Menyelesaikan Isu Rantai Pasok, Agar Tak Sekadar Jadi Pemain E-grocery

Tidak dimungkiri pandemi membuat animo masyarakat terhadap platform digital meningkat, apalagi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Alhasil pada awal pandemi, terjadi panic buying yang mengakibatkan kosongnya persediaan pasokan barang-barang di supermarket, pasar, hingga aplikasi e-grocery selama beberapa waktu.

Ibarat “blessing in disguise” akhirnya pemain e-grocery punya momentum untuk mengakuisisi sebanyak-banyaknya pengguna beralih ke aplikasi dengan beragam kenyamanan yang ditawarkan. Pertanyaan berikutnya yang mencuat adalah bagaimana “end game” dari pemain e-grocery?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, #SelasaStartup mengundang CFO Sayurbox Arif Zamani sebagai pembicara. Sayurbox selama ini dikenal salah satu pionir pemain e-grocery di Indonesia sejak 2017.

Masih terfokus ke kota besar

Arif menuturkan, secara umum kendati animo masyarakat terhadap layanan e-grocery meningkat, tapi ini baru terjadi di kota lapis pertama saja. Kondisi tersebut erat kaitannya dengan infrastruktur teknologi di kota tersebut yang sudah matang. Hal Ini tercermin dari kinerja Sayurbox yang saat ini masih terpusat di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali.

“Kalau setting up ke kota yang belum ready, itu akan jadi investasi yang mahal karena harus bangun infrastruktur dari awal. Tentunya kita juga ada keinginan masuk ke kota lapis dua atau tiga, tapi harus fleksibel strateginya untuk menyesuaikan diri dengan pasarnya,” katanya.

Ada tiga tipe konsumen yang saat ini dilayani Sayurbox. Pertama, kelompok konservatif, solusi yang disediakan adalah menghadirkan agen, dropshipper, dan virtual assistant Safira yang dapat dipesan melalui pesan singkat WhatsApp. Target pasar di kelompok ini adalah ibu-ibu yang tidak dipungkiri dari segi usia yang sudah lanjut dan pemahamannya terhadap teknologi memang kurang.

Kedua, kelompok minimalis yang tipikal telah merencanakan menu makanan selama beberapa hari ke depan. Oleh karena itu, fasilitas yang ditawarkan Sayurbox adalah pengiriman overnight, barang akan sampai pada pagi hari setelah pemesanan.

Terakhir, untuk kelompok impulsif, disediakan pengiriman instan dan hadir di GrabMart,  pesanan akan sampai dalam kurun waktu 30 menit-90 menit. “Market di minimalis dan impulsif saja besar banget, jadi kita sebenarnya lebih fokus ke sana daripada konservatif.”

Perbaiki rantai pasok

Di balik kemudahan mengakses barang-barang segar, sebenarnya pangkal masalah yang ingin diselesaikan Sayurbox adalah mengenai rantai pasok yang masih menjadi isu di dunia pertanian. Arif menerangkan, Sayurbox saat ini memasok hasil tani langsung ke petani dengan sistem jual putus.

Untuk memastikan hukum supply dan demand terjaga, perusahaan secara periodik memantau tingkat pemesanan dengan menerapkan forecast untuk para petani. Juga, bekerja sama dengan pemain fintech lending AwanTunai untuk memberikan pembiayaan untuk para petani. Langkah tersebut sekaligus upaya meningkatkan kelas ekonomi petani menjadi bankable.

“Karena ada komitmen sistem jual beli, jadi petani yang bergabung di kami bisa melakukan planning agar mereka tetap bisa jual hasil panennya ke kami. Selama ini teknik panennya tidak beraturan, itulah yang menyebabkan terjadinya oversupply dan kelangkaan barang. Kami ingin bangun kapasitas itu agar pricing tetap stabil.”

Sebelum kapasitas tersebut sudah terbentuk dengan baik, saat ini Sayurbox memanfaatkan channel offline apabila terjadi oversupply, sekaligus mencegah sampah. Isu rantai pasok juga ini berkaitan dengan pengalaman konsumen saat berbelanja. Pencatatan stok dapat lebih aktual, sehingga semakin cepat notifikasi masuk, pengalaman berbelanja akan jauh lebih.

“Karena kami menangkap, konsumen yang sudah berbelanja lebih dari empat kali besar kemungkinan sudah masuk konsumen loyal, yang susah adalah memberikan pengalaman untuk konsumen pertama hingga pembelian ketiga,” tutupnya.

Foto header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Setelah Bali dan Surabaya, SayurBox Targetkan Bisa Tersedia di Seluruh Jawa

Peningkatan transaksi dan pengguna untuk layanan online grocery di Indonesia tampaknya juga dirasakan oleh SayurBox. Dengan klaim untuk membantu petani lokal dan memenuhi kebutuhan pelanggan, kini mereka resmi hadir di Surabaya dan Bali.

Head of Communications SayurBox Oshin Hernis menyampaikan, selain operasional pihaknya juga sudah memiliki kantor, warehouse, dan tim lapangan di area tersebut.

“Surabaya dan Bali memiliki potensi Agrikultur yang besar. Kami memberikan akses bagi petani lokal untuk menjual hasil panen mereka kepada konsumen. Peluncuran SayurBox di kedua kota ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kelangsungan bisnis petani lokal. Terlebih lagi di masa pandemi ini, kami mengakomodasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok harian dengan aman melalui aplikasi SayurBox,” terang Oshin.

Oshin lebih jauh menjelaskan, setelah Bali dan Surabaya pihak SayurBox sudah menargetkan area baru untuk beroperasi. Bandung dan luar Pulau Jawa secara keseluruhan adalah target selanjutnya. Hal ini menurutnya tak lepas dari permintaan masyarakat di daerah-daerah tersebut.

Pihak SayurBox enggan menjelaskan secara rinci mengenai capaian yang didapat selama masa pandemi ini, hanya saja buah dan sayuran seperti Mangga dan Kangkung menjadi produk unggulan. Banyak dikonsumsi karena mudah untuk mengolahnya.

Ekspansi di waktu yang tepat

SayurBox tercatat sudah empat tahun berkecimpung di ekosistem jual-beli sayur dan buah segar. Secara konsep, mereka menyalurkan langsung hasil panen dari petani ke pelanggan. Tahun ini mereka resmi beroperasi di Surabaya dan Bali, tepatnya pada Agustus 2020.

SayurBox sendiri saat ini menyandang status centaur dengan pendanaan yang didapat dari Insigna Venture, Patamar Capital, East Ventures, dan Tokopedia. Ekspansi di tengah pandemi ini merupakan salah satu keputusan yang tepat. di waktu yang tepat. Selain Sayurbox sudah cukup berpengalaman di industri ini persaingan dengan layanan sejenis juga menjadi menjadi pertimbangan.

Salah satu cara untuk menjangkau lebih banyak tentunya dengan hadir di lebih banyak kota. Mengingat pandemi sukses mendorong pertumbuhan industri online grocery ini adalah waktu yang tepat.

Sebelum industri ini cukup ramai dengan pemain baru atau pemain lama yang mengambil langkah agresif. Etanee, TaniHub, Happy Fresh, atau KedaiSayur (pivot ke layanan pesan antar bahan makanan) adalah beberapa nama yang cukup aktif menjalankan strategi inovasi dan eksoansi.

Sementara itu di Surabaya sendiri pilihan untuk belanja sayur dan buah segar sudah ada beberapa. Ada Happy Fresh, Tanihub, dan TukangSayur.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai to Facilitate Credit Agriculture for Farmers on Sayurbox

The p2p lending startup AwanTunai is expanding its financing products for farmers who distribute their crops in Sayurbox. Pilot projects are already ongoing for selected farmers located in Bogor, Sukabumi, Bandung, and Indramayu.

The two companies partnered due to the circumstances of sister companies and founded by the same co-founder, Rama Notowidigdo. Both have the same ambition to improve the lives of micro-entrepreneurs.

AwanTunai’s Co-Founder and CEO, Dino Setiawan explained that the company is interested in entering this segment considering it’s in line with the company’s core focus on SME financing in the FMCG and grocery supply chain.

“Downstream we have stalls that sell goods to end consumers and upstream there are farmers. Therefore, farmers are the next SME group we serve,” he told DailySocial.

Before AwanTunai, Sayurbox had never been involved with farmers to finance working capital because the selling system was off. Sayurbox Head of Communication Oshin Hernis explained, when farmers need a loan, the company will usually educate and recommend it to Bank BRI Agro as the company’s partner.

Furthermore, the bank will perform some curation based on historical data from Sayurbox regarding these farmers. The bank will get an overview of determining credit scoring before approving a capital loan.

On the other hand, the company also offers a one-month partnership, when they meet certain requirements. For example, it is in good quality and guaranteed quantity.

“If the two big factors fulfilled, Sayurbox will offer to be a partner as a form of higher commitment and appreciation. This is one of our selections so that our partners’ expectations can be maintained properly in the future,” Oshin added.

Regarding its partnership with AwanTunai, there will be no specific criteria for farmers in Sayurbox to get a loan. The company only ensures that the farmers to be referred are Indonesian citizens as proven by an ID.

“The rest, we provide flexibility for AwanTunai to select farmers who become our suppliers to get a capital loan facility.”

Dino continued, the company provides loans ranging from IDR5 million to IDR 500 million per farmer for this collaboration curated by Sayurbox. The tenor is quite short, between 2 weeks to 1 month and the interest is 0.75% per week.

“Loan repayments through virtual accounts/bank transfers are due to maturity. For every return according to maturity, we will be given cashback,” he said.

In risk mitigation, companies do not provide financing in cash, it is in the form of seeds, fertilizers, or other inputs needed for agriculture. They believe this method can reduce the risk default, as well as learn from previous mistakes.

This method is also used for AwanTempo, a financing product for grocery stores in need of additional capital to buy their shop needs. The company works closely with suppliers to provide financing to the small shop.

“In past agricultural financing programs, loan misuse has become quite a problem. We want to apply our AwanTempo financing program to micro farmers.”

This product has been rolled out for selected farmers located in Bogor, Sukabumi, Bandung, and Indramayu. Dino said that there were interesting insights found in the field, including that some farmers needed advanced payment therefore they could turn the funds into agricultural raw materials such as seeds and pesticides.

“This scheme is similar to cash on delivery (COD) without additional time. Meanwhile, for gardens or paddy fields, some farmers manage land owned by other people through a production sharing system or land rental system. ”

The pandemic effect

Sayurbox is one of the leading e-commerce players for groceries in Indonesia. Was founded in 2016, it has received seeds from Insignia Ventures Partners, Patamar Capital, and Tokopedia.

Oshin explained, since the pandemic happened at the end of March-April, Sayurbox transactions skyrocketed due to panic buying. The company had decided to temporarily close the transaction for a while.

“However, as the new normal began, transactions are quite stable even though the current level of competition is increasing,” Oshin said.

In an interview with Tempo, Sayurbox Co-Founder and CEO Amanda Cole said that the company added more partnerships with farmers from 50 to 100 people during the pandemic as the demand increases.

He said, the company is lucky to become “famous” and continues to grow exponentially because of the recommendation of “word of mouth”. He hopes that after the pandemic ends, it’ll be a new habit for people to shopping for vegetables and fruit online.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Kini Salurkan Kredit Pertanian untuk Petani di Sayurbox

Startup p2p lending AwanTunai memperluas produk pembiayaan untuk petani yang mendistribusikan hasil panennya di Sayurbox. Pilot project sudah berjalan untuk petani terpilih yang berlokasi di Bogor, Sukabumi, Bandung, dan Indramayu.

Kedua perusahaan ini bermitra tak lain karena menjadi sister company yang dirintis oleh co-founder yang sama, ialah Rama Notowidigdo. Keduanya punya kesamaan ambisi ingin memperbaiki hidup para pengusaha mikro.

Co-Founder dan CEO AwanTunai Dino Setiawan menjelaskan, perusahaan tertarik untuk masuk ke segmen ini karena sejalan dengan fokusnya pada pembiayaan UKM dalam rantai pasokan FMCG dan sembako.

“Di hilir kami memiliki warung yang menjual barang ke konsumen akhir dan di hulu ada petani. Jadi petani adalah kelompok UMKM berikutnya yang kami layani,” katanya kepada DailySocial.

Sebelum AwanTunai masuk, Sayurbox belum pernah terlibat dengan petani untuk pembiayaan modal kerja karena selama ini sistem jual lepas. Head of Communication Sayurbox Oshin Hernis menjelaskan, apabila petani memerlukan pinjaman, biasanya perusahaan akan mengedukasi sekaligus merekomendasikannya ke Bank BRI Agro sebagai mitra perusahaan.

Selanjutnya, pihak bank akan melakukan proses seleksi yang didasari oleh data historikal yang dimiliki Sayurbox mengenai petani-petani tersebut. Bank akan mendapat gambaran untuk penentuan skoring kredit sebelum menyetujui pinjaman modal.

Di sisi lain, perusahaan juga membuka sistem kemitraan dalam waktu satu bulan, bila mereka memenuhi sejumlah persyaratan. Seperti kualitas yang diberikan sesuai ekspektasi dan kuantitas dapat terus dipenuhi oleh petani tersebut.

“Apabila dua faktor besar ini dipenuhi, maka Sayurbox akan menawarkan untuk menjadi mitra sebagai bentuk komitmen dan penghargaan yang lebih tinggi. Hal ini merupakan salah satu seleksi kami agar ekspektasi para pelanggan dapat terus menerus terjaga dengan baik oleh para mitra kami ke depannya,” kata Oshin.

Terkait kemitraannya dengan AwanTunai, setiap petani yang direferensikan oleh Sayurbox, tidak ada kriteria khusus mana petani yang bisa memperoleh pinjaman modal. Perusahaan hanya memastikan bahwa petani yang akan direferensikan ini merupakan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan KTP.

“Selebihnya kami memberikan keleluasaan untuk AwanTunai untuk memilih petani yang menjadi supplier kami untuk mendapat fasilitas pinjaman modal.”

Dino melanjutkan, untuk kerja sama ini perusahaan menyediakan fasilitas mulai dari Rp5 juta sampai Rp500 juta per petani yang direferensikan Sayurbox. Tenornya tergolong pendek antara 2 minggu sampai 1 bulan dan bunganya 0,75% per minggu.

“Pengembalian pinjaman melalui virtual account/transfer bank sesuai jatuh tempo. Untuk setiap pengembalian sesuai jatuh tempo akan diberikan cashback oleh kami,” ucapnya.

Dalam mitigasi risiko, perusahaan tidak memberikan pembiayaan dalam bentuk tunai, melainkan dalam program pembiayaan yang berbentuk benih, pupuk, atau input lain yang dibutuhkan untuk pertaniannya. Cara ini dipercaya dapat mengurangi risiko dari gagal bayar, sekaligus belajar dari kesalahan sebelumnya.

Metode ini juga dipakai untuk AwanTempo, produk pembiayaan untuk toko kelontong yang butuh tambahan modal untuk membeli kebutuhan tokonya. Perusahaan bekerja sama dengan supplier untuk memberikan pembiayaan kepada toko kecil tersebut.

“Dalam program pembiayaan pertanian di masa lalu, penyalahgunaan dana pinjaman telah menjadi masalah. Kami ingin menerapkan keberhasilan dari program pembiayaan AwanTempo warung kami kepada petani mikro juga.”

Produk ini sudah digulirkan untuk petani terpilih yang berlokasi di Bogor, Sukabumi, Bandung, dan Indramayu. Dino mengatakan insight menarik yang ditemukan di lapangan, di antaranya sebagian petani memerlukan pembayaran di depan agar dapat memutar dana untuk melakukan pembelian bahan baku pertanian seperti bibit dan pestisida.

“Secara skema ini mirip dengan cash on delivery (COD) tanpa tambahan waktu. Sementara untuk lahan kebun atau sawah, beberapa petani mengelola lahan milik orang lain yang dilakukan dengan sistem bagi hasil atau sistem sewa lahan.”

Dampak pandemi

Sayurbox menjadi salah satu pemain e-commerce khusus kebutuhan sehari-hari yang terdepan di Indonesia. Sejak dirintis pada 2016, sudah beberapa kali mendapat pendanaan tahap awal dari Insignia Ventures Partners, Patamar Capital, dan Tokopedia.

Oshin menerangkan, sejak pandemi di akhir Maret-April kemarin, transaksi Sayurbox meroket tajam karena ada panic buying dari pengguna baru. Perusahaan sempat memutuskan untuk menutup transaksi sementara waktu karenanya.

“Namun seiring berjalannya new normal saat ini, transaksi dapat dikatakan signifikan stabil walaupun tingkat kompetisi saat ini meningkat,” ujar Oshin.

Dalam wawancara bersama Tempo, Co-Founder dan CEO Sayurbox Amanda Cole menyebut selama pandemi perusahaan menambah jumlah kemitraan dengan petani dari 50 menjadi 100 orang untuk memenuhi lonjakan permintaan.

Menurutnya, perusahaan beruntung menjadi “tenar” dan terus tumbuh secara eksponensial karena rekomendasi “word of mouth”. Dia berharap setelah pandemi berakhir, akan terbentuk kebiasaan baru masyarakat yang sudah terbiasa berbelanja sayur dan buah secara online.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Kredit Pertanian: Disukai Namun Disegani

Kredit pertanian di Indonesia punya margin yang seksi untuk digarap tapi riskan saat dijalankan. Hal ini sudah menjadi cerita lama buat perbankan yang masuk ke sektor ini. Ada begitu banyak isu yang membuat lembaga keuangan tidak berani terlalu dalam bermain di sektor ini.

Faktor gagal panen karena hama, cuaca buruk, dan risiko lain yang disebabkan manusia sendiri merupakan makanan sehari-hari. Meskipun risiko ini seharusnya bisa diatasi jika menggunakan asuransi, faktor kegagalan panen sama dampaknya dengan berkurangnya pasokan bahan pokok/komoditas: melonjaknya harga jual.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 yang melibatkan delapan ribu petani sebagai responden mengungkapkan, 15% petani sudah mengakses kredit bank dan 33% memperoleh bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mayoritas petani, sekitar 52%, masih mengandalkan modal sendiri, koperasi, kerabat, dan kembaga keuangan non-bank lainnya.

Ada empat faktor permasalahan program kredit pertanian bila melalui bank, yaitu pemberian kredit yang tidak tepat sasaran, subsidi bunga, prosedur yang birokratis, dan tingginya risiko moral hazard. Muara dari seluruh masalah tersebut adalah potensi gagal bayar yang tinggi.

Perbankan menjawabnya dengan menetapkan bunga yang tinggi karena tingkat pengawasannya yang berbeda, misalnya menaruh orang lapangan untuk memantau dan sebagainya. Pemerintah akhirnya “menginterupsi” dengan mengubah skema penyaluran KUR mulai awal tahun ini. Jadi lebih sederhana karena target utamanya adalah pelaku usaha mikro sudah memiliki usaha tapi belum bankable.

Syarat utamanya pengajuan KUR adalah calon debitur punya usaha produktif yang aktif minimal enam bulan, tidak sedang menerima kredit kecuali kredit konsumtif, dan tidak masuk dalam daftar hitam BI. Berikutnya calon debitur mencantumkan identitas diri, berupa KTP, Kartu Keluarga, NPWP, surat nikah/cerai, surat keterangan usaha mikro atau kecil yang sudah diterbitkan pihak berwenang, dan surat keterangan lunas dan cetakan rekening dari pinjaman sebelumnya.

Jumlah pemain fintech lending di sektor agritech saja masih terbatas. Menurut catatan OJK per Maret 2020, mereka adalah iGrow, iTernak, Crowde, TaniFund, dan DanaLaut.

Sumber : Unsplash
Sumber : Unsplash

Memanfaatkan kekosongan

Pemain fintech terjun ke segmen ini dengan mengumpulkan semua “keberanian” dan dibarengi mitigasi risiko yang sudah diukur matang-matang. Bentuk pendanaan yang mereka tawarkan umumnya berbentuk p2p lending, artinya ada pemberi pinjaman (entah individu atau korporasi) sebagai lender untuk disalurkan sebagai pembiayaan modal usaha ke petani yang sudah diverifikasi.

TaniFund misalnya, entitas bagian dari TaniHub Group ini spesifik menyalurkan pinjaman ke para petani di proyek-proyek pertaniannya. TaniHub (e-commerce), TaniSupply (supply chain), dan TaniFund melengkapi rangkaian solusi end-to-end grup untuk para petani lokal.

Pembeda inilah yang sengaja dibentuk TaniHub Groub. TaniHub membentuk ekosistem menyeluruh buat petani dari sebelum mulai menanam hingga panen. Perusahaan akan menyerap seluruh hasil panen, dalam kualitas apapun, dengan harga yang sudah disepakati dari awal.

Hasil panen itu sepenuhnya dijual ke konsumen TaniHub, entah itu mitra b2b atau b2c (melalui platform e-commerce). Alhasil, petani tidak perlu pusing dengan risiko harus dihadapkan dengan tengkulak.

“Biasanya setelah pinjam dari tengkulak, petani itu bingung mau jual hasil panennya. Ujung-ujungnya mereka jual ke tengkulak yang ngasih harga sampai jatoh, akhirnya mereka rugi. Tapi kami 100% jadi off-taker, dari titik 0 sampai proses jual sudah masuk ke dalam ekosistem TaniHub. Petani hanya perlu memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas dan mutu pertaniannya,” terang Direktur TaniFund Edison Tobing.

Dengan membentuk ekosistem demikian, TaniFund berhasil menekan laju kredit macet sampai di level 0,2% dan TKB90 100%. NPL tersebut, menurutnya, bukan karena gagal bayar, melainkan keterlambatan pembayaran karena perusahaan sudah melakukan mitigasi risiko dengan segala cara, sampai memanfaatkan jasa asuransi.

Lambat laun kebutuhan pendanaan di TaniFund semakin tinggi seiring terus bertambahnya jumlah petani yang tergabung. Meskipun demikian, hal ini belum dibarengi dengan banyaknya lender institusi yang bergabung. Baru ada dua yang berasal dari bank. Mayoritas pemberi dana di TaniFund adalah individu.

Edison mengatakan, bank itu rata-rata masih bersifat konvensional. Mereka selalu menanyakan kalau pinjaman seperti ini, jaminannya seperti apa. Dengan izin sebagai p2p lending, pihaknya tidak bisa memberikan jaminan apapun karena hanya bertindak sebagai platform yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman.

“Petani itu kenapa akhirnya bekerja sama dengan kami karena mereka gagal bekerja sama dengan bank. Karena bank memberikan funding dan mengharapkan funding balik.”

Salah satu proyek yang dibiayai TaniFund / TaniFund
Salah satu proyek yang dibiayai TaniFund / TaniFund

Dia melanjutkan, “Pada akhirnya yang kami lakukan hanya bisa memperkuat keyakinan mereka, mengajak ketemu langsung dengan petani yang kita bina. Untuk kepastian dana dibalikkan ke lender, kami akan langsung bayarkan ke bank, bukan petani karena kami sendiri kan ambil barangnya dari petani.”

Terkait kemungkinan TaniFund bila terhubung dengan KUR, Edison menyatakan ada beberapa faktor yang kurang memungkinkan. Pertama, program KUR yang berjalan saat ini banyak diarahkan untuk komoditas yang belum menjadi unggulan TaniHub saat masuk ke platform e-commerce-nya.

Ini akan menjadi masalah bila dipaksakan TaniFund. Misalnya pemerintah banyak mendorong petani jagung untuk mengambil KUR, sementara jagung saat ini bukan menjadi produk yang paling dicari konsumen TaniHub.

“Kami tetap jaga risiko karena setelah memberikan funding, kami ada kewajiban untuk menyerapnya. Sementara produk yang dijual itu bukan yang paling dicari konsumen kita.”

Kedua, dari sisi legalitas, p2p lending memiliki ketentuan pinjaman maksimal per proyek sebesar Rp2 miliar. Sementara, program KUR ini per proyeknya menyalurkan kredit di atas angka tersebut. Masalah kedua ini menyambung ke masalah pertama, bahwa TaniFund akan kesulitan dalam menjual hasil panen ke platform-nya, sekaligus melanggar ketentuan regulator.

“Kita kebanyakan masuk ke petani menengah ke bawah yang lahannya di bawah empat hektar, tergantung jenis komoditas. [..] Kebutuhan beras di kami kemungkinan baru 2 ribu ton per bulan, sementara KUR itu serapannya luar biasa besar. Strukturnya harus kita siapkan dulu baru bisa engage [ke kementerian terkait].”

Hingga kini TaniFund telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp129 miliar. Di tahun ini saja, perusahaan telah menyalurkan Rp42,19 miliar. Ditargetkan hingga akhir tahun angka ini dapat mencapai Rp90 miliar.

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Jumlah pemain terbatas

Sebenarnya ada sejumlah pemain lain yang mendedikasikan dirinya sebagai platform fintech lending untuk pertanian, peternakan, atau akuakultur. Konsep yang mereka gunakan tidak jauh berbeda dengan TaniFund, yaitu melakukan pendampingan konsultasi sebagai bentuk pemberdayaan petani agar mereka paham cara menanam bahan pangan dengan baik dan mengelola keuangan dengan tepat.

Crowde, misalnya, menawarkan pinjaman modal bagi petani dengan skema setor hasil panen, yang bernama Gerakan Rakyat Petani (GARAP). Komoditas yang disasar adalah padi, jagung dan cabai. Besaran nilai setoran berbeda-beda, tergantung komoditas pertaniannya.

Setelah diberikan modal kerja, petani akan mengembalikan pinjaman dengan hasil panen menyesuaikan komoditas yang ditanam secara perlahan. Misalnya, untuk komoditas cabai yang dibudidayakan pada lahan dengan luas minimal 2.500 meter persegi (m2), petani harus menyetorkan hasil panen sebanyak 1,75 ton.

Sementara untuk komoditas padi, hasil panen yang harus disetorkan sebesar 5,7 ton di luas lahan minimal 10.000 m2. Apabila hasil panen petani melebihi patokan, hal ini akan menjadi hak petani. Inovasi ini bisa memperluas opsi petani dalam mendapatkan modal kerja.

Di luar segmen fintech, masih banyak pemain agritech lainnya yang menawarkan solusi untuk permasalahan yang berbeda-beda. Ada yang menyentuh ke unsur platform pengelolaan, IoT, hingga blockchain.

Satu segmen agritech yang paling banyak pemainnya adalah platform e-commerce yang menjual produk-produk hasil tani untuk kebutuhan sehari-hari. Tak terhitung berapa banyak pemain yang sudah menjadi pemimpin pasar, bahkan yang tiba-tiba pivot karena terdampak pandemi. Mereka mencoba peruntungan di kue yang sama.

Kue bisnis di industri ini memang besar. Perbankan sendiri belum mampu menyelesaikan kebutuhan pembiayaannya, sehingga peluang platform fintech di sektor ini masih sangat besar.

Cara platform fintech lending dalam memitigasi risiko di industri ini juga beragam. Selain memanfaatkan teknologi, ada yang mencoba menyalurkan pembiayaan lewat perantara, seperti koperasi yang dianggap lebih bersentuhan langsung dan mengerti kondisi para anggotanya. Model inilah yang diadopsi Mekar.

Meskipun demikian, pemain fintech lending masih memiliki keterbatasan dibandingkan bank, yakni ketersediaan dana. Pola channeling antara bank dan platform fintech lending dapat dilanjutkan pemanfaatannya untuk industri yang lebih luas.

10 Startup “Femtech” Berpotensi di Indonesia

Riset yang dilakukan Frost & Sullivan menyebutkan female technology (femtech) secara global bisa menjadi pasar bernilai $50 miliar hingga tahun 2025 mendatang. Femtech bisa berarti bisnis yang didirikan oleh perempuan dan kebanyakan menyasar kebutuhan khusus untuk kalangan perempuan.

Di Indonesia sendiri, perlahan tapi pasti, sudah mulai banyak startup yang didirikan perempuan. Beberapa startup di antaranya diprediksi bakal meluncur mulus dalam waktu 2 hingga 3 tahun ke depan, termasuk yang menyasar produk kecantikan, layanan e-commerce dan marketplace fashion, kebutuhan produk segar, dan makanan dan keperluan bayi.

Menyambut peringatan hari Kartini bulan April ini, berikut adalah rangkuman 10 startup yang didirikan dan dipimpin perempuan dan menyediakan layanan dan produk untuk perempuan Indonesia.

1. Base

CEO Base Yaumi F. Sugiharta
CEO Base Yaumi F. Sugiharta

Base adalah layanan e-commerce kecantikan yang memberikan rekomendasi produk berdasarkan kondisi kulit pengguna. Rekomendasi akan muncul setelah konsumen mengisi seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Startup ini didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari.

Seluruh produk kecantikan Base diproduksi sendiri. Akhir tahun 2019 lalu startup produk kecantikan berbasis metode direct-to-consumer (DTC) ini mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures dan Skystar Capital.

“Industri kecantikan di Indonesia saat ini sedang tumbuh dengan cepat. Hal tersebut terjadi seiring dengan berkembangnya kebutuhan konsumen dan juga kemajuan teknologi. Dengan mudahnya akses informasi dan jual beli produk dari luar negeri, saat ini konsumen memiliki demand produk dengan kualitas tinggi. Fenomena tersebut mendorong para pemain industri kecantikan untuk meningkatkan standar kualitas produknya. Audiens Gen Z dan juga milenial adalah segmen yang dapat kami kategorikan sebagai smart buyer, ingin mengenal dengan cermat tentang produk yang mereka gunakan dan terliterasi dengan baik,” kata Yaumi.

Tahun 2020 ini Base memiliki target pengembangan produk baru sesuai dengan masukan konsumen dan mengenalkan brand serta edukasi kepada audiens yang lebih luas. Perusahaan juga akan melakukan penyempurnaan teknologi untuk mengoptimalkan analisis data menggunakan Artificial Intelligence, yang kemudian digunakan untuk pengembangan produk dan strategi pengembangan perusahaan.

2. Sayurbox

CEO Sayurbox Amanda Cole
CEO Sayurbox Amanda Susanti Cole

Sayurbox hadir mencoba memenuhi kebutuhan buah segar dan produk sayuran berkualitas kepada warga ibukota. Platform online ini menyediakan bahan segar dan produk sehat berkualitas dari petani dan produsen lokal Indonesia. Sayurbox awalnya didirikan Amanda Susanti Cole dan Rama Notowidigdo, kemudian Metha Trisnawati bergabung ke tim sebagai COO.

Sayurbox mengusung konsep bisnis farm-to-table yang memungkinkan konsumen mendapatkan berbagai bahan segar dan produk berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal. Sayurbox merupakan salah satu startup yang telah menerima beberapa putaran pendanaan, termasuk dari Patamar Capital di tahun 2018 dan kemungkinan Tokopedia tahun lalu.

3. Love and flair

Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury
Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury

Didirikan oleh Emily Jaury, Love and Flair merupakan layanan e-commerce multibrand yang dikurasi untuk perempuan Indonesia. Dengan menerapkan bisnis berorientasi konsumen, semua masukan dari konsumen menjadi fokus perusahaan. Selain bisa diakses secara online, Love and Flair juga telah memiliki toko permanen di mall terkemuka Jakarta.

Tahun 2018 lalu Love and Flair tergabung dalam program akselerator besutan Gojek dan Digitaraya, Gojek Xcelerate batch kedua, yang fokus ke startup karya founder perempuan Indonesia dan Asia Pasifik.

4. Kotoko

CEO Kotoko Cynthia Krisanti
CEO Kotoko Cynthia Krisanti

Didirikan di Singapura tahun 2019 lalu oleh Cynthia Krisanti, Kotoko adalah startup di bidang ritel dan teknologi yang menyediakan ekosistem online dan offline bagi brand-brand independen, termasuk DTC, di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka ke lebih banyak konsumen. Perusahaan mendapatkan dana awal dari Antler.

Saat ini Kotoko telah memiliki sekitar 60 brand independen ternama dengan jumlah kumulatif 1 juta pengikut di Instagram. Perusahaan telah membuka multibrand store pertama di Plaza Indonesia dan mempersiapkan ekspansi ke kota-kota besar di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Bali.

5. Gigel

Co-founder Gigel Putri Arinda
Co-founder Gigel Putri Arinda

Gigel didirikan oleh pasangan suami istri Putri Arinda dan Muhammad Syahdani. Platform ini berisi penyewaan produk yang banyak dibutuhkan pasangan muda yang baru memiliki anak, seperti stroller, mainan, dan lain-lain.

Awal tahun ini Gigel gencar mengembangkan cakupan layanan dan model bisnis marketplace penyewaannya. Tidak hanya produk untuk bayi, pengguna bisa menyewa barang seperti winter jacket, koper untuk wisata, atau kamera. Gigel mengklaim telah memiliki sekitar 500 mitra dan 15 ribu pengguna aktif. Masih terbatas di kawasan Jabodetabek, tahun ini Gigel memiliki rencana untuk memperluas layanan ke kota-kota besar lainnya.

“Saat ini kami telah memiliki angel investor dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Masih fokus kepada traksi dan melayani lebih banyak pengguna. Diharapkan tahun ini kami juga bisa menambah pilihan produk untuk pengguna,” kata Arinda.

6. Rata

CMO RATA Drg. Deviana Maria A
CMO RATA drg. Deviana Maria A

Startup Rata didirikan oleh drg. Edward Makmur, Danny Limanto, Jason Wahono, dan drg. Deviana Maria A untuk mengatasi permasalahan estetika gigi yang dibantu teknologi artificial intelligence.

“Kami ingin menciptakan clear aligner yang bisa dijangkau semua orang, dan pastinya much better than using braces. Permasalahan seperti kawat gigi yang menusuk, harus datang ke klinik dental secara rutin dan mengganggu penampilan yang pada akhirnya membuat orang menjadikan permasalahan estetika gigi kebutuhan kesekian,” ujar Deviana.

Mendapat investasi dari Alpha JWC Ventures, Rata juga memberikan kesempatan konsultasi online secara gratis dan melakukan engagement langsung memanfaatkan media sosial.

7. Bubays

CPO Bubays Ifatul Khasanah
CPO Bubays Ifatul Khasanah

Bubays didirikan oleh pasangan suami istri Ifatul Khasanah dan Muhammad Faiz Ghifari. Platform ini menjual produk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Ide pengembangan usaha tersebut muncul ketika founder mengikuti program startup generator Antler di Singapura. Bubays juga sudah membukukan pre-seed funding dari Antler senilai 1,5 miliar Rupiah.

Bubays menghadirkan makanan bayi sehat untuk keluarga muda di Indonesia, yang bisa diantar hingga ke rumah. Platform ini memastikan makanan yang dibuat dengan bahan-bahan segar, lezat, dan bernutrisi tinggi yang diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara khusus memesan makanan bayi mereka berdasarkan usia bayi, alergi, dan juga membantu melacak tumbuh kembang bayi mereka.

Saat ini cakupan pangsa pasar Bubays baru di seputar Jabodetabek.

8. Greenly

Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja
Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja

Greenly didirikan oleh Liana Gonta Widjaja dan Edrick Joe Soetanto. Liana adalah sarjana di bidang nutritional science, dietetics, dan juga telah menjalani karier sebagai ahli nutrisi kesehatan.

Konsep new retail yang diadopsi Greenly menawarkan aneka makanan dan minuman sehat. Selama satu tahun perjalanannya, Greenly mengklaim berhasil mengalami pertumbuhan hingga lima kali lipat dengan ratusan pesanan tiap harinya.

Memasuki tahun keduanya, Greenly berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal yang dipimpin East Ventures. Dana segar yang didapat rencananya akan digunakan perusahaan untuk menginovasi produk, pengembangan teknologi, dan memperluas jaringannya di Surabaya, termasuk juga ekspansi di kota-kota lainnya.

9. Style Theory

Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim
Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim

Diluncurkan pada 2016 di Singapura oleh Raena Lim dan Chris Halim, platform penyewaan produk fesyen Style Theory hadir menawarkan opsi penyewaan lebih dari 50 ribu koleksi busana yang dapat diakses melalui aplikasi. Perusahaan menawarkan langganan bulanan dan resmi hadir di Indonesia sejak tahun 2017 lalu. Perusahaan ingin mengurangi konsumsi busana (dalam bentuk pembelian) di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya diharapkan berpengaruh ke lingkungan.

Saat ini Style Theory telah memiliki lebih dari 13 ribu pengguna yang tersebar di Indonesia, Singapura, hingga Hong Kong. Awal bulan Desember lalu Style Theory mengantongi pendanaan putaran Seri B yang dipimpin SoftBank Ventures Asia.

10. Woobiz

Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / SWA
Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / Photo credit : SWA

Woobiz didirikan oleh Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018. Platform ini menawarkan akses teknologi bagi para perempuan Indonesia untuk bisa menjadi pengusaha mikro. Salah satunya adalah menghubungkan mitra, yang kebanyakan ibu rumah tangga, dengan brand. Woobiz mengklaim bisnis yang dijalankan, sebagai social commerce, memiliki misi untuk memberdayakan perempuan Indonesia, khususnya ibu rumah tangga, agar bisa meningkatkan kualitas hidup serta mandiri secara finansial.

“Dalam ekosistem kita, mitra atau user akan berjualan menggunakan channel social neighbourhood community dan kita dukung dengan fitur untuk social sharing secara online,” kata Chief Growth and Marketing Woobiz Putri Noor Shaqina.

Dari sisi pendanaan, Woobiz telah mendapatkan pendanaan sejak akhir tahun 2018. Untuk monetisasi bisnis, pihaknya mengaku juga mendapat bagian dari produk yang berhasil didistribusikan. Sejauh ini, mereka telah bekerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai infrastruktur logistik.

“Ke depannya, kita berencana untuk memperkuat sendiri, membangun hub atau pick-up point,” ujar Putri.

Projecting the Future of Online Grocery Startup in Indonesia

The online grocery allows the consumer to order groceries, such as vegetables and other ingredients, through an application. It was on-demand, the order will be delivered to their houses within a certain period, it is due to its freshness. The platform developer also has its own couriers.

In Indonesia, the penetration is still around the top-tier cities like Jabodetabek. Although, it still holds high potential. The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia said the online grocery value will grow at 198% from US$99 billion in 2019 to US$295 billion in 2023. Southeast Asia is projected to experience rapid growth, although in terms of value is not as big as in Japan, South Korea, or China. Indian and Indonesian market is projected as important for business for its scalability.

Online grocery platform journey in Indonesia

The online grocery concept has been started since the 2013’s. There were several players entering the market then, one of which still survives is SeroyaMart. While others like Sukamart chose not to continue the business. In the following year, other players began to appear, including regional migrant, Honestbee even though only lasted 1.5 years in Indonesia.

HappyFresh, SayurBox, KeSupermarket, Hypermart, GoMart, until the latest GrabFresh now serves the community. Each has strong business support.

First, HappyFresh, has entered Indonesia in 2015, they’ve expanded to 11 major cities in 3 countries, including Malaysia and Thailand. They serve users in Jadetabek, Bandung, Surabaya, and Malang. Sinar Mas Digital Venture, Vertex Ventures, Grab Ventures, LINE Ventures are some of the venture capitalists who have backed HappyFresh into a centaur, valuing above US$ 100 million.

HappyFresh driver-partners will help users shop in supermarkets and stores that have become partners, some of which are Transmart, Giant, Lotte Mart, and Super Indo. In addition, HappyCorporate exists to serve the needs of grocery in offices. Significant strategic cooperation was then built with Grab, resulting in GrabFresh services. Compete directly with Gojek’s GoMart, which offers similar services.

HappyFresh driver partners taking groceries for consumer to retail partners
HappyFresh driver partners taking groceries for consumer to retail partners

SayurBox has become an online grocery startup that has succeeded in becoming a centaur, through funding provided by Insignia Venture, Patamar Capital, East Ventures and Tokopedia. The approach is different, they are connected directly with farmers or sales partners to distribute their merchandise through the application. In addition to providing fresh produce, they have a mission to break the supply chain so as to provide better income for farmers. At the moment, SayurBox is only operating in Jabodetabek.

Tokopedia also has its own agenda with the involvement. Delivered on a separate occasion by CEO William Tanuwijaya, the corporate action was carried out in order to smooth the company’s plan to realize its vision of being “Infrastructure as a Service” in the field of commerce. The expected impact of SayurBox, besides completing the product category – there is now a separate channel on the Tokopedia page – also provides an expansion of features on the demand and agtech side. For information, Tokopedia also invests in other vertical startups related to retail.

Consolidation with retail

As a transformative effort, Ranch Market and Farmers Market retailers finally entered the digital industry in 2016 by cooperating with Kresna Graha Investama. They present a grocery online platform called KeSupermarket. An online-to-offline scheme through the “Collect in Store” feature is also presented, allowing users to take items purchased online at offline stores, while still providing logistical services.

As other retailers like Hypermart do, they present digital services on websites and mobile applications to make it easy for users to get their products. The O2O scheme is also implemented to provide options, therefore, users can pick up their purchases at the store themselves. Giant, Hero, Transmart, Lotte Mart also finally took a similar approach to developing digital channels.

Although these retailers have their own applications, it does not necessarily get high interest from users. For example, if you see download statistics on Google Play, the grocery online app startup gain higher downloads. Meanwhile, what players like HappyFresh do is actually connects consumers with products in retail such as LotteMart.

Applications (Android) Total Downloads
LotteMart Indonesia 10.000+
Hypermart Online 100.000+
SayurBox 500.000+
HappyFresh 1.000.000+

There are indeed many variables, one of which can be analyzed is each business’ focus. Grocery online startups try to consolidate catalogs of various retailers to be easily accessed on one channel. The benefit is, users can get a more complete variant by surfing in one place. The focus is on accommodating the ordering process without having to think about the product supply chain directly so that they can also focus more on managing the logistics system.

Moreover, the development of grocery services (or in collaboration with) ride-hailing providers. They already have a strong foundation in the distribution system, taking advantage of driver-partners who are available in various locations. This is what makes Gojek confident with GoMart, in the midst of business efficiency through the reduction of features, such as GoLife services were stopped, leaving only GoClean and GoMassage.

A more open system also allows online grocery players to connect directly with product brands, such as partnerships that are now being intensified by players. This will have an impact on the supply chain, thereby making prices more affordable.

Not always have a clear path

Made a succession of HappyFresh and RedMart Singapore to Lazada become the highlight of the end of 2016, also to show the tight competition of the online grocery business in Southeast Asia. In the next years, some last but many also fell. Last year, Honestbee has a serious financial issue and shut down business in some countries, including Indonesia. Then, rumor has it with Grab and Gojek business exploration, but it didn’t go as planned.

Honestbee's founders, Singapore's online grocery startup failed to gain business growth
Honestbee’s founders, Singapore’s online grocery startup failed to gain business growth

Launched in 2015, Honestbee has launched an aggressive growth strategy. Successful in their home country, Singapore, they soon expanded to seven neighboring countries including Hong Kong, Taiwan, Thailand, Indonesia, the Philippines and Japan. The business system, they employ freelancers or so-called “Bees” to help spend orders and send to users – a concept that is now increasingly familiar with Indonesian consumers.

In addition, Honestbee has briefly presented the concept of food delivery in Singapore. However, boosted growth has a direct impact on their finances. In the end of 2018 the company reportedly began to run out of capital, they began to dismiss employees and stop several business units, including R&D centers in India and Vietnam. Indeed, the loss that reaches millions of US dollars has succeeded with a large number of user acquisition, but the traction is not as good as expected.

The thing is, not every market share ready with these services. It was still in 2017 back then. Users in Indonesia were only familiar with e-commerce services, seeing many surveys that the average product purchased online was a gadget or fashion product. Unreliable logistics are a major problem for the delivery of fresh food. Furthermore, the services offered by Honestbee is not on-demand.

Pandemic support popularity

HappyFresh and SayurBox finally developed for a local touch. They see the fundamental problems above, such as logistics, become priorities to be resolved first. The service also operates in large urban areas that are subject to traffic congestion, but it still seeks fast delivery to home – users can view estimated delivery times and track current status.

HappyFresh CEO Guillem Segarra once said, instead of considering points on the map, their expansion strategy was always based on a market-driven approach. They choose not to rush and only come to markets that really need the solutions offered. Segarra claims to have benefited in the market where its services currently operate.

In 2020, the grocery online business might obtain a surge of high users. The Covid-19 pandemic made people start using the service, because there was an appeal not to travel outside the home. Sure enough, there are currently a lot of product stocks on empty platforms. The shipping queues have also piled up – they cannot be shipped the same day. The important point is that there is a growing awareness among Indonesian consumers.

However, e-commerce also began speeding the grocery category, such as Lazada’s strategy after the acquisition of RedMart. Local companies have begun to show the same signs. For example, Blibli with the Blibli Mart, presenting the O2O concept of product daily necessity. The same thing was done by JD.id.

Online grocery will have a bright future, in the midst of increasingly digital habits, as well as consolidated retail and platform. This is in terms of the currently visited market, as in Jabodetabek. Beyond that, there are still many left to do to be validated because basically what startups offer in this vertical is to change the culture of the community, especially among housewives.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menakar Masa Depan Startup “Online Grocery” di Indonesia

Layanan online grocery memungkinkan pengguna memesan kebutuhan sehari-hari, seperti sayuran dan bahan makanan lainnya, lewat aplikasi. Bentuknya on-demand, pesanan diantar langsung ke rumah masing-masing dalam kerangka waktu yang ditentukan, biasanya juga untuk menjaga kesegaran. Tak ayal pengembang platform tersebut juga punya kurir pengantarannya sendiri.

Di Indonesia, penetrasinya masih di seputar kota besar seperti Jabodetabek. Meski demikian, potensinya dinilai masih besar. The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia menyebutkan bahwa nilai pasar online grocery akan bertumbuh 198% dari US$99 miliar di 2019 jadi US$295 miliar di 2023. Asia Tenggara diproyeksikan akan mendapati pertumbuhan tercepat, kendati secara nilai belum sebesar di Jepang, Korsel dan Tiongkok. Pasar di India dan Indonesia juga akan semakin penting bagi pebisnis karena skalanya.

Perjalanan online grocery di Indonesia

Konsep online grocery sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2013-an. Waktu itu ada beberapa pemain yang hadir ke pasaran, salah satu yang masih bertahan sampai sekarang SeroyaMart. Sementara lainnya seperti Sukamart memilih tidak melanjutkan bisnis. Di tahun berikutnya mulai bermunculan pemain lain, termasuk pendatang dari regional Honestbee walau cuma bertahan 1,5 tahun di Indonesia.

HappyFresh, SayurBox, KeSupermarket, Hypermart, GoMart, sampai yang terbaru GrabFresh kini melayani masyarakat. Masing-masing juga punya dukungan bisnis yang kuat.

Pertama HappyFresh, hadir di Indonesia sejak tahun 2015, kini mereka sudah menjangkau 11 kota besar di 3 negara, termasuk Malaysia dan Thailand. Mereka melayani pengguna di Jadetabek, Bandung, Surabaya, dan Malang. Sinar Mas Digital Venture, vertex Ventures, Grab Ventures, LINE Ventures adalah beberapa dari nama pemodal ventura yang kini sudah membawa HappyFresh jadi centaur, bervaluasi di atas US$100 juta.

Mitra HappyFresh akan membantu membelanjakan kebutuhan pengguna di supermarket dan toko yang telah menjadi mitra, beberapa di antaranya Transmart, Giant, Lotte Mart, dan Super Indo. Selain itu, kini juga sudah ada HappyCorporate untuk melayani kebutuhan grocery di perkantoran. Kerja sama strategis yang cukup signifikan kemudian dibangun bersama Grab, menghasilkan layanan GrabFresh. Bersaing langsung dengan GoMart milik Gojek yang menyajikan layanan serupa.

Mitra HappyFresh membelanjakan pesanan konsumen ke ritel mitra / HappyFresh
Mitra HappyFresh membelanjakan pesanan konsumen ke ritel mitra / HappyFresh

SayurBox juga jadi startup online grocery yang berhasil sandang status centaur, melalui pendanaan yang diberikan oleh Insignia Venture, Patamar Capital, East Ventures dan Tokopedia. Pendekatannya beda, mereka terhubung langsung dengan petani atau mitra penjual untuk mendistribusikan dagangannya lewat aplikasi. Selain memberikan produk segar, mereka miliki misi untuk memutus rantai pasokan sehingga memberikan penghasilan lebih baik kepada petani. Saat ini SayurBox baru beroperasi di Jabodetabek.

Tokopedia tentu juga punya agenda dengan keterlibatannya pada investasi tersebut. Disampaikan dalam kesempatan terpisah oleh CEO William Tanuwijaya, aksi korporasi dilakukan demi muluskan rencana perusahaan realisasikan visi menjadi “Infrastructure as a Services” di bidang perniagaan. Dampak yang diharapkan dari SayurBox, selain melengkapi kategori produk –saat ini sudah ada kanal tersendiri di laman Tokopedia—juga memberikan perluasan fitur di sisi on-demand dan agtech. Sebagai informasi, Tokopedia juga berinvestasi ke startup vertikal lain yang masih berhubungan dengan ritel.

Konsolidasi dengan ritel

Sebagai upaya transformatif, peritel Ranch Market dan Farmers Market tahun 2016 lalu akhirnya masuk juga ke ranah digital menggandeng Kresna Graha Investama. Mereka menghadirkan platform online grocery bernama KeSupermarket. Skema online-to-offline melalui fitur “Collect in Store” turut dihadirkan, memungkinkan pengguna mengambil item yang dibeli online di toko offline, kendati tetap menyediakan layanan logistik.

Demikian juga yang dilakukan peritel lain seperti Hypermart, mereka sajikan layanan digital dalam situs web dan aplikasi ponsel untuk mudahkan pengguna dapatkan produk mereka. Skema O2O juga diterapkan, untuk memberikan pilihan agar pengguna dapat mengambil sendiri belanjaannya di toko. Giant, Hero, Transmart, Lotte Mart juga akhirnya lakukan pendekatan serupa dengan kembangkan kanal digital.

Kendati peritel tersebut punya aplikasinya sendiri-sendiri, tidak serta-merta mendapatkan minat yang tinggi dari pengguna. Misalnya jika melihat statistik unduhan di Google Play, aplikasi dari startup online grocery mendapatkan unduhan yang lebih tinggi. Sementara, yang dilakukan pemain seperti HappyFresh sebenarnya juga menghubungkan konsumen dengan produk-produk di ritel seperti LotteMart.

Aplikasi (Android) Total Unduhan
LotteMart Indonesia 10.000+
Hypermart Online 100.000+
SayurBox 500.000+
HappyFresh 1.000.000+

Tentu banyak variabel yang membedakan, salah satu yang dapat dianalisis adalah mengenai fokus bisnis masing-masing. Startup online grocery mencoba mengkonsolidasikan katalog berbagai peritel agar mudah diakses di satu kanal. Manfaatnya, pengguna bisa mendapatkan varian yang lebih lengkap dengan berselancar di satu tempat. Fokusnya mengakomodasi proses pemesanan tanpa harus memikirkan rantai pasokan produk secara langsung membuat mereka juga bisa lebih fokus mengelola sistem logistik.

Terlebih layanan grocery yang dikembangkan (atau bekerja sama dengan) penyedia ride-hailing. Mereka telah memiliki fondasi yang kuat di sistem distribusi, manfaatkan mitra pengemudi yang tersedia di berbagai penjuru lokasi. Poin ini yang membuat Gojek masih yakin dengan GoMart, di tengah efisiensi bisnis melalui pengurangan fitur yang sempat dilakukan – banyak layanan GoLife yang dihentikan, menyisakan hanya GoClean dan GoMassage.

Sistem yang lebih terbuka juga memungkinkan pemain online grocery terhubung langsung dengan brand produk, seperti kemitraan yang kini digencarkan oleh para pemain. Ini akan berdampak pada rantai pasokan, sehingga membuat harga lebih terjangkau.

Tidak selalu mulus

Suksesi CEO HappyFresh dan penjualan RedMart Singapura ke Lazada menjadi sorotan di akhir tahun 2016, sekaligus menunjukkan kerasnya persaingan bisnis online grocery di kawasan Asia Tenggara kala itu. Di tahun-tahun selanjutnya ada yang masih bertahan, namun ada juga yang tumbang. Tahun lalu Honsetbee mengalami isu keuangan yang serius, lantas menghentikan operasionalnya di banyak negara, termasuk Indonesia. Kala itu sempat santer terdengar kabar penjajakan penjualan bisnis ke Grab dan Gojek, namun tidak berbuah manis.

Para pendiri Honestbee, startup online grocery Singapura yang gagal capai pertumbuuhan bisnis / Strait Times
Para pendiri Honestbee, startup online grocery Singapura yang gagal capai pertumbuuhan bisnis / Strait Times

Diluncurkan sejak tahun 2015, Honestbee canangkan strategi pertumbuhan yang cukup agresif. Sukses di negara asalnya, Singapura, mereka segera lakukan ekspansi ke tujuh negara tetangka termasuk Hong Kong, Taiwan, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Jepang. Sistem bisnisnya, mereka memperkerjakan freelancer atau yang disebut dengan “Bees” untuk membantu membelanjakan pesanan dan mengirimkan kepada pengguna — konsep yang saat ini makin akrab dengan konsumen Indonesia.

Tidak berhenti di sana, Honestbee juga sempat menghadirkan konsep food delivery di Singapura. Namun pertumbuhan yang terus digenjot berdampak langsung pada keuangan mereka. Dalam mulai akhir 2018 perusahaan dikabarkan mulai kehabisan modal, mereka pun mulai melakukan pemecatan karyawan dan menghentikan beberapa unit bisnis, termasuk pusat R&D di India dan Vietnam. Memang, kerugian yang mencapai jutaan dolar AS berimplikasi pada perolehan jumlah pengguna yang banyak, tapi sayangnya tidak menghasilkan traksi seperti yang diharapkan.

Hal yang kurang dipertimbangkan, tidak semua pangsa pasar siap dengan layanan tersebut. Waktu itu masih di tahun 2017. Pengguna di Indonesia baru akrab dengan layanan e-commerce, melihat banyak survei rata-rata produk yang dibeli secara online adalah gadget atau produk fesyen. Logistik yang belum reliable jadi masalah utama untuk pengiriman bahan makanan segar. Maka layanan yang ditawarkan Honestbee pun akhirnya kurang diminati.

Pandemi dongkrak popularitas

Sentuhan lokal akhirnya coba digarap oleh HappyFresh dan SayurBox. Mereka melihat masalah mendasar di atas, seperti logistik, menjadi prioritas untuk diselesaikan sejak dini. Layanan juga beroperasi di wilayah perkotaan besar yang syarat dengan kemacetan, namun pihaknya tetap mengupayakan pengiriman cepat ke rumah – pengguna bisa melihat estimasi waktu pengiriman dan melacak status terkini.

CEO HappyFresh Guillem Segarra pernah menyampaikan, alih-alih mempertimbangkan titik di peta, strategi ekspansi mereka selalu didasarkan pada pendekatan market-driven. Mereka memilih tidak terburu-buru dan hanya mendatangi pasar yang benar-benar butuh solusi yang ditawarkan. Segarra mengklaim telah mendapatkan keuntungan di pasar tempat layanannya beroperasi saat ini.

Tahun 2020 tampaknya bisnis online grocery akan mendapati lonjakan pengguna tinggi. Pandemi Covid-19 membuat orang-orang mulai manfaatkan layanan tersebut, karena ada imbauan untuk tidak bepergian ke luar rumah. Benar saja, saat ini banyak stok produk di platform yang kosong. Antrean pengiriman pun juga sudah menumpuk – sampai tidak bisa dikirimkan ke hari yang sama. Poin pentingnya, ada awareness yang makin terbangun di kalangan konsumen Indonesia.

Tapi tidak bisa lengah, pasalnya e-commerce juga mulai kebut kategori grocery, seperti strategi Lazada pasca akuisisi RedMart. Perusahaan lokal pun sudah mulai perlihatkan gelagat yang sama. Misalnya yang dilakukan Blibli dengan menghadirkan Blibli Mart, hadirkan konsep O2O jajakan produk kebutuhan sehari-hari. Hal serupa juga dilakukan oleh JD.id.

Online grocery akan memiliki masa depan yang cerah, di tengah kebiasaan masyarakat yang semakin digital, serta konsolidasi ritel dan platform yang semakin baik. Ini dalam konteks di pasar yang saat ini sudah disinggahi, yakni Jabodetabek. Di luar itu, masih banyak PR yang harus divalidasi karena pada dasarnya yang ditawarkan startup di vertikal ini adalah mengubah kultur masyarakat, khususnya di kalangan ibu rumah tangga.

Kembangkan “Infrastructure as a Service”, Tokopedia Dikabarkan Berinvestasi ke Tiga Startup

Dalam wawancara dengan Reuters, Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyebutkan pihaknya tengah dalam proses investasi terhadap dua startup logistik dan satu startup agritech. Untuk startup pertanian tersebut, SayurBox menjadi kandidat terkuat. Sebelumnya, sumber kami mengatakan keterlibatan Tokopedia dalam putaran investasi ke startup tersebut.

Sementara keterlibatannya dengan startup logistik, khususnya smart logistics, sangat berkaitan dengan visi Infrastructure as a Service (IaaS) yang menjadi fokus Tokopedia saat ini.

William yang kami coba hubungi belum memberikan informasi lebih detail terkait hal ini, termasuk nama-nama startup-nya. Sebelumnya Tokopedia baru saja menyelesaikan akuisisi terhadap platform layanan terkait pernikahan Bridestory.

Bangun IaaS di ekosistem e-commerce

“Lebih dari 1% ekonomi Indonesia sudah terjadi di Tokopedia. Kami ingin membuatnya jadi 5%,” ujar William.

IaaS yang dimaksud merupakan layanan infrastruktur terpadu berupa teknologi logistik, fulfillment, pembayaran, dan layanan keuangan untuk menjembatani transaksi e-commerce. Inisiatif ini diserukan pasca perolehan putaran pendanaan $1,1 miliar yang dipimpin SoftBank Vision Fund dan Alibaba Group.

Untuk merealisasikan misi tersebut, tentu banyak hal yang harus dikerjakan Tokopedia. Mulai dari pengembangan platform, model bisnis, sampai melakukan serangkaian integrasi. Berbagai strategi dilakukan, baik berupa inisiatif internal maupun yang berbentuk kerja sama eksternal.

William mengatakan, perusahaan juga akan mengoptimalkan sistem berbasis kecerdasan buatan untuk mendukung IaaS tersebut. Salah satunya untuk memprediksi perilaku pembeli, sebagai upaya mempercepat dan memangkas biaya pengiriman. Model ini penting diterapkan, pasalnya sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki tantangan tersendiri untuk bisnis logistik.

Ia juga menegaskan, bahwa saat ini Tokopedia akan terus fokus pada pertumbuhan pengguna dan bisnis. Tak mengherankan jika sampai saat ini perusahaan masih terus menggenjot penambahan nilai investasi, termasuk dari Softbank pasca pertemuan dengan Presiden Joko Widodo kemarin.

Application Information Will Show Up Here

Sumber: Tokopedia Memang Terlibat Pendanaan untuk Sayurbox

Mulai berseliweran di media dalam tiga bulan terakhir, kami mendapat konfirmasi dari sumber terpercaya bahwa Tokopedia memang terlibat dalam pendanaan untuk layanan e-commerce produk segar Sayurbox. Kabar ini meningkatkan peta persaingan para unicorn untuk mendominasi pasar. Sebelumnya Tokopedia telah mengonfirmasi akuisisi terhadap Bridestory.

Sayurbox adalah startup agritech yang fokus pada pemberdayaan petani lokal, menjualnya hasil taninya di dalam platform, dan mengantarnya ke lokasi pengiriman. Startup ini mendapat pendanaan tahap awal dari Patamar Capital pada awal 2018.

Saat ini Sayurbox bergabung sebagai peserta dalam program Grab Ventures Velocity angkatan kedua.

Kompetitor terdekatnya, Limakilo, telah diakuisisi Warung Pintar dengan nilai tidak disebutkan pada awal tahun ini. Lewat akuisisi tersebut, mitra Warung Pintar dapat memperluas pasokan produk dengan harga terbaik dari petani Limakilo. Produk yang mereka jual akan semakin bervariasi.

Bermain di segmen grocery memiliki tantangan yang cukup besar, karena menuntut perlakuan barang secara khusus saat pengiriman dan penyimpanan untuk memastikan barang masih segar ketika sampai ke konsumen.

Pasar online grocery sendiri semakin ketat, dengan layanan seperti JD.id dan Blibli menggandeng sejumlah mitra demi fokus ke bisnis ini, sementara HappyFresh bermitra dengan Grab untuk kemudahan logistik.

Sebelumnya William menyebut transaksi bulanan di Tokopedia sudah menembus angka $1 miliar per bulan, bahkan di momen Ramadan bulan Mei lalu mencapai $1,3 miliar. Tahun ini salah satu fokus Tokopedia adalah mengembangkan layanan Infrastructure-as-a-Service untuk mendukung target pertumbuhan ini.

“Kami selalu menargetkan pertumbuhan transaksi minimal dua kali lipat dibandingkan sebelumnya,” terangnya.


Amir Karimuddin berkontribusi untuk penulisan artikel ini