Fokus Baskit Setelah Raih Pendanaan Awal 49 Miliar Rupiah

Baskit, startup yang menyediakan solusi digitalisasi untuk perusahaan rantai pasok di Indonesia mengumumkan pendanaan awal senilai $3,3 juta atau lebih dari Rp49,4 miliar. Putaran ini melibatkan investor regional dan lokal seperti Betatron Venture Group, Forge Ventures, Investible, 1982 Ventures, DS/X Ventures, Orvel Ventures, Michael Sampoerna, serta beberapa angel investor.

Putaran ini dibukukan tiga bulan setelah Baskit mengumumkan pendanaan pra-awal sebesar Rp23 miliar. Rencananya, dana segar akan digunakan untuk mempercepat ekspansi lini bisnis, memperkaya layanan teknologi, dan memaksimalkan sumber daya untuk menjalin kontrak kerja sama dengan berbagai pemegang brand dan produsen.

Di era new normal ini, ada kondisi tingkat kesadaran akan teknologi tinggi, namun aksesnya terbatas, margin menipis dan bertambahnya beban operasional akibat inflasi, dan penurunan penjualan akibat melemahnya sektor tertentu.

Baskit hadir pada saat yang tepat untuk membantu para pelaku usaha melalui fase yang cukup menantang ini. Perusahaan meyakini bahwa akses finansial dan perdagangan digital baru hanya akan berkembang jika ada infrastruktur yang kuat dibaliknya.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial.id, Co-Founder & CEO Baskit Yann Schuerman mengaku bahwa sebelum memulai bisnis ini, para founder memiliki latar belakang distribusi, baik itu teknologi distribusi atau terkait ritel. “Saya sendiri menghabiskan setengah dekade di industri produk konsumen, begitu pula generasi di atas saya. Industri rantai pasok mengalir dalam DNA saya,” ujarnya.

Co-Founder lainnya Yoonjung Yi, yang juga adalah istri dari Yann, memiliki keahlian yang mendalam dalam industri produk konsumen. Mereka bertemu ketika bekerja di perusahaan ritel yang sama. Setelah bertahun-tahun mempelajari pasar di Asia, mereka mendapat kesempatan pindah ke Singapura dan mendalami pasar di Asia Tenggara.

Yann mengaku bahwa kondisi pasar saat itu sangat menarik karena penetrasi seluler sangat tinggi, penetrasi e-commerce sangat tinggi, tetapi teknologi dan kematangan rantai pasoknya cukup rendah. Tidak banyak teknologi dan efisiensi. Melihat pengalaman dan pendalaman pasar yang sudah cukup matang, mereka memutuskan untuk semakin serius memulai bisnis.

Pada bulan Juni 2022, mereka bertemu Co-Founder ketiganya, Yasser Arafat yang memiliki pengalaman dalam teknologi distribusi dan mengenal pasar lokal. “Kami dapat bekerja sama dan meluncurkan inisiatif kami di Indonesia untuk mendukung rantai pasokan barang konsumen. Ini merupakan kombinasi dari karir individu dan pengalaman hidup disertai kecintaan yang sangat mendalam terhadap rantai pasokan terutama di lini barang konsumsi,” ungkap Yann.

Membawa misi untuk memajukan rantai pasok tradisional dengan menyediakan dukungan komersial dan teknologi sederhana bagi bisnis distribusi offline, Baskit menawarkan tiga solusi utama, yaitu fitur untuk meningkatkan penjualan, perangkat digital untuk efisiensi operasional (contoh: manajemen inventori dan pembukuan dasar), serta akses untuk modal kerja. Dalam menyediakan solusi terakhir, Baskit telah bekerja sama dengan Koinworks, Modalku, dan Finfra.

Belum genap satu tahun beroperasi, perusahaan disebut telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat hingga 70% per bulannya. Hal ini menunjukkan adanya permintaan di pasar untuk memperkuat operasional para distributor dan grosir yang kini menghadapi tekanan persaingan dan fiskal yang semakin meningkat setelah pandemi melanda.

Fokus garap distributor

Menurut data yang dipaparkan perusahaan, secara kolektif, industri perdagangan menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia, dan disokong oleh lebih dari 200 ribu bisnis distribusi tradisional. Hal ini untuk memastikan setiap orang dapat mengakses berbagai produk, mulai dari produk F&B hingga material bangunan.

Yann juga mengungkapkan bahwa ada banyak pihak yang mencoba menawarkan solusi teknologi dengan maksud mengeliminasi lapisan perantara ini, namun baginya hal itu tidak sustainable.

“Para distributor memegang peranan penting dari segi infrastruktur dan relasi bisnis. Baskit berkomitmen penuh untuk mendukung perantara ini dalam upaya mereka memberdayakan komunitas lokal, dan kami percaya bahwa hal itu akan menghasilkan manfaat ekonomi yang luar biasa dalam jangka panjang,” jelasnya.

Managing Partner Betratron Venture Group melihat ada kesamaan visi antar perusahaan bahwa peran serta para pebisnis tradisional di Asia, seperti pedagang grosir dan distributor, sudah tertanam amat dalam di industri ini. “Pemenang di masa depan adalah perusahaan yang dapat menemukan cara untuk bekerja sama, bukan melawan mereka,” tegasnya.

Saat ini Baskit telah menjangkau pasar di Jabodetabek dan Jawa Barat. Ke depannya, perusahaan juga akan segera mempercepat roadmap teknologi dan ekspansi kota demi kota, sambil terus menyematkan fleksibilitas dalam platformnya untuk mengakomodasi lanskap pasar Indonesia yang luas dan beragam.

“Kami bermimpi untuk membangun platform yang mengorkestrasi semua pemain yang relevan dalam rantai pasok, menghasilkan keuntungan ekonomi, dan pada akhirnya menguntungkan konsumen. Untuk melakukannya, kami memiliki fokus untuk membangun teknologi yang unggul dari segi fungsionalitas dan kemudahan penggunaan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (SME) yang kami dukung,” tutup Yann.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan bagian dari grup DailySocial.id 

Application Information Will Show Up Here

ARIA Kembali Peroleh Pendanaan 74 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Startup agritech ARIA mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $5 juta (lebih dari 74 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, investor sebelumnya yang berpartisipasi dalam putaran pra-awal pada Maret 2022. Triputra Group dan GK-Plug & Play kembali berpartisipasi dalam putaran ini, bersama dengan investor strategis lainnya, seperti Michael Sampoerna dan Arkana Ventures.

Dana segar ini akan dialokasikan ARIA untuk membantu petani membangun sistem pertanian termekanisasi dengan pemberdayaan drone, menjamin pengembangan produk yang baik dan terarah, dan pengembangan IoT. Sistem ini terus dikembangkan dengan target spesifik para petani demi kemajuan agrikultur di Indonesia.

Co-founder & CEO ARIA William Sjaichudin menyampaikan perolehan dana segar ini merupakan bukti kuat dari keyakinan ARIA untuk mengembangkan sektor pertanian Indonesia dengan pemanfaatan solusi digital. “Kami percaya solusi yang kami hadirkan dapat membuka potensi terbesar dari industri agrikultur di Indonesia, serta menciptakan dampak positif dalam perkembangan Indonesia secara keseluruhan,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (29/8).

Partner East Ventures Melisa Irene turut menyampaikan keputusan di balik East Ventures untuk melipatgandakan investasinya di ARIA. Menurut dia, pihaknya telah melihat perkembangan yang positif yang dihadirkan ARIA dalam menyediakan solusi digital yang lebih baik untuk para petani.

“Dengan besarnya potensi di bidang agrikultur Indonesia, kami percaya ARIA akan menjadi solusi yang tepat dalam mengintegrasikan solusi digital dan agrikultur untuk memberdayakan lebih banyak petani di Indonesia,” kata Melisa.

Pencapaian ARIA

ARIA Drone / ARIA

Bersamaan dengan pengumuman ini, sambungnya, ARIA turut meluncurkan aplikasi pertamanya, “ARIA TANI”. Aplikasi ini adalah solusi menyeluruh bagi B2C untuk memberikan layanan agrikultur yang terintegrasi. ARIA TANI ditenagai dengan teknologi IoT dan konektivitas untuk meningkatkan produktivitas pada perkebunan skala besar di Indonesia.

“Aplikasi ini menawarkan penggunaan drone sebagai layanan utama dan diintegrasikan dengan layanan produk lainnya, seperti pupuk, agrokimia, serta alat-alat pertanian, untuk memastikan para petani dapat menerima layanannya secara tepat waktu.”

Sebagai catatan, ARIA didirikan pada Oktober 2021 oleh William Sjaichudin, Arden Lim (CPO) dan Yosa Rosario (COO). Mereka menyadari bahwa salah satu permasalahan terbesar dalam sektor agrikultur di Indonesia adalah penurunan jumlah petani yang semakin mengkhawatirkan. Kondisi ini membuat proses penyiraman serta proses panen sulit dilakukan karena keterbatasan tenaga kerja, yang berakibat pula pada turunnya kualitas tanaman, tingginya risiko gagal panen dan menimbulkan kerugian pada petani.

ARIA juga mengembangkan solusi IoT untuk pelacakan para pekerja (worker tracker). pengembangan ini memiliki fokus meningkatkan visibilitas para petani di perkebunan skala besar, serta mengatasi konektivitas yang buruk di kondisi lapangan yang sulit. Solusi ini dikombinasikan dengan mekanisasi pemupukan lewat drone sprayer untuk meningkatkan efisiensi waktu kerja dan pengunaan bahan baku di perkebunan pada tahapan penyemprotan, pemupukan, dan hingga proses panen.

“Dengan pengembangan inovasi IoT dalam penerapan agrikultur, ARIA memberikan sebuah solusi untuk meningkatkan visibilitas dalam kondisi lapangan yang sulit dengan worker tracker yang dapat meningkatkan efisiensi waktu kerja, serta dengan drone sprayer yang memberikan layanan pemupukan secara mekanik. Dengan solusi tersebut, para petani memperoleh hasil analisa lahan dan informasi akurat mengenai kebutuhan pupuk di area-area yang telah ditentukan serta meningkatkan efisiensi pemupukan di lapangan,” ungkap Co-Founder dan CPO ARIA Arden Lim.

“Pada tahun 2022, kami berkolaborasi dengan ARIA untuk mendukung Precision Forestry Project di Provinsi Jambi. ARIA dengan cepat beradaptasi dan mencapai lebih dari 95% pencapaian kuantitatif dalam 3 bulan, yang menjadi bukti performa yang memprioritaskan kepuasan konsumen. Kami berharap pencapaian ARIA dapat ditingkatkan lebih jauh melalui kolaborasi yang saat ini berlangsung dan di masa depan,” ujar Koordinator Remote Sensing Sinar Mas Forestry Umar Hadi Sucipto.

Arden menuturkan, perusahaan akan terus mengembangkan jaringan infrastruktur dan secara cepat membentuk titik distribusi pada 17 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjangkau pasar potensial, memudahkan pembelian armada drone dalam jumlah besar, serta pengembangan aset kunci IoT berupa teknologi pelacakan, sehingga menghadirkan nilai tambah dan dampak bermakna bagi para pelanggan ARIA.

Dalam beberapa bulan penerapan, ARIA telah mendapatkan hak eksklusif untuk penyemprotan dengan drone di Indonesia dari Bayer Agrochemicals. Pencapaian ini membuktikan kualitas serta dedikasi yang konsisten terhadap layanan yang dimanfaatkan serta didukung oleh 17 cabang layanan ARIA di seluruh nusantara. ARIA juga mengamankan kontrak pemetaan hutan dengan APP untuk 300 ribu Hektar QC Weeding, dengan hasil terbaik di kelasnya dan memperkuat keunggulan dengan kualitas gambar dan penerimaan sebesar 97%, sehingga menjadi standar terbaru dalam kualitas pekerjaan.

Application Information Will Show Up Here

Fairbanc Secures Pre Series A Funding, Expanding Distributor Partners Network and Indonesian Tech Team

The fintech startup Fairbanc’s steps to expand to Indonesia is getting intensive. Moreover, they secured new funding for the pre-series A stage. Several investors involved including ADB Ventures, Accion Venture Lab, East Ventures, and Sampoerna Strategic Group.

The new funding was obtained after Fairbanc received an investment with undisclosed nominal from 500 Startups and Indonesian billionaire Michael Sompoerna earlier this year to expand its business coverage in Indonesia.

In its official statement, the company is said to scale up loans to MSME players in Indonesia with limited access to working capital. Previously, the World Bank estimated MSMEs credit shortage in Indonesia would reach $166 billion.

Accion’s President & CEO, Michael Schlein said, micro merchants are the most vulnerable segment to the economic impact, especially during the Covid-19 pandemic which will last for a long time. “Fairbanc can fill the access gap to credit for business players. That way, they can do operational and maintain livelihoods,” he said.

Meanwhile, ADB Ventures’ Senior Fund Manager, Daniel Hersson added, Fairbanc has a unique and different position in the microenterprise inventory financing market. His participation in this funding will help Fairbanc to accelerate Indonesia’s financial inclusion and support climate resilience in the Asia Pacific region.

Business Expansion in Indonesia

Fairbanc’s Founder & CEO, Mir Haque revealed that this new funding will be used to expand the network of distributor partners to strengthen its technology team in Indonesia. Currently, Fairbanc loan access has been connected to 60 thousand merchants. Some of these big consumer brands include Unilever, L’oreal, and Danone networks.

His team is currently developing a product recommendation system that can help merchants’ inventory planning when there is a natural disaster since Indonesia is a country prone to natural disasters.

“Through this loan, we are able to help unbanked and underbanked merchants to boost revenue growth by increasing the inventory of business players. Since 2019, Fairbanc through these merchants has helped MSMEs to drive sales up to 35% by reducing the NPL ratio to almost zero,” Haque said.

Fairbanc works with a large FMCG company to offer “Buy Now Pay Later” productive loans to 10,000 retailers without having to apply via smartphone. Fairbanc uses AI-based credit scoring that can help process microcredit loans instantly.

With a system integrated into various consumer brands, Fairbanc can access merchant orders and payment track records. Companies can further utilize this data to underwrite loans and boost merchant sales by keeping an efficient operating cost.

In previous reports, Fairbanc said that it has a slightly different business model from others. Fairbanc makes money by optimizing direct cash payments to distributors and using discounts from sales volumes. That way, micro merchants are not charged with interest and additional fees from FMCG merchants and their distributors.

Several fintech players in Indonesia has accommodated similar concept through invoice financing services. In order to maximize the paylater potential for business people, Investree has recently launched a similar new product, in collaboration with Andalin. Moreover, there is AwanTunai and several other players are trying to facilitate the same needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukukan Pendanaan Pra-Seri A, Fairbanc Perluas Jaringan Mitra Distributor dan Tim Teknologi di Indonesia

Langkah startup fintech Fairbanc untuk ekspansi ke Indonesia semakin agresif. Terlebih mereka kembali membukukan pendanaan baru untuk tahap pra-seri A. Adapun beberapa investor yang terlibat antara lain ADB Ventures, Accion Venture Lab, East Ventures, dan Sampoerna Strategic Group.

Pendanaan baru ini diperoleh usai Fairbanc menerima investasi dengan nominal yang dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sompoerna pada awal tahun ini untuk memperluas jangkauan bisnisnya ke Indonesia.

Dalam keterangan resminya, perusahaan menyebut akan melakukan scale up pinjaman ke pelaku UMKM di Indonesia yang memiliki keterbatasan akses terhadap modal kerja. Sebelumnya, World Bank memperkirakan kebutuhan kredit yang belum terpenuhi pada UMKM di Indonesia mencapai $166 miliar.

Presiden & CEO Accion Michael Schlein mengatakan, pedagang mikro merupakan segmen paling rentan terdampak ekonominya, terutama di situasi pandemi Covid-19 yang bakal berlangsung lama. “Fairbanc dapat mengisi kesenjangan pada akses kredit ke para pelaku usaha. Dengan begitu, mereka tetap dapat mengoperasikan toko-tokonya dan mempertahankan mata pencaharian mereka,” tuturnya.

Sementara Senior Fund Manager ADB Ventures Daniel Hersson menambahkan, Fairbanc memiliki posisi unik dan berbeda di pasar pembiayaan inventaris pelaku usaha mikro. Keterlibatannya pada pendanaan ini akan membantu Fairbanc untuk mempercepat inklusi keuangan Indonesia dan mendukung climate resilience di kawasan Asia Pasifik.

Ekspansi bisnis ke Indonesia

Founder & CEO Fairbanc Mir Haque mengungkap, pendanaan baru ini akan digunakan untuk memperluas jaringan mitra distributor hingga memperkuat tim teknologinya di Indonesia. Saat ini, akses pinjaman Fairbanc telah terhubung di 60 ribu merchant. Beberapa brand consumer besar ini antara lain jaringan merchant Unilever, L’oreal, dan Danone.

Pihaknya juga tengah mengembangkan sistem rekomendasi produk yang dapat membantu perencanaan inventory para merchant ketika ada bencana alam di mana Indonesia termasuk negara rawan bencana alam.

“Lewat pinjaman ini, kami dapat membantu merchant yang unbanked dan underbanked untuk menggenjot pertumbuhan pendapatan dengan meningkatkan inventory pelaku usaha. Sejak 2019, Fairbanc melalui merchant-merchant ini telah membantu UMKM untuk mendorong penjualan hingga 35% dengan menekan rasio NPL ke hampir nol,” ujar Haque.

Fairbanc bekerja sama dengan perusahaan FMCG besar untuk menawarkan pinjaman produktif “Buy Now Pay Later” ke 10 ribu peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Fairbanc menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Pada pemberitaan sebelumnya, Fairbanc menyebutkan bahwa pihaknya memiliki model bisnis yang sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing. Untuk memaksimalkan potensi paylater bagi kalangan pebisnis, Investree baru-baru ini juga meluncurkan produk baru serupa, bekerja sama dengan Andalin. Di luar itu ada AwanTunai dan beberapa pemain lainnya yang juga mencoba memfasilitasi kebutuhan yang sama.

Quona Capital Led BukuWarung’s Pre-Series A Fundraising

BukuWarung, which provides a financial reporting application and management for micro-business credit transactions, announced a pre-series A fundraising led by Quona Capital. Several previous investors participate in this round, including East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, and Michael Sampoerna.

There is no detailed information on when the target to close this round, but BukuWarung claims to have raised funds up to 8-digit value.

BukuWarung’s Co-Founder, Abhinary Peddisetty said, “Limited access to banks and other financial institutions makes micro businesses rely on pens, paper, and calculators to report on cash and credit transactions in their stores. Our vision is to build a digital infrastructure for 60 million MSMEs in Indonesia, which began with a simple application for recording financial and digital payments.”

As a new startup arrived in Indonesia, BukuWarung is one that is quite fast in fundraising. Last April, they had just announced seed funding led by East Ventures, the nominal was not mentioned. However, they are confident enough as they have successfully trusted by 250 thousand stalls in 500 cities and districts in Indonesia.

To date, they claim to win the trust of 600 thousand stalls three months later with distribution reaching 750 cities and districts throughout Indonesia.

“We will use the new funds to improve our technology team, go deeper into our product roadmap, increase the number of our traders (users), and meet the initial monetization goals in Q3 2020,” BukuWarung’s Co-founder Chinmay Chauhan said.

BukuWarung also plans to launch digital payments and provide access to financial services to traders, especially access to capital as a further form of innovation.

“We are leading the market in this sector with the strong focus on building superior products and better addressing our traders’ needs. We want to activate more than 1 million traders in the next 2 months,” Chinmay continued.

SME Empowerment services

BukuWarung is one of many new services focused on SME sector. From Mitra Tokopedia, Mitra Bukalapak, GrabKios, PayFazz, BukuKas, WarungPintar, Wahyoo, until recently Ula, are currently focusing on the SME sector with each role. From the digital process and supply chain.

This is quite difficult for BukuWarung, considering the early phase with more innovations from its competitors. In addition, BukuWarung is not offering other services besides reporting, amid the fast-moving startup phase, BukuWarung should further improve.

The company alone is optimistic with the accounting app concept that helps micro-businesses to manage debit and credit transactions. The automatic debt notification is said to help the shop owners to receive payment three times faster.

“We’re both come from micro-business family, therefore, we do have experience the difficulty in cash flow management and loan to expand the business. We designed the product to be useful to business owners with low-end smartphones, storage, or limited connectivity,” Chinmay said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Quona Capital Pimpin Penggalangan Dana Pra-Seri A BukuWarung

BukuWarung startup yang menyediakan aplikasi pencatatan keuangan dan pengelolaan transaksi kredit usaha mikro mengumumkan penggalangan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Quona Capital. Beberapa investor terdahulu akan turut terlibat di putaran ini, termasuk East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan Michael Sampoerna.

Belum ada informasi kapan target putaran ini ditutup, hanya saja pihak BukuWarung mengklaim telah kumpulkan dana menyentuh angka 8 digit.

Co-founder BukuWarung Abhinary Peddisetty menyampaikan, “Akses yang terbatas ke bank dan institusi keuangan lain membuat pelaku usaha mikro mengandalkan pulpen, kertas, dan kalkulator untuk mencatat transaksi tunai dan kredit di toko mereka. Visi kami adalah membangun infrastruktur digital untuk 60 juta UMKM di Indonesia yang diawali dengan aplikasi sederhana untuk pencatatan keuangan dan pembayaran digital.”

Sebagai startup baru yang muncul di Indonesia, BukuWarung termasuk salah satu yang cukup cepat dalam penggalangan dana. April silam mereka baru saja mengumumkan pendanaan awal yang dipimpin East Ventures, kala itu tidak ada nominal yang disebutkan. Hanya saja mereka sudah cukup percaya diri dengan perjalanannya karena sudah berhasil dipercaya 250 ribu warung di 500 kota dan kabupaten di Indonesia.

Kini tiga bulan setelahnya mereka mengklaim sudah berhasil mendapatkan kepercayaan dari 600 ribu warung dengan sebaran mencapai 750 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

“Kami akan menggunakan dana baru untuk meningkatkan tim teknologi kami, masuk lebih dalam pada roadmap produk kami, meningkatkan jumlah pedagang (pengguna) kami, dan memenuhi tujuan monetisasi awal di Q3 2020″, ujar Co-founder BukuWarung Chinmay Chauhan.

BukuWarung juga berencana meluncurkan pembayaran digital dan memberikan akses layanan keuangan ke para pedagang, terutama akses ke permodalan sebagai bentuk inovasi selanjutnya.

“Kami memimpin pasar di ruang ini, karena fokus yang kuat pada membangun produk unggulan dan menyelesaikan kebutuhan pedagang kami dengan lebih baik. Kami ingin mengaktifkan lebih dari 1 juta pedagang dalam 2 bulan ke depan,” ujar Chinmay melanjutkan.

Banyaknya layanan untuk UKM

BukuWarung adalah satu dari banyaknya layanan baru yang fokus menggarap setor UKM. Mulai dari Mitra Tokopedia, Mitra Bukalapak, GrabKios, PayFazz, BukuKas, WarungPintar, Wahyoo, hingga yang terbaru Ula pun mulai menaruh fokus pada sektor UMKM dengan keunggulan masing-masing. Mulai dari digitalisasi proses hingga rantai pasokan atau supply chain.

Ini menjadi tugas berat bagi BukuWarung, mengingat mereka masih tergolong baru dan para pesaingnya yang sudah mulai banyak berinovasi. Ditambah lagi BukuWarung saat ini belum banyak meluncurkan layanan lain selain pencatatan, di tengah iklim startup yang serba cepat BukuWarung harusnya bisa dengan segera berbenah.

BukuWarung sendiri cukup optimis dengan konsep aplikasi akuntansi yang membantu pemilik usaha mikro untuk mengelola transaksi tunai dan kredit. Adanya fitur notifikasi utang yang dikirim secara otomatis diklaim mampu membuat pemilik usaha yang telah menggunakan BukuWarung menerima pembayaran utang tiga kali lebih cepat.

“Kami berdua berasal dari keluarga pemilik usaha mikro sehingga memahami kesulitan mereka dalam mengelola arus kas dan mengakses pinjaman untuk mengembangkan bisnis. Kami mendesain produk yang bisa digunakan dengan mulus oleh pelaku usaha pemilik ponsel low-end, kapasitas penyimpanan yang sedikit, atau konektivitas data terbatas,” terang Chinmay.

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi ke Indonesia, Fairbanc Tawarkan “PayLater” Khusus Pedagang Mikro

Perekonomian Indonesia mayoritas disokong dari UKM. Pada 2014, UKM menyumbang 58,92% terhadap PDB. Ada 57,9 juta UKM pada tahun tersebut, angkanya melonjak jadi 62,9 juta dalam tiga tahun. Kunci terpenting dalam membesarkan sektor ini adalah memadukan teknologi digital dan akses modal yang tepat.

Startup fintech Fairbanc mengambil peluang tersebut untuk pemilik bisnis, khususnya pemilik usaha mikro pedesaan yang tidak memiliki rekening bank atau kesulitan mendapat pinjaman dari lembaga keuangan konvensional.

Dari markasnya di San Francisco, Fairbanc melebarkan sayapnya ke Indonesia pasca menerima pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sampoerna pada awal tahun ini.

Konsep yang ditawarkan berbeda dengan startup fintech kebanyakan. Kepada DailySocial, CEO Fairbanc Indonesia Iman Pribadi menerangkan, platformnya menawarkan konsep closed loop financing, yakni sistem pembiayaan yang dilakukan di dalam supply chain. Di dalamnya tidak ada perubahan proses buat peminjam dan juga difasilitasi oleh distributor/prinsipal yang selama ini menyediakan barang untuk para peminjam.

Artinya adalah tidak ada pinjaman dalam bentuk uang, hanya ada tambahan fasilitas dari distributor berupa tambahan jangka waktu pembayaran untuk membeli barang lebih banyak dari distributor/principal.

“Kami menawarkan para pedagang mikro berupa pembiayaan dana bergulir (revolving credit line) yang dapat digunakan tiap minggu untuk membeli barang dagangan dari para distributor pilihan kami yang mana dapat menghasilkan peningkatan penjualan para distributor,” terangnya.

Model bisnis Fairbanc

Produk Fairbanc
Produk Fairbanc

Pedagang yang menerima fasilitas tersebut tidak menerima uang tunai, tetapi bisa membeli barang dagangan dengan cicilan tanpa bunga. Uang tunai diberikan ke distributor dan pedagang membayar cicilan tanpa bunga ke Fairbanc setelah menjual barang dagangan.

Fairbanc hanya mengirimkan kode verifikasi via SMS ke handphone milik pedagang saat bertransaksi. Solusi ini dianggap akurat untuk melayani orang-orang yang tidak punya rekening bank.

Setiap pedagang, sambungnya, memiliki batasan nilai pembiayaan yang sudah terotomatisasi dengan data science. Limit kredit akan bertambah ketika mereka membeli semakin banyak produk dagangan dari para distributor pilihan perusahaan.

Iman menerangkan, perusahaan beroperasi sebagai sebuah platform teknologi untuk perbankan dan dan industri jasa keuangan di Indonesia yang menawarkan pembiayaan dengan menggunakan teknologi dan data science dari Fairbanc.

Teknologi tersebut dimanfaatkan untuk melakukan otomatisasi penilaian kredit dan memantau risiko. Startup ini juga mengembangkan kemampuan pengenalan produk bertenaga AI untuk menawarkan insight kompetitif untuk mitra FMCG.

“Kita bukan lembaga fintech p2p dan tidak memberikan pinjaman jadi tidak ada proses restrukturisasi. Kita merupakan platform teknologi atau machine learning yang membantu meningkatkan pendapatan para pemilik warung/toko. Pinjaman hanya salah satu tools yang bisa difasilitasi oleh Fairbanc dengan lembaga keuangan.”

Lebih lanjut, konsep monetisasi Fairbanc sedikit berbeda. Karena tidak ada bunga yang dibebankan kepada pedagang mikro dan tidak ada tambahan biaya untuk perusahaan principal FMCG dan para distributornya, Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon atas volume penjualan.

Lewat kerja sama dengan perusahaan FMCG dan menawarkan pinjaman produktif untuk membeli produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan margin tinggi seperti Unilever, Fairbanc berharap dapat mengurangi risiko gagal bayar pinjaman secara signifikan sambil scaling cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar merek konsumen.

Iman mencontohkan, bersama Unilever, perusahaan dapat meningkatkan penjualan pedagang mikro Unilever hingga 35% menggunakan data science. Sebanyak 100% outlet penjualannya meningkat antara 11% sampai 250%.

Tak hanya Unilever, kini Fairbanc telah melakukan kerja sama serupa dengan Sinar Mas untuk perlebar bisnisnya di Indonesia. Perusahaan juga telah terikat dengan organisasi Islam terbesar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk permodalan UKM berbasis syariah.

“Target kita bisa melayani 15000 warung/toko di tahun ini. Saat ini sedang jalan untuk 1000 warung atau toko dengan salah satu FMCG terbesar di Indonesia.”

Tim Fairbanc Indonesia

Iman sendiri sebelum bergabung di Fairbanc, ia pernah berkarier di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop dan UKM, Reliance Capital, CIMB Niaga Auto Finance, dan Astra Financial Service.

Selain Iman, tim Fairbanc Indonesia dipimpin oleh para ahli yang berpengalaman di bidang keuangan, teknologi, dan ahli FMCG. Nama-nama tersebut di antaranya Siswanto sebagai FMCG Specialist. Ia berpengalaman selama lima tahun di Unilever dan 20 tahun di industri FMCG. Selain itu ada Ivan Manarung sebagai Business Intelligent Specialist. Ia juga pernah berkiprah di Unilever.

Di negara asalnya, Fairbanc dirintis oleh Mir Haque, Kevin O’Brien, Sayeem Ahmed, dan Thomas Schumacher. Pada dua tahun lalu, perusahaan melakukan pilot project di Bangladesh sebelum resmi bekerja sama dengan Unilever Indonesia, melalui Unilever Foundry Program.

Diklaim, program tersebut berhasil menghubungkan 80% pedagang mikro unbanked dan 70% di antaranya adalah perempuan. Mereka berhasil menaikkan 35% penjualannya melalui inisiatif tersebut.

Application Information Will Show Up Here

The SME Accounting App Developer BukuWarung Announces Seed Funding Led by East Ventures

BukuWarung, a SaaS accounting startup for SMEs, announced seed funding led by East Ventures. The fresh money will be channeled to tighten the company’s position and recruiting talents of engineers, product, design, growth and partnership.

Also participated other investors such as AC Ventures (merger of Agaeti Ventures and Convergence Ventures), Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, and Michael Sampoerna. It is also mentioned some angel investors from Grab, Gojek, Flipkart, Paypal, Xendit, Rapyd, Alterra, ZenRooms, and others.

In the exact event, Lunasbos‘ founder, Adjie Purbojati joined BukaWarung as the founding team to help accelerate the company’s growth. Lunasbos is a two-way accounting, claimed as one of the leading players in the accounting service industry for Indonesian SMEs.

BukuWarung was founded by Abhinay Peddisetty and Chinmay Chauhan in late 2019 when both are still working at Carousell. Previously, they also had experienced working in Grab, Belong and Near. They’re actively develop services for payment and financial for the last 15 years for SMEs in Indonesia and Southeast Asia.

BukuWarung is an app to facilitate SME players to record transactions digitally. It also provides feature to record debt and return.

The shop owner can record the transactions of customers who owe money. Nevertheless, the business owner owes the supplier or another party. Billing notifications are available via SMS or WhatsApp which will be sent as a bill.

There is also feature for income and outcome in order to record the cash flow and the report is accessible per day, week, or month.

bukuwarunng

In today’s official release (4/7), BukuWarung’s Co-founder, Abhinay Peddisetty said, “In the early days, BukuWarung has its own moment of strong growth. However, the number has not reached 1% of 60 million shop owners in Indonesia, which mostly depends on traditional accounting or never had any.”

“[..] Our mission is to support the shop owners with technology, therefore, they can manage their business in an efficient way. Kasbon (debt/return) includes in 80% of their business. This is the main reason we focus on digital accounting,” he added.

BukaWarung’s Co-founder, Chinmay Chauhan continued, “From our experience of developing products for driver and seller in Grab and Carousell, we are aware of the most useful product for SME is a simple product. The feature we offer has increased engagement for 500% in the last two months.”

Chinmay said that in the near future the company will release a feature for stall owners to send bills to their customers in the form of a payment link. The link is connected with a digital wallet and other methods.

“This is our effort to help them reduce direct contact amid the threat of the Covid-19 outbreak.”

East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner Willson Cuaca said, they’re interested in BukuWarung because of their focus and quick execution. As a result, the traction and engagement growth is quite rapid, making them one of the main players in the market.

“We are sure the next wave of innovative startups will emerge from efforts to encourage digitization in the SME segment. Therefore, we don’t waste much time to decide to become a BukuWarung partner,” explained Willson.

It also mentioned that the following months after its launching, BukuWarung already used by 250 thousand stalls in 500 cities and regencies in Indonesia. The majority of them are located in second and third-tier cities.

It is said, through the application, users receive return debt payments three times faster and feel the impact of payment reminder features on their business cash flow. In addition, users can save time and expenses by an average of Rp110 thousand, which is usually spent on manual bookkeeping with ledgers, stationery, and calculators.

The new BukuWarung application is available for Android users. The iOS version is being considered for its availability.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pengembang Aplikasi Pembukuan UKM “BukuWarung” Dapatkan Pendanaan Awal, Dipimpin East Ventures

BukuWarung, startup SaaS pembukuan untuk UKM, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan digunakan untuk memperkuat posisi di pasar dan merekrut talenta baru di bidang engineer, produk, desain, pertumbuhan, dan kemitraan.

Turut berpartisipasi investor lainnya seperti AC Ventures (merger Agaeti Ventures dan Convergence Ventures), Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan Michael Sampoerna. Disebutkan juga ada beberapa angel investor yang ikut mengucurkan dananya dari Grab, Gojek, Flipkart, Paypal, Xendit, Rapyd, Alterra, ZenRooms, dan lainnya.

Pada saat yang sama, founder Lunasbos Adjie Purbojati bergabung di BukuWarung sebagai founding team untuk mengakselerasi pertumbuhan perusahaan. Lunasbos adalah aplikasi pencatatan keuangan dua arah, mengklaim dirinya sebagai salah satu pemain utama dalam industri layanan akuntansi untuk UKM di Indonesia.

BukuWarung didirikan oleh Abhinay Peddisetty dan Chinmay Chauhan pada akhir tahun 2019 saat keduanya masih bekerja di Carousell. Sebelumnya mereka berdua pernah meniti karier di Grab, Belong, dan Near. Selama 15 tahun mereka aktif mengembangkan layanan pembayaran dan finansial untuk segmen UKM di Indonesia dan Asia Tenggara.

BukuWarung adalah aplikasi yang memudahkan pengusaha UKM dalam mencatat pembukuan usahanya secara digital. Di dalamnya terdapat fitur catat utang dan piutang.

Pemilik warung dapat mencatat transaksi pelanggan yang membeli dengan cara utang. Atau, jika pemilik usaha memiliki utang terhadap penyuplai ataupun pihak lain. Tersedia notifikasi tagihan melalui SMS atau WhatsApp yang akan dikirim sebagai tagihan.

Fitur lainnya adalah pencatatan pemasukan dan pengeluaran agar arus kas tetap tercatat dan laporan pembukuan usaha yang dapat diakses per hari, minggu, atau bulanan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (7/4), Co-Founder BukuWarung Abhinay Peddisetty mengatakan, “Dalam beberapa bulan pertama, BukuWarung menikmati momentum pertumbuhan yang kuat. Namun, angka itu belum mencapai 1% dari 60 juta pemilik warung di Indonesia, yang hampir seluruhnya bergantung pada metode pencatatan tradisional atau tidak melakukan pembukuan sama sekali.”

“[..] Misi kami adalah mendukung pemilik warung ini dengan teknologi sehingga mereka bisa mengelola bisnis mereka dengan efisien. Kasbon (utang/piutang) mencakup 80% dari bisnis mereka. Ini alasan kami berfokus kepada produk pembukuan digital,” sambungnya.

Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan menambahkan, “Dari pengalaman membangun produk untuk pengemudi dan pedagang di Grab dan Carousell, kami memahami bahwa produk yang paling bermanfaat bagi UKM adalah produk yang simpel. Fitur-fitur yang kami tawarkan membuat engagement naik 500% dalam dua bulan terakhir.”

Chinmay menyebut dalam waktu dekat perusahaan akan merilis fitur yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung untuk mengirimkan tagihan ke pelanggan mereka dalam bentuk tautan pembayaran. Tautan tersebut terhubung dengan dompet digital dan metode lainnya.

“Ini adalah upaya kami untuk membantu mereka mengurangi kontak langsung di tengah ancaman wabah Covid-19.”

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, pihaknya tertarik dengan BukuWarung karena mereka mengeksekusi dengan cepat dan fokus. Alhasil, pertumbuhan traction dan engagement yang dihasilkan cukup pesat, menjadikan mereka sebagai salah satu pemain utama.

“Kami yakin gelombang startup inovatif berikutnya akan muncul dari upaya mendorong digitalisasi di segmen UKM. Oleh karena itu, kami tidak hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk memutuskan menjadi mitra BukuWarung,” terang Willson.

Disebutkan dalam beberapa bulan pasca diluncurkan, BukuWarung telah digunakan oleh 250 ribu warung di 500 kota dan kabupaten di Indonesia. Mayoritas mereka berlokasi di kota lapis dua dan tiga.

Diklaim, lewat aplikasi, pengguna menerima pembayaran piutang tiga kali lebih cepat dan merasakan dampak dari fitur pengingat pembayaran terhadap arus kas bisnis mereka. Di samping itu, pengguna bisa menghemat waktu dan pengeluaran dengan rata-rata Rp110 ribu, yang biasanya dihabiskan untuk pembukuan manual dengan buku besar, alat tulis, dan kalkulator.

Aplikasi BukuWarung baru tersedia untuk pengguna Android. Versi iOS sedang dipertimbangkan untuk ketersediaannya.

Application Information Will Show Up Here

About the Synergy Between Bakrie Telecom and Sampoerna Telekomunikasi

Several days ago, Bakrie Telecom (BTEL) and Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) announced a collaboration in which STI would acquire 10% of BTEL shares (worth $90 million) and in return, BTEL receives 35% of STI shares which is currently owned by Sampoerna Strategic and Polaris with an option to be the largest shareholder of STI in the next 3 years. Business entity will be synergized under BTEL.

Michael Sampoerna as President Director of Sampoerna Strategic, owner of STI, cited by Kompas, stating that the reason for collaborating with BTEL is to increase its competitiveness in order to expand in the data communications infrastructure, which will become a trend in the future. In other words, rather than making a costly investment in this area (and Sampoerna is not sure that they would gain profit), it is better to go with other entity that is “more secure”.

Continue reading About the Synergy Between Bakrie Telecom and Sampoerna Telekomunikasi