, and ecosystems in the field of health technology (healthtech).

Apart from the right momentum due to the Covid-19 pandemic, the roadmapis haunted by a number of big challenges. It includes the data system and the unbalanced ratio of the number of health workers and room capacity to the total population.

Currently, there are hundreds of applications which data management still based on individual information. In the government, there are more than 400 applications in the health sector, and this number does not include the regional level. This is yet to mention the medical records of 270 million Indonesians, which are yet to be fully digital.

Meanwhile, the current Ministry of Health noted that the ratio of doctors reached 03.8 per 1,000 population, while the ratio of hospital beds was around 1.2 per 1,000 population in Indonesia.

“We have seen how the Covid-19 pandemic has had a significant impact on various things, including changing the way people consult. We must start this transformation and focus on developing platforms and implementing collaborative initiatives with stakeholders. We expect to create a healthy Indonesia and create integrated health platforms,” the Chief Digital Transformation Office of the Ministry of Health, Setiaji said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Atur Toko Bantu UMKM Kelola Usaha di Marketplace, Sediakan Teknologi dan Layanan Menyeluruh

Bertujuan untuk meminimalisir biaya saat memasarkan dan menjual produk mereka, platform e-commerce enabler Atur Toko, hadir menawarkan teknologi dan layanan kepada UMKM. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Atur Toko Bagus Dewantara mengungkapkan, berawal dari sebuah proyek lalu muncul ide untuk kemudian mengembangkan teknologi yang relevan kepada UMKM guna memperluas kanal penjualan mereka.

Berangkat dari hipotesis tersebut bersama dengan pendiri lainnya yaitu Christiono Hendrawan, Asfar, dan Ricky Erri Thoiffur dibuat software sendiri agar bisa digunakan untuk merchant lebih banyak lagi.

Atur Toko resmi meluncur tahun 2019 lalu. Saat ini mereka telah memiliki sekitar 5 ribu merchant dan 200 brand yang tersebar di seluruh Indonesia. Secara khusus Atur Toko membantu optimalisasi penjualan brand dengan Team Brand Manager dari platform untuk mengelola strategi penjualan produk di marketplace.

Selain menyediakan teknologi Atur Toko juga menyediakan layanan pendukung. Di antaranya adalah tim fulfillment, store management, hingga gudang yang dikelola sendiri.

“Bisa dibilang platform kami sangat komprehensif secara end-to-end membantu mereka yang baru mulai berjualan hingga brand besar untuk mendorong pertumbuhan bisnis,” kata Bagus.

Produk unggulan Atur Toko

Saat ini teknologi Atur Toko telah terintegrasi dengan enam marketplace besar di Indonesia. Sistem yang terintegrasi memungkinkan UMKM untuk memonitor tokonya di berbagai platform marketplace hanya dengan satu dashboard; termasuk mendapatkan data penjualan, stok produk, layanan branding, pinjaman modal, hingga chatboard.

Terdapat tiga produk unggulan yang bisa dipilih oleh pengguna. Di antaranya adalah AturToko+, omnipos dan Buat Toko+. Masing-masing memiliki layanan yang bisa dimanfaatkan oleh penjual baru hingga brand besar.

Untuk saat ini produk yang paling banyak dipilih oleh pengguna adalah AturToko+. Salah satu alasan mengapa makin banyak pengguna memilih produk yang bisa membantu pengguna memasarkan produk mereka dengan bantuan dari tim Atur Toko adalah, agar mereka bisa lebih fokus kepada produksi dan memastikan barang berkualitas.

“Selain itu kami melihat makin banyak di antara mereka yang ingin memiliki kanal penjualan lebih luas lagi dengan biaya yang rendah. Sementara saat ini kebanyakan di marketplace biayanya cukup tinggi dengan besarnya potongan yang dibebankan kepada mereka. Jika ada kanal penjualan lain dengan biaya yang rendah tentunya akan lebih membantu mereka,” kata Bagus.

Bagi mereka penjual baru yang belum memiliki produk bisa bergabung bersama dengan Atur Toko menjadi Drop Ship. Hanya dengan memasarkan semua katalog yang berasal dari brand UMKM yang bergabung dengan Atur Toko, mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan sebagai penjual.

Untuk memudahkan pengguna melakukan pembayaran disediakan pilihan yang bisa dikustomisasi. Meskipun sebagai platform Atur Toko mengedepankan komputasi awan (cloud) namun disediakan pilihan lain untuk mempermudah mereka mengelola bisnis. Ke depannya Atur Toko juga akan mengenakan biaya tahunan untuk pengguna.

“Saya melihat layanan ini bukan one model fit for all ada beberapa variasi model yang kami hadirkan meskipun hanya sedikit pilihannya. Fokus utama kami ke depannya adalah komputasi awan,” kata Bagus.

Gudang e-commerce dan rencana penggalangan dana

Tim dan manajemen Atur Toko / Atur Toko

Bekerja sama dengan pemerintah daerah, Atur Toko mendirikan gudang e-commerce untuk pengembangan UMKM. Gudang e-commerce memungkinkan pelaku UMKM untuk berfokus pada produksi saja sementara Atur Toko akan mengelola keseluruhan proses dan meningkatkan penjualan UMKM. Mulai dari foto produk, manajemen media sosial, kebijakan harga, media pengemasan produk, hingga proses pengiriman kepada pembeli.

Sepanjang tahun 2021, Atur Toko telah berhasil melakukan inisiasi dengan beberapa Pemda untuk menggagas kerja sama pendirian gudang e-commerce bagi UMKM Binaan Pemda. Di antaranya di daerah Garut, Gorontalo, Bekasi, Kalimantan Barat, dan Mojokerto. Di tahun 2022, Atur Toko menargetkan untuk melakukan penetrasi ke 20 Pemerintahan Daerah.

“Selain dapat menyimpan semua produk dari UMKM, Gudang E-commerce Atur Toko juga berfungsi sebagai tempat pelatihan bagi pelaku UMKM yang ingin mengembangkan bisnis. Harapannya kami bisa mengawal usaha mereka, setelah mereka selesai melakukan pelatihan dengan Atur Toko,” kata Bagus.

Setelah menjalankan bisnis secara bootstrap, saat ini Atur Toko telah mengantongi pendanaan awal yang diperoleh dari angel investor. Rencananya pada kuartal pertama tahun 2022 ini, perusahaan akan melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan.

Sebelumnya perusahaan mengklaim sempat dilirik oleh dua perusahaan teknologi Indonesia untuk kemudian diakuisisi. Namun demikian karena tidak adanya kesepakatan di antara kedua belah pihak, proses akuisisi tersebut tidak dilanjutkan.

“Tujuan kami sejak awal adalah bisa menciptakan supply chain dengan biaya yang rendah untuk supplier. Yang menarik dari social commerce adalah, semua biaya bisa sangat rendah karena memanfaatkan kanal seperti media sosial untuk berjualan, sehingga mereka bisa fokus kepada penyediaan produk yang bagus dan dari sisi logistik bisa memuaskan untuk pelanggan,” tutup Bagus.

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Startup Healthtech “Smarter Health”

Smarter Health mengumumkan telah memperoleh pendanaan seri A senilai S$ 5,15 juta (sekitar 54 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk dan perluasan pasar di Asia Tenggara. Putaran ini turut diikuti oleh jajaran investor strategis lainnya, seperti Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, dan EMTEK.

Platform Smarter Health memfasilitasi pertukaran data yang aman antara perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan pasien. Hal ini memungkinkan penggunaan data untuk memandu pengambilan keputusan bagi pasien, serta meningkatkan akurasi dan kecepatan pemrosesan klaim. Perkembangan masa depan akan mendorong efisiensi operasional yang lebih besar, efektif, dan meningkatkan pengamanan pelanggan.

Setelah mencapai traksi yang menjanjikan di Singapura, Malaysia, Indonesia, Smarter Health ingin lebih meningkatkan dan memperluas pasar dan rangkaian solusi.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan East Ventures dan investor strategis lainnya untuk mewujudkan visi kami menjadi layanan kesehatan ‘Mudah diakses, Terjangkau, dan Akuntabel’. Kami berharap dapat berkolaborasi dengan lebih banyak perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan dokter untuk mencapai visi ini,” kata CEO Smarter Health Liaw Yit Ming dalam keterangan resmi, Senin (3/1).

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pandemi Covid-19 telah memaksa perusahaan asuransi dan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan dan menyusun ulang strategi operasi mereka dengan mempercepat transformasi digital. Smarter Health hadir untuk membuat kesehatan dapat diakses, terjangkau, dan akuntabel dengan menyediakan platform yang dapat dioperasikan dengan AI.

“Kami sangat antusias untuk mendukung Smarter Health dalam menyelesaikan inefisiensi proses pelayanan kesehatan antara pemangku kepentingan di ekosistem kesehatan,” ucap Willson.

Salah satu solusi Smarter Health yang bisa diakses di Indonesia adalah layanan Pendapat Medis Kedua (Second Medical Opinion), yang memungkinkan pasien mendapatkan tinjauan lengkap tentang kondisi medis mereka dari jaringan kolaboratif dokter spesialis yang dikuratori oleh Smarther Health dengan cermat.

Para dokter spesialis ini berasal dari Singapura dan memiliki spesialisasi dan disiplin ilmu medis berbeda-beda. Mereka berpraktik di rumah sakit swasta utama seperti Rumah Sakit Elizabeth Novena, Rumah Sakit Mount Elizabeth, Rumah Sakit Gleneagles, dan lainnya dengan biaya tetap sebesar S$250.

Pasien Indonesia akan dijadwalkan untuk sesi telekonsultasi selama 20 menit dan menerima laporan medis tertulis dari dokter spesialis terpilih dalam waktu lima hari kerja setelah sesi konsultasi.

Transformasi digital industri kesehatan tengah jadi perhatian

Kementerian Kesehatan menerbitkan peta jalan yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Alasan peluncuran roadmap ini, selain mendapat momentum yang tepat karena pandemi Covid-19, dihantui oleh sejumlah tantangan besar. Di antaranya, tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” papar Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji.

Platform Fintech untuk Kreator UpBanx Raih Pendanaan 74 Miliar Rupiah, Klaim Valuasi Centaur di Tahun Pertama Beroperasi

Platform fintech UpBanx, yang bertujuan mengembangkan platform perbankan digital untuk kreator (atau influencer) dan brand, mengumumkan perolehan pendanaan pra-pendanaan awal dengan nilai $5,2 juta atau sekitar 74 miliar Rupiah dengan klaim valuasi $120 juta (centaur) hanya dalam 6 bulan beroperasi atau 1 bulan berdiri resmi. Layanannya sendiri belum bisa diakses oleh publik.

Pendanaan kali ini diikuti Y Combinator, Alpha JWC Ventures, Alto Partners Multi-Family Office, Number Capital, UBI Capital, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, jaringan kreator Collab Asia dan DRM (Digital Rantai Maya), dan sejumlah angel investor ternama.

Termasuk di jajaran angel investor ini adalah Melvin Hade (Partner GFC), Hendra Kwik (CEO Fazz Financial), Hendoko Kwik (CEO Modal Rakyat), Budi Handoko (CEO Shipper), dan Arya Setiadharma (CEO Prasetia Dwidharma).

UpBanx didirikan oleh Wafa Taftazani (ex-Googler dan Co-Founder Modal Rakyat), Hendri Wijaya, dan Alif Jafar Fatkhurrohman. Mereka mengikuti inkubator prestisius Y Combinator batch W22.

CEO Wafa Taftazani mengatakan, “Kami membangun UpBanx sebagai platform terintegrasi untuk ekonomi kreator dan lebih luasnya. Selain menyediakan solusi keuangan, kami juga akan memfasilitasi kolaborasi yang lancar antara kreator dan brand. Dalam waktu dekat, kami juga akan bertindak sebagai platform peluncuran Web3 untuk kreator dan brand, untuk membantu fan engagement dengan cara baru yang inovatif.”

UpBanx bakal hadir tahun 2022 ini. Konsepnya agak berbeda dengan perbankan digital kebanyakan. Untuk bergabung, peserta harus menjadi kreator di YouTube, Instagram, atau TikTok. Belum diketahui bagaimana kriteria kurasi yang dilakukan platform nantinya.

UpBanx nantinya akan menggunakan lisensi perbankan milik BPR Sentral Mandiri dan didukung ekosistem fintech milik Fazz Financial, khususnya Modal Rakyat dan Cashfazz.

Belum banyak platform perbankan digital yang spesifik menargetkan pasar-pasar ceruk (niche). Sebelumnya Hijra dari Alami juga diproyeksikan menjadi bank digital syariah pertama.

MDI Ventures to Lead Series B Round for mClinica Healthtech

MDI Ventures is reported to have reinvested in Singapore-based healthtech startup mClinica for $17.4 million (approximately 248 billion Rupiah). DailySocial.id has reached MDI Ventures to confirm this, but there is no feedback until this news is published.

Based on our source, MDI Ventures led the Series B round with several other investors, including SAI Global, Johnson & Johnson Foundation Scotland, and the Global Innovation Fund.

MDI Ventures was first participated in mClinica’s Series A funding in 2017 led by Unitus Impact and the Global Innovation Fund. The potential for business integration offered by mClinica with the Telkom Group ecosystem has captured MDI Ventures’ interest.

MDI Ventures’ previous CEO, Nicko Widjaja said, Indonesia’s health ecosystem has grown rapidly in recent years since the rise of the national health system. Telkom Indonesia, through Admedika and Telkomedika, has worked very closely with the government and the healthcare industry to deliver quality healthcare services across the country.

“mClinica’s products and solutions should match this initiative. Together we can introduce innovative business models that enable better quality healthcare while reducing the burden on the supporting ecosystem. We are very enthusiastic to support mClinica’s market expansion to Indonesia along with our innovation in managing health services in this country.”

mClinica alone has stepped up its presence in Indonesia since 2014 with a legal entity PT mClinica Health Solutions. Through its platform, mClinica enables leading multinational pharmaceutical companies, governments, NGOs and academic institutions to obtain previously inaccessible data and run patient programs that directly touch the population at the local pharmacy level. In keeping with its mission to unite the world’s pharmacies to transform global health data and advance patient health.

Quoted from Suara.com, mClinica has an application-based solution called SwipeRx which is available in six countries (Indonesia, Philippines, Malaysia, Thailand, Vietnam, and Cambodia) with more than 200 thousand pharmacies. This application is a community formed by mClinica for pharmacists in Southeast Asia to increase digital capacity in the pharmaceutical world with educational, research, marketplace, and information features.

In the marketplace, there is a SwipeRx Shopping feature that allows pharmacy owners to easily restock medicines. Pharmacy owners can find products quickly through easy-to-use search features, competitive prices, and faster delivery. This featureis availale on the Java island, including Bandung, Cimahi, Cirebon, Semarang, and Surabaya.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI Ventures Dikabarkan Pimpin Pendanaan Seri B Startup Healthtech mClinica

MDI Ventures dikabarkan kembali berinvestasi untuk startup healthtech asal Singapura mClinica untuk pendanaan senilai $17,4 juta (sekitar 248 miliar Rupiah). DailySocial.id sudah menghubungi pihak MDI Ventures terkait hal ini, namun belum ada konfirmasi yang diberikan hingga berita ini diturunkan.

Berdasarkan informasi yang didapat, MDI Ventures memimpin putaran Seri B ini bersama sejumlah investor lainnya, seperti SAI Global, Johnson & Johnson Foundation Scotland, dan Global Innovation Fund.

MDI Ventures pertama kali berpartisipasi dalam pendanaan seri A untuk mClinica pada 2017 yang dipimpin oleh Unitus Impact dan Global Innovation Fund. Potensi integrasi bisnis yang ditawarkan mClinica dengan ekosistem Telkom Group membawa minat MDI Ventures untuk berinvestasi.

CEO MDI Ventures pada saat itu, Nicko Widjaja menuturkan, ekosistem kesehatan Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir sejak diperkenalkannya sistem kesehatan nasional. Telkom Indonesia, melalui Admedika dan Telkomedika, telah bekerja sangat erat dengan pemerintah dan industri kesehatan untuk menghadirkan layanan kesehatan berkualitas di seluruh negeri.

“Produk dan solusi mClinica harus sesuai dengan inisiatif ini. Bersama-sama kita dapat memperkenalkan model bisnis inovatif yang memungkinkan layanan kesehatan berkualitas lebih baik sekaligus mengurangi beban ekosistem pendukung. Kami sangat antusias untuk mendukung ekspansi pasar mClinica ke Indonesia seiring dengan inovasi kami dalam mengelola layanan kesehatan di negara ini”.

mClinica sendiri sudah tancap gas hadir di Indonesia sejak 2014 dengan badan hukum PT mClinica Health Solutions. Melalui platformnya, mClinica memungkinkan perusahaan farmasi multinasional terkemuka, pemerintah, LSM, dan institusi akademik untuk mendapatkan data yang sebelumnya tidak dapat diakses dan menjalankan program pasien yang secara langsung menyentuh populasi di tingkat apotek lokal. Sesuai dengan misinya yang ingin menyatukan apotek dunia untuk mengubah data kesehatan global dan memajukan kesehatan pasien.

Mengutip dari Suara.com, mClinica memiliki salah satu solusi berbasis aplikasi bernama SwipeRx yang sudah hadir di enam negara (Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja) dengan total pengguna lebih dari 200 ribu apotek. Aplikasi ini merupakan komunitas yang dibentuk mClinica untuk para apoteker di Asia Tenggara dalam meningkatkan kapasitas digital di dunia farmasi dengan fitur edukasi, riset, marketplace, dan informasi.

Di dalam marketplace-nya, terdapat fitur SwipeRx Belanja yang memungkinkan pemilik apotek dapat lebih mudah melakukan pengadaan restock obat-obatan dengan lebih mudah. Pemilik apotek dapat menemukan produk apotek dengan cepat melalui fitur pencarian yang mudah digunakan, harga yang kompetitif, dan pengiriman yang lebih cepat. Fitur ini sudah bisa dinikmati di Pulau Jawa, mencakup Bandung, Cimahi, Cirebon, Semarang, hingga Surabaya.

 

JaPang Provides Grocery Supply Chain Innovation to Focus on Outside Java

The huge opportunity to disrupt the system of providing rice, chicken and eggs as staple food for the community has inspired Jaringan Pangan (JaPang) to present a breakthrough in the distribution system empowered by technology. In particular, JaPang serves lots of customers outside Java for its product and technology services. This startup officially launched in April 2021, targeting the B2B segment.

Jaringan Pangan Indonesia’s Founder & CEO, Benny Tjong said to DailySocial that the reason they focus on rice, chicken and eggs is because the products has a large volume. For rice alone, the market opportunity is recorded at around $22 billion per year.

“Aside from volume basis, these products are not easily rotten. Rice is guaranteed as a lifetime product, while we sold frozen chicken, it can stay longer. Likewise for eggs, which mostly have at least 30 days shelf life from its laying,” Benny said.

Partnership with local farmers

In order to provide these products, JaPang has established partnerships with local farmers. It is expected to give them direct access to the target market, which is still difficult. At least 350 rice farmers have joined, 100 chicken farmers and 20 chicken egg farmers. JaPang also has 45 B2B clients in various cities.

“We also sell complimentary products such as cooking oil and sugar. We developed our private label for all of these products. These products are also complementary to basic food products,” Benny added.

Focusing on cities outside Java, JaPang claims to have covered most cities in Kalimantan. They also target Sulawesi, Maluku and Papua. In particular, JaPang has several revenue streams, B2B for distributors and agents, as well as B2B2C specifically for retail and their flagship initiative, “Jawara” (JApang WARung RAkyat).

Jawara for B2B2C

In addition to bridging the distributors and agents needs, JaPang helps them distribute and sell all products. Apart from having partners in various areas and even in several cities that are included in the primary city category, JaPang will open its own depot, all of which are managed by the JaPang team. This is related to the company’s next step to develop the B2B2C segment, Jawara.

“We present Jawara for SMEs by creating a social impact for those novice entrepreneurs who want to star a business. In terms of capital, we will provide capital in the form of stock by selling rice, eggs and chicken,” Benny said.

He added that they also partnered with several financial institutions to provide capital. It is expected that more partners from other financial institutions will join JaPang to help the Jawaras.

This latest initiative is still concentrated in the Greater Jakarta area. However, JaPang targets to expand throughout Indonesia in the future. In the first quarter of 2022, they target to reach around 10 thousand Jawaras.

In order to simplify the process, JaPang will be managing the launched depots. In the future, the it can be functioned as a dark store (that only serves online transactions) and will adopt an omnichannel strategy for pick up or delivery. Currently, JaPang has 5 depots in Jabodetabek and 5 others outside Java.

“Currently, we have reached more than 100 Jawaras in Jabodetabek and it is estimated to reach 500 this month. In January 2022, Jawara is to expand to Surabaya, followed by other big cities,” Benny said.

Fundraising plan

To date, JaPang has secured seed funding with a total value of $500 thousand or equivalent to 7.1 billion Rupiah. This amount is a combination of the founders’ investment and fresh funds from several angel investors. In order to accelerate business growth and expansion plans, JaPang is currently in the process of finalizing the pre-series A fundraising. If it goes well, JaPang will announce the news at the end of January 2022.

In addition to fundraising, JaPang is currently developing an app. It has been launched for B2B clients, but since it is still difficult to adopt them online, this app is currently available for internal. In the future, JaPang will develop an app for all partners to buy products, as well as for Jawara and the end consumers.

“It’s not exclusive for Jawara, buyers will be able to find out where the nearest Jawara is. Everything is currently under development forthe app,” Benny added.

In 2022, JaPang will focus on introducing Jawara to the wider market. This includes acquiring more Jawaras, especially those who are affected by the pandemic and want to earn additional income by joining Jawara. The logistics development alone is part of the company’s roadmap. They are currently utilizing third party logistics.

“Our focus remains on B2B and Jawara clients, as well as how we can have food security and help SMEs have economic resilience,” Benny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

JaPang Hadirkan Inovasi “Supply Chain” Produk Bahan Pangan, Fokus di Luar Jawa

Besarnya peluang untuk mendisrupsi sistem penyediaan beras, ayam, dan telur sebagai bahan pangan pokok masyarakat, dimanfaatkan oleh Jaring Pangan (JaPang) untuk berinovasi menghadirkan terobosan sistem distribusi yang diberdayakan teknologi. Secara khusus JaPang banyak melayani pelanggan di luar Jawa untuk layanan produk dan teknologi mereka. Menyasar segmen B2B, startup ini resmi meluncur bulan April 2021 lalu.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Jaring Pangan Indonesia Benny Tjong mengungkapkan, alasan mereka untuk fokus kepada beras, ayam, dan telur adalah karena memiliki volume yang sangat besar. Untuk beras sendiri tercatat dalam peluang pasar bisa mencapai sekitar $22 miliar per tahunnya.

“Selain basis volume,  kami melihat produk tersebut memiliki ketahanan dalam waktu yang cukup lama. Untuk beras sudah terjamin sebagai lifetime product, sementara untuk ayam karena kami menjual dalam bentuk beku bisa memiliki daya tahan yang lama. Demikian juga untuk telur, yang kebanyakan memiliki daya tahan selama 30 hari semenjak bertelur,” kata Benny.

Jalin kemitraan dengan petani lokal

Untuk menyediakan produk tersebut, saat ini JaPang telah menjalin kemitraan dengan petani lokal. Harapannya bisa memberikan akses langsung mereka kepada target pasar, yang selama ini masih sulit untuk dilakukan. Sedikitnya sudah ada 350 petani padi yang bergabung, 100 peternak ayam, dan 20 peternak telur ayam. JaPang juga telah memiliki 45 klien B2B di berbagai kota.

“Kami juga menjual complimentary product seperti minyak goreng dan gula. Semua produk tersebut kami buat sendiri mereknya melalui private label. Produk tersebut turut melengkapi menjadi produk sembako,” kata Benny.

Fokus kepada kota-kota di luar pulau Jawa, saat ini JaPang mengklaim telah menjangkau sebagian besar kota di pulau Kalimantan. Pulau lain yang juga disasar di antaranya adalah Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Secara khusus JaPang memiliki beberapa revenue stream, yaitu B2B untuk distributor dan agen, juga B2B2C khusus untuk ritel dan inisiatif unggulan mereka, “Jawara” (JApang WArung RAkyat).

Kembangkan Jawara untuk B2B2C

Selain menjembatani kebutuhan distributor dan agen, JaPang juga turut membantu mereka mendistribusikan dan menjual semua produk. Selain sudah memiliki mitra di berbagai area dan bahkan sudah ada di beberapa kota yang masuk dalam kategori primary city, JaPang akan membuka depo sendiri yang semuanya dikelola sendiri oleh tim JaPang. Hal tersebut diklaim ada kaitannya dengan beberapa strategi ke depan perusahaan untuk mengembangkan segmen B2B2C yaitu Jawara.

“Jawara kami hadirkan untuk pelaku UKM dengan menciptakan suatu social impact untuk mereka yang ingin memiliki usaha tapi tidak mengetahui bagaimana cara memulainya. Bagi mereka yang tidak memiliki modal akan kita berikan modalnya dalam bentuk stok dengan berjualan beras, telur dan ayam,” kata Benny.

Ditambahkan olehnya, untuk pembiayaan modal selain disediakan oleh JaPang sendiri, mereka juga bermitra dengan institusi finansial untuk menyediakan pilihan tersebut. Harapannya akan lebih banyak lagi mitra institusi finansial lainnya yang bergabung dengan JaPang membantu para Jawara.

Inisiatif baru ini masih terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek. Namun ke depannya JaPang menargetkan akan memperluas hingga ke seluruh Indonesia. Harapannya pada kuartal 1 tahun 2022 mendatang bisa merangkul sekitar 10 ribu Jawara.

Untuk mempermudah proses, nantinya JaPang akan mengelola depo-depo yang akan di buka sebelumnya. Depo tersebut ke depannya juga akan berfungsi sebagai dark store (konsep toko ritel yang hanya melayani transaksi secara online) dan akan mengadopsi strategi omnichannel yang bisa diambil langsung atau diantar. Saat ini JaPang telah memiliki 5 depo di Jabodetabek dan 5 lainnya di luar pulau Jawa.

“Saat ini jumlah Jawara di Jabodetabek sudah mencapai 100 lebih jumlahnya dan diperkirakan akan mencapai 500 Jawara bulan ini. Bulan Januari 2022 mendatang rencananya Jawara akan merambah Surabaya, dilanjutkan dengan kota-kota besar lainnya,” kata Benny

Rencana penggalangan dana

Saat ini JaPang telah mengantongi pendanaan awal dengan total nilai $500 ribu atau setara 7,1 miliar Rupiah. Jumlah tersebut merupakan gabungan investasi para pendiri dan dana segar dari beberapa angel investor. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas rencana ekspansi, JaPang saat ini tengah dalam proses finalisasi penggalangan dana pra-seri A. Jika sesuai dengan rencana, dana segar tersebut bisa dikantongi oleh JaPang akhir bulan Januari 2022.

Selain penggalangan dana, JaPang juga masih mengembangkan aplikasi. Untuk saat ini aplikasi klien B2B sudah diluncurkan, namun karena masih sulitnya untuk mengadopsi mereka secara online, aplikasi tersebut masih digunakan secara internal. Ke depannya JaPang akan mengembangkan aplikasi yang bisa digunakan semua mitra untuk membeli produk, demikian pula untuk Jawara dan end consumer.

“Bukan hanya untuk para Jawara namun juga pembeli nantinya bisa mengetahui lokasi terdekat Jawara ada di mana. Semua masih dalam proses pengembangan untuk aplikasi,” kata Benny.

Tahun 2022 mendatang fokus JaPang masih ingin memperkenalkan Jawara lebih luas lagi. Termasuk di dalamnya menambah jumlah Jawara, terutama bagi mereka yang terdampak pandemi dan ingin mendapatkan penghasilan tambahan dengan bergabung menjadi Jawara. Pengembangan logistik sendiri juga menjadi bagian dari roadmap perusahaan. Saat ini mereka masih memanfaatkan logistik pihak ketiga.

“Fokus kita tetap kepada klien B2B dan Jawara, serta bagaimana kita bisa memiliki ketahanan pangan dan membantu UKM memiliki ketahanan ekonomi,” kata Benny.

Kopi Kenangan Bags 1.3 Trillion Rupiah Funding, Becoming Indonesia’s First New Retail Unicorn

Kopi Kenangan has closed its Series C’s first round of $96 million or equivalent to 1.3 trillion Rupiah. Along with the recent investment, the company also announced the “unicorn” status with valuation exceeding $1 billion. Kopi Kenangan is the first unicorn for a new retail business.

This round was led by Tybourne Capital Management, with the participation of previous investors including Horizons Ventures, Kunlun, and B Capital; and new investor Falcon Edge Capital. The fresh fund will be focused on expanding F&B brand to new cities in Indonesia. In addition, the company is also starting to explore the regional market.

“The investor’s suppport becomes a proof and motivation for us to continue focusing on store productivity by leveraging technology to deliver the best experience for every customer […] we are committed to rapidly expanding our reach to thousands of stores in Southeast Asia, while complementing our portfolio We provide products to meet market needs,” Kopi Kenangan’s Co-Founder & CEO, Edward Tirtanata said.

Based on our observation, Kopi Kenangan has raised a total $240 million from investors with the following details:

Date Stage Investor Value
October 2018 Seed Funding Alpha JWC Ventures $8 million
June 2019 Series A Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures $20 million
December 2019 Series A+ Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, Jonathan Neman, Sequoia Capital India $1,5 million
May 2020 Series B Sequoia Capital India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures $109 million
December 2021 Series C Tybourne Capital Management, Horizons Ventures, Kunlun, B Capital $96 million

The journey

Edward co-founded Kopi Kenangan with James Prananto (CBDO) and Cynthia Chaerunnisa (CMO) in 2017. They are targeting the gap in the Indonesian market, between expensive coffee served at international coffee chains and cheap instant coffee sold through stalls (warung).

Kopi Kenangan also utilizes technology to improve user experience, as well as increasing business agility with an online to offline strategy. Customers can easily order coffee through its app, either for home-delivery, or direct pick-up at one of Kopi Kenangan outlets in Indonesia.

Through the business model, Kopi Kenangan has rapidly growing. Over the past 12 months, the brand has served 40 million cups, targeting 5.5 million cups per month in Q1 2022. They currently managed 3,000 staff in more than 600 outlets in 45 cities in Indonesia.

During the Covid-19 pandemic, Kopi Kenangan has proven its adaptability to the changing business climate and challenges. This step was taken by implementing new strategies, such as contactless booking request system that helps increase revenue growth and user base.

Local coffe-chain business

The positive feedback from the community of coffee products with the “grab and go” concept has crowded this industry. Based on DailySocial’s data, as of November 2021, there are over 4,500 coffee-chain distributed throughout Indonesia.

Some of the businesses are now optimizing digital platforms to improve their business and customer experience, including Kopi Kenangan, Fore Coffee, and JIWA Group which recently announced funding.

According to research (MIX, 2020), 40% of coffee customers in Indonesia are starting to switch to grab & go outlets. This is due to shifting from instant coffee, as consumers want a higher quality drink — as well as pairing it with complementary snacks.

The grab & go concept alone is very dependent on the outlets, although some are only used as production sites (without dine-in). For this reason, Kopi Kenangan-like startups are indeed asset-heavy, it requires a large investment in order to significantly accelerate the business.

Applications are designed to connect consumers with outlets, taking them from online to offline – or vice versa. This model is quite efficient, as companies can also take advantage of data obtained from consumer habits recorded in the application, therefore, they can offer products and services in line with its market share. In terms of consumers, the convenience and value added make them willing to use the application.

Rank (Nov 2021) App Download Rating
6 Kopi Kenangan 1 million+ 4,6
13 Boba Ceria 100 thousand+ 4,3
17 Chatime Indonesia 500 thousand+ 4,5
21 JIWA+ 100 thousand+ 4,7
22 ISMAYA 100 thousand+ 4,4
24 Fore Coffee 100 thousand+ 4,6
61 Flash Coffee 50 thousand+ 4,6
92 KULO 10 thousand+ 1,7

In terms of business, based on a report compiled by Statista, revenue from the coffee business (roast coffee) will reach $9.5 billion this year. It is estimated to experience a CAGR growth of 9.76% until 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian