Untungnya QR Code Masih Bertahan

Selama saya bekerja di Soundbuzz (awal tahun 2000an), teringat akan QR Code yang selalu tertera pada kartu nama sebagian besar pegawai Nokia yang saya temui. Tidak begitu jelas kemana QR Code itu tertaut, namun pada saat itu QR Code diremehkan. QR Code itu tidak penting, bahkan semakin tidak jelas ketika dibuat menjadi desain. Pengalaman penuh pemindaian QR Code terbilang pelik, memakan waktu, dan acap kali gagal.

Harian Kompas bahkan mencoba untuk menghubungkan offline dan online (bayangkan) dengan menempatkan QR Code di samping artikel, yang menurut saya tidak berjalan mulus karna mereka menghentikan hal itu. Banyak percobaan pemasaran yang menggunakan QR Code berhenti karna tidak bisa memindai kode – seringkali, anda harus memiliki aplikasi khusus memindai. Hal ini terjadi sebelum era ponsel pintar – tidak ada yang benar-benar peduli pada aplikasi ponsel (terkecuali permainan).

Ketika masyarakat mulai menggunakan BlackBerry, mereka bisa menambahkan kontak secara nyata menggunakan QR Code (sesuatu yang menurut saya ditiru oleh aplikasi chat lain) menggunakan aplikasi kamera dalam BBM, tetapi yang tidak diketahui banyak orang adalah, aplikasi itu bisa digunakan untuk memindai jenis QR Code apapun, termasuk yang langsung megarahkan ke situs web – semua tergantung pada konten QR Code-nya. Pada dasarnya, Anda bisa menyandikan teks apa saja dalam QR Code, termasuk alamat situs. Lalu ketika kebanyakan orang menggunakan ponsel pintar, tidak semuanya memiliki alat pemindai QR Code yang terpasang dalam kamera atau aplikasi bawaan.

Bersama semua sindiran yang ditujukan pada QR Code (khususnya dalam pemasaran), manfaatnya jelas – sebagai sarana untuk menyampaikan informasi (atau tautan) secara instan, yang dapat disematkan dalam bentuk cetak atau digital, dan dapat memuat teks lebih panjang dalam ruang yang lebih kecil. Kode akan dibuat atas apa yang tidak bisa dilakukan barcode – yang tidak bisa mencakup informasi terlalu banyak (dimana akan semakin panjang), tidak bisa menggunakan simbol spesial, dan tidak terbaca oleh layar ponsel.

Jadi sekarang QR Code sudah tidak bisa lagi diremehkan

QR Code adalah batu loncatan dari kebanyakan aplikasi pembayaran yang ada saat ini, bahkan pengemis di jalanan diduga menerima donasi menggunakan QR Code. Pemindai genggam yang tidak menggunakan lensa, melainkan laser untuk membaca QR Code telah mengambil alih pengalaman pemindaian lamban yang membuat QR Code tidak diminati. Sementara software untuk memindai QR Code sekarang semakin cepat – beberapa aplikasi bahkan menyertakan tombol untuk menyalakan lampu senter di ponsel demi memastikan pencahayaan optimal untuk pemindaian. Sebagai gambaran tajuk, banyak klien dari Wooz.in yang berpaling menggunakan gelang QR Code yang jauh lebih hemat biaya dibandingkan gelang RFID yang menjadi inti bisnis kami sebelumnya.

Menurut saya, apa yang terjadi ketika QR Code pertama kali muncul, banyak orang mulai menggunakannya untuk berbagai macam hal, dimana saat ini, pengalaman pengguna semakin jauh lebih baik sehingga dalam kegiatan yang menggunakan QR Code, pengalaman yang optimal pada sistem yang kerap tertutup dapat tersampaikan. Sebagai sebuah efisiensi biaya dan ruang, saya pikir kita bisa melihat lebih banyak pengalaman khusus industri, terlebih dalam hal interkoneksi dunia fisik dan digital.


Artikel ini telah dipublikasi ulang dengan suntingan dan izin dari Ario Tamat. Sumber asli dari Medium.

Ario adalah co-founder dari Ohdio dan Wooz.in. Terhubung dengan Ario di Twitter @barijoe.

Thank God The QR Code Refused to Die

During my days at Soundbuzz (in the early 2000’s), I remember that there was always a QR Code printed on the business cards of most Nokia people I met. I don’t really remember what the QR Code linked to, but even at that time, the QR Code was derided. It was ugly, and even uglier when you tried to embed it into a design. The whole experience of scanning QR Codes was arcane, time-consuming, and and many times unsuccessful.

The Kompas newspaper even tried out connecting the offline and the online (imagine that) by placing QR Codes alongside articles, which I guess didn’t pan out because they stopped doing that. Many marketing engagements utilizing QR Codes fell flat because many couldn’t scan the code — most of the time, you had to have a special app to scan. And this was before the smartphone era — nobody really thought about applications for phones (with games being the exception).

When people started using Blackberrys, you could actually add new chat contacts on BBM by scanning the QR Code (something which I think many chat apps have copied) using the camera app within BBM, but what most people didn’t know was that it could be used to scan any QR Code, including those directing to websites — it just depended on the QR Code’s content. You can basically encode any text into a QR Code, which included website addresses. And when people started using smartphones, not all had QR Code readers built-in into the camera or an app preloaded.

With all the derision the QR Code received (especially in the marketing world), the benefits were clear — it was a way to relay information (or a link to information) instantly, which could be embedded into print or digital form, and could accommodate longer text strings within a smaller space. QR Codes would build upon what barcodes couldn’t do — barcodes couldn’t store too much information (lest they become longer and longer), couldn’t use special symbols, and couldn’t be read off a phone screen.

So now QR Codes don’t seem such a pain in the ass, don’t they?

QR Codes are the cornerstone of many payment-related applications today, to the point that beggars on the streets allegedly use QR codes to accept donations. Commercial handheld scanners that use lasers, instead of lenses, to read QR Codes have taken away the notoriously sluggish code reading experience that once made them unwanted. And software for QR Code reading is so much faster now — some apps even include a toggle to turn on the flashlight on the phone to make sure lighting conditions are optimum for scanning. And as in the header picture, a lot of Wooz.in’s clients have moved towards using QR Code wristbands, which are much more budget-efficient compared to RFID wristbands, which were the previous staple of our business.

I think what happened was that when QR first came around, people started to use them for everything, while now, user experience design is so much better so that in the event QR Codes are needed, an optimal, most often closed-system, experience can be delivered. And since they’re so cost-and-space efficient, I think we’ll be seeing more industry-specific uses down the line, especially when it comes to interconnecting the physical world with the digital one.


This article has been republished with editing and permission from Ario Tamat. Original source is from Medium.

Ario is a co-founder of Ohdio and Wooz.in.  Keep up with him on Twitter at @barijoe.

Aplikasi Dompet Digital DANA Siap Meluncur

PT Espay Debit Indonesia Koe, lewat layanan dompet digital DANA, siap meluncurkan aplikasi dalam waktu dekat. Kehadiran aplikasi ini diharapkan dapat mempermudah akses layanan kepada masyarakat.

Kepada DailySocial, Chief Communications Officer DANA Chrisma Albandjar mengungkapkan, pihaknya berupaya mendorong pengalaman bertransaksi nontunai dan non-kartu di masa depan sehingga inklusi keuangan di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.

Dengan menghadirkan aplikasi sendiri, masyarakat dapat lebih mudah mendaftar tanpa harus menjadi pelanggan merchant terlebih dahulu. Perlu diketahui, saat ini DANA baru dapat dinikmati di merchant yang menjadi mitranya.

“Saat ini, opsi untuk mendaftar sebagai pengguna DANA masih lewat aplikasi layanan mitra. Dalam waktu dekat kami akan merilis aplikasi DANA. Tunggu saja update dari kami,” ungkap Chrisma.

Ia berujar, nantinya meski sudah memiliki aplikasi sendiri, layanan DANA akan tetap hadir dalam bentuk widget di sejumlah mitra merchant online. Merchant online apapun tetap bisa menjadi mitra DANA sebagai solusi pembayaran.

“Pelanggan tetap bisa bertransaksi meskipun mereka tidak menginstal aplikasi DANA di ponselnya, karena pilihan pembayaran itu tetap ada di dalam aplikasi atau website merchant yang bersangkutan.”

Selain itu, perusahaan yang bernaung di bawah EMTEK Group ini terus memperkuat strateginya dengan memperluas jaringan merchant online dan offline. Layanan DANA kini tersedia di merchant online dan offline, antara lain BlackBerry Messenger (BBM), Bukalapak, Ramayana, dan TIX.

Menurutnya, layanan DANA masih terintegrasi di platform merchant agar proses pembayaran menggunakan DANA lebih mudah dan aman. Pengguna juga tak perlu keluar dari platform merchant karena akunnya tersinkronisasi secara otomatis di berbagai merchant DANA.

Secara teknis, data pengguna tetap dimiliki masing-masing layanan meskipun DANA saat ini merupakan in-app service yang terintegrasi di merchant. Artinya, baik mitra merchant dan DANA memiliki database pelanggan sendiri.

Kolaborasi DANA dan Dukcapil

Salah satu komitmen DANA di Tanah Air adalah mendorong pengalaman bertransaksi nontunai dan nonkartu adalah berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Kolaborasi ini berbentuk uji coba verifikasi data pengguna dan validasi layanan. DANA akan mendapat konfirmasi validitas data pengguna dari Dukcapil untuk menghindari potensi penyalahgunaan data oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Dengan mengandalkan verifikasi dari Dukcapil, segala prosesnya dapat diselesaikan lebih cepat dalam kurun waktu 24 jam dan efisien karena mengandalkan sistem komputer.

Sebetulnya, proses integrasi dengan Dukcapil sudah selesai. Untuk memastikan kualitas layanan tidak terganggu, pihaknya akan melakukan uji coba kepada 1.000 pengguna dulu. Artinya roll out verifikasi ke Dukcapil akan dilakukan bertahap.

“Secara teknis, kami akan melakukan Know Your Customer (KYC) di mana nanti verifikasinya dilakukan Dukcapil. Setelah itu, Dukcapil tinggal mengonfirmasi datanya benar atau tidak. Kami tidak ada pembagian atau perpindahan data (dari dan ke Dukcapil atau mitra merchant),” tutur Chrisma.

Bagi DANA, lanjut Chrisma, pemanfaatan data kependudukan Dukcapil untuk verifikasi ini berdampak signifikan dalam mempercepat layanan dan menghindari potensi pemalsuan data.

“Kerja sama ini juga merupakan upaya kami dan pemerintah untuk melindungi kerahasiaan data masyarakat. Ini untuk memastikan terpenuhinya verifikasi data pelanggan dan validasi secara aman dan akurat,” tuturnya.

Dijelaskan Head of Products DANA Rangga Wiseno, proses verifikasi layanan DANA dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan video call dan data Dukcapil. Saat ini, verifikasi dengan kedua opsi tersebut masih dalam tahap roll out.

“Namun, nantinya kami bakal fully roll out ke (data) Dukcapil sehingga tidak perlu video call lagi karena itu bisa bottleneck. Pengguna dan tim harus cocokkan jadwal, dan belum tentu mereka mau ditelepon,” ungkapnya.

 

Upaya GO-PAY Membangun Ekosistem

Kemudahan yang ditawarkan GO-PAY untuk melakukan pembayaran menggunakan QR Code makin banyak diterapkan di ibukota. Tidak hanya di supermarket besar saja seperti Ranch Market dan Farmers Market, tapi juga sudah menyebar hingga ke gerai coffee shop dan warung makan kaki lima.

Meskipun jumlah merchant dan gerai UKM yang memanfaatkan pembayaran pembayaran dengan GO-PAY makin banyak, di acara Fintech Financial Inclusion Forum, CEO GO-PAY Aldi Haryopratomo mengungkapkan, belum tercatat berapa besar persentase penggunaan QR Code jika dibandingkan penggunaan di lingkup layanan GO-JEK.

“Dengan kemudahan yang dihadirkan oleh QR Code, harapannya bukan hanya pengguna di kota besar saja yang diuntungkan, tapi juga pengguna di luar kota yang bisa menikmati akses mudah pembayaran memanfaatkan QR Code di GO-PAY,” kata Aldi.

Aldi menambahkan, selama ini GO-PAY berupaya untuk menghadirkan fitur yang sifatnya tepat guna, sehingga bisa langsung memberikan impact ke masyarakat terkait dengan metode pembayaran non tunai.

Menambah kemitraan

CEO GO-PAY Aldi Haryopratomo di acara Fintech Forum
CEO GO-PAY Aldi Haryopratomo di acara Fintech Forum

Bertujuan mendukung UKM di Indonesia, GO-PAY masih memiliki rencana menambah kemitraan dengan bank, industri terkait, dan pelaku UKM.

Salah satu kemitraan strategis yang telah dilancarkan adalah kolaborasi strategis antara BNI dan dua entitas GO-JEK (GO-PAY dan GO-FOOD). Langkah awal kerja sama strategis ini fokus ke merchant GO-FOOD, kemudian merambah ke merchant di ekosistem GO-JEK lainnya.

What’s next untuk GO-PAY? kita masih fokus untuk menambah kolaborasi dengan bank hingga industri besar. Seperti yang telah kita jalankan bersama BNI yaitu memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk merchant GO-FOOD,” kata Aldi.

Saat ini melalui GO-FOOD, banyak merchant kaki lima dan restoran besar yang bergabung menjadi mitra GO-FOOD. Selain mendapatkan kesempatan untuk menjual di aplikasi, mitra GO-FOOD juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan modal tambahan dari BNI.

“Prinsip kita dari GO-PAY adalah membangun ekosistem, di mana kuenya nanti semua bisa terbagi sehingga membesarkan ekosistem bersama,” tutup Aldi.

Application Information Will Show Up Here

Adrian Suherman tentang Latar Belakang dan Visi Bisnis OVO

OVO, layanan pembayaran yang dikembangkan Lippo Group, adalah salah satu perusahaan yang agresif menggarap pasar mobile payment. Meskipun merekrut sejumlah tenaga profesional asing, termasuk CEO Jason Thompson dari GrabPay, OVO mengaku pelokalan kultur perusahaan adalah hal penting untuk memahami pasar Indonesia.

Berbincang dengan DailySocial, Presiden Direktur OVO Adrian Suherman mengungkapkan, “Kita tidak ingin menerapkan apa yang mungkin berhasil diterapkan oleh perusahaan asing. Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda. Masing-masing daerah memiliki kebiasaan hingga kultur yang berbeda.”

Semangat tersebut yang kemudian diterapkan di manajemen OVO. Kultur perusahaan yang baru tercipta, menyesuaikan kondisi dan kebiasaan yang sudah ada.

“Saya melihat masyarakat di Jakarta memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang tinggal di Medan, Palembang dan kota lainnya. Untuk itu kultur yang kita terapkan harus unik dan tentunya menyesuaikan kearifan lokal,” kata Adrian.

Tentang “dualisme” kepemimpinan di OVO, Adrian memastikan dia dan Jason memiliki peranan yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama.

“Kita masing-masing memiliki visi dan misi yang sama, yaitu memimpin perusahaan untuk berkembang dan tentunya mencapai target yang telah ditetapkan. Semua tugas dijalankan secara profesional, baik untuk saya dan Jason.”

Pentingnya strategi digital

Sebagai perusahaan yang menjadi bagian Lippo Group, visi menjadi perusahaan digital adalah hal penting. Lippo Group sendiri memiliki bisnis menggurita di sektor ritel dan properti.

“Jika kita membicarakan Lippo Digital, tidak ada PT yang namanya Lippo Digital. Dari Lippo Group sendiri kita melihat bahwa digital itu adalah strategi yang penting,” kata Adrian.

Simak rekaman wawancara DailySocial berikut bersama Adrian tentang latar belakang pendirian OVO, masa depan pembayaran menggunakan QR code, dan fokus strategi di sisi offline yang saat ini dijalankan OVO.

Application Information Will Show Up Here

Grab Partners with MRT Jakarta to Follow GO-JEK’s Step

Grab announces a partnership with MRT Jakarta. First, it includes several strategic plans, related to the usage of GrabPay e-money (supported by OVO platform) as the payment method. Second, related to the connectivity (first mile – last mile) for MRT Jakarta and Grab passengers. Third, the proof of concept creation for mobile payment integration to make all in one platform.

Ridzki Kramadibrata, Grab Indonesia’s Managing Director, said the partnership is a first step to create an integrated transportation system. They expect this partnership can strengthen Grab’s role in providing transportation modes in Jakarta.

Adrian Suherman, President Director of OVO, said he thinks Grab’s involvement helps to boost OVO’s position as the payment platform. Integration with transportation service is considered as an important use-cases for OVO to expand user’s reach.

A similar partnership has been performed by GO-JEK last month. With the same objective, through its own mobile payment, GO-JEK wants to be the alternative facility for MRT Jakarta ticketing. In addition to ticketing, it also offers Non Farebox Business concept.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Susul GO-JEK, Grab Jalin Kemitraan dengan MRT Jakarta

Grab hari ini (08/6) meresmikan kerja sama dengan MRT Jakarta. Kerja sama tersebut meliputi beberapa hal strategis, pertama terkait dengan pemanfaatan uang elektronik GrabPay (didukung platform OVO) sebagai moda pembayaran tiket. Kedua, terkait dengan konektivitas first mile – last mile bagi pelanggan MRT Jakarta dan Grab. Dan yang ketiga, penyusunan proof of concept bersama untuk mengintegrasikan mobile payment untuk membentuk platform pembayaran yang menyeluruh.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyampaikan bahwa kolaborasi ini sebagai langkah awal untuk terciptanya sistem transportasi terintegrasi. Pihaknya berharap dengan kerja sama ini akan turut menguatkan peran Grab dalam penyediaan moda transportasi di wilayah Jakarta.

Di lain sisi Suherman selaku Presiden Direktur OVO turut berpartisipasi dalam kerja sama ini. Menurutnya dengan keterlibatan Grab turut mengukuhkan posisi OVO sebagai platform pembayaran. Integrasi dengan layanan transportasi dinilai menjadi use-cases penting bagi aplikasi OVO untuk makin memperluas cakupan pengguna.

Kerja sama serupa sebenarnya juga sudah dilakukan oleh GO-JEK sejak sebulan lalu. Tujuannya sama, melalui platform mobile payment yang dimiliki, GO-JEK ingin memfasilitasi pilihan alternatif pembayaran tiket MRT Jakarta. Selain untuk penjualan tiket, GO-JEK juga menawarkan konsep Non Farebox Business.

Application Information Will Show Up Here

PT MRT Jakarta and Go-Jek to Develop Non-Ticket and Mobile Payment

In an objective to provide payment options without ticketing (non-farebox business) and mobile payment for Jakarta MRT, PT MRT Jakarta partners with Go-Jek Indonesia. Establishing the partnership, William P. Sabandar, President Director of PT. MRT Jakarta, with Andre Soelistyo, President of Go-Jek, have signed the MoU.

Not only providing payment options for MRT passengers, this development will be available in the station and MRT sites include some related buildings inside and around the area.

Amidst the approach, the agreement between Go-Jek and PT MRT Jakarta covers two things. It includes management concept preparing the implementation-based non-farebox business and mobile payment development study in the stations and Jakarta MRT sites area. Another thing is an arrangement study for the proof of mobile payment integration concept, and create a panel discussion with product knowledge updates.

Later, when the process has been finalized, users making a transaction using mobile payment will no longer need physical tickets. The cost will be included in the package, completed with other transportation models without having to pay separately.

The realization is set to be next year. By April 30, 2018, the whole Jakarta MRT progress has reached 93,33% for flyover (90,45%) and underpass (90,23%) construction.

Go-Jek has already have its own Go-Pay (mobile payment) with more than 10 million users. They are now preparing for payment outside Go-Jek platform after obtaining QR Code license for payment in various merchants.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Layanan Pembayaran DANA Tambah Kemitraan dengan TIXid, Reservasi, dan Ramayana

Layanan pembayaran yang mengusung sistem open platform, DANA, kembali menambah kemitraan. Setelah sebelumnya sudah disematkan di aplikasi Bukalapak, BBM, dan Cinema XXI, kini DANA sudah hadir di aplikasi TIXid, Reservasi dan Ramayana Dept Store. Sesuai dengan komitmen awal mereka untuk memanfaatkan ekosistem yang ada di Emtek Group, kerja sama yang terjalin dengan Reservasi dan TIXid, diharapkan bisa memudahkan pengguna untuk mendapatkan pilihan baru untuk pembayaran online.

“Saat ini kami memang sengaja fokus kepada group yang berada dalam naungan Emtek Group, namun secara perlahan kami mulai menambah kemitraan, salah satunya dengan Ramayana,” kata CEO DANA Vincent Iswara.

Disinggung berapa jumlah pengguna terdaftar dan pengguna aktif DANA, sejak diluncurkan bulan Maret 2018 lalu, Vincent mengungkapkan masih belum bisa memberikan informasi tersebut. Masih fokus kepada pengembangan dan finalisasi penambahan jumlah mitra, DANA menghadirkan promo menarik dengan mitra yang sudah ada saat ini.

“Untuk saat ini promo yang kami hadirkan masih dengan TIXid dan Ramayana. Bagi pengguna yang sudah mengunduh kedua aplikasi tersebut, bisa menikmati promo dari DANA,” kata Direktur Marketing DANA Timothius (Timo) Martin.

Layanan ini telah ditanamkan di aplikasi mitra dan bisa langsung digunakan oleh pengguna. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihak DANA meluncurkan aplikasinya sendiri meski belum diungkapkan realisasinya.

“Dalam menggunakan DANA pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi terpisah untuk melakukan pembayaran. DANA juga memberikan kemudahan Top Up Saldo di masing-masing aplikasi mitra. Hal tersebut memberikan kemudahan yang optimal kepada pengguna, tanpa menghiraukan faktor keamanan,” kata Timo.

Menargetkan kalangan millennial untuk target pasar, tampilan DANA yang baru saja diperbarui diharapkan bisa memudahkan pengguna menikmatinya di berbagai aplikasi mitra DANA saat ini.

Menerapkan kultur “agile

Untuk menampung 150 pegawai saat ini, kantor baru DANA dengan konsep Modern Indonesia dan Digital Jungle diresmikan kehadirannya. Kepada DailySocial, CEO DANA Vincent Iswara mengungkapkan, DANA mengusung konsep agile untuk kultur perusahaan.

Mengedepankan kolaborasi dan bekerja bersama dengan tidak memberlakukan tempat kerja untuk masing-masing pegawai secara permanen. Hal ini diklaim memudahkan pegawai untuk melakukan kolaborasi dan menciptakan inovasi yang lebih kreatif.

“Dengan menerapkan konsep agile, semua pegawai di DANA bebas untuk memilih meja kerjanya dan menikmati semua fasilitas yang disediakan perusahaan. Dengan demikian kolaborasi bisa lebih terasa di lingkungan kerja kreatif.”

Terletak di gedung Capital Palace Jakarta Selatan, kantor pusat DANA memiliki tema khas Indonesia. Dengan tema ruangan pegunungan, sawah dan lainnya. Ruangan kerja DANA juga dilengkapi dengan lounge dan kursi santai, yang bisa dinikmati pegawai untuk bersantai sambil bekerja.

Kembangkan Pembayaran Non Tiket dan Mobile Payment, PT MRT Jakarta Jalin Kemitraan dengan Go-Jek

Bertujuan memberikan pilihan pembayaran tiket di luar tiket (non farebox business) dan mobile payment untuk MRT Jakarta, PT MRT Jakarta menjalin kolaborasi dengan Go-jek Indonesia. Untuk meresmikan kerja sama tersebut, nota kesepahaman ditandatangani Direktur Utama PT MRT Jakarta, William P. Sabandar dan Presiden Go-Jek Indonesia Andre Soelistyo pada Selasa (22/5) di Jakarta.

Selain memberikan pilihan pembayaran kepada pengguna MRT, pengembangan bisnis di luar tiket NFB dan mobile payment ini nantinya akan tersedia di area stasiun dan depo MRT Jakarta, gedung-gedung terkait yang berada di dalam, di antaranya, dan di sekitarnya. PT MRT Jakarta menargetkan lebih dari 170 ribu pengguna MRT per harinya.

Masih dalam tahap penjajakan, Nota Kesepahaman antara Go-Jek dengan PT MRT Jakarta mencakup dua hal. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan konsep penyusunan basis implementasi studi pengembangan non-farebox business dan mobile payment di area sekitar stasiun dan depo Jakarta MRT Jakarta. Hal lainnya adalah studi penyusunan proof of concept integrasi mobile payment, dan melakukan sesi diskusi serta pemutakhiran pengetahuan tentang produk.

Nantinya, jika proses telah final, pengguna yang melakukan pembayaran memanfaatkan mobile payment, tidak perlu menyiapkan kartu tiket MRT terpisah. Biaya tersebut nantinya juga akan di masukan ke dalam paket, yang dilengkapi dengan biaya moda transportasi lainnya, tanpa harus melakukan pembayaran secara terpisah.

Ditargetkan realisasinya bakal bisa digunakan tahun 2019 mendatang. Hingga 30 April 2018, kemajuan pekerjaan konstruksi MRT Jakarta secara keseluruhan telah mencapai 93,33% dengan rincian 90,45% untuk konstruksi layang dan 90,23% untuk konstruksi bawah tanah.

Go-Jek sendiri memiliki layanan mobile payment Go-Pay yang sudah memiliki lebih dari 10 juta pengguna. Mereka kini sedang menggencarkan pembayaran di luar platform Go-Jek pasca perolehan izin penggunaan skema QR Code untuk pembayaran di berbagai mitra.

Application Information Will Show Up Here