Terima Pendanaan 79 Miliar Rupiah, wagely Berambisi Jangkau 250 Ribu Karyawan Terima Akses Gaji Lebih Awal

Jumlah populasi underbanked di Indonesia merupakan terbesar se-Asia Tenggara. Jutaan pekerja berpenghasilan rendah dan menengah berjuang untuk menutupi pengeluaran tak terduga setiap bulanan, mengakibatkan tekanan keuangan yang signifikan terhadap pendapatan mereka.

Isu tersebut ingin ditangani oleh Tobias Fischer, Sasanadi Ruka, dan Kevin Hausburg dengan mendirikan wagely pada Maret 2020 di Jakarta. Latar belakang ketiganya dari industri digital membulatkan visi dan misi wagely yang ingin memberikan kesejahteraan finansial kepada karyawan dengan memberikan akses gaji lebih awal untuk membayar kebutuhan.

Fischer pernah bekerja di Grab Financial Group, Capital Match, ADB, dan Rocket Internet. Sementara, Ruka sebelumnya bekerja di Tokopedia, Jenius, AWS, dan HappyFresh. Sedangkan Hausburg memiliki pengalaman kuat di digital marketing untuk banyak perusahaan global.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Fisher menerangkan wagely membantu bisnis meningkatkan produktivitas, keterlibatan, dan loyalitas tenaga kerja mereka dengan menawarkan karyawan platform manfaat keuangan yang inovatif untuk mengakses upah yang sudah diperoleh dan pendidikan keuangan.

Karyawan dapat menarik hingga 50% dari upah yang masih harus dibayar perusahaan secara instan dan sesuai permintaan ke rekening bank gaji mereka. Dana tersebut dipakai untuk membantu mereka membayar pengeluaran tak terduga dan keadaan darurat. wagely memberikan biaya tetap yang terjangkau per penarikan tanpa biaya tersembunyi maupun bunga. Makanya, Fisher menilai wagely sesuai dengan konsep syariah.

“wagely memiliki pendekatan yang unik karena tidak memberikan pinjaman kepada karyawan tetapi hanya akses ke gaji yang telah bekerja. Oleh karena itu, wagely tidak memerlukan penjaminan emisi apa pun dan terbuka untuk semua karyawan dalam suatu perusahaan,” ucapnya.

Disebutkan saat ini wagely telah bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan, mayoritas mereka adalah perusahaan global dan nasional. Nama-namanya adalah British American Tobacco, Ranch Market, Mustika Ratu, dan lainnya. Sebanyak puluhan ribu karyawan dari seluruh mitra ini telah terlayani dengan akses gaji lebih awal.

Mockup aplikasi wagely / wagely
Mockup aplikasi wagely / wagely

Peroleh pendanaan tahap awal

Pada saat yang bersamaan, setahun setelah beroperasi, wagely resmi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $5,6 juta (lebih dari 79 miliar Rupiah) yang dipimpin Integra Partners (sebelumnya dikenal sebagai Dymon Asia Ventures). Terdapat sejumlah investor yang turut berpartisipasi dalam putaran ini, yakni Asian Development Bank (ADB) Ventures, PT Triputra Trihill Capital, 1982 Ventures, Willy Suwandi Dharma (eks Presdir Asuransi Adira Dinamika), dan lainnya.

Fisher sebagai CEO dari wagely menyampaikan dana segar ini akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi adopsi platform wagely kepada lebih banyak karyawan. Ditargetkan dapat menarik lebih dari 250 ribu karyawan sebagai pengguna sepanjang tahun ini. Menurutnya, memberikan solusi yang sehat dan terjangkau untuk masalah arus kas darurat hanyalah langkah awal menuju pembangunan kesehatan keuangan jangka panjang.

“Memastikan kesejahteraan finansial jangka panjang berarti membangun platform holistik yang menawarkan akses pekerja ke layanan yang terjangkau, mendorong tanggung jawab finansial, dan menyediakan jalan menuju stabilitas dan inklusi keuangan, dengan akses upah yang diperoleh sebagai inti dan fitur terintegrasi yang mulus. Kami berkomitmen untuk membangun ekosistem lengkap yang membangun dan melindungi keberlanjutan finansial masa depan karyawan di Asia Tenggara.”

Dalam keterangan resmi, Partner Integra Partners Christiaan Kaptein mengatakan, “Investasi dan partisipasi dari beberapa konglomerat keluarga Indonesia menggarisbawahi peran kepemimpinan wagely di bidang kesehatan keuangan dan kemampuannya untuk membangun bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan memanfaatkan peluang pasar jasa keuangan yang luas di Asia Tenggara,” ucap dia.

Senior Fund Manager ADB Ventures Daniel Hersson menambahkan, “Investasi ini menegaskan keyakinan kami bahwa wagely memiliki apa yang diperlukan untuk mengarusutamakan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. wagely menawarkan pekerja apa yang tidak mereka miliki sebelumnya: alat keuangan yang adil dan dapat diakses untuk membantu mereka mengelola kontinjensi dan keadaan darurat yang tak terhindarkan, termasuk yang disebabkan oleh perubahan iklim.”

Kehadiran platform Earned Wage Access (EWA) seperti wagely di Indonesia sudah ada GajiGesa mulai menarik banyak perhatian investor karena potensi yang ditawarkan. Solusi EWA memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mengurangi turnover, meningkatkan produktivitas karyawan, dan meningkatkan tabungan bisnis.

Di Amerika Serikat, ada Dailypay yang memperoleh pendanaan yang memboyong mereka ke status unicorn. Softbank juga sudah memiliki portofolio startup bernama Payactiv, Jeff Bezon dan Bill Gates (Wagestream dan Minu), dan Peter Thiel (Even).

Application Information Will Show Up Here

Platform Podcast Inspigo Dapat Investasi dari Telkomsel Mitra Inovasi

Platform podcast Inspigo dikabarkan mendapat investasi tahap awal dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Dari sumber yang kami peroleh, ini merupakan bagian dari putaran pendanaan awal. Unit CVC yang dinakhodai Andi Kristianto tersebut masuk lewat Signific Digital Asia Pte Ltd.

Pada April 2021, sebagaimana diberitakan Bisnis.com, perusahaan berbasis di Singapura, Signific Digital Asia Pte Ltd mencaplok saham Inspigo. Namun, Inspigo tidak menyebutkan besaran nilai yang dibayarkan Signific Digital Asia atas pengalihan saham tersebut.

DailySocial telah mengonfirmasi hal ini ke Founder Inspigo dan perwakilan TMI, namun berita ini diterbitkan belum ada pernyataan resmi dari keduanya. Kendati demikian, Inspigo justru sudah muncul di jajaran portofolio TMI pada website resminya.

Inspigo atau “Inspiration on the Go” merupakan platform podcast on-demand yang didirikan oleh Tyo Guritno, Yoris Sebastian, dan Eva Ditasari. Platform ini menghadirkan konten podcast dengan ragam topik dan speaker, mulai dari kesehatan, keuangan, musik, hingga gaya hidup. Konten-konten ini dapat dinikmati secara gratis maupun berbayar.

Perkembangan konten podcast Indonesia

Diberitakan juga baru-baru ini, TMI dikabarkan terlibat dalam pendanaan awal team esports lokal EVOS Esports. Masuknya TMI ke vertikal bisnis baru, yakni esports dan podcast, memperkuat anggapan bahwa Telkomsel tengah memperluas cakupan portofolionya.

Sejak awal berdiri di 2019, TMI telah memfokuskan investasinya pada vertikal big data, IoT, dan hiburan (musik, game, dan video). Investasi ini diharapkan dapat meningkatkan ekosistem bisnis digital, terutama yang dapat disinergikan ke bisnis utamanya di telekomunikasi.

Di sisi lain, industri konten berbasis suara memang tengah berkembang pesat di Indonesia. Karena hanya berbasis suara, ini menjadi salah satu faktor podcast mudah diterima di berbagai lanskap media di dunia. Terlebih, masa pandemi Covid-19 mendorong peningkatan konsumsi konten podcast di sejumlah platform digital, misalnya Spotify dan Google Podcast.

Podcast User Research in Indonesia di 2018 menyebutkan Spotify (52,02%) sebagai platform terpopuler untuk mendengarkan konten podcast. Namun, rupanya ada Inspigo yang masuk sebagai satu-satunya pemain lokal di jajaran 10 besar. Ini menandakan awareness terhadap platform podcast lokal sudah mulai terbangun.

Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial
Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial

Di 2020, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara menurut data Spotify. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Application Information Will Show Up Here

Edtech B2B Startup ProSpark Announces Seed Funding Led by AC Ventures

ProSpark, a learning management system (LMS) platform for the B2B segment, today (5/7) announced to secure follow-on funding for its seed round. Led by AC Ventures, participated also other investors, including 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, and several angel investors.  Some investors were involved in their pre-seed last April 2020. The value is undisclosed.

ProSpark’s LMS service combines distributed content marketplace features with a gamification system that encourages user engagement in an organization. Through this platform companies can train and improve the workforce’s skills online. This funding is also considered in the right momentum, changes in behavior due to the pandemic are driving growth and demand for edtech services for businesses.

Specifically, fresh funds will be used to expand markets and improve technology infrastructure. Currently, ProSpark is struggling to immediately initiate regional expansion in Southeast Asia. Based in Singapore, ProSpark services are available to Indonesian users; and now it started to penetrate the Philippines market.

“Companies are constantly trying to find their best approach amidst the pandemic. Now that e-learning is growing, offline learning is becoming relatively more expensive, inefficient and less scalable. The ProSpark service comes with personalized and scalable solutions, through adaptive learning with results that can be monitored,” ProSpark’s Co-Founder & CEO, Alfa Bumhira said.

He continued, “This funding will help us expand our end-to-end user experience by providing a wider range of content solutions, better competency on gap mapping capabilities, and a focus on user learning outcomes [..] This is the right product, at the right time, in the right area.”

The corporate education sector is now developing as the rise of self-development activities trend  through the application. Actually, the B2B edtech service has been implemented by several other players in Indonesia. From HarukaEDU with its product CorporateEdu, then the SaaS Mekari platform which also released Mekari University last year, also Codemi that has received capital support from a venture unit of Bukalapak’s former founder. Each platform has offered a different approach.

“The offline workforce is at risk of falling behind in the new digital economy and this problem has been accelerated by the global pandemic. Training the workforce with the skills they need to survive and thrive is urgently needed [..] We believe ProSpark e-learning solutions can thrive across the Southeast Asian region and tackle these skills upgrading problems in various sectors,” 500 Startups’ General Partner, Binh Tran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech B2B ProSpark Umumkan Pendanaan Awal, Dipimpin AC Ventures

ProSpark, startup pengembang platform learning management system (LMS) untuk segmen B2B, hari ini (07/5) mengumumkan telah mendapatkan investasi lanjutan untuk putaran pendanaan awal mereka. Dipimpin AC Ventures, beberapa investor lain yang terlibat meliputi 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, dan beberapa angel investor. Beberapa di antaranya merupakan investor yang terlibat dalam pre-seed mereka April 2020 lalu. Tidak disebutkan nominal nilai yang didapat.

Layanan LMS ProSpark memadukan antara fitur marketplace konten terdistribusi dengan sistem gamifikasi yang mendorong keterlibatan pengguna di sebuah organisasi. Lewat platform tersebut perusahaan bisa melatih dan meningkatkan keterampilan para tenaga kerjanya secara daring. Pendanaan ini juga dinilai hadir pada momentum yang tepat, perubahan perilaku akibat pandemi mendorong pertumbuhan dan permintaan akan layanan edtech untuk bisnis.

Secara spesifik dana segar juga akan digunakan untuk memperluas pasar dan meningkatkan infrastruktur teknologi. Saat ini ProSpark tengah berjuang untuk segera memulai rencana ekspansi regional di Asia Tenggara. Berbasis di Singapura, layanan ProSpark dijajakan untuk pengguna di Indonesia; dan sekarang sudah mulai meluas ke Filipina.

“Para perusahaan terus mencoba menemukan pendekatan terbaik mereka di tengah pandemi. Sekarang setelah e-learning berkembang, pembelajaran offline menjadi relatif lebih mahal, tidak efisien dan kurang skalabel. Layanan ProSpark hadir dengan solusi yang dipersonalisasi dan terukur, melalui pembelajaran adaptif dengan hasil yang dapat dipantau,” ujar Co-Founder & CEO ProSpark Alfa Bumhira.

Ia melanjutkan, “Pendanaan ini akan membantu kami memperluas pengalaman pengguna secara end-to-end dengan menyediakan solusi konten yang lebih luas, kemampuan pemetaan kesenjangan kompetensi yang lebih baik, dan fokus pada hasil pembelajaran pengguna [..] Ini adalah produk yang tepat, di waktu yang tepat, di wilayah yang tepat.”

Sektor pendidikan untuk korporat kini berkembang mengikuti tren kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan fleksibel melalui aplikasi. Sebenarnya layanan edtech B2B sendiri sudah coba digarap beberapa pemain lain di Indonesia. Dimulai dari HarukaEDU dengan produknya CorporateEdu, kemudian juga platform SaaS Mekari yang juga merilis Mekari University di tahun lalu, ada juga Codemi yang telah mendapatkan dukungan permodalan dari unit ventura besutan mantan founder Bukalapak. Masing-masing tentu memiliki pendekatan yang berbeda.

“Tenaga kerja offline berisiko tertinggal dalam ekonomi digital baru dan masalah ini telah dipercepat oleh pandemi global. Melatih tenaga kerja dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan dan berkembang sangat diperlukan [..] Kami yakin solusi e-learning ProSpark dapat berkembang di seluruh kawasan Asia Tenggara dan mengatasi masalah peningkatan keterampilan ini di berbagai sektor,” ujar General Partner 500 Startups Binh Tran.

Application Information Will Show Up Here

Platform “Aido Health” Tawarkan Telekonsultasi Medis Melalui Panggilan Video

Di tengah berbagai keterbatasan akses kesehatan yang disebabkan pandemi, layanan telemedis di Indonesia kini semakin berkembang karena dapat memberikan alternatif layanan kesehatan. Salah satu yang sedang mengembangkan solusi di bidang ini adalah “Aido Health”. Platform ini menyediakan telekonsultasi medis melalui panggilan video langsung dan perawatan kesehatan di dalam rumah, serta asistensi untuk membantu pasien mengelola kesehatan.

Aido didirikan pada tahun 2019, melihat kendala pada akses pelayanan kesehatan – jarak, ketersediaan spesialis, serta waktu tunggu yang sangat lama. Hal ini kerap menjadi alasan atas pelayanan yang tidak efektif sehingga mengurangi rasio kunjungan lanjutan, terutama untuk lebih dari 60 juta orang dengan penyakit kronis dan 21 juta lansia yang memiliki kebutuhan perawatan kesehatan yang lebih kompleks.

Co-Founder & VP Operations and Partnerships Aido Jyoti Nagrani mengungkapkan, “Menurut saya, ekosistem teknologi kesehatan secara keseluruhan di Indonesia masih sangat baru. Fokus kami adalah pada perawatan khusus jangka panjang dan  kesinambungan perawatan daripada penyakit/masalah episodik atau primer.”

Platform ini berfungsi sebagai ekstensi digital yang dapat menyesuaikan penawaran layanan perawatan kesehatan di luar tembok faskes dan di rumah pasien untuk memastikan kesinambungan perawatan yang berpusat pada pasien. Selain itu, sudah ada beberapa pemain yang juga mengembangkan solusi ini, seperti Alodokter dan Halodoc.

Hingga saat ini, aplikasi Aido telah mencapai angka 60 ribu unduhan dengan sekitar 5 ribu pengguna aktif per bulan (MAU). Perusahaan juga telah membangun jaringan dengan 60 penyedia layanan kesehatan di 30+ kota di antaranya bersama Bunda Group, Siloam Hospitals Group, dan Bethsaida Hospitals. Terdapat lebih dari  1100 spesialis di 30 bidang dan kemitraan dengan perusahaan asuransi swasta untuk memfasilitasi telekonsultasi tanpa uang tunai.

Program akselerasi Google

Beberapa waktu lalu, Aido menjadi salah satu dari sepuluh startup asal Indonesia yang terpilih untuk mengikuti program akselerator yang diselenggarakan oleh Google. Melalui program ini, selama empat minggu, para pendiri startup akan mendapatkan bimbingan dan dukungan proyek teknis, serta pembahasan mendalam dan workshop yang berfokus pada desain produk, akuisisi pelanggan, dan pengembangan kepemimpinan.

Mulai dari startup teknologi di bidang kesehatan, pendidikan, hingga berbagai platform online yang membantu mendorong kebiasaan daur ulang, atau mendorong pertumbuhan komunitas nelayan kecil serta UKM di bidang pertanian, kedelapan peserta terpilih menunjukkan keragaman komunitas startup di Indonesia serta cara kreatif mereka menggunakan teknologi untuk membantu menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi lokal.

Terkait akselerator program, Jyoti mengatakan bahwa ini menjadi kesempatan luar biasa untuk belajar, berkembang dan membangun jaringan – sekaligus menjajal startup/bisnis. Meskipun bukan sebuah jaminan kesuksesan, jaringan para founder akan sangat berharga dan meningkatkan kredibilitas.

Google terkenal dengan kualitas programnya dan dukungan yang diberikannya kepada perusahaan dan tim pendiri. Timnya berharap dapat mengumpulkan pengetahuan dan keterampilan serta belajar dari pengalaman Google yang luas untuk memanfaatkan praktik terbaik dan mengembangkan perusahaan dengan cara yang lebih diperhitungkan dan strategis.

“Kami juga sangat tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang alat Google, termasuk Google Cloud dan perangkat pemasaran untuk membantu meningkatkan kesadaran dan memberikan pendidikan kepada komunitas tentang ketersediaan dan manfaat layanan kesehatan digital kami. Selain itu, panduan dalam menjelajahi pembelajaran mesin dan AI dalam solusi kami,” tambah Jyoti.

Target di tahun ini

Berbagai layanan yang disediakan aplikasi Aido

Di laman LinkedIn-nya, perusahaan disebut telah mengantongi pre-seed senilai $300 ribu yang berasal dari sebuah grup Rumah Sakit besar di Indonesia. Dukungan ini disebut sangat membantu dalam hal pengembangan produk – dalam membangun, menguji kasus penggunaan – serta validasi hipotesis, memanfaatkan basis pelanggan mereka. Pihaknya juga menyampaikan rencana penggalangan dana di Q3/Q4 tahun ini yang akan digunakan untuk memperluas ekosistem penyedia serta meningkatkan product awareness.

Pandemi telah mempercepat adopsi layanan perawatan kesehatan digital. Pemerintah juga menunjukkan komitmen untuk mendukung solusi ini dengan cepat merilis Surat Edaran untuk memfasilitasi telekonsultasi antara dokter dan pasien dan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan perawatan kesehatan digital.

Jyoti menambahkan, “Hal ini turut menyoroti sistem perawatan kesehatan Indonesia yang tidak efisien. Pada dasarnya, menantang anggapan bahwa pasien selalu perlu dilihat secara fisik untuk perawatan. Saya rasa, layanan online/digital akan tetap ada dan perawatan kesehatan terus berkembang tidak hanya sekedar rumah sakit. Namun, dalam arti tidak hanya online – layanan offline dan online terintegrasi untuk memberikan perawatan yang lebih berpusat pada pasien.”

Meningkatnya jumlah pengguna internet dan harapan mereka untuk pengalaman yang lebih baik dalam perawatan kesehatan (dibandingkan dengan industri lain) akan semakin mendukung percepatan. Masyarakat akan lebih berdaya terhadap kesehatannya sendiri.

“Dalam jangka panjang, pandemi akan membantu pergeseran pola pikir dari kuratif ke preventif promotif. Orang-orang sekarang lebih diberdayakan tentang kesehatan mereka sendiri dan mereka akan mengharapkan cara yang lebih mudah dan nyaman dalam mengakses perawatan dari lokasi mana pun,” tutup Jyoti

Application Information Will Show Up Here

Gayo Capital Announces Two New Portfolios, Alatté Beauty and PasarMIKRO

The venture company under Ideosource, Gayo Capital, officially announced seed funding for two of its newest portfolios, Alatté Beauty and PasarMIKRO. Gayo Capital is reluctant to mention the exact investment value the two have received. However, Alatté Beauty is said to have secured around $100- $500 thousand, while PasarMIKRO around $500 thousand – $1 million.

Gayo Capital’s Co-founder & Managing Partner, Ishara Yusdian said the two portfolios are in line with the company’s vision to provide “impact investment”. He also prepared a business roadmap to encourage future business growth for both of them.

“We are impact investors. Therefore, we incubate first, give mentoring and pre-seed rounds before the product launches. Once launched, we entered as investors for the seed round,” Ishara said in an interview with DailySocial.

Thus, Gayo Capital has nine portfolios now, including in the agricultural segment (Lampung Cocoa Farmers, Inacom, Tunas Farm, PasarMIKRO, AGRetail & AGLogistics), waste management (WLabku, DAUR), and lifestyle (Alatté Beauty and Foom).

Alatté Beauty’s development

Throughout 2020, Gayo Capital saw a trend of increasing sales of beauty products during the pandemic. Moreover, his team began to conduct various researches in Q2 2020 and found that the average local cosmetic brand is still using the retail business model. In order to invest in this sector, Ishara said he wanted to find a business model that could have a broad impact.

He said, Alatté met Gayo Capital’s criteria. With a reseller-based business model, he believes Alatté can have a broad impact, especially for MSMEs in Indonesia. In contrast to most retail cosmetic brands, which are considered to require large capital to become a reseller. In fact, there is no assistance regarding selling, engagement, and transformation to digital selling.

“After our exploration, we found that Alatté has a different model from other brands, partnering with individuals and MSMEs. Think about resellers, such as the Oriflame [model]. Therefore, Alatté prepared the whole thing, the reseller will make sales and they will receive coaching, starting from the framework, marketing, and going to the market. Indirectly, Alatté is one of the medium to increase the GDP contribution from MSMEs,” he explained.

Ishara said, Alatté has achieved organic growth. Moreover, Alatté’s focus in 2021 is to fully increase sales figures through digital platforms, such as Tokopedia and Shopee. In 2022, Alatté will expand to offline stores, such as Watson, Sephora, Sociolla, and Metro.

Next, in the following year, then Alatté will enter into innovation development. One of the use cases that is currently being prepared is the development of face recognition to provide a virtual experience for buyers of Alatté cosmetic products.

“it’s currently on trial. But, we’ll be able to launch it if we have a significant number we can get. Therefore, it depends on the reseller in the area. Alatté’s equity value is different from other brands. The sales forecast seems very close . For example, when the equity value has been built, we want to make Alatté the first local cosmetics brand to be IPO,” he said.

Farmer’s financing facility

Next, the PasarMIKRO, this platform is prepared to synergize with existing portfolios in agriculture, Lampung Cocoa Farmers (PKL) and Inacom. Ishara revealed, PasarMIKRO  has provided financing facilities to more than 50 farmers. This year, his team targets to provide access to finance to 200 farmers in Indonesia.

In a general note, PasarMIKRO provides financing facilities for upstream farmers with risk profiling in accordance with POJK. Ishara assessed that farmers and ranchers in the regions have the ability to supply their crops to large retailers, such as Carrefour and Giant. However, this is considered difficult without the help of middlemen.

“PasarMIKRO has a business model similar to Investree P2P, only it is channeled into the captive market, including farmers and breeders. PasarMIKRO also provides facilities where farmers can trade their crops to agri food companies, such as Japfa Comfeed,” he added.

Target in 2021

During this year, Gayo Capital is preparing some other plans. Ishara revealed that his team would collaborate with the International Design School (IDS) and state-owned subsidiary PT INTI to prepare digital-based learning content. He said, the pre-employment market potential is huge, especially after Lebaran.

As a general note, IDS is owned by Andi Boediman, who is also a Managing Partner at Ideosource. Gayo Capital will announce a new portfolio in the third quarter, a Singapore-based insurtech platform, Ocktolife.

In addition, the company will launch three incubation programs this year. First, Start Camp Asia which aims to consolidate and integrate the MICRO Market with the existing portfolio. Second, Codiac for the integration and collaboration of AGRetail & AGLogistics with external parties.

Third, PILAR, the program that prepares leadership assistance for its portfolio, most of which are from agricultural verticals. “I think we have to have standards for those running the company. Currently, we are still providing one by one assistance,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gayo Capital Umumkan Dua Portofolio Baru, Alatté Beauty dan PasarMIKRO

Perusahaan ventura di bawah naungan Ideosource, Gayo Capital, resmi mengumumkan pendanaan tahap awal untuk dua portofolio terbarunya, yaitu Alatté Beauty dan PasarMIKRO. Gayo Capital enggan menyebutkan nilai investasi pasti yang diterima keduanya. Namun, Alatté Beauty disebutkan mengantongi investasi di kisaran $100-$500 ribu, sedangkan PasarMIKRO di rentang $500 ribu-$1 juta.

Co-founder & Managing Partner Gayo Capital Ishara Yusdian mengatakan, kedua portofolio tersebut sejalan dengan visi perusahaan untuk memberikan “impact investment”. Pihaknya juga telah menyiapkan roadmap bisnis untuk mendorong pertumbuhan bisnis keduanya ke depan.

“Kami adalah impact investor. Jadi awalnya kami inkubasi dulu, berikan mentoring dan pre-seed round sebelum produk meluncur. Begitu sudah meluncur, kami masuk sebagai investor untuk seed round,” ujar Ishara dalam wawancaranya kepada DailySocial.

Dengan demikian, Gayo Capital kini telah memiliki sembilan portofolio, antara lain di segmen agrikultur (Petani Kakao Lampung, Inacom, Tunas Farm, PasarMIKRO, AGRetail & AGLogistics), waste management (WLabku, DAUR), dan lifestyle (Alatté Beauty dan Foom).

Pengembangan Alatté Beauty

Di sepanjang 2020, Gayo Capital melihat ada tren peningkatan penjualan produk kecantikan selama masa pandemi. Dari sini, pihaknya mulai melakukan berbagai riset di Q2 2020 dan menemukan bahwa rata-rata brand kosmetik lokal masih menggunakan model bisnis ritel. Untuk berinvestasi di sektor ini, Ishara menyebut ingin mencari model bisnis yang bisa memberikan dampak luas.

Menurutnya, Alatté memenuhi kriteria yang dicari Gayo Capital. Dengan model bisnis berbasis reseller, ia meyakini Alatté dapat memberikan dampak luas, terutama bagi UMKM di Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan brand kosmetik ritel yang dinilai membutuhkan modal besar untuk menjadi reseller. Bahkan, tidak ada pendampingan mengenai cara berjualan, engagement, dan transformasi ke digital selling.

“Setelah kami eksplorasi, kami menemukan Alatté memiliki model berbeda dari merek lain, yaitu partnering dengan individual dan UMKM. Think about reseller, seperti [model] Oriflame. Jadi semua disiapkan oleh Alatté, reseller akan melakukan penjualan dan mereka akan menerima pembinaan, mulai dari framework, marketing, hingga go to the market-nya. Jadi, secara tidak langsung, Alatté menjadi salah satu upaya mendongkrak kontribusi GDP dari UMKM,” jelasnya.

Menurut Ishara, saat ini Alatté sudah mengantongi pertumbuhan secara organik. Untuk itu, fokus Alatté di 2021 adalah menaikkan angka penjualan sepenuhnya melalui digital platform, seperti Tokopedia dan Shopee. Di 2022, Alatté akan merambah offline store, seperti Watson, Sephora, Sociolla, dan Metro.

Kemudian di tahun selanjutnya, barulah Alatté akan masuk ke pengembangan inovasi. Salah satu use case yang tengah disiapkan adalah pengembangan face recognition untuk memberikan virtual experience bagi pembeli produk kosmetik Alatté.

“Sekarang lagi trial. But, we’ll be able to launch it if we have a significant number yang bisa kami dapatkan. Jadi sekarang tergantung dari reseller di daerah. Equity value Alatté berbeda dibanding brand lain. Sales forecast sudah kelihatan mendekati lah sekarang. Semisal sudah bangun equity value, kami bahkan ingin buat Alatté jadi brand lokal kosmetik pertama yang di-IPO-kan,” paparnya.

Fasilitas pembiayaan petani

Berlanjut ke PasarMIKRO, platform ini dipersiapkan untuk dapat bersinergi dengan portofolio existing di agrikultur, yaitu Petani Kakao Lampung (PKL) dan Inacom. Ishara mengungkap, saat ini PasarMIKRO telah memberikan fasilitas pembiayaan ke lebih dari 50 petani. Tahun ini, pihaknya menargetkan dapat memberikan akses pembiayaan ke 200 petani di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, PasarMIKRO menyediakan fasilitas pembiayaan bagi petani di hulu dengan risk profiling sesuai dengan POJK. Ishara menilai bahwa petani dan peternak di daerah memiliki kemampuan untuk memasok hasil panennya ke peritel besar, seperti Carrefour dan Giant. Namun, hal ini dinilai sulit tanpa bantuan perantara tengkulak.

“PasarMIKRO memiliki model bisnis seperti pemain P2P Investree, hanya saja ini disalurkan untuk captive market, yaitu petani dan peternak. PasarMIKRO juga sediakan fasilitas di mana petani bisa trading hasil panen ke perusahaan makanan agri, seperti Japfa Comfeed,” tambahnya.

Target di 2021

Di sepanjang tahun ini, Gayo Capital juga tengah menyiapkan sejumlah rencana lainnya. Ishara mengungkap, pihaknya akan bekerja sama dengan International Design School (IDS) dan anak usaha BUMN PT INTI untuk menyiapkan konten pembelajaran berbasis digital. Menurutnya, potensi pasar pra-kerja sangat besar, terutama usai Lebaran nanti.

Sekadar informasi, IDS dimiliki oleh Andi Boediman, yang juga merupakan Managing Partner di Ideosource. Gayo Capital juga akan mengumumkan satu portofolio baru di kuartal ketiga ini, yaitu Ocktolife, platform insurtech berbasis di Singapura.

Selain itu, perusahaan juga akan meluncurkan tiga program inkubasi di tahun ini. Pertama, Start Camp Asia yang bertujuan untuk melakukan konsolidasi dan integrasi PasarMIKRO dengan portofolio existing. Kedua, Codiac untuk integrasi dan kolaborasi AGRetail & AGLogistics dengan external party.

Ketiga, PILAR atau program mempersiapkan pendampingan leadership bagi portofolionya yang sebagian besar dari vertikal agrikultur. “Rasanya kami harus punya standarisasi untuk mereka yang running the company. Kalau sekarang, kami masih memberikan pendampingan one by one.” Tambahnya.

Binar Academy with Its Mission to Advance Indonesian Digital Talents

One of the sectors that was rapidly growing during the pandemic was edtech. More Indonesian from various backgrounds are adapting to online learning.

As a platform that focuses on developing digital abilities and talents, Binar Academy claims to have successfully educated more than 8 thousand students in 2020 and generated an 80% increase in income.

Was founded in 2017, this startup was developed by Alamanda Shantika who was Gojek’s former VP of Technology and Products along with two other Gojek alumni, Dita Aisyah and Seto Lareno.

“The Covid-19 pandemic has encouraged educational institutions, teachers, students, and also parents in Indonesia to adapt to online learning. It is time for us to innovate in presenting education and create learning experiences that are both interesting and enjoyable. I believe that a combination of experiences contemporary learning, technology, and community will produce it all, “said Founder & CEO of Binar Academy Alamanda Shantika.

Binar Academy offers two main educational programs. Among these are Binar Bootcamp and Binar Insight. The Binar Bootcamp Program, an intensive course for beginners, has four classes of 4 to 6 months, including Product Management, UI / UX Design and Research, Android Engineering, and Fullstack Web Development.

Aslo, Binar Insight, a series of interactive webinars of 1.5 to 2 hours, with more diverse classes such as Product Management, Digital Marketing, and Data Science. The most popular classes are Product Management for Bootcamp Binars and Binar Insights.

In terms of demography, most Binar Academy users are high school graduates, students, and career shifter. This year, the company plans to increase collaboration with educational institutions including the government, universities and vocational schools. In addition, Binar Academy will also collaborate with companies affected by digitalization to upskilling employees to remain relevant.

In Indonesia, the bootcamp program becomes an alternative to non-formal education, especially for those who want to pursue a career in technology and programming. Apart from Binar, there are several other startups that offer similar services, including Hacktiv8, Impact Byte, and Skilvul. One of the unique options they offer is the “Income Share Agreement”, which allows students to gain knowledge first and pay accommodation fees later as they started to earn income.

Seed funding

Binar Academy’s Bootcamp class

In mid-April 2020, Binar Academy received seed funding led by Teja Ventures with the participation of several investors such as the Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF – a fund that aims to create social impact, managed by Moonshot Ventures and YCAB Ventures), Eduspaze, The Savearth Fund, as well as several angel investors from ANGIN.

The fresh funds will be used to increase tech-education growth, as well as recruit experts in the fields of education and technology to provide digitalization of content and curricula to continuously train digital talents.

Binar Academy also targetimg to increase the growth of technology education products, as well as to recruit more experts in the fields of education and technology so that they can digitize content and curriculum for 45 thousand students in Indonesia.

“In the last three years, we have continued to develop our main product, namely Binar Bootcamp to meet the learning experience of our students and the market demand for digital talents. Inspiring Indonesian youth and helping them to discover their true potential will always be my mission,” said Alamanda.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Binar Academy dan Misinya Tingkatkan Kemampuan Talenta Digital Indonesia

Salah satu sektor yang terdongkrak pertumbuhannya saat pandemi adalah edtech. Semakin banyak masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan untuk kemudian beradaptasi untuk belajar secara online.

Sebagai platform yang fokus pada pengembangan kemampuan dan talenta digital, Binar Academy mengklaim telah berhasil mengedukasi lebih dari 8 ribu siswa di tahun 2020 dan menghasilkan peningkatan pendapatan sebesar 80%.

Didirikan pada tahun 2017, startup ini dirintis oleh Alamanda Shantika yang merupakan mantan VP Technology and Product pertama Gojek bersama dengan dua alumni Gojek lainnya, yaitu Dita Aisyah dan Seto Lareno.

“Pandemi Covid-19 telah mendorong institusi pendidikan, guru, murid, dan juga para orang tua di Indonesia untuk beradaptasi belajar online. Sudah saatnya bagi kita untuk berinovasi dalam menyajikan pendidikan dan menciptakan pengalaman belajar yang menarik sekaligus menyenangkan. Saya yakin bahwa kombinasi dari pengalaman belajar kontemporer, teknologi, dan komunitas akan menghasilkan hal itu semua,” kata Founder & CEO Binar Academy Alamanda Shantika.

Binar Academy menawarkan dua program pendidikan utama. Di antaranya adalah Binar Bootcamp dan Binar Insight. Program Binar Bootcamp, kursus intensif bagi pemula, mempunyai empat kelas berdurasi 4 sampai 6 bulan yaitu: Product Management, UI/UX Design and Research, Android Engineering, dan Fullstack Web Development.

Kemudian Binar Insight, berbagai seri webinar interaktif berdurasi 1,5 sampai 2 jam, mempunyai kelas yang lebih beragam seperti Product Management, Digital Marketing, dan Data Science. Kelas yang paling banyak dipilih pengguna adalah Product Management untuk Binar Bootcamp dan Binar Insight.

Secara demografi kebanyakan pengguna Binar Academy adalah lulusan SMA, mahasiswa, dan orang-orang yang ingin berganti karier (career shifter). Tahun ini perusahaan berencana untuk meningkatkan kolaborasi dengan institusi pendidikan termasuk dengan pemerintah, universitas, dan sekolah vokasi. Selain itu, Binar Academy juga akan berkolaborasi dengan perusahaan yang terdampak oleh digitalisasi untuk upskilling employee agar kemampuannya kembali relevan.

Di Indonesia sendiri program bootcamp memang menjadi alternatif pendidikan nonformal, khususnya bagi mereka yang ingin menekuni bidang teknologi dan pemrograman. Selain Binar, ada beberapa startup lain yang tawarkan layanan serupa, di antaranya Hacktiv8, Impact Byte, dan Skilvul. Salah satu opsi menarik yang mereka tawarkan adalah skema “Income Share Agreement”, memungkinkan pelajar untuk terlebih dulu menimba ilmu dan baru membayar biaya akomodasi setelah mendapatkan penghasilan dari keahliannya.

Kantongi pendanaan tahap awal

Kelas Academy Bootcamp Binar Academy

Pertengahan April 2020 lalu Binar Academy telah menerima pendanaan tahap awal dipimpin oleh Teja Ventures dengan partisipasi dari beberapa investor seperti Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF— dana yang bertujuan untuk menciptakan dampak sosial dan dikelola bersama oleh Moonshot Ventures dan YCAB Ventures), Eduspaze, The Savearth Fund, serta beberapa angel investor dari ANGIN.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan pendidikan teknologi, serta merekrut pakar di bidang pendidikan dan teknologi agar dapat menyediakan digitalisasi konten dan kurikulum untuk melatih kemampuan talenta digital secara terus-menerus.

Binar Academy tahun ini juga memiliki target untuk meningkatkan pertumbuhan produk pendidikan teknologi, serta merekrut lebih banyak pakar di bidang pendidikan dan teknologi agar dapat menyediakan digitalisasi konten dan kurikulum untuk 45 ribu siswa di Indonesia.

“Dalam tiga tahun terakhir, kami terus mengembangkan produk utama kami yaitu Binar Bootcamp untuk memenuhi pengalaman belajar siswa kami dan permintaan pasar akan talenta digital. Menginspirasi pemuda Indonesia dan membantu mereka untuk menemukan potensi mereka yang sesungguhnya akan selalu menjadi misi saya,” kata Alamanda.

Jagofon Hadirkan Platform E-commerce Ponsel Bekas, Fasilitasi Pengujian Kualitas

Besarnya permintaan produk smartphone bekas di Indonesia, memberikan inspirasi kepada Stéphane Becquart untuk meluncurkan platform e-commerce Jagofon. Nilai unik dari layanan ini, setiap barang tangan kedua yang mereka suguhkan telah melalui uji kualitas dan orisinalitasnya — verifikasi tersebut diharapkan dapat memberikan keyakinan lebih kepada calon pembeli.

Prosesnya meliputi dua aspek utama, yakni pemeriksaan IMEI untuk memastikan barang tersebut legal. Dan yang kedua pemeriksaan fungsionalitas dari perangkat, termasuk kamera, mikrofon, baterai, sensor, layar dll. Harga jual akan disesuaikan dengan hasil penilaian akhir.

Mereka memiliki 4 jenis penilaian terhadap produk yang dijual, dari yang paling rendah ke paling tinggi, meliputi Fair, Good, Very Good, dan Mint. Status tersebut akan melekat ke produk dan berpengaruh pada persentase depresiasi atau penurunan dari harga awal.

“Indonesia adalah pasar yang ideal untuk smartphone bekas, yang hingga saat ini masih menjadi pasar yang besar, terfragmentasi, dan disfungsional. Setidaknya 20% ponsel diimpor, dicuri, atau dipalsukan secara ilegal, menurut sebuah studi oleh Kementerian Perindustrian & Qualcomm. Oleh karena itu, ada peluang besar untuk memberikan nilai yang lebih baik kepada konsumen Indonesia,” ujar Stéphane.

Melalui layanan iklan digital ala OLX atau Kaskus, sebenarnya proses jual-beli ponsel bekas sudah cukup ramai dipraktikkan di Indonesia. Namun sejauh ini faktor “kepercayaan” masih menjadi variabel utama dalam transaksi, alih-alih penilaian sistematis terhadap kondisi barang.

“Secara umum kebanyakan pasar tidak melakukan kontrol kualitas. Kami mencatat 40% smartphone di pasar pada umumnya tidak lulus pengujian dari kami, karena itu kurang baik kondisinya,” imbuh Stéphane.

Lebih lanjut ia mengatakan, “Secara khusus kami menerapkan strategi monetisasi berdasarkan komisi dari setiap transaksi. Kami juga menambahkan jaminan untuk perangkat di platform kami.”

Rencana penggalangan dana

Saat ini Jagofon memiliki sekitar 35 ribu pengguna aktif dan telah menjual 3 merek smartphone premium terpopuler di Indonesia, yakni Apple, Samsung dan Oppo. Ke depannya mereka secara bertahap akan menambah tipe dan merek barang yang dapat dijual dalam platform.

Meskipun hanya menjual dalam situs milik mereka sendiri, Jagofon juga saat ini tengah melakukan uji coba untuk mengintegrasikan dengan layanan onliine marketplace ternama di Indonesia, sebagai opsi kepada pelanggan untuk mengakses semua produk yang mereka jual.

“Sejak diluncurkan bulan Oktober 2020 lalu hingga saat ini kami masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Rencana ke depannya kami juga ingin memperluas area layanan,” kata Stéphane.

Jagofon telah mengantongi pendanaan pre-seed senilai $254.000 dari angel investor. Selanjutnya perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tambahan hingga $500.000 dalam waktu dekat. Rencananya dana segar tersebut akan digunakan Jagofon untuk memperluas area layanan. Startup ini juga sebelumnya merupakan peserta program akselerasi GK-Plug and Play di batch ke-8.

“Kami ingin bekerja sama dengan Plug & Play Corporate Partners di bidang pembiayaan (untuk menawarkan solusi angsuran yang lebih baik kepada pelanggan kami), pemasaran (promosi lintas-pemasaran misalnya), dan sourcing (bagi mereka yang memiliki akses ke inventaris barang bekas ),” kata Stéphane.