Bizhare Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A Senilai 7,3 Miliar Rupiah

Startup equity crowdfunding (ECF) Bizhare mendapatkan pendanaan pra-seri A senilai $520 ribu (sekitar 7,3 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh AngelCentral. Investor sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran kali ini, mereka adalah GK Plug and Play, GDILab, dan Billy Boen.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent menuturkan, ada satu investor dari korporasi Indonesia juga turut menanamkan modalnya di Bizhare, namun belum bisa diungkap identitasnnya lantaran masih dalam tahap finalisasi. Menurutnya, dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas  pangsa pasar perusahaan di seluruh Indonesia, mengembangkan teknologi securities crowdfunding (SCF).

“Kami juga sedang mempersiapkan aplikasi mobile yang rencananya akan dirilis pada tahun ini,” ujarnya, Selasa (11/5).

Dalam wawancara sebelumnya, ia mengungkapkan perusahaan tertarik untuk upgrade lisensi ke SCF karena ada lebih banyak potensi alternatif pendanaan yang dapat dimanfaatkan UKM. Selain bermain di ECF, Bizhare juga telah merilis layanan Pasar Sekunder pada Februari kemarin.

Layanan ini menjadi strategi untuk meningkatkan likuiditas dari saham penerbit yang diterbitkan, serta salah satu exit strategy untuk para investor. Heinrich menjelaskan, manfaat Pasar Sekunder untuk penerbit UKM sendiri yakni untuk kembali membeli saham (buyback) saham mereka di Pasar Sekunder, apabila ada investor yang ingin menjual sahamnya.

Dengan cara ini, terwujud demokratisasi sistem jasa keuangan yang mature seperti pasar modal, yang mana awalnya hanya bisa diakses kalangan menengah atas saja, kini bisa diakses oleh para UKM di seluruh Indonesia. Para investor dapat melakukan transaksi permintaan (bid) dan penawaran (offer) saham dengan aman dan nyaman.

“Pasar Sekunder Bizhare dibuka untuk penerbit yang sudah berjalan 1 tahun, sudah terdaftar di KSEI, dan atau sesuai hasil keputusan RUPS Penerbit. Pasar Sekunder akan dibuka setiap 6 bulan sekali dengan masa pembukaan Pasar Sekunder selama 10 hari kerja” jelas Vincent.

Vincent optimis dengan SCF akan memudahkan UKM untuk memilih jenis pendanaan yang sesuai dengan preferensi mereka, baik saham, obligasi, atau sukuk. Dari segi persyaratan pun, penerbit efek ini tidak hanya untuk yang berbadan PT saja, tapi juga koperasi, CV, dan sebagainya.

“Kami juga akan terus menghadirkan penawaran saham untuk deretan bisnis UKM yang semakin menarik dan beragam. Saat ini, Bizhare tengah membuka pendanaan untuk berbagai bisnis yang bisa diinvestasikan mulai dari Rp50 ribu per lembar saham. Kami optimis akan banyak karya bisnis anak muda yang dapat berkembang pesat berkat layanan kami sebagai SCF sehingga geliat ekonomi Indonesia semakin luar biasa.”

Bizhare menargetkan pada tahun ini dapat menggaet lebih dari 200-300 UKM dapat membuka pendanaan melalui Bizhare. Dari sisi investor dan total nilai investasi diharapkan tumbuh antara 5-10 kali lipat. Target tersebut akan dicapai, salah satunya melalui mengincar UKM dari berbagai bisnis, tidak hanya franchise saja.

“Dari sisi produk, kami akan segera meluncurkan fitur baru yaitu business profile, supaya calon penerbit dapat semakin mudah dalam mengajukan pendanaan dan listing profile-nya di Bizhare. Selain itu, meluncurkan aplikasi untuk Android dan iOS yang ditargetkan rilis tahun ini,” pungkasnya.

Secara akumulasi sejak berdiri pada tiga tahun lalu, Bizhare telah memiliki lebih dari 60,800 investor dari seluruh Indonesia, dengan total nilai investasi sebesar Rp34,3 miliar kepada 46 bisnis UKM.

Doogether Secures Pre Series A Funding, to Release a New Feature

Doogether, a startup engaged in the wellness segment, announced the pre-series A funding with an undisclosed value from Asiantrust Capital, Prasetia Dwidharma, Alexander Rusli, and others. The fresh money will be used for the development of optimization, innovation and improvement of products and services.

Prasetia Dwidharma was Doogether’s previous investor involved in the seed round in April 2019. Also, Alexander Rusli entered in the following round. The seed round was led by Gobi Agung, with participation of Everhaus, Prasetia, and Cana Asia.

In an official statement, Doogether’s Co-Founder & CEO Fauzan Gani expressed his gratitude to the ranks of investors who participated in this round. “The series of funding received by Doogether will be used for optimization, innovation and improvement of products and services offered by the company or its applications,” he said, Tuesday (27/4).

Doogether is a startup vertical with blessing in disguise due to pandemic. Since the WFH policy, Doogether has released a live streaming online sports class, Doolive in April 2020. Active users grew by 77 times from early 2020 to Q1 2021. The service has held more than 80 thousand hours of sports class sessions.

“I applaud the Doogether team for using an opportunity during this pandemic and quickly adjusting its business model. It is not easy to see an opportunity in this difficult time, but Doogether managed to do it,” Alexander Rusli added as now serving as Advisor at Doogether  .

Doolive / Doogether

In order to maintain this performance, the company plans to held virtual sports activities together on a regular basis to encourage people to stay active. Doolive is also available for free containing dozens of sports training videos.

Since 2016, Doogether has operated two main products, Doofit for sports classes, and Doofood for healthy catering in collaboration with dozens of vendors and in accordance with users’ personal health goals.

Currently, the company has collaborated with more than 350 sports studios, trainers, located in Greater Jakarta, Bandung and Bali. There are more than 30 thousand sports classes, such as zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, ice skating, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Doogether Raih Pendanaan Pra-Seri A, Segera Rilis Layanan Baru

Doogether, startup yang bermain di segmen wellness, mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nominal dirahasiakan dari Asiantrust Capital, Prasetia Dwidharma, Alexander Rusli, dan lainnya. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan.

Prasetia Dwidharma adalah investor Doogether sebelumnya yang masuk dalam putaran tahap awal pada April 2019. Begitu pula Alexander Rusli yang masuk pada putaran sebelumnya lagi. Dalam putaran tahap awal itu dipimpin oleh Gobi Agung, didukung Everhaus, Prasetia, dan Cana Asia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Doogether Fauzan Gani menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada jajaran investor yang berpartisipasi dalam putaran kali ini. “Rangkaian pendanaan yang diterima Doogether akan digunakan untuk optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan atau aplikasinya,” ucapnya, Selasa (27/4).

Doogether adalah sekian vertikal startup yang menerima berkah dari pandemi. Sejak kebijakan WFH, Doogether merilis kelas olahraga online melalui live streaming, Doolive pada April 2020. Pengguna aktif tumbuh hingga 77 kali lipat dari awal 2020 hingga Q1 2021. Layanan ini telah mengadakan lebih dari 80 ribu jam sesi kelas olahraga.

“Saya salut dengan tim Doogether yang dapat melihat kesempatan pada masa pandemi dan dengan cepat melakukan penyesuaian bisnis model. Tidak mudah untuk melihat suatu kesempatan di masa sulit ini, tapi Doogether berhasil melakukannya,” tambah Alexander Rusli yang kini menjabat di Doogether sebagai Advisor.

Doolive / Doogether

Untuk mempertahankan kinerja tersebut, rencananya perusahaan akan membuat kegiatan virtual olahraga bersama secara rutin untuk mendorong orang-orang tetap aktif berolahraga. Doolive juga tersedia secara gratis berisi puluhan video latihan olahraga.

Beroperasi sejak 2016, Doogether memiliki dua produk utama, yakni Doofit untuk pemesanan kelas olahraga, dan Doofood untuk pemesanan katering sehat bekerja sama dengan puluhan vendor dan sesuai dengan goal kesehatan pribadi pengguna.

Saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 350 studio olahraga, trainer, yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Bali. Kelas olahraga yang ditawarkan ada lebih dari 30 ribu kelas, seperti zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, ice skating, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Accelerating Asia Umumkan 11 Startup Cohort Keempat, Satu Startup dari Indonesia

Accelerating Asia, perusahaan modal ventura dan akselerator untuk startup pra-seri A, mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam cohort keempat. Mereka tersebar dari empat negara, yakni Singapura, Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh. Ada satu startup lokal yang lolos dalam batch kali ini, yaitu TransTrack.ID.

Co-Founder & General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo mengatakan, pada program cohort ke-4 ini telah menyeleksi sebanyak 500 startup yang berasal dari 30 negara. “Dengan hanya 2% startup terpilih, ke-11 startup tersebut akan menjadi bagian dari cohort terbesar kami dan berhak menerima investasi hingga 200 ribu dolar Singapura (senilai lebih dari 2 miliar Rupiah) dari dana modal ventura kami,” tuturnya, Selasa (13/4).

Nama-nama dari 11 startup tersebut adalah Amar Lab, Casa Mia, DoctorKoi, Drive Lah, HandyMama, Independents, KopiDate, Mobiliti, SWAP, Waitrr, dan TransTRACK.ID.

Dirinci lebih jauh, 11 startup ini telah mengumpulkan modal lebih dari 6 juta dolar Singapura sejak awal mengikuti program, membukukan total modal yang dihimpun dari para seluruh portofolio startup Accelerating Asia menjadi lebih dari 30 juta dolar Singapura. Sekitar 70% dari investasi ini terkumpul sejak bergabung dengan portofolio Accelerating Asia.

11 startup Cohort 4 Accelerating Asia / Accelerating Asia
11 startup cohort 4 Accelerating Asia / Accelerating Asia

Dalam waktu satu bulan sejak cohort keempat dimulai, para startup telah mencatat kenaikan pendapatan bulanan sebesar 25%, naik dari rata-rata senilai 45 ribu dolar Singapura hingga mencapai 56 ribu dolar Singapura. Tingkat pertumbuhannya juga telah naik dua kali lipat sejak bergabung, dengan rata-rata pertumbuhan 30% month-to-month, dari sebelumnya sebesar 16%.

Seluruh startup ini mencakup 10 vertikal bisnis yang di antaranya bergerak di properti, online dating, dan pemasaran/periklanan. Bila ditotal dengan seluruh portofolio, kini mencakup lebih dari 20 vertikal yang bergerak di bisnis B2B, B2C, dan B2B2C. Sebanyak 35% startup didirikan oleh perempuan dan 60% gender lens investment (investasi berbasis gender), dengan lebih dari 80% fokus pada dukungan terhadap program Sustainable Development Goals yang dicanangkan oleh PBB.

Satu-satunya startup lokal yang lolos dalam cohort ini adalah TransTRACK.ID. Mereka fokus mengumpulkan data untuk melacak, menganalisis, dan meningkatkan operasi transportasi. Tim pendirinya solid dengan pengalaman mendalam di industri yang sama. Pendapatan per tahun startup ini diklaim naik lebih dari dua kali lipat dan naik sebesar 130% sejak Maret 2020. Sebelum bergabung ke Accelerating Asia, TransTRACK.ID masuk ke dalam jajaran peserta terpilih dalam DSLaunchpad 2.0.

Co-Founder & General Partner Accelerating Asia Craig Dixon menambahkan, pada cohort kali ini pihaknya melakukan sejumlah penyesuaian agar tetap sejalan dengan kondisi pandemi, seperti melirik startup yang berpotensi baik. Salah satunya tercermin dari Amar Lab dan Waitrr yang telah diuntungkan dari dinamika market yang sangat terdampak Covid-19.

“Mereka berada di posisi yang tepat untuk pertumbuhan jangka panjang karena sektor kesehatan dan hospitality global terus mempercepat upaya digitalisasi mereka dalam bentuk layanan jarak jauh dan mobile,” katanya.

Accelerating Asia menawarkan investornya akses lebih awal dan eksklusif dengan startup portofolionya, menyediakan deal-flow terkualifikasi, hak pro-rata, dan opsi pertama untuk investasi yang memenuhi syarat dan akan terus berlanjut pada kuartal II 2021, hingga saat akselerator modal ventura memperluas kemitraan dan peluang investasi.

Ke depannya, perusahaan berencana untuk memperluas kehadiran, mengembangkan jejak yang lebih besar di berbagai pasar melalui perekrutan cohort dan kemitraan dengan pemerintah serta investor. Untuk mendukung ekosistem startup, Accelerating Asia menawarkan program Amplify, sebuah program akselerator virtual dengan enam modul yang memberikan akses bagi startup ke jaringan papan atas untuk menumbuhkan bisnis mereka.

Selain itu, program lainnya adalah Angel350, program angel investing virtual yang menyediakan panduan langkah demi langkah kepada investor untuk berinvestasi di kawasan ini. Puncak program cohort ke-4 adalah Demo Day online pada 17 Juni 2021 mendatang, dan pendaftaran untuk cohort ke-5 sudah dibuka.

Segera Rampungkan Pendanaan Pra-Seri A, Rata Fokuskan Ekspansi Domestik

Sebagai satu dari sedikit pemain teledentistry di Indonesia, Rata kian serius untuk meraih pasar yang lebih luas. Keinginan tersebut semakin terlihat seiring putaran pendanaan pra-seri A yang tak lama lagi mereka kantongi sebagai bekal pengembangan bisnis.

Clear aligner adalah ujung tombak dari bisnis Rata. Teknologi Rata memungkinkan aligner mereka menggerakkan gigi hingga 0,25mm di setiap nomor. Sebelum mengirim aligner, tim Rata akan meminta pasien mengisi kuesioner untuk mengetahui kondisi gigi pasien. Setelah memperoleh data, Rata akan membuat simulasi pergerakan gigi menggunakan sistem AI, dan akhirnya mencetak clear aligner yang akan dikirim ke pasien.

Rata mengklaim, selain faktor biaya, penggunaan aligner untuk memperbaiki bentuk gigi dianggap lebih praktis dalam perawatan dan lebih nyaman secara penampilan dibanding behel.

Co-Founder & CMO Rata Deviana Maria menyebut, pangsa pasar untuk clear aligner di seluruh Asia Tenggara mencapai $47,78 juta (sekitar Rp676 miliar) pada 2018 dan diprediksi akan terus meningkat. Deviana menilai porsi Indonesia dalam pangsa pasar tersebut masih begitu kecil. Namun Deviana sadar keadaan tersebut sekaligus menandakan ada ruang kesempatan yang cukup besar untuk mereka eksplorasi.

Keinginan Rata dituangkan ke dalam ekspansi bisnis ke sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Deviana menyebut ekspansi pasar di dalam negeri ini menjadi fokus mereka dalam satu tahun ke depan. “Kita akan melakukan ekspansi secara digital serta offline, dan Rata akan fokus di nasional terlebih dahulu pada tahun 2021,” imbuh Deviana.

Segera amankan suntikan modal baru

Rata memperoleh pendanaan awal dengan nominal tak disebutkan pada Agustus 2019. Hanya berselang setahun lebih Deviana Maria (CMO), Edward Makmur (CEO), Danny Limanto (CSO), Jason Wahono (CFO) segera mengamankan kepercayaan investor untuk menyuntikkan modal melalui putaran pendanaan pra-seri A. Rata menolak menyebut nominal pendanaan dan informasi detail lainnya. Namun bisa dipastikan di antara partisipan terdapat sejumlah investor regional.

“Terkait investasi pra-Seri A, kita masih belum bisa umumkan nama-nama investornya. Akan tetapi Alpha JWC Ventures ikut di putaran ini dan bekerja sama dengan investor regional. Untuk detail akan kami infokan nantinya,” jelas Deviana.

Pendanaan tersebut memungkinkan Rata mengebut dan memperbesar cakupan bisnisnya ke level nasional. Di samping itu mereka juga akan memanfaatkan dana segar tadi untuk mengembangkan inovasi terbaru.

Salah satunya adalah aplikasi mobile. Rata yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui situs web, kini sudah bisa dijangkau dengan aplikasi. Namun Deviana menambahkan aplikasi Rata belum bisa diakses terbuka ke semua orang. “Sifatnya masih undangan untuk para konsumen kami.”

Deviana percaya pendanaan baru yang segera mereka kantongi akan mendorong pertumbuhan bisnis lebih cepat. Mengklaim sebagai yang pertama menciptakan clear aligner secara in-house, Deviana mengatakan inovasi-inovasi mereka berikutnya akan berkutat untuk meningkatkan pengalaman pelanggan.

Lebih dari itu, masa pandemi juga membawa berkah tersendiri bagi teledentistry ini. Sebagaimana diketahui luas, wabah Covid-19 memaksa orang-orang mencoba layanan digital untuk menghindari kemungkinan terpapar virus. Tak terkecuali bagi Rata. Deviana mengatakan layanan konsultasi teledentistry meningkat signifikan.

Lalu saat disinggung mengenai peta kompetisi di mana mulai bermunculan layanan teledentistry serupa, Deviana mengaku tak gentar. Menurutnya apa yang ditawarkan oleh pemain-pemain tersebut masih sebatas teledentistry secara umum saja.

“Rata fokus untuk aligner treatment. Diharapkan ke depannya Indonesia akan lebih melek terhadap kesehatan gigi dan mulut. Untuk persaingan, kami rasa model bisnis kami cukup berbeda,” pungkas Deviana.

Komitmen Svara Gairahkan Digitalisasi Industri Radio Lokal

Menurut temuan PwC dalam “2018 Media & Entertainment Outlook”, diproyeksikan pendapatan industri media digital secara global akan tembus ke angka $792,3 miliar, naik dari 2017 sebesar $666,9 miliar. Kenaikan dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi yang menyamarkan cara konsumsi media cetak dan digital, video game dan olahraga, internet nirkabel dan kabel, TV berbayar dan OTT, media sosial dan tradisional.

Di sisi lain, fakta ini menjadi tantangan buat perusahaan untuk menyusun kembali strategi mereka dalam menjangkau konsumen, teknologi apa yang tepat dan produksi konten premium dengan cara yang hemat biaya. Salah satu bagian dari industri ini terdapat radio, perusahaan podcast dan layanan streaming yang saling berkompetisi menghadirkan kontennya masing-masing.

Perkembangan radio sendiri di kancah global selama beberapa tahun terakhir cenderung stagnan, beda halnya dengan internet radio yang tumbuh 40% per tahun, menurut laporan dari Nielsen dan Edison Research di 2018. Definisi internet radio tidak hanya radio live streaming saja, juga mencakup musik dan podcast.

Kondisi di atas mendorong Hemat Dwi Nuryanto dan Farid Fadhil Habibi untuk menginisiasi kehadiran Svara sejak 9 September 2017. Mereka tertarik untuk terjun ke industri ini karena peluang bisnisnya yang menggiurkan, target pasarnya tidak hanya di Indonesia tapi internasional.

“Karena industri media sedang mengalami disrupsi, jadi tidak hanya radio di Indonesia saja tapi juga di seluruh dunia. Selain itu, yang membuat kami tertarik adalah radio punya dampak sosial yang besar karena ada kearifan lokal,” ucap Farid selaku Co-Founder & CEO Svara kepada DailySocial.

“Jika radio dapat bertahan dan tumbuh bersama kami, konten lokal, wisdom lokal, budaya lokal, wisata lokal dan musik lokal dapat terangkat,” tambahnya.

Svara terdiri dari dua platform, on-air platform untuk broadcaster automation dan aplikasi Svara untuk pendengar. Mereka dapat menikmati berbagai konten audio dan non audio di aplikasi, di antaranya radio, playlist music, dan podcast.

Fitur lainnya adalah live visual radio, live chat dengan penyiar dan pendengar lain social audio, dan library. Farid mengklaim kehadiran Svara menjadi warna baru dalam pemain digital broadcasting. Pasalnya, jika hanya berbicara soal aplikasi radio streaming saja, sudah banyak pemainnya.

Jika hanya bicara soal podcast saja, sudah ada Inspigo dan SoundCloud, misalnya. Apabila hanya bicara streaming musik ada Spotify sebagai pemimpin pasar globalnya. Di antara semuanya ini tidak ada yang memiliki on-air platform.

“Kami sudah research sejak 2002, salah satu pemain besar di broadcaster automation adalah RCS (Radio Computing Services) dari Amerika Serikat. Baik online platform ataupun on-air platform terintergrasi satu sama lain, yang kami sebut dengan Svara.”

Pencapaian dan rencana Svara

Farid menjelaskan perusahaan punya delapan model bisnis, ada yang B2B dan B2C. Empat di antaranya sudah jalan, sisanya masih dalam proses pengembangan. Tapi dia enggan mendetailkan cara perusahaan memonetisasi.

Disebutkan pengguna dapat mendengarkan lebih dari 100 radio siaran AM/FM, lebih dari 10 radio komunitas percontohan seperti radio kampus/sekolah, dan radio toko. “Ada ribuan radio di seluruh dunia dapat didengarkan melalui Svara. Kami memiliki lebih dari 250 ribu pengguna.”

Di samping itu, perusahaan bekerja sama dengan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) dengan anggota 585 radio, Lembaga Manajemen Kolektif (WAMI – Wahana Musik Indonesia) untuk lisensi musik, Telkomsel untuk bebas kuota internet, LPIK ITB, dan IDX Incubator.

Mengingat ruang bisnis yang masih sangat besar, perusahaan berencana untuk terus mengembangkan Svara. Pada tahun ini ditargetkan ada 250 radio lokal yang masuk dalam aplikasi dan menggaet hingga 1 juta pengguna. “Aplikasi Svara dapat segera digunakan untuk Smart Speaker, Connected Car, Smart Watch, hingga Smart TV.”

Untuk mencapai target tersebut, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan pra seri A dengan nominal dirahasiakan dari UMG Idealab, kemarin (6/1). Kendati dirahasiakan, diklaim valuasi Svara hampir sentuh angka $10 juta (Rp140 miliar).

Farid menjelaskan, selain pengembangan produk, dana segar akan dipakai untuk memperkuat tim produk dan pemasaran, memperluas kerja sama strategis dengan pihak lain dan mengedukasi para pemain radio untuk melakukan transformasi digital.

“Kami sangat yakin Svara akan menjadi next unicorn di Indonesia. Kami persembahkan untuk Indonesia, khususnya untuk membantu industri kreatif, yaitu radio, musik, dan podcast untuk tetap bertahan dan tumbuh di era disrupsi ini,” tutupnya.

Sebelum peroleh dana segar, Svara telah beberapa kali menerima dana hibah dari penghargaan nasional dan internasional. Di antaranya, Swiss Innovation Challenge 2017 (hibah $5.000) dan Government Research Grant on Blockchain in Music 2017 (hibah $30 ribu).

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Pra Seri A, Halofina Fokus Kembangkan Produk dan Akuisisi Talenta

Aplikasi asisten virtual untuk membantu pengguna merencanakan keuangan pribadinya Halofina mengumumkan pendanaan Pra Seri A yang dipimpin Mandiri Capital Indonesia (MCI). Investor yang turut bergabung dalam putaran pendanaan kali ini adalah Finch Capital. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa besar nominal pendanaan yang digelontorkan, namun pihak MCI yang diwakili oleh CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menyebutkan, sesuai dengan ticket size Pra Seri A, nilainya berkisar antara US$1 juta hingga US$5 juta.

Sebagai startup binaan MCI, diharapkan Halofina bisa memberikan kontribusi ke ekosistem Bank Mandiri dan anak perusahaan di dalamnya.

“Meskipun Halofina merupakan startup binaan kami, namun tidak menutup kemungkinan bagi Halofina untuk menjalin kemitraan dengan bank lainnya atau institusi keuangan terkait yang memiliki produk yang relevan dengan Halofina. Mungkin ke depannya bisa jadi MCI akan menempatkan komisaris atau masuk dalam jajaran manajemen di Halofina,” kata Eddi.

Pendanaan kali ini merupakan bridging menuju kepada pendanaan tahapan selanjutnya. Perusahaan menargetkan bisa memperoleh pendanaan Seri A di kuartal kedua atau awal kuartal ketiga 2020.

“Sejak awal Halofina berdiri, misi kami adalah ikut serta mendorong literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, melalui solusi berbasis teknologi. Kami sangat bersyukur dengan dukungan dari MCI dan Finch Capital. Pendanaan ini bagi kami adalah sebuah kepercayaan dan harapan untuk dapat bekerja dan berkontribusi lebih banyak bagi masyarakat,” kata Co-Founder & Chairman Halofina Eko Pratomo.

Fokus akuisisi talenta dan hadirkan produk baru

Dana segar tersebut bakal digunakan menambah talenta baru untuk bergabung dalam tim Halofina. Sebagai platform konsultan finansial digital, Halofina mengklaim sudah diakses oleh lebih dari 15 ribu pengguna. Targetnya hingga akhir tahun 2020 mendatang, jumlah tersebut bisa bertambah hingga 500 ribu orang.

Disinggung tentang produk yang sedang dikembangkan, Co-Founder Halofina Adjie Wicaksana mengungkapkan, fokus Halofina saat ini adalah mengembangkan algoritma yang bisa memberikan rekomendasi risk profile dan asset allocation ke pengguna yang ingin membuat life plan.

“Untuk strategi monetisasi nantinya akan kita kenakan sharing fee dengan pihak terkait dan layanan berlangganan kepada pengguna. Namun untuk saat ini Halofina masih bisa diakses secara gratis,” kata Adjie.

Halofina saat ini bergabung dengan Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK Sandbox) di kategori Digital Financial Planner. Perusahaan  meluncurkan integrasi produk reksa dana sejak Maret 2019.

Application Information Will Show Up Here

Ekrut Secures Pre-Series A Funding

Ekrut recruitment platform has announced to secure Pre-Series A funding with undisclosed value. It was led by Venturra Discovery, Venturra Capital’s investment arm. Bizreach Inc also participated in this round, including all the previous ones, such as East Ventures, Prasetia Dwidharma, and SkyStar Capital.

This funding will be used to speed up Ekrut’s business growth, including to improve product quality and data science by making efficient recruitment. It applies also to the recommendation system of talent platform.

Using the current funding, Ekrut has plan to improve talent and entrepreneur network in Indonesia to build stronger value with lower cost.

“In the last decade, we’ve seen how technology has helped the multi-industry and disrupt the usual way. It’s ironic how the highly skilled process of recruiting middle-high level managers is still manual, with specific mechanism and difficult way to sort the best candidates. It requires unique and special solution to provide classified candidates based on technology skill identification, which we believe exist in Ekrut,” Venturra Discovery’s Managing Partner, Raditya Pramana said.

Ekrut was founded by Steven Suliawan and Ardo Gozal which premise is hard to acquire talents with relevant experience, particularly in technology. The company is said to have 2,700 network companies with 120,000 skilled talents.

“We finally identify the market issues and decided to solve it.” Suliawan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ekrut Amankan Pendanaan Pra-Seri A

Platform perekrutan Ekrut mengumumkan telah berhasil mengamankan pendanaan Pra-Seri A dengan nominal yang tidak disebutkan. Pendanaan kali ini dipimpin Venturra Discovery, seed investment arm dari Venturra Capital. Bizreach Inc juga terlibat dalam pendanaan kali ini, termasuk seluruh investor yang terlibat di putaran sebelumnya, seperti East Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Skystar Capital.

Investasi kali ini rencananya akan digunakan untuk menggenjot pertumbuhan bisnis Ekrut, termasuk meningkatkan kualitas produk dan data science dengan melakukan perekrutan yang efisien. Peningkatan juga dilakuan untuk sistem rekomendasi pada talenta platform.

Dengan pendanaan yang didapat, Ekrut juga berencana meningkatkan jaringan pengusaha dan talenta di Indonesia untuk membangun value yang lebih kuat dengan biaya operasi yang lebih rendah.

“Dalam dekade terakhir kami melihat bagaimana teknologi telah membantu mendorong pertumbuhan multi industri dan mengganggu cara melakukan sesuatu. Sangat ironis bahwa proses perekrutan manajer tingkat menengah ke atas yang sangat terampil masih sangat manual, dengan secara khusus melalui mekanisme penyortiranyang yang sangat sulit untuk menyoroti kandidat yang baik. Ini membutuhkan solusi unik dan spesial untuk meneydiakan klasifikasi kandidat berdasarkan pengidentifikasi kemampuan teknologi, yang kami percaya Ekrut miliki,” ujar Managing Partner Venturra Discovery Raditya Pramana menanggapi pendanaan ini.

Ekrut dibangun oleh Steven Suliawan dan Ardo Gozal dengan premis sulitnya startup mencari talenta dengan relevansi pengalaman yang sesuai, khususnya di bidang teknologi. Perusahaan mengklaim sudah memiliki 2.700 jaringan perusahaan dengan 120.000 kandidat yang terampil.

 

“Kami akhirnya mengidentifikasi masalah di pasar dan memutuskan untuk menyelesaikannya. ” terang Steven.

Justika Legal Service Marketplace Releases a Lawyer App

Justika law service marketplace releases Justika Lawyer Connect to accommodate the partnered advocates with clients. This app is limited to selected advocates.

This app is a part of product series by Justika post receiving Pra Series A funding with undisclosed value from one of the large firm in Indonesia, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) in the late January 2019.

“We want to wrap up the product development. Since going live in June 2018, we only have consulting service through phone. A good problem comes from our user that they’re eager to request for further services, such as document issuance, live consulting, and companionship, it’s our to-be-finalized products,” Justika’s CEO, Melvin Sumapung said to DailySocial.

Melvin explained the special app will connect all orders from clients requesting for specific advocate. It intends to facilitate advocate with high-mobility that afraid to ruin the operational hours.

Justika Lawyer Connect App / Justika
Justika Lawyer Connect App / Justika

The app will give notification to the advocate related to the issue and the system will automatically manage the conference room. When the advocate entered the conference room, the system will detect and connect the client to start the consulting session.

There will be automatic reminder and recorder when the conversation begin.

“Timer works to make sure everything is within 30 minutes, the cost is Rp299 thousand. Recorder is for revisiting, in case something happened, which previously accepted by both parties.”

Justika development

He said Justika is currently has 900 registered advocate in its platform. However, only 11 of them already put in charge of clients. Sumapung said the decision was taken because the team should filter the client’s demand with the advocate skill.

The subsidiary of Hukum Online deals with many issues concerning family, individuals and SMEs. Therefore, advocates registered to Justika are expected to have expertise in this field. This year, the plan is for advocates in charge to be increased by 20-30 people.

“We want to make sure that we didn’t only provide curated advocates, but the skill can follow the user’s demand. Therefore, user can use lawyer for the specific case.”

Advocate can partnered up with Justika after getting through Justika’s internal and verification process. The company will ask for more information about the skills, experience, advocate license, network, and the career journey.

Regarding Justika’s plan with AHP, Sumapung said the team will make the only investor as a strategic partner for product knowledge. AHP is considered as great partner not only in law, but also in building the firm from zero to this point.

He added, although there’s no talk about AHP’s advocates to join as Justika’s partners, they expect to receive the support.

“We have so much to learn from them [AHP] because the expertise, including to build a lawfirm,” he said.

Since established in June 2018, Justika has managed to serve clients in various locations, such as Gresik, Sumatera, Lombok, and Papua. Most of them are in middle class. To date, users are claimed to have increased by 10 times.

We target the middle class consumers, because the high society are the bigger law firm’s clients, while the low level is supported by LBH,” Justika’s CPO, Hafidz Kalamullah said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian