Ruangguru Dikabarkan Terima Pendanaan Baru Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Startup teknologi pendidikan Ruangguru dikabarkan akan mendapatkan pendanaan baru yang dipimpin General Atlantic. Dikutip dari DealStreetAsia, nilai investasi yang diberikan dalam putaran ini mencapai $100 juta atau senilai Rp1,4 triliun, akan membawa valuasi perusahaan di angka $500 juta.

Ketika dihubungi DailySocial, Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara menyampaikan kabar tersebut sejauh ini baru rumor dan tidak mau berkomentar lebih lanjut. “Itu rumor ya. Kami tidak menanggapi rumor.”

Pendanaan sebelumnya yang didapatkan oleh Ruangguru adakah putaran seri B, dibuka tahun 2018 dan ditutup pada pertengahan 2019, dipimpin UOB Venture.

Sebelumnya sempat disampaikan oleh perwakilan dari pemerintah, bahwa Softbank berminat untuk investasi ke Ruangguru. Namun adanya kabar ini mengonfirmasi pembatalan niat tersebut, terlebih Softbank tengah menghadapi permasalahan dengan salah satu portofolio unggulannya, WeWork.

Di perayaan ulang tahunnya yang kelima pada Juli 2019 kemarin, mereka mengklaim sudah berhasil merangkul 15 juta pelajar dengan 300 ribu guru ke dalam platformnya. Ruangguru juga baru saja melakukan ekspansi ke Vietnam dengan menghadirkan layanan “Kien Guru”.

Di segmen teknologi pendidikan, tahun ini ada startup lain yang juga membukukan pendanaan tahap lanjutan. Pertama ada HarukaEdu, yang memperoleh pendanaan seri C yang dipimpin oleh SIG. Lalu kedua ada Zenius, yang mendapatkan dana segar senilai Rp283 miliar, dipimpin Northstar Group.

Application Information Will Show Up Here

Carsome Umumkan Pendanaan Seri C Senilai Lebih dari 701 Miliar Rupiah

Platform perdagangan mobil bekas Carsome hari ini (11/12) mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta atau setara 701,5 miliar Rupiah. Putaran investasi ini diikuti MUFG Innovation Partners, Daiwa PI Partners, Endeavour Catalyst, Ondine Capital, serta investor di putaran sebelumnya termasuk Gobi Partners dan Convergence Ventures.

Tambahan modal tersebut akan difokuskan untuk memperkuat pertumbuhan bisnis di negara-negara operasionalnya saat ini, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Juga segera lancarkan ekspansi ke negara baru di Asia Tenggara. Turut disampaikan Carsome akan meluncurkan produk finansial untuk dealer dan konsumen guna memudahkan proses transaksi.

Di tiga negara, perusahaan mengklaim telah membukukan sekitar 40 ribu transaksi jual-beli mobil per tahunnya senilai $300 juta. Portofolio layanan pinjaman yang sudah digulirkan satu tahun terakhir juga dinilai mendapat sambutan baik, untuk itu di waktu mendatang akan memperluas jumlah dan cakupan mitra, termasuk dengan perbankan dan lembaga finansial non-bank.

“Kami ingin menjadi (layaknya) jaringan Visa/Master untuk transaksi mobil dan membangun ekosistem mitra kolaboratif untuk memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen di Asia Tenggara,” sambut Co-Founder & CEO Carsome Eric Cheng.

Ia turut memaparkan, bisnisnya telah mampu membantu lebih dari 6 ribu dealer mobil. Diyakini setara memproses transaksi 1% dari seluruh penjualan mobil bekas di kawasan regional.

Carsome juga akan memanfaatkan kemitraan strategis yang dijalin bersama MUFG, salah satunya dengan menjadikan Bank Danamon sebagai mitra pembiayaan di Indonesia. Sementara MUFG juga akan mengembangkan platform pembiayaan B2B dan B2C di bidang otomotif memanfaatkan data transaksi Carsome.

“MUFG Innovation Partners bersama dengan mitra perbankannya yakni Bank Danamon di Indonesia dan Bank Krungsri di Thailand akan berkolaborasi untuk mendukung strategi pertumbuhan Carsome seiring dengan solusi inovatif yang mereka berikan ke pasar dan menjalankan visi jangka panjangnya,” ujar President & CEO MUIP Nobutake Suzuki.

Sebelumnya pada Maret 2018 lalu, Carsome telah membuka putaran pendanaan seri B senilai $19 juta dari sejumlah investor. Ditutup dengan penambahan $8 juta pada Agustus 2018. Penguatan jajaran manajemen juga terus dilakukan, baru-baru ini mereka mengumumkan CMO dan CTO baru, yakni Danny Chin dan Chet Sin.

Situs Penjualan Mobil Terfavorit
Platform penjualan mobil bekas terfavorit menurut responden / DSResearch

DSResearch pernah menerbitkan laporan bertajuk “Car Marketplace Survey 2018“. Salah satu temuannya, Carsome jadi platform favorit nomor 2 untuk penjualan mobil bekas di Indonesia setelah BeliMobilGue.

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Bags Series C Funding, Valuation Updates to 7 Trillion Rupiah

Kredivo announced Series C funding worth of $90 million (over 1.2 trillion Rupiah) led by Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund and Square Peg. This act brings the company’s valuation nearly $500 million (around 7 trillion Rupiah). It’s expected to hit 10 million users in the next few years.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund is a joint venture of Mirae Asset Financial Group with Naver Corporation. Both are Korean-based companies. Some of the Indonesian-based portfolios namely Bukalapak, Grab, HappyFresh, RedDoorz, and The Asian Parent.

In the official statement, the round is said to be closed and over-subscribed. Other investors who participated in this Series C round are Singtel Innov8, TMI, Cathay Innovation, Kejora, Intervest, Mirae Asset Securities, Reinventure, DST Partners, and many more.

During 2019, the company has raised fresh funding in total, either debt or equity, over $200 million (around 2.8 trillion Rupiah). In terms of debt, it comes in the form of a consortium lender consists of banks and credit funds. One of which is Bank Permata, channeling 1 trillion Rupiah to re-distribute by Kredivo.

“We’re very excited knowing the investors involved are having the same vision to build a series of financial services that is rapid, competitive, and accessible to millions of users in the region,” Kredivo’s CEO, Akshay Garg said on Tue (12/3).

Square Peg Partner, Tushar Roy said the company is fascinated by Kredivo’s growth since the first investment last year. “It’s not common to find a company driven by value and culture-centric in this region, they can further develop while improving the financial service ecosystem.”

Since it was founded three years ago, the company is claimed to process more than 3 million submissions and distribute around 30 million loans. The achievement is considered as one of the biggest numbers in the lending platform and Indonesia’s e-commerce.

In the previous year, the number of merchants and transaction value arose over 300% year on year. The result was also backed by increasing risk management metrics equivalent to banks.

Akshay also said the fresh money is to be used to double up the growth by expansion to new locations, not only Indonesia but also Southeast Asia, and for talent acquisition.

Soon, some new products are to launch, including the low-interest loan for education and health, the sharia-based loan in partnership with the financial institutions. Kredivo also presents as a partner of PayLater LinkAja which is to be launched this month.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Kantongi Pendanaan Seri C, Valuasi Tembus 7 Triliun Rupiah

Kredivo mengumumkan perolehan dana segar Seri C senilai $90 juta (lebih dari 1,2 triliun Rupiah) yang dipimpin Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund dan Square Peg. Pendanaan ini membawa valuasi perusahaan mendekati $500 juta (sekitar 7 triliun Rupiah). Diharapkan perusahaan dapat menjangkau 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund adalah perusahaan patungan yang dibentuk Mirae Asset Financial Group dan Naver Corporation. Keduanya berbasis di Korea Selatan. Beberapa portofolionya yang hadir di Indonesia adalah Bukalapak, Grab, HappyFresh, RedDoorz, dan The Asian Parent.

Disebutkan dalam keterangan resmi, putaran ini telah ditutup dan over-subscribed. Investor lain yang turut berpartipasi dalam Seri C adalah Singtel Innov8, TMI, Cathay Innovation, Kejora, Intervest, Mirae Asset Securities, Reinventure, DST Partners, dan lainnya.

Total perolehan dana segar perusahaan sepanjang 2019, baik dalam bentuk debt maupun ekuitas, mencapai lebih dari $200 juta (sekitar 2,8 triliun Rupiah). Dana dalam bentuk debt ini berbentuk konsorsium lender yang terdiri dari bank dan credit funds. Salah satunya, Bank Permata yang menyalurkan 1 triliun Rupiah untuk disalurkan kembali oleh Kredivo.

“Kami sangat senang bahwa investor yang masuk punya kesamaan visi dengan kami untuk membangun serangkaian layanan keuangan yang cepat, terjangkau, dan dapat diakses oleh jutaan pelanggan di wilayah ini,” ujar CEO Kredivo Akshay Garg, Selasa (3/12).

Partner Square Peg Tushar Roy menuturkan, pihaknya terkesan dengan perkembangan Kredivo sejak diinvestasi pada tahun lalu. “Sangat jarang menemukan perusahaan yang dipimpin oleh nilai dan fokus budaya di wilayah ini, dapat tumbuh secara luar biasa sambil memperbaiki ekosistem layanan finansial.”

Sejak didirikan tiga tahun lalu, perusahaan diklaim telah memroses lebih dari 3 juta pengajuan pinjaman dan menyalurkan hampir 30 juta pinjaman. Pencapaian tersebut diklaim sebagai salah satu platform lending terbesar untuk e-commerce di Indonesia.

Setahun belakangan, pertumbuhan jumlah merchant dan nilai transaksi naik lebih dari 300% secara year on year. Kinerja ini turut dibantu oleh peningkatan metrik manajemen risiko yang setara dengan bank.

Akshay menyebutkan, dana segar akan dipakai untuk menggandakan pertumbuhan dengan perluas kehadiran di daerah baru tidak hanya di Indonesia, juga Asia Tenggara, dan merekrut talenta baru.

Dalam waktu dekat, beberapa produk baru akan segera meluncur, termasuk produk pinjaman pendidikan dan kesehatan dengan bunga rendah, pinjaman berbasis syariah dan kemitraan dengan institusi keuangan. Kredivo juga hadir sebagai salah satu mitra PayLater LinkAja yang segera diresmikan bulan ini.

Application Information Will Show Up Here

HarukaEDU Konfirmasi Perolehan Pendanaan Seri C, Akan Fokus Rambah Pasar Korporasi

Startup pendidikan (edtech) HarukaEDU mendapatkan pendanaan seri C dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran investasi dipimpin oleh perusahaan dagang asal Amerika Serikat bernama SIG, dengan keterlibatan AppWorks akselerator startup bebasis di Taipei, dua investor lokal GDP Venture dan Gunung Sewu, serta investor di tahap sebelumnya Samator Group.

Kabar mengenai pendanaan ini dikonfirmasi langsung oleh Co-Founder & CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi, ia sekaligus menyampaikan ambisinya untuk mendorong perusahaan mendalami sektor B2B. Penggalangan dananya sendiri memang sudah dikabarkan sejak tahun lalu.

Sebelumnya HarukaEDU telah membukukan pendanaan seri B senilai $2,2 juta. PALF, Semator, dan investor dalam putaran sebelumnya CyberAgent Capital turut terlibat dalam putaran tersebut.

Mirip dengan edtech populer lainnya, seperti Ruangguru atau Zenius, layanan dasar HarukaEDU adalah platform belajar online. Tahun lalu merek Pintaria mulai santer dikenalkan ke publik, didesain sebagai marketplace pelatihan dan pembelajaran dengan beragam topik, fokus pada pengembangan kemampuan profesional. Layanan tersebut kini jadi cikal-bakal lahirnya CorporateEdu, model bisnis baru yang akan coba digenjot tahun depan.

Dalam sebuah kesempatan Novistiar menceritakan alasan perubahan segmen bisnis yang disasar HarukaEDU –dari kalangan akademik, menuju kalangan profesional, dan kini menyasar korporasi. Ia dan timnya menangkap ada kebutuhan di pasar terkait, yang dipengaruhi tren disrupsi akibat perkembangan teknologi. Dicontohkan banyak pekerjaan lama yang sudah mulai dikikis dengan automasi, mengharuskan setiap pekerja harus selalu memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.

“Banyak pekerjaan lama mulai hilang, misalnya penjaga pintu tol atau kasir. Sementara banyak pekerjaan baru muncul, misalnya data scientist atau AI trainer. Revolusi industri 4.0 memang memberikan tantangan sendiri, tapi dengan memiliki prinsip harus selalu belajar, kita bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Itu menjadi potensi bisnis yang coba diakomodasi HarukaEDU,” terang Novistiar.

Terkait pendidikan untuk kalangan profesional, beberapa waktu lalu Ruangguru juga memperkenalkan Skill Academy. Melalui kanal tersebut, materi belajar yang lebih umum seperti mengenai teknik presentasi, tips penjualan, dan lain-lain ditawarkan.

Coba mendirupsi kegiatan pelatihan bisnis

CorporateEdu dikembangkan untuk membantu perusahaan memfasilitasi kanal pengembangan kompetensi bagi para karyawannya. Pendekatan digital dinilai lebih efektif, dengan jam pelaksanaan yang lebih fleksibel dan hasil yang lebih terukur. Dari sisi perusahaan, juga dinilai akan menghemat lebih banyak anggaran.

Dalam perjalanan bisnisnya, HarukaEDU menggandeng banyak institusi, mulai dari universitas hingga kalangan profesional untuk menyampaikan materi ajar. Kerja samanya dengan institusi pendidikan terakreditasi juga memungkinkan Pintaria untuk menjual materi kuliah online dengan pedagogi setara dengan pembelajaran di kampus.

Dengan pendanaan seri C yang diperoleh, HarukaEDU cukup optimis bahwa layanannya ini akan diterima baik di pasar korporasi lokal dan berharap menuai hasil serupa dengan startup lain di luar negeri yang sudah menginjakkan kaki terlebih dulu di segmen tersebut, misalnya 2U.com.

“Di luar negeri ada 2U.com, itu juga menjadi benchmark produk kami. Platform ini menghadirkan layanan blended-learning, semacam kuliah online. Dulu 2U.com mencapai valuasi $1 miliar saat mereka hanya memiliki 12 ribu pengguna. Per tahun 2018 ini penggunanya sudah mencapai 32 ribu, valuasi pun meningkat senilai $4,8 miliar. Di edtech, akuisisinya sekali, tapi pelanggan akan bayar selama 4 tahun,” jelas Novistiar saat ditemui di acara Nexticorn di Bali tahun lalu.

Mirae Asset Capital Is Said to Contribute to Kredivo’s Series C Round

Kredivo, an online lending platform with no collateral (KTA), today (11/15) announced to secure funding from Mirae Asset Capital with an undisclosed amount. Based on DealStreetAsia‘s statement, this is still a part of the ongoing Series C round. As previously reported, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) and MDI Ventures have started this round last July.

FinAccel (Kredivo’s parent company) team avoids leaking any information to DailySocial.

The Series C funding aims to strengthen its business in Indonesia and create a new market share in the Philippines. The expansion plan has rumored since last year after they raised Series B investment worth of 435 billion Rupiah.

In early September 2019, the company led by Akhsay Garg also announced to receive debt funding/debt financing from Partners for Growth V, L.P (PFG) worth of 283 billion Rupiah. The smooth distribution cannot be separated from its business growth in Indonesia. Kredivo’s Commissioner, Umang Rustagi said during the last 18 months, their transactions have increased by 40%.

Regarding the expansion plan, Kredivo’s Co-Founder, Alie Tan said the Philippines was appointed due to similar market characteristics with Indonesia. In fact, the name Kredivo will also be used in there. In addition, there are two more countries for business expansion, Singapore and Thailand.

Although it’s a different LP, Mirae Asset used to participate in the previous rounds involving Indonesian startups. The recent one is Bukalapak and HappyFresh – they secured funding from Mirae Asset-Naver Asia GrowthFund, Mirae’s managed funds with Korea-Japan tech company, Naver.

In Indonesia, Kredivo competes with Akulaku. Earlier this year, Akulaku is reportedly raised Series D funding worth of 1.4 trillion Rupiah led by Ant Financial, a fintech company under the giant retail Alibaba Group.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Mirae Asset Capital Dikabarkan Terlibat di Putaran Pendanaan Seri C Kredivo

Kredivo, startup pengembang layanan kredit tanpa agunan (KTA) online, hari ini (15/11) dikabarkan telah mengamankan pendanaan dari Mirae Asset Capital dengan nilai yang tidak disebutkan. Menurut pemberitaan DealStreetAsia, ini masih termasuk dalam putaran seri C yang tengah digalang. Seperti diberitakan sebelumnya, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dan MDI Ventures telah membuka putaran ini pada Juli 2019 lalu.

Kepada DailySocial, pihak FinAccel (induk perusahaan Kredivo) masih enggan memberikan tanggapan.

Pendanaan seri C digalang FinAccel untuk menguatkan bisnisnya di Indonesia dan membuka pangsa pasar baru di Filipina. Rencana ekspansi ini memang sudah disampaikan sejak akhir tahun lalu, pasca membukukan investasi seri B senilai 435 miliar Rupiah.

Awal September 2019 lalu, perusahaan yang dinahkodai oleh Akshay Garg juga mengumumkan perolehan debt funding/debt financing dari Partners for Growth V, L.P (PFG) senilai 283 miliar Rupiah. Lancarnya penambahan modal ke Kredivo tidak terlepas dari pertumbuhan bisnisnya di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan Komisioner Kredivo Umang Rustagi mengatakan selama 18 bulan terakhir transaksi meningkat 40%.

Terkait rencana ekspansi, Co-Founder Kredivo Alie Tan menyampaikan, pemilihan Filipina tidak terlepas dari karakteristik pasar yang mirip dengan Indonesia. Bahkan merek “Kredivo” juga akan digunakan di sana. Selain itu, ada dua negara lainnya yang sudah dipertimbangkan untuk perluasan bisnis, yakni Singapura dan Thailand.

Kendati bersama LP berbeda, nama Mirae Asset sendiri sebelumnya sudah terdengar di beberapa putaran investasi yang melibatkan startup di Indonesia. Salah satunya pada penggalangan dana terbaru Bukalapak dan HappyFresh — mereka mendapatkan pendanaan dari Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund, dana kelolaan Mirae dan perusahaan teknologi Korea-Jepang Naver.

Di Indonesia, layanan Kredivo bersaing langsung bersama Akulaku. Awal tahun ini Akulaku dikabarkan memperoleh pendanaan seri D senilai 1,4 triliun Rupiah yang dipimpin oleh Ant Financial, perusahaan teknologi finansial di bawah naungan raksasa ritel Alibaba Group.

Application Information Will Show Up Here

Ambisi RedDoorz Menjadi Unicorn dan Ekspansi ke Thailand Tahun 2020

Pasca mengantongi pendanaan seri C senilai $70 juta (hampir Rp1 triliun) dipimpin oleh Asia Partners dengan dua partisipasi dua investor baru, Rakuten Capital dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund; RedDoorz berencana untuk memiliki lebih banyak properti hingga akhir tahun 2020 nanti.

Jika di tahun 2019 RedDoorz mampu mengakuisisi properti hingga 2 ribu di 4 negara, akhir tahun 2020 mendatang mereka menargetkan bisa memiliki sekitar 5 ribu properti di 5 negara.

“RedDoorz juga akan melakukan ekspansi ke Thailand di kuartal pertama tahun 2020 mendatang, setelah sebelumnya telah hadir di Indonesia, Singapura, Filipina dan Vietnam. Diharapkan ekspansi ke Thailand bisa memenuhi target kami memiliki properti sebanyak 5 ribu hingga akhir tahun 2020,” kata Country Head RedDoorz Indonesia Mohit Gandas.

Investasi seri C tersebut menyusul tidak lama setelah RedDoorz mengumumkan pendanaan Seri B sebesar $45 juta pada April 2019. Dana baru ini membuat jumlah total modal yang dikumpulkan oleh perusahaan menjadi sekitar $140 juta sejak diluncurkan pada 2015.

Disinggung apakah RedDoorz bakal melakukan IPO, Mohit menegaskan kemungkinan perusahaan akan mempertimbangkan kemungkinan tersebut tahun 2022-2023 mendatang. Namun jika nantinya penggalangan dana kembali dilakukan, bisa jadi RedDoorz muncul sebagai startup unicorn baru.

“Tentunya saya tidak bisa memberikan kepastian kapan pendanaan baru akan kami terima hingga menjadikan valuasi kami meningkat dan menjadikan RedDoorz the next travel-tech unicorn pertama di Asia Tenggara,” kata Mobit.

Indonesia masih menjadi pasar utama

Dalam kesempatan tersebut disebutkan juga, hingga akhir tahun 2019 Indonesia masih menjadi pasar yang besar dibandingkan 3 negara lainnya (Singapura 3%, Vietnam 8%, Filipina 15%). Kota dengan jumlah properti paling banyak yang dimiliki RedDoorz adalah Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bali, dan Malang.

Hingga akhir tahun 2018, RedDoorz telah memiliki 400 properti di Indonesia, di tahun 2019 jumlah tersebut bertambah hingga 1200 unit dan tahun 2020 mendatang diharapkan bisa menjadi 1500 properti di Indonesia.

“Kami juga memastikan teknologi yang diterapkan sudah terkini. Memanfaatkan aplikasi dan saluran digital untuk mendorong permintaan konsumen. RedDoorz juga didukung oleh data center yang terletak di Vietnam,” kata Mohit.

Setelah sebelumnya mengumumkan lini produk baru seperti RedDoorz Plus, RedDoorz Premium, Residence by RedDoorz, Kool Kost, hingga Co-living; ditegaskan oleh Mohit sampai saat ini beberapa layanan tersebut masih dalam tahap uji coba. Jika sudah siap, nantinya semua layanan tersebut juga akan dihadirkan di Indonesia.

Untuk RedFood sendiri saat ini baru tersedia di kawasan tertentu di Jakarta. RedFood menyediakan menu makanan dengan harga terjangkau, seperti spaghetti meatball, beef rendang, chicken curry noodle, chicken teriyaki rice, dan beef bulgogi rice. Layanan ini sengaja disiapkan untuk memenuhi kebutuhan sarapan dari para tamu RedDoorz di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Sorabel Mulai Eksperimen Ekspansi ke Sejumlah Negara di Asia Tenggara

Perusahaan e-commerce fesyen Sorabel mengungkapkan sedang eksperimen ke sejumlah negara di Asia Tenggara dalam rangka ekspansi bisnis. Strategi ini merupakan bagian dari ambisi perusahaan memberi akses untuk “next billion user” dengan rangkaian fesyen berkualitas dan harga terjangkau.

Sebelumnya, terungkap Sorabel sudah hadir di Filipina dengan brand Yabel dan sudah bisa untuk bertransaksi.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Sorabel Jeffrey Yuwono dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu sudah menyampaikan rencana masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab, mungkin pada tahun depan karena ada potensi modest fashion yang besar di sana.

Terkait negara mana saja di Asia Tenggara yang sudah masuk eksperimen, di luar Filipina, sayangnya Jeffrey dan Lingga masih menutup rapat-rapat. Jeffrey hanya menyebut negara-negara yang secara profil punya kemiripan dengan Indonesia, bisa dipastikan Sorabel sudah eksperimen ke sana.

“Ini masih sekadar eksperimen, jadi belum ada proper launch. Kita enggak hanya hadir di Filipina, tapi di ASEAN countries juga,” terangnya.

Perusahaan memproses seluruh pengiriman dari Indonesia, alias mengekspor produknya yang diproduksi UKM binaannya. Baru ada satu orang admin lokal yang sengaja ditempatkan untuk melayani customer service Yabel.

Menurut Jeffrey, dalam tahap eksperimen ini seluruh pelayanan masih sangat terbatas karena masih mencari kecocokan dengan target pasar (product market fit), harus ada tes dan validasi terus menerus. Sehingga layanannya belum semulus dengan apa yang Sorabel tawarkan di Indonesia.

Pihaknya masih fokus mencari tahu lebih dalam bagaimana tanggapan konsumen terhadap produk dan harganya. Lalu tren apa yang mereka sukai. Seluruh insight berguna sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan apakah negara tersebut tepat untuk diluncurkan secara resmi atau belum.

“Kita memecahkan masalah step-by-step, makanya kita enggak mau announce [ekspansi di Filipina] karena sebenarnya belum siap. Inginnya pas kita launch akan pilih negara mana yang paling proper [untuk diluncurkan] setelah banyak eksperimen. Soal kapan waktunya, masih open karena di pipeline ada banyak plan.”

Lingga mencontohkan, cara ini sebenarnya juga dilakukan perusahaan dalam setiap inovasi produknya. Salah satunya adalah inovasi “Coba Dulu Baru Bayar.” Pertama kali diujicobakan secara terbatas untuk 50 konsumen sekitar gudang Sorabel di 2017. Setelah mendapat respons yang bagus, dilanjutkan ke radius 20 km.

Respons konsumen positif dari hasil uji coba ini, kemudian memantapkannya untuk diperluas ke seluruh Jakarta Timur. Kemudian, diperluas ke Jabodetabek dan pada Maret 2018 baru diputuskan untuk diresmikan.

“Tapi itu belum selesai, setelah itirate, test, itirate, test, akhirnya kita bisa bawa inovasi ini ke seluruh Indonesia. Kan awal programnya hanya bisa retur satu kali saja, tapi sekarang sudah berkali-kali karena ini produknya kita itirate dan test berkali-kali. Hal yang sama akan kita lakukan untuk semua aspek ekspansi kita,” terang Lingga.

Penamaan brand Yabel untuk ekspansi Sorabel ini, menurut Jeffrey juga punya alasan khusus. Salah satunya, dikarenakan masih terbatasnya layanan dan produk dari Yabel, dikhawatirkan apabila ada layanan yang kurang memuaskan konsumen dari Yabel, efek samping dari brand Sorabel tidak akan begitu terasa dalam.

Akan tetapi, pihaknya memikirkan apabila sudah memutuskan untuk meresmikan lokasi negara yang dipilih, akan memilih untuk menggunakan brand Sorabel saja sebagai aplikasi utama.

Dari segi kesiapan produk yang siap diekspor, perusahaan sudah berkomitmen penuh untuk menggaet para penjahit lokal. Mereka dilatih dan diberi pengetahuan dalam menghasilkan standar pakaian yang baik dan punya kualitas ekspor. Tidak disebutkan berapa banyak penjahit yang sudah bergabung.

“Kita merasa harus cepat tanggap, enggak hanya untuk lihat fesyen dari Indonesia apa saja yang laku di sana. Tapi lebih ke model fesyen seperti apa yang sedang tren di sana. Kita sudah investasi banyak ke teknologi dan data untuk mengumpulkan pola dan tren agar bisa memberikan rekomendasi yang cocok untuk negara di luar Indonesia,” tambah Lingga.

Klaim jadi bisnis e-commerce tersehat

Tampilan situs Yabel
Tampilan situs Yabel

Sorabel menggunakan private label untuk penjualan produk fesyennya. Secara total ada lima label yang diproduksi secara sendiri oleh perusahaan, masing-masing merepresentasikan kebutuhan konsumen orang Indonesia dalam berbusana. Tidak hanya merilis produk pakaian, Sorabel juga merilis produk kecantikan bernama BeautyCrime.

Lingga menjelaskan, karena model bisnis seperti ini, perusahaan memiliki neraca keuangan yang sehat. Bahkan diklaim paling sehat di antara pemain e-commerce di Indonesia. Sorabel menyejajarkan unit economics-nya dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve. Keduanya tercatat sebagai platform e-commerce yang sudah tercatat di bursa saham.

Unit economics itu pendapatan langsung dan biaya yang terkait dengan model bisnis tertentu yang dinyatakan berdasarkan basis per unit. Ada spesifikasi khusus untuk tiap segmen bisnis, artinya yang dipakai untuk startup SaaS pasti beda dengan model e-commerce.

E-commerce seperti Asos dan Revolve itu sudah profitable dan punya positif cashflow. Unit economics kita mirip seperti mereka, meski GMV tidak besar tapi penjualan besar. Kita bukan marketplace, tapi lebih seperti Asos dan Revolve. Makanya kita bisa jamin gross profit dan contribution profit kita yang paling sehat [di antara pemain e-commerce lain di Indonesia].”

Lingga melanjutkan, untuk bersaing dengan platform e-commerce di luar sana, dengan barang yang sama, suatu platform harus memiliki value yang bisa diberikan kepada konsumennya. Misi yang ingin dicapai Sorabel adalah menjual produk dengan harga yang terjangkau buat semua orang. Solusinya adalah dengan buat sendiri.

“Makanya dengan model private label seperti ini, ada efek samping kita punya margin yang sehat. Tapi kita bukan buat cari profit fokus utamanya, tapi lebih untuk sista-sista kita (panggilan konsumen Sorabel), apa yang mereka butuhkan,” tambahnya.

Komitmen untuk terus menambah private label juga akan terus dilakukan. Dalam beberapa bulan ke depan, perusahaan akan menambah enam sampai tujuh private label baru. Di antaranya untuk pakaian olahraga, acara malam, basics seperti Uniqlo.

Masih dalam putaran pendanaan Seri C

Jeffrey juga mengonfirmasi bahwa informasi pendanaan Seri C yang sedang digalang perusahaan masih berlangsung. Investor baru yang berpartisipasi dan masuk pemberitaan, seperti Kejora Ventures dan Ncore Ventures, termasuk ke dalam putaran terbaru ini.

Ncore itu adalah investor kita, tidak bisa komen lebih dari itu. Tapi kita belum tutup fundraising, jika komitmen yang sudah kita dapat cukup besar akan kita tutup dan annouce.”

Pihaknya bersyukur dengan dukungan yang diberikan para investor dari berbagai keahlian telah membantu Sorabel tumbuh dan terus berinovasi. Beberapa nama VC lainnya yang sebelumnya berpartisipasi di antaranya OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Ketika penggalangan tutup, perusahaan akan melancarkan ekspansi bisnisnya ke berbagai negara dan membuka toko offline pertama di Jakarta. Jeffrey mengungkapkan saat ini perusahaan masih mendesain konsep dan menentukan lokasi mal.

Dia memastikan, pada toko pertamanya ini pihaknya akan buka di lokasi mal premium, dengan desain toko yang premium pula, tapi dengan harga yang terjangkau. Mirip seperti yang dilakukan oleh brand kenamaan asal Jepang, Miniso. Mereka punya branding premium tapi harganya terjangkau.

“Tiap bulan kami jual 10 ribu desain dan tiap minggu ada ratusan desain baru. Rencananya pas kita buka toko, tiap minggu barang-barangnya akan selalu di-refresh tiap minggu. Konsep lama yang dipakai kebanyakan toko sudah monoton.”

Bila tidak ada aral melintang, rencananya toko ini akan dirilis pada akhir tahun ini.

Jeffrey menjadi CEO Sorabel sejak akhir 2018

Lingga menerangkan, sejak awal dia merintis Sorabel, tidak pernah menuliskan titel CEO melainkan hanya Co-Founder. Dia punya filosofi, untuk capai misi perusahaan, dia perlu menyiapkan tim yang hebat.

Sebagai co-founder, dia merasa itu adalah tanggung jawabnya. Salah satunya adalah mencari sosok pemimpin yang tepat untuk mendekatkan perusahaan ke misi yang ingin ia capai sejak awal.

“Saya enggak pernah mencantumkan titel CEO baik di kartu nama ataupun LinkedIn. Jadi Sorabel itu belum punya CEO sejak awal sebab suatu saat saya yakin ada CEO yang tepat untuk pimpin Sorabel. Saya merasa Jeff lebih pintar dari saya dan melihat bagaimana dia bisa bawa Sorabel ke misi perusahaan.”

Pertemuannya dengan Jeffrey, dimulai pada akhir 2015. Jeffrey memutuskan untuk bergabung pada tahun berikutnya dengan title sebagai President of Sorabel. Pada akhir tahun lalu, akhirnya diputuskan menjabat sebagai CEO.

“Sekarang saya masih di Sorabel, sebagai Chairman yang turut terlibat dalam keputusan penting. Masih banyak pekerjaan rumah yang masih perlu saya lakukan,” kata Lingga.

Jeff mengatakan, dirinya merasa terhormat dipercaya menjadi CEO. Ketertarikannya bergabung karena ada kesamaan budaya perusahaan yang ingin dia bangun. Sorabel sangat menganut data driven dan membuka kesempatan untuk karyawan menyalurkan ide.

“Di sini juga fleksibel, punya kepercayaan yang tinggi untuk pekerja yang mau kerja remote, dipersilahkan tidak perlu izin. Untuk menyalurkan ide mereka bisa langsung mengerjakannya, tidak perlu izin berlapis-lapis seperti korporat lainnya,” pungkasnya.

Saat ini total karyawan inti di Sorabel sekitar 270 orang, dengan kantor tersebar di Jakarta dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here

Ralali Receives Series C Funding Worth Over 181 Billion Rupiah

The B2B marketplace, Ralali announced Series C funding worth of $13 million (equivalent to 181.9 billion Rupiah) led by Arbor Ventures, TNB Aura, and ZIFExN Co., Ltd., founder, Jo Hirao. As previous investors, AddVentures and Qualgro also participate in this round.

Ralali‘s CEO, Joseph Aditya explained the fresh funding is to be used for technology development and team building to accelerate market penetration. Also to make innovation for SMEs to get better in the business assessment.

The thing is, business players in this segment have no access to the distribution of assessment, finance, logistics, and others. It’s because they have no information regarding technology and economic scale for data management and reporting. While we have more than 60% SMEs, only 8% of those aware of digital technology.

“This funding is to support us in building better technology and team to assist millions of Indonesian SMEs for business assessment through Ralali. With us being the ‘super app’, buyers in segmented business can have curated and related solutions for assessment, finance, and logistics,” he stated officially.

There are 12 thousand suppliers have been connected through the company, including big brands as Unilever, Food Solutions, PaperOne, Asus, and many more. More than 160 thousand entrepreneurs have been using Ralali, maintaining almost 300 SKU products in the platform.

Around 500 thousand SMEs registered into the platform with more than 5 million visitors per month.

Innovation has made to reach out to entrepreneurs by presenting BIG Agent, on-demand freelancers to work on the survey and market education to “go digital”. There are currently 120 thousand agents around Jakarta, Java, Sumatra, and Kalimantan.

Ralali was created as a one-stop solution for SMEs to book, look for a business assessment, micro-lending product, and term of payment. There are 1,500 SMEs have been using the financial solution.

Ralali is said to have significant GMV as 5 times over the last year and up for 3-4 times this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here