KlikDaily Secures Series A Funding, to Facilitate Small Shops with Supply Chain

KlikDaily launches to offer products directly to consumers. In 2018, this supply chain startup changed its business focus to the B2B segment. This step is done deliberately by strengthening the foundation of the business model and strategy that is claimed to enable the company to compete and consistently maintain its existence in Indonesia.

Through Integrated Supply Chain Management (ISCM), Klikdaily creates an ecosystem that provides solutions for traditional stalls to obtain a variety of products from various brands at competitive prices. This is proven by the company’s growth in 2020 which increased by more than 700% when compared to 2019.

To date, Klikdaily provides services in Greater Jakarta, West Java and Central Java, which serves more than tens of thousands of traditional stalls in 600 distribution areas.

Series A Funding from Global Founders Capital

In accelerating business growth, Klikdaily has booked Series A funding in May 2020. The value is still undisclosed, this funding was led by their previous investor, Global Founders Capital (GFC).

The fresh fund is to be channeled for the development of technology and infrastructure, to accelerate the company’s mission, it is to empower traditional stalls across the country. Klikdaily also plans to replicate its successful business model in order to bring more distribution centers in major cities of Indonesia until the end of 2020.

Previously, in mid-2019, Klikdaily also received Pre-Series A funding from Global Founders Capital, Pegasus Capital, Fundedhere, and Teja Ventures.

Supporting partners amid a pandemic

Although the Covid-19 outbreak in Indonesia has occurred since early March, it is not affecting Klikdaily’s transaction rate. The company recorded an increase in demand not only in food and beverage products but also in basic foods. Furthermore, Klikdaily has added up the supply of the products during this pandemic to meet rising demand.

In order to ensure the availability of sufficient food for Partners and others, Klikdaily will work closely with the government to ensure the availability of food, distribution, the stability of market prices, and minimize shipping costs for everyone to be able to get food at affordable prices.

“In the current crisis, Klikdaily is more dedicated to working together with all elements of society and government, to safeguard and ensure daily basic needs can be met and well distributed to the people in need,” Klikdaily’s CEO, Amos Gunawan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pasca Peroleh Dana Seri A, Klikdaily Mudahkan Warung Dapatkan Stok Produk

KlikDaily hadir menawarkan produk langsung ke konsumen. Di tahun 2018, startup supply chain ini mengubah fokus bisnis mereka ke segmen B2B. Langkah ini sengaja dilakukan perusahaan dengan memperkuat fondasi model bisnis dan strategi yang diklaim mampu menjadikan perusahaan bersaing dan konsisten mempertahankan eksistensinya di Indonesia.

Melalui Integrated Supply Chain Management (ISCM), Klikdaily menciptakan ekosistem yang memberikan solusi bagi warung-warung tradisional untuk mendapatkan beragam produk dari berbagai merek dengan harga yang kompetitif. Hal ini dibuktikan oleh pertumbuhan perusahaan di tahun 2020 yang meningkat lebih dari 700% bila dibandingkan dengan tahun 2019.

Saat ini, Klikdaily telah beroperasi di Jabodetabek, Jawa Barat, serta Jawa Tengah yang melayani lebih dari puluhan ribu warung tradisional di 600 area persebaran.

Pendanaan seri A dari Global Founders Capital

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, bulan Mei 2020 Klikdaily kembali menerima pendanaan Seri A. Tidak disebutkan berapa nilai yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh investor terdahulu mereka, Global Founders Capital (GFC).

Dana segar tersebut rencananya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk pengembangan teknologi dan infrastruktur, guna mempercepat misi perusahaan, yakni pemberdayaan warung tradisional di seluruh negeri. Klikdaily juga berencana mereplikasikan kesuksesan model bisnisnya guna menghadirkan lebih banyak pusat distribusi di kota-kota besar Indonesia hingga akhir tahun 2020.

Sebelumnya, pada pertengahan 2019, Klikdaily juga telah mendapat pendanaan Pra-Seri A dari Global Founders Capital, Pegasus Capital, Fundedhere, dan Teja Ventures.

Komitmen bantu mitra selama pandemi

Meskipun penyebaran Covid-19 di Indonesia terjadi sejak awal bulan Maret lalu, namun tidak menurunkan jumlah transaksi Klikdaily. Perusahaan mencatatkan peningkatan permintaan tidak hanya terlihat dari produk makanan dan minuman kemasan, namun juga pada bahan makanan pokok. Lebih jauh, Klikdaily telah meningkatkan persediaan produk tersebut di masa pandemi ini demi memenuhi permintaan yang terus melonjak.

Untuk memastikan ketersediaan bahan pangan yang cukup tidak hanya untuk Mitra Klikdaily, Klikdaily akan bekerja sama dengan pemerintah, guna memastikan ketersediaan bahan pangan, distribusi, kestabilan harga pasar, serta meminimalisir biaya pengiriman sehingga setiap orang bisa mendapatkan bahan pangan dengan harga yang terjangkau.

“Di saat krisis yang sedang kita alami sekarang ini, Klikdaily berdedikasi lebih untuk bekerja bersama dengan semua elemen masyarakat serta pemerintahan, untuk menjaga dan memastikan kebutuhan pokok sehari-hari dapat terpenuhi dan terdistribusi dengan baik kepada masyarakat membutuhkan,” kata CEO Klikdaily Amos Gunawan.

Application Information Will Show Up Here

Etanee Putuskan untuk Mempercepat Rencana Ekspansi

Etanee salah satu startup yang melayani pengantaran bahan/produk pertanian memasuki fase selanjutnya dalam posisinya sebagai sebuah bisnis. Tumbuh dan berkembang adalah kewajiban sebagai startup, dan kini mereka siap untuk mempercepat laju pertumbuhan bisnisnya.

Pihak Etanee menjelaskan bahwa ada beberapa perubahan penting dalam oraganisasinya. Di fase awal, Etanee hanya mengakomodir supply chain management untuk produk daging beku, kini mereka melayani pembelian grosisran dan eceran dengan kategori yang lebih lengkap. Meliputi buah, sayur, daging, bumbu masak, dan sembako kering.

Mereka juga mengklaim tengah membangun ekosistem demand dalam bentuk agen atau dropshipper berbasis komunitas untuk produk segar eceran. Cara ini diambil dengan harapan bisa memberikan dampak sosial karena dengan model ini sharing ekonomi semakin masif.

As of now, number of registered users kami lebih dari 10 ribu, dengan lebih dari 2 ribu pengguna aktif bulanan dan sudah hadir di Jabodetabek dan Bandung,” terang Co-Founder & COO Etanee Herry Nugraha.

Mempercepat ekspansi dan rencana fundraising

Etanee merupakan salah satu startup yang mengalami lonjakan permintaan di tengah pandemi Covid-19 ini. Dengan komitmen untuk bisa menjangkau lebih banyak pengguna, Etane memutuskan untuk melakukan perluasan jangkauan wilayah, mencakup daerah Bogor, Depok, Cibubur, Jakarta Selatan, dan kota Bandung. Rencananya hingga sampai dengan akhir April, Etanee sudah menjangkau seluruh DKI Jakarta dan Tangerang Selatan.

“Efek langsung yang dirasakan Etanee ketika terjadi pandemi Covid-19 adalah kenaikan demand yang sangat tinggi dan menghasilkan growth organik 3x month on month. Karena itu kami justru melakukan ekspansi yang lebih cepat di masa isolasi ini dalam rangka mendukung pemerintah dan membantu masyarakat untuk memberikan ketersediaan pangan melalui mekanisme order online dan home delivery,” sambung Herry.

Di Indonesia salah satu industri yang kemungkinan bakal berubah setelah pandemi ini adalah layanan pembelian produk atau bahan makanan dari petani. Distribusi langsung ke pengguna dan menjangkau petani di daerah-daerah sedikit banyak mulai membuat industri ini semakin matang di tengah meningkatnya permintaan seperti sekarang ini.

Pemain-pemain lain di sektor ini seperti TaniHub, Freshbox, Sayurbox, KedaiSayur, dan lainnya tampaknya telah menyusun ulang strategi untuk bisa memenuhi lonjakan permintaan. Seperti TaniHub misalnya, yang awal bulan ini mendapat pendanaan senilai 285 miliar yang rencananya akan digunakan untuk ekspansi dan membangun sistem otomatisasi.

Etanee, yang sudah tiga tahun berjalan, mulai awal 2020 ini mereka merencanakan untuk fundraising dan berharap untuk bisa menjalin kerja sama strategis dengan venture capital yang sudah memiliki portofolio di industri pangan dan distribusi.

“Fokus Etanee dalam 1-2 tahun ke depan adalah mempercepat ekspansi layanan platform ke 300 kota di seluruh Pulau Jawa, karena permintaan dari mitra distribusi dan logistik sudah banyak dan antre untuk segera digarap. Namun hal ini terkait erat dengan support funding yang saat ini sedang kami targetkan untuk dipenuhi,” tutup Herry.

Application Information Will Show Up Here

Validating “New Retail” Startups in Indonesia

New retail has been trying to connect traders with technology. The objective is to facilitate business in leveraging benefits and consumer coverage. In terms of concept, the approach is to empower some previous features with mature implementation in the e-commerce platform to conventional retail. It’s not digitizing the whole business process, but aiming for certain aspects that weren’t optimized.

Concept Details
Payment Integrating payment applications, such as digital wallets or pay later feature, for payment options to customers.
Supply Chain Providing digital access to traders to connect with FMCG product distributors for more variant products at affordable prices.
Customer Experience Improving customer experience by providing purchasing apps. Some in the form of loyalty programs giving point credits for every transaction
Digital Product Allowing traders to serve purchasing or payment activities of various digital products, such as PPOB tax payment, train ticket, e-money top-up, and many more.

Those four models are getting adopted by local startups with various lines of products or retail segments. The public, either traders or buyers, are adjusting to the transformation. It was proven by the well-developed new retail startups.

The beginning of new retail in Indonesia

In 2014, Kudo (an acronym for Kios untuk Dagang) or kiosk for trading was launched. The service is to allow everyone, especially kiosk owners, to be able to sell any kinds of e-commerce products. The buyers allowed to choose any kinds of products and make payments through the kiosk. The concept was proven successful, as Kudo has been used by 2.6 million partners and become the biggest agent-based service in Indonesia.

Post Grab acquisition in 2019, they rebranded into GrabKios. The business model gets adjusted, from an e-commerce digital arm to focus more on the partner’s side to facilitate various kinds of payments, such as electricity bills, PDAM, and many more.

“Through technology, GrabKios expands the types of services offered by stalls such as credit and various bill payments, reduces the cost of stalls by providing convenience for traditional stalls to order merchandise (wholesale), and provides access to additional business capital and financial services through money transfer services (domestic remittance) and micro insurance and cash loans will be provided,” Head of GrabKios, Agung Nugroho said.

Furthermore, some e-commerce platforms are following the trend, such as Mitra Tokopedia and Bukalapak. It’s the same concept, allowing partners to become a digital arm to facilitate consumers for purchasing goods. The online-to-offline approach becoming the best extension among broadband expansion and digital literacy in the community.

Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products
Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products

Entering the year 2018, Kopi Kenangan has debuted with 121 billion Rupiah funding from Alpha JWC Ventures. The investment is said to be focused on business development through technology, one is to launch an app for store locator, ordering, payment support and loyalty program.

The well-received business model in the market providing a well-poured investment. After a few months, Kopi Kenangan announced follow-on funding worth of 282 billion Rupiah from Sequoia. In late 2019, they had secured Series A funding from several investors, including Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, and Jonathan Neman. They have managed to sell 3 million cups of coffee per month.

There is also Fore Coffee, a startup founded by East Ventures with similar products and approaches. The latest news, they’ve announced follow-on funding worth of 118 billion Rupiah from East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, and several angel investors.

“We also use various technologies, from our own mobile app to the existing technologies, such as Moka to monitor payments, Member.id for loyalty platforms, and Go-Food, GrabFood, and TravelokaEats as distribution platforms,” Fore Coffee’s Co-Founder & CEO Robin Boe explained the technology role in his startup.

Wahyoo also offers a new retail approach, targeting warteg (small restaurants) by providing digital access to the supply chain. The Founder & CEO, Peter Shearer said they have partnered with at least 7000 merchants from various regions. They’ve also received seed funding from Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter 1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

There are also some other startups offering new retail concepts with various business approaches.

The momentum

Kopi kenangan product, beverage at affordable price
Kopi kenangan product, beverage at affordable price

Numbers of partners, transaction value and capital flows received imply that new retail has been quite successful to validate the concept for the past few years. On further observation, they are prudent in placing their products to the most suitable customer segment.

Take the example of previously mentioned coffee products startup, they see a trend of “daily coffee” among millennials. To the existing coffee shop, as well-known Starbucks, the standard price is quite high. They offer beverages at relatively cheaper prices, but with improved customer experience.

It is very likely what startups like Kudo did, that is targeting partners from the countryside.

The large investment stream will allow players to perform the “growth hacking” strategy which has been successfully applied by startups in other verticals, such as ride-hailing or fintech. They could increase traction with a series of promo or massive expansion at many locations – and indeed, all the players are heading that way.

With a broader market share, more mature players and enthusiast investors; will new retail be the next big thing in the following years?


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memvalidasi Startup “New Retail” di Indonesia (UPDATED)

New retail mencoba menghubungkan pedagang dengan teknologi. Tujuannya memudahkan bisnis meningkatkan keuntungan dan menjangkau konsumen yang lebih luas. Secara konsep, pendekatan ini mencoba memberdayakan beberapa fitur yang sebelumnya telah matang diaplikasikan pada sistem e-commerce ke ritel konvensional. Tidak mendigitalkan seluruh proses bisnis, namun menyasar aspek-aspek tertentu yang dinilai belum optimal.

Konsep Keterangan
Pembayaran Membaurkan aplikasi pembayaran, misalnya digital wallet atau layanan pay later, untuk memberikan opsi pembayaran kepada pelanggan.
Rantai Pasokan Memberikan akses digital ke pedagang untuk terhubung dengan distributor produk FMCG, sehingga mendapatkan varian produk yang lebih beragam dan harga yang lebih terjangkau.
Pengalaman Pelanggan Meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menyediakan aplikasi pemesanan. Beberapa dalam bentuk program loyalitas untuk memberikan kredit poin di tiap transaksi yang dilakukan.
Produk Digital Memungkinkan pedagang untuk melayani pembelian atau pembayaran berbagai jenis produk digital, misalnya pembayaran PPOB, pembelian tiket kereta, pengisian e-money dan lain sebagainya,

Empat model di atas kini banyak diadopsi startup lokal dengan lini produk atau menyasar segmen ritel yang cukup beragam. Masyarakat pun, baik dari sisi pedagang maupun pembeli, menerima pembaruan itu dengan cukup baik. Terbukti dengan pertumbuhan bisnis banyak startup new retail yang mengagumkan.

Awal perkembangan new retail di Indonesia

Tahun 2014 Kudo (akronim dari Kios untuk Dagang Online) diluncurkan. Layanannya saat itu memungkinkan siapa saja, terutama pemilik warung untuk menjadi agen Kudo dan dapat menjual berbagai produk yang ada di e-commerce. Pembeli bisa memilih produk yang diinginkan dan membayar pesanan ke agen tersebut.

Namun seiring perkembangan bisnisnya, Kudo berfokus untuk memajukan warung tradisional di Indonesia agar menjadi serba bisa melayani berbagai produk dan layanan. Konsep tersebut cukup berhasil diaplikasikan, menjadikan Kudo dimanfaatkan 2,8 juta mitra usaha dan menjadi layanan keagenan terbesar di Indonesia. Pasca diakuisisi Grab, tahun 2019 mereka berubah nama jadi GrabKios dan semakin mempertegas komitmen untuk memberdayakan warung tradisional.

“Melalui teknologi, GrabKios memperluas jenis layanan yang ditawarkan warung seperti pulsa dan berbagai pembayaran tagihan, mengurangi biaya usaha warung dengan memberikan kemudahan kepada warung tradisional untuk memesan barang dagangan (grosir), serta menyediakan akses terhadap tambahan modal usaha dan layanan keuangan melalui layanan pengiriman uang (domestic remittance) dan akan disediakannya asuransi mikro dan pinjaman tunai,” jelas Head of GrabKios Agung Nugroho.

Setelah itu beberapa e-commerce menyusul, misalnya Mitra Tokopedia dan Bukalapak. Pendekatan online-to-offline menjadi jembatan terbaik di tengah perluasan pitalebar dan peningkatan literasi digital masyarakat.

Mitra Tokopedia
Program Mitra Tokopedia yang menyasar warung-warung di berbagai daerah untuk menjualkan produknya

Memasuki tahun 2018, Kopi Kenangan debut umumkan pendanaan 121 miliar Rupiah dari Alpha JWC Ventures. Investasi tersebut akan difokuskan perusahaan untuk peningkatan bisnis melalui teknologi, salah satunya meluncurkan aplikasi untuk pencarian toko, pemesanan, dukungan pembayaran dan program loyalitas.

Model bisnis yang diterima baik oleh pasar melancarkan kucuran investasi. Selang beberapa bulan, Kopi Kenangan umumkan pendanaan lanjutan 282 miliar Rupiah dari Sequoia dan akhir tahun 2019 kemarin mereka bukukan pendanaan seri A dari sejumlah investor, termasuk Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert dan Jonathan Neman. Mereka telah berhasil menjual 3 juta gelas kopi per bulan.

Dengan produk dan pendekatan yang hampir serupa ada juga Fore Coffee, startup binaan East Ventures. Terakhir mereka umumkan pendanaan lanjutan 118 miliar Rupiah dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, dan beberapa angel investor.

“Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti Moka untuk memantau pembayaran, Member.id untuk loyalty platform, serta Go-Food, GrabFood dan TravelokaEats sebagai platform distribusi,” terang Co-Founder & CEO Fore Coffee Robin Boe menerangkan pemanfaatan teknologi dalam startupnya.

Wahyoo juga tawarkan pendekatan new retail, menyasar warteg dengan memberikan akses digital untuk rantai pasokan. Dari pernyataan Founder & CEO Peter Shearer, saat ini mereka telah merangkul sekurangnya 7000 mitra dari berbagai wilayah. Mereka juga telah membukukan pendanaan awal dari Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Masih ada beberapa startup yang tawarkan konsep new retail dengan berbagai pendekatan bisnis.

Berkesempatan dapat momentum

Kopi Kenangan
Produk Kopi Kenangan, minuman kopi dengan harga yang relatif terjangkau

Capaian jumlah mitra, nilai transaksi dan arus modal yang diterima menyiratkan bahwa new retail cukup berhasil memvalidasi konsepnya selama beberapa tahun terakhir. Jika dianalisis lebih mendalam, mereka cukup cermat dalam menempatkan produknya ke segmentasi pelanggan yang tepat.

Ambil contoh untuk startup dengan produk kopi di atas, mereka melihat adanya tren “ngopi kekinian” di kalangan milenial. Ke kedai kopi yang ada, sebut saja Starbucks, standar harganya cukup tinggi. Lantas mereka hadir dengan produk kopi dengan harga yang relatif lebih murah, namun dengan pengalaman pelanggan yang juga ditingkatkan.

Pun demikian yang dilakukan oleh startup seperti Kudo yang lebih fokus menyasar mitra dari pedesaan.

Kucuran investasi besar yang didapat juga memungkinkan para pemain melakukan strategi “growth hacking” yang selama ini sukses diterapkan startup di vertikal lain, seperti ride-hailing atau fintech. Bisa saja mereka meningkatkan traksi dengan rangkaian program promo atau ekspansi besar-besaran di banyak titik – dan memang kini semua pemain tengah menuju arah sana.

Dengan pangsa pasar yang luas, pemain yang semakin matang dan investor yang makin terpikat; apakah new retail akan menjadi the next big thing di tahun-tahun berikutnya?

Update : Tambahan informasi dan komentar dari Head of GrabKios Agung Nugroho.

Sempurnakan Integrasi “Digital Supply Chain”, Bizzy Tutup Sementara Layanan Marketplace

Bizzy menutup sementara layanan marketplace b2b tertanda mulai bulan ini. Katalog produk dihapus dari situs dan layanan pembelian untuk konsumen korporat ditiadakan untuk sementara waktu. Ini adalah bisnis pertama yang dirintis Bizzy sejak perusahaan berdiri sejak 2015, sebelum ekspansi ke layanan lainnya.

Kepada DailySocial, CEO Bizzy Group Andrew Mawikere menjelaskan, penutupan ini hanya bersifat sementara. Pihaknya berencana membuka kembali pada kuartal IV 2020 dengan berbagai penyempurnaan sistem backend.

“Kita nggak tutup. Tapi in terms of priority development bakal hadir lagi di kuartal IV ini. Kita mau fokus ke area yang perkembangannya jauh lebih cepat dan secara potensi jauh lebih besar,” ujarnya, Rabu (15/1).

Dia melanjutkan, keputusan ini diambil karena perusahaan ingin menyempurnakan integrasi sistem back-end marketplace, terutama rantai pasok digital agar semakin seamless saat digunakan konsumen korporat. Tampilan UI/UX juga akan disempurnakan.

Rantai pasok digital ini sebenarnya sudah dibangun oleh Bizzy untuk layanan Tokosmart, hanya saja peruntukkannya buat konsumen toko kelontong. “Kalau dilihat digital supply chain, Tokosmart itu juga sama-sama procurement activity. Bedanya hanya target segmen, ini lebih UMKM sementara Bizzy Marketpalce buat perusahaan menengah ke atas.”

Perubahan bisnis Bizzy Marketplace sebenarnya punya semangat yang kurang lebih sama dengan Tokosmart, yakni memotong rantai sub distributor dan grosir dengan teknologi agar proses pengadaan lebih efisien dan transparan.

Dia mencontohkan, salah satu konsumen korporat Bizzy adalah Alfamart dan Indomaret. Dalam pengadaan barang, dengan penyempurnaan sistem, diharapkan mereka bisa langsung beli pasokan dari perusahaan distributor yang sudah bermitra dengan Bizzy.

“Mereka butuh beli barang-barang dari prinsipal, tapi window pembeliannya nggak pakai UI Tokosmart karena lebih UMKM. Makanya UI/UX Bizzy Commerce akan kita revamp lagi.”

Dalam pengembangan Bizzy Marketplace, ada 14 kategori yang disediakan untuk korporat dari berbagai industri. Tidak hanya menjual perlengkapan kantor saja, ada dekorasi dan elektronik rumah tangga, elektronik industri, furnitur perabotan, MRO, otomotif dan transportasi, peralatan horeca, dan masih banyak lagi.

Rencana penguatan ekosistem Bizzy

Bizzy Group tidak hanya bermain di ranah marketplace b2b, tapi meluas dari hulu ke hilir. Ada Bizzy Consolidation, Bizzy Logistics, dan Bizzy Distribution. Adapun Tokosmart termasuk dalam bagian yang terakhir.

Tokosmart adalah aplikasi pengadaan untuk konsumen toko kelontong agar lebih mudah mengisi stok barang. Semangat yang ditawarkan lewat Tokosmart adalah kemudahan pemilik toko membeli barang yang dijual langsung oleh perusahaan distributor yang ditunjuk resmi oleh brand prinsipal.

“Yang membuat kami berbeda adalah kami bekerja sama dengan prinsipal agar pasokan barang di pasar dari sisi harga tidak rusak. Brand sangat menjaga harga karena berkaitan erat dengan brand equity.”

Layanan ini sudah diresmikan sejak Mei 2019, terhitung hingga akhir tahun lalu telah meraup 46 ribu pemilik toko kelontong yang tersebar di 29 kota di seluruh Indonesia. Andrew menargetkan dapat meningkatkan jumlah konsumen hingga 100 ribu toko sampai akhir tahun ini.

market-stall-4659219_1280

Kategori produk juga diperluas tidak hanya untuk brand prinsipal dari FMCG saja, tapi juga obat over the counter (bebas dijual tanpa resep dokter), personal care, alat tulis, dan sebagainya.

“Karena platform digital supply chain yang kita bangun ini, solusinya tidak hanya applicable buat FMCG saja, tapi buat brand prinsipal lainnya dari kategori yang lain.”

Guna ekosistem lainnya, Bizzy segera merilis Truckway dan Bizzy Field Force (BFF) untuk melengkapi Bizzy Logistics. Semua layanan ini berbasis aplikasi digital namun tujuan penggunannya punya target masing-masing.

Misalnya buat Truckway digunakan oleh pelaku logistik atau distributor yang punya armada bus untuk permudah perencanaan rute pengantaran barang ke toko kelontong agar lebih efisien.

Sedangkan BFF untuk bantu tenaga pemasar dari perusahaan distribusi saat site visit ke toko kelontong mana saja yang harus didatangi dan barang apa yang bisa mereka jual. Kedua aplikasi ini sudah bisa diunduh di Google Play dan App Store, namun belum diresmikan karena masih dalam tahap iterasi dan pengembangan.

“Karena ujung-ujungnya kita mau bantu prinsipal memasok barang secara efisien ke konsumen minus one. Nah itu butuh perusahaan distribusi yang kebanyakan masih tradisional dalam menjalankan bisnisnya, jadi nggak efisien.”

Dari keseluruhan rencana bisnis Bizzy yang akan dilakukan tahun ini, juga akan menyentuh unsur finansial untuk bantu toko kelontong permudah dapat modal usaha. Andrew mengatakan pada kuartal III ini, perusahaan akan bekerja sama dengan perbankan untuk merealisasikannya.

“Kita ingin gaet bank yang benar-benar fokus ke pembiayaan UMKM karena punya bunga yang kompetitif dan bisa dorong pemilik toko berkembang. Nanti ada algoritma transaksi mereka di Bizzy untuk menentukan mana yang layak secara profil risiko untuk diberikan kredit usaha.”

Saat ini transaksi di Tokosmart menggunakan opsi bayar tunai, bank transfer, kredit yang dapat dibayar dua minggu kemudian, dan LinkAja. “Bulan depan (Februari) mau tambah opsi dengan pemain digital wallet yang lain seperti Ovo dan GoPay,” tutup Andrew.

Harapan Lahirnya Gebrakan di Sistem Manajemen Rantai Pasokan

Pertumbuhan bisnis yang mengesankan, dibarengi dengan pengembangan teknologi berkelanjutan menjadikan Amazon sebagai salah satu kiblat inovasi di sektor e-commerce. Menyadur data terakhir perusahaan, pertumbuhan bisnis dari tahun 2018 ke 2019 telah mencapai 30%. Sementara 13% keuntungan didapat dari transaksi global, termasuk di kawasan Asia Pasifik.

Secara lebih mendetail, banyak hal yang bisa dipelajari dari kesuksesan perusahaan yang dinakhodai Jeff Bezos tersebut. Manajemen rantai pasokan (supply-chain management) jadi salah satunya, memungkinkan Amazon mengakomodasi ekspektasi pelanggan terkait pengiriman barang yang dilakukan cepat. Salah satu realisasinya dalam fitur “same day delivery”.

Robot pengiriman yang tengah diuji coba oleh Amazon / Amazon
Robot pengiriman yang tengah diuji coba oleh Amazon / Amazon

Dewasa ini konsep serupa masif diterapkan oleh pemain e-commerce di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Transformasi besar-besaran dilakukan agar memungkinkan jalur distribusi barang menjadi lebih efisien. Untuk beberapa pengiriman ke kota besar, khususnya wilayah Jabodetabek, platform seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan sebagainya sudah mungkinkan pengiriman sehari, manfaatkan kerja sama dengan aplikasi ride-sharing.

Mengapa rantai pasokan jadi aspek penting?

Proses rantai pasokan (supply chain) telah berubah dari masa ke masa. Di era sebelum e-commerce, prosesnya hanya melibatkan pembeli dan pemilik toko, karena transaksi terjadi secara langsung di tempat. Di era jual-beli online, aktivitasnya menjadi lebih panjang. Pada setiap aspek rantai pasokan terdapat berbagai aktivitas pertukaran informasi, transaksi dana, pengelolaan barang, manajemen logistik, hingga proses pelaporan.

Kemitraan strategis dengan pihak ketiga dijadikan solusi agar alurnya efisien. Masing-masing perusahaan dengan kompetensinya melakukan pengelolaan di masing-masing bidang. Misalnya, platform e-commerce fokus menyediakan kanal, perusahaan logistik konsentrasi pada distribusi produk dan perusahaan rantai pasokan sediakan gudang.

Di titik sekarang ini, fragmentasi layanan e-commerce justru menghadirkan permasalahan baru. Dengan ekspektasi sama soal pengiriman cepat, sistem logistik sering terseok-seok hadapi traksi pesanan yang membludak. Hal ini rutin terjadi di momen-momen khusus, misalnya perayaan hari belanja atau mendekati hari raya.

Tak mau pasrah dengan keadaan, beberapa perusahaan e-commerce mulai bangun infrastruktur secara mandiri. Seperti yang dilakukan Tokopedia melalui visinya untuk menjadi “Insftrastruktur as a Services” di sektor ritel. Mereka membangun layanan pemenuhan (fullfilment) TokoCabang untuk memperlancar proses distribusi produk.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra kepada DailySocial menceritakan cara kerjanya. “TokoCabang memungkinkan penjual menitipkan stok produk di gudang Tokopedia di berbagai daerah, terutama di wilayah di mana permintaan produk cenderung tinggi. Dengan layanan pemenuhan yang efisien, penjual kini tidak perlu lagi mempertimbangkan isu operasional pemenuhan pesanan, terutama ketika usaha penjual mulai berkembang pesat.”

Selanjutnya barang-barang tersebut dikelola pengirimannya oleh 12 mitra logsitik yang telah bekerja sama dengan Tokopedia. Selain lebih cepat, memungkinkan perusahaan memberikan ongkos kirim yang lebih terjangkau. Tokopedia menyebut fitur tersebut sebagai “instant delivery”.

Di fase awalnya, layanan TokoCabang tersedia di daerah Jakarta, Bandung dan Surabaya, kemudian akan terus bertambah hingga menjangkau seluruh penjuru di Indonesia di waktu mendatang.

Inovasi lain soal logistik

Visi penguatan logistik turut digaungkan oleh perusahaan lain. JD.id salah satunya, disampaikan President & CEO Zhang Li prioritas mereka saat ini mengupayakan layanan “same day delivery”, dimulai dari seluruh wilayah Jabodetabek. Layanan yang dimaksud memungkinkan pesanan dikirim ke pelanggan pada hari yang sama jika pemesanan dilakukan sebelum pukul 10.00 WIB.

Zhang mengklaim 85% pesanan di Jabodetabek telah memakai same day delivery. Angka tersebut turut menjadi pendorong memperkuat infrastruktur logistik, karena saat ini kecepatan tersebut jadi layanan unggulan. Untuk perluasan, pihaknya sudah bangun 11 gudang yang tersebar di berbagai kota, termasuk Medan, Makassar, Surabaya, Semarang dan Pontianak.

Praktiknya lebih kompleks dibandingkan di negara lain, pun bagi platform logistik JD.id yang terlebih dulu diaplikasikan di negara asalnya Tiongkok. Indonesia secara geografis miliki wilayah berpulau-pulau. Minimal logistik diakomodasi dengan dua moda transportasi, darat-laut atau darat-udara untuk menyeberang, diambil mana yang lebih efisien secara muatan, waktu dan biaya.

Melihat kondisi tersebut, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyampaikan bahwa pengelolaan yang berbasis data menjadi penting.Menurutnya, di satu titik semua perusahaan membutuhkan pendekatan yang lebih end-to-end untuk memaksimalkan kebutuhan konsumen. Manajemen rantai pasokan juga masih menjadi fokus diskusi antar-anggota asosiasi.

Pendekatan berbasis data tadi memang jadi acuan penting. Soal logistik, sistem butuh algoritma tepat untuk menghasilkan analisis tentang jalur distribusi yang efisien. Termasuk untuk menentukan titik-titik gudang menampung produk.

Pendekatan berbeda dilakukan Bukalapak. Sembari menyempurnakan infrastruktur, mereka mencoba meningkatkan efektivitas pengiriman dengan menghadirkan platform terintegrasi. Mereka menyadari, bahwa bisnis logistik di Indonesia saat ini sangat banyak, terutama saat berbicara tentang pemain-pemain di tingkat daerah. Ada bisnis logistik yang punya spesialisasi kirimkan barang bermuatan besar, antar pulau melalui jalur laut hingga bisnis logistik yang menjangkau kawasan pelosok.

Fitur BukaPengiriman fokus membantu mitra penjual mengelola proses pengiriman. Mitra logistik ditempatkan dalam satu kanal terintegrasi, termasuk menawarkan layanan penjemputan agar pesanan dapat diproses secepatnya. Lagi-lagi prioritasnya untuk memenuhi tuntutan konsumen agar mendapatkan barang yang diinginkan dalam waktu yang cepat.

Butuh gebrakan manajemen rantai pasokan

Lengan robot pintar di jaringan pergudangan Alibaba
Lengan robot pintar di jaringan pergudangan Alibaba / Alibaba

Raksasa e-commerce seperti Amazon, Alibaba atau JD.com mulai merilis perangkat logistik manfaatkan kemajuan teknologi. Sebut saja pengiriman barang dengan pesawat nirawak (drone) atau mobil tanpa supir (driverless car). Misinya menghadirkan automasi dalam proses distribusi. Bahkan di gudang-gudang mereka, bantuan “lengan robot” juga sudah diterapkan untuk pangaturan barang yang lebih cermat.

Dengan kondisi yang ada di Indonesia, meninjau dari sisi infrastruktur publik dan tatanan sosio-ekonomi, pemain lokal juga terus dituntut untuk hadirkan gebrakan baru dalam sektor logistik. Harapan besar untuk 2020 dan tahun-tahun mendatang agar sistem rantai distribusi bisnis ritel di tanah air semakin membaik.

Melalui “Moka Fresh”, Moka Sediakan Akses Bahan Baku untuk Merchant Kuliner

Platform mesin kasir digital (point of sales – POS) Moka merambah produk baru yang menghubungkan penyuplai bahan makanan untuk merchant kuliner yang bergabung, disebut Moka Fresh. Produk teranyar ini melengkapi rangkaian ekosistem digitalisasi bisnis yang dibangun Moka, setelah Moka POS, Moka Pay, Moka Capital, dan Moka Connect.

Dalam situsnya, Moka Fresh adalah solusi kesulitan bahan baku makanan, peralatan dapur, alat kebersihan, hingga peralatan elektronik untuk mitra kuliner. Perusahaan bekerja sama dengan berbagai penyuplai ternama menyediakan bahan dan alat berkualitas tinggi dan harga terbaik. Penyuplai tersebut di antaranya Greenfields, Diamond, Unilever, Bogasari, ABC, dan SayurBox.

Seluruh pemesanan dilakukan secara online dengan mengisi daftar pesanan, berikutnya mengisi alamat pengantaran. Metode pembayaran yang tersedia saat ini adalah invoicing yang dapat dibayar tujuh hari kemudian demi menyesuaikan arus kas bisnis dari merchant tersebut.

Moka Fresh untuk sementara baru bisa diakses melalui Backoffice Moka POS dari browser. Aplikasinya sendiri akan dirilis dalam waktu dekat. Merchant yang baru menikmati produk ini adalah mereka yang memiliki toko di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya; dan sudah berlangganan Moka di atas dua bulan.

VP Brand & Marketing Moka Bayu Ramadhan menjelaskan, inovasi ini mempertegas posisinya sebagai pemimpin pasar untuk POS dengan kelengkapan produk dan layanannya secara end to end buat UKM di Indonesia. Sejak lima tahun berdiri hingga sekarang, Moka telah mengalami banyak perkembangan signifikan.

Penggunanya telah mencapai 30 ribu bisnis tersebar di lebih dari 200 kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Pertumbuhan pengguna mencapai 210% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari segi transaksi, tumbuh 126% dan nilai transaksi yang diproses merchant lebih dari Rp20 triliun.

Moka Pay turut mencatatkan kenaikan transaksi non tunai sebesar 12 kali lipat secara year on year. Opsi pembayaran non tunai yang tersedia di Moka adalah GoPay, Ovo, Dana, LinkAja, Akulaku, dan Kredivo. Sementara itu, Moka Capital telah membantu menyalurkan modal sebesar Rp26 miliar untuk para pemilik bisnis.

“Dengan meningkatnya kepercayaan dari para pelaku bisnis dan meluasnya produk dalam ekosistem yang ditawarkan, di 2020 Moka berupaya untuk fokus dalam memperluas penetrasi ke segmen grassrot dan enterprise,” kata Bayu dalam keterangan resmi, Senin (30/12).

Perusahaan, sambungnya juga mendirikan wadah pengembangan edukasi berbasis teknologi disebut A Cup of Moka. Dalam kurun setahun, program ini berhasil mengedukasi lebih dari 2 ribu pelaku usaha secara offline dan sekitar 4 ribu pelaku usaha secara online lewat berbagai rangkaian acara yang digelar. Jumlah partnernya tembus di angka 124 institusi, baik itu dari pemerintah, penyelenggara swasta, akademis, LSM, dan lainnya.

Di samping itu, menyediakan business insight untuk bantu pemilik usaha dalam mengambil keputusan strategis dalam bisnis. Contohnya, sepanjang tahun ini tren penjualan minuman boba meningkat 12 kali, khimar jadi produk ritel paling populer dengan penjualan naik 96%, facial treatment seperti facial, acne care, dan masker wajah menunjukkan transaksi dan pendapatan tertinggi.

Application Information Will Show Up Here

The SaaS Platform Developer for Supply Chain “Advotics” Receives Seed Funding of 39 Billion Rupiah Led by East Ventures

The SaaS platform developer for Offline-to-Online Analytics, today (5/14) announces seed funding led by East Ventures. Some investors are involved in this round, but there is no further detail. The amount has reached $2.7 million (around 39 billion Rupiah). It’s to be focused on developing technology and accelerating user growth.

The platform focuses on supply chain business players in making decision based on data. Most of them are still using offline method in managing and tracking sales and distribution. With loads of documents that must be managed manually, they only spend time for routines, not for something strategic.

“Clients can buy solutions that suits their issue, either comprehensive digitization or certain modules. Advotics also provides features on demand, such as productivity apps to monitor in-store employees with geographic tracking system, route and items distribution, offline-to-online marketing, B2B trading, and analytics and business intelligence dashboard for the management team,” Advotics’ Co-Founder & CTO, Hendi Chandi.

Advotics tries to digitize data related to labor, business networks, and the company’s physical asset and products. The main objective is to transform data from trading activities and offline work in field to be a useful data to help management team in making business decision, such as marketing penetration, productivity, and retail sales strategy.

One of Advotics breakthrough is to digitize products through unique identities, such as QR codes printed on product packaging. It’s to help the company track the product location from the first distributor to the consumer, and keep it against fraud.

“The Advotics team managed to solve the issue on supply chain monitoring in Indonesia. Their solution can help companies monitor the movement of labor and its items. The collected data point can be used to understand the heatmap of product distribution and make an efficient supply chain in Indonesia. We welcome the Advotics team to the B2B ecosystem in East Ventures,” East Ventures Managing Partner, Willson Cuaca said.

The Advotics management team consists of three engineers with various background, Boris Sanjaya is an industrial engineer with experience in consulting in Boston Consulting Group (BCG); Hendi Chandi as former software developer senior in Amazon, also a graduate from computer science in University of Washington Seattle; and Jeffry Tani which acquired Ph.D in engineer from MIT.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembang Platform SaaS Supply Chain “Advotics” Dapatkan Pendanaan Awal 39 Miliar Rupiah yang Dipimpin East Ventures

Advotics startup pengembang layanan SaaS Offline-to-Online Analytics hari ini (14/5) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin oleh East Ventures. Turut terlibat beberapa investor dalam putaran pendanaan ini, namun tidak disebutkan detailnya. Nilai pendanaan mencapai $2,7 juta (atau setara dengan 39 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut akan difokuskan untuk pengembangan teknologi dan mempercepat pertumbuhan pengguna.

Platform Advotics fokus membantu pebisnis rantai pasokan barang (supply chain) dalam mengambil keputusan berdasarkan data. Sebagian besar pelaku bisnis masih mengandalkan metode offline dalam mengelola dan melacak operasional penjualan dan distribusi. Dengan banyaknya dokumen yang harus dikelola secara manual, para pebisnis menghabiskan waktu hanya untuk pekerjaan rutin, bukan untuk sesuatu yang bersifat strategis.

“Klien dapat membeli solusi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik berupa solusi digitalisasi yang menyeluruh atau hanya modul tertentu saja. Advotics juga menyediakan fitur yang sangat diminati oleh pelaku industri, seperti aplikasi produktivitas untuk memantau pekerja di dalam toko dengan sistem pelacakan geografis, sistem pengaturan rute dan pengiriman barang, sistem pemasaran offline-to-online, platform perdagangan B2B, serta dasbor analitik dan business intelligence untuk tim manajemen,” ujar Co-Founder & CTO Advotics Hendi Chandi.

Advotics mencoba mendigitalkan data-data terkait tenaga kerja,  jaringan bisnis, serta aset dan produk fisik milik perusahaan. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah data dari aktivitas perdagangan dan pekerjaan offline di lapangan menjadi data berguna yang bisa membantu tim manajemen dalam membuat keputusan bisnis penting seperti penetrasi penjualan, produktivitas, serta strategi penjualan ritel.

Salah satu terobosan yang dilakukan Advotics adalah dengan mendigitalkan produk melalui penggunaan identitas unik, seperti kode QR yang dicetak pada kemasan produk. Hak tersebut dinilai dapat membantu perusahaan melacak keberadaan produk mulai dari distributor pertama hingga ke tangan konsumen, serta melindungi dari adanya pemalsuan produk.

“Tim Advotics berhasil mengatasi inti masalah dalam pemantauan rantai pasokan di Indonesia. Solusi Advotics bisa membantu para perusahaan dalam memantau pergerakan tenaga kerja dan barang-barang mereka. Data point yang dikumpulkan bisa digunakan untuk memahami peta persebaran (heatmap) dari distribusi produk dan mengefisienkan rantai pasokan. Kami percaya ini hanyalah awal dari transformasi rantai pasokan di Indonesia. Kami menyambut baik masuknya tim Advotics ke dalam ekosistem B2B dari East Ventures,” sambut Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Tim manajemen Advotics terdiri atas tiga engineer dengan latar belakang yang beragam, yakni Boris Sanjaya adalah seorang industrial engineer dengan pengalaman konsultasi di Boston Consulting Group (BCG); Hendi Chandi mantan software developer senior di Amazon, serta lulusan dari program teknik komputer University of Washington Seattle; dan Jeffry Tani merupakan pemegang gelar Ph.D. teknik mesin dari MIT.