Evermos Bukukan Pendanaan Rp584 Miliar, Perkuat Kehadiran di Kota Tier-2 dan 3

Setelah mengantongi pendanaan seri B senilai $30 juta tahun 2021 lalu, startup social commerce Evermos kembali merampungkan pendanaan seri C senilai $39 juta atau setara 584 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin International Finance Corporation (IFC).

Investor lainnya yang terlibat di antaranya Jungle Ventures, Shunwei Capital, UOB Venture Management, dan Telkomsel Mitra Inovasi. Putaran pendanaan ini juga melibatkan investor mitra baru seperti SWC Global, Endeavour Catalyst, dan Uni-President Asset Holdings.

Selanjutnya Evermos akan menggunakan dana segar untuk memperkuat jaringan reseller dengan memperdalam penetrasi di pulau Jawa dan melakukan ekspansi ke Sumatera, agar bisa mempercepat brand menjangkau lebih banyak lagi kota tier 2 dan tier 3.

Memberdayakan para reseller

Selain mengembangkan jaringan reseller-nya, Evermos akan terus memberdayakan keterampilan pengecer untuk memperluas pelanggan mereka melalui iklan digital. Perusahaan mencatat penjualan 18x lebih tinggi untuk reseller yang memanfaatkan digital tools, dibandingkan dengan yang mengandalkan jaringan pribadi saja. Evermos rencananya juga akan menerapkan teknologi yang didukung oleh AI.

“Kami tetap berpegang pada komitmen kami untuk mendukung brand lokal sejak hari pertama. Dalam proses memecahkan masalah logistik yang dihadapi brand Indonesia akibat tantangan geografis dan ekonomi yang unik di negara ini, kami menyadari brand menghadapi berbagai tantangan selain distribusi. Oleh karena itu, kami akan terus memanfaatkan inovasi untuk menghubungkan brand lokal dan pelanggan di kota-kota tingkat rendah dengan lebih efisien,” kata Co-founder & CEO of Evermos Ghufron Mustaqim.

Ditambahkan olehnya, prestasi ini mencerminkan kepercayaan investor Evermos dalam menjalankan misi dan dedikasi mereka untuk memberdayakan komunitas, dengan memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan dan fleksibel melalui jaringan distribusi terhubung dan layanan commerce Evermos.

Sejak awal berdirinya, mereka telah berkomitmen untuk mengatasi tantangan logistik, dengan tujuan memastikan adanya kesempatan yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang lokasi geografis, tingkat pendapatan, atau gender.

Ini termasuk menjalin hubungan langsung dengan brand lokal untuk mendekatkan mereka dengan konsumen dan menawarkan solusi komprehensif untuk kebutuhan perdagangan khusus setiap brand. Dengan bergabung ke dalam ekosistem Evermos, brand dapat memanfaatkan 500 kota.

Didirikan pada bulan November 2018 oleh Ghufron Mustaqim, Arip Tirta, Iqbal Muslimin, dan Ilham Taufiq, Evermos mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Sejak pandemi, bisnis mereka telah menunjukan pertumbuhan GMV sebesar 17x lipat dari tahun keuangan 2020 hingga 2022. Tercatat sebanyak 160 ribu reseller yang melakukan transaksi setiap bulannya per Januari 2023.

Produk yang disediakan kebanyakan adalah komoditas busana muslim, produk kesehatan/kecantikan halal, makanan dan minuman, dan lain-lain — sebagian besar mengutamakan produk bernuansa halal. Namun Ghufron menegaskan, tersedia juga kategori fesyen, home & living, herbal & health. Menjadikan produk mereka inklusif untuk semua.

“Investasi kami di Evermos tidak hanya akan mendorong kemakmuran bersama, inklusi keuangan dan digital, tetapi juga akan memberikan kontribusi signifikan dalam memajukan ekonomi digital yang terus berkembang pesat di Indonesia,” kata Country Manajer IFC untuk Indonesia dan Timor-Leste, Randall Riopelle.

Application Information Will Show Up Here

Induk Kredivo Umumkan Pendanaan Seri D Rp4 Triliun, Dipimpin Mizuho Bank

Kredivo Holdings (rebranding dari FinAccel) mengumumkan pendanaan seri D senilai $270 juta atau setara Rp4 triliun. Putaran ini dipimpin Mizuho Bank Ltd., anak perusahaan dari Mizuho Financial Group Inc. dari Jepang – turut disampaikan, perusahaan berpartisipasi $125 juta dalam putaran seri ini.

Selain itu investor terdahulu Kredivo juga terlibat, seperti Square Peg Capital, Jungle Ventures, Naver Financial Corporation, GMO Venture Partners, dan Openscape Ventures.

Evercore, perusahaan penasihat perbankan investasi independen global terkemuka, bertindak sebagai penasihat keuangan eksklusif dalam transaksi ekuitas seri D ini, dan Cooley LLP bertindak sebagai penasihat hukum.

Sebelumnya rumor mengenai pendanaan ini sempat santer diperbincangkan pada akhir tahun 2022 lalu.

Kendati memiliki kantor induk berbasis di Singapura, produk utama Kredivo Holdings dipasarkan untuk pengguna utama di Indonesia. Layanan utama mereka adalah platform paylater Kredivo, yang kini telah terintegrasi ke 1000+ ritel online dan offline di Indonesia. Perusahaan juga mengoperasikan KrediFazz, layanan fintech lending konsumer yang telah mendistribusikan sekitar dana Rp37 triliun ke lebih dari 4,8 juta pengguna.

Kini mereka juga mengoperasikan bisnis bank digital melalui merek Krom Bank Indonesia, ini merupakan tindak lanjut dari akuisisi perusahaan atas saham mayoritas Bank Bisnis Internasional.

“Kredivo memiliki rekam jejak yang luar biasa di Asia Tenggara, memanfaatkan kemitraan data yang mendalam untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dan Asia Tenggara, sekaligus mempertahankan metrik risiko setara bank dan membangun model bisnis yang efisien secara modal,” sambut Group Executive Officer Deputy Head of Retail & Business Banking Company of Mizuho, Daisuke Horiuchi.

Target setelah pendanaan

Lewat suntikan dana ini, Kredivo ingin melakukan perluasan ekosistem layanan keuangan melalui paylater, pinjaman tunai, kartu fisik dan virtual, serta mendukung peluncuran neobank, Krom.

CEO Kredivo Holdings Akshay Garg mengatakan, “Ekspansi ke perbankan digital yang akan datang sangat sinergis dengan produk Kredivo yang ada dan juga membuka peluang yang sangat menjanjikan bagi kami untuk menjadi platform layanan keuangan digital pilihan bagi puluhan juta konsumen di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kami sangat senang Mizuho bergabung sebagai investor dan mitra strategis kami yang berharga.”

Di segmen paylater, Kredivo berhadapan dengan sejumlah pemain di Indonesia. Salah satu yang terbesar – yang juga sudah berstatus unicorn seperti Kredivo–adalah Akulaku. Tahun lalu Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) memberikan investasi sebesar $200 juta. Ini merupakan investasi strategis kedua yang diterima oleh Akulaku pada tahun tersebut. Sebelumnya, mereka memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022.

Sejumlah pemain paylater di Indonesia / DSInnovate (2021)
Sejumlah pemain paylater di Indonesia / DSInnovate (2021)

Sementara di segmen neobank, bisnis ini masih terus bertumbuh diisi oleh inovasi dari perusahaan digital. Terbaru ada superbank yang diinisiasi Grab, EMTEK, dan Singtel. Astra dan WeLab juga tengah menuju ke sana setelah mengakuisisi mayoritas saham Bank Jasa Jakarta.

Kendati demikian, sejak 2021 sebenarnya ekosistem bank digital mulai terbentuk di Indonesia dengan hadirnya puluhan produk menyasar segmen yang sama. Ini termasuk inovasi yang dilahirkan dari perusahaan perbankan itu sendiri.

Peta persaingan bank digital di Indonesia / DSInnovate (2021)
Peta persaingan bank digital di Indonesia / DSInnovate (2021)

Pendanaan ekuitas terbaru Kredivo Holdings jelas menjadi amunisi penting untuk membantu perusahaan menghadirkan proposisi nilai di tengah iklim persaingan industri yang kian ketat. Namun demikian peluangnya memang masih sangat besar.

Pada tahun 2021, penetrasi kartu kredit di Asia Tenggara baru berkisar 9,98% saja. Layanan paylater menjembatani kesenjangan tersebut, memudahkan konsumen mendapatkan fasilitas serupa dengan proses yang lebih mudah dan terdigitalisasi. Sementara layanan bank digital juga menyasar 51% unbanked dan 26% underbanked dari 181 juta masyarakat usia muda di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Desty Dikabarkan Galang Pendanaan Baru

Startup pengembang full stack e-commerce solution untuk merchant Desty dikabarkan menggalang putaran dana baru. Menurut regulatory filings, sejumlah investor berpartisipasi di seri ini, termasuk pemodal sebelumnya seperti East Ventures, Jungle Ventures, Square Peg, turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Ada pula nama-nama investor baru, seperti ZVC Investment (VC hasil merger dengan YJ Capital dengan Line Ventures), dan BAce Capital.

Manajemen Desty tidak bersedia berkomentar mengenai informasi ini ketika dihubungi DailySocial.id.

Desty mengumumkan pembukaan pendanaan pra-seri A senilai $3,2 juta pada Juli 2021 lalu dipimpin 5Y Capital. Putaran tersebut mendapatkan tambahan dana senilai $5 juta dengan East Ventures sebagai pemimpin berikutnya pada November 2021. Lalu di Juni 2022 lalu Square Peg masuk dalam pendanaan tambahan untuk putaran yang sama.

Perkembangan Desty

Desty Commerce

Desty merupakan platform yang fokus menyediakan solusi menyeluruh untuk bisnis dari berbagai sektor sejak Oktober 2020. Kini solusi yang ditawarkan terbagi menjadi empat layanan, yaitu layanan untuk tampilan depan (Desty Page), serta layanan untuk membantu operasional penjualan (Desty Store, Desty Omni, dan Desty Menu).

“Sebagai tech startup yang menawarkan solusi bagi merchant, Desty Commerce terus berupaya untuk menemukan solusi atas segala permasalahan yang terjadi di lapangan. Misi kami berfokus pada penyediaan solusi digital untuk menunjang bisnis di Indonesia. Kami harap, dengan Desty Commerce, para merchant dapat mengembangkan bisnisnya serta membawa pengaruh positif bagi ekonomi digital,” ujar Co-founder dan CEO Desty Mulyono Xu dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.

Desty Page memungkinkan merchant untuk menyatukan seluruh informasi yang berhubungan dengan bisnisnya ke dalam satu halaman bio-link, seperti konten sosial media (Youtube, TikTok, dan sebagainya), katalog toko, informasi mengenai promosi, kanal penjualan, kontak bisnis, dan lain-lain. Selain itu, Desty Page juga dilengkapi dengan fitur built-in analytics dan pixel tracking dari Google dan Facebook.

Fitur ini pun ditawarkan secara cuma-cuma bagi para pelaku e-commerce maupun content creator tanpa dikenakan biaya berlangganan. Bahkan beberapa selebriti atau content creator ternama juga sudah merasakan manfaat dari penggunaan Desty Page seperti Luna Maya, Farah Quinn, Choky Sitohang, Titan Tyra, dan Greysia Polii.

Kemudian, Desty Store memberikan akses bagi bisnis e-commerce untuk membuat web-store fungsional yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tampilan brand. Laman ini telah terhubung dengan layanan logistik maupun ride-hail app nasional, seperti Wahana, SiCepat, Lion Parcel, GoSend, dan Grab Express. Opsi pembayarannya pun lengkap mulai dari Virtual Account, kartu kredit serta e-wallet seperti GoPay, OVO, dan ShopeePay. Desty Store juga dilengkapi dengan fungsi built-in analytics dan pixel tracking dari Google dan Facebook.

Untuk mendukung integrasi penjualan e-commerce di berbagai marketplace maupun web store, Desty Commerce menghadirkan layanan Desty Omni untuk mengelola produk, pesanan, serta stok barang. Belum lama ini, Desty meluncurkan fitur baru bertajuk Omni Chat, dashboard kolektif untuk mengakses seluruh chat pelanggan dari berbagai marketplace. Fitur ini diharapkan dapat mempermudah bisnis untuk melayani pelanggan secara efektif serta meningkatkan chat response time yang merupakan sebuah indikator penting bagi pelanggan e-commerce saat memilih toko untuk berbelanja.

Diklaim sejak diluncurkan hingga saat ini, Desty Omni telah berhasil mencapai ratusan miliar rupiah Gross Merchandise Value (GMV). Desty turut mengembangkan layanan Desty Menu yang dirancang khusus untuk pelaku bisnis dalam industri F&B untuk memangkas rantai operasional pemesanan, dapat digunakan di restoran, coffee shop, bioskop, karaoke, dan sebagainya.

Dengan Desty Menu, merchant dapat memanfaatkan berbagai layanan seperti pick-up, dine-in, delivery, dan scheduled order. Lebih dari itu, Desty Menu memberikan akses bagi pemilik bisnis untuk mengumpulkan dan memusatkan data pelanggan dalam sistem Customer Relationship Management (CRM). Fitur delivery dan CRM ini akan segera diluncurkan untuk dapat digunakan oleh merchant.

Disebutkan merchant yang telah menggunakan Desty Menu membuktikan kenaikan omset hingga 30%, efisiensi waktu pelayanan hingga 5 menit, serta mendapat testimoni positif lebih dari 90% pelanggannya.

Menurut Mulyono, setiap e-commerce dapat menggunakan berbagai layanan Desty Commerce sesuai kebutuhan maupun seluruh layanan yang tersedia karena seluruh layani dapat terintegrasi dan kedepannya akan disatukan ke dalam sebuah super app.

Hingga saat ini, Desty Commerce sudah menggandeng banyak brand ternama, seperti Electronic City, PVN, DAMN I Love Indonesia, NAMA Beauty, Kurumi, Duvaderm, SOVLO, Mirael Sugar Wax, Cinepolis, NAV Karaoke, Liberica, Omija, Pison Coffee, Vilo Gelato, dan masih banyak lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Induk Kredivo Dikabarkan Galang Pendanaan Seri D Lebih dari 2,5 Triliun Rupiah

Induk pengembang layanan paylater Kredivo, FinAccel, dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri D. Menurut sumber, saat ini total dana sekitar $140 juta atau setara 2,5 triliun Rupiah telah terkumpul dari sejumlah investor termasuk Mirae Asset, Square Peg, Jungle Ventures, Openspace Ventures, dan beberapa nama lainnya.

Dengan pendanaan ini, diperkirakan valuasi FinAccel telah menyentuh $1,6 miliar. Pendanaan ekuitas terakhir yang diumumkan FinAccel adalah seri C pada akhir 2019, membukukan dana $90 juta dari MDI Ventures, Square Peg, Telkomsel Mitra Inovasi, dan investor lainnya.

Setelah itu mereka lebih banyak menerima pendanaan debt dan loan channeling untuk meningkatkan kemampuan layanan lending yang dimiliki. Salah satu yang terbesar adalah pinjaman 1,4 triliun Rupiah dari Victory Park Capital. Mereka juga mendapat komitmen joint financing dari DBS Indonesia senilai 2 triliun Rupiah pada tahun 2021 lalu.

Di Indonesia, FinAccel mengoperasikan dua unit bisnis utama, yakni paylater lewat Kredivo dan fintech cashloan lewat Kredifazz. Berdasarkan keterbukaan yang diinformasikan, per Agustus 2022 Kredifazz telah menyalurkan pinjaman 31,51 triliun Rupiah dengan pemberi peminjam di kisaran 4,23 juta akun dan peminjam aktif 1,6 juta akun.

Adapun aplikasi Kredivo saat ini sudah diunduh puluhan juta kali di Google Playstore. Layanannya juga telah terintegrasi di lebih dari 50 layanan marketplace dan e-commerce populer di Indonesia.

Potensi paylater masih besar

Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, adopsi layanan paylater di Indonesia terus meningkat dari 2021-2028 dengan CAGR 27,4%. Di tahun 2021, kapitalisasi pasar yang berhasil dibukukan bisnis ini telah mencapai $1,5 miliar. Tingkat awareness layanan paylater juga sudah sangat baik, dari survei yang dilakukan 95% responden mengatakan telah memahami bagaimana mekanisme kerjanya.

Kredivo berhasil menjadi unicorn pertama dari segmen paylater di Indonesia. Kendati demikian, kini ia tengah bersaing dengan sejumlah platform lain mulai dari Akulaku, Gopaylater, Indodana, SPaylater, dan lain sebagainya.

Di tengah persaingan pasar ini, masing-masing mencoba menghadirkan proposisi nilai yang kuat. Beberapa pemain mengandalkan basis pengguna di platformnya — misalnya SPaylater untuk pengguna Shopee dan Gopaylater untuk pengguna Tokopedia/Gojek.

Adapun Atome memilih konsep O2O, mereka mengoptimalkan kehadiran untuk melayani pembayaran di ritel offline. Saat ini 60%+ total transaksi Atome berasal dari ritel offline. Meskipun demikian, Kredivo pun juga mulai melakukan penetrasi di ranah offline. Terbaru Kredivo menggandeng jaringan ritel Ramayana.

Application Information Will Show Up Here

Jungle Ventures Dikabarkan Suntik 22 Miliar Rupiah Startup “Alt-Protein” Off Foods

Startup foodtech Off Foods dikabarkan mengantongi dana segar tambahan dari Jungle Ventures. Menurut sumber, dana yang diguyur sebesar $1,5 juta (lebih dari 22 miliar Rupiah).

Ketika dihubungi, pihak manajemen maupun investor sebelumnya memilih tidak memberikan komentar terkait kabar ini.

Sebelumnya Off Foods mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $1,7 juta yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures bersama investor strategis lainnya, seperti Global Founders Capital (GFC), Lemonilo, dan lainnya.

Jungle Ventures sendiri merupakan VC yang cukup aktif berinvestasi di Indonesia. Sejumlah startup telah masuk ke dalam portofolionya, seperti Social Bella, Waresix, Desty, Hypefast, Evermos, VIDA, hinga Lifepack.

Off Foods merupakan startup yang dirintis pada tahun lalu oleh Dominik Laurus dan Jhameson Ko. Startup ini berambisi menjadi produsen protein alternatif (alt-protein) dari Indonesia, menyasar lebih banyak orang mengonsumsi daging hewan, tanpa mematikan daging dari hewan asli demi keberlanjutan, juga tanpa mengorbankan rasa.

Startup lokal dengan konsep yang serupa ada Green Rebel, yang juga telah mendapatkan suntikan dana dari pemodal ventura.

Perusahaan sendiri tak hanya berambisi jadi pemimpin pasar di negara sendiri juga berencana untuk ekspansi regional yang akan dilaksanakan pada 2024 mendatang.

Produk flagship Off Foods yang sudah dirilis adalah Off Meat, protein serupa daging ayam. Dengan menggunakan model B2B, Off Meat jadi alternatif buat bisnis jasa makanan dalam memasok daging tanpa tulang (fillet). Terhitung, mitra perusahaan mayoritas datang dari usaha kuliner, seperti Mangkokku, Zenbu, Byurger, Gaaram, Wanfan, Mamma Rosy, Fitco Eats, dan lainnya.

Perusahaan juga membuka gerai sendiri yang berlokasi di Bali. Bali dipilih karena secara prospek adalah salah satu pasar makanan berbasis nabati yang paling penting di Indonesia.

Menurut laporan terbaru dari BIS Research, sektor makanan berbasis tanaman (plant-based) secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai $480 miliar secara global pada 2024. Industri protein tanaman juga diperkirakan akan terus tumbuh di Indonesia dengan CAGR 27,5% dari 2021 hingga 2027, mewakili peningkatan sekitar enam kali lipat pada 2027, seperti dikutip dari Research and Markets.

Secara historis, adopsi nabati telah terhambat melalui titik harga premium yang sering dikaitkan dengannya. Tantangan untuk berkompetisi di vertikal ini tak hanya soal rasa yang tepat, tetapi juga mencakup penyempurnaan pengetahuan manufaktur dan efisiensi untuk mendekati keseimbangan harga. Off Meat mencoba untuk memecahkan masalah lama ini karena ia hadir dengan alternatif yang terjangkau, menyediakan pengganti protein nabati dengan setidaknya setengah dari harga pesaingnya.

Startup Healthtech Lifepack Rampungkan Pendanaan Seri A yang Dipimpin Golden Gate Ventures

PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI) melalui brand Lifepack, berhasil meraih pendanaan Seri A senilai $7 juta atau lebih dari 103 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Golden Gate Ventures dan diikuti beberapa investor terdahulu, seperti Teja Ventures, Jungle Ventures, dan SkyStar Capital.

Natali Ardianto, Co-Founder dan CEO Lifepack, mengungkapkan bahwa dana segar ini akan digunakan untuk memperkuat kehadiran di luar Jakarta. Hingga saat ini apotek Lifepack sudah tersedia di Jakarta dan Surabaya. Perusahaan juga sudah mendapat lisensi untuk membuka cabang di Bandung.

“Targetnya, perusahaan akan menambah 7 apotek baru di masing-masing kota, seperti Bekasi, Tangerang, dan Bogor,” sambung Natali.

Justin Hall, partner di Golden Gate Ventures mengungkapkan, bahwa Lifepack memiliki formula terbaik dengan kombinasi dari para pendiri hebat dengan visi yang kuat dan ide bisnis yang relevan dengan pasar. “Kami siap untuk mendukung pertumbuhan bisnis Lifepack melalui jaringan kami yang luas dan wawasan mendalam kami untuk berbagai kesempatan kolaborasi di wilayah segitiga emas start-up di Indonesia, Vietnam, dan Singapura,” ujarnya.

Sejak awal perusahaan ini berdiri, Golden Gate Ventures telah memberikan dukungan besar pada Lifepack sebagai salah satu start-up yang mengusahakan digitalisasi industri tradisional di Indonesia. Golden Gate Ventures merupakan salah satu pelopor ekosistem start-up di Asia Tenggara yang sudah lama berfokus di industri teknologi kesehatan, yang juga sudah turut mendukung pemain kuat di sektor yang sama seperti Medigo, Alodokter, dan Hanna Life Technologies.

Lifepack mulai beroperasi di masa awal pandemi. Ketika itu, PPKM masih ketat dan rumah sakit masih dipenuhi pasien Covid-19. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi penderita penyakit kronis seperti diabetes, jantung, stroke dan lainnya dalam mendapatkan obat. Hal ini yang kemudian menjadi fokus perusahaan dalam menyediakan layanan terpadu dan cepat.

Dari sisi bisnis, Natali mengaku bahwa hadirnya Covid-19 sempat memberi keuntungan bagi perusahaan. Namun, dampak signifikan dari pandemi ini adalah pembelajaran mengenai kesehatan. Covid-19 menjadi gerbang awal dari literasi kesehatan dan katalisator bagi para konsumen dalam hal kesadaran kesehatan.

Sebagai digital pharmacy, Natali mengungkapkan, perusahaan saat ini memiliki dua model bisnis. Pertama, model B2B2C yang melayani peresepan digital atau e-prescription oleh dokter. Lalu, layanan B2C produk OTC (over the counter). Apotek Lifepack memberikan pelayanan kefarmasian dengan menjamin kualitas obat, memberikan harga yang terjangkau, terlengkap, serta lebih hemat dengan program gratis ongkos kirim (ongkir) ke seluruh Indonesia.

Potensi pasar apotek di Indonesia sendiri terbilang masih sangat besar.Di tahun 2025, industri farmasi di Indonesia diprediksi akan tumbuh dua kali lipat dengan estimasi nilai pasar mendekati US$ 20 milyar. Farmasi online sendiri baru mencakup 3.5% dari total pangsa pasar farmasi yang besar ini. Populasi masyarakat Indonesia yang mencapai lebih dari 245 juta jiwa dan tersebar di 34 provinsi menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk pasar apotek.

Selain Lifepack, pemain lain yang juga memiliki model bisnis serupa adalah perusahaan farmasi asal Singapura SwipeRx, yang sebelumnya bernama mClinica Pharmacy Solutions. Perusahaan belum lama ini berhasil mengumpulkan pendanaan seri B dan siap mengakselerasi bisnis di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis dan target ke depan

Lifepack bukanlah satu-satunya produk di bawah bendera ITMI yang bergerak dalam industri kesehatan. Sebelumnya ada Jovee, sebuah layanan yang fokus menyediakan kebutuhan suplemen bagi masyarakat. Perusahaan ini mengandalkan “data science” dalam memberikan rekomendasi suplemen sesuai kebutuhan.

Natali mengakui, ketika didirikan pada tahun 2019, perusahaan masih dalam tahap discovery. Lifepack menemukan model bisnisnya di tahun 2021. Setelah dirasa scalable, maka timnya mulai menggalang dana dan akhirnya memasuki growth stage di tahun 2022 ini.

Hingga saat ini, apotek Lifepack menyediakan lebih dari 5.000 produk dari mulai obat-obatan, vitamin, hingga alat kesehatan yang dapat dipastikan orisinal. Lifepack juga menawarkan pengiriman secara instan dengan durasi maksimal 2 jam, sedangkan untuk seluruh pulau Jawa, pengiriman dalam waktu 24 jam. Melalui aplikasi ini, pihaknya mengaku ingin mengimplementasi Good Pharmacy Practice dalam memberikan pelayanan kefarmasian.

Natali juga memaparkan dari sisi pertumbuhan bisnis MoM perusahaan yang mencapai 30%, dengan total 60 ribu pengguna per bulannya. Selain itu, jumlah dokter yang mendaftar di ekosistem Lifepack sudah menginjak lebih dari 1000. Ini membuktikan bahwa Lifepack sudah berada di jalur yang berkelanjutan.

Dalam diskusi bersama DailySocial, Natali turut mengangkat salah satu inisiatif pemerintah untuk Uji Coba Platform Indonesia Health Service yang akan mengintegrasikan data kesehatan dari berbagai pelaku di industri ini. Menurutnya, hal ini penting, mengingat industri kesehatan yang sangat terfragmentasi, padahal layanan kesehatannya sudah sangat baik.

Dari sisi kolaborasi, perusahaan mengaku selalu menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang terlibat di industri. Menurutnya, regulasi pemerintah untuk industri ini juga sudah terbilang baik.

“Kita sangat terbuka untuk kolaborasi. Kita sendiri sudah melakukan kolaborasi dengan banyak pihak terkait seperti asosiasi di bidang farmasi dan kedokteran. Karena kita hadir untuk membangun industri farmasi yang lebih baik.”

Menurut Natali, permasalahan fundamental dari farmasi di Indonesia adalah apoteker yang seringkali dinilai sebatas tukang obat. Padahal, apoteker mempelajari farmakologi (interaksi obat) jauh lebih lama daripada dokter. Tidak banyak orang-orang yang menganggap serius hal ini. Call center Lifepack dilayani langsung oleh apoteker handal dan terbuka untuk konsultasi.

“Saat ini Indonesia sudah berada di awal revolusi layanan kesehatan berbasis teknologi. Kurang dari dua tahun, masyarakat sudah merubah kebiasaannya hingga 180 derajat, di mana semua hal terkait kesehatan dapat diakses melalui ponsel. Lifepack akan memimpin revolusi apotek tersebut dan menciptakan layanan omnichannel – sebagai satu destinasi kesehatan untuk pasien dan tenaga medis profesional agar mendapatkan layanan kesehatan yang prima,” ungkap Natali.

Application Information Will Show Up Here

Jungle Ventures Tutup Dana Kelolaan Keempat Senilai 8,8 Triliun Rupiah

Jungle Ventures menutup dana kelolaan keempat (Fund IV) senilai $600 juta atau sekitar 8,8 triliun Rupiah. Pendanaan ini membawa total Aset Under Management (AUM) yang dikelola Jungle Ventures melampaui $1 miliar atau 14,6 triliun Rupiah.

Berdasarkan keterangan resminya, Fund IV disebut mengalami permintaan berlebih (oversubscribe) dari target awal senilai $350 juta. Lebih dari 50% pendanaan disuntik oleh investor existing, termasuk Temasek, International Finance Corporation, FMO, DEG, serta investor global baru, seperti StepStone Group.

Adapun, dari total pendanaan yang diperoleh, sebesar $450 juta merupakan investasi utama, sedangkan sisanya $150 juta masuk ke dalam komitmen tambahan.

Catatkan pertumbuhan AUM 100x

Jungle Ventures didirikan oleh Amit Anand dan Anurag Srivastava pada 2012 dengan pendanaan awal senilai $10 juta. Sejak itu, Jungle Ventures mencatat pertumbuhan AUM 100 kali dalam 10 tahun dengan berpegang pada visi “build to last.

Jungle Ventures berupaya mendorong pelaku usaha di India dan Asia Tenggara yang tangguh teruji waktu, terukur, dan konsisten. Pihaknya menyebut portofolionya memiliki enterprise value lebih dari $12 miliar dengan hanya menginvestasikan sebesar $250 juta dan rasio kerugian kurang dari 5%.

Jungle Ventures telah menanamkan investasi di sejumlah vertikal bisnis, mulai dari digital bank, social commerce, Web3, hingga SaaS. Tesis investasinya adalah ide bisnis berbasis teknologi yang capital-efficient yang dapat mengakomodasi kebutuhan konsumen dan UMKM. Pihaknya juga membidik perusahaan yang berdiri di Asia dan ingin berkembang ke skala global.

Beberapa portofolio Jungle Ventures di Indonesia mencakup Kredivo, Sociolla, Evermos, Hypefast, dan Waresix. Kredivo termasuk salah satu portofolio yang menerima pendanaan tahap awal (seed) dari Jungle Ventures hingga mencapai status unicorn.

Fokus investasi

Founding Partner Jungle Ventures Amit Anand mengatakan pihaknya telah membantu portofolio dalam mencapai pertumbuhan dan regionalisasi bisnis untuk memimpin pasar konsumen yang luas dan berkembang cepat di dunia.

“Dengan Fund IV, Jungle Ventures bertujuan memperkuat posisi ini sambil melanjutkan pendekatan membangun ‘portofolio yang terkonsentrasi’, dengan membuat proyeksi 15-18 investasi di India dan Asia Tenggara,” ungkap Anand.

Untuk merealisasikan target ini, Jungle Ventures terus mengembangkan talenta-talent yang dimilikinya. Baru-baru ini, Jungle Ventures telah mempromosikan Yash Sankrityayan, Sandeep Uberoi, dan Manpreet Ratia sebagai Managing Partner di perusahaan, bergabung dengan jajaran kepemimpinan Jungle, yang terdiri dari David Gowdey, dan Founding Partners Amit Anand dan Anurag Srivastava.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id di 2020, Amit Anand mengungkap melakukan pendekatan investasi portofolio yang terkonsolidasi dengan agenda membantu pengembangan kepemimpinan secara langsung, memberikan modal jangka panjang, sekaligus membantu penataan neraca keuangan, berinvestasi bersama, dan kemitraan strategis.

“Kami percaya bahwa teknologi dapat menghubungkan manusia antarkota dan negara dengan tetap beradaptasi dengan budayanya. Kami berinvestasi pada founder yang memiliki visi sama dalam menghubungkan ekonomi digital ini untuk mengatasi keterbatasan dalam model bisnis dan pangsa pasar.” Ungkapnya kala itu.

Desty Announces Additional 71.3 Billion Rupiah Funding in Pre Series A Round

The e-commerce enabler platform Desty announced additional $5 million or around 71.3 billion Rupiah in pre-series A funding. This round was led by East Ventures with the participation of Jungle Ventures and previous investors, Fosun RZ and January Capital.

He further explained, this is an additional fuding from investors after Desty’s latest fundraising worth of $3.2 million (about 46 billion rupiah) in a pre-series A round led by 5Y Capital in July 2021.

The company will then use these funds to accelerate product development and merchant acquisitions as well as launch innovative products in the next few months.

“Desty is one of the fastest growing startups in this field. What’s even more impressive is that most of that growth has come from organic, word-of-mouth acquisitions. With attractive products and business growth, we believe Desty will create more value for online sellers and Indonesian creators,” said Willson Cuaca, Co-Founder & Managing Partner of East Ventures.

Desty’s main feature

Was launched in October 2020, Desty started as a digital platform for sellers, influencers, and creators to build an online destination to market and sell their products. Currently, there are two main products, including Desty Page (landing page ) and Desty Store (online store), for users to develop their existence and business in the digital ecosystem.

“Desty was founded when Covid-19 arrived in Indonesia, when a massive digitalization was happening. Sellers, influencers, and creators have used digital platforms to affirm its existence in the digital world that is becoming very crucial for growth. Soon, we will have 1 million creators and sellers using our platform. Some of our main sellers set Desty as their main channel rather than other marketplaces,” Desty’s Co-Founder & CEO, Mulyono Xu said.

One of Desty’s main features allows sellers to create their own online shop pages / Desty

Today, around 50% of Desty users are online sellers, while 30% of users are creators or influencers. Some well-known sellers are using its services, including DAMN I Love Indonesia, Luna Habit & Nama Beauty by Luna Maya, Kurumi, Janji Jiwa, and Haus!. The creators within Desty’s ecosystem are Dagelan, Greysia Polii (Indonesian Olympic Gold Winner), Choky Sitohang, Tahi Lalats (Mindblowon Studio), Daisuke Botak, Marcella Eteng, Filda Salim, FootNoteStories, and many more.

Market size

In Indonesia, more online sellers are getting tech-savvy because of the demands of today’s customers, both for interactions and transactions. Various groups, from big brands to MSME players, continue to maximize the use of services such as marketplaces and social commerce. It is expected when the Indonesian e-commerce sector has experienced double-digit GMV (Gross Merchandise Value) growth over the past year reaching $52 billion.

Using this great opportunity, Desty aims to maximize the momentum. The company has experienced 60% and 50% growth (month to month) in traffic and GMV, respectively for the last 6 months.

“This funding marks our third fundraising in a year since the seed funding round in November 2020. With more than 60 people on the Desty team, we are constantly looking for new talent to make a more impactful solutiion for millions of Indonesians to strengthen their digital presence,” Mulyono added.

According to the survey summarized in the MSME Empowerment Report 2021 by DSInnovate, one of the main issues of MSME players is to market their products (32%). They expect digital solutions to help them manage online channels in the correct and proper manner. This pain point was captured by the innovators, resulting in the presence of e-commerce enabler services.

Currently, most of the enablers are still focused on medium and large businesses, helping well-known brands to manage their transactions on online platforms. However, with the MSMEs business potential – especially in terms of quantity  – these enabler service providers have started to provide services in line with the MSME pain points.

Apart from Desty, several other players offer similar solutions, including Sirclo, Lakuuu, Jubelio, iSeller and others. Some players in other sectors are even starting to target similar segment, for example Xendit (unicorn) which recently released an Online Store platform for MSMEs that is integrated with its payment system.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Desty Umumkan Tambahan Pendanaan 71,3 Miliar Rupiah di Putaran Pra-Seri A

Startup pengembang platform e-commerce enabler Desty mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A lanjutan senilai $5 juta atau sekitar 71,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Jungle Ventures dan investor terdahulu, yaitu Fosun RZ dan January Capital.

Dijelaskan lebih lanjut, dana segar ini merupakan tambahan yang diberikan investor setelah Desty meraih $3,2 juta (sekitar 46 miliar rupiah) dalam putaran pra-seri A yang dipimpin oleh 5Y Capital pada Juli 2021 lalu.

Selanjutnya perusahaan akan menggunakan dana ini untuk mempercepat pengembangan produk dan akuisisi merchant serta meluncurkan produk-produk inovatif dalam beberapa bulan ke depan.

“Desty adalah salah satu startup dengan pertumbuhan tercepat di bidang ini. Yang lebih mengesankan adalah sebagian besar pertumbuhan tersebut berasal dari akuisisi organik, dari mulut ke mulut. Dengan produk dan pertumbuhan bisnis yang menarik, kami percaya Desty akan menciptakan nilai lebih bagi penjual online dan kreator Indonesia,” sambut Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Produk utama Desty

Dihadirkan sejak Oktober 2020, Desty bermula sebagai platform digital bagi penjual, influencer, dan kreator untuk membangun sebuah destinasi online guna memasarkan dan menjual produk mereka. Saat ini terdapat dua produk utama, yaitu Desty Page (untuk pembuatan landing page) dan Desty Store (pembuatan toko online), bagi pengguna untuk mengembangkan eksistensi dan bisnis mereka di ekosistem digital.

“Desty lahir saat Covid-19 masuk ke Indonesia, ketika digitalisasi terjadi secara masif. Penjual, influencer, dan kreator telah menggunakan platform digital untuk menunjukkan eksistensi mereka di dunia digital yang menjadi sangat penting untuk berkembang. Dalam waktu dekat kami akan mempunyai 1 juta kreator dan penjual yang menggunakan platform kami. Beberapa penjual utama kami menjadikan Desty sebagai kanal penjualan utama mereka dibandingkan dengan marketplace lain,” kata Co-Founder & CEO Desty Mulyono Xu.

Salah satu layanan utama Desty memungkinkan penjual membuat laman toko onlinenya sendiri / Desty

Saat ini sekitar 50% pengguna Desty adalah penjual online, sementara 30% pengguna adalah kreator atau influencer. Beberapa penjual ternama yang memakai layanannya antara lain DAMN I Love Indonesia, Luna Habit & Nama Beauty by Luna Maya, Kurumi, Janji Jiwa, Haus. Kreator dalam ekosistem Desty adalah Dagelan, Greysia Polii (Peraih Emas Olimpiade Indonesia), Choky Sitohang, Tahi Lalats (Mindblowon Studio), Daisuke Botak, Marcella Eteng, Filda Salim, FootNoteStories, dan masih banyak lagi.

Ukuran pasar layanan

Di Indonesia, semakin banyak penjual online yang paham teknologi karena tuntutan pelanggan masa kini, baik untuk interaksi maupun transaksi. Berbagai kalangan, dari brand besar hingga pelaku UMKM, terus memaksimalkan penggunaan layanan seperti marketplace hingga social commerce. Tak heran jika sektor e-commerce Indonesia mengalami pertumbuhan GMV (Gross Merchandise Value) dua digit selama satu tahun terakhir mencapai $52 miliar.

Dengan peluang besar ini, Desty berambisi untuk memaksimalkan momentum. Perusahaan telah mengalami pertumbuhan trafik dan GMV masing-masing 60% dan 50% (bulan ke bulan) selama 6 bulan terakhir.

“Pendanaan ini menandai penggalangan dana ketiga kami dalam satu tahun sejak ronde pendanaan tahap awal di November 2020. Dengan lebih dari 60 orang dalam tim Desty, kami terus mencari talenta baru demi memberikan dampak yang lebih berarti untuk jutaan penduduk Indonesia dalam memperkuat eksistensi digital mereka,” tambah Mulyono.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam MSME Empowerment Report 2021 oleh DSInnovate, salah satu isu utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah memasarkan produknya (32%). Mereka mengharapkan solusi digital yang dapat membantu mereka melakukan pengelolaan kanal-kanal online secara baik dan benar. Pain point tersebut ditangkap baik oleh para inovator, hingga melahirkan layanan e-commerce enabler.

Sejauh ini para pemain enabler kebanyakan masih fokus ke usaha menengah dan besar, membantu brand ternama untuk mengelola transaksinya di platform online. Kendati demikian, dengan potensi bisnis dari kalangan UMKM –khususnya saat meninjau dari sisi kuantitas—para penyedia layanan enabler tersebut mulai menghadirkan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan UMKM.

Selain Desty, beberapa pemain lain yang membantu pedagang kecil untuk masuk ke ranah online antara lain Sirclo, Lakuuu, Jubelio, iSeller dan lain-lain. Bahkan beberapa pemain di sektor lain kini juga mulai masuk ke ranah yang sama, misalnya unicorn Xendit yang baru saja merilis platform Online Store untuk UMKM sekaligus terintegrasi dengan sistem pembayaran miliknya.

Evermos Announces Over 427 Billion Rupiah Series B Funding, Social Commerce Is in Its Peak

Social commerce startup Evermos has announced its series B funding of $30 million or the equivalent of 427.3 billion Rupiah. This round was led by UOB Venture Management through the Asia Impact Investment Fund II. Several other investors involved include MDI Ventures, Telkomsel Mitra Innovation, Future Shape, and supported by previous investors, including Jungle Ventures and Shunwei Capital.

The fresh funds will be used to strengthen the leadership team, expand and develop technology. We previously reported the Evermos series B round since August 2021, including the participation of 2 Telkom Group’s CVCs.

“Our vision is to empower one million micro-entrepreneurs in the next five years. One of the main factors influencing the way we do business is by measuring the sustainability and social impact of our platform,” Evermos’ Co-Founder & President, Arip Tirta said.

He also said that the company’s income has been mostly supported by individuals and SMEs in tier-2 and 3 cities. In order to strengthen its presence in the area, they are currently running a pilot program “Evermos Village”, involving nearly 100 villages. In this program, less productive local residents are empowered to become reseller partners — including being trained on entrepreneurial principles.

Evermos social commerce concept

Was founded in November 2018 by Arip, Ghufron Mustaqim, Iqbal Muslimin, and Ilham Taufiq; Evermos has acquired around 100 thousand active resellers in 500 cities. They partner with more than 500 brands with 90% of them coming from curated local SMEs.

The products offered are mostly Muslim clothing commodities, halal health/beauty products, food and beverages, and others — most of them prioritize halal products. From a business perspective, they claim to have grown up to 60 times in the last two years.

Evermos facilitates people who want to become resellers. These users can sell the products in the application to their network, via WhatsApp or social media. There is a profit sharing or reward applied. Evermos alone, in addition to providing products, also helps in terms of logistics management, customer support, and technology.

Evermos’ Co-Founder & Deputy CEO, Ghufron Mustaqim said that his business philosophy is based on ‘Economy Gotong Royong‘, prioritizing collaborative economic empowerment. Through the existing reseller network, Evermos wants to be a vehicle for local SMEs to grow their business, on the other hand, it will generate additional income for resellers.

Social commerce potential in Indonesia

The total GMV generated from online trading business continues to grow rapidly in Indonesia – to date, it still has the largest proportion in the region. According to Bain & Co. data, as visualized by Statista, in 2020 the total GMV for online trading businesses in Indonesia has reached $47 billion.

Although the majority come from e-commerce or online marketplaces, social commerce services have quite a big contribution, which is around $12 billion.

Meanwhile, according to McKinsey, the social commerce business is projected to experience rapid growth of up to $25 billion by 2022. Pandemic becomes one of the catalysts, this is related to changes in the way people shop and the job opportunities offered by social commerce.

UOB Venture Management’s Senior Director, Clarissa Loh explained, Evermos’ social commerce model can be a bridge in answering this gap, by enabling its resellers to market the products of local SMEs.

“The Evermos platform also empowers local brands and creates a source of income for the lower middle class people with minimal access and opportunities, but already own and use smartphones (underserved communities),” Clarissa added.

Social commerce players in Indonesia

In Indonesia, there are already several platforms that offer similar services. Throughout 2021, several other social commerce startups also received funding from investors, including:

Startup Funding
RateS Series A
Raena Series A
KitaBeli Series A, 114 billion Rupiah
Super Series B, 405 billion Rupiah
Dagangan Pre-Series A

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here