Yummy Corp Luncurkan Aplikasi Yummyshop, Mudahkan UMKM Kuliner Kelola Bisnis

Platform cloud kitchen dan katering online Yummy Corp meluncurkan layanan baru berjuluk “Yummyshop”. Yakni sebuah aplikasi yang bisa membantu pelaku UMKM kuliner bertransaksi lebih mudah dengan konsumen mereka.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu mengungkapkan, dengan adanya Yummyshop diharapkan dapat membantu para pelaku bisnis kuliner skala kecil hingga besar dalam mengatur penjualannya.

“Ini berlaku di seluruh Indonesia, selama layanan logistik mitra kami melayani daerah tersebut. Target lainnya dengan diluncurkannya Yummyshop adalah, kami ingin membentuk ekosistem bisnis kuliner dan berjuang bersama untuk bangkit lagi setelah dua tahun ini diterpa pandemi.”

Secara khusus Yummyshop memberi kemudahan pelaku UMKM untuk mengakses dasbor dan mengisi informasi mengenai produk yang dijual seperti foto, deskripsi, dan harga barang. Berikutnya mereka dapat membuat tautan toko online yang dapat disebar ke berbagai platform media sosial.

Sejak dirilis dalam versi beta di pertengahan tahun ini, Yummyshop kini telah memiliki lebih dari 7000 merchant aktif yang tersebar di seluruh Indonesia terutama di kota-kota seperti Jakarta, Medan dan Surabaya.

“Saat ini fitur dibuat sesuai dengan kebutuhan dari para pelaku industri kuliner. Mulai dari pengaturan stok, beragam pilihan sistem pembayaran, kemudian untuk pengaturan logistik memiliki fitur self pick-up atau bisa diantarkan oleh penjual juga,” kata Mario.

Yummyshop telah terintegrasi dengan GoPay, OVO, dan ShopeePay untuk mempermudah merchant berikan opsi pembayaran sesuai keinginan pelanggan mereka. Pilihan logistik yang telah menjadi mitra resmi adalah Lalamove, Deliveree, AnterAja, hingga Mr.Speedy. Ke depannya jika memungkinkan Yummyshop juga memiliki rencana untuk menjalin kolaborasi dengan pembiayaan atau institusi finansial.

“Saat ini kami terbuka untuk berkolaborasi dengan pembiayaan untuk para penjual sehingga dapat mengembangkan bisnis brand. Kami juga terbuka untuk kolaborasi awal seperti pemberian edukasi/kelas dengan berbagai topik dari keahlian para partner seperti pemasaran, pengelolaan keuangan yang tentunya akan membuka wawasan para seller di Yummyshop. Saat ini fokus kami memperbanyak pilihan layanan delivery dan payment,” kata Mario.

Pertumbuhan bisnis Yummy Corp

Hadir sejak tahun 2017 lalu, saat ini Yummy Corp telah memiliki lebih dari 80 dapur yang menyajikan makanan lebih dari 60 brand partner untuk keseharian operasional F&B mereka. Mereka juga telah melayani konsumen B2B2C dengan layanan katering dan cloud kitchen.

Yummy Corp juga telah memproduksi 18.000 makanan setiap harinya dan dipercaya beberapa klien untuk mengelola makanan untuk kantor mereka termasuk Unilever, Wings, Oakwood, hingga Kedubes Amerika Serikat.

“Untuk jangkauan seluruh Indonesia, Yummy Corp telah memiliki 15.500 penjual yang terdaftar di Yummyshop dan 7000 di antaranya adalah merchant aktif yang berdomisili di Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Bandung,” kata Mario.

Ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Yummy Corp tahun 2022 mendatang untuk tiga bisnis mereka yaitu Yummykitchen, Yummyshop, dan Yummycater. Untuk Yummykitchen, rencananya akan terus melakukan ekspansi ke kota-kota baru di Indonesia dan membantu penetrasi cloud kitchen tidak hanya di Jabodetabek namun juga kota lainnya untuk memastikan posisi mereka sebagai cloud kitchen operator di Indonesia.

Sementara untuk Yummycater, yaitu unit bisnis Yummy Corp yang bergerak di bidang food facilities management di kantor, food court, hotel, dan mall, akan fokus mendapatkan berbagai kontrak baru untuk mengoperasikan food facility di berbagai tempat dan terintegrasi dengan unit bisnis lainnya.

“Dengan percepatan vaksinasi di Indonesia diharapkan keadaan akan kembali normal dan ketiga bisnis unit Yummy Corp dapat melanjutkan tren pertumbuhan positif bahkan semakin agresif di tahun depan,” kata Mario.

Application Information Will Show Up Here

OnlinePajak Galang Pendanaan Seri C, Sejauh Ini Kumpulkan Rp243 Miliar dari Visa, Tencent, dan Sejumlah Investor

Startup SaaS perpajakan OnlinePajak dikabarkan tengah menggalang dana Seri C. Berdasarkan data yang kami peroleh, Tencent, Altos Korea, dan Warburg Pincus telah masuk sejak Juli 2021. Terbaru, per November 2021, Visa turut andil memberikan investasi senilai $5 juta. Total dana yang sudah terkumpul di putaran ini mencapai $17 juta atau setara 243 miliar Rupiah.

Sebelumnya, perusahaan telah mengumumkan pendanaan seri B senilai $25 juta pada Oktober 2018. Pendanaan ini dipimpin Warburg Pincus, dengan dukungan Global Innovation Fund (GIF) dan Endeavor Catalyst. Investor sebelumnya seperti Alpha JWC Ventures, Sequoia India, dan Primedge turut berpartisipasi. Sementara pendanaan seri A mereka berhasil mengumpulkan dana $3,5 juta di awal 2018.

Perjalanan pendanaan OnlinePajak / DailySocial.id

Diperkirakan, dengan perolehan investasi tersebut, valuasi OnlinePajak telah mencapai $184 juta atau sekitar 2,6 triliun Rupiah. Sebelumnya OnlinePajak telah mengklaim status unicorn di sebuah kesempatan temu media. Kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait untuk keterangan lebih lanjut, namun belum mendapatkan respons.

Layanan dan kompetisi pasar

Hadir sebagai layanan SaaS untuk bisnis, saat ini OnlinePajak menyajikan beberapa layanan yang dikemas dalam tiga  kategori produk utama: Invoice, Payroll, dan Lainnya. Di dalam sub-layanan Invoice terdapat beragam fitur seperti hitung/setor/lapor PPn dan PPh, pembuatan buku potong, faktur, validasi NPWP, dan lainnya.

Menu Payroll terkait fitur penggajian, termasuk pajak PPh 21, perhitungan gaji, dan slip gaji. Lalu di kategori Lainnya terdapat kanal untuk pembayaran, pelaporan, termasuk untuk pajak pribadi. Mereka juga mengoperasikan layanan PajakPay untuk memudahkan proses pembayaran pajak. Tersedia juga sejumlah layanan berbasis API untuk integrasi layanan dengan pihak mitra.

Sejumlah startup telah mengembangkan layanan serupa. Untuk kepengurusan perpajakan bisnis, sejauh ini ada beberapa startup yang turut bermain di segmen tersebut, di antaranya HiPajak, Pajak.io, Catapa, Fast-8, dan Mekari.

Kendati demikian, jika meninjau dari beberapa statistik, posisi OnlinePajak sebagai layanan pengelolaan pajak memang lebih tinggi dari lainnya. Berdasarkan statistik kunjungan situs, situs OnlinePajak menempati peringkat pertama di kategori Finance (Accounting and Auditing).

Perbandingan trafik situs OnlinePajak dengan Mekari / SimilarWeb

Ukuran pasar

Menurut data Fortune Business Insight, ukuran pasar perangkat lunak manajemen pajak telah mencapai $5,24 miliar pada tahun 2018 secara global. Angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi $11,19 miliar pada 2026 dengan CAGR 10,4%.

Pada dasarnya sifat layanan tersebut membantu bisnis atau perusahaan untuk melakukan pengelolaan pajak. Kendati demikian, seperti di Indonesia, semua proses sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri. Bahkan di kalangan korporasi, biasanya mereka memiliki konsultan khusus yang fokus melakukan advokasi pajak.

Segmen UMKM mungkin bisa menjadi sasaran utama. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada tahun 2019, kontribusi PPh final UMKM baru berkisar Rp7,5 triliun, atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp711,2 triliun.

Namun demikian, menurut MSME Empowerment Report 2021 yang dirilis DSInnovate, layanan pengelolaan pajak digital belum banyak diminati. Hal tersebut dikarenakan urusan perpajakan dinilai belum menjadi pain point utama mereka saat ini, dibandingkan faktor lain seperti distribusi produk, modal, dan logistik.

Layanan digital yang saat ini banyak digunakan UMKM / DSInnovate
Application Information Will Show Up Here

majoo Umumkan Pendanaan 56,6 Miliar Rupiah dari AC Ventures, BRI Ventures, dan Xendit

Startup pengembang layanan omnichannel untuk UMKM majoo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Selanjutnya, majoo akan fokus memperkaya fitur, memperluas tim, dan melakukan ekspansi hingga mencapai 100 kita pada akhir 2022 mendatang.

“UMKM sangat bergantung pada kegiatan penjualan offline. Melihat situasi pandemi, kami mengembangkan fitur e-commerce dalam misi mendukung UMKM melewati masa yang penuh tantangan ini. Kami memberi mereka alat untuk membuat situs web mereka sendiri, melakukan pembayaran secara online, dan terintegrasi dengan Grabfood, Tokopedia, Shopee, dan layanan lain dari e-commerce,” ujar Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi.

Selain oleh Adi, startup tersebut turut didirikan oleh Audia R. Harahap. Sejak berdiri pada 2019, majoo mengaku telah memproses lebih dari 80 juta transaksi senilai $600 juta atau lebih dari 8,4 triliun Rupiah untuk UMKM di lebih dari 600 kota/kabupaten di Indonesia dari berbagai jenis bisnis, mulai dari F&B hingga laundry.

“AC Ventures telah lama menyadari potensi luar biasa untuk digitalisasi ekonomi UMKM di Indonesia, dan pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di sektor ini selama 3-5 tahun. Latar belakang dan pengalaman Adi dan Audia sangat cocok dengan misi mereka untuk menghadirkan teknologi yang memberdayakan pertumbuhan dan produktivitas bagi jutaan pemilik usaha kecil di Indonesia,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Menjadi SaaS menyeluruh untuk UMKM

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

“Kami melihat banyak potensi sinergi yang dapat dilakukan antara majoo dan ekosistem BRI Group. Misalnya, sinergi dalam pemberian akses kepada UMKM untuk tabungan digital, pinjaman digital dan layanan buy now pay later dari Bank Raya (sebelumnya BRI Agro). Ketika masalah akses permodalan UMKM dapat terselesaikan dengan bantuan majoo, kami yakin mereka dapat lebih berfokus dalam mengembangkan bisnisnya dan mampu naik kelas dengan lebih cepat,” imbuh CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Untuk layanan POS sendiri, majoo berhadapan dengan beberapa pendahulunya seperti Moka yang saat ini menjadi bagian dari ekosistem merchant di GoTo Group. Selain itu ada Qasir yang sudah mulai menyasar pasar regional, Pawoon dengan 25 ribu merchant aktif, Youtap yang membungkus layanannya dengan program loyalitas, dan masih banyak lagi. Namun demikian potensi layanan untuk UMKM di Indonesia memang masih sangat besar. Tak heran para inovator berlomba-lomba menghadirkan produk aplikasi untuk membantu pelaku UMKM berkembang.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Application Information Will Show Up Here

OnlinePajak Claims Unicorn Status, Is that How Big the Market Size?

Tax management focused SaaS startup for business “OnlinePajak” claim its “unicorn” status. It was directly mentioned by the executives at a media meeting, as quoted by Katadata.

Previously, news about the unicorn status emerged from CBInsights. However, it is known that currently (14/10) CBInsights has removed the name OnlinePajak from the list.

We have tried to ask related parties on this matter to the company, including the company’s latest funding round [if any]. Until this publication, we have received no feedback. We tried asking one of the investors, however, there’s no comment on the unicorn status.

Based on data submitted to the regulator, OnlinePajak’s last funding round was the Series C round in July 2021. Tencent and a series of investors poured around $12 million, raise the company’s valuation to $179 million — 1/10th of what it claims to be a unicorn startup.

The company’s also backed by popular investors such as Alpha JWC Ventures, Sequoia Capital India, Endeavor Catalyst, and several others.

We actually have included OnlinePajak on the Centaur list since last year, which marks the company’s milestone reaching a valuation of over $100 million.

OnlinePajak service

Currently, OnlinePajak services are divided into three main product categories: Invoice, Payroll, and Others. In the Invoice sub-service, there are various features such as calculating/depositing/reporting VAT and PPh, making withholding books, invoices, NPWP validation, and others.

While Payroll includes payroll features, PPh 21 tax, salary calculations, and slips. While in the Other category, there are channels for payment, reporting, including for personal taxes. Currently they also operate the TaxPay service to facilitate the tax payment process.

In order to facilitate users, in addition to portals on the web, OnlinePajak presents an application on Android which has been downloaded by around 10 thousand+ users with 3.7 rating. Another application that also helps accommodate tax needs is HiPajak, on Google Play the platform has been downloaded by 50 thousand+ users and gets the same rating.

Another innovation launched by local startups to make it easier for businesses and individuals to manage taxes is Pajak.io. Its main service is based on a chatbot called “Bee-Jak”, ready to answer and assist various complaints regarding tax reporting and payment. Meanwhile, other SaaS services that focus on HR and Payroll also generally have the capability to perform tax calculations, such as those provided by Catapa, Fast-8, and Mekari.

Statistics comparison of OnlinePajak and KlikPajak by Mekari / SimilarWeb

Market size

Based on data compiled by Fortune Business Insight, the market size of tax management software has reached $5.24 billion in 2018 globally. The number is projected to increase to $11.19 billion in 2026 at a CAGR of 10.4%.

Basically the nature of the service helps businesses or companies to do tax management. However, in Indonesia likewise, all processes can actually be done independently. Even among corporations, they usually have a special consultant who focuses on tax advocacy.

The MSME segment may be the main target, although the government the tax collection process considered this circle has received “privileges”, both in terms of a simple process and a relatively lower value. According to data from the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance in 2019, the final income tax contribution of MSMEs was only around Rp7.5 trillion or around 1.1% of the total PPh in the same year at Rp711.2 trillion.

In order to overcome this, several applications that focus on recording MSME finances also feature a tax calculation function. Even the KemenkopUKM also presents the LAMIKRO application that can be used and downloaded for free.

OnlinePajak unicorn status

With the size of the market [specifically on tax calculation software], it is actually interesting to know OnlinePajak’s current valuation has reached $1 billion. As its business model accommodates a fairly niche market. However, it has the potential to target a wider product segment starting from the pain point around taxes – to being an end-to-end SaaS for businesses.

In general note, for OnlinePajak’s business line (tax payment), the company has appointed Mulia Dewi as CEO. While the Founder Charles Guinot currently serves as Group CEO. It is possible that there is a wider service segment the company is currently preparing to reach potential for a larger market share.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

OnlinePajak Klaim Status “Unicorn”, Sebesar Itukah Ukuran Pasarnya?

Startup SaaS untuk bisnis yang memfokuskan pada pengelolaan pajak “OnlinePajak” mengklaim status “unicorn” mereka. Hal ini disampaikan eksekutif mereka di kesempatan temu media, salah satunya seperti dikutip Katadata.

Awalnya kabar mengenai status unicorn tersebut muncul dari daftar CBInsights. Namun diketahui saat ini (14/10) di daftar tersebut CBInsights telah menghilangkan nama OnlinePajak.

Kami sudah mencoba menanyakan ke pihak terkait tentang hal ini ke perusahaan, termasuk putaran pendanaan baru yang didapat perusahaan [jika ada]. Sampai berita ini diterbitkan, belum ada jawaban. Pun saat kami menanyakan kepada salah satu investornya, mereka memilih tidak berkomentar mengenai status unicorn tersebut.

Berdasarkan data yang disubmisi ke regulator, pendanaan terakhir OnlinePajak adalah putaran seri C pada Juli 2021 lalu. Tencent dan sejumlah investor masuk membawa dana sekitar $12 juta, melambungkan valuasi perusahaan di angka $179 juta — 1/10 dari angka valuasi yang diklaim sebagai sebuah startup unicorn.

Mereka turut didukung investor populer seperti Alpha JWC Ventures, Sequoia Capital India, Endeavor Catalyst, dan beberapa lainnya.

Sejak akhir tahun lalu, kami memang sudah memasukkan OnlinePajak ke daftar Centaur, yang menandakan tonggak perusahaan telah mencapai valuasi di atas $100 juta.

Layanan OnlinePajak

Saat ini layanan OnlinePajak terbagi ke dalam tiga kategori produk utama: Invoice, Payroll, dan Lainnya. Di dalam sub-layanan Invoice, terdapat beragam fitur seperti hitung/setor/lapor PPn dan PPh, pembuatan bukeu potong, faktur, validasi NPWP, dan lainnya.

Sementara di Payroll, di dalamnya terkait fitur penggajian, termasuk pajak PPh 21, perhitungan gaji, dan slip gaji. Sementara di kategori Lainnya, terdapat kanal untuk pembayaran, pelaporan, termasuk untuk pajak pribadi. Saat ini mereka juga mengoperasikan layanan PajakPay untuk memudahkan proses pembayaran pajak.

Untuk memudahkan pengguna, selain portal di web, OnlinePajak juga menghadirkan aplikasi di Android bernama Aplikasi tersebut sudah diunduh sekitar 10 ribu+ pengguna dengan rating 3,7. Aplikasi lain yang juga membantu mengakomodasi kebutuhan pajak adalah HiPajak, di Google Play platform tersebut telah diunduh 50 ribu+ pengguna dan mendapati rating yang sama.

Inovasi lainnya yang diluncurkan startup lokal untuk memudahkan bisnis dan perseorangan mengelola pajak adalah Pajak.io. Layanan utama mereka berbasis chatbot bernama “Bee-Jak”, siap menjawab dan membantu berbagai keluhan seputar pelaporan dan pembayaran pajak. Sementara layanan SaaS lain yang fokus ke HR dan Payroll juga umumnya sudah menyematkan kapabilitas untuk melakukan perhitungan pajak, misalnya yang disediakan Catapa, Fast-8, dan Mekari.

Perbandingan statistik situs OnlinePajak dan KlikPajak yang dikelola Mekari / SimilarWeb

Ukuran pasar

Menurut data yang dihimpun Fortune Business Insight, ukuran pasar perangkat lunak manajemen pajak telah mencapai $5,24 miliar pada tahun 2018 secara global. Angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi $11,19 miliar pada 2026 dengan CAGR 10,4%.

Pada dasarnya sifat layanan tersebut membantu bisnis atau perusahaan untuk melakukan pengelolaan pajak. Kendati demikian, seperti di Indonesia, semua proses sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri. Bahkan di kalangan korporasi, biasanya mereka memiliki konsultan khusus yang fokus melakukan advokasi pajak.

Segmen UMKM mungkin bisa menjadi sasaran utama, kendati menurut pemerintah proses pungutan pajak di kalangan ini sudah mendapatkan “keistimewaan”, baik dari sisi proses yang sederhana maupun nilai yang relatif lebih rendah. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada tahun 2019, kontribusi PPh final UMKM baru berkisar Rp7,5 triliun, atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp711,2 triliun.

Untuk menyiasatinya, beberapa aplikasi yang fokus pada pencatatan keuangan UMKM juga menghadirkan fitur penghitungan pajak. Bahkan dari KemenkopUKM juga menghadirkan aplikasi LAMIKRO yang bisa digunakan dan diunduh secara cuma-cuma.

Status unicorn OnlinePajak

Dengan ukuran pasar tersebut [spesifik pada perangkat lunak perhitungan pajak], menjadi menarik jika valuasi OnlinePajak saat ini sudah sampai menembus $1 miliar. Pasalnya model bisnis mereka mengakomodasi pasar yang cukup niche. Namun demikian, ada potensi OnlinePajak untuk menyasar segmen produk yang lebih luas dimulai dari pain point seputar pajak – menjadi SaaS end-to-end untuk bisnis.

Seperti diketahui, untuk lini bisnis OnlinePajak (pembayaran pajak), perusahaan telah menunjuk Mulia Dewi sebagai CEO. Sementara Founder Charles Guinot saat ini menjabat sebagai Group CEO. Kemungkinan memang ada segmen layanan lebih luas yang tengah disiapkan perusahaan, untuk mendapati potensi pangsa pasar yang lebih besar.

Application Information Will Show Up Here

iSeller Secures 120 Billion Rupiah Funding, to Expand Business Coverage

POS developer startup iSeller announced a pre-series B funding worth of IDR 120 billion led by AppWorks and Openspace Ventures. Previous investors, Mandiri Capital Indonesia (MCI) and Indogen Capital, also participated in this round.

The fresh money will be used for business expansion to 50 cities in Indonesia, accelerate merchant acquisitions, and strengthen collaboration with important players, such as Grab. It is expected to boost the company’s performance up to 500% from the previous achievement.

iSeller‘s Founder and CEO, Jimmy Petrus said, compared to the Series A round last year, the company managed to achieve impressive growth this year, which is more than 300% year-on-year of merchant acquisitions and annual revenue.

“[..] Through the latest round, we are committed to continuously creating new innovations and updating products, technology, and infrastructure to be ready to reach millions of MSMEs in the process of accelerating digital transformation in Indonesia. We believe that the iSeller solution and ecosystem holistically will be able to take MSMEs to the next level,” Jimmy said in an official statement, Wednesday (13/10).

AppWorks’ Founder and Chairman, Jamie Lin said, “In just a few years, iSeller has been able to drastically improve MSME business efficiency and establish an excellent reputation. He assessed that iSeller has enormous potential to become the market leader for omnichannel-based business POS platforms.

Apart from iSeller, other AppWorks’ portfolios in Indonesia include HarukaEdu, Fabelio, and InfraDigital.

“[..] The dedication of iSeller’s founders make them incredibly powerful in the SaaS business, where continuous product innovation is required. We expect strong growth in the Point Of Sales sector and omnichannel-based business platform and this is already reflected in iSeller’s growth and performance,” Lin said.

Was founded in 2017, iSeller provides an easy-to-use and comprehensive POS system solution for merchants to sell on any platform – online, offline, marketplace. The company has ambitions to become a super app merchant in Indonesia, the same spirit with GoBiz, Gojek’s service unit.

“Using this funding, we are targeting 10x growth in 2022 by expanding our reach in Indonesia. As well as sharpening focus to provide solutions for retail, F&B, service, and lifestyle business lines, especially those that rely on the e-commerce market as their main source of income,” iSeller’s CCO, Kevin Ventura added.

The company recently launched a new product, iSeller Go for small-scale MSMEs to sell through online stores or combine offline sales through POS by utilizing existing technology like smartphones. Next, Marketplace Integration is a solution for business people who want to sell on various marketplace platforms without any hassle because sellers can manage all of their marketplace accounts through one iSeller web-admin.

It is said that there are hundreds of merchants have taken advantage of and implemented this feature in their business. Previously, the company was selected to be the official WhatsApp Business Partner in Indonesia to enter the social and chat commerce segment, the next generation of e-commerce services. “In the near future, iSeller will soon launch several new innovations in collaboration with Facebook,” Kevin said.

Currently, iSeller has been available in 10 cities outside Jabodetabek, such as Bandung, Bali, Medan, Surabaya, and Batam. The company claims to have proceed over a million transactions per month across all channels. The solution has been utilized by more than 60 thousand business players, including several premium businesses such as SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Sinarmas Insurance, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, and Peripera.

Omnichannel solution

This omnichannel-based solution is actually quite relevant. The research entitled “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” revealed that 86% of the respondents, who are e-commerce merchants, sell their products on more than one channel. Some of them also sell through social media. In the future, 69% of merchants plan to continue to increase online sales channels.

In addition to iSeller, there have been several startups offered similar solutions, two of which are Clodeo and Jubelio.

According to a report by DSResearch with Mandiri Capital Indonesia, it was stated that there are three main problems often faced by SMEs in Indonesia related to Financial, Operational, and Expansion. SaaS service models like the one offered by iSeller have proven to contribute to business improvement, resolving these issues in an agile way.

Indonesian SaaS startups for business


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

iSeller Raih Pendanaan Pra-Seri B 120 Miliar Rupiah, Siap Ekspansif Perluas Bisnis

Startup pengembang POS iSeller mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B sebesar 120 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks dan Openspace Ventures. Investor sebelumnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan Indogen Capital, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Suntikan dana ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan ekspansi bisnis hingga ke 50 kota di Indonesia, akselerasi akuisisi merchant, serta perkuat kolaborasi dengan pemain penting, seperti Grab. Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan hingga 500% dari pencapaian sebelumnya.

Founder dan CEO iSeller Jimmy Petrus mengatakan, dibandingkan saat putaran Seri A di tahun lalu, pada tahun ini perusahaan berhasil mencapai pertumbuhan yang impresif, yakni lebih dari 300% secara year-on-year pada jumlah akuisisi merchant dan annual revenue.

“[..] Melalui seri pendanaan terbaru ini, kami berkomitmen untuk terus menciptakan inovasi baru dan memperbaharui produk, teknologi, serta infrastruktur untuk siap menjangkau jutaan UMKM dalam proses akselerasi transformasi digital di Indonesia. Kami percaya solusi dan ekosistem iSeller secara holistik akan mampu membawa UMKM naik ke level berikutnya,” ucap Jimmy dalam keterangan resmi, Rabu (13/10).

Founder dan Chairman AppWorks Jamie Lin mengatakan, hanya dalam beberapa tahun, iSeller bisa dengan drastis meningkatkan efisiensi bisnis UMKM serta membentuk reputasi yang sangat baik. Ia menilai iSeller memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin pasar untuk platform POS bisnis berbasis omnichannel.

Selain iSeller, portofolio AppWorks lainnya di Indonesia meliputi HarukaEdu, Fabelio, dan InfraDigital.

“[..] Dedikasi yang diberikan membuat founder iSeller ini sangat luar biasa hebat di dunia SaaS bisnis, di mana inovasi baru berkelanjutan dalam sebuah produk sangat dibutuhkan. Kami memperkirakan akan adanya pertumbuhan yang kuat dalam sektor Point Of Sales serta platform bisnis berbasis omnichannel dan hal ini sudah tercermin dalam pertumbuhan dan kinerja iSeller,” ujar Lin.

Didirikan sejak 2017, iSeller menghadirkan solusi sistem POS yang mudah digunakan dan komprehensif untuk para merchant dapat berjualan di platform mana saja –online, offline, marketplace. Perusahaan berambisi menjadi merchant super app di Indonesia, ambisi yang sama digaungkan oleh GoBiz, unit layanan dari Gojek.

“Dengan adanya pendanaan ini, kami menargetkan pertumbuhan 10x di tahun 2022 dengan memperluas jangkauan kami di Indonesia. Serta meningkatkan fokus solusi pada lini bisnis retail, F&B, service, dan lifestyle, terutama mereka yang mengandalkan pasar e-commerce sebagai sumber pendapatan utama,” tambah Kevin Ventura selaku CCO iSeller.

Perusahaan baru-baru ini meluncurkan produk baru, yaitu iSeller Go untuk UMKM berskala kecil dapat berjualan melalui toko online atau menggabungkan penjualan offline melalui POS dengan memanfaatkan teknologi yang ada seperti smartphone. Berikutnya, Integrasi Marketplace sebagai solusi untuk para pebisnis yang ingin berjualan di berbagai platform marketplace tanpa repot karena seller bisa mengelola semua akun marketplace mereka melalui satu web-admin iSeller saja.

Diklaim ada ratusan merchant yang telah memanfaatkan dan menerapkan fitur ini pada bisnisnya. Sebelumnya, perusahaan terpilih menjadi WhatsApp Business Partner resmi di Indonesia untuk masuk ke segmen social dan chat commerce, generasi berikutnya dari layanan e-commerce. “Dalam waktu dekat, iSeller juga akan segera meluncurkan beberapa inovasi baru yang berkolaborasi dengan Facebook,” tandas Kevin.

Saat ini iSeller telah hadir di 10 kota, di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Bali, Medan, Surabaya, dan Batam. Perusahaan mengklaim telah memroses lebih dari satu juta transaksi per bulan di semua saluran. Solusinya telah dimanfaatkan oleh lebih dari 60 ribu pelaku usaha, termasuk di antaranya beberapa bisnis premium seperti SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Asuransi Sinarmas, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, dan Peripera.

Solusi omnichannel

Solusi berbasis omnichannel ini saat ini memang cukup relevan. Riset bertajuk “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” mengemukakan sebanyak 86% respondennya, yang merupakan merchant e-commerce, menjual dagangannya di lebih dari satu kanal. Tidak sedikit juga yang menjual melalui media sosial. Di waktu mendatang, 69% merchant berencana terus meningkatkan kanal-kanal penjualan online.

Selain iSeller, di Indonesia sejauh ini sudah ada beberapa startup yang coba jajakan solusi serupa, dua di antaranya Clodeo dan Jubelio.

Menurut laporan yang dilakukan DSResearch bersama Mandiri Capital Indonesia, disampaikan ada tiga permasalahan utama yang kerap dihadapi UKM di Indonesia, yakni terkait Financial, Operational, dan Expansion. Model layanan SaaS seperti yang dirilis iSeller telah terbukti memberikan sumbangsih pada peningkatan bisnis, menyelesaikan isu-isu tersebut secara gesit.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis

Esensi Solusi Buana Peroleh Tambahan Dana Seri A+ 110 Miliar Rupiah, Perluas Solusi SaaS untuk F&B

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (12/10) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $7,6 juta (senilai 110 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Beenext, Vulcan Capital, AC Ventures, dan Skystar Capital. Beberapa investor tersebut merupakan investor sebelumnya di putaran seri A pada Maret 2021.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk memperluas produknya, termasuk dengan fitur upselling, peningkatan intelegensi bisnis (BI), solusi pengiriman, pembiayaan, finansial, dan sistem informasi sumber daya manusia (HRIS). Perluasan ini dalam rangka mewujudkan misi ESB menjadi penyedia operasional bisnis end-to-end di industri F&B yang terdepan.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan, F&B adalah industri yang terus berkembang dengan hadirnya pendatang baru secara terus menerus setiap bulannya. Namun selama pandemi, sebagian besar mengalami titik kesulitan yang sama dalam beradaptasi dengan perilaku konsumen masa kini dan perubahan struktur operasional restoran.

Menurutnya, pemain industri F&B saat ini perlu menawarkan pengalaman pemesanan touchless, mengelola inventaris mereka dengan lebih baik, dan mengurangi biaya operasional secara signifikan, demi menjaga bisnis mereka tetap utuh. ESB ingin menyelesaikan semua masalah tersebut dengan solusi secara keseluruhan, terlepas dari seberapa rumitnya operasional.

“Banyaknya merek F&B terkemuka yang menggunakan produk ESB membuktikan manfaat nyata ESB bagi para pebisnis F&B. Sebagai mitra, kami yakin bahwa ESB dapat memainkan peran penting dalam transformasi digital,” ucap Eko dalam keterangan resmi.

Co-founder & CEO ESB Gunawan Woen menambahkan, “Kami bangga menyambut Alpha JWC Ventures dan Vulcan Capital sebagai pendukung kami dan berterima kasih atas kepercayaan investor yang terus berlanjut.”

ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran. Startup ini didirikan pada 2014 dengan misi membantu bisnis F&B untuk meningkatkan keuntungan dengan menggunakan teknologi, guna memperbaiki hasil penjualan dan efisiensi operasional.

Awalnya, ESB memulai usaha dengan menciptakan solusi cloud perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) yang dapat disesuaikan untuk mengganti sistem hardware-based yang tradisional dan kurang terjangkau. ESB kemudian memperluas produknya dengan sistem operasional restoran all-in-one yang mencakup sistem Point-of-Sale (POS) dan teknologi Mobile Ordering (ESB Order).

Dengan pendekatan all-in-one, para pendiri ESB bercita-cita untuk memudahkan dan memperpendek proses operasional, terutama bagi pengusaha bisnis F&B yang memiliki banyak cabang dan yang berhubungan langsung dengan konsumen. ESB bercita-cita untuk mengikuti kesuksesan Toast di Amerika Serikat yang baru-baru ini sukses dalam Initial Public Offering (IPO).

ESB telah melayani lebih dari 500 merek F&B, termasuk group besar seperti MAP Boga Adiperkasa, Boga Group, Ismaya Group, Sour Sally Group, dan Marugame Udon, dalam memroses lebih dari 40 juta pesanan tiap tahun.

Dampak pandemi

Gunawan melanjutkan, selama pandemi “berhasil” memaksa bisnis F&B untuk semakin mengoptimalkan operasional, baik dengan membuatnya jadi lebih ramping atau menemukan cara baru untuk meningkatkan penjualan. Hal tersebut terlihat dari upaya digitalisasi besar-besaran di semua stakeholder di industri F&B, mulai dari restoran hingga pemasok, dalam menggunakan teknologi restoran.

Diklaim ESB tumbuh tiga kali lipat dari tahun sebelumnya selama pandemi karena permintaan pemesanan dengan sistem touchless yang disediakan oleh ESB melalui layanan ESB Order. Saat ini, ESB telah memroses Nilai Transaksi Bruto dengan total lebih dari $500 juta dan diperkirakan akan tumbuh 10 kali dalam dua tahun ke depan. Ia pun meyakini bahwa bisnis kuliner akan kembali bangkit setelah terkena dampak pandemi.

Selain memungkinkan pemesanan melalui ponsel, produk ERP dan POS ESB terbukti menjadi penyelamat bagi banyak bisnis F&B dengan meminimalisir terjadinya kebocoran maupun human error. Lebih dari 95% pengguna ESB menggunakan seluruh sistem software front-end dan back-end, membuktikan adanya kebutuhan untuk optimalisasi secara holistik.

“Bisnis restoran merupakan perpaduan antara manufaktur, perdagangan, dan ritel. Kami berusaha meringankan beban dan mengatasi masalah pelaku bisnis restoran yang menggunakan platform terpisah untuk memenuhi aspek yang berbeda. Pada saat yang sama, ESB juga membantu bisnis F&B dalam mengoptimalkan consumer engagement, sistem operasional, dan pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan mereka.”

Co-founder dan COO ESB Eka Prasetya menambahkan, selain keunggulan produk, misi perusahaan lainnya adalah menyediakan akses. Perusahaan percaya bahwa semua skala bisnis layak mendapatkan dukungan yang baik.

“Itulah sebabnya kami memperluas layanan agar tidak hanya diperuntukkan bagi industri F&B yang sudah memiliki nama besar, tetapi juga bisnis kecil dan menengah dengan biaya yang dapat disesuaikan dengan anggaran mereka. Kami ingin tumbuh bersama dengan seluruh industri bisnis dan meraih kesuksesan bersama-sama,” tutup Eka.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misalnya DigiResto yang dikembangkan MCAS, yang juga telah menerima investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here

Klaim Profitable Saat Pandemi, Qiscus Luncurkan Produk dan Fitur Baru

Besarnya pemilik usaha yang mulai mengalihkan bisnis mereka secara online saat pandemi memberikan keuntungan tersendiri bagi Qiscus, selaku platform SaaS yang berfokus di Multichannel Chat Customer Support.

Disampaikan oleh perusahaan, mereka mengalami peningkatan hingga 3x lipat di tahun 2020 dibandingkan 2019. Trennya terus berkembang di tahun 2021 ini, dengan cakupan bisnis lebih dari 20 industri. Kebanyakan di antara usaha tersebut membuka kanal penjualan mereka di platform online dan berinteraksi dengan konsumen melalui aplikasi chat sebagai alternatif untuk mendongkrak penjualan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Qiscus Delta Purna Widyangga mengungkapkan, hingga saat ini Qiscus telah membantu berbagai bisnis dengan 1000+ klien di lebih dari 10 negara dan seluruh Indonesia. Qiscus juga telah menghadirkan timely conversations at scale dengan lebih dari 50 juta pengguna dan 1 miliar pesan di berbagai fungsi bisnis di lebih dari 20 industri berbeda.

“Kami beruntung bahwa Qiscus terus tumbuh dengan baik di tengah pandemi. Strategi utama kami adalah membantu klien di industri yang terdampak pandemi. Kami juga memfokuskan pertumbuhan kami untuk membantu klien yang industrinya terus berkembang seperti industri kesehatan, asuransi, pendidikan, dan lainnya.”

Tahun ini beberapa rencana yang masih ingin diimplementasikan oleh Qiscus, di antaranya adalah menyediakan Multichannel Chat khususnya WhatsApp Business API dan Instagram DM. Menciptakan ekosistem terbaik di Indonesia dengan menggandeng berbagai macam mitra dan menyediakan fitur-fitur penunjang layanan Customer Experience.

Selain itu perusahaan juga memiliki target untuk mengadakan Conversa secara rutin. Conversa adalah acara tahunan Qiscus untuk berbagi best practices bagi bisnis dan penggiat teknologi. Melalui acara ini Qiscus ingin lebih mengenalkan layanan Qiscus dan meluncurkan produk dan fitur terbaru Qiscus. Acara ini telah berhasil dilaksanakan oleh Qiscus pada 28 September 2021 hingga 30 September 2021.

“Qiscus saat ini profitable dan belum ada rencana untuk penggalangan dana dalam waktu dekat. Akan tetapi kami juga tidak menutup kemungkinan untuk penggalangan dana apabila dirasa semuanya tepat,” kata Delta.

Saat ini sudah banyak perusahaan di Indonesia yang telah mengadopsi teknologi Qiscus. Di antaranya adalah Telkom Indonesia (Telekomunikasi), Kino (FMCG), Sompo (Insurance), Dompet Dhuafa (NGO), dan Halodoc (Kesehatan). Telah berdiri sejak tahun 2013 dengan kantor pusat di Jakarta, Qiscus saat ini juga telah memiliki pusat pengembangan riset dan teknologi di Yogyakarta.

Di Indonesia sendiri ada beberapa startup yang turut menghadirkan layanan serupa, beberapa di antaranya Qontak, Chatbiz, hingga Vutur.

Luncurkan rangkaian fitur dan produk baru

Sesuai dengan komitmen perusahaan untuk terus meningkatkan produk dengan tujuan untuk dapat membantu klien, Qiscus berupaya menghadirkan customer experience terbaik bagi pelanggannya. Salah satunya adalah dengan meluncurkan beberapa fitur dan produk baru yang dirilis pada puncak Conversa 2021.

Dengan berbagai fitur baru pada Qiscus Multichannel Chat seperti integrasi dengan Instagram DM dan menghadirkan fitur Multichannel Contacts, maka bisnis dapat lebih meningkatkan customer experience mereka.

Melalui Robolabs, bisnis dapat mempermudah proses bisnis dalam membentuk chatbot-nya sendiri dengan sangat mudah tanpa coding (no code/low code) hanya dengan Excel. Sedangkan melalui Qiscus App Center, kini bisnis dapat dengan memudah mencari dan memantau aplikasi-aplikasi yang dapat diintegrasikan dengan Qiscus Multichannel Chat.

“Terdapat tiga hal utama yang kami highlight pada rilis produk kali ini, yaitu customer experience, automasi, dan kolaborasi. Ketiga hal ini menjadi poin penting dalam konteks menjadikan platform Qiscus Multichannel Chat sebagai digital ekosistem yang sesuai dengan kebutuhan bisnis dalam memenuhi ekspektasi konsumen,” ujar CTO Qiscus Evan Purnama.

Paper.id to Complete Series B Funding Round, Launching a B2B Paylater Service

The B2B invoicing and payment platform “Paper.id” is currently fundraising for series B round and to be announced in early 2022. Paper.id’s Co-Founder & CEO, Jeremy Limman said to DailySocial that the company is currently in the process of finalizing and plan to use the fresh funds to support product developments that have proven to be growing rapidly during this pandemic.

Paper.id’s latest funding was in 2019 for the series A round from Modalku fintech and Golden Gate Ventures. In early 2018, they also received seed funding from Golden Gate Ventures.

Pandemic elevating business

The number of Paper.id users has grown almost 3 times since the beginning of the pandemic last year. The invoices that have been processed has reached the highest level over Rp9 trillion, this number is claimed to have increased by 2 times from the same period last year. ​Currently, Paper.id has 300 thousand users and is spread across more than 300 cities and regencies in Indonesia.

“In general, the pandemic has negatively impacted the MSMEs, especially the tourism and retail sectors. However, Paper.id users belong to the sector-agnostic segment, therefore, several industries can still survive and continue to grow, such as logistics, FMCG and online sellers,” Jeremy said.

In order to increase financing options for users, Paper.id collaborates with a strategic investor, Buana Sejahtera Group, a group of companies engaged in finance, logistics, and hospitality to expand Paper.id’s capabilities in business funding and penetration into the conventional supply chain.

“Later on, we will ask our strategic investors about what business sector they want. Then Paper.id will recommend businesses that are eligible to get financing from the multifinance,” Jeremy said.

Launching a B2B Paylater

Aiming to help SMEs make their business easier, Paper.id launched its latest product, the B2B Paylater or Buy Now, Pay Later (BNPL). For buyers, they can get benefits in the form of an extension of time. Suppliers can also experience other benefits from this product through a new feature called “Get Paid Faster”.

Prioritizing the aggregator concept, Paper.id will later recommend business owners who want to use BNPL for fintech lending services to banks that have become strategic partners. Currently, there are 10 fintech service and banking partners, including Modalku, Bank Jago, and Pinjam Modal.

“In terms of financing, we cannot provide services for all. Thus, we have good partnerships with P2P, multi-finance and banking services. Everything will be tailored to the needs of the business,” Jeremy added.

In ensuring the business to run good track record, Paper.id conducts a curation process for businesses with intention to use BNPL through data invoicing on Paper.id. Therefore, banking partners and fintech services are guaranteed to get business recommendations with the best quality. Since the launching, Paper.id has validated more than 3000 invoices for BNPL products.

“With our experience that has channeled productive funding of more than Rp. 175 billion for MSMEs, BNPL is a feature that is much requested by our users and is expected to drive the MSME business development and help them manage cash flow better,” Jeremy said.

B2B Paylater in Indonesia

In a report titled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021” published by DSInnovate, the paylater services that focus on business consumers is said to start mushrooming. The scheme is in the form of collaboration, between fintech lending and business service providers.

Indonesia’s B2B Paylater players

In contrast to productive loan products in the style of P2P Lending, B2B paylaters do not provide cash to improve business operations. They finance the expenditure of goods or services that are channeled directly to the provider.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here