Investree Akuisisi Hampir 19% Saham Amar Bank

Investree Singapore Pte Ltd (Investree Group) mengumumkan akuisisi saham minoritas di Amar Bank sebesar 18,84%, bagian dari Tolaram Group, pasca penandatanganan perjanjian transaksi. Langkah strategis tersebut dipercaya dapat mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.

Ke depannya, kedua belah pihak akan melakukan sinergi bisnis untuk menyediakan ragam produk pembiayaan dan menawarkan solusi bisnis digital untuk meningkatkan operasi UMKM secara nasional. Selaras dengan ambisi Investree Group, yang beroperasi di Indonesia di bawah PT Investree Radhika Jaya (Investree), berkomitmen untuk memperluas akses layanan keuangan bagi UMKM melalui solusi perbankan digital.

Pasalnya, ada sekitar 92 juta dan 47 juta orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank dan tidak memiliki rekening bank di Indonesia masing-masing, dan segmen UMKM yang tidak memiliki rekening bank serta berkembang pesat menyumbang sekitar 60% dari PDB.

Direktur Investree Group, Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa inisiatif tersebut dalam rangka menciptakan kolaborasi yang kohesif antara fintech dan bank serta melakukan inovasi produk untuk menyediakan layanan pembiayaan digital dan solusi bisnis yang lebih terintegrasi, sebagai perluasan jangkauan kepada calon debitur/UMKM di kota-kota yang masuk dalam jaringan Amar Bank.

“Selain itu, akuisisi akan semakin meningkatkan ekosistem yang kuat yang telah memungkinkan peningkatan potensi strategis Investree untuk memberdayakan UMKM di seluruh negeri. Komitmen ini sejalan dengan salah satu agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia, yaitu mendorong inklusi keuangan khususnya bagi komunitas UMKM yang selama ini belum terlayani dengan baik oleh perbankan,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Selasa (10/5).

Managing Director, Fintech & Infrastructure Tolaram Navin Nahata menambahkan, kehadiran Investree, sejalan dengan upaya perusahaan untuk membangun Amar Bank menjadi bank digital terkemuka yang berfokus pada konsumen dan UMKM.

Dia memercayai pengetahuan mendalam Investree tentang ruang pembiayaan UMKM lokal memungkinkan Amar Bank mempercepat inovasi diversifikasi produk untuk menangani segmen ekonomi Indonesia yang penting namun secara historis kurang terlayani. “Kami menantikan kemitraan yang sukses dan berjangka panjang dengan Investree,” ujarnya.

Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian turut memberikan pernyataannya, “Transaksi ini merupakan langkah maju yang signifikan bagi Amar Bank. Keterlibatan dan keahlian Investree akan memungkinkan kami untuk memperkenalkan penawaran produk baru dan lebih baik untuk UMKM di Indonesia, di samping produk pinjaman digital unggulan kami, Tunaiku dan bank khusus seluler, Senyumku. Bersama-sama, kami akan menghadirkan Digital Banking with an Impact.”

Kinerja Amar Bank

Berdasarkan paparan kinerja Amar Bank, bank meraih laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp4,1 miliar dan kenaikan total aset sebesar Rp5,2 triliun yang tumbuh 28,2% (yoy). Dari sisi pinjaman, tumbuh 40,1% secara tahunan atau sebesar Rp2,4 triliun. Mayoritas pinjaman datang dari platform pinjaman Tunaiku yang menyalurkan Rp2 triliun atau naik 63%.

Masuknya Investree, juga merupakan upaya Amar Bank untuk memenuhi ketentuan inti minimum sebesar Rp3 triliun di penghujung 2022, berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang konsolidasi bank umum. Bank telah menyelesaikan Rights Issue I pada 1 Maret 2022, dan tetap optimis bisa memenuhi ketentuan hingga akhir tahun ini.

Hal yang sama juga dilakukan oleh bank kecil lainnya. Sebelumnya, ada Xendit yang mengakuisisi saham Bank Sahabat Sampoerna, induk Kredivo yang resmi menguasai 75% saham Bank Bisnis Internasional, Grab dan Singtel sebagai investor strategis Bank Fama, Modalku dan Carro berinvestasi di Bank Index, dan Ajaib Group genggam 40% saham Bank Bumi Artha. Selebihnya masih sekadar rumor, tinggal tunggu kabar peresmiannya, seperti Amartha yang dikabarkan akan akuisisi Bank Victoria Syariah.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Kini Kuasai Hampir 15 Persen Saham Bank Sahabat Sampoerna [UPDATED]

Xendit mengumumkan investasi strategis di Bank Sahabat Sampoerna. Nantinya, Xendit akan menjadi mitra teknologi Bank Sampoerna untuk mengembangkan infrastruktur teknologi kelas dunia dan terus meningkatkan proses internal dan produk yang tersedia.

Dalam keterangan resmi, tidak disebutkan persentase saham Bank Sampoerna yang kini dimiliki Xendit. Namun menurut pemberitaan DailySocial.id sebelumnya, Xendit akan mengempit saham secara bertahap hingga 51% menjadi pemegang mayoritas.

Mengutip dari situs Bank Sampoerna, Xendit Pte. Ltd. menguasai 14,96% saham. Pemegang saham mayoritas, PT Sampoerna Investama terdilusi menjadi 64,24%. Kemudian, PT Cakrawala Mulia Prima (bagian dari Alfa Group) juga ikut tergerus menjadi 14,28%. Sisanya, dikuasai oleh Abakus Pte. Ltd. (2,55%), Sultan Agung Mulyani (2,49%), Ekadhamajanto Kasih (0,79%), dan Yan Peter Wangkar (0,69%).

Co-founder dan CEO Xendit Moses Lo menyampaikan kedua perusahaan akan terus berjalan secara independen, tanpa mengubah produk dan layanan yang ada. “Kami akan bekerja sama unutk menetapkan arah strategis jangka panjang,” ujar Lo dalam keterangan resmi, Rabu (22/4).

“Xendit dan Bank Sampoerna telah menjadi mitra sejak awal Xendit di Indonesia. Dengan investasi ini, Xendit bangga dapat mendukung Bank Sampoerna dalam mengembangkan infrastruktur digital Bank dan terus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital bangsa.”

CEO Bank Sampoerna Ali Rukmijah turut menambahkan, “Kolaborasi telah menjadi titik sentral Bank Sampoerna dalam melayani bisnis mikro dan UKM. Dukungan dari Xendit tentunya akan meningkatkan kemampuan layanan kami. Peningkatan tersebut akan terlihat dari segi kapasitas layanan, cakupan, dan yang tidak kalah pentingnya, kualitas & inovasi.”

Bank Sampoerna adalah bank swasta Indonesia yang fokus pada bisnis mikro, UKM dan banking-as-a-service kepada bisnis berbasis teknologi. Selama bertahun-tahun, Bank Sampoerna terus berinovasi dan berinisiatif mengembangkan layanan transaksi perbankan yang inovatif dengan mengoptimalkan teknologi di berbagai produk dan layanan digital. Hal ini dilakukan melalui integrasi teknis dan berbagai format yang disediakan oleh bank.

Aplikasi Nex

Saat ini, Xendit tengah mengujicoba secara terbatas aplikasi bank digital Nex. Nex akan memanfaatkan kapabilitas perbankan milik Bank Sampoerna dan teknologi yang ditawarkan Xendit. Fitur awal yang ditawarkan adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan pengiriman dan penerimaan dana. Hal yang umum ditawarkan bank digital kekinian.

Aplikasi Nex dikelola tiga pihak, yakni PT Nex Teknologi Digital, PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai), PT Sinar Digital Terdepan (Xendit), dan afiliasi-afiliasinya. Iluma bertugas melakukan e-KYC dan pengecekan skoring kredit yang lebih seamless. Kemungkinan besar Iluma adalah bagian dari Xendit karena lokasi kantornya satu gedung dengan kantor pusat Xendit.

Kepada DailySocial.id, perwakilan Xendit memberikan pernyataannya. Mereka bilang, aplikasi Nex merupakan produk digital yang sedang berada dalam masa uji-coba terbatas dan saat ini hanya dipergunakan untuk kalangan internal, tanpa melibatkan Bank Sahabat Sampoerna.

“Aplikasi Nex sepenuhnya dikelola oleh PT Nex Teknologi Digital. PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai) maupun PT Sinar Digital Terdepan (Xendit) tidak terlibat dalam pengelolaan aplikasi ini,” tulis manajemen.

Akuisisi perusahaan pembiayaan

Sebelumnya, Xendit juga mengonfirmasi akan membeli saham perusahaan pembiayaan PT Global Multi Finance. Langkah ini terkait dengan rencana Global Multi Finance merger dengan PT Emaas Persada Finance.

“Yang saat ini diumumkan di media adalah rencana aksi korporasi dari Globalindo Multi Finance mengenai perubahan kepemilikan. Xendit group nantinya menjadi salah satu pemilik dari Globalindo Multi Finance,” ujar perwakilan perusahaan mengutip dari Katadata.

Tidak dirinci lebih lanjut terkait besaran saham yang akan diakuisisi Xendit nantinya. Sebab, dia bilang masih berlangsung proses administrasinya dan akan disampaikan ketika rampung. Dilanjutkan, masuknya ke perusahaan pembiayaan ini nantinya akan memberikan produk-produk pembiayaan sebagai nilai tambah.

 

*) Kami menambahkan pernyataan tambahan dari manajemen Xendit terkait Nex.

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Group Kini Miliki 40% Saham Bank Bumi Arta

Ajaib Group melalui PT Takjub Finansial Teknologi (TFT) kembali meningkatkan porsi kepemilikan sahamnya di PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) sebanyak 443,52 juta saham atau setara 16 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi pembelian saham ini dilaksanakan pada 8 April 2022 dengan harga pelaksanaan Rp1.345 per saham.

Sebelumnya, Ajaib Group mencaplok sebanyak 665,2 juta saham atau mewakili 24 persen saham Bank Bumi Arta pada November 2021. Dengan penambahan ini, Ajaib kini menguasai 1,10 miliar saham atau setara 40 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Manajemen Ajaib Group mengungkap bahwa pihaknya ingin menjadi pemegang saham pengendali baru Bank Bumi Arta melalui penambahan kepemilikan saham ini.

Ekspansi produk

Dalam pemberitaan sebelumnya, Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora sempat menyampaikan bahwa akuisisi ini akan memudahkan Ajaib untuk mengembangkan lebih banyak produk di masa depan.

Perusahaan mulai memperkenalkan layanan baru bernama Margin Trading Ajaib pada Maret. Sebagai informasi, margin trading merupakan pinjaman yang difasilitasi perusahaan sekuritas kepada nasabah pemilik rekening efek.

Margin Trading Ajaib memungkinkan pengguna untuk menebus jumlah saham lebih banyak dengan menggunakan pinjaman dana dari perusahaan sekuritas. Ajaib memfasilitasi Margin Trading dengan 0% pada biaya broker dan bunga margin.

Saat ini, bisnis utama Ajaib adalah platform investasi untuk saham dan reksa dana. Per Desember 2021, total investor Ajaib telah mencapai 1,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebesar 96 persen merupakan investor pemula dan 90 persen masuk kelompok usia muda.

Sementara data BEI per akhir 2021 mencatat baru ada 7,48 juta investor retail di Indonesia. Namun, angka tersebut tumbuh signifikan sebesar 92,7 persen dibandingkan akhir 2020 yang hanya sekitar 3,88 juta investor.

Jika mengacu pada model bisnis Robinhood, platform trading dan investasi ini menerapkan komisi nol pada layanannya. Robinhood memonetisasi bisnis melalui sejumlah skema, termasuk margin trading, cash management fee, hingga Robinhood Gold.

Fintech akuisisi bank

Sempat dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan sejumlah faktor kuat yang melandasi aksi startup fintech mengakuisisi bank.

Akuisisi bank akan memampukan startup fintech untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh Indonesia. Salah satunya lewat fasilitas pinjaman modal usaha dengan plafon lebih tinggi. Dalam catatan kami, beberapa startup fintech yang mengakuisisi bank ini fokus di segmen UMKM.

Diolah dari berbagai sumber / DailySocial.id

Faktor lainnya, bank-bank yang diakuisisi ini merupakan bank kecil. Mereka dicaplok dengan harga murah karena tidak mampu memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK. Lagi pula, akuisisi bank kecil lebih memudahkan perusahaan untuk melakukan transformasi karena infrastruktur dan kantor cabangnya kecil.

Application Information Will Show Up Here

Komunal Akuisisi BPR Asal Kediri, Dijadikan sebagai Percontohan dan Lab Inovasi

BPR Prima Dadi Arta kini sudah resmi menjadi bagian dari startup p2p lending Komunal, setelah mendapat izin efektif dari OJK yang telah diterbitkan sejak Februari 2022. Perusahaan akan menjadikan BPR asal Kediri, Jawa Timur ini sebagai BPR percontohan sekaligus laboratorium inovasi untuk pengembangan solusi BPR di Indonesia agar dapat beroperasi secara efisien, serta terintegrasi dengan ekosistem Komunal.

“Sebelum kita punya BPR, ketika mau memperkenalkan inovasi ke OJK itu lama karena posisi kita bukan sebagai BPR tapi sebagai fintech. Banyak pihak yang harus kita yakinkan dan tidak bisa dipaksa. Namun ketika posisinya sudah menjadi BPR, kita bisa lebih mudah presentasi di depan OJK dan bisa sharing ke BPR lain juga,” ucap Co-founder dan CEO Komunal Hendry Lieviant saat dihubungi DailySocial.id, Selasa (12/4).

Sebelumnya pengumuman rencana aksi korporasi ini sudah diumumkan pada November 2021. Mengutip dari Bisnis.com, Komunal mengakuisisi 100% saham BPR Prima Dadi Arta atas nama direktur dan pendirinya, yakni Hendry Lieviant (34%), Rico Tedyono (33%), dan Kendrick Winoto (33%). Ketiganya mengambil alih kepemilikan saham BPR yang sebelumnya digenggam Peter Lumanpauw, Arthur Lumanpau, Elsye Susana, dan Fendy dengan total nominal saham Rp2,7 miliar.

Hendry melanjutkan, area inovasi digital yang dilakukan Komunal untuk BPR ini tidak ingin jauh-jauh dari DNA BPR sebagai spesialis di bisnis simpan-pinjam dan kredit. Hal itu dimaksudkan dengan penambahan solusi digital, dapat membuat BPR jadi tumbuh secara efisien, aman, dan mendorong masyarakat untuk menaruh dananya di BPR.

“Ini jadi cycle, masyarakat mau simpan dana di BPR, BPR-nya jadi tumbuh lebih besar, ekonomi lokal pun akan semakin terbantu. Sebab kami percaya, di daerah itu semua harus jalan bareng-bareng, fintech lending jalan, bank digital jalan, dengan demikian inklusi keuangan akan berjalan jauh lebih cepat.”

Dengan ambisi menjadi BPR percontohan, sambungnya, untuk urusan pendanaan di industri BPR bisa sepenuhnya mengandalkan kehadiran startup fintech. Kemampuan data analitik yang mumpuni dari startup, dapat membantu BPR menyalurkan kredit secara efisien, namun dengan tetap mengedepankan aspek prudensial.

Secara industri, BPR yang beroperasi di Indonesia itu berkisar di angka 1.500 dengan total 5.800 kantor cabang. Ia pun merinci, sekitar 5.500 dari total kantor cabang BPR ini setara dengan kantor cabang lima bank besar di Indonesia. Ialah, Bank Mandiri, BCA, CIMB Niaga, BTPN, dan BTN.

“Dari angka itu, 97% ada di luar Jabodetabek dan Banten, berlokasi di kota lapis dua dan tiga. Jadi masih banyak potensi yang bisa dikembangkan, asal mereka [BPR] mau berkembang. Maka, DepositoBPR ini jadi langkah pertama dan bisa jadi solusi win-win untuk semuanya.”

Salah satu implementasi yang akan dilakukan lewat BPR Prima Dadi Arta adalah e-bilyet. Hendry menuturkan, penerbitan bilyet kini sudah tidak relevan dengan perkembangan di era digital. Bilyet itu merupakan dokumen fisik untuk membuktikan keabsahan deposito yang dimiliki seseorang itu adalah asli.

Dicontohkan, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta, begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik depositnya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung oleh konsumen. Pihaknya sedang mengajukan proses perizinan untuk e-bilyet di OJK.

“Banyak cara lain untuk solve that issue. Tapi kan kegiatan tersebut sudah dijalankan oleh BPR yang sudah puluhan tahun beroperasi, kita mau dobrak inovasi e-bilyet begitu sukses di BPR Prima Arta Dadi kita mau ajak yang lain.”

Peresmian aplikasi DepositoBPR

Pekan lalu (7/4), Komunal meresmikan aplikasi DepositoBPR untuk menghubungkan berbagai BPR dan nasabah di seluruh Indonesia yang ingin melakukan pembukaan DepositoBPR secara online. Produk ini dirintis melalui anak usaha Komunal (PT Komunal Finansial Indonesia), yakni PT. Komunal Sejahtera Indonesia yang telah tercatat di OJK sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD).

Hendry menjelaskan sampai saat ini Komunal telah berhasil menyalurkan dana nasabah senilai Rp500 miliar kepada mitra-mitra BPR yang sudah bekerja sama dengan Komunal. Disebutkan DepositoBPR telah bekerja sama dengan 110 BPR, dengan persebaran sekitar 50% terpusat di area Jawa Timur, sisanya tersebar Pulau Jawa dan Bali.

“Kami mau perdalam penetrasi BPR ke luar Pulau Jawa dan Bali BPR, di Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Kami baru ada masing-masing 1 BPR yang bekerja sama untuk masing-masing pulau tersebut. Meski sedikit ini bukan berarti tidak ada BPR di sana, tapi belum ada pihak yang mau ke sana. Ini jadi kesempatan kami.”

Seluruh BPR yang telah bekerja sama ini sebelumnya sudah disortir oleh perusahaan, hanya mereka yang sudah terdaftar di LPS. DepositoBPR dapat diunduh melalui App Store dan Play Store, menawarkan bunga deposito hingga 6% per tahun dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)sampai dengan Rp2 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Tiket.com Pertimbangkan Merger dengan Blibli Sebelum IPO

Platform OTA Tiket.com dilaporkan tengah mempertimbangkan merger dengan e-commerce Blibli untuk memuluskan rencana IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kabar tersebut pertama kali mencuat dari pemberitaan Bloomberg.

Sebelumnya kepada DailySocial.id, baik Tiket.com maupun Blibli mengonfirmasi bahwa saat ini valuasinya sudah lebih dari $1 miliar dan masuk ke jajaran unicorn. Sehingga aksi go public dengan penggabungan bisnis ini dapat menghasilkan gabungan valuasi setidaknya $2 miliar saat IPO.

“Penjajakan [merger dengan Tiket] tengah berlangsung tetapi belum ada keputusan final,” ungkap sumber tersebut. Baik perwakilan COVA dan Tiket.com menolak berkomentar terkait rencana merger ini. Sementara, perwakilan Blibli belum menanggapi kabar tersebut.

Apabila ini rencana ini benar, Tiket.com ini berpotensi bergabung ke PT Global Digital Niaga yang menaungi Blibli, sebelum melantai di bursa saham — atau membuat sebuah entitas holding seperti yang dilakukan GoTo. Kedua perusahaan mengandalkan konglomerat Djarum Group untuk mendukung IPO ini.

Sebelumnya, Blibli dikabarkan bekerja sama dengan Credit Suisse Group AG dan Morgan Stanley untuk merealisasikan rencana IPO ini.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Tiket.com awalnya juga mempertimbangkan untuk merger dengan COVA Acquisition Corp dengan nilai $2 miliar. Namun, menurut laporan terbaru Bloomberg, sumber menyebut pembicaraan dengan perusahaan cek kosong atau SPAC ini dihentikan karena tidak menemui titik temu.

Selain opsi SPAC, Chief Executive Officer George Hendrata juga tengah mengeksplorasi opsi IPO secara tradisional serta kemungkinan untuk melakukan penggabungan bisnis dengan salah satu super app di Asia Tenggara.

Tiket.com resmi diakuisisi sepenuhnya oleh Blibli yang berada di bawah naungan GDP Ventures. Adapun, GDP Venture merupakan perusahaan venture capital di sektor digital milik Djarum Group. Platform ini tercatat memiliki jaringan lebih dari 90 maskapai penerbangan serta 2,8 juta hotel dan penginapan lainnya. 

Blibli.com merupakan platform e-commerce yang mengandalkan model bisnis B2C, B2B, hingga B2B2C untuk memasarkan berbagai produk dengan lebih dari 100.000 mitra bisnis.

Sinergi

Jika IPO ini terealisasi, Blibli bakal menyusul PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) yang go public dengan opsi merger. GoTo resmi melantai di BEI hari ini, Senin (11/4), dan berhasil memperoleh dana IPO sebesar Rp15,8 triliun.

Pada kasus Blibli dan Tiket.com, sinergi keduanya sudah lebih dulu terjalin manakala keduanya mengumumkan integrasi akun pengguna dan program loyalitas di masing-masing platform pada Februari 2022 lalu. Sinergi ini diklaim menjadi yang pertama antara platform e-commerce dan OTA di Indonesia.

Kemudian, Blibli juga bermitra secara eksklusif dengan bank digital “blu”, yang juga anak usaha BCA yang dimiliki Djarum Group. Seperti halnya kolaborasi Tiket dan Blibli, sinergi ini diklaim juga yang pertama antara e-commerce dan bank digital.

Dalam skala besar, merger ini memungkinkan Blibli untuk mengeksekusi bisnis utamanya untuk memenangkan pasar online dan offline di Indonesia, terutama di segmen UMKM.

Saat ini baik Tiket.com dan Blibli juga turut didukung Cermati Fintech Group, salah satunya dengan mengaplikasikan layanan paylater dari Indodana (salah satu produk CFG). Adapun Cermati juga sebelumnya telah menjadi bagian dari Djarum Group melalui investasi strategis yang digelontorkan. Selain paylater, mereka memiliki sejumlah layanan finansial lainnya, termasuk insurtech, agregator, hingga open finance.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Asal Singapura “Glife Technologies” Ekspansi ke Indonesia Lewat Akuisisi PanenID

Startup food tech  yang berkantor pusat di Singapura, Glife Technologies, mengumumkan telah mengakuisisi penuh PanenID (Indonesia) dan Yolek (Malaysia). Kedua akuisisi ini merupakan bagian dari rencana perusahaan untuk masuk ke Indonesia dan Malaysia pasca mengantongi pendanaan seri A pada November 2021.

Putaran ini bernilai S$11 juta ($8 juta) yang dipimpin oleh Heliconia Capital, anak perusahaan investasi yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek. Hibiscus Fund dana VC yang dikelola oleh RHL Ventures Malaysia dan KB Investment juga berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Tidak disebutkan nominal transaksi dalam akuisisi ini. Namun bisa dipastikan, Glife menjadi pemegang saham tunggal terbesar di PanenID dan Yolek.

PanenID merupakan startup farm-to-table berbasis di Bali yang secara langsung menghubungkan hotel dan restoran dengan petani. Didirikan pada tahun 2017, PanenID mengkhususkan diri dalam manajemen rantai pasokan untuk pertanian berkelanjutan. Perusahaan mempelopori perdagangan yang adil untuk lebih dari 120 petani kecil di wilayah ini, yang secara langsung menghubungkan mereka dengan pelanggan akhir, restoran, dan hotel di Jakarta dan Bali.

Sementara Yolek adalah distributor B2B untuk produk kering, bebas daging beku dan produk nabati yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun dalam industri distribusi makanan grosir, Yolek Vege Mart melayani lebih dari 600 pedagang di seluruh industri F&B yang mencakup pengecer makanan vegetarian dan organik, grosir dan bisnis HORECA di Klang Valley.

Sejumlah startup lokal juga tengah mengupayakan solusi supply chain produk pertanian ke segmen bisnis, di antaranya Tanihub, Agriaku, Eratani dan lain-lain. Bahkan karena besarnya potensi di B2B ini, Tanihub tahun lalu memilih untuk fokus ke segmen ini dan menutup model B2C yang sebelumnya turut dijalankan.

Ingin merevolusi rantai pangan pertanian

Co-founder & Deputy CEO Glife Caleb Wu menuturkan, misi utama perusahaan adalah merevolusi rantai pangan pertanian dengan meningkatkan efisiensi dalam prosesnya melalui adopsi teknologi yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara petani, pemasok, dan penjual. Menurutnya, baik Indonesia dan Malaysia adalah komunitas yang dinamis dalam bidang pangan dan pertanian. Perusahaan menyadari potensi besar untuk memanfaatkan pasar pertanian yang besar.

“Kemitraan strategis akan memungkinkan kami menghadirkan solusi teknologi terbaik Glife di luar batas Singapura dan kami sangat bersemangat untuk terhubung dengan lebih banyak petani dan restoran di kawasan ini. PanenID dan Yolek adalah mitra berharga dalam perjalanan kami, memanfaatkan pengetahuan lokal mereka untuk menjembatani kesenjangan dalam rantai nilai makanan dan memperkuat jaringan regional kami.”

Didirikan sejak 2018, Glife mendedikasikan diri untuk mengangkat petani, pemasok, dan pedagang di industri makanan dan pertanian karena bercita-cita untuk memberi makan Asia Tenggara secara berkelanjutan. Sebagai penyedia solusi layanan makanan yang terintegrasi secara vertikal, Glife memperluas layanannya pada 2021 dengan menyediakan berbagai teknologi digital restoran untuk merchant di industri HORECA.

Menurut Wu, kemitraan dengan kedua perusahaan ini nantinya akan mengimplementasikan GlifeWare, solusi Enterprise Resource Planning (ERP) yang dikembangkan internal di PanenID dan Yolek. Solusi ERP ini secara khusus bertujuan untuk meningkatkan layanan ujung ke ujung di seluruh rantai pasokan makanan termasuk Manajemen & Proses Pesanan, Sistem Manajemen Gudang, dan Sistem Manajemen Transportasi.

Keberhasilan implementasi GlifeWare di PanenID dan Yolek diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional sebesar 30% – 50%, diukur dari operasionalnya kapasitas dan tingkat pemenuhan. Terhitung, Glife telah melayani lebih dari 1000 petani dan lebih dari 900 pedagang di Singapura.

CEO PanenID Johannes Dwi Cahyo mengatakan, pihaknya menyambut dengan antusias atas bergabungnya perusahaan di Glife. Menurutnya, Glife memahami kebutuhan industri rantai pasokan makanan dan memiliki bertujuan untuk menjembatani kesenjangan di atasnya. “Dengan platform teknologi yang kuat dari Glife, kami sangat senang melihat bagaimana hal itu akan meningkatkan operasional secara signifikan dan efisiensi bagi PanenID untuk memenuhi kebutuhan produk dan bahan makanan hotel dan restoran,” kata Johannes.

Direktur Yolek Desmond Tan turut menambahkan, “Perangkat lunak inovatif  Glife dikombinasikan dengan pengalaman dan pengetahuan lokal kami sebagai distributor HORECA lebih dari 30 tahun di bidang distribusi makanan nabati dan ritel, telah menciptakan landasan yang kokoh untuk menumbuhkan kemitraan ini. Kami sangat senang dengan peluang pertumbuhan Yolek yang akan muncul dari adopsi solusi digital dalam industri yang konvensional ini.”

Untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan ke depannya, Glife akan melanjutkan rencana ekspansi di kawasan Asia Tenggara dan secara bersamaan bergerak menuju putaran penggalangan dana Seri B yang dijadwalkan berlangsung pada paruh kedua tahun 2022.

Gojek Jual Coins.ph di Filipina ke ex-CFO Binance; GoTo Alokasikan Rp310 Miliar ke Mitra Pengemudi

Gojek resmi menjual bisnis pembayarannya di Filipina Coins.ph. Mengutip dari The Ken, nilai transaksinya sebesar $200 juta (sekitar 2,8 triliun Rupiah). Angka tersebut mencapai dua kali lipat lebih besar dari pertama kali dibeli Gojek pada Januari 2019 sebesar $95 juta (sekitar 1,3 triliun Rupiah).

Sumber The Ken juga menyatakan bahwa beberapa investor regional yang akrab dengan Coins.ph atau Gojek mengonfirmasi kesepakatan tersebut. Pembelinya adalah Wei Zhou, eks CFO Binance. Zhou meninggalkan perusahaan secara tiba-tiba pada Juni 2021.

Coins didirikan pada 2014 dan dipimpin oleh pengusaha Silicon Valley, Ron Hose. Coins adalah startup pembayaran yang memungkinkan penggunanya untuk membeli dan menjual mata uang kripto dan melakukan pembayaran digital. Hose kemudian meninggalkan Coins pada 2020 untuk bergabung dengan Wavemaker Partners sebagai Venture Partner.

Dalam situsnya disebutkan bahwa Coins memiliki tiga unit bisnis, yakni mobile payment, uang digital, dan sistem pembayaran untuk bisnis. Dalam unit uang digital, Coins memiliki platform perdagangan Bitcoin, Bitcoin Cash, dan Ethereum. Coins juga memperjualbelikan Bitcoin dengan mata uang Peso, meski pembeli dan penjual tidak memiliki rekening bank.

Kemudian seiring berjalannya waktu, perusahaan mengembangkan layanan finansialnya dengan menawarkan pembayaran tagihan, remitansi, hingga mobile top-up. Kini, perusahaan telah terintegrasi dengan Ronin, sidechain Ethereum milik Sky Mavis yang dibuat khusus untuk play-to-earn Axie Infinity.

Di Filipina, popularitas game Axie Infinity melonjak di tengah pandemi. Sky Mavis melaporkan sebanyak 29 ribu dari 70 ribu unduhan game pada April 2021 berasal dari Filipina. Peningkatan itu dipicu oleh tingkat pengangguran yang fluktuatif selama pandemi. Game NFT inilah yang dijadikan alternatif untuk memperoleh penghasilan.

Pada saat yang sama, transaksi kripto begitu tumbuh pesat karena pemerintahnya yang begitu serius membumikannya sejak 2019. Saat itu, Komisi Sekuritas dan Bursa Efek Filipina (PSE) mempertanyakan apakah negaranya siap mendirikan bursa kripto yang lengkap. Di sisi lain, penggunaan pembayaran digital dalam negeri kian menguat. Tercatat 10% dari PDB berasal dari pengiriman uang yang dilakukan oleh 10 juta ekspatriat Filipina yang bekerja di luar negeri.

Dalam beberapa tahun terakhir, Filipina telah berupaya mengukuhkan dirinya sebagai pusat kripto regional. Pada 2018 lalu, negara tersebut sudah membuka Kawasan Ekonomi Khusus yang berlokasi di Cagayan yang ditujukan untuk sejumlah perusahaan kripto.

Setelah menyaksikan cepatnya pertumbuhan pengguna aset digital dalam tiga tahun terakhir, pada Januari 2021 bank sentral Filipina memutuskan untuk mengeluarkan peraturan baru bagi penyedia layanan mata uang kripto.

Mungkin saja, kondisi demikian membuat Gojek merasa tidak berada dalam jalur yang sama untuk perdalam penetrasi pembayaran digital di ranah UMKM. Sebab di Filipina, mata uang kripto lebih diterima karena efeknya yang begitu terasa. Di Indonesia, pertumbuhan transaksi kripto belum semasif dibandingkan Filipina. GoPay di Indonesia sudah menjadi salah satu alternatif untuk top up saldo di beberapa platform jual-beli aset kripto, seperti Pintu, Tokocrypto, Indodax, dan sebagainya.

Alokasi saham untuk mitra pengemudi

Di saat yang bersamaan, GoTo mengalokasikan dana sebesar Rp310 miliar khusus untuk mitra pengemudi di ekosistem GoTo dalam Program Saham Gotong Royong. Perusahaan memberikan saham secara cuma-cuma kepada seluruh mitra pengemudi setia dan memenuhi syarat.

Dalam keterangan resmi, CEO Grup GoTo Andre Soelistyo mengatakan, sejak awal berharap bisa membawa para mitra untuk turut merasakan manfaat ketika GoTo melakukan IPO. “Oleh karena itu, melalui Program Saham Gotong Royong ini, GoTo ingin memberikan apresiasi kepada para mitra pengemudi yang telah turut bekerja sama membangun ekosistem GoTo dari awal dan telah setia bersama kami di pasang surut perjalanan perusahaan,” kata Andre, Senin (4/4).

Para penerima manfaat program ini mencakup berbagai kriteria mitra pengemudi, mulai dari GoRide, GoCar, GoSend, GoFood, dan GoBox. Adapun, kriteria mitra pengemudi ditentukan berdasarkan beberapa faktor, di antaranya durasi kemitraan dan status aktif mitra mengemudi. Hampir seluruh mitra pengemudi aktif di Indonesia berkesempatan untuk mengikuti program ini.

Mitra yang telah terdaftar sebagai mitra sejak 2010 hingga 2016 akan berkesempatan menerima 4.000 lembar saham seri A GoTo. Sedangkan mitra yang terdaftar sejak 2017 hingga bulan Februari 2022 berkesempatan untuk menerima 1.000 lembar saham seri A.

Saham tersebut akan diterima oleh mitra pengemudi setelah berakhirnya delapan bulan periode lock-up dihitung sejak pernyataan pendaftaran IPO GoTo telah dinyatakan efektif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan OJK Nomor 22/POJK.04/2021. GoTo telah mendapatkan pernyataan efektif dari OJK pada tanggal 30 Maret 2022 lalu.

Secara terpisah, sesuai aturan yang berlaku, para mitra pengemudi di Singapura dan Vietnam juga akan menerima bentuk apresiasi secara tunai.

Untuk meningkatkan literasi keuangan para mitra pengemudi, GoTo juga akan menggandeng pakar keuangan dan investasi untuk memberikan pengenalan dan pelatihan tentang pengelolaan keuangan dan investasi. Diklaim Program Saham Gotong Royong GoTo menjadi salah satu program kepemilikan saham paling inklusif di dunia saat ini. Skema kepemilikan saham yang inklusif dan unik ini tidak hanya memungkinkan mitra pengemudi di Indonesia untuk menerima manfaat ekonomi bebas biaya dari IPO GoTo, namun juga mengikutsertakan mitra pedagang dan konsumen.

Mitra pedagang dan konsumen GoTo yang setia juga telah mendapatkan akses prioritas untuk memesan saham GoTo melalui alokasi saham tetap (fixed allocation) selama masa penawaran awal (bookbuilding) yang telah berlangsung dari tanggal 15-24 Maret 2022 lalu.

Selain itu, perusahaan juga memungkinkan semua karyawan tetap untuk menjadi pemegang saham guna membantu mendorong budaya ‘mentalitas pemilik’, sejalan dengan Program Rencana Insentif Jangka Panjang Perusahaan yang bertujuan untuk menarik dan menghargai talenta berkinerja tinggi sejak perusahaan didirikan.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Induk Kredivo Resmi Menguasai 75% Saham Bank Bisnis Internasional

PT FinAccel Teknologi Indonesia atau dikenal dengan induk Kredivo, resmi menguasai 75% saham PT Bank Bisnis Internasional Tbk (IDX: BBSI) setelah sebelumnya mengajukan penambahan kepemilikan saham ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut mereka, aksi korporasi ini menjadi langkah signifikan perusahaan untuk menawarkan produk keuangan digital yang lebih variatif, dari kredit digital dan paylater hingga pinjaman dengan plafon lebih tinggi di masa depan.

Diberitakan sebelumnya, FinAccel mengakuisisi saham Bank Bisnis secara bertahap. Akuisisi pertama dilakukan pada Mei 2021 sebesar 24% dan menjadi 40% pada Oktober 2021. Kemudian, perusahaan kembali meningkatkan porsi kepemilikannya sebesar 1,15 miliar lembar saham atau setara 35% pada Februari 2022.

Dengan demikian, struktur kepemilikan saham setelah pengambilalihan saham menjadi sebagai berikut; FinAccel Teknologi Indonesia memiliki 75% dengan kepemilikan 2,48 miliar lembar saham, Sundjono Suriadi memiliki 4,91% dengan 162,4 juta lembar saham, PT Sun Antarnusa 4,17% (138 juta lembar), dan publik 15,92% (526,3 juta lembar).

Dalam keterangan resminya, Group CEO & Co-founder FinAccel Akshay Garg menargetkan proses akuisisi rampung pekan ini. Semua persetujuan regulator untuk akuisisi Bank Bisnis, termasuk dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah diperoleh.

“Meski Kredivo telah memimpin penyedia kredit digital lewat bisnis paylater dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi layanan perbankan di Indonesia baru saja dimulai. Sejalan dengan misi kami untuk memberikan layanan keuangan dengan cepat, terjangkau, dan luas, kami siap melayani pengguna dengan produk perbankan bertaraf dunia ke depannya,” ungkap Akshay.

Sementara itu, perwakilan pemegang saham dari keluarga Suriadi menambahkan, “Bank Bisnis memiliki sejarah panjang dan membanggakan. Di saat sektor perbankan secara cepat mengarah ke digitalisasi, kami sangat senang menyambut FinAccel sebagai pemegang saham mayoritas baru Bank Bisnis. Kami mendukung visi mereka untuk membangun franchise digital bank terdepan di Indonesia,” demikian pernyataannya.

Fenomena fintech akuisisi bank

Sebagaimana dipaparkan pada artikel sebelumnya, akuisisi FinAccel akan memungkinkan Bank Bisnis untuk dapat memanfaatkan teknologi, data, dan customer base yang telah dimiliki oleh FinAccel untuk mengincar pasar yang selama ini belum terlayani oleh merchant-merchant online di Indonesia.

Saat ini, FinAccel menaungi produk paylater Kredivo dan lending Kredifazz. Kredivo tercatat punya 5 juta pengguna tahun lalu dengan ketersediaan layanan di lebih dari 1.000 merchant di Indonesia.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan ada sejumlah alasan mengapa startup fintech gencar mengakuisisi bank di Indonesia, terutama startup yang menyalurkan pinjaman, baik ke pengguna maupun modal bagi pelaku UMKM

Sebagai konteks, kami mencatat ada beberapa aksi serupa induk Kredivo, di antaranya Akulaku dan Bank Neo Commerce, WeLab dan Bank Jasa Jakarta, dan yang baru-baru ini diberitakan Amartha dan Bank Victoria Syariah (belum terkonfirmasi). Startup fintech di bidang investasi, Ajaib juga mengakuisisi Bank Bumi Artha pada November 2021.

Pertama, OJK mengatur batasan maksimum pinjaman oleh fintech lending sebesar Rp2 miliar. Apabila meminjam ke perbankan, plafon yang ditawarkan bisa lebih tinggi.

Fintech tidak bisa terus-menerus berharap pada lender ritel karena biaya bunga yang diberikan cukup mahal. Sementara, pendanaan fintech yang bersumber dari institutional lender dibatasi OJK. Maka itu, fintech mengakuisisi bank sehingga sumber pendanaan dari simpanan nasabah bank dapat mendorong penyaluran pinjaman fintech,” paparnya.

Jika dilihat, kebanyakan bank yang dicaplok adalah bank kecil. Selain lebih mudah untuk melakukan transformasi karena infrastruktur dan kantor cabangnya kecil, bank kecil dijual murah karena tidak mampu memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK.

Dalam gambaran menyeluruh, aksi korporasi di atas bermuara pada satu misi yang sama, yakni mendorong inklusi keuangan ke segmen underbanked dan unbanked. “Perbankan selalu kesulitan mendorong pinjaman ke segmen mikro karena biaya operasional terlalu mahal. Sementara, fintech banyak menggarap segmen mikro. Jadi, bank tidak perlu report channeling pinjaman mikro ketika merger dengan startup.”

Application Information Will Show Up Here

Platform Pekerja Lepas “Sribu” Diakuisisi Perusahaan SDM Asal Jepang

Platform marketplace pekerja lepas Sribu mengumumkan telah diakuisisi oleh Mynavi Corporation Japan, perusahaan SDM dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, dengan nominal dirahasiakan. Akuisisi ini menandai debut Mynavi dalam memperluas portofolio bisnisnya di Indonesia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (30/3), Founder dan CEO Sribu Ryan Gondokusumo menyampaikan aksi korporasi ini telah tuntas sejak awal 2022, menjadikan Mynavi sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan. Ia pun memastikan bahwa tidak ada perubahan di sisi manajemen dan operasional Sribu.

Alasan perusahaan mau diakuisisi karena melihat kesamaan dari visi dan misi Mynavi yang kuat di bidang sumber daya manusia. Sribu dapat memanfaatkan seluruh keahlian dan pengalaman Mynavi untuk membantu pengembangan bisnisnya. “Mynavi mau masuk karena manajemen kami yang kuat, semakin fokus semakin tajam kami bisa tumbuh. Ini enggak akan berubah, makanya kepercayaan dan dukungan yang diberikan Mynavi kepada kami akan membuat kami naik ke level berikutnya,” ucapnya.

Pendapat Ryan turut didukung oleh perwakilan Mynavi Kazuyoshi Miyamoto yang turut hadir dalam kesempatan tersebut. Ia mengatakan, Sribu merupakan perusahaan dengan pengalaman yang mendalam di bidang pekerja lepas di pasar Indonesia, berkat dukungan tim yang solid. Dilihat dari segi potensinya, juga besar. Kondisi ini juga turut tercermin di Jepang yang memiliki potensi pekerja lepas muda.

“Melalui pengalaman, rekam jejak dan keahlian kami di bidang sumber daya manusia, kami berharap dapat turut mengembangkan sektor HR di Indonesia melalui penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan membangun infrastruktur yang menghadirkan berbagai alternatif cara bekerja bagi tenaga kerja di Indonesia.”

Ryan menambahkan, dukungan dari Mynavi akan menjadi fondasi yang kuat sebelum Sribu memastikan diri untuk ekspansi ke tingkat regional pada tiga sampai empat tahun mendatang. “Organisasi kami akan lebih teratur, tapi di saat yang bersama tetap fokus membuat kami sebagai perusahaan yang profitable. Langkah ini akan kami lakukan step by step, dengan tetap menjadikan Indonesia sebagai target utama. Harus kuatkan local market [sebelum ke regional].”

Perjalanan Sribu

Sribu sendiri sudah berdiri sejak 2011 dengan tim manajemen, Ryan Gondokusumo (CEO), Dermawan Lobion (CTO), Wei Leen (CMO), dan Sanjay Kischand (COO). Timnya sebanyak 42 orang. Hingga kini perusahaan telah menjaring pekerja lepas terkurasi sebanyak 26 ribu orang dan melayani lebih dari 15 ribu perusahaan, tidak hanya perusahaan lokal tapi juga multinasional. Para pekerja ini memiliki keahlian yang berkaitan dengan pembuatan konten, seperti desain, penulisan, pembuatan situs, fotografi, videografi, dan social media marketing.

Dalam rekam jejak perusahaan selama satu dekade, perusahaan telah menerima pendanaan tahap awal dari East Ventures pada 2012. Pada dua tahun kemudian, menerima pendanaan dari Asteria. Pada 2018, CrowdWorks turut menyuntik Sribu. Kedua investor tersebut berasal dari Jepang.

Dari segi inovasi produk, Sribu meluncurkan Sribulancer pada 2015. Sribulancer adalah situs yang mempertemukan bisnis dengan pekerja lepas untuk mengerjakan proyek dengan scope lebih singkat, seperti freelance programmer, website desainer, desainer grafis, voice over, pembuat video, penulis artikel, dan lainnya. Berikutnya, pada 2017 merilis Sribu Solution yang menjadikan Sribu sebagai agensi untuk perusahaan besar yang ingin masuk ke ranah digital dan membutuhkan solusi jasa pemasaran digital yang terintegrasi.

Di Indonesia, potensi pasar pekerja lepas ini begitu gurih. Jumlah pekerjanya ditaksir mencapai 4,14 juta orang. Mereka mampu mengeksekusi pekerjaan yang berkaitan dengan konten digital senilai Rp29 triliun. Adapun perusahaan yang membutuhkan jasa-jasa pekerja lepas ini diestimasi sebanyak 683 ribu, yang bergerak di berbagai skala usaha.

“Kami melihat perkembangan yang sangat baik di bidang freelancing ini. Pelaku usaha sudah semakin terbuka dengan konsep freelance. Begitu juga para tenaga kerja semakin melihat freelancing sebagai pekerjaan yang berprospek cerah. Di masa pandemi bahkan kami melihat bertumbuhnya jumlah calon freelancer yang mendaftar di Sribu. Artinya, pekerjaan freelance semakin dilirik dan dapat menjadi langkah awal dalam memupuk jiwa kewirausahaan,” pungkas Ryan.

Bukalapak Confirms Full Acquisition of Bolu Edtech Startup at 14.3 Billion Rupiah

Bukalapak confirms to acquire Bolu edtech (PT Belajar Tumbuh Berbagi) at $1 million (over 14.3 billion Rupiah). Bukalapak snags a full 11,340 shares through PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK), and has completed since January 11th, 2022.

The confirmation was stated in its disclosure on the Indonesian Stock Exchange (IDX), along with the clarification of its nominal at $1 million not $1 billion.

“We intend to clarify that the share sale and purchase transactions made and by the selling shareholders of PT Learning Grow Sharing, PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI), and PT Bina Unggul Kencana (BUK) that occurred on November 4th, 2021 were related to the purchase of 100% The 11,340 shares of PT Belajar Tumbuh Bersama are worth USD 1,000,000 (One Million Dollars) not USD 1,000,000,000 (One Billion Dollars),” Bukalapak’s Corporate Secretary Perdana A. Saputro said.

He further said, “The information on the sale and purchase value of the shares is listed in the Addendum to the Conditional Shares Sale and Purchase Agreement signed by the selling shareholders of PT Learning to Grow Sharing, PT Belajar Tumbuh Bersama, KKI and BUK on January 11, 2022. This information will be uploaded later in the Q4 2021 Financial Report.”

Following this acquisition, Bolu’s operational office is now located not only in the Cengkareng area, West Jakarta, but also in Bukalapak’s head office which is located at the Metropolitan Tower Building, Cilandak.

Bukalapak’s road to edtech

Bolu, which stands for Belajar Online Yuk, is an edtech startup that was founded in 2018 by Sandi Pratama and Deka Adrai. Bolu focuses on being a community and online learning place for home business development. It is expected that online sellers can learn from each other and share experiences, therefore, they can continue to develop and transform digitally.

On our observation, this spirit is in line with Bukalapak’s main focus on building the MSME sector, through Bukalapak Partners, its main business driver. By the end of June 2021, the number of registered Partners reached 8.7 million, rising from 6.9 million at the end of December 2020.

Mitra Bukalapak’s revenue in the second quarter of 2021 grew 292% to Rp145 billion. Meanwhile, revenue in the first semester of 2021 rose 350% to IDR 290 billion. Its contribution to the company’s revenue increased from 12% in the second quarter of 2020 to 33% in the same quarter the following year.

Other startups acquired by Bukalapak

Aside from Bolu, Bukalapak has announced a series of acquisitions. Based on the company’s financial statements, the following is a list of completed acquisitions:

1. PT Onstock Solusi Indonesia

Bukalapak affiliates PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK) signed a share purchase agreement with PT Onstock Solusi Indonesia (OSI) on September 2nd, 2021. Bukalapak bought 400 thousand shares or the equivalent of 100% ownership of OSI for Rp1 .45 billion. OSI is a SaaS startup that focuses on developing cloud-based stock management systems to help MSMEs do business neatly and automatically.

2. PT Ayo Tech Indonesia

KKI signed a share purchase agreement with PT Ayo Tech Indonesia (ATI) on August 12th, 2021. Bukalapak controls 51% ownership shares or 30,600 shares worth of Rp8.16 billion. ATI is engaged in trading and services business in Indonesia.

3. PT Kokatto Technology Global

KKI and BUK acquired PT Kokatto Teknologi Global (KTG) on November 2nd, 2021 for IDR 90.09 billion. Bukalapak controls 100% of the ownership shares or a total of 1,298 shares. However, the acquisition is held in stages, until no later than October 15, 2023. Kokatto is a provider of automated calling technology that is fast and effective in conveying business messages. This startup is led by Arsyah Rasyid.

4. Five Jack Co. Ltd

Five Jack Co. Ltd (FJ) was acquired by Bukalapak on April 30, 2021 through the issuance of new shares by FJ to FJ shareholders with a total share of 40,909 Series G shares. FJ is a company from South Korea that has a subsidiary in Indonesia, PT Five Jack (itemku). The aim of this acquisition is to expand the e-commerce business not limited to the game sector. As of September 30, 2021, Bukalapak owns 82,815 FJ shares or the equivalent of 100%.

5. PT Cloud Hosting Indonesia

Bukalapak acquired PT Cloud Hosting Indonesia for IDR 49.7 billion through the information technology infrastructure fixed assets transfer worth of IDR 53.3 billion. With this acquisition, Bukalapak obtained 486,531 shares of Cloud Hosting or equivalent to 13.35%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian