ALAMI Raih Dukungan “Loan Channeling” 431 Miliar Rupiah dari Lendable [UPDATED]

Startup p2p lending syariah ALAMI mengumumkan dukungan loan channeling alias fasilitas pembiayaan dari Lendable, institusi penyedia pinjaman untuk negara berkembang asal Inggris. Lendable akan menyediakan plafon pinjaman hingga $30 juta (lebih dari 431 miliar Rupiah) sebagai fasilitas jaminan senior di bawah akad Wakalah bil Istithmar.

Kesepakatan ini akan memperkuat posisi ALAMI sebagai platform fintech yang menyediakan pembiayaan produktif berbasis syariah untuk UMKM. Diklaim, fasilitas dari Lendable ini menjadikan ALAMI sebagai startup fintech syariah pertama di Indonesia. Dalam portofolio Lendable, sebelumnya sudah menyalurkan pinjaman untuk KoinWorks dan Amartha.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani mengatakan, fasilitas ini akan disalurkan ke proyek-proyek UMKM di Indonesia melalui platform ALAMI, sehingga dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengisi kesenjangan pembiayaan produktif.

“Saat ini, ada kebutuhan pembiayaan dari UKM sekitar $165 miliar, namun baru $57 miliar yang terpenuhi, menyisakan celah yang cukup besar untuk diisi. Dengan fasilitas ini kami bertujuan untuk merangsang dan merevitalisasi sektor UKM, sebagai tulang punggung perekonomian nasional kita,” kata Dima.

Mengutip dari berbagai riset, dikatakan bahwa potensi industri halal sangat menjanjikan. Pada 2019, nilainya diperkirakan mencapai $2,2 triliun, termasuk sektor kuliner, farmasi, kosmetik, fesyen, dan pariwisata. Industri ini diproyeksikan meningkat menjadi $3 triliun pada 2023.

Selain itu, peringkat global Indonesia terus membaik, mencapai posisi ke-4 yang diukur oleh Global Islamic Economy Indicator (GIEI), setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Industri halal Indonesia merupakan peluang yang semakin menarik bagi investor internasional karena meningkatnya kesadaran para pemain ekosistemnya termasuk menyediakan pembiayaan untuk mendukung modal kerja dan belanja modal untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.

Pembiayaan untuk mendukung kebutuhan modal kerja dan belanja modal para inovator fintech seperti ALAMI membantu memenuhi permintaan yang terus meningkat akan solusi berbasis syariah yang berdampak.

Dia menilai, Lendable memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan perusahaan, yaitu membantu UKM memiliki akses pembiayaan dan fokus pada dampak sosial. Ia pun optimistis untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dan mempercepat pertumbuhan kinerja ALAMI tahun ini.

Chief Investment Officer Lendable Hani Ibrahim menambahkan, “Kami bangga telah menyelesaikan fasilitas pertama kami yang sesuai dengan syariah dan merasa terhormat telah bekerja dengan tim ALAMI pada pencapaian ini. Fasilitas Lendable akan memberi ALAMI skala dan kapasitas untuk tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan melalui kerja yang inovatif dan didukung teknologi. Solusi modal untuk sejumlah besar penerima manfaat yang kurang terlayani dan berdampak besar di seluruh Indonesia.”

ALAMI menargetkan setidaknya dua kali lipat volume pencairannya dari Rp 2,1 triliun, dan meningkatkan jumlah proyek UKM yang didanai, yang saat ini mencapai lebih dari 8.500 proyek. Adapun, per Maret 2022, perusahaan mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp2,19 triliun. Angka tersebut melonjak dari September 2021 sebesar Rp1 triliun.

Penyaluran pembiayaan terbesar disokong oleh sektor telekomunikasi sebesar 18,2% dari total penyaluran, diikuti oleh kuliner 14,6%, dan energi 13,2%. Sementara, untuk pendana (lender) ALAMI tumbuh sebesar 370% secara tahunan (year on year) dan jumlah pengguna aplikasi ALAMI mencapai lebih dari 83 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Kinerja positif ini masih tetap diikuti dengan kualitas pembiayaan yang baik, dengan TKB90 berada di level 100%, atau jika dianalogikan pada perbankan syariah dikenal dengan Non-Performing Financing (“NPF”) berada di level 0%.

Pendanaan debt di Indonesia

Lendable sebelumnya menjadi lender institusi di Amartha menggelontorkan fasilitas pinjaman sebesar $50 juta, sementara di KoinWorks sebesar $40 juta, yang terbagi menjadi dua tahap. Selain Lendable, ada beberapa lembaga lainnya yang juga memberikan dana serupa bagi fintech lending di Indonesia, misalnya Accial Capital untuk Pintek, Awan Tunai, dan Investree. Selain itu ada GMO Payament Gateway (Investree), Partners for Growth (Kredivo), dll.

Sebenarnya ada dua skema yang banyak diaplikasikan untuk menyalurkan dana dari institusi, yakni loan channeling dan venture debt. Skema pertama memang ditujukan bagi institusi seperti perbankan untuk menyalurkan dana kreditnya kepada UMKM melalui fintech lending. Banyak perbankan lokal yang mulai mengumumkan masuk ke ekosistem fintech lewat kerja sama ini. Terbaru ada BCA yang salurkan dana lewat iGrow.

Sementara venture debt/pendanaan debt sebenarnya sifatnya lebih strategis seperti untuk membiayai operasional dan growth – umumnya masuk berbarengan dengan pendanaan ekuitas dari pemodal ventura. Tapi tidak sedikit yang menggunakan dana yang diberikan untuk kembali disalurkan.

Selain yang sudah disebutkan, fintech lain yang sudah menerima pendanaan debt adalah Digiasia, Kredivo, Modalku, UangTeman, Akseleran, dan Modal Rakyat.

Application Information Will Show Up Here

Fokus danabijak Setelah Perolehan Lisensi dan Pendanaan External

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyebutkan bahwa fintech lending termasuk industri yang tergolong cepat pulih di masa pandemi ini. Studi yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2020 menunjukkan pertumbuhan volume transaksi sebesar 11% dan jumlah transaksi sebesar 13% pada perusahaan fintech global secara agregat.

Dalam rilis yang dikeluarkan Kominfo terkait industri fintech lending di Indonesia bulan Agustus lalu, disampaikan distribusi pinjaman yang diberikan sampai dengan Juni 2021 sudah menjangkau 25,3 juta masyarakat dengan total penyaluran dana sebesar Rp14.793 triliun.

Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum dapat pendanaan dari bank (unbanked) dan potensial untuk digarap perusahaan fintech. Salah satunya, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang belum terintegrasi dengan ekosistem digital.

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain yang menyasar pasar mikro seperti ini, sebut saja Modalku, Investree, Akseleran, juga danabijak yang pada tanggal 8 September 2021 lalu resmi mengantongi lisensi dari OJK.

Lisensi OJK

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, menurut pihak danabijak, OJK sedang berupaya keras untuk membangun industri jasa keuangan yang terukur (scalable) dan berkelanjutan.

Dalam upaya mereka baru-baru ini, OJK memberi tekanan lebih untuk menutup platform pinjaman fintech ilegal yang menyebabkan banyak masalah untuk pengguna dan industri, dan mereka terus mengatur batas suku bunga maksimum (interest rate cap) untuk menawarkan layanan yang lebih baik kepada para pengguna.

Sepanjang tahun 2021, sudah ada 42 fintech lending yang mengembalikan tanda terdaftarnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini membuat jumlah pemain fintech di tanah air tinggal 107 pemain per 8 September 2021.

CEO danabijak Markus Prommik mengungkapkan, “Dengan maraknya kehadiran pinjaman online yang ilegal, lisensi resmi dari OJK yang sudah didapat ini tentunya akan memperkuat posisi danabijak sebagai perusahaan fintech yang legal, kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat luas.”

Dengan ini, perusahaan melihat bahwa pasar fintech sedang mengalami perubahan dan akan menyesuaikan bisnis untuk terus memenuhi kebutuhan pengguna seperti membangun produk-produk keuangan digital yang disesuaikan dengan setiap segmen pengguna sebagai bentuk komitmen terhadap inklusi keuangan di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis

Setelah tiga tahun beroperasi, startup lending yang fokus pada pinjaman yang bersifat mikro ini berhasil mencatat pertumbuhan sebesar 4,5 kali untuk angka disbursement bulanan dalam waktu kurang dari setahun di tengah pandemi. Secara keseluruhan, perusahaan telah menyalurkan lebih dari 300,000 pinjaman ke lebih kurang 100,000 peminjam konsumtif dan produktif di Indonesia dan mempertahankan TKB90 di angka 95,55%.

Perusahaan mengakui, sumber dana yang digunakan kebanyakan datang dari institutional lender baik dari Indonesia maupun luar negeri. Namun, perusahaan belum bisa mempublikasikan informasi terkait jumlah dan institusi apa saja yang telah menyalurkan dana melalui platformnya.

Terkait penyaluran bulanan, saat ini danabijak telah menyalurkan lebih dari US$ 2,000,000 setiap bulannya “Target kami selanjutnya adalah mencapai US$ 10,000,000 penyaluran bulanan pada 2022.” tambah Markus

Terdapat berbagai metode pencairan dan pelunasan pinjaman dalam model bisnis fintech lending. Platform danabijak mengizinkan para penggunanya untuk melakukan pelunasan lebih awal tanpa biaya penalti guna menawarkan fleksibilitas serta menjadikan pinjaman sesuai dengan kebutuhan setiap pengguna.

Semua proses ini dijalankan secara aman sesuai dengan standar industri serta jaminan keamanan data pengguna yang ketat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Perusahaan juga menyediakan berbagai opsi seperti perpanjangan, restrukturisasi atau perubahan pada jadwal angsuran sehingga masyarakat dapat memahami kemampuan dalam membayar angsuran, mengatur pengeluaran bulanan mereka serta menerapkan literasi keuangan yang baik.

Selain itu, salah satu proposisi nilai yang ditawarkan danabijak yang membedakan dari perusahaan P2P lainnya adalah fokus kepada kesejahteraan finansial (financial well-being) dari seluruh pelanggan. Perusahaan saat ini masih fokus untuk menggarap kelompok underbanked dan pelaku UMKM.

Markus turut menyampaikan, “Kami juga selalu membagikan ilmu finansial dan memberikan pendidikan kepada setiap peminjam mengenai manajemen keuangan yang baik. Melalui produk digital finance, kami menemani pelanggan membangun sejarah kredit yang baik agar mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka.”

Target ke depan

Ketika disinggung mengenai rencana ke depan, timnya mengungkapkan bahwa visi dan tujuan utama perusahaan adalah untuk mempercepat akses kredit bagi 5 juta orang dan bisnis di Indonesia pada tahun 2025.

Dari sisi pendanaan, danabijak telah mengamankan pendanaan dari GK Plug and Play, buah dari program akselerator yang diikuti pada tahun 2018. Di pertengahan tahun 2021, perusahaan disebut telah membukukan pendanaan dari beberapa investor, di antaranya adalah Kristjan Kangro (CEO dari Change Invest), serta investor baru seperti Walter Marke de Oude (Founder & Chairman dari Singlife).

“Kami menginvestasikan dana dari hasil fundraising untuk mendorong pertumbuhan, pengembangan produk, dan peningkatan data science untuk menunjang kredit skoring. Sebagai contoh, saat ini kami sudah meluncurkan beberapa produk baru (contoh: Pinjaman cicilan 3-12 bulan) dan meningkatkan kapabilitas kredit skoring.”

Mengenai rencana masa depan, danabijak mengaku akan terus membentuk kemitraan, dalam hal layanan teknologi, dengan berbagai lembaga keuangan, bank, perusahaan pembiayaan (multi-finance), dan perusahaan teknologi. “Kami percaya bahwa kolaborasi dan upaya membangun sebuah ekosistem yang menguntungkan semua orang merupakan kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan Indonesia,” tutup Markus.

Application Information Will Show Up Here

Koinworks to Cast More Institutional Lenders, Focusing to Serve SMEs

Lendable pours another debt funding to KoinWorks. In 2020, the funds given were worth $10 million (equivalent to 149 billion Rupiah), the nominal has currently increased to $30 million or around 435 billion Rupiah. In Indonesia, Lendable also disbursed a similar loan to Amartha in February 2021 valued at 704 billion Rupiah.

Previously in April 2020, KoinWorks also announced the debt funding from two Europe-based financial institutions. As we contacted, the company refused to reveal its identity. In an interview, KoinWorks’ Co-Founder & CEO, Benedicto Haryono did say that collaboration with institutional lenders is one of his strategies, both from domestic and foreign institutions.

He explained that the company had obtained institutional lenders since early 2018, marked by the entrance of Saison Modern Finance. Furthermore, Bank Mandiri followed in the middle of the year. In 2019, Sampoerna and CIMB Niaga also joined.

Focused on SMEs

For the company’s next plan after receiving the fresh funds, KoinWorks’ CFO Mark Bruny said that his team will still focus on serving the SME market which has great potential in Indonesia. This strategic collaboration is also said to be a success thanks to the transparency and good communication that exists between KoinWorks and Lendable.

“We believe that digital SMEs that have become borrowers on our platform will be able to survive and even seize the opportunity to thrive from this pandemic. Lendable agrees and they believe in the ability of Indonesian Digital SMEs and KoinWorks’ ability to carry out this vision,” Mark told DailySocial.id .

Regarding a change in approval or additional requests from Lendable to KoinWorks through this second collaboration, Mark emphasized that the approval is likely remain. Through the 300% increase of loan amount, KoinWorks is expected to be able to accelerate the distribution funds to Indonesian SMEs.

The current number of KoinWorks’ disbursed funds in the second quarter of 2021 is exceed 1 trillion Rupiah to 300 thousand SMEs in Indonesia, a threefold increase compared to 2020. This indicates a significant development in this pandemic with many SMEs attending and pivoting to digital.

In a research by KoinWorks, it was revealed that SMEs using conventional and digital channels actually dominate the market with a share of 48% compared to SMEs that only use digital channels (40%) or conventional channels (12%). This digital transformation has succeeded in helping Digital SMEs not only survive but are able to thrive during the pandemic.

This transformation was also a major factor in the rise of the Digital SME Confidence Index to the level of 2.49 from the level of 2.37 at the end of last year and pushed us closer to the normal level, at the level of 3.00.

Potential of foreign investors in Indonesia

Mark also said, the high interest of foreign investors, in this case those who provide funds in the form of debt funding such as Lendable to Indonesia, is due to the large business growth in Indonesia, especially among SMEs. Indonesia has become the investors target, seen from the potential and incoming investment.

Was founded in 2015, Lendable Inc through fintech has channeled a lot of capital to people around the world. This is a good way to be able to provide access to financial services to the public. The direct entry of companies like Lendable to Indonesia has had a multiply effect on funding. By introducing foreign investors to Indonesia, it opens up opportunities for other fintech services in Indonesia to raise fresh funds.

“As the current most advanced platform, we are lucky to be able to make this deal and help the ecosystem by introducing strong players while introducing Indonesia globally,” Mark said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Terus Tambah Jajaran Lender Institusi, Fokuskan Layanan ke UKM

Lendable kembali menyuntikan pendanaan debt kepada KoinWorks. Jika tahun 2020 lalu dana yang diberikan senilai $10 juta (setara 149 miliar Rupiah), kini nominalnya bertambah menjadi $30 juta atau sekitar 435 miliar Rupiah. Di Indonesia, Lendable juga mengucurkan pinjaman serupa kepada Amartha pada Februari 2021 lalu dengan nominal 704 miliar Rupiah.

Sebelumnya pada April 2020, KoinWorks juga mengumumkan perolehan pendanaan debt dari dua institusi finansial asal Eropa. Ketika kala itu dihubungi, perusahaan enggan menyampaikan indentitasnya. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono memang mengatakan bahwa kolaborasi dengan lender institusi menjadi salah satu strateginya, baik dari institusi dalam ataupun luar negeri.

Dia menjelaskan perusahaan sudah menarik lender institusi sejak awal 2018, ditandai dengan masuknya Saison Modern Finance. Lalu pada pertengahan tahun bergabung Bank Mandiri. Tahun 2019 juga bergabung Sampoerna dan CIMB Niaga.

Masih fokus ke UKM

Untuk rencana berikutnya setelah penerimaan dana segar tersebut, CFO KoinWorks Mark Bruny menyebutkan bahwa perusahaan masih akan fokus melayani pasar UKM yang memiliki potensi besar di Indonesia. Kerja sama strategis ini juga dibilang sukses berkat transparansi dan baiknya komunikasi yang terjalin antara KoinWorks dengan Lendable.

“Kami percaya UKM digital yang telah menjadi peminjam di platform kami akan dapat bertahan dan bahkan merebut kesempatan untuk berkembang dari pandemi ini. Lendable menyetujuinya dan mereka percaya pada kemampuan UKM Digital Indonesia dan kemampuan KoinWorks dalam menjalankan visi tersebut,” kata Mark kepada DailySocial.id.

Disinggung apakah ada perubahan persetujuan atau penambahan permintaan dari pihak Lendable kepada KoinWorks melalui kerja sama kedua ini, Mark menegaskan persetujuan masih sama. Melalui jumlah pinjaman yang mengalami peningkatan hingga 300% ini, diharapkan bisa mempercepat KoinWorks untuk menyalurkan dana tersebut kepada pelaku UKM di Indonesia.

Tercatat hingga saat ini KoinWorks telah menyalurkan pendanaan pada kuartal II tahun 2021 sebanyak lebih dari 1 triliun Rupiah kepada 300 ribu UKM di Indonesia dan naik tiga kali lipat dibandingkan tahun 2020. Ini menandakan perkembangan yang signifikan di pandemi ini dengan banyaknya UKM yang hadir dan pivot ke digital.

Dalam riset yang dilakukan oleh KoinWorks terungkap, bahwa UKM yang menggunakan kanal konvensional dan digital ternyata lebih mendominasi pasar dengan porsi 48% dibanding UKM yang hanya menggunakan kanal digital saja (40%) atau kanal konvensional saja (12%). Transformasi digital ini telah berhasil membantu UKM Digital tidak hanya bertahan namun mampu berkembang di masa pandemi.

Adanya transformasi ini juga menjadi faktor utama naiknya Digital SME Confidence Index ke level 2.49 dari level 2.37 di akhir tahun lalu dan mendorong semakin dekatnya kita ke level normal, yaitu pada level 3.00.

Peluang investor asing ke Indonesia

Menurut Mark besarnya minat investor asing dalam hal ini mereka yang menyediakan dana dalam bentuk debt funding seperti Lendable ke Indonesia, karena besarnya pertumbuhan bisnis di Indonesia terutama kalangan UKM. Indonesia menjadi target dari para investor, dilihat dari potensi dan investasi yang masuk.

Diluncurkan tahun 2015 lalu Lendable Inc melalui fintech telah menyalurkan banyak permodalan kepada masyarakat di dunia. Ini merupakan cara yang baik untuk dapat memberikan akses layanan keuangan kepada masyarakat. Masuknya perusahaan seperti Lendable ke Indonesia secara langsung telah memberikan efek yang multiply untuk pendanaan. Dengan memperkenalkan investor asing ke Indonesia membuka kesempatan bagi layanan fintech di Indonesia lainnya mendapatkan dana segar.

“Sebagai platform yang paling terdepan saat ini menjadi beruntung bagi kami bisa melakukan deal tersebut dan membantu ekosistem dengan memperkenalkan pemain kuat sekaligus memperkenalkan Indonesia secara global,” kata Mark.

Application Information Will Show Up Here

Akseleran Kembangkan Produk Pinjaman Baru; Diversifikasi Dana Lewat Lender Institusi

Di awal tahun 2021, perusahaan teknologi p2p lending Akseleran mengumumkan pencapaiannya dalam menyalurkan pinjaman senilai Rp960 miliar sepanjang tahun lalu. Kinerja itu berhasil disalurkan meskipun Indonesia mengalami krisis seiring pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman di tahun 2020 mengalami peningkatan 91,3% year on year (yoy) di angka Rp155,9 triliun dibandingkan tahun 2019 sebanyak Rp81,49 triliun. Sementara itu, jumlah pinjaman yang disalurkan p2p lending tumbuh 16,43% yoy dari Rp13,14 triliun menjadi Rp15,31 triliun di 2020.

Co-Founder & CFO Akseleran Mikhail Tambunan dalam keterangan resmi menyampaikan, “Secara kumulatif, Akseleran sudah menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp1,9 trililun lebih kepada 2500 peminjam dan juga didukung oleh 150 ribu lebih pemberi pinjaman (lender) ritel atau perorangan yang tersebar merata dari Aceh hingga Papua.”

Ia turut menambahkan, terjadi peningkatan tren penyaluran pinjaman usaha Akseleran tiap bulannya dengan rata-rata mencapai sebesar Rp80-90 miliar. Di bulan Januari 2021, Akseleran berhasil menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp105 miliar atau berada di atas rata-rata penyaluran pinjaman.

Pengembangan produk

Dalam wawancara terpisah, Ivan Tambunan selaku Co-Founder & CEO Akseleran menyampaikan, pandemi yang terjadi di 2020 telah membuat perusahaan melakukan de-risking, yaitu pengurangan risiko yang menyebabkan perubahan peresentase dua produk andalan mereka, meliputi invoice financing (60%) dan pre-invoice financing (40%). Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pre-invoice financing yang cenderung lebih berisiko.

Meskipun demikian, perusahaan mengakui tetap menerapkan penilaian kredit yang prudent dengan fokus kepada cashflow calon borrower sebagai bagian dari mitigasi risiko. Langkah tersebut disinyalir berhasil menurunkan pencapaian total NPL Akseleran secara kumulatif di angka 0,13%.

Selain itu, Ivan juga menyampaikan bahwa perusahaan tengah mengembangkan solusi API-based loan origination system (LOS). Produk ini disebut seamless supply chain financing facilities. Konsepnya sama seperti pembiayaan modal kerja kepada mata rantai bisnis dalam rangka penyediaan pasokan barang/jasa dari pihak supplier, dalam hal ini adalah corporate anchor kepada pihak buyer.

Bersama solusi API ini, akan hadir juga produk baru yang disebut instant B2B digital commerce financing. Akseleran menargetkan kerja sama dengan platform digital B2B commerce , payment gateway, atau saluran pembayaran lainnya untuk mempermudah transaksi menggunakan fasilitas yang disediakan Akseleran. Sistemnya seperti paylater, namun spesifik untuk B2B.

Diversifikasi sumber dana

Pada hari ini (11/2) Akseleran baru saja mengumumkan PT Bank Jago Tbk sebagi salah satu institutional lenders dalam platformnya. Melalui kolaborasi sinergis ini, Bank Jago berkomitmen untuk menyalurkan pembiayaan produktif kepada para pelaku UMKM (borrower) melalui platform Akseleran sebesar Rp50 miliar yang akan dimulai pada Februari 2021.

Sebelumnya, sudah ada beberapa nama yang lebih dulu menjadi partner institui di Akseleran. Dari industri perbankan sudah ada Bank Mandiri, BCA, JTRUST, dan bank regional BPR SUPRA. Selain itu, ada juga Pegadaian, Mandiri Tunas Finance, KreditPlus, Ciptadana,dan beberapa multifinance yang ikut menjadi institutional lender.

Sampai saat ini, presentase jumlah penyaluran dana di Akseleran masih didominasi oleh ritel (70%); sisanya insititutional lender (30%). Bekerja sama dengan lebih dari 10 institutional lender, perusahaan berhasil menyalurkan dana sekitar $70m atau Rp979 miliar.

Pihaknya melihat kedepannya ada kemungkinan untuk komposisi ini bisa berubah menjadi 50:50 antara ritel dan institusi. Melihat pasar di luar, misalnya di Amerika Serikat atau Tiongkok, pada akhirnya yang mendominasi adalah institutional funding. Namun, menurut Ivan, pasar Indonesia sedikit berbeda. Investasi retail di luar sudah sangat banyak, sementara di Indonesia belum. Platform ini sendiri bertujuan untuk membuka akses bagi masyarakat bisa mengembangkan dananya. Hal ini yang dirasa Ivan menjadi unique market.

“Menurut saya, retail market akan tetap ada, mungkin ke depannya bisa lebih sedikit tetapi kita akan tetap maintain marketplace konsep kita. Ketika pandemi melanda, institutional lender mulai menarik diri, apa jadinya kalau tidak ada retail? Hal ini menunjukkan pentingnya diversifikasi sumber dana,” jelas Ivan.

Saat ini Akseleran disebut sedang terlibat penggalangan dana putaran seri B yang ditargetkan bisa selesai di Q1 2021. Tidak disebutkan siapa saja yang terlibat, namun pihaknya menyatakan dukungan dari investor sebelumnya tetap kuat.

“Targetnya, kita ingin bisa scale-up 10x lipat dari volume kita saat ini dalam waktu 2-3 tahun. Harapannya, di akhir tahun 2021, kita sudah bisa sustainable dengan cashflow positif,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here

Accial Capital Kembali Berikan “Debt Funding” untuk Fintech Lokal, Giliran Pintek Terima 298 Miliar Rupiah

Pintek sebagai startup pengembang layanan pembiayaan khusus untuk pendidikan, hari ini (11/1) mengumumkan perolehan debt funding senilai $21 juta atau setara 298 miliar Rupiah dari Accial Capital, sebuah investor private debt asal Amerika Serikat.

Sederhananya, debt funding ini memungkinkan sebuah startup pembiayaan untuk memiliki dana pinjaman lebih guna disalurkan. Istilah lainnya, investor yang tergabung biasa disebut dengan “lender institusi”. Praktik ini cukup lumrah di lingkungan fintech lending, mengingat kebutuhan untuk mengakselerasi pertumbuhan dan ekspansi.

Accial Capital sendiri bukan investor baru di ranah tersebut, sebelumnya mereka sempat menyuntikkan dananya ke Investree senilai 213 miliar Rupiah dan Awan Tunai senilai 290 miliar Rupiah. Ketiga startup yang diinvestasi memiliki fokus berbeda; Pintek di pendidikan, Investree ke UMKM, dan Awan Tunai ke pembiayaan rantai pasokan.

Perusahaan lokal, khususnya perbankan, juga mulai banyak terlibat menjadi lender institusi. Secara pangsa pasar cakupannya beda, fintech lending banyak fokus ke kalangan unbankable yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia – sehingga justru menjadi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan bank.

Institutional Lender Fintech Indonesia

Pintek sendiri, menjelang akhir tahun 2020 baru saja mengumumkan pendanaan lanjutan dari Finch Capital dan Accion Venture Lab. Disampaikan total pendanaan yang sudah didapat perusahaan sejauh ini mencapai 70 miliar Rupiah. Sejak beroperasi di tahun 2018, Pintek telah menyalurkan pinjaman hingga 83,3 miliar Rupiah.

Selain Pintek, di Indonesia juga sudah ada beberapa layanan fintech serupa, menyasar akademisi dan institusi pendidikan; di antaranya Danadidik, Cicil, dan KoinPintar dari Koinworks.

“Berada dalam situasi yang penuh tantangan saat ini, lembaga pendidikan perlu mengadaptasi teknologi untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh bagi siswa. Namun, karena kurangnya sumber daya keuangan, implementasi teknologi di sektor pendidikan  menjadi tantangan. Kami membuat produk untuk membantu ekosistem pendidikan Indonesia pada titik kritis saat ini,” ujar Co-Founder Pintek Ioann Fainsilber.

Kencangkan Kolaborasi dengan Portofolio, BRI Agro Kini Jadi Lender Institusi TaniHub

Startup agritech TaniHub Group mengumumkan kolaborasi bisnis dengan BRI Agro demi meningkatkan kesejahteraan petani dengan pemberian akses pendanaan, sarana produksi, hingga jaminan penjualan hasil pertanian.

Dalam keterangan resmi, sebagai langkah awal dari kolaborasi ini, anak usaha TaniHub yang bergerak di p2p lending TaniFund akan mendapat akses pembiayaan dan pengadaan sarana distribusi kepada para petani dengan menyalurkan kredit dari BRI Agro. Hal ini sekaligus menandakan BRI Agro sebagai salah satu jajaran lender institusi yang bergabung di TaniFund.

Oleh karena itu, para petani binaan TaniFund dapat membeli bibit, pupuk, hingga sarana produksi lainnya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produk mereka. Harapan besarnya, melalui pendekatan digital, petani dapat membeli berbagai kebutuhan produksi bersubsidi melalui aplikasi ataupun laman situs TaniHub.

Sebelumnya BRI Agro juga melakukan kerja sama serupa dengan Modal Rakyat (perusahaan di bawah naungan Fazz Financial). Seperti diketahui, baik TaniGroup ataupun Fazz Financial merupakan portofolio dari BRI Ventures.

CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan menuturkan, kemitraan antara kedua perusahaan ini dapat membawa peran besar dalam peningkatan kesejahteraan petani Indonesia melalui akses pembiayaan. “Petani tidak perlu lagi khawatir mengenai salah satu masalah terbesar mereka, yakni akses permodalan. Bahkan dengan ekosistem TaniHub Group, para petani juga mendapatkan jaminan pasar,” ujarnya, Rabu (6/1).

Direktur Utama BRI Agro Ebeneser Girsang menambahkan, “Kami melihat TaniHub Group merupakan partner yang tepat bagi kami melihat inovasi dan pengalaman mereka sebagai perusahaan agritech yang sudah berdiri sejak tahun 2016.”

Sektor pertanian, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), mengalami pertumbuhan positif pada kuartal III 2020, yakni tumbuh 2,15% YOY. Pada kuartal sebelumnya juga naik 2,19% YOY. Peningkatan tersebut mengindikasikan sektor ini punya peran besar terhadap pertahanan ekonomi di Indonesia.

Dalam tulisan sebelumnya, selama ini TaniFund mayoritas masih mengandalkan lender ritel dalam menyalurkan pembiayaan kepada para petani binaannya. Padahal kebutuhan pembiayaan lambat laun terus tumbuh. Perusahaan baru didukung oleh dua bank, tanpa menyebut identitasnya.

Direktur TaniFund Edison Tobing menuturkan bank rata-rata masih menganut konsep konvensional karena selalu menanyakan apa jaminannya. “Pada akhirnya yang kami lakukan hanya bisa memperkuat keyakinan mereka, mengajak ketemu langsung dengan petani yang kita bina. Untuk kepastian dana dibalikkan ke lender, kami akan langsung bayarkan ke bank, bukan petani karena kami sendiri kan ambil barangnya dari petani.”

Mengutip dari situs TaniFund, hingga kini perusahaan telah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp178 miliar dengan tingkat keberhasilan 90 (TKB90) sebesar 100%.

Application Information Will Show Up Here

Pegadaian Perkuat Peran di Ekosistem Keuangan, Salurkan Pinjaman Usaha Melalui Akseleran

Pegadaian kembali menambah portofolio barunya sebagai institutional lender. Kali ini, perusahaan menggandeng Akseleran untuk menyalurkan pinjaman usaha ke segmen pelaku UKM sebesar Rp30 miliar.

AVP Digital Lending Product Pegadaian Indri Wijayanti mengungkap bahwa ini menjadi portofolio kedua Pegadaian. Sebelumnya, perusahaan memulai debutnya sebagai institutional lender di Investree dengan nilai yang tidak dapat disebutkan.

“Akseleran adalah P2P lending kedua yang bekerja sama dengan Pegadaian. Sinergi lanjutan dengan Akseleran belum ada, saat ini baru sebatas sebagai lender,” ungkapnya dihubungi DailySocial. Lebih lanjut, Indri belum dapat mengomentari mengenai sinergi selanjutnya yang sedang dijajaki.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Co-founder sekaligus Chief Credit Officer Akseleran Christopher Gultom mengungkap bahwa perjanjian kerja sama ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2 November 2020. Realisasi penyaluran pinjaman ditargetkan pada Desember ini.

“Pegadaian tak hanya menambah jumlah institutional lender kami yang kini sudah mencapai 10 perusahaan, tetapi juga melengkapi mitra kami dari sektor jasa keuangan. Semuanya telah berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total penyaluran pinjaman di Akseleran,” jelasnya.

Per akhir November, Akseleran telah menyalurkan total pinjaman produktif sebesar Rp1,7 triliun terhadap 2.500 pinjaman dengan lebih dari 150 ribu pemberi pinjaman. Adapun, Akseleran mencatat rekor pinjaman tertinggi sejak tiga tahun terakhir pada November ini sebesar Rp120 miliar.

Akseleran juga mencatat pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga 32 persen pada periode Januari-November 2020. Total NPL Akseleran saat ini berada di angka 0,2 persen dari total pinjaman usaha yang telah disalurkan.

Mengutip informasi Kontan beberapa waktu lalu, Direktur Teknologi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono sempat mengatakan bahwa pihaknya menyiapkan pinjaman berbasis digital dengan besaran pinjaman Rp50 juta-Rp2 miliar.

Pinjaman ini akan menggunakan dua sumber pendanaan, yakni (1) direct lending atau langsung dari Pegadaian yang membidik kalangan BUMN lewat skema invoice financing dan (2) sumber tidak langsung (indirect lending) melalui platform penyedia P2P lending. 

Transformasi untuk memperkuat posisi di industri keuangan

Strategi menjadi institutional lender adalah upaya Pegadaian untuk bertransformasi di ekosistem keuangan digital. Ke depannya, Pegadaian ingin menawarkan jasa keuangan lain ke pasar yang lebih luas, tak terbatas pada layanan gadai. Pegadaian bahkan telah bersinergi dengan Tokopedia untuk layanan emas dan meluncurkan Pegadaian Digital Service (PDS).

Saat ini, Pegadaian memiliki tiga bisnis utama, yaitu gadai, pembiayaan, dan investasi emas. Berdasarkan data perusahaan, 90 persen pendapatan Pegadaian disumbang dari layanan gadai, sedangkan 2 juta nasabah dari total 13,86 juta nasabah di 2019 telah bertransaksi melalui aplikasi PDS.

Bicara tentang institutional lender, Pegadaian bukanlah yang pertama dan satu-satunya perusahaan yang menjalankan strategi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pelaku di industri keuangan, terutama perbankan, mulai “menanamkan” modalnya melalui platform P2P lending.

Bukan tanpa alasan, besarnya segmen UMKM dan masyarakat yang belum terjangkau bank (unbankable & underbanked) menjadi salah satu pemicu meningkatnya bisnis P2P di Indonesia.

Institution(s) Portfolio(s)
BCA Akseleran
BRI Modal Rakyat, Investree
Mandiri Akseleran
PermataBank Kredivo
Pegadaian Investree, Akseleran

Berdasarkan laporan terbaru yang diterbitkan DSResearch, sektor perbankan dan pembiayaan masih menjadi kontributor lender terbesar pada platform P2P. Adapun, sebanyak 44,7 persen platform fintech memiliki 1 institutional lender dan 34,2 persen memiliki 2-5 institutional lender, diikuti 5-10 (6,6%) dan lebih dari 10 (1,3%).

Total Banking Multifinance
1 institution  5,9% 2,9%
2-5 institution  15,4% 19,2%
5-10 institution  40% 0%
>10 institution  100% 100%

Laporan ini mengungkap bahwa langkah korporasi masuk sebagai institutional lender menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan cakupan layanan mereka ke segmen yang selama ini belum pernah dijangkau. Langkah tersebut dinilai dapat mendorong inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

GMO Payment Gateway Berikan Dana ke Investree, Fintech Lending Lokal Makin Diminati Lender Institusi

Investree kembali menambah deretan institutional lender di ekosistemnya. Kali ini giliran GMO Payment Gateway yang bergabung, merupakan sebuah perusahaan teknologi pembayaran dari Jepang. Tidak disebutkan mengenai nominal debt fund yang diberikan.

Sebelumnya Accial Capital juga masuk jadi lender institusi di Investree, diumumkan bebarengan dengan pendanaan seri C2 senilai 213 miliar Rupiah yang baru didapat Investree. Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, kerja sama kedua perusahaan sudah terjalin sejak tahun 2017.

Meski tidak menerangkan detail, disampaikan juga saat ini Investree sudah membukukan dana dari lender institusi lokal, yakni dari bank BUMN dan swasta.

Praktik menggandeng mitra institusi untuk memberikan pendanaan memang makin lazim diadopsi pemain p2p lending. Tujuannya jelas, mengakselerasi pertumbuhan dan penetrasi pinjaman mereka. Terlebih layanan seperti Investree fokus pada sektor produktif, seperti pembiayaan UMKM.

Konsepnya, dana pinjaman tersebut akan dikelola penuh oleh platform, untuk disalurkan melalui mekanisme pinjaman yang dimiliki. Dengan teknologinya, platform juga bertanggung jawab untuk melakukan seleksi dan penilaian kredit, termasuk memperhitungkan berbagai risiko yang mungkin terjadi.

Di Investree sendiri, dana disalurkan lewat beberapa mekanisme, meliputi invoice financing, buyer financing, working capital term loan, online seller financing, dan supply chain financing.

Beberapa pemain p2p lending juga umumkan telah mendapatkan dana investasi dari institusi. Di antaranya Modal Rakyat dari BRI dan BRI Agro, UangTeman dari Bank Sahabat Sampoerna, KoinWorks dari Bank CIMB Niaga dan Sampoerna.

Menurut laporan terbaru yang dirilis DSResearch dan AFPI, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap C-level di perusahaan fintech lending lokal,  saat ini kebanyakan telah memiliki lender institusi dengan jumlah beragam.

Institutional Lender P2P Lending Indonesia

Menariknya, 51% dari lender institusi yang ada sebagian besar bukan berasal dari perusahaan finansial. Kendati demikian perbankan, multifinance, dan BRP turut mendapatkan porsi dalam persentasenya. Sebagian besar dana pinjaman dari institusi nilainya juga sangat signifikan, 56,2% dari responden mengaku nilai yang didistribusikan telah mencapai di atas 50 miliar Rupiah.

Institutional Lender P2P Lending Indonesia 2

“Saat ini sudah ada beberapa pemain internasional yang bergabung sebagai lender institusi Investree dan GMO adalah salah satunya. Kami berharap hal ini bisa semakin menguatkan sokongan pendanaan bagi para UKM sehingga mereka dapat semakin berdaya dan terakselerasi di masa pemulihan pandemi Covid-19 ini,” ujar Adrian.

Head of Asia Strategic Investment & Lending GMO-PG Kohei Nakajima mengatakan, “Kami pertama kali bertemu dengan Investree pada 2018 dan kerja sama kami dimulai pada 2019. Melalui kolaborasi penuh manfaat selama satu tahun belakangan ini, kami berkeyakinan kuat Investree merupakan mitra yang tepat untuk mendukung pemberdayaan UKM di Indonesia.”

Menurut laporan yang disampaikan, per bulan Oktober 2020 Investree telah memfasilitasi pinjaman sebesar 7,3 triliun Rupiah kepada 1429 peminjam dan mencatat sekitar 120 ribu pemberi pinjaman di platformnya. Selain menambah deretan kolaborasi strategis, Investree juga memperkuat kehadiran regionalnya dengan berekspansi ke Thailand dan Filipina pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Setelah BRI, Giliran BRI Agro Masuk sebagai “Lender Institusi” di Modal Rakyat

Setelah BRI, kini BRI Agro masuk ke dalam jajaran lender institusi di Modal Rakyat dengan komitmen awal pembiayaan sebesar Rp50 miliar. Bagi BRI Agro, langkah strategis ini menjadi cara diversifikasi pembiayaan untuk mendukung UKM dari berbagai sektor bisnis.

Direktur Utama BRI Agro Ebeneser Girsang menerangkan, inisiatif yang sudah dijalankan perusahaan pada tahun ini menunjukkan hasil yang positif. Oleh karena itu, akan terus diperluas jangkauannya dengan beberapa fintech lainnya, termasuk Modal Rakyat.

“Sejalan dengan strategi perusahaan untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka cross selling produk-produk BRI Agro, maka kami memilih fintech/p2p lending untuk mengembangkan bisnis selagi kami mempersiapkan model bisnis baru untuk menjadi digital attacker sesuai dengan aspirasi BRI Group,” ungkap dia dalam keterangan resmi, kemarin (5/11).

CEO Modal Rakyat Hendoko Kwik menambahkan, dukungan BRI Agro ini membuat mereka semakin mantap dan yakin pada model bisnisnya sebagai agregator modal kerja untuk para UKM yang membutuhkan.

“Bersama dengan dukungan bank sebagai institusi keuangan yang lebih dewasa, niscaya mimpi Modal Rakyat membantu terwujudnya inklusi keuangan di Indonesia yang semakin cepat tercapai,” ucapnya.

Pembiayaan yang diberikan BRI Agro akan diarahkan untuk membiayai pelaku UKM yang terdaftar di Modal Rakyat dengan nilai maksimal Rp2 miliar per pinjaman. Sektor bisnis tidak terbatas disalurkan ke agrikultur saja, namun juga bisa ke sektor lain seperti logistik, konstruksi, kesehatan, dan teknologi.

Sejak berdiri pada 2018, Modal Rakyat telah menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp640 miliar kepada lebih dari 20 ribu pelaku UKM di seluruh Indonesia. Sektor dengan pembiayaan terbesar datang dari IT (47%) dan perdagangan (29%).

Pembiayaan ini dilakukan secara gotong royong, memadukan pendana dari individu dan institusi. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 45 ribu pendana individu dan sembilan pendana institusi di Modal Rakyat.

Bagian dari sinergi

Masuknya BRI dan BRI Agro, sebenarnya adalah lanjutan dari hasil investasi yang dilakukan oleh BRI Ventures ke Payfazz beberapa waktu lalu. Dikonfirmasi oleh pihak BRI Ventures, unit CVC tersebut hanya masuk ke dalam holding Fazz Financial. Sehingga kemitraan di bawahnya dijalankan di bawah holding.

Fazz Financial adalah perusahaan holding yang menaungi Payfazz dan perusahaan lainnya, termasuk Modal Rakyat, mengingat masing-masing pimpinan saling-silang menjadi komisaris.

Payfazz yang digawangi oleh Hendra Kwik, juga menjabat sebagai komsiaris di Modal Rakyat, perusahaan yang dipimpin oleh saudaranya Hendoko Kwik. Hendoko juga menjadi komisaris di Verihubs, startup e-KYC.

Pun Payfazz juga kini memiliki portofolio sendiri yang ia investasi sendiri untuk startup pencatat utang Credibook pada awal tahun ini.

Application Information Will Show Up Here