IDEAL Debut dengan Pendanaan Pra-Awal 57 Miliar Rupiah, Demokratisasi Proses Pengajuan KPR

Startup proptech yang fokus membantu memudahkan proses pembiayaan atau pengelolaan hipotek “IDEAL” mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $3,8 juta atau senilai 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dana segar akan dimanfaatkan IDEAL untuk pengembangan produk, perekrutan dan peningkatan layanan. Startup ini didirikan oleh sejumlah founder, meliputi Albert Surjaudaja, Ian Daniel Santoso, Indira Nur Shadrina, dan Jeganathan Sethu.

Layanan dan model bisnis

Platform IDEAL membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Mereka turut menyediakan sistem aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus. Yang menarik, ada sebuah dasbor untuk memantau status perkembangan pengajuan tersebut.

Tujuan IDEAL adalah menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi yang selama ini rumit dan memakan waktu serta biaya besar. Di samping memberikan rasa aman, karena dokumen-dokumen bisa dikelola secara aman — tidak perlu lagi mengirim foto KTP via WhatsApp ke agen atau sejenisnya.

Model bisnis IDEAL dengan mengenakan komisi kepada bank dan developer properti untuk setiap pengajuan yang berhasil terfasilitasi. Di debut awalnya, saat ini IDEAL telah bekerja sama dengan lima bank, termasuk CIMB, OCBC, dan Maybank; juga dengan pengembang properti seperti Sinar Mas Land, Ciputra Group, dan Agung Sedayu Group.

“IDEAL menjadi spesial karena kami mengutamakan pikiran dan hati konsumen dalam mengambil keputusan pengembangan produk. Karena itu, kami juga hadir dengan jaringan yang luas, baik di bidang perbankan maupun pengembang properti. Kami percaya bahwa investor kami memiliki visi yang sama, yaitu membantu masyarakat Indonesia mencapai kehidupan ideal mereka, dimulai dengan digitalisasi proses KPR,” ujar Albert selaku CEO.

Permasalahan dalam pembiayaan properti

Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2021 industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan lima tahun ke depan 17%. Gen Y dan Gen Z dinilai akan mendominasi populasi pekerja dalam 10 tahun ke depan, sehingga disinyalir akan menjadi target pasar utama sektor properti.

Saat ini 75% pembelian rumah di Indonesia dilakukan secara KPR, namun demikian karena literasi finansial yang minim membuat mayoritas pemohon belum memahami sepenuhnya proses-proses tersebut. Sementara itu, di sisi pemberi pinjaman mereka juga mendapat tantangan seperti proses pengiriman dokumen yang berantakan, keamanan data, dan masih banyak lagi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, startup seperti IDEAL mendigitalkan sejumlah proses untuk memberikan pengalaman baru yang lebih ringkas. Di sisi lain paradigma hipotek sebagian besar bergantung pada saran agen properti, IDEAL memberikan kendali kembali kepada pembeli, sehingga mereka dapat memilih produk KPR terbaik yang tersedia di pasar.

Sejumlah startup proptech lain juga memberikan solusi serupa. Di antaranya Tanaku, Ringkas, dan Pinhome. Ketiganya juga baru mendapatkan pendanaan tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Awal 82 Miliar Rupiah Startup Proptech “Tanaku”

Startup proptech Tanaku mengumumkan perolehan dana segar senilai $5,5 juta (lebih dari 82 miliar Rupiah) dalam putaran pra-awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dalam putaran ini mencakup ekuitas dan modal utang, dengan nominal tidak dirinci, dari bank internasional terkemuka.

Modal baru ini akan dimanfaatkan Tanaku untuk menghadirkan kepemilikan rumah yang mudah diakses dan mengubah pengalaman membeli rumah secara radikal, dengan fokus saat ini pada membangun produk, memperluas tim, memperoleh rumah, dan melaksanakan strategi go-to-market.

“Kami sangat menghargai investasi dan kepercayaan East Ventures dalam visi kami untuk menjembatani kesenjangan kepemilikan rumah dan mendorong inklusivitas keuangan di Indonesia,” ucap Co-founder & CEO Tanaku Jonathan Ma dalam keterangan resmi, Selasa (12/7).

Jonathan, bersama rekan-rekannya, yakni Andries De Vos (Head of Product), Bhanu Prakash (Head of Marketing), dan Alwin Hajaning (Head of Commercial), merintis Tanaku pada tahun ini dengan latar belakang beragam, mulai dari properti, keuangan, hukum, produk, dan pertumbuhan.

Permasalahan kompleks di area ini juga membuat sejumlah startup lain tertantang untuk memberikan solusi serupa untuk pembiayaan kepemilikan properti — tentunya dengan model bisnis yang unik, di antaranya Ringkas dan Pinhome.

Solusi Tanaku

Sejak 2020, kepemilikan rumah di Indonesia terus menurun sebesar 2% tiap tahunnya. Sebanyak 70 juta generasi muda adalah segmen yang paling terdampak dengan 70% dari angka tersebut tidak mampu membeli rumah mereka sendiri.

Masalah tersebut bermula dari cara pembelian rumah, banyak anak muda tidak punya dana atau tabungan yang cukup untuk dijadikan sebagai uang muka awal (DP) dan bank akan menolak mayoritas pengajuan KPR. Pengembang properti sering menawarkan paket cicilan, tapi sering kali ada biaya tersembunyi yang mahal, suku bunga tinggi, dan persyaratan yang sulit dipenuhi.

Kondisi tersebut membuat mereka frustrasi dan beralih ke persewaan properti jangka panjang yang menyebabkan stabilnya penurunan kepemilikan rumah.

Jonathan menuturkan, Tanaku membangun solusi pra-hipotek untuk memiliki hunian. Tanaku akan membangun platform teknologi end-to-end unik untuk memfasilitasi pembelian dan transaksi rumah secara online untuk mengakomodasi berbagai startup proptech di Indonesia.

“Misi kami adalah memutarbalikkan penurunan kepemilikan rumah di Indonesia dan mewujudkan impian memiliki rumah. Dalam jangka panjang, kami ingin mendorong transisi Indonesia menuju perumahan hijau.”

Calon pembeli rumah bisa mendapatkan prakualifikasi bersama Tanaku dengan persyaratan yang jauh lebih sederhana daripada bank tradisional. Mereka cukup membayar 2% DP dan bisa menempati di rumah baru. Kemudian, mereka dapat fokus melunaskan sisa DP dengan cicilan bulanan dan memperbarui rumahnya dengan Tanaku atau mengakses pinjaman bank dengan persyaratan yang jauh lebih baik, berkat riwayat kredit yang sudah dikumpulkan.

Pada peluncuran awal, calon pembeli rumah dapat memilih rumah dari daftar properti pilihan Tanaku melalui situsnya. Ke depannya, Tanaku akan memfasilitasi pembelian rumah di pasar terbuka dengan berbagai agen mitra di beberapa kota di Indonesia.

“Kami percaya pada ambisi dan keahlian tim Tanaku dalam memberikan solusi alternatif pembiayaan rumah untuk membantu jutaan masyarakat Indonesia dalam menjadi pemilik rumah yang bertanggung jawab secara finansial. Kami bersemangat untuk dapat menjadi bagian dari perjalanan tim Tanaku dalam menyambut era baru kepemilikan rumah di Indonesia,” kata Principal East Ventures Devina Halim.

Startup Konstruksi AMODA Terima Suntikan Dana Pra-Awal dari East Ventures

Startup properti dan konstruksi AMODA, hari ini (8/7) mengumumkan telah meraih pendanaan pra-awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Perusahaan akan memanfaatkan dana untuk meningkatkan fasilitas manufaktur, perbesar tim, dan berinvestasi pada R&D.

Co-founder dan CEO AMODA Robin Yovianto menuturkan, selama ini konstruksi komersial adalah sektor yang telah lama ada dan menyimpan banyak potensi untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. AMODA hadir untuk merevolusi sektor ini dengan menyediakan integrasi konstruksi dan teknologi yang lebih baik.

“Kami percaya bahwa AMODA berada pada barisan terdepan yang membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, melalui jaminan dari ketenangan pikiran. Dana dari East Ventures akan mempercepat misi kami untuk membawa lebih banyak dampak sosial dan ekonomi untuk Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Ia merinci beberapa masalah di konstruksi, seperti kurangnya tenaga kerja terampil, minimnya transparansi dan keandalan spesifikasi, pengawasan, dan dokumentasi, serta tidak ada standarisasi bahan, anggaran dan estimasi waktu. Seluruh masalah ini menyebabkan eksekusi yang berisiko tinggi, inefisiensi waktu dan biaya, dan pengalaman keseluruhan yang tidak menyenangkan.

Oleh karena itu, Robin dan rekannya Agusti Salman Farizi (President) terdorong untuk merintis AMODA pada 2021. AMODA menghilangkan masalah dalam proses konstruksi konvensional dengan menyederhanakan proses melalui integrasi teknologi digital, sehingga hemat biaya, bebas kerumitan, dan efisien secara waktu. Solusi ini hadir untuk individu dan bisnis, baik skala kecil maupun skala besar.

Layanan AMODA

Produk AMODA adalah ErgaPods dan ErgaBox. Keduanya mengadopsi konsep prefabrikasi, yakni metode konstruksi yang dilakukan dengan memfabrikasi komponen-komponen bangunan di pabrik dan kemudian dibawa ke lokasi untuk pemasangan dan pendirian bangunan.

Serta, bangunan modular, yakni bangunan yang dibentuk melalui proses panelisasi. Setiap komponen bangunan akan di rakit di pabrik (off site) dalam bentuk panel, dan kemudian panel-panel ini akan disatukan menjadi sebuah bangunan. Pada konstruksi ini, panel/modul juga sangat memungkinkan untuk dikustomisasi. Sehingga keunggulan dari kedua konsep tersebut adalah proses simpel, efisien secara waktu, hemat biaya, kualitas andal, fleksibel, dan sedikit limbah.

“AMODA telah membawa dampak yang berarti bagi siapa pun yang ingin memulai bisnis, dengan mengurangi risiko yang harus ditanggung oleh para pengguna karena memungkinkan mereka untuk melakukan trial and error; hingga berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya.”

Robin melanjutkan, dalam mengembangkan R&D ada dua fokus yang akan dilakukan perusahaan. Pertama, dari sisi produk, ingin perluas batas aset konstruksi, menciptakan lebih banyak produk untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda, dan menghadirkan produk yang semakin hemat secara waktu dan biaya. Kedua, dari sisi teknologi, menghadirkan lebih banyak fitur untuk memudahkan pengalaman digital pengguna secara end-to-end.

“Kami bersemangat akan inovasi yang dihadirkan oleh tim AMODA ke pasar desain dan konstruksi properti di Indonesia. Para pendiri AMODA memiliki pengalaman relevan dan kuat baik secara lokal maupun global. Hal tersebut membuat kami yakin bahwa era pembangunan properti yang lebih efisien di Indonesia akan segera hadir,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Hingga pertengahan tahun ini, AMODA mengklaim telah melipatgandakan pendapatannya dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kemajuan ini juga turut dikombinasikan dengan pertumbuhan adopsi pengguna, ditandai dengan pemerolehan klien 50% lebih cepat. Rata-rata kliennya adalah usaha kuliner, namun juga tak lepas dari bisnis korporat, pengembang properti, dan startup.

Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Marketplace NFT Lokal “Artpedia” Segera Meluncur

Bertujuan untuk memberikan opsi lebih kepada masyarakat Indonesia yang ingin menjual karya seni mereka dalam bentuk NFT (Non-Fungible Token), platform Artpedia akan segera meluncur dalam versi beta pada bulan Juli mendatang.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Artpedia Arjuna Sky Kok mengungkapkan, meskipun saat ini di Indonesia pasar NFT masih terbilang niche, namun melalui Artpedia harapannya kreator secara global juga bisa memanfaatkan platform mereka untuk bertransaksi.

Dipilihnya Ethereum L2s sebagai settlement mereka, diharapkan bisa mempermudah masyarakat untuk menjual karya seni mereka melalui Artpedia. Arjuna mengklaim, Etherium merupakan teknologi yang paling banyak yang digunakan oleh pengguna NFT secara global.

“Sekilas konsep Artpedia serupa dengan OpenSea, namun Artpedia memiliki value proposition yang berbeda dengan OpenSea. Selain Indonesia, Artpedia juga bisa digunakan oleh pasar global,” kata Arjuna.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Artpedia telah mengantongi pendanaan tahapan pra-awal dari sejumlah angel investor dengan nilai investasi senilai $100 ribu atu setara 1,5 mliar Rupiah. Beberapa investor yang terlibat di antaranya Windy Natriavi, (Co-founder AwanTunai), Jim Geovedi (CTO Koinworks), Dendi Suhubdy (CEO Bitwyre), dan Indira Widjonarko (Founder Sebangsa).

Dana segar tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengembangkan teknologi. Nantinya jika platform sudah diluncurkan, mereka memiliki rencana untuk menggalang dana tahapan seed — direncanakan tahun ini.

“Kami juga memiliki rencana untuk mengembangkan teknologi dan merekrut talenta baru hingga membangun on-ramp company yang nantinya bisa mengelola opsi pembayaran memanfaatkan e-wallet dan lainnya. Dengan dana segar dari putaran seed tersebut diharapkan rencana bisa kami lancarkan,” kata Arjuna.

Selain Artpedia, yang menawarkan layanan serupa dan menyasar NFT adalah TokoMall dari Tokocrypto. TokoMall menghadirkan konsep digital meets reality. Platform digital dan karya seni dalam bentuk NFT dapat menjadi jawaban atas permasalahan di dunia nyata. Dengan beralih ke NFT dan menjadikannya mainstream, kreator lokal tidak hanya bisa memasarkan karyanya ke pasar lebih luas.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Bagi kreator yang ingin memanfaatkan layanan Artpedia, bisa menggunakan wallet yang telah dimiliki. Bagi yang belum memiliki wallet, platform menawarkan pilihan kustodian. Semua proses unggahan hingga pembayaran dikelola oleh Artpedia. Kreator cukup memberikan nomor telepon dan rekening bank, untuk mendapatkan royalty setiap bulan, bagi mereka yang ingin menjual karya seni melalui Artpedia.

“Untuk strategi monetisasi yang dikenakan adalah market fee, kepada kreator. Untuk opsi kustodian ini, Artpedia tidak mengenakan biaya tambahan kepada kreator. Pilihan kustodian ini merupakan solusi sementara yang kami tawarkan, untuk para kreator yang belum memiliki wallet,” kata Arjuna.

Meskipun untuk fase awal masih fokus kepada karya seni dalam bentuk gambar, ke depannya mereka juga ingin menjadikan Artpedia sebagai ‘token gate’ untuk berbagai komunitas. Apakah itu komunitas yoga, diving, dan lainnya. NFT berupa sertifikat nantinya bisa menjadi opsi bagi komunitas untuk memulai.

“Kami melihat nilainya lebih kepada kolektibel. Namun ke depannya kita ingin Artpedia lebih dari sekedar kolektibel. Untuk bisa menyasar dunia metaverse, kami juga berencana untuk memberikan kesempatan kepada designer merancang busana yang kemudian mereka bisa jual kepada pengguna di dunia metaverse,” kata Arjuna.

Dengan relasi yang cukup solid dengan beberapa komunitas, diharapkan saat platform meluncur bulan depan bisa didapatkan kreator NFT secara langsung.

“Secara khusus kami menargetkan kalangan milenial, karena kami melihat kalangan tersebut yang sangat terbuka dengan NFT. Berbeda halnya dengan Gen Z, yang kami lihat tidak terlalu tertarik untuk bermain NFT,” kata Arjuna.

Platform Insurtech B2B “Aman” Mendapat Pendanaan 18 Miliar Rupiah Dipimpin GFC dan Trihill Capital

Aman (PT Insurtech Technologies Indonesia) telah mendapatkan pendanaan pre-seed (pra-awal) senilai $1,2 juta atau setara 18 miliar Rupiah yang dipimpin Global Founders Capital (GFC) dan Trihill Capital. Turut terlibat di dalam putaran tersebut 1982 Ventures, Alto Partners, dan Atlas Global Kapital.

Sejak didirikan pada 2020 oleh Steven Tannason dan Kan Le, misi Aman meringkas proses administrasi dan klaim benefit asuransi yang ditujukan perusahaan untuk para karyawannya. Guna menunjang kebutuhan tersebut, Aman memosisikan diri sebagai platform yang memadukan antara layanan asuransi, teknologi SDM, dan healthtech.

Di dalam sistemnya, terdapat sejumlah fungsionalitas yang memudahkan tim HR untuk merencanakan atau membeli paket asuransi yang sesuai dengan kebutuhannya — dengan cara dihubungkan dengan mitra broker di jaringan Aman. Kemudian Aman juga membantu tim HR dalam mendistribusikan dan pengelolaan produk tersebut sesuai porsi yang telah ditentukan.

Untuk perusahaan akan ada dasbor khusus yang diberikan berbasis web; sementara untuk karyawan ada aplikasi mobile yang disediakan untuk proses klaim.

Selain itu, di dalam aplikasinya juga terdapat sejumlah manfaat yang coba diberikan Aman kepada para penggunanya. Seperti konten terkait kesehatan/wellness, diskon spesial untuk layanan kesehatan mental dan farmasi, sampai dengan layanan pendukung lainnya seperti tes Covid-19.

Aman menargetkan perusahaan dengan ukuran menengah, termasuk ke kalangan startup digital dan UMKM di Indonesia.

Potensi asuransi di Indonesia

Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia ada di angka 3,18%. Persentase tersebut mencakup asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), asuransi sosial (1,45%), dan asuransi wajib (0,08%). Sementara itu angka densitas (pengeluaran rata-rata premi) sebesar Rp1,82 juta.

Angka tersebut menunjukkan masih besarnya peluang adopsi produk asuransi oleh segmen baru di Indonesia. Namun demikian, para pemain juga ditantang untuk melakukan edukasi dan penetrasi produk secara menyeluruh agar bisa merangkul kalangan yang lebih luas. Platform digital dinilai menjadi medium yang efektif untuk meningkatkan keterjangkauan produk asuransi.

Menurut laporan DSInnovate tentang perkembangan insurtech di Indonesia, sebagian pemain saat ini masih menyasar segmen ritel melalui produk mikro-asuransi. Potensi di B2B pun masih sangat besar, mengingat lanskap ini masih didominasi pemain tradisional. Beberapa startup mencoba masuk ke sini, baik yang sebelumnya B2C lalu merambah B2B, ataupun mereka yang dari awal memang fokus menyediakan platform asuransi untuk bisnis.

Selain Aman, startup insurtech lain yang menyasar B2B adalah Aigis. Baru-baru ini mereka juga mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $1 juta dari Y Combinator, Init-6, Goodwater Capital, dan sejumlah angel investor. Layanan yang diberikan adalah sebagai platform penyedia tunjangan kesehatan bagi pegawai kantor.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pencarian Kerja “Atma” Segera Debut, Kantongi Pendanaan Awal 73 Miliar Rupiah

Platform pencarian kerja Atma mengantongi pendanaan tahap awal (pre-seed) sebesar $5 juta atau sekitar 73 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh AC Ventures serta didukung oleh Global Founders Capital (GFC).

Selain itu, sejumlah pendiri turut berpartisipasi sebagai angel investor strategis, di antaranya dari GoTo Group, Advance Intelligence Group, Ula, Lummo, Kopi Kenangan, Sampoerna Strategic, MMS Group, dan Xiaomi.

Sebagai informasi, Atma didirikan di 2022 oleh sejumlah eks petinggi perusahaan teknologi, yaitu Edy Tan (eks Chief of Driver Gojek), Chris Gunawan (eks Co-founder RestoDepot dan Product Executive Vara), Susan Suhargo (eks Strategic Initiatives Tencent dan Regional Marketing Gojek), Tim Young (eks investor Atlas Asset Management dan Fixed Income Trader HSBC), dan Monica Oudang (Ketua YABB-GoTo Foundation dan eks CHRO Gojek yang menjabat sebagai penasihat).

Atma merupakan platform pencarian kerja berbasis komunitas yang membidik para pencari kerja berpenghasilan menengah ke bawah (kurang dari Rp10 juta per bulan), terutama segmen usia produktif di Indonesia. Atma berupaya membangun ekosistem secara end-to-end yang mencakup pasar kerja, lembaga peningkatan keterampilan, dan sistem dukungan berbasis komunitas.

Saat ini layanan Atma masih belum dirilis ke publik. Kendati di situs resminya mereka sudah menjaring calon pengguna tahap awalnya.

Terinspirasi pengalaman bekerja bersama driver

Co-founder & CEO Atma Edy Tan mengaku terinspirasi mendirikan startup baru ini dari pengalamannya bekerja sebagai eksekutif Gojek yang menangani komunitas driver. Ia melihat dampak sosial dari layanan Gojek yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan di sektor informal ke 2,5 juta driver di Indonesia.

Dengan misi serupa, Edy ingin menjangkau populasi yang lebih luas dan mencakup sektor formal. Untuk itu, pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan kualitas produk dan layanan, menjalankan strategi go-to-market, dan memperluas jumlah tim mereka hingga akhir tahun ini.

Sementara itu, Founder dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji mengungkap ada lebih dari 100 juta pekerja aktif yang berpenghasilan menengah ke bawah menghadapi inefisiensi signifikan dalam mencari pekerjaan yang tepat dan sesuai keahlian dan preferensi mereka.

“Atma dapat membantu pemberi kerja melakukan seleksi pelamar dengan kualifikasi lebih relevan serta memberi peluang pengembangan karier lewat sertifikasi atau pelatihan tambahan. Atma akan mendefinisikan kembali pengalaman mencari kerja,” tutur Michael.

Selain Atma, saat ini ada sejumlah platform job marketplace lain yang juga beroperasi. Salah satunya Lumina yang baru mendapatkan pendanaan awal dari Y Combinator dan Alpha JWC Ventures awal Januari 2022 lalu. Selain tu ada juga Sampingan, MyRobin, Glints, dan lain sebagainya.

Inefisiensi proses pencarian kerja

Lebih lanjut, Edy menilai ada sejumlah masalah yang kerap dialami oleh para pencari kerja di segmen berpenghasilan menengah ke bawah. Padahal, digitalisasi telah berkembang secara masif di Indonesia.

Pada kegiatan rekrutmen, misalnya, ada inefisiensi yang signifikan di mana prosesnya memakan waktu panjang, dimulai dari pembukaan lowongan pekerjaan, seleksi kandidat, wawancara, hingga penerimaan kandidat. Situasi ini tak jarang membuat calon pekerja merasa terabaikan dalam waktu yang lama.

Bahkan ia menilai kemunculan internet sekalipun belum mampu menghadirkan inovasi yang dapat menjadi solusi menyeluruh terhadap permasalahan ini. “Para pencari kerja di segmen ini menggambarkan pengalaman mencari kerja sebagai sesuatu yang membawa trauma emosional. Sementara perusahaan mendeskripsikan pengalaman mencari kandidat sebagai proses random walk,” ungkapnya.  

Dari pain point tersebut, Atma ingin menghadirkan solusi produk berskala besar untuk mendefinisikan kembali proses pencarian kerja. Atma membangun produk untuk mengubah pengalaman pencari dan pemberi kerja secara keseluruhan dengan menggunakan elemen inti berbasis kemudahan, interaktivitas, sociability, personalisasi, dan gamifikasi.

“Kita sedang memasuki era teknologi berbasis komunitas di mana segala sesuatu yang kita lakukan terpengaruh oleh individu ataupun sekelompok orang. Komunitas memberikan identitas, rasa memiliki, koneksi, dukungan dan pertumbuhan bagi para pencari kerja,” tutup Edy.

Startup Pembiayaan Showroom Mobil “Broom” Umumkan Pendanaan 43 Miliar Rupiah

Startup pembiayaan showroom mobil Broom mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed senilai $3 juta atau lebih dari 43 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo. Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan produk dan layanan, memperluas kehadiran di kota-kota besar, dan menggandakan tim.

Secara unik, Broom memosisikan diri sebagai solusi digital untuk ekosistem mobilitas yang menyediakan platform tunggal bagi UKM otomotif guna mendigitalkan proses bisnis showroom, seperti mengelola inventaris, mendapatkan akses ke pembiayaan, dan mengelola alat sisi penjualan mereka.

Startup ini dirintis sejak tahun lalu oleh Pandu Adi Laras (CEO), Pungky Wibawa (CBO), dan Andreas Sutanto (CFO). Ketiganya memiliki pengalaman kuat di bidang mobilitas. Pandu telah berkecimpung dalam mobilitas sejak 2016, ketika dia bekerja untuk Uber, sebelum bergabung di Go-Fleet.

Lalu, Pungky adalah wirausahawan berpengalaman dan memiliki koneksi yang baik dalam ruang diler, mengingat status Pungky sebagai pemilik salah satu diler BMW terbesar di Indonesia. Pengalaman para pendiri menggabungkan pemahaman yang mendalam tentang bisnis dan kejelasan tentang bagaimana teknologi dapat merevolusi industri.

Solusi yang dihadirkan

Dalam keterangan resmi Pandu mengatakan, Broom memiliki berambisi jadi pilihan pertama diler mobil bekas untuk mengembangkan bisnisnya dengan menyediakan berbagai produk dan layanan. “Dengan dukungan dari investor terkemuka yang percaya pada visi kami, ini akan meningkatkan kepercayaan diri kami untuk terus berjuang dalam perjalanan kami memberdayakan dealer mobil bekas di Indonesia,” katanya, Jumat (25/2).

Diler mobil umumnya bekerja dengan sangat tradisional, dengan sebagian besar penghitungan stok dilakukan di papan tulis. Saat mencoba online, diler mobil merasa cukup sulit untuk menjual di platform dan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Pembiayaan umumnya cukup menantang karena kurangnya dokumentasi.

Namun, diler mobil pergi ke rentenir untuk pinjaman 6 minggu karena mereka merasa sedikit menguntungkan bahkan dengan bunga signifikan yang diberikan oleh pemberi pinjaman ini (diperkirakan 8% per bulan). Dengan kondisi ini, Broom bertujuan untuk memberikan digitalisasi diler dan pembiayaan untuk memberdayakan diler mobil.

Broom menyediakan tiga solusi bagi diler melalui platformnya, mulai dari peningkatan operasional, enabler penjualan online, dan akses ke pembiayaan. Pembiayaan produktif Broom menawarkan fasilitas pinjaman jangka pendek dengan tingkat bunga yang kompetitif dengan bermitra dengan lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan murah. Hal ini memungkinkan nasabah untuk mengakses fasilitas pinjaman dengan memanfaatkan persediaan yang ada sebagai jaminan dengan proses persetujuan yang cepat.

“Ketika solusi digital menembus setiap industri, keuangan tertanam merupakan peluang yang sangat besar. Industri mobil bekas melihat nilai transaksi tahunan sebesar $14 miliar, dan dealer mobil UMKM mewakili lebih dari 80% dengan sedikit atau tanpa akses ke pembiayaan yang terjangkau. Broom berupaya memberdayakan dealer ini dengan produk keuangan dan pendukung untuk membantu mereka berkembang,” kata Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Saat ini, Broom memiliki lebih dari 2000 diler mobil bekas di wilayah Jabodetabek dan optimistis bisa bertambah karena perusahaan memiliki kerja sama dengan lembaga keuangan besar seperti BRI Finance dan BRI Insurance. Juga, lebih dari 4 ribu mobil terdaftar di platform marketplace Broom dan dari jumlah mobil tersebut sebesar Rp120 miliar sudah didanai.

Peta persaingan startup otomotif

Belakangan peta persaingan startup otomotif semakin mengerucut untuk level regional dan lokal lewat pendanaan yang mereka umumkan. Di regional, ada Carsome dan Carro yang berlomba mendominasi pasar. Pada awal tahun, Carsome mengumumkan pendanaan Seri E senilai $290 juta yang berhasil mendongkrak valuasi di angka $1,7 miliar.

Mereka menjalankan bisnis C2B2C –membeli dari konsumen dan menjualnya ke jaringan diler, juga menjual mobil bekas langsung ke konsumen. Serta, dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di sejumlah kota. Kompetitor terdekatnya, Carro mendapat pendanaan Seri C senilai $360 juta dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Carro juga memiliki layanan experience center Carro Automall.

Di luar itu, di level lokal ada OLX Autos dengan fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen, meski saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya. Selanjutnya ada Moladin yang mengantongi pendanaan Seri A $42 juta dipimpin Sequoia Capital India dan Northstar Group.

Awalnya, Moladin bermain di pembelian motor, namun pivot sepenuhnya pada 2021 menjadi jual-beli mobil bekas. Dibandingkan pemain sejenisnya, diferensiasi yang ditawarkan Modalin adalah pemberdayaan jaringan agen dalam menawarkan pengalaman transaksi mobil yang lebih personal kepada pelanggan.

DSConnect: LingoTalk and Gelora.id are Fundraising

DSConnect is launched to bridge between startups and investors. Using this platform, investors can find a list of startup founders currently fundraising with the details of the company, founders, as well as fundraising. With a click of a button, founders and interested potential investors can get an email introduction they can follow up with further meetings.

This article is the opening series to promote selected startups on DSConnect are currently fundraising. We did a tight curation for each entry to ensure the startup quality. Here’s the list:

LingoTalk ($500K)

LingoTalk is an edtech platform focusing on delivering efficient language learning with the support of an AI-based recommendation system. Aiming to deliver only what matters, LingoTalk serves as an aggregator to produce personalized material to the users which are pre-assessed based on their needs, preferences, and learning style. LingoTalk provides several options of languages with specific key segments that are tailor-made to the users’ needs.

More info: https://connect.dailysocial.id/fundraising/lingotalk

Gelora.id ($500K)

Gelora.id is a sports marketplace enabled by a SaaS for venue operators to digitally manage their facilities, starting from bookings. The sports industry is notorious for their lagging innovations, and is still managed by paper and pen for decades, consequently its hard for sport communities to find an available facility. Gelora is modernizing this space with cloud management software and data analytics.

More info: https://connect.dailysocial.id/fundraising/geloraid

For more startups and opportunities to invest in them, visit https://connect.dailysocial.id/. If you are a startup founder and are still fundraising, please select the “Connect to Investor” option and tell us more about your startup and the fundraising. Meanwhile, if you are a venture capitalist or angel investor, please “Apply as Investor” and give us a little bit of information about you before we decide to admit you to the platform.

DSConnect: Batex and Cityplan are Fundraising

DSConnect is launched to bridge between startups and investors. Using this platform, investors can find a list of startup founders currently fundraising with the details of the company, founders, as well as fundraising. With a click of a button, founders and interested potential investors can get an email introduction they can follow up with further meetings.

This article is the opening series to promote selected startups on DSConnect are currently fundraising. We did a tight curation for each entry to ensure the startup quality. Here’s the list:

Batex ($700K)

Batex Technologies is a company based in Central Java that produces cutting edge batteries for energy storage systems that will be used for consumer power walls, silent generator set ($1.5 billion markets in the Asia Pacific, 2020), and electric vehicles (projected $60 billion markets in SEA by 2027).

More info: https://connect.dailysocial.id/fundraising/batex

Cityplan ($250K)

Cityplan is a startup that empowers companies to find the location for expansion strategy and optimize their supply chain through location intelligence. Currently, we broaden our service to the logistic industry, especially the pick-up point expansion in the first mile and last-mile process. The Indonesia courier, express, and parcel (CEP) market will reach $6045 million by 2026 (Mordor intelligence report).

More info: https://connect.dailysocial.id/fundraising/cityplan


For more startups and opportunities to invest in them, visit https://connect.dailysocial.id/. If you are a startup founder and are still fundraising, please select the “Connect to Investor” option and tell us more about your startup and the fundraising. Meanwhile, if you are a venture capitalist or angel investor, please “Apply as Investor” and give us a little bit of information about you before we decide to admit you to the platform.

Jago Coffee Tutup Pendanaan Pra-Awal, Segera Perluas Jangkauan dan Rilis Kategori Baru

Startup coffee chain Jago Coffee mengumumkan penyelesaian pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $250 ribu atau sekitar 3,5 miliar Rupiah dari BEENEXT, Prasetia Dwidharma, dengan partisipasi dari barista dan pengusaha kopi ternama Hidenori Izaki, serta sejumlah founder dan angel investor di ekosistem digital Indonesia.

Perusahaan akan menggunakan dana segar ini untuk melakukan ekspansi ke lingkungan perumahan di wilayah Jabodetabek dan meluncurkan kategori produk baru, di luar kopi, yang ditenagai oleh software dan hardware milik Jago. Langkah tersebut untuk dorong peralihan dari etalase ritel tradisional ke etalase seluler yang lebih efisien dan rendah karbon.

Dalam keterangan resmi, Partner BEENEXT Faiz Rahman menjelaskan bahwa infrastruktur perkotaan merupakan peluang dan tantangan untuk pengembangan ritel di negara berkembang seperti Indonesia, sehingga membutuhkan operator untuk beradaptasi dengan tahap dan keadaan pembangunan lokal.

Ia menilai Jago mewakili iterasi baru untuk ritel mikro, mengambil bentuk perdagangan tradisional dan menata ulangnya ke dalam konteks modern melalui mobilitas dan teknologi. “Kami senang dapat mendukung Jago dan percaya bahwa format ritel mikro menawarkan potensi tak terbatas untuk model konsumsi baru,” ujar Faiz.

Founder QAHWA (perusahaan konsultan kopi global) dan 2014 World Barista Champion Hidenori Izaki menambahkan, menemukan kopi enak yang nyaman dan terjangkau itu sulit ditemukan. Namun, Jago memberikan kualitas dan kenyamanan tak tertandingi bagi pecinta kopi Indonesia yang mencari lebih dari sekadar cepat seduh dan murah.

“Jago juga mampu sekaligus memberdayakan barista untuk menjalankan toko mereka sendiri. Sebagai barista yang berpengalaman, saya sangat senang dapat bermitra dengan tim Jago untuk membawa format kopi baru dan inovatif ini ke garis depan pasar minuman Indonesia,” kata Izaki.

Jago Coffee memulai operasionalnya sejak Juni 2020 dengan menawarkan layanan mobile retail enabler, yang menggerakkan retail mobile mikro melalui armada mobil troli listrik sepenuhnya milik perusahaan—menemui pelanggan kapan pun mereka mau—di mana pun mereka mau. Dimulai dengan kafe keliling yang sepenuhnya elektrik, Jago Coffee menyediakan minuman kopi berkualitas yang disajikan oleh barista yang dilengkapi dengan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minuman segar di tempat.

Jago Coffee menawarkan pemesanan langsung dan pesan antar, layanan penjemputan dan pengiriman untuk kopi segar tingkat kafe langsung ke konsumen. Dengan model grab-and-go, perusahaan menempatkan gerobak di lokasi strategis seperti lobi gedung perkantoran, stasiun angkutan umum, dan ruang komunitas utama sehingga pelanggan dapat memesan di muka dan langsung mengambil pesanan mereka sebelum berangkat kerja atau saat bepergian.

Pengguna dapat mengunduh aplikasi Jago di iOS dan Android untuk memesan minuman yang baru diseduh untuk pengambilan dan pengiriman, sehingga tidak perlu pergi ke kafe untuk menyegarkan diri.

Membuka peluang usaha

Jago bercita-cita untuk memungkinkan siapa saja yang ingin menjadi wirausahawan untuk memulai bisnis ritel mikro mereka sendiri, memberdayakan wirausahawan mikro dengan kepemilikan yang lebih besar atas karier dan mata pencaharian mereka. Barista Jago memiliki dan mengoperasikan gerobak sendiri, menerima pelatihan profesional dari Jago untuk menyediakan produk dan layanan berkualitas tinggi kepada konsumen.

Mayoritas operator Jago berasal dari latar belakang barista profesional dan mampu memperoleh tingkat kemandirian yang tinggi melalui Jago, yang menghilangkan modal awal yang tinggi terkait dengan pembukaan kafe atau gerai ritel, sekaligus meningkatkan margin dan gaji yang dibawa pulang.

Sebagai model ritel aset-ringan, gerobak Jago mobile: bertemu pelanggan di mana pun mereka berada, memberikan kenyamanan superior; terukur: dengan biaya modal rendah, biaya overhead rendah, dan waktu penerapan yang cepat; dan terlihat: memungkinkan merek yang berbeda kesempatan untuk menyesuaikan dan secara langsung memberikan keramahan dan layanan kepada pelanggan dan meningkatkan visibilitas merek.

Perusahaan saat ini mengoperasikan armada 20 gerobak kopi keliling, dan berencana untuk meluncurkan 280 unit pada tahun depan. Di masa depan, perusahaan berencana untuk memperluas ke bentuk baru pemberdayaan ritel, menyesuaikan gerobak untuk berbagai kasus penggunaan dalam kemitraan dengan merek populer dan pemain ritel.

Merek ritel yang bermitra dapat memanfaatkan jaringan gerobak Jago bersama yang memungkinkan mereka memiliki fleksibilitas untuk mengatur di lokasi lalu lintas tinggi sambil mengurangi biaya sewa overhead, meningkatkan margin bisnis, dan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada pelanggan mereka.

“Lanskap perkotaan Indonesia menawarkan peluang tak terbatas untuk beragam format dan pengalaman ritel. Dengan menghadirkan kafe dan kategori ritel lainnya ke tempat di mana konsumen tinggal, bekerja, dan bermain, Jago memenuhi permintaan akan minuman segar berkualitas tinggi dan memberdayakan pengusaha mikro untuk mendapatkan kepemilikan yang lebih besar dalam karier mereka, ”kata Co-founder & CEO Jago Coffee Yoshua Tanu.

Application Information Will Show Up Here