Traveloka Introduces R&D Center in Bangalore, India

Traveloka (1/28) has just launched its new office in Bangalore, India. Legally named Traveloka India Pvt. Ltd., the office will be focused on Research and Development (R&D) activities. It was attended by Ferry Unardi, Traveloka’s Co-Founder and CEO.

The India’s office has marked Traveloka’s 6th expansion after Thailand, Malaysia, Singapore, Vietnam, and the Philippines. It’s the second R&D center after the one in Singapore. It marks the first international expansion outside Southeast Asia.

The launching was attended by Prashant Verma as Traveloka Bangalore VP Engineering. He stated in his speech that the team will work to prepare platforms and products which capable to provide experience and engagement for Traveloka users.

Traveloka office in Bangalore plays an important role to keep making and developing technology innovation capacity. Equipped with facility and infrastructure of the latest and leading technology, it’s expected to support engineer team to collaborate better with local or international,” he added.

The R&D center is located in Embassy Tech Village, known as the heart of “Silicon Valley” in India. While India is currently known as one of the fastest growing tech countries in the world. It encourages Traveloka to build a Research & Development Center in Bangalore.

Traveloka Bangalore has been officially operating since early 2019 and has built a team of more than 60 engineers. Up until now, Traveloka has hired more than 500 engineers from all around the world.

In addition, another Indonesian startup having R&D center in Bangalore is Gojek. In general, unicorns are now focusing on innovation this year. Bukalapak is included, they’re just launching an R&D center in Bandung – product development and innovation will one of this year’s main focus.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Resmikan Kantor R&D di Bangalore, India

Traveloka kemarin (28/1) baru saja meresmikan kantor terbarunya di Bangalore, India. Memiliki nama legal Traveloka India Pvt. Ltd., kantor tersebut akan difokuskan untuk kegiatan Research and Development (R&D). Peresmiannya dihadiri langsung oleh Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi.

Kehadirannya di India turut menandai ekspansi ke-6 Traveloka setelah Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina. Juga merupakan kantor teknologi dan pusat R&D yang kedua setelah Singapura. Ini menandai sebagai ekspansi internasional yang pertama di luar Asia Tenggara.

Dalam acara peresmian turut hadir Prashant Verma selaku Vice President Engineering Traveloka Bangalore. Dalam sambutannya Prashant menyampaikan bahwa tim yang ia pimpin akan bekerja untuk menyiapkan platform dan produk yang dapat terus memberikan pengalaman dan engagement bagi pengguna Traveloka.

“Kantor Traveloka di Bangalore memainkan peranan yang sangat penting untuk terus menciptakan dan mengembangkan kapasitas inovasi teknologi.  Dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur dengan teknologi terkemuka dan terdepan, diharapkan dapat mendukung tim engineer untuk berkolaborasi baik dengan sesama di India maupun internasional,” tambah Prashant.

Pusat R&D Traveloka persisnya berada di Embassy Tech Village, dikenal sebagai jantung pusat “Silicon Valley” di India. Sementara India sendiri saat ini diketahui sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan teknologi tercepat di dunia. Hal ini yang mendorong Traveloka untuk membangun Research & Development Center di Bangalore.

Traveloka Bangalore telah resmi beroperasi sejak awal tahun dan telah membangun tim dengan lebih dari 60 engineer. Hingga saat ini, Traveloka telah mempekerjakan lebih dari 500 engineer dari seluruh dunia.

Tidak hanya Traveloka, startup Indonesia lain yang juga miliki kantor R&D di Bangalore adalah Gojek. Namun secara umum, para unicorn memang tengah memfokuskan pada inovasi di tahun ini. Termasuk Bukalapak, mereka baru saja meresmikan kantor R&D di Bandung –inovasi dan pengembangan produk juga akan jadi salah satu fokus utama di tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Tiket Enters Travel Planning Industry for Corporate

Tiket is adding travel planing service for corporate customers. The new product makes the corporate market more attractive for business.

There is no official statement from Tiket until the news revealed.

Tiket provides special website for business customers to handle all their needs. All tickets from flight, hotel, train, car rental, and entertainment can be ordered through corporate account. The required documents to make corporate accounts include establishment license, company’s TIN, domicile certificate (SKDP), business trading license (SIUP), company registration (TDP), ID representative, and others.

In the explanation, the corporate account can be made into several sub accounts to make it easier for some divisions to make a booking. Each corporate account will be given online access to make a booking and purchasing via website and app.

In terms of payment system, sub account member don’t have to worry about the limit, they’re free to submit as needed. Reservation can be made in advance. Consumers only need to discuss with Tiket team regarding invoice date for company to be issued and paid.

This type of order is highly attractive for big corporate which holding routine events, such as business trip or outing. Each division should be flexible to plan their trip without having to use travel agent.

On the other side, travel agent business cake is predicted to be more challenging due to OTA’s players targeting corporate consumers. Aside from Tiket, participated also in this market other OTAs, such as Via and Bhinneka. Through partnership with Loket, Bhinneka provides ticketing service for entertainment, theme park, and MICE for B2B consumers in large numbers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tiket Rambah Pemesanan Perjalanan untuk Korporat

Tiket merambah layanan pemesanan perjalanan untuk nasabah dari korporat. Kehadiran produk baru ini menjadikan pasar korporat semakin menarik untuk diseriusi.

Belum ada keterangan resmi yang diberikan oleh pihak Tiket hingga berita ini diturunkan.

Tiket menyediakan situs khusus yang dapat digunakan konsumen bisnis untuk memesan semua kebutuhannya. Semua produk Tiket mulai dari tiket pesawat, hotel, kereta, sewa mobil, dan hiburan dapat dipesan, cukup membuat akun korporat.

Dokumen yang dibutuhkan dalam membuat akun korporat di antaranya akta pendirian, NPWP perusahaan, surat keterangan domisili perusahaan (SKDP), surat ijin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), KTP penanggungjawab atau direksi, dan sebagainya.

Dalam penjelasannya, akun korporat ini dapat dibuat menjadi beberapa sub akun untuk memudahkan berbagai divisi di perusahaan dalam melakukan pemesanan. Setiap anggota akun korporat akan diberikan akses online untuk melakukan pemesanan dan pembelian via situs dan aplikasi.

Sistem pembayarannya, setiap anggota sub akun tidak perlu khawatir dengan batas penggunaan, bebas mengajukan plafon penggunaan sesuai kebutuhan. Pemesanan dapat dilakukan di muka. Konsumen tinggal mendiskusikan dengan pihak Tiket terkait tanggal invoice yang pas untuk diterbitkan dan dibayar perusahaan.

Model pemesanan seperti ini tentunya menarik untuk korporat besar yang rutin mengadakan perjalanan dinas atau outing rutin tiap tahunnya. Setiap divisi dapat merencanakan perjalanan secara fleksibel tanpa harus mengandalkan lagi jasa agen perjalanan.

Di sisi lain, kue bisnis dari agen perjalanan diprediksi akan semakin tertantang karena pemain OTA mulai melirik potensi dari konsumen korporat. Selain Tiket, pemain OTA lainnya yang turut meramaikan pasar ini adalah Via dan Bhinneka. Lewat kemitraan dengan Loket, Bhinneka menyediakan penjualan tiket hiburan, theme park, dan MICE untuk nasabah B2B dalam jumlah besar.

Application Information Will Show Up Here

Tahun Depan Oyo Targetkan Miliki Jaringan di Seratus Kota

Setelah meresmikan kehadirannya dua bulan yang lalu, Oyo sebagai jaringan hotel yang telah beroperasi di lebih dari 500 kota di 6 negara mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang signifikan di Indonesia. Saat ini di jaringan Oyo sudah ada lebih dari 150 hotel di 16 kota di Indonesia.

Tahun 2019 mendatang Oyo memiliki target ekspansi di lebih dari 100 kota. Selama ini Oyo juga telah memperkuat jaringan hotel di Indonesia dengan menambahkan lebih dari 70 hotel per bulan ke jaringannya. Sebelumnya perusahaan mengumumkan komitmen investasi lebih dari US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) untuk menjadi pemain terdepan di Indonesia.

“Dengan total investasi sebesar $100 juta, kami telah menyiapkan strategi pertumbuhan bisnis yang agresif untuk tahun 2019. Kami berencana akan memperluas jaringan di lebih dari 100 kota di Indonesia. Kami juga terus mengeksplorasi berbagai peluang pertumbuhan organik selagi membangun sinergi lewat berbagai kerja sama dengan entitas lokal,” kata Country Lead Oyo Hotels Indonesia Rishabh Gupta.

Besarnya permintaan dari masyarakat terkait dengan hotel di Indonesia menurut Oyo tidak diimbangi dengan penyediaan akomodasi berkualitas. Dalam hal ini Oyo dengan kapasitas yang dimiliki ingin mengakomodasi kebutuhan tersebut lewat model bisnis berbasis teknologi.

“Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Oyo di Indonesia, namun kami melihat bahwa peluang bisnis yang tidak kalah besar justru datang dari kota-kota lain yang menjadi pusat bisnis regional maupun destinasi wisata baru. Berbagai program pengembangan destinasi wisata dari Kementerian Pariwisata Indonesia juga turut memiliki andil besar dalam mendukung pengembangan bisnis hospitality di Indonesia ke depannya,” tambah Rishabh.

Untuk pendanaan sendiri, Oyo sebelumnya telah mengantongi funding dari Softbank, Lightspeed, Sequoia, dan Greenoaks Capital senilai US$1 miliar. Ada pula tambahan $200 juta yang diambil dari neraca keuangan perusahaan.

Baru-baru ini Oyo juga dikabarkan telah mendapatkan dana segar dari Grab senilai $103,4 juta (Rp1,5 triliun) dalam seri E. Rencananya investasi Grab ini akan digunakan untuk membantu mengembangkan layanan Oyo di Asia Tenggara, terutama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Pengembangan Produk Akan Jadi Fokus Traveloka di Tahun 2019

Traveloka mengungkapkan bakal fokus ke pengembangan produk yang sudah diluncurkan pada tahun ini sebagai bagian dari rencana perusahaan tahun depan. Secara total ada tiga produk baru diperkenalkan yakni Bus, Kuliner, dan Sewa Mobil; ditambah fitur seperti PayLater, Status Penerbangan, dan Train Seat Alert.

VP of Marketing Traveloka Kurnia Rosyada menjelaskan, perusahaan belum memutuskan apakah akan mengeluarkan lini produk baru, melainkan lebih terfokus pada pengembangan fitur produk yang sudah diluncurkan. Langkah ini dilakukan demi meningkatkan penetrasi bisnis yang lebih mendalam di pasar.

“Tahun depan kami akan lebih meningkatkan fitur dari tiap produk yang sudah diluncurkan agar posisi di pasar semakin dalam. Masih ada banyak pekerjaan rumah kami di sini,” katanya, Selasa (18/12).

Kurnia mengklaim meski ada beberapa produk yang baru diluncurkan tahun ini, disebutkan mayoritas sudah memiliki top of mind yang cukup kuat di kalangan pengguna. Ia mencontohkan pada layanan PayLater, disebutkan memiliki ulasan positif karena mampu mengatasi keluhan pengguna yang tidak memiliki kartu kredit.

Proses pengajuan PayLater dinilai juga mudah, verifikasi selesai dalam 60 menit, minimal pengajuan cicilan bisa dimulai dari Rp50 ribu saja.

“Banyak sentimen positif yang kami dapat dari PayLater karena mudah dan pengguna jadi terbantu. Masih ada ruang pertumbuhan yang besar untuk kontribusinya [terhadap bisnis], kita akan terus berinovasi supaya makin mudah.”

Dari peluncuran produk baru, sambungnya, secara kontribusi bisnis kini lebih tersebar tidak hanya di penjualan tiket pesawat saja. Produk akomodasi dan atraksi diklaim memiliki traksi yang cukup baik, meski Kurnia enggan menyebut angka detail.

“Padahal awalnya tiket pesawat paling mendominasi di seluruh transaksi kami. Jadi sekarang kami sudah lebih dikenal aplikasi untuk travel dan lifestyle.”

Menanggapi kabar akuisisi Traveloka terhadap tiga perusahaan OTA, termasuk Pegipegi, Kurnia enggan berkomentar lebih lanjut.

Inovasi Traveloka sepanjang 2018

Produk Bus dirilis pertama kali pada Maret 2018, saat ini telah bekerja sama dengan 85 mitra bus dan shuttle yang melayani lebih dari 4.500 rute antar kota di Indonesia. Kurnia targetkan dapat menambah hingga 150 mitra sampai tahun depan.

Kemudian Kuliner (Traveloka Eats) yang dirilis pada Mei 2018 menghadirkan rekomendasi tempat makan terkurasi, saat ini sudah tersedia di 7 kota dan merangkum lebih dari 700 brand restoran ternama. Terdapat voucher makan dengan penawaran khusus untuk para pengguna.

Pada bulan yang sama juga dirilis produk Sewa Mobil untuk melengkapi pilihan transportasi. Layanan ini telah tersedia di 11 kota besar dan bekerja sama dengan lebih dari 100 penyedia terpercaya.

Selain PayLater, fitur pelengkap yang dihadirkan Traveloka sepanjang 2018 di antaranya adalah Status Penerbangan untuk menginformasikan pengguna status penerbangan secara real time. Selain itu, ada juga fitur Train Seat Alert untuk menginformasikan apabila ada penumpang yang membatalkan kereta sehingga dapat segera dipesan langsung oleh pengguna.

Namun fitur ini baru bisa dimanfaatkan untuk perjalanan yang terencana dari jauh-jauh hari. Mengingat ketentuan di Kereta Api Indonesia yang baru membolehkan pembatalan dilakukan H-1 sebelum keberangkatan.

Pada tahun ini, Traveloka juga merombak tampilan UI dan UX dalam aplikasi untuk menyesuaikan dengan kebiasaan orang Indonesia. Aplikasi kini lebih mengedepankan unsur visual dan cerita karena dari hasil studi internal ternyata orang-orang mencari inspirasi untuk destinasi wisata dari platform online atau media sosial.

Hasil lainnya, selama liburan jenis kegiatan yang paling populer adalah mengunjungi wisata kuliner, taman hiburan, tempat bersejarah, wisata alam, dan shopping. Mayoritas pengguna memesan akomodasi 2-3 minggu sebelum waktu keberangkatan, dengan mempertimbangkan lokasi serta hotel yang instagrammable.

“Kami melihat bahwa tahun depan kegiatan berlibur masih akan terus menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia. [..] Oleh karena itu, kami akan terus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan relevan kepada pengguna kami untuk meningkatkan pengalaman liburan yang lebih baik,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Mungkin Telah Akuisisi Rivalnya Pegipegi Awal Tahun Ini

Pada Januari 2018, Recruit Holdings Jepang, perusahaan induk dari Pegipegi (Indonesia), Mytour (Vietnam), dan TravelBook (Filipina) telah melepaskan ketiga perusahaan ke perusahaan cangkang yang berbasis di Singapura Jet Tech Innovation Ventures Pte Ltd (Jet Tech). Setelah ditelusuri, Jet Tech ternyata berkaitan dengan Traveloka, salah satu startup OTA terkemuka di Asia Tenggara.

Recruit Holdings memutuskan untuk menjual bisnis perjalanan online-nya karena pasar yang kompetitif dari bisnis OTA di wilayah tersebut. Mereka kembali fokus ke bisnis intinya, yaitu mengembangkan produk SaaS tenaga kerja. Perusahaan belum lama ini telah mengakuisisi Glassdoor, portal pencarian kerja terkemuka asal Amerika.

Menurut ‘Pemberitahuan Perubahan’ dari Recruit Holdings, ketiga perusahaan tersebut dijual seharga $66,8 juta (lebih dari 900 miliar rupiah). Di informasi tersebut, Hendrik Susanto terdaftar sebagai Direktur Jet Tech. Hal ini menjadi petunjuk pertama hubungan antara Jet Tech dan Traveloka.

Susanto saat ini menjabat sebagai Chief Strategy and Investment Officer Traveloka. Sebelum bergabung dengan Traveloka pada bulan September 2017, ia bekerja di bisnis manajemen investasi selama lebih dari 20 tahun. Posisi terakhir yang ia tempati adalah CEO Ancora Capital Management.

Jet Tech didirikan pada pertengahan tahun 2017. Bukan hal yang mengagetkan ketika kami mengetahui bahwa Jet Tech dan Traveloka Pte Ltd berlokasi di alamat yang sama di Singapura.

Penelusuran singkat di LinkedIn mengungkapkan bahwa “karyawan” Jet Tech termasuk Kevin Sandjaja dan Serlina Wijaya. Keduanya sekarang menjabat sebagai pemimpin Pegipegi, yaitu masing-masing sebagai CEO dan Head of Marketing. Sebelumnya, mereka bekerja untuk Traveloka, Kevin sebagai Product Manager sedangkan Serlina menjadi bagian tim Marketing dan Analytics.

Dalam jajaran petinggi Mytour Vietnam, kami menemukan setidaknya dua karyawan Traveloka dalam tim. Satu orang memimpin tim Marketing, sementara yang lain berfungsi sebagai Konsultan Teknologi.

Sebagai platfom OTA terkemuka di kawasan ini, Traveloka kini telah tersedia di 6 negara Asia Tenggara. Perusahaan dikabarkan tengah dalam penjajakan pendanaan senilai $400 juta (sekitar 6 triliun Rupiah) dari GIC Singapura dengan valuasi $4 miliar (60 triliun Rupiah).

Belum lama ini, mantan CTO dan Co-founder perusahaan Derianto Kusuma, memutuskan hengkang demi membangun bisnis yang berbeda.

Menurut survei OTA dari DailySocial (2018), Traveloka adalah layanan OTA paling populer di Indonesia, sementara Pegipegi menjadi yang populer ke-3. Pada tahun 2016, penjualan bersih Pegipegi mencapa lebih dari 424 miliar rupiah.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Traveloka May Have Acquired Rival Pegipegi Early This Year

On January 2018, Japan’s Recruit Holdings, the parent company of Pegipegi (Indonesia), Mytour (Vietnam), and TravelBook (Philippines) have divested the companies to Jet Tech Innovation Ventures Pte Ltd (Jet Tech), a Singapore-based shell company. Later we understand that Jet Tech may relate to Traveloka, Southeast Asia’s leading OTA startup.

Recruit Holdings decided to sell its online travel business because of the competitive market of OTA business in the region. It refocuses into its core business, maintaining SaaS HR product. The company recently acquired US-based leading job-related portal Glassdoor.

According to Recruit Holdings’ Notification of Change, the three companies are sold for $66.8 million (more than 900 billion Rupiah). Hendrik Susanto is listed as Jet Tech’s Director. This is the first clue that lead to relation between Jet Tech and Traveloka.

Susanto is currently served as Traveloka’s Chief Strategy and Investment Officer. Before joining Traveloka in September 2017, he was in the investment management industry for more than 20 years. His last position was the CEO of Ancora Capital Management.

Jet Tech was founded in the mid 2017. It’s not a surprise we figure out that Jet Tech and Traveloka Pte Ltd’s registered address in Singapore are located at the same address.

A little investigation in LinkedIn reveals that “employees” of Jet Tech include Kevin Sandjaja and Serlina Wijaya. Both are now leading Pegipegi as CEO and Head of Marketing respectively. Previously they’re working for Traveloka, Sandjaja as Product Manager, while Wijaya was in Marketing and Analytics.

In Mytour Vietnam, we found out at least two Traveloka employees currently helping the team. One is leading the Marketing department, while the other serves as Tech Advisor.

As the leading OTA platform in the region, Traveloka has been available in 6 Southeast Asian countries. The company is said to be looking to raise $400 million funding from Singapore’s GIC with $4 billion valuation.

Recently, company’s former CTO and co-founder, Derianto Kusuma, has decided to left the company to build new non-competing business.

According to DailySocial’s OTA survey (2018), Traveloka is the most popular OTA service in Indonesia, while Pegipegi is the 3rd most popular. Pegipegi’s net sales in 2016 reached more than 424 billion Rupiah.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Rencana RedBus Pasca Meresmikan Kehadiran di Indonesia

Aplikasi pemesanan tiket bus asal India, RedBus, bakal mengembangkan lebih banyak solusi atas permasalahan yang terjadi di industri transportasi khususnya bus. Hal itu dilakukan pasca perusahaan meresmikan kehadirannya di Indonesia. Disebutkan isu pembayaran online dan edukasi operator bus jadi kendala utama yang akan dihadapi.

Country Head RedBus Indonesia Danan Christados menuturkan, sistem pembayaran online di Indonesia lebih kompleks dibandingkan negara lainnya yang sudah dihadiri perusahaannya. Oleh karena itu, mengintegrasikan banyak opsi pembayaran menjadi hal utama yang perlu dilakukan agar pengguna semakin nyaman.

“Tantangan besar lainnya adalah meyakinkan operator bus konvensional dan shuttle untuk mendigitalkan investaris mereka dan membuat mereka sadar bagaimana transformasi bisnis ke online benar-benar dapat mengubah bisnis,” ucapnya kepada DailySocial.

Tantangan inilah yang membuat RedBus baru meresmikan kehadirannya, meski secara operasional sudah dimulai sejak tahun lalu. Perusahaan akan terus berinovasi dan memberikan solusi yang relevan dari bisnis RedBus di luar negeri untuk pasar Indonesia. Pada saat yang bersama fitur spesifik akan dibuat untuk melayani Indonesia.

Ia mencontohkan fitur yang masih digodok oleh tim adalah navigasi ke terminal boarding dan melacak lokasi bus secara real time lewat GPS. RedBus juga menyiapkan platform analisis pasar dan permintaan, serta solusi manajemen bagi hasil buat para operator bus.

“Dilihat dari conversion rate, sekarang kami yakin untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan. Oleh karena itu kami sudah selesai melewati tahap beta dan mengumumkan peluncuran penuh kami di Indonesia.”

Danan memastikan salah satu layanan RedBus yang sudah hadir di luar negeri, yakni Red:Hotel, bakal diboyong ke Indonesia dalam waktu dekat. Red:Hotel adalah layanan OTA untuk pemesanan hotel secara online. Selain Red:Hotel, unit bisnis RedBus lainnya yang sudah ada di luar negeri adalah Red Hire untuk rental bus dan Pilgrimages untuk paket tur.

“Kami sepenuhnya berkomitmen untuk mengubah ekosistem bus di Indonesia. Kami ingin mengembangkan pasar Indonesia dengan pola pikir seperti itu.”

Layanan RedBus di Indonesia

RedBus
RedBus

Danan menyebut RedBus telah bermitra dengan lebih dari 110 operator bus dan shuttle seperti Sinar Jaya, Nusantara, PO San, Agra Mas, Putera Mulya, Alloy, dan NPM. Dengan kemitraan ini, RedBus dapat melayani permintaan pengguna yang sebagian besar dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Tidak hanya rute jarak panjang, ada minat yang besar dari rute pendek seperti Jabodetabek ke Bandung serta Joglo Semar (Yogyakarta, Solo, Semarang). Secara total ada 1400 rute unik yang menghubungkan lebih dari 150 kota di Indonesia.

Ditargetkan sampai akhir tahun depan, RedBus dapat melipatgandakan jumlah mitra menjadi sekitar 200 operator bus. Dari angka itu, diperkirakan perusahaan dapat menjual 200 ribu kursi setiap harinya dari saat ini hanya 70 ribu kursi.

“Lebih dari 50% penjualan kami datang dari aplikasi RedBus versi Android. Semangat kami sampai sekarang adalah fokus perbanyak inventaris sebanyak mungkin dan menyempurnakan produk demi memenuhi kebutuhan pengguna.”

Pembayaran tiket di RedBus dapat dilakukan lewat transfer bank, GoPay, dan Alfamart. Disediakan pula opsi kartu kredit dan debit, namun peminatnya masih minim. Setelah melunasi pembayaran, pengguna dapat memperoleh tiket bus melalui SMS tanpa perlu mencetaknya ketika naik bus.

RedBus beroperasi di enam negara termasuk India, Kolombia, Malaysia, Peru, dan Singapura. Aplikasi telah diunduh lebih dari 32 juta kali dan melayani lebih dari 18 juta pelanggan di seluruh dunia. Diklaim Redbus telah menjual lebih dari 170 juta tiket bus.

“Dari berbagai dukungan dari mitra operator dan pemerintah terhadap industri moda bus, juga pemain seperti RedBus, kami meyakini Indonesia akan jadi pasar terbesar dalam dua tahun ke depan,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Gambaran Persaingan Bisnis Digital di Empat Sektor Terpopuler di Indonesia

Dilihat dari geliat bisnis –meliputi nilai pangsa pasar dan putaran investasi—ada beberapa sektor digital yang tumbuh signifikan di Indonesia. Salah satunya merujuk pada hasil riset Google dan Temasek tahun ini, empat sektor utama yang mendominasi adalah e-commerce, online travel, online media, dan ride-hailing. Selain empat di atas sektor lain juga turut bertumbuh, salah satu yang menggeliat adalah fintech.

Pada tulisan ini, kami coba menghadirkan gambaran persaingan terkini industri digital yang sedang memanas dan menjadi sorotan di Indonesia. Terdiri dari bisnis ride-hailing, fintech, e-commerce, dan online travel. Masing-masing telah diisi oleh pemain besar dengan basis pengguna dan dukungan pendanaan yang sangat besar juga.

Ride-hailing masih tentang Go-Jek vs Grab

Berbicara tentang persaingan ride-hailing di Indonesia, maka masih mengerucut pada dua unicorn Go-Jek dan Grab. Keduanya terus mendominasi pangsa pasar dengan porsi yang berbeda. Sejauh ini dari sisi kelengkapan, aplikasi Go-Jek jauh lebih unggul karena menawarkan varian yang lebih banyak.

Namun dari total statistik unduhan di Play Store, angka Grab lebih banyak –karena hanya menggunakan satu aplikasi di seluruh wilayah operasional, sementara Go-Jek memisahkannya; seperti di Vietnam menggunakan Go-Viet atau bahkan layanan sekunder dengan Go-Life.

Go-Jek vs Grab
Go-Jek dan Grab masih terus bersaing menjadi yang terbaik

Di sisi lain, fitur e-wallet menjadi salah satu model bisnis layanan. Go-Jek bermanuver sendiri melalui Go-Pay, sementara Grab masih bergantung pada pihak lain, dalam hal ini Ovo dari Lippo Group. Untuk perluasan bisnis keduanya juga sama-sama memiliki unit investasi, merangkul pemain lain memperkuat ekosistem layanan –ada Go-Ventures dan Grab Ventures.

Mapan, Promogo, Findaya, Dana Cita dll adalah startup digital yang kini bermitra strategis dengan Go-Jek, dijalin melalui pendanaan dan/atau akuisisi. Kudo, HappyFresh, StickEarn, Karta dan beberapa pemain lainnya ada di sudut Grab. Dari sepak terjang yang ada, keduanya seakan-akan mengarah pada satu titik yang sama dalam kaitannya dengan tujuan bisnis.

Tahun ini nilai pangsa pasar ride-hailing di Indonesia diperkirakan mencapai $3,7 miliar. Angka tersebut diproyeksikan akan terus meningkat hingga menyentuh minimal $14 miliar di tahun 2025 mendatang. Sehingga babak demi babak persaingan masih akan sangat menarik disaksikan dari kedua startup besar tersebut.

Fintech tumbuh pesat, e-money miliki potensi terbesar

Di Indonesia ada dua sub-sektor fintech yang terlihat tumbuh subur, yakni lending dan e-money. Dari sisi jumlah pemain, fintech lending jauh lebih banyak, pun yang sudah berizin dari regulator. Sementara e-money cenderung lebih sedikit dan didominasi oleh pemain besar.

Ada alasan yang sangat mendasar mengapa e-money akan menjadi sub-sektor fintech yang paling berpotensi. Seperti layaknya uang di dompet, saldo e-money didesain untuk membantu pengguna bertransaksi kebutuhan sehari-hari.

Tak ayal kini pemain e-money makin gencar melakukan akuisisi pengguna dengan memperluas ekosistem layanan. Di Indonesia ada beberapa layanan populer untuk e-money, mulai dari Dana, Go-Pay, Paytren, Tcash dan lain-lain. Namun yang paling mendominasi pemberitaan akhir-akhir ini ada tiga layanan, yakni Dana, Go-Pay, dan OVO.

Dominasi pemberitaan tak lain terkait upaya perluasan integrasi layanan. Kini ketiga layanan populer tersebut sudah terintegrasi dengan platform berpopulasi pengguna besar. Dari survei yang dilakukan oleh DailySocial melibatkan 825 pengguna layanan, secara peringkat pengguna Go-Pay berada di urutan pertama, disusul oleh OVO, Tcash, dan Dana.

E-money di Indonesia
Layanan e-money terus perluas integrasi layanan untuk perkaya ekosistem

Pasca integrasi yang dilakukan besar-besaran tahun ini, artinya genderang persaingan baru saja dimulai. Beberapa pemain memang sudah terlihat meredup – misalnya PayPro yang akhirnya mencoba keberuntungan di ritel kecil tradisional.

Beberapa pemain baru juga bermunculan ditandai dengan rilis lisensi penyelenggara e-money oleh Bank Indonesia. Sebut saja BluePay, Duwit, hingga E2Pay yang segera memantapkan debutnya.

Sektor travel lengang namun menjanjikan

Menurut data Google dan Temasek, saat ini sektor online travel memiliki pangsa pasar yang paling besar di Asia Tenggara, yakni $30 miliar. Di Indonesia sendiri tahun ini diperkirakan akan menyumbang perputaran uang mencapai $8,6 miliar, dan diproyeksikan akan mencapai $25 miliar di tahun 2025 mendatang. Pemain di online travel sebenarnya juga banyak, sebut saja Airy, Pegipegi, Tiket.com, Traveloka, dan lain-lain.

Jika ditarik pemain dengan peringkat teratas, maka merujuk pada dua pemain besar – kebetulan keduanya didirikan pengembang lokal – yakni Tiket.com dan Traveloka. Pasca exit, Tiket.com saat ini berada dalam naungan Djarum Group melalui unit usaha Blibli. Sementara Traveloka masuk dalam jajaran unicorn di Indonesia dengan valuasi saat ini diperkirakan melebihi $2 miliar.

Traveloka vs Tiket
Traveloka pimpin bisnis OTA di Indonesia

Tampaknya modal besar membuat akuisisi pengguna oleh Traveloka cukup berhasil –diimbangi dengan inovasi layanan yang terus digencarkan. Secara statistik Traveloka saat ini masih mengungguli Tiket.com, kendati dari sisi varian layanan keduanya hampir memiliki kesamaan. Di sudut inovasi Traveloka juga banyak meluncurkan gebrakan, misalnya fitur PayLater melalui TravelokaPay bermitra dengan layanan pinjaman Danamas.

Secara khusus DailySocial juga pernah merilis laporan bertajuk “Online Travel Agencies Survey 2018”. Hasil survei menempatkan urutan layanan paling populer ada Traveloka, Tiket.com, Pegipegi, Airy, Blibli, Jd.id, Nusatrip dll. Besarnya pangsa pasar online travel membuat e-commerce juga berbondong-bondong menyajikan layanan penjualan tiket pesawat dan hotel. Beberapa e-commerce bekerja sama dengan pengembang OTA, sisanya mendesain sistem secara mandiri.

E-commerce di Indonesia bergerak dinamis

Sektor digital yang paling ramai sejak beberapa tahun terakhir, pun dengan pertumbuhannya terlihat paling mengesankan. Jika dikemas dalam anekdot, perjalanan digital society di Indonesia dimulai dari penggunaan media sosial, lalu e-commerce, baru ke layanan lainnya.

Saat ini lanskap e-commerce di Indonesia didominasi empat pemain besar, yakni Bukalapak, Lazada, Shopee dan Tokopedia. Pembeda antara e-commerce dan online marketplace pun semakin melebur.

Sementara itu di luar empat pemain tersebut masih banyak platform lain yang juga terus memperkuat keberadaannya, sebut saja Blibli, Bhinneka, Mataharimall dll. Pemain dengan segmen khusus seperti Sale Stock, Hijub, Berrybenka dll juga masih memiliki pangsa pasar. Belum lagi yang di segmen khusus B2B, ada Bizzy, Mbiz dll.

Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa e-commerce akan menjadi bisnis digital paling berpengaruh dalam beberapa tahun mendatang. Per tahun 2018, nilai pangsa pasar e-commerce di Indonesia sudah mencapai $18 miliar, terbesar di regional.

Menjelang akhir tahun, di tengah hajatan akbar e-commerce beberapa lembaga survei merilis laporan terkait popularitas layanan e-commerce. Salah satunya MarkPlus, mereka mengatakan bahwa saat ini Shopee berada di urutan pertama, bersaing ketat dengan Tokopedia. Sebelumnya di kuartal kedua DailySocial juga pernah melakukan survei popularitas layanan e-commerce, menempatkan Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak di urutan teratas.

E-commerce di Indonesia
Empat layanan e-commerce unggulan terus bersaing ketat

Persaingan belum usai sampai di sini. Masing-masing pengembang platform terus memaksimalkan berbagai strategi untuk memperkuat kehadirannya di pangsa pasar. Strateginya juga memiliki pendekatan berbeda antar pemain.

Misalnya Bukalapak memilih memaksimalkan biaya iklan – per kuartal ketiga tahun 2018, Bukalapak menjadi startup yang paling banyak beriklan. Beda lagi dengan Shopee yang mencoba memperkuat branding dengan menggaet tokoh terkenal Asia dan mengadakan pagelaran besar.