Bersama Gojek, Startup “Cloud Kitchen” Asal India Rebel Foods Siapkan Debut di Indonesia

Startup cloud kitchen asal India Rebel Foods dikabarkan tengah persiapkan debutnya di Indonesia, pasca memperoleh dana segar dari Gojek, melalui GoVentures, senilai total $5 juta (sekitar 70 miliar Rupiah) pada Juli 2019.

Cloud kitchen menjadi tren terkini karena mereka menambahkan unsur pengiriman yang cepat dengan brand restoran, memungkinkan mereka untuk scaling lebih cepat,” ujar Managing Director Sequoia Capital India G.V. Ravinshankar, dikutip dari Blooomberg.

Sequoia merupakan salah satu investor dari Rebel Foods dan Gojek.

Bersama Gojek, Rebel Foods akan membuka 100 cloud kitchen yang siap menyiapkan menu masakan biryani, pizza, makanan Tionghoa, dan nasi goreng dalam kurun waktu 18 bulan mendatang. Belum ada detail lebih lanjut mengenai informasi ini.

Berdasarkan pantauan DailySocial, Gojek sedang giat mencari kandidat yang siap ditempatkan untuk mengembangkan Go-Kitchen. Kemungkinan divisi baru ini yang akan menggarap bisnis cloud kitchen tersebut.

Selain Indonesia, Rebel Foods juga akan berekspansi Uni Emirat Arab dengan membuka 20 cloud kitchen di sana. Di India, Rebel Foods cukup mendominasi pasar. Ada 235 dapur tersebar di 20 kota di India dan mencakup 1.600 restoran.

Setiap harinya satu dapur memproses 60 pesanan saat jam makan siang, jumlahnya meningkat tiga kali lipat ketika akhir pekan. Rebel Foods memproduksi 2 juta pesanan tiap bulannya.

Konsep cloud kitchen masih sangat baru di Indonesia, sehingga belum ada yang menjadi pemain dominan. Beda halnya ketika membandingkan kondisinya di India, Tiongkok, Amerika dan Eropa. Ia menghadirkan lebih dari satu brand dalam satu dapur, memudahkan konsumen memilih jasa pengantaran makanan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pemain lokal yang mulai menyeriusi segmen ini adalah Pesendulu.com di bawah CRP Group, pemegang brand restoran kekinian Warunk Upnormal.

Kompetitor terdekat Gojek, Grab telah lebih dahulu terjun ke cloud kitchen untuk mempercepat layanan GrabFood sejak akhir 2018. Sejauh ini ada empat lokasi GrabKitchen di Jakarta, yakni Cideng, Kramat, Tendean, dan Kedoya.

Dengan konsep ini, merchant terpilih dari lokasi manapun bisa memanfaatkan dapur yang disediakan Grab tanpa perlu menyediakan fasilitas dine in maupun take away karena pesanan hanya bisa datang melalui GrabFood.

Application Information Will Show Up Here

[Panduan Pemula] Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi

Cara kirim komplain ke CS Go-Jek berbeda-beda tergantung problem yang Anda alami. Untuk komplain ke driver tertentu, misalnya melaporkan perilaku yang tidak sopan, maka Anda akan disuguhi pelaporan via telepon. Sedangkan untuk pelaporan terkait pembayaran, biasanya hanya menggunakan metode email karena membutuhkan nomor transaksi, waktu dan lain sebagainya.

Untuk memberikan pelayanan terbaik, salah satunya adalah memudahkan pengguna mengajukan komplain, Go-Jek sudah menyediakan portal khusus yang mencakup hampir semua layanan.

  • Pertama, jalankan aplikasi GoJek kemudian klik Account atau Akun, lalu klik Help atau Bantuan.

Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi (1)

  • Selanjutnya, pilih jenis layanan yang sedang dipermasalahkan. Di kasus ini saya memilih GoPay.

Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi (5)

  • Contoh, ini problem yang cukup sering dialami pengguna GoJek, yaitu topup GoPay yang tak kunjung sampai. Maka, scroll dan tap opsi I havent receive my GoPay Topup.

Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi (4)

  • Laman selanjutnya akan menampilkan informasi dasar dan solusi atas permasalahan Anda. Tetapi, jika Anda ingin langsung ke customer service, tap saja tombol Email us, its free.

Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi (2)

  • Nah, di sinilah Anda jelaskan kronologi dan permasalahan yang sedang Anda hadapi. Karena ada kolom id transaksi, maka sebelum mengirimkan komplain, ada baiknya anda catat dahulu di kertas agar lebih mudah.

Cara Kirim Komplain ke Go-Jek via Aplikasi (3)

  • Terakhir, klik tombol Send untuk mengirimkan komplain ke layanan pelanggan Go-Jek.

Kecepatan respon yang diberikan akan sangat beragam, tergantung seberapa kompleks keluhan yang Anda sampaikan. Tapi, dari pengalaman saya, respon awal CS Go-Jek sangat cepat, dan hasilnya bisa dilihat dalam 2×24 jam.

GoPay Resmi Jadi Opsi Pembayaran di Google Play

GoPay mengumumkan telah tersedia sebagai opsi pembayaran terbaru di Google Play Store, melengkapi opsi lainnya yang sebelumnya telah tersedia, yakni pembayaran dengan pulsa, pembelian voucher saldo Google Play, dan kartu kredit.

Kehadiran GoPay ini, tak lain merupakan salah satu realisasi dari investasi yang dikucurkan Google ke Gojek pada awal tahun lalu.

SVP Digital Product Gopay Timothius Martin menerangkan kerja sama GoPay dan Google Play merupakan pertama kalinya terjadi dengan uang elektronik di Indonesia. Selama ini pembayaran dengan kartu kredit di Google Play menjadi paling umum digunakan, padahal baru sebagian kecil saja masyarakat Indonesia yang memiliki kartu kredit.

“Di sini, kami ingin memberikan akses yang lebih mudah bagi mereka yang tidak punya kartu kredit agar tetap bisa menikmati berbagai aplikasi dan hiburan yang tersedia di Google Play,” terangnya.

Saat ini terdapat sekitar 150 juta pengguna internet di Indonesia dengan 90% di antaranya adalah pengguna smartphone. Sebanyak 91% pengguna smartphone di Indonesia menggunakan sistem operasi Android. Adanya GoPay di Google Play memudahkan pengguna Android untuk berbelanja aplikasi atau in-app purchase tanpa pakai kartu kredit.

Bicara potensi belanja aplikasi di platform seperti Google Play terbilang cukup fantastis. Menurut data yang dikutip Timothius, total pengeluaran masyarakat Indonesia untuk belanja aplikasi mobile tahun lalu mencapai $313,6 juta (lebih dari 4,3 triliun Rupiah).

Google Play sendiri mengalami peningkatan jumlah unduhan sebesar 15,4% pada awal tahun ini. Aplikasi yang paling banyak diunduh adalah media sosial. Gim masih menjadi daya tarik utama untuk belanja aplikasi atau in-app purchase. Transaksi gim di Google Play tumbuh 16,8%.

Tidak hanya mendukung gim yang diterbitkan publisher internasional, Timothius berharap GoPay dapat mendukung perkembangan aplikasi dan gim dari penerbit lokal.

Melihat potensi industri gim yang besar, perusahaan juga secara aktif terlibat sebagai sponsor ajang esport seperti PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2019, Mobile Legends: Bang Bang Professional League Season 2, dan EVOS E-Sports.

Secara online, GoPay sudah tersedia di sejumlah situs e-commerce, termasuk Blibli, JD.id, Kompas, Sociolla, Gogobli, dan iLotte.

Secara fitur, GoPay menyediakan layanan PayLater bekerja sama dengan Findaya untuk opsi pembayaran di berbagai layanan Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Gofleet Mulai Beroperasi, Solusi Bagi Mitra Go-Car yang Tak Punya Mobil

Solusi mobilitas Gofleet yang diusung Gojek dan PT Astra International Tbk (Astra) efektif beroperasi mulai hari ini. Gofleet menargetkan melepas 1000 mobil ke para pengemudi Go-Car hingga akhir tahun ini.

Peresmian operasional Gofleet ini dihelat di ajang GIIAS, BSD, Kamis, (18/7), siang. Pendiri dan CEO Gojek Nadiem Makarim dan Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto turut menghadiri acara tersebut.

Presiden Direktur Gofleet Meliza M. Rusli menuturkan, produk mereka ini ditujukan bagi mitra pengemudi Go-Car. Meliza mengklaim layanan ini akan mempermudah akses masyarakat yang tak memiliki mobil namun ingin bergabung dengan Go-Car.

“Solusi mobilitas buat mitra driver yang tergabung dalam Go-Car. Kami memberikan kendaraan kepada semua mitra kami,” ujar Meliza.

Konsumen dalam bisnis patungan Gojek dan Astra ini adalah para pengemudi Go-Car. Untuk memperoleh mobil dari Gofleet ini, mitra pengemudi Go-Car membayar biaya komitmen sebesar Rp1,5 juta saat baru bergabung. Setelahnya, mereka membayar biaya berlangganan sebesar Rp1.180.000 setiap pekan.

Direktur Gofleet Pandu Adi Laras menerangkan, keikutsertaan mitra pengemudi dalam layanan ini dapat terus berlanjut selama mereka membayar biaya berlangganan yang akan ditagih secara harian.

“Kalau dia mau melanjutkan berlangganannya, baru dia bayar lagi,” ucap Pandu.

Konsepnya mirip dengan skema pengemudi dan perusahaan taksi. Dengan biaya tersebut, Gofleet menjamin fasilitas perawatan mobil, servis kendaraan, asuransi, hingga pemasangan layar LED untuk ruang beriklan di dalam mobil.

“Dan yang terpenting adalah mereka bisa dapat akses untuk tambahan pendapatan karena kan kendaraan yang mereka bawa sekarang sudah ada LED-nya, dari monetisasinya mereka dapat uang,” imbuh Pandu.

Saat ini hanya ada dua tipe mobil yang disediakan Gofleet, yakni Avanza dan Xenia. Mereka menargetkan ada 1000 mobil yang terserap lewat layanan tersebut.

Gofleet ini merupakan hasil kerja sama antara Astra dan Gojek lewat perusahaan joint venture mereka, yakni PT Solusi Mobilitas Bangsa. Perusahaan patungan itu resmi dibentuk pada Maret 2019, ketika Astra kembali menyuntikkan investasi sebesar US$100 juta atau setara Rp1,4 triliun. Total investasi dari Astra untuk Gojek mencapai US$250 juta atau Rp3,5 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Visa Gets Involved in Gojek’s Series F Funding

Visa today (7/17) announced to take part in Gojek’s series F funding. There’s no further information of the amount, both companies are to collaborate for non-cash payment options in Southeast Asia.

“We’re glad to have this partnership, Visa and Gojek shared the same vision. We (Visa and Gojek) wants to make your daily life easier by facilitating people to pay and be paid,” Visa’s Regional President APAC, Chris Clark.

Visa is to take more chances with Gopay for collaborations, including to expand coverage for unbankable and SMEs. It was also said by Go-Pay’s CEO, Aldi Haryopratomo. He wants to include Visa in adopting the developing payment platform for better reach throughout Southeast Asia.

Earlier in the same month, Siam Commercial Bank is said to participate in Gojek’s funding. The Series F round aims for $3 billion, participated also from JD, Tencent, Google, Astra International, Mitsubishi Corporation, Siam Commercial Bank, and Visa.

High-tension business competition

Another point of view to consider is about those competing in the super app game with the ambition to win the SEA market. Grab has announced a deal with Mastercard for strategic partnership in terms of payment last October. The first step is to launch a virtual credit card targeting Grab’s users in Southeast Asia.

In terms of Thailand’s digital market, Siam Commercial Bank prefers to invest in Gojek, while Kasirkornbank has participated in Grab’s fundraising. It’s getting more relevant when Yamaha Motor invests in Grab and Mitsubishi Motor to Gojek.

Super app has become a magnet that attracts companies to strive for winning the moment of tech consumer’s shifting trend with Gojek and Grab as the “vehicle” in the regional transition.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Visa Umumkan Keterlibatannya dalam Pendanaan Seri F Gojek

Hari ini (17/7) Visa mengumumkan telah terlibat dalam putaran pendanaan seri F yang tengah digalang Gojek. Tidak diinformasikan mengenai nominal yang diberikan, nantinya kedua perusahaan akan bekerja sama menyediakan opsi pembayaran non tunai bagi konsumen di Asia Tenggara.

“Kami sangat senang dengan kemitraan ini, karena Visa dan Gojek dapat berbagi tujuan bersama. Kami (Visa dan Gojek) ingin membuat kehidupan sehari-hari lebih nyaman dengan memudahkan orang untuk membayar dan dibayar,” ujar Regional President APAC Visa Chris Clark.

Nantinya Visa akan lebih banyak menggarap prospek bersama unit usaha Gopay, termasuk memperluas cakupan layanan untuk unbankable dan UKM. Hal tersebut turut disampaikan CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo. Bersama Visa ia ingin membawa platform pembayaran yang dikembangkan agar lebih terjangkau di seluruh kawasan Asia Tenggara.

Sebelumnya, di bulan yang sama, Siam Commercial Bank juga disebutkan berpartisipasi dalam pendanaan Gojek. Pendanaan putaran Seri F kali ini, yang menargetkan dana hingga $3 miliar, setidaknya telah memperoleh partisipasi dari JD, Tencent, Google, Astra International, Mitsubishi Corporation, Siam Commercial Bank, dan Visa.

Persaingan bisnis yang semakin menarik

Sudut pandang lain yang juga layak disimak ialah mengenai persaingan bisnis para pendukung super app yang berambisi menguasai pasar Asia Tenggara. Sekitar bulan Oktober 2018 lalu, Grab mengumumkan deal bersama Mastercard untuk memulai kerja sama strategis di bidang pembayaran. Realisasi awalnya dengan meluncurkan kartu kredit virtual yang menyasar pengguna Grab di Asia Tenggara.

Khusus pasar digital di Thailand, Siam Commercial Bank memilih berinvestasi ke Gojek, sedangkan Kasikornbank telah berpartisipasi dalam pendanaan Grab. Menjadi makin relevan saat membandingkan investasi Yamaha Motor ke Grab dan Mitsubushi Motor ke Gojek.

Super app seakan-akan telah menjadi magnet tersendiri, menggugah setiap perusahaan untuk berbondong-bondong memenangkan momentum pergeseran tren konsumen teknologi dengan Gojek dan Grab menjadi “lokomotif” transisi tersebut di kawasan regional.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Jumps Into Online Insurance Business Through PasarPolis

Gojek introduces Go-Sure as its latest service targeting the online insurance industry. It’s still in beta version and available only for selected users. The service provided by PasarPolis online insurance and currently sell travel insurance products.

The possibility is high for Go-Sure to add new variants considering PasarPolis also has other products, such as vehicle insurance and gadget screen. The latest service is to tighten Gojek’s position as a super app.

PasarPolis synergy with Gojek becomes stronger after the series A funding involving Traveloka and Tokopedia last year. They also support gadget insurance for drivers and accidental insurance for all customers, either in Indonesia or other Gojek’s operational countries, Vietnam and Thailand.

The procedure is quite easy. Users only required to fill the flight type, destination, date, and profile. Payments can be made via bank transfer, credit card, or Go-Pay. It has two options, Rp17,500 or Rp35,000.

PasarPolis also provides instant claim as an added value. By entering the flight number, the system will automatically notify the customers of delay or any other issues. The claim supposed to be faster.

The lack of insurance penetration in Indonesia has become a stuffed cake to be taken seriously. Another unicorn startup, Traveloka, already provide travel insurance in its app, partners with Asuransi Simasnet. They also offer bundling products for each booking with Chubb insurance. Meanwhile, PasarPolis is available in JD.id, PegiPegi, and Citilink.

They also claim to handle more than 100 thousand travel insurance purchasing and hundreds of claims. In the Q4 of 2018, it has sold more than a million insurance policies.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gandeng PasarPolis, Gojek Masuk ke Bisnis Asuransi Online

Gojek mulai memperkenalkan Go-Sure sebagai layanan terbaru yang menyasar ranah asuransi online. Go-Sure masih bersifat beta dan belum tersedia untuk semua pengguna. Layanan ini disediakan asuransi online PasarPolis dan baru menjual produk asuransi perjalanan.

Besar kemungkinan Go-Sure menambah variasi produk di masa depan mengingat PasarPolis juga memiliki sejumlah produk lain, seperti asuransi kendaraan dan layar gadget. Kehadiran Go-Sure diharapkan makin mengukuhkan Gojek sebagai super app di berbagai layanan.

Keterikatan PasarPolis dengan Gojek cukup kuat pasca menjadi investor bersama Traveloka dan Tokopedia di pendanaan Seri A tahun lalu. PasarPolis juga mendukung asuransi gadget untuk mitra pengemudi dan asuransi kecelakaan untuk setiap penumpang yang memanfaatkan layanan transportasi Gojek, baik di Indonesia maupun wilayah operasional Gojek di Vietnam dan Thailand.

Pembelian asuransi di Gojek cukup mudah. Pengguna cukup mengisi jenis penerbangan, tujuan, tanggal penerbangan, dan identitas diri. Opsi pembayarannya mulai dari transfer bank, kartu kredit, atau Go-Pay. Pilihan harga per polis adalah Rp17.500 dan Rp35 ribu.

PasarPolis menyediakan fitur klaim instan untuk memberikan nilai tambah buat pengguna. Dengan memasukkan nomor penerbangan, nanti sistem perusahaan akan secara otomatis memberi tahu pengguna apabila terjadi delay atau hal lainnya. Pembayaran klaim diharapkan lebih cepat.

Masih minimnya penetrasi asuransi di Indonesia menjadi kue bisnis yang gurih untuk diseriusi. Startup unicorn lainnya, Traveloka, menyediakan pembelian asuransi perjalanan di dalam aplikasinya, menggandeng Asuransi Simasnet. Mereka juga menyediakan produk bundling untuk setiap pembelian tiket perjalanan dengan Asuransi Chubb. Sementara PasarPolis tersedia di JD.id, PegiPegi, dan Citilink.

PasarPolis mengklaim sejauh ini setiap bulannya membukukan lebih dari 100 ribu pembelian asuransi perjalanan dan ratusan pencairan klaim. Pada kuartal empat 2018, PasarPolis mencatatkan lebih dari satu juta polis asuransi terjual.

Application Information Will Show Up Here

Edy Sulistyo: “Menyelesaikan Isu Fundamental dalam Industri Hiburan bukanlah Perkara Instan”

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Belum lama ini ditunjuk sebagai CEO Gojek Entertainment, perjalanan Edy Sulistyo sebagai pebisnis tidaklah selalu mulus. Ia membangun beberapa bisnis lalu menuai exit sebelum membuka babak baru bersama startup decacorn Indonesia.

Edy memulai karir bisnisnya sejak masih duduk di bangku SMA. Ia mulai dikenal saat mendirikan layanan manajemen event bernama eEvent.

Setelah eEvent diakuisisi oleh perusahaan lokal Amerika, Ia pulang ke Indonesia untuk membangun Loket.com. Ia memutuskan untuk fokus dalam industri hiburan tanah air. Bisnisnya berjalan lancar sampai pada akhirnya Gojek datang dengan mengusung visi yang sama.

DailySocial membahas lebih lanjut mengenai lika-liku kehidupan berbisnis Edy Sulistyo dalam sesi Q&A. Berikut penggalan kisahnya:

Bagaimana pengalaman pertama Anda sebagai seorang pebisnis?

Saya mulai mengembangkan situs (dulu belum ada terminologi startup) bernama Kamus Online. Hal ini didorong kebutuhan akan kamus yang lengkap. Saya harus belajar untuk tes dan tidak ada pilihan lain kecuali membuat versi online kamus cetak. Ternyata, teknologi ini berguna bagi banyak orang. Yang saya lakukan adalah crowdsourcing kosakata dari kamus, ketika ada kata yang belum terdaftar, siapa saja bisa menambahkan dalam database. Situs ini akan terus berkembang dan semakin pintar. Pada saat itu, saya baru menyadari bahwa sedang membuat teknologi yang saat ini disebut machine learning. Seiring berjalannya waktu, Kamus Online menjadi semakin berkembang dan menjadi pilihan utama. Situs ini berjalan selama 8 tahun dari 1999 hingga 2007.

Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah langsung terpikir untuk memulai eEvent?

Belum, saya mengembangkan beberapa situs lain seperti Files upload yang berfungsi hampir seperti dropbox saat ini. Saya membuat itu karna seringkali mengalami kesulitan dalam mengirimkan data yang berukuran besar. Dalam menjalankan situs ini, hampir setiap hari saya berkutat dengan email dari institusi keamanan karena banyaknya yang meng-upload konten ilegal, belum lagi cease and desist letter yang menumpuk. Hal ini sangat megganggu, email datang bertubi-tubi, dimana ketika tidak dibalas akan semakin sering masuk dan beresiko menyudahi bisnis. Ini bertahan selama 6 sampai 8 bulan dengan 300 ribu pengguna sebelum saya memulai proyek baru bernama circlemail.com. Secara fundamental, situs ini diciptakan untuk mengatasi masalah keterbatasan ruang penyimpanan. Circlemail.com memiliki konsep unlimited storage menggunakan referensi dilengkapi dengan drive dan galeri foto.

Bertahun-tahun membangun dan menjalankan bisnis, apa saja yang Anda pelajari?

Kebanyakan hal-hal teknis, tapi yang tak kalah penting adalah kerasnya hidup sebagai seorang founder. Saya harus menjalankan layanan end-to-end sembari menyelesaikan studi. Itu adalah saat-saat tersulit untuk bisa fokus. Dari sisi Files upload, saya belajar bagamana mengatasi grey area. Sebuah hal yang kompleks mencakup pelanggaran hak cipta. Bahkan layanan komputasi awan sekelas Dropbox mengalami isu yang sama, namun teknologi masa kini semakin berkembang. Saat itu, kami hanya menggunakan teknologi yang ada.

Langsung saja memasuki pembahasan tentang eEvent, bagaimana awal mula Anda mengembangkan layanan ini?

Sederhana saja, co-founder saya sedang mengelola salah satu festival terbesar di Asia. Ia meminta bantuan, lalu kami dengan senang hati ikut berkontribusi. Ternyata, mereka masih menggunakan cara-cara konvensional untuk mengelola event dengan penonton tidak kurang dari 350.000 orang di akhir minggu. Lalu, kami pun berinisiatif untuk mengembangkan teknologi demi mempermudah prosesnya, saat itulah lahir eEvent. Kami turut mengelola beberapa acara di sekitar Columbus sebagai validasi bisnis sebelum memulai penggalangan dana.

eEvent adalah proyek pertama Anda yang melibatkan pendanaan VC. Mengapa butuh banyak dana? Coba ceritakan pengalaman pertama Anda dalam menggalang dana.

Bisa dikatakan, eEvent adalah startup pertama saya yang bukan single man show. Saya harus mempekerjakan orang, yang berarti memiliki tanggung jawab lebih besar. Pertimbangannya adalah model bisnis B2B2C membutuhkan banyak SDM untuk berkembang. Saat itulah saya rasa waktu yang tepat untuk penggalangan dana. Pendanaan pertama kami adalah sebuah keberuntungan. Seorang angel investor, ahli bedah plastik ternama di dunia dari Indonesia. Namun, memiliki investor yang tidak relevan ternyata bisa menjadi boomerang. Kami belajar banyak, bahwa untuk bisa berkembang juga harus strategis dalam memilih investor. Tidak lama setelah itu, kami mengadakan putaran awal dari institusi. Putaran ini lebih strategis karena pihak investor juga mengadakan semacam program inkubator. Kebetulan, kami juga memiliki kemitraan strategis dengan investor lokal bernama Ideasource.

Sebagai seorang mahasiswa Ilmu Komputer tanpa latar belakang finansial bisnis, bagaimana Anda bisa bertahan?

Ini adalah sebuah proses sebagai individu. Sebagai mahasiswa Ilmu komputer, saya cenderung introvert. Saya tidak suka berbincang dan lebih memilih duduk di depan layar komputer. Hal-hal ini menurut saya tidak signifikan, namun ketika membangun bisnis, semua menjadi berbeda. Yang menurut saya menarik, belum tentu menyenangkan di mata orang lain. Saya berfikir untuk menyederhanakan prosesnya tapi tidak semua orang peduli. Pelajaran terbesar adalah, kami membuat banyak kesalahan dalam desain program karena merasa tau apa yang diinginkan konsumen.

Apa yang membuat Anda berfikir untuk memperkenalkan eEvent di Indonesia?

Sekitar tahun 2009 adalah masa kejayaan startup lokal. Sesungguhnya, kami tidak pernah berniat untuk ekspand ke Indonesia. Namun, karna besarnya exposure dari startup lokal, Indonesia menjadi negara dengan pengguna kedua terbesar setelah US. Lalu, kami mulai bolak balik untuk merencanakan ekspansi. Sayang sekali, pasar yang berbeda memiliki budaya yang berbeda juga. Sistem kerja, pola pikir, segala proses yang kami atur menurut pasar US tidak bisa diimplementasikan di pasar Indonesia. Kami mencoba segala macam modifikasi, tapi pasarnya memang belum siap. Maka dari itu kami memutuskan untuk kembali dan fokus di pasar US.

Apa yang terjadi sebelum proses akuisisi? Mengapa Anda memutuskan untuk menjual bisnis ini?

Pada saat itu, kami sedang berkembang dan menjadi salah satu pemain terdepan di area midwest, terutama Ohio. Namun, segment B2B2C ini sangat tricky dari segi monetisasi dan tingginya burn rate. Meski mendapat keuntungan, dibandingkan dengan banyaknya uang yang dibakar, masih jauh dari positif. Kami harus mengadakan penggalangan dana di Silicon Valley, Los Angeles, bertemu dengan beberapa mentor ternama. Pada saat itu, pasar Amerika sedang dikuasai Evenbrite, dan ada satu waktu kami sangat dekat dengan kemungkinan akuisisi oleh Evenbrite. Tanpa diduga, salah satu perusahaan lokal bernama Envision Point datang dengan penawaran yang jauh lebih menarik. Saat itu kami exit sepenuhnya.

Sebagai seorang Founder, pastilah banyak pertimbangan dalam menjual bisnis. Apa yang menjadi visi Anda pada saat itu?

Kami selalu memiliki misi untuk melakukan sesuatu bagi Indonesia. Semua founder di US adalah orang Indonesia dengan pegawai lokal. Walaupun kita sudah bisa memasukkan Indonesia ke dalam peta dunia, masih terasa ada yang kurang. Jatuh bangun berkompetisi di pasar US demi apa? Uang mungkin salah satunya, tapi mimpi kami adalah membuat sesuatu yang lebih bermanfaat bagi Indonesia. Banyak hal yang jauh lebih besar di Indonesia bisa diatasi dengan teknologi. Sayang sekali kalau kita hanya melihat tanpa bertindak. Jika kita bisa membuat bisnis yang sukses di Amerika, alangkah lebih baik kita melakukannya di Indonesia. Visinya adalah untuk mempercepat penjualan. Mengadakan event yang sukses menjadi sulit karena kurangnya publikasi dan proses pemasaran yang masih jadul. Melihat ke depan, ada isu yang lebih besar daripada itu. Dalam hal keamanan, korupsi tiket, dan isu fundamental lainnya. Daripada hanya fokus menjual tiket, kami merasa tertantang untuk membuat disrupsi di industri hiburan keseluruhan.

Mengapa memilih industri hiburan / event?

Saya tidak pernah bermimpi menjadi raja event. Satu-satunya hal yang kami pedulikan adalah bagaimana menyelesaikan isu fundamental dalam event itu sendiri. Lalu, kami memutuskan untuk mengembangkan layanan end-to-end dalam industri ini, melibatkan TMS (Layanan Manajemen Tiket), sistem keamanan, untuk memastikan tidak ada celah untuk kecurangan. Kami menyadari bahwa solusinya bukanlah dengan mempercepat penjualan tiket tapi meningkatkan kualitas acara itu sendiri. Hal itu yang membuat sebuah bisnis bertahan dan mengembangkan industri keseluruhan.

Pastinya ada banyak pengalaman dalam menjalani bisnis, apakah Anda pernah melakukan kesalahan?

Jangan berasumsi dan utamakan validasi. Sebagai seorang dengan latar belakang teknisi, saya merasa harus berkomunikasi lebih banyak. Menyadari bahwa apa yang kita pikirkan ternyata salah adalah eureka moment bagi saya. Ketika saya membuat Loket, bisa saja mencontek dari eEvent. Namun, saya sadari hal itu tidak akan berhasil melihat budaya yang berbeda di sini. Masyarakat Indonesia lebih suka dilayani daripada melakukan self-service. Daripada memaksakan pemikiran kami, lebih baik menjalankan semua proses agar mereka bisa terima beres.

Bagaimana hari pertama Anda di Loket?

Kami memulai dengan tiga orang founder dan beberapa karyawan. Sesungguhnya kami melakukan proses pemasaran sebelum produknya jadi. Setelah melakukan berbagai analisis, kami menemukan bahwa orang rela mengeluarkan kocek lebih untuk hal ini. Bukan sesuatu yang menguatkan, tapi sebagai peredam.

Adalah suatu keharusan bagi seorang founder untuk terus menggalang dana, adakah yang bisa dibagikan dari pengalaman kedua Anda?

Sesungguhnya, kali kedua adalah penggalangan dana internal. Kami memiliki model bisnis B2B, pada dasarnya tergantung pada proyek dan sangat sederhana. Strategi bakar uang tidak lebih baik daripada fokus membangun bisnis yang bertumbuh. Pada akhirnya, yang kita inginkan adalah membangun bisnis yang nyata. Mimpi kami adalah untuk menyelesaikan masalah dan membuat disrupsi dalam industry dengan cara yang paling fundamental. Hal ini mengharuskan kami untuk memiliki sustainable business demi bisa menyelesaikan isu fundamental di Indonesia.

Apa yang menjadi mimpi paling buruk selama menjalankan Loket?

Pada awalnya, kami sangat frustrasi setiap kali menjalankan event. Situs tidak bisa diakses, miskomunikasi di mana-mana, pemesanan ganda, dan banyak lagi masalah yang menuai keluhan tak henti-henti. Seringkali terjadi pada acara besar, membuat sakit telinga dan pusing kepala. Selain itu, dari segi keamanan tidak luput dari cela, barang hilang, keterbatasan sinyal mengacaukan segalanya, adalah hari yang paling menyedihkan. Semua pengalaman menjadikan kami lebih baik, kami belajar banyak dari sisi bisnis dan teknologi. Dari segi sosial, kami belajar mengatasi masalah dengan cara yang paling manusiawi.

Bagaimana pendapat Anda tentang competitor?

Bagi saya, kompetitor tidak pernah menjadi masalah. Selama fokus kami adalah untuk memberikan pengalaman terbaik bagi konsumer, semua akan baik-baik saja.

Membahas hal yang lebih personal, bagaimana Anda bisa mengatur waktu bekerja dan berkeluarga?

Sangat sulit. Beruntung, saya bekerja di industri teknologi yang memungkinkan semua orang bekerja dimana saja. Hal baik dari melakukan pekerjaan yang Anda suka dan kagum adalah pekerjaan dan kehidupan menjadi dua hal yang sama. Terlebih, sangat penting memiliki pendamping yang sangat mendukung. Segala sesuatu yang terjadi baik dalam finansial atau manajemen waktu, selama melakukannya bersama-sama, bisa dihadapi.

Apakah Anda punya support system selain keluarga?

Teman-teman gereja. Menjadi founder startup sangatlah melelahkan. Seringkali timbul momen di mana saya ingin berteriak dan menyerah saja. Terkadang, beban terberat yang dihadapi bukanlah masalah personal tapi mencoba mengerti permasalahan orang lain. Beruntung, saya punya banyak orang yang berdoa untuk saya.

Bagaimana dengan cerita dibalik akuisisi Gojek?

Saat itu, Loket sudah siap untuk menyasar segmen B2C, kami mencoba melakukannya sendiri dan sangat sulit karena belum punya pengalaman. Sementara itu, Gojek memiliki platform B2C bernama Gotix yang juga adalah reseller kami. Kedua perusahaan saat itu sedang dalam zona aman, setelah menyelesaikan putaran pendanaan dari East Ventures. Setelah mengalami perbincangan serius dengan Founder dan CEO Gojek Indonesia Nadiem Makarim, kami menemukan satu visi yang sama. Untuk bisa mempercepat prosesnya, saya setuju untuk menjual dan bergabung dengan Entertainment unit Gojek Indonesia.

Bagaimana kelanjutan dari proses akuisisi sampai tercipta Gojek Entertainment? Apakah Anda puas dengan hasilnya?

Semua masih dalam progress, tapi secara personal, saya bahagia. Dalam percobaan disrupsi industri hiburan, kami menemukan banyak hal yang hilang, bukan hanya dari segi acara tapi juga dari industri perfilman. Mereka sudah mendapat dukungan dari pemerintah. Tetap hal ini mendorong kami untuk melakukan sesuatu. Sampai ada akhirnya memutuskan untuk memasukan industri perfilman dalam payung entertainment unit. Semua itu adalah proses belajar, tidak ada yang paling mengerti, industri ini sangat rumit. Pekerjaan kami tidak selesai sampai di sini, tapi kami bisa melihat kemana arahnya. Saya juga mendapat banyak antusiasme masyarakat dan pelaku industri.

Bagaimana tentang Go-Play dan kaitannya dengan visi Anda?

Dalam hal industri film, kami menempatkan Go-Play sebagai platform dimana kami menyediakan kanal untuk content creator. Sebagai sebuah platform, kami berharap bisa meningkatkan kualitas industri. Kebanyakan orang menganggap film Indonesia tidak layak. Sementara, beberapa terbilang cukup bagus dan bisa bersaing di kancah internasional. Sangat disayangkan jika tidak terekspos, kami mencoba memfasilitasi dan mendukung industri perfilman Indonesia.

Pada level Anda sekarang, apakah ada hal terkait rencana Gojek yang bisa dibagikan disini?

Gojek selalu fokus untuk memberi dampak dari sisi teknologi. Memasuki industri entertainment, misi tersebut menurun. Saat ini Go-Play masih dalam versi beta, kami ingin memastikan pengalaman yang tepat untuk konsumen. Ini adalah sebuah proses validasi.

Apa yang menjadi goal anda dalam beberapa tahun ke depan?

Saya sangat ingin menjadi bagian dari sesuatu yang berdampak besar daripada uang semata. Kita sekarang berada di masa dimana ada sesuatu yang lebih besar untuk dicapai. Saya personal merasakan hal ini sebagai salah satu cara memuaskan diri. Meninggalkan sebuah warisan, sesuatu yang membuat orang-orang di sekitar saya bangga dan bahagia.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian