Bareksa Rilis Aplikasi Mobile dan Dukung Tokopedia Reksa Dana

Bareksa akhirnya ini merilis aplikasi mobile setelah cukup lama fokus mengembangkan versi desktop sejak pertama kali diluncurkan pada 2013. Cukup berbeda, UI/UX versi mobile terlihat lebih ramah, baik dari pemilihan ukuran huruf, ada proyeksi keuntungan, dan grafik NAB yang diilustrasikan dengan simpel.

Alur registrasi dan transaksinya pun juga dibuat lebih simpel dan mudah diisi, tanpa harus keluar dari ekosistem aplikasi. Ini dimaksudkan sebagai strategi mencegah churn rate yang rentan terjadi dalam bisnis aplikasi. UI/UX Bareksa dalam versi desktop cukup jauh berbeda karena terkesan cukup njelimet bagi orang awam.

“Kita sengaja desain lebih simpel agar pengguna baru tidak merasa terintimidasi. Ada filter yang bisa disesuaikan untuk pencarian. Flow untuk register pun dibuat sangat singkat sampai tiga step saja,” terang Presiden Direktur Bareksa Ady F. Pangerang kepada DailySocial, Kamis (22/2).

Dengan tampilan yang lebih user friendly, sambung Ady, secara perlahan-lahan mampu mendongkrak nasabah baru. Diklaim Bareksa mendapat 200 nasabah baru setiap harinya. Ady pun menargetkan sampai akhir tahun ini dapat menggaet sekitar 500 ribu nasabah.

Cari solusi pembayaran

Sementara ini soal pembayaran di Bareksa masih “kurang digital” karena nasabah harus transfer ke rekening bank kustodian dan mengirimkan buktinya lewat email atau WhatsApp. Ady mengaku masalah ini jadi salah satu alasan nasabah, terutama dari kalangan millennial, agak enggan untuk membeli reksa dana.

Untuk itu, pihaknya sedang berdiskusi dengan OJK mencari solusinya namun tidak menyalahi aturan. Salah satu opsi yang ditawarkan Bareksa ke OJK adalah menghadirkan fitur payment gateway, sehingga pembayarannya cukup dengan menggunakan virtual account (VA).

“Untuk solusi pembayaran, kami masih cari solusi karena sistem reksa dana ini agak ribet dibandingkan [layanan] e-commerce karena harus lewat bank kustodian. Masih kita didiskusikan dengan OJK karena ini berkaitan dengan regulasi.”

Tambah rekanan dengan Tokopedia

Tak hanya dengan Bukalapak, kini Bareksa juga resmi bermitra dengan Tokopedia untuk menghadirkan produk reksa dana.

Yang berbeda dengan kerja sama dengan Bukalapak, semangat Tokopedia adalah memanfaatkan dana yang mengendap di TokoCash dapat dialihkan secara otomatis (auto switch) ke reksa dana. Para pengguna dapat merasakan imbal hasil yang diberikan reksa dana, sekaligus dapat mencairkannya secara langsung untuk membayar transaksi di sana (auto redemption). Fitur tersebut belum ada dalam BukaReksa.

“Tokopedia punya filosofi yang beda. Mereka ingin mengoptimasi idle cash di TokoCash untuk diinvestasikan ke reksa dana dengan mudah, namun bisa dicairkan dengan mudah pula saat ingin dipakai [dananya],” kata Ady.

Hal ini berbeda dengan BukaReksa yang semangat awalnya adalah menjadi marketplace reksa dana. Di dalamnya terdapat berbagai produk reksa dana terkurasi yang bisa dipilih para penggunanya.

Bukalapak juga menggandeng CIMB Principal Asset Management untuk menghadirkan produk sendiri, CIMB-PRINCIPAL Bukareksa Pasar Uang. Langkah tersebut tidak ambil Tokopedia sebagai diferensiasinya. Tokopedia baru bekerja sama dengan Syailendra Capital untuk produk reksa dana pasar uang Syailendra Dana Cash.

Untuk model bisnisnya, Bareksa mendapat management fee dari setiap transaksi dalam Tokopedia. Cara berinvestasi di Tokopedia cukup simpel, pengguna hanya cukup menyiapkan foto KTP saja. Nominal investasinya minimal Rp10 ribu.

Ady mengungkapkan pihaknya menargetkan dapat menggaet tambahan sekitar dua pemain e-commerce lainnya untuk menjadi mitra.

“Ini kerja samanya [dengan Tokopedia] tidak eksklusif, kami ingin demokratisasi pasar dengan membuka akses pasar modal ke siapa pun sebanyak mungkin. Sebagai APERD, kami dimungkinkan untuk buka gerai [penjualan] lebih banyak lagi,” pungkas Ady.

Meningkatnya Popularitas Tokopedia Sepanjang Tahun 2017

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Financial Times (FT) soal dinamika industri e-commerce di Indonesia, terdapat beberapa hal menarik sepanjang tahun 2017 yang kemudian menjadi fokus dari riset dan survei tersebut. Survei yang dilakukan FT melibatkan sekurangnya 1000 responden di berbagai pihak yang bersinggungan dalam lanskap e-commerce.

Adapun salah satu hasil temuan yang dikemukakan adalah mengenai fakta bahwa Tokopedia secara perlahan mulai mengalahkan popularitas Lazada dan Shopee, layanan e-commerce asal Singapura yang kerap dikabarkan menempati puncak popularitas dengan strategi khas yakni ongkir gratis. Termasuk mengalahkan popularitas rivalnya untuk marketplace lokal Bukalapak.

Tokopedia dan posisinya menjadi yang terfavorit

Usai mendapatkan pendanaan dari Alibaba Group sebesar 1,1 miliar dolar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah), Tokopedia layanan e-commerce yang didirikan oleh William Tanuwijaya ini terus mengalami peningkatan dari jumlah pengguna, hingga akhirnya mengalahkan layanan e-commerce Lazada –yang sebelumnya juga telah diakuisisi oleh Alibaba Group dengan nilai total sebesar $1 miliar. Proses akuisisi ini juga memberikan kendali kepada Alibaba atas Lazada Group hingga 83%.

Tokopedia sendiri berdasarkan hasil riset FT tersebut disebutkan, telah berhasil memperkuat posisi mereka di pulau Jawa, yang merupakan konsumen terbesar untuk layanan e-commerce di Indonesia.

Hal menarik lainnya yang kemudian diungkapkan oleh FT adalah, JD.id dan Shopee saat ini mulai mengganggu posisi layanan e-commerce lokal lainnya seperti Bukalapak, dan mulai banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia dalam hal belanja online.

Bukan hanya Bukalapak yang mengalami penurunan, dalam hasil survei tersebut juga diungkapkan OLX, Zalora Indonesia, Berrybenka, dan MatahariMall juga mengalami penurunan popularitas.

Shopee dan JD.id memiliki kampanye yang cukup kuat sepanjang tahun 2017, yaitu Shopee dengan ongkos kirim gratis, sementara JD.id dengan kampanye barang asli yang dijamin kualitasnya, yang selama ini ternyata menjadi perhatian dari pembeli saat melakukan transaksi secara online.

Produk fesyen paling banyak dibeli secara online

Dalam survei tersebut juga diungkapkan, kebanyakan pembeli di Indonesia masih mencari produk fesyen, disusul dengan smartphone dan aksesorinya, produk kecantikan hingga alat-alat rumah tangga. Terkait dengan besarnya uang yang dihabiskan saat melakukan transaksi secara online, FT menyebutkan paling banyak orang Indonesia menghabiskan Rp1 juta untuk setiap transaksi secara online yang dilakukan sepanjang tahun 2017.

Persoalan produk yang asli dan berkualitas juga masih menjadi prioritas utama para pembeli, disusul dengan waktu pengiriman hingga biaya tambahan yang dikenakan oleh layanan e-commerce saat transaksi dilakukan.

Meskipun saat ini sudah banyak layanan e-commerce yang hadir dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, faktanya tidak banyak transaksi yang dilakukan. Dari hasil survei tersebut terungkap, kebanyakan pembeli hanya melakukan transaksi secara online satu bulan sekali saja.

Persoalan pajak untuk transaksi online

Masih belum finalnya persoalan pajak turut menjadi kendala yang terjadi di layanan e-commerce di Indonesia. Wacana yang tengah berkembang menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berencana menarik pajak 0,5% untuk semua transaksi online, lebih rendah 1% dari ritel tradisional. Persoalan lain soal pajak yang masih terus dibicarakan adalah tidak dikenakannya pajak kepada penjual yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram.

Hal tersebut menurut para pelaku e-commerce cukup memberatkan dan menjadi kekhawatiran sendiri, jika pada akhirnya penjual online lebih memilih media sosial untuk menjalankan bisnis, dibandingkan bergabung dengan layanan e-commerce.

Namun demikian di sisi lain dari hasil survei tersebut juga diungkapkan, meskipun penjualan memanfaatkan media sosial terlihat seksi dan menguntungkan, namun masih banyaknya penipuan hingga kualitas yang belum terjamin dari online shop memanfaatkan media sosial, membuat banyak pembeli lebih banyak memilih layanan e-commerce untuk membeli barang yang diinginkan. Jumlah tersebut menurut FT menurun hingga 7,7% dari tahun lalu yaitu 12%.

Toko online yang resmi diklaim memiliki produk yang lebih berkualitas, dengan proses quality control yang ketat, ongkir gratis hingga tampilan situs dan aplikasi yang lebih menarik dibandingkan media sosial.

Tokopedia Introduces “Tokopoints” for Consumer Loyalty Program

Tokopedia officially launched a loyalty program called “Tokopoints” as an attempt to increase repeat sales from the active users. Tokopedia finally used this strategy after some big players are already used the same strategy, such as Tiket.com, Traveloka, Go-Jek, Grab and others.

“We appreciate public support for Tokopedia in the last eight years. Toppers loyalty is Tokopedia’s motivation to innovate more in providing the best online shopping experience for Indonesia’s population,” Tokopedia’s Co-Head Marketplace Aldo Tjahjadi said in an official statement.

Tokopedia users can collect points and loyalty from every transaction they made via website or mobile app. Points can be obtained by making transaction. Later, it can be redeemed into coupons on the catalogue.

Screenshot 2018-01-30 at 13.25.06

Loyalty can be obtained to determine and upgrade the Membership Status. Each membership has different advantages, starts from Classic, Silver, Gold and Platinum with levels of loyalty to be collected up to 100 thousand points.

As for the benefits gained for each level of membership, can get free shipping, discount and cashback. However, there are some transactions do not earn Points or Loyalty, such as the purchase of KAI tickets, Entertainment, Uber, Gift Card and Event.

Based on the latest data in mid-2017, Tokopedia has obtained 2 million merchants, 35 million unique visit per month and 150 million visits in total (website and mobile app).

Digital marketing trend in 2018

Tokopedia is trying to emphasize on the increase of user loyalty through  Tokopoints. The strategy began to used by other big players engaged in technology to focus on maintaining active users to keep repeat order.

Shopback Indonesia’s Co-Founder and Country Head Indra Yonathan said on his presentation in Jakarta E-Commerce Night 2018, at least three marketing trends will happen in the following year.

First, the more attention will be given to the performance of marketing concept 2.0. Currently, e-commerce have many Key Performance Index (KPIs) as measurement of a successful marketing strategy, some of which are looking at the Cost Per Click (CPC), Cost Per Visitor (CPV) and so on.

Second, creating micro moments to be part of consumer’s journey while visiting e-commerce site. A marketing strategy to apply in creating micro moments is positioning yourself as an advisor to the consumer. To provide product recommendation based on interest, give informative inputs and no longer sell just any products to all consumers.

Lastly, loyalty points era. For Yonathan, larger companies began to care on how to keep the existing consumer and disbursed half of its marketing funds by introducing a loyalty program.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tokopedia Hadirkan Program Loyalitas Konsumen “Tokopoints”

Tokopedia meluncurkan program loyalitas “Tokopoints” seiring upaya meningkatkan repeat sales dari para pengguna aktifnya. Strategi ini akhirnya dilirik Tokopedia, setelah sebelumnya pemain besar di bidang aplikasi digital telah lebih dahulu meluncurkan program ini, sebut saja Tiket.com, Traveloka, Go-Jek, Grab, dan lainnya.

“Kami mengapresiasi dukungan masyarakat terhadap Tokopedia selama lebih dari delapan tahun ini. Kesetiaan Toppers adalah motivasi Tokopedia untuk terus berinovasi dalam memberikan pengalaman berbelanja daring terbaik untuk masyarakat Indonesia,” ujar Co-Head Marketplace Tokopedia Aldo Tjahjadi dalam keterangan resmi.

Pengguna Tokopedia dapat mengumpulkan loyalty dan points dari setiap transaksi yang mereka lakukan baik melalui situs atau aplikasi. Points bisa didapatkan pengguna setiap kali melakukan transaksi. Kemudian, bisa ditukar menjadi kupon yang tersedia dalam Katalog Kupon.

Screenshot 2018-01-30 at 13.25.06

Sementara Loyalty, bisa didapatkan pengguna untuk menentukan dan menaikkan Status Membership-nya. Setiap membership memiliki keuntungan yang berbeda untuk setiap statusnya. Status Membership dimulai dari Classic, Silver, Gold, dan Platinum dengan tingkatan loyalty yang harus dikumpulkan sampai 100 ribu poin.

Adapun keuntungan yang didapat untuk setiap tingkatan membership bisa mendapatkan ongkos pengiriman gratis, diskon, dan cashback. Meski demikian, ada transaksi di Tokopedia yang tidak mendapat Points dan Loyalty, seperti pembelian tiket KAI, Hiburan, Uber, Gift Card, dan Event.

Berdasarkan data terakhir di pertengahan 2017, Tokopedia telah memiliki 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) yang memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan.

Tren digital marketing 2018

Langkah Tokopedia lewat Tokopoints ini, seolah menegaskan mulai diliriknya peningkatan loyalitas pengguna lewat program loyalitas. Strategi ini mulai dipakai oleh pemain besar yang bergerak di bidang teknologi untuk mulai fokus mempertahankan konsumen lama agar tetap melakukan repeat order.

Dari presentasi yang dikemukakan Co-Founder dan Country Head of Shopback Indonesia Indra Yonathan dalam Jakarta E-Commerce Night 2018 baru-baru ini, setidaknya dalam setahun mendatang ada tiga tren pemasaran yang bakal terjadi.

Pertama, akan semakin diperhatikannya performa dari konsep marketing 2.0. Selama ini layanan e-commerce banyak memiliki key performance index (KPI) sebagai tolak ukur kesuksesan strategi marketing, beberapa diantaranya melihat dari Cost Per Click (CPC), Cost Per Visitor (CPV), dan lain sebagainya.

Kedua, menciptakan micro moments sebagai bagian dari consumer journey saat mengunjungi situs e-commerce. Strategi marketing yang bisa diterapkan untuk menciptakan micro moments adalah memposisikan diri sebagai advisor terhadap calon konsumen. Bisa memberikan rekomendasi produk berdasarkan minat, memberi input yang informatif, tidak lagi sembarang jualan produk ke semua konsumen.

Terakhir, loyalty points era. Saat ini menurut Yonathan, perusahaan besar mulai peduli cara mempertahankan konsumen yang ada dan mulai mengucurkan sebagian dana marketingnya dengan menghadirkan program loyalitas.

“Kalau terus akuisisi pengguna baru, itu ada biaya yang besar. Namun bila menjaga loyalitas konsumen, biaya marketing-nya justru akan lebih efisien,” pungkas Yonathan.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru (Bagian II)

Halo, jumpa kembali di artikel tutorial “cara jualan online di Tokopedia” bagian kedua yang kali ini akan membahas bagaimana langkah-langkah menambah produk baru ke dalam toko, melalui perangkat desktop dan juga smartphone. Bagi Anda yang baru bergabung, jangan lupa membaca seri pertama di tautan ini agar tidak bingung.

Langsung saja kita mulai dari yang pertama, menggunakan browser di desktop atau laptop.

Cara Menambah Produk Baru di Tokopedia via Laptop

  • Bukan browser favorit Anda, kemudian kunjungi situs Tokopedia.com dan login seperti biasa. Di sisi sebelah kiri Anda, perhatikan panel Toko Saya dan temukan menu Tambah Produk dan klik.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru

  • Selanjutnya, isilah semua kolom yang diminta seperti nama produk, kategorinya, harga, bobot produk, deskripsi, unggah juga foto produk, status stok, dan terakhir klik tombol Simpan atau bisa juga Simpan & Tambah Baru jika Anda ingin menambahkan produk lainnya.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru_2

  • Selesai, produk baru sudah ditambahkan. Dari halaman tersebut Anda bisa melakukan banyak hal seperti menetapkan harga grosir, memperbarui stok, mengubah status menjadi pre-order dan bahkan membuat duplikasi jika produknya hampir sama tapi harganya berbeda.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru

Cara Menambah Produk Baru di Tokopedia via Aplikasi Android

Proses penambahan produk baru via aplikasi Android tak berbeda jauh. Saya asumsikan Anda sudah memasangnya di smartphone Anda dan mempunyai akun di sana.

  • Jalankan aplikasi seperti biasa, kemudian tap menu utama di kiri atas lalu di panel Produk, tap menu Tambah Produk.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru

  • Prosesnya hampir sama, sekarang lengkapi kolom kosong yang diminta seperti nama, kategori, harga, berat, deskripsi dan lain sebagainya.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru

  • Jika sudah selesai, tap Simpan dan Tambah jika ingin langsung menambahkan produk baru lainnya, atau tap Simpan untuk menyimpan produk.

Cara Jualan Online di Tokopedia – Menambah Produk Baru

Setelah ditambahkan, produk akan muncul di etalase yang dipilih. Selanjutnya, Anda bisa menambahkan produk baru lainnya atau melakukan perbaikan jika ada data yang tidak benar. Selamat mencoba, dan nantikan seri berikutnya yang akan membahas cara promosi yang tepat untuk sukses jualan di Tokopedia.

Tahun 2017 Bisnis E-Commerce di Indonesia Semakin Matang

Tahun 2017 menjadi tahun yang cukup penting bagi industri e-commerce tanah air. Semakin matang dan semakin akrab dengan inovasi. Keputusan-keputusan penting banyak diambil para pemain e-commerce di tahun ini. Selain mereka yang sudah lama berkecimpung menunjukkan eksistensi sambil menerapkan beberapa inovasi terkini para pemain baru pun tak segan hadir dengan niche dan ide-ide masing-masing. Ada yang penantang pemain lama ada juga yang berjuang menghidupkan niche di sektor tertentu.

Untuk teknologi dan inovasi banyak hadir dari pemain lama. Tidak hanya mengimplementasikan teknologi terkini inovasi juga hadir dalam bentuk integrasi atau kerja sama strategis. Bukalapak misalnya, sebagai salah satu layanan e-commerce yang banyak dikenal masyarakat tahun ini Bukalapak hadir dengan tiga inovasi penting yang menandai perjalanan Bukalapak, yakni dihadirkannya layanan untuk jual beli reksadana BukaReksa, layanan jual beli emas BukaEmas dan layanan B2B BukaPengadaan. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Orori dengan meluncurkan aplikasi e-mas untuk memudahkan jual beli emas.

Di tahun ini persaingan sudah memasuki tahap lanjut. Tidak hanya soal pelayanan, persaingan merambah ke kelengkapan yang dihadirkan di platform yang ada. Hal ini memaksa bara pemain berinovasi. Selain Bukalapak dengan beberapa inovasi barunya. Seperti Tokopedia yang mulai menambah banyak layanan pembayaran di situsnya, bahkan di penghujung tahun ini Tokopedia sudah digunakan untuk membeli voucher Google Play. Atau Blibli sebagai salah satu layanan e-commerce yang coba mengembangkan sayap dengan mengakuisisi layanan OTA Tiket dan Indonesia Flight.

Sementara itu tahun 2017 ini juga menjadi tahun yang cukup penting bagi OLX. Selain transformasi tampilan yang digadang-gadang bisa memberikan dampak positif bagi pertumbuhan di tahun ini OLX Indonesia juga ditinggal CEO mereka Daniel Tumiwa karena memutuskan untuk mengundurkan diri, dan selang beberapa bulan OLX mendapuk Olaf Van Schagen sebagai CEO OLX Indonesia. Dari segi kerja sama OLX tahun ini juga menjalin kemitraan strategis dengan Futuready untuk memudahkan akses asuransi kepada pembeli mobil.

Selain OLX yang mengubah tampilannya situs Blanja juga melakukan rebranding dengan tujuan yang serupa. Layanan e-commerce besutan Telkom tersebut berbenah untuk tetap bisa bersaing dengan layanan e-commerce lainnya. Sementara itu Bhinneka masih tetap mendorong pendapatan dari sektor B2B.

Tahun ini juga menjadi pendanda babak baru bagi perjalanan Elevenia. Setelah sahamnya secara bergilir dilepas oleh SK Planet dan XL Axiata kini Elevenia berada di bawah naungan Salim Group. Menarik menanti apa yang akan dilakukan Elevenia tahun depan.

Pendanaan juga berhasil didapatkan oleh mereka yang bermain di industri e-commerce. Nama-nama seperti MuslimMarket, Tinkerlust, GogoBli, SaleStock dan Tokopedia masuk menjadi jajaran pemain e-commerce yang berhasil mengantongi uang dari investor tahun ini. Yang cukup menarik perhatian adalah pendanaan senilai 14 Triliyun yang diperoleh Tokopedia dari Alibaba. Selain menjadi “bahan bakar” baru untuk Tokopedia uang tersebut diprediksi bakal memberikan warna baru dalam persaingan industri e-commerce, utamanya marketplace. Dan tentu menarik apa yang akan dilakukan Tokopedia selanjutnya.

Selain berita dari pemain-pemain lama di tahun 2017 ini juga banyak pemain baru yang bermunculan. Kebanyakan mengusung niche yang berbeda, seperti halnya Lemonilo yang hadir di niche makanan dan minuman sehat, Derrma yang mengusung konsep marketplace dan donasi, Iruna di sektor e-logistik, upaya Geraiku digitalkan toko kelontong, jual beli barang Second yang diusung Banananina dan BelanjaBekas, layanan fulfillment yang diusung PAKDE, layanan jual beli barang di industri pertanian yang coba disuguhkan oleh AgroMart dan beberapa lainnya.

Rangkuman Perkembangan Lanskap Fintech Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Fintech tetap menjadi sektor primadona sepanjang tahun ini. Dalam pemberitaan DailySocial, tercatat ada 91 investasi yang diumumkan dengan rincian 32 startup mendapat investasi tahap awal (seed), 29 startup dapat seri A, dan 9 startup dapat seri B. Sektor startup yang paling banyak menerima investasi adalah fintech sebanyak 29 startup, 14 startup e-commerce, dan 9 startup media, sisanya adalah sektor lainnya.

Karena menjadi primadona, pergerakan isu seputar fintech pun sangat dinamis membuat pemahaman inovasi membelakangi regulasi sering terjadi. Mau tak mau, dua otoritas yang mengurusi sektor ini, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan banyak gebrakan untuk mengawal perkembangan fintech dengan meluncurkan kebijakan baru.

Ditambah setidaknya dalam seminggu selalu ada pemberitaan seputar fintech entah itu mengenai peluncuran startup fintech baru, penambahan fitur, kerja sama bisnis, akuisisi perusahaan, bahkan ada juga yang gulung tikar.

DailySocial mengompilasi rangkuman pemberitaan menarik seputar fintech yang terjadi sepanjang tahun ini. Berikut tulisannya:

Regulasi

Kendati teknologi berjalan sangat dinamis, akan tetapi selalu ada payung hukum di atasnya. Sepanjang tahun ini BI masih disibukkan dengan regulasi seputar sistem pembayaran, sementara OJK masih fokus membuat aturan turunan dari POJK No 77/2016 tentang p2p lending.

BI kian ketat dalam memberi izin lisensi uang elektronik, lantaran kini pengajuan tidak hanya dari perusahaan berbasis keuangan saja, tapi bisa dari perusahaan non keuangan seperti layanan e-commerce. Hal ini terjadi pada BukaDompet (Bukalapak), Tokopedia (TokoCash), ShopeePay (Shopee), dan PayTren yang sampai berita ini diturunkan belum menerima restu dari bank sentral sejak September 2017.

GrabPay (Grab) pun sempat terkena penangguhan, sampai akhirnya sembari menunggu izin keluar, mereka memanfaatkan lisensi yang sudah dimiliki OVO untuk melakukan kerja sama (Desember 2017).

Tidak hanya soal pemberian izin lisensi, BI juga mengeluarkan kebijakan baru bahwa seluruh pemain fintech yang bermain di ranah sistem pembayaran kini harus terdaftar di BI. Setidaknya ada empat kriteria jenis usaha yang wajib mendaftar, yakni uang elektronik, alat pembayaran menggunakan kartu (kartu ATM, debet, dan kredit), penyelenggara transfer dana, dan penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran (di dalamnya terdapat payment gateway, dompet elektronik, dan penyelenggara switching).

Soal bitcoin, BI makin matang melarangnya untuk digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia. Tentunya, pelarangan ini belum berlaku untuk orang-orang yang memanfaatkan bitcoin sebagai produk investasi. Hanya saja, BI tidak ingin menanggung segala risikonya bila terjadi suatu masalah.

Meski terkesan melarang bitcoin, tapi BI mengaku tidak sepenuhnya anti terhadap teknologi bitcoin yang menjadi dasar beroperasinya cryptocurrency. BI malah sedang berencana untuk melakukan uji coba teknologi tersebut pada tahun depan (Oktober 2017).

Sementara itu, BI juga meresmikan gerbang pembayaran nasional (GPN) (Desember 2017). Sistem ini membuat semua transaksi dalam negeri harus di-routing dalam negeri, menggeser peranan perusahaan switching dari luar negeri seperti Visa dan Mastercard. GPN juga didorong untuk mengefisienkan beban transaksi yang dibebankan ke konsumen dan pelaku usaha.

Inovasi bisnis

Dari segi inovasi bisnis, karena semakin banyak pemain yang mulai melirik sektor ini maka kompetisinya pun makin sengit. Inovasi semakin dituntut dalam hal ini. Pemain e-commerce skala besar seperti Bukalapak dan Tokopedia berlomba-lomba menghadirkan produk berbasis fintech dalam platformnya.

Tokopedia, misalnya banyak melakukan kerja sama dengan pemain fintech untuk pinjaman modal, pinjaman online, kartu kredit hingga asuransi (Januari 2017). Bukalapak tak mau kalah, di bulan yang sama, perusahaan ini menghadirkan terobosan yang bisa dikatakan sangat menarik karena menghadirkan BukaReksa, untuk dorong penggunanya berinvestasi di reksa dana.

Tidak berhenti di situ, Bukalapak juga meluncurkan layanan BukaEmas untuk dorong investasi emas. Mereka bekerja sama dengan IndoGold sebagai mitra eksklusif (Juni 2017). Kehadiran BukaEmas, mendorong pemain lainnya seperti Orori menghadirkan layanan serupa e-mas (September 2017), dan aplikasi jual beli emas berbasis syariah Tamasia juga meluncur (Oktober 2017).

Pelaku usaha lainnya, Bank DBS meluncurkan aplikasi perbankan online Digibank yang dikhususkan menyasar kalangan millenial sebagai nasabahnya (Agustus 2017). Digibank hampir mirip dengan aplikasi perbankan yang dibuat BTPN (Jenius).

Bank Commonwealth meresmikan platform perbankan onboarding Tyme Digital (Agustus 2017) untuk pembukaan rekening dan kantor digital sebagai bentuk komitmen untuk bertransformasi ke digital (Oktober 2017).

Masih berkaitan dengan inovasi bisnis, Salim Group merealisasikan komitmen untuk membangun bank digital dengan mengakuisisi 55% saham Bank Ina Perdana (Mei 2017). Grup konglomerasi ini ingin memfokuskan Bank Ina ke layanan e-payment untuk bisnis online.

Masih di dunia perbankan, bank besar berlomba-lomba menggaet startup fintech salah satunya dengan mendirikan modal ventura. BCA mendirikan Central Capital Ventura dengan menyuntikkan modal awal Rp200 miliar (Januari 2017), BRI tak mau kalah. Bank pelat merah ini akuisisi Bahana Artha Ventura (Oktober 2017).

Sementara, BNI mengaku masih mengkaji apakah ingin akuisisi atau organik jadi kemungkinannya akan diumumkan pada tahun depan. Bank Mandiri dengan Mandiri Capital-nya sejauh ini telah menyuntikkan ke tujuh startup fintech, di antaranya Moka, Amartha, PrivyID, dan Cashlez.

Gejolak bisnis

Di tengah perebutan lisensi uang elektronik, Indosat Ooredoo justru memilih untuk mundur dari fintech dan mengalihkan lisensi Dompetku untuk dialihkan ke PayPro (April 2017). Dompetku jadi satu dari sekian banyak produk digital yang satu per satu ditutup Indosat sampai akhirnya menutup penuh dan memilih kembali ke titah sebagai operator telekomunikasi (Juni 2017).

Operator lainnya memilih langkah yang sama, XL Axiata memilih untuk menjual Elevenia ke Salim Group. Sementara XL Tunai hingga kini masih tetap beroperasi. Telkomsel sedikit berbeda, tetap menjalankan produk digital dan layanan e-money T-Cash.

Malah hingga kini, T-Cash terus unjuk gigi sampai akhirnya Telkomsel memilih untuk memisahkan divisi T-Cash jadi perusahaan tersendiri. Serta, bakal memilih untuk jadi platform agnostik yang bisa dimanfaatkan di luar pengguna Telkomsel (Desember 2017).

Masih soal lisensi e-money, saking pentingnya lisensi ini membuat Emtek Group mengakuisisi dua perusahaan e-money Doku dan Espay (Mei 2017). Sambil mengembangkan bisnis fintech, Emtek juga mengakuisisi sebagian saham Bareksa lewat pemegang saham dari Doku (April 2017).

Di bulan yang sama, Emtek juga bekerja sama dengan Ant Financial mendirikan perusahaan patungan untuk mengerjakan produk DANA hasil implementasi dari Alipay di Indonesia. DANA sudah hadir secara eksklusif di platform messaging BBM.

Setelah drama ditangguhkannya GrabPay oleh BI, Grab pun tidak mau diam begitu saja. Dengan memanfaatkan lisensi yang dimiliki sister company, OVO, akhirnya GrabPay kembali berfungsi.

Komitmen Grab yang ingin mengembangkan GrabPay, terlihat dengan mengakuisisi penuh Kudo, rumor ini sudah beredar sejak Februari 2017, hingga akhirnya resmi diumumkan pada April 2017. Kudo menjadi kendaraan Grab untuk memperoleh lisensi uang elektronik, lantaran secara teknologinya sudah comply dengan persyaratan dari BI.

Di sisi lain, Go-Jek dengan mengakuisisi MV Commerce berhasil melenggang dan ‘asyik’ mengembangkan fungsionalitas uang elektroniknya tersebut dengan menghadirkan banyak fitur dalam aplikasi Go-Jek. Misalnya, menghadirkan Go-Points (Februari 2017) dan Go-Bills (November 2017).

Dengan Go-Pay, Go-Jek ingin membawa layanannya ini lebih jauh, keluar dari ekosistemnya sendiri dan bisa dimanfaatkan untuk semua orang. Inisiasi ini melahirkan tiga akuisisi penuh Go-Jek untuk tiga perusahaan fintech, Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati akuisisi ini belum dapat restu dari BI, lantaran Go-Jek belum mengajukan izin akuisisi (Desember 2017).

Baik Grab maupun Go-Jek jadi perusahaan yang cukup sengit dalam hal inovasi. Dengan bantuan modal dari investor dan jaringan dari sister company-nya, membuat keduanya bergerak cepat dalam berinovasi. Padahal, awalnya kedua perusahaan tersebut berbasis aplikasi ride hailing, kini menjelma jadi perusahaan yang bersinggungan dengan dunia keuangan.

Dari sisi startup fintech, UangTeman mengaku akan pivot sepenuhnya menjadi perusahaan p2p lending pasca mengantongi surat tanda terdaftar sebagai pemain p2p lending dari OJK. Pengalihan bisnis ini dimulai pada tahun depan (Desember 2017).

Kinerja industri

P2p lending menjadi salah satu sektor fintech yang paling banyak bermunculan pemain barunya sepanjang tahun ini. Menurut data OJK, hingga Agustus 2017 telah menyalurkan Rp1,44 triliun tumbuh 496,51% secara year-to-date (ytd). Angka ini didapat hasil akumulasi 22 perusahaan p2p lending yang telah mengantongi surat tanda terdaftar.

Penyaluran terbesar masih berasal dari Pulau Jawa dengan porsi 83,2% dan sisanya dari luar Pulau Jawa. Total peminjamnya mencapai 120.174 peminjam, sementara total pemberi pinjamannya mencapai 48.034 pemberi.

Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik volumenya mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun. Angka ini didapat dari hasil akumulasi 26 perusahaan yang sudah memperoleh lisensi e-money dari BI.

Unduh juga laporan perkembangan layanan fintech di Indonesia tahun 2017: klik di sini.

Dinamika yang Terjadi di Sektor Travel Selama Tahun 2017

Sepanjang tahun 2018 banyak perkembangan menarik di sektor pariwisata, terutama yang menyasar kepada Online Travel Agent (OTA). Sebagai salah satu industri yang menunjukkan peningkatan, bahkan mengalahkan layanan e-commerce berdasarkan laporan dari Bain & Company, disebutkan penjualan tiket pesawat, hotel, penyewaan tempat tinggal sementara hingga tiket untuk acara dan atraksi wisata menjadi pilihan orang banyak dan paling populer.

Memasuki tahun 2018 diperkirakan industri OTA dan terkaitnya makin menunjukkan kompetisi yang sengit, dengan diakuisisinya Tiket oleh Blibli, hingga status unicorn dari Traveloka. Berikut adalah rangkuman peristiwa sepanjang tahun 2017 di sektor OTA Indonesia.

Januari 2017

Awal tahun belum banyak aktivitas yang berarti di sektor pariwisata dan OTA di tanah air. Namun demikian mulai banyak bermunculan beberapa startup baru yang mencoba untuk menghadirkan layanan penyediaan travel dan hotel. Di antaranya adalah peluncuran Tinggal, startup yang menjajakan hotel-hotel independen dengan harga bersaing saat ini telah menawarkan lebih dari 400 hotel sejak pertama kali beroperasi awal tahun lalu. Tinggal ingin terus berbenah untuk bisa menjembatani kesenjangan antara banyaknya hotel budget dengan konsumen melalui teknologi yang inovatif.

Februari 2017

Di bulan kedua tahun 2017, layanan penyedia kamar hotel ekonomis NIDA Rooms mendapatkan pendanaan seri A senilai $5,6 juta dari Shanda Group dan beberapa investor Asia Tenggara lainnya. Dengan pendanaan ini, artinya NIDA Rooms telah membukukan total pendanaan senilai $11 juta. Investasi ini akan difokuskan untuk memperluas kerja sama dan jaringan hotel serta meningkatkan kapabilitas teknologi NIDA Rooms.

Sementara itu kerja sama strategis juga mulai marak hadir, dengan diumumkannya kemitraan antara ZEN Rooms dan Tokopedia memberikan harga istimewa untuk pengguna di Indonesia yang membeli tiket kereta api melalui desktop atau aplikasi mobile Tokopedia, kemudian secara otomatis akan mendapatkan diskon hingga 30% untuk pemesanan hotel di ZEN Rooms.

Maret 2017

Sebagai pemain yang cukup dominan di sektor travel dan pariwisata, awal bulan Maret 2017 lalu, Traveloka mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI. Layanan yang sudah hadir sejak akhir tahun 2016 ini, diklaim mendapatkan sambutan baik dari pengguna Traveloka, yang ingin mendapatkan tiket kereta api langsung melalui aplikasi.

Di bulan yang sama Bukalapak juga tidak mau ketinggalan, dan mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI dalam hal pembelian tiket kereta api melalui Bukalapak. Sebelumnya Tokopedia telah terlebih dulu memiliki kanal pembelian tiket kereta api.

Bulan Maret 2017 juga diramaikan dengan kehadiran HelloWings yang menyediakan perbandingan harga tiket maskapai di level pasar LCC (Low Cost Carrier).

April 2017

Memasuki bulan April 2017 penyedia akomodasi budget hotel di Indonesia RedDoorz mengumumkan keberhasilannya dalam meraih pendanaan sebesar $1 juta (atau senilai Rp13,3 miliar) dari InnoVen Capital yang merupakan joint venture dari Temasek Holding Singapura dan Bank UOB. Ini menjadi pendanaan lanjutan setelah sebelumnya RedDoorz membukukan pendanaan seri A tahun 2016 yang dipimpin oleh Asia Investment Fund, World Bank Group dan Jungle Ventures.

Sementara itu di bulan yang sama, ZEN Rooms mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Pendanaan tersebut diperoleh dari investor Redbadge Pacific dan SBI Investment Korea, turut berpartisipasi juga Asia Pacific Internet Group (APACIG). Nilai yang digelontorkan mencapai $4,1 juta atau setara dengan Rp54,4 miliar. Pendanaan tersebut melambungkan nilai ekuitas perusahaan menjadi $8 juta.

Di akhir bulan April 2017 StubHub, marketplace jual beli tiket asal Amerika Serikat, mengumumkan ekspansinya ke Indonesia dengan menggandeng Kaskus sebagai mitra eksklusif untuk pengadaan konten. Lewat kerja sama ini, Kaskus akan memberikan konten terkait event terkini yang dapat diakses melalui widget StubHub di Kaskus, untuk mendorong transaksi jual beli tiket.

Mei 2017

Di pertengahan bulan Mei 2017, DailySocial secara eksklusif memberitakan tentang adanya rencana akuisisi dari GDP Venture terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket. Tiket adalah startup yang dibangun Wenas Agusetiawan, Gaery Undarsa, Dimas Surya, dan Natali Ardianto. Sejak awal dibangun di tahun 2011, Tiket termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

Sementara itu layanan OTA Pegipegi merayakan HUT mereka yang ke 5. Selain melakukan transformasi Pegipegi juga berniat untuk meningkatkan layanan dan teknologi mereka agar bisa bersaing dengan Traveloka dan Tiket.

Juni 2017

Setelah sempat diberitakan sebelumnya oleh DailySocial, pada bulan Juni akhirnya diumumkan akuisisi 100% Blibli terhadap layanan OTA Tiket. Hal tersebut akhirnya dikonfirmasi melalui acara pengumuman akuisisi 100% saham Tiket oleh Blibli, salah satu perusahaan di bawah naungan Global Digital Prima (GDP) Venture. Fokus dari Tiket selanjutnya adalah lebih kepada penjualan, teknologi dan akuisisi pelanggan.

Di bulan yang sama, Traveloka mengumumkan penjualan tiket masuk tempat rekreasi. Layanan yang dinamai Aktivitas & Rekreasi ini memberikan kesempatan pengguna Traveloka membeli tiket tempat wisata di genggaman mereka, baik melalui web maupun melalui aplikasi. Selain tempat wisata domestik, Traveloka juga menawarkan untuk kawasan internasional seperti Universal Studios Singapore, Hong Kong Disneyland, Legoland Malaysia, hingga tiket F1 Singapore Grand Prix 2017.

Sementara itu Pegipegi juga mengumumkan kehadiran CEO baru, Takeo Kojima, yang masih dari kalangan eksekutif Recruit Holdings. Takeo menggantikan Hideki Yamada yang baru menjabat selama satu tahun. Kendati kerap berubah, Deputy CEO PegiPegi Ryan Kartawidjaja memastikan kepemimpinan Takeo bakal mendukung ambisi perusahaan untuk menjadi pemain OTA terbaik di Indonesia.

Untuk menambah wawasan pembaca terkait dengan aplikasi budget hotel di Indonesia, DailySocial juga meluncurkan laporan terkait dengan hal tersebut, yang bisa diunduh secara gratis.

Juli 2017

Setelah menguasai pasar OTA di Indonesia, sekitar akhir bulan Juli 2017 lalu, Traveloka mendapatkan pendanaan sebesar $350 juta (lebih dari 4,6 triliun Rupiah) dari Expedia. Selain dari Expedia, dalam setahun terakhir Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Menurut The Information, yang pertama kali memberitakan informasi ini, Traveloka kini bervaluasi lebih dari $2 miliar dan menjadikannya startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia. Nilai valuasinya di Indonesia hanya kalah dari Go-Jek yang disebutkan mencapai $3 miliar pasca perolehan pendanaan dari Tencent.

Di bulan yang sama Triprockets salah satu layanan marketplace yang mencoba untuk menghadirkan marketplace aktivitas, kegiatan, dan tempat wisata yang unik resmi meluncur di tanah air. Startup yang didirikan Raymond Iskandar selaku CMO ini menerapkan cara yang sama dilakukan oleh Airbnb, yaitu sharing economy antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

Agustus 2017

Sementara itu di bulan Agustus 2017, Tiket pasca Blibli masuk sebagai pemegang saham baru, Tiket mulai kebut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dimulai dari merekrut developer berkualitas. Talenta tersebut nantinya akan diarahkan menyempurnakan aplikasi Tiket, sehingga dapat menggenjot transaksi baru dari sana. Tiket menargetkan tahun ini secara bisnis keseluruhan dapat tumbuh 250 persen dibandingkan sebelumnya.

September 2017

Setelah resmi meluncur awal tahun 2017 lalu, layanan Pemesanan Hotel Budget Tinggal dikabarkan Tutup Layanan. Tinggal didirikan di awal tahun 2016 dengan dukungan pendanaan $1 juta dari sejumlah investor, termasuk CEO Wudstay Prafulla Mathur. Wudstay adalah layanan serupa yang beroperasi di India.

Oktober 2017

Memasuki bulan Oktober 2017, ZuzuHOTELS setelah sempat meluncurkan layanan online hospitality di Indonesia bulan November 2016 lalu, memutuskan menghentikan layanan hotel budget mereka di Indonesia dan kemudian hanya fokus kepada hotel budget di Taiwan. Keputusan ini diambil co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia, Dan Lynn, setelah menjalankan bisnis dan mendapatkan pendanaan awal dari angel investor beberapa waktu yang lalu.

Situs penyedia paket wisata Tripvisto dikabarkan menutup layanannya. Didirikan Bernardus Sumartok, yang sebelumnya juga sempat menutup bisnis serupa, Flamingo, Tripvisto sendiri sempat mengalami pertumbuhan bisnis yang positif dengan merekrut anggota tim yang cukup banyak, pindah ke kantor yang lebih besar, hingga menghadirkan ribuan perjalanan wisata lokal hingga mancanegara.

Sementara itu Traventure merupakan sebuah marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia resmi hadir di Indonesia. Traventure ini tak ubahnya tempat transaksi dan berbagi pengalaman berwisata, bedanya mereka mengemasnya dalam paket bisnis wisata.

November 2017

Setelah diakuisisi bulan Juni 2017, secara resmi manajemen baru dari Tiket mengumumkan rencana rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu layanan e-commerce yang menyajikan barang-barang dengan jaminan orisinal, JD.id, merilis fitur teranyarnya. Seakan tak mau ketinggalan dengan pemain e-commerce lain di Indonesia, JD.id menghadirkan kanal pembelian tiket pesawat. Berjuluk JD Flight, fitur ini hadir dengan dukungan penuh dari Traveloka. Induk perusahaan JD.id, JD.com, merupakan investor di Traveloka.

Masih di bulan November, RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.

Desember 2017

Menjelang akhir tahun, pengumuman tentang akuisisi kembali mencuat. Kali ini giliran Indonesia Flight yang sebelumnya dikenal sebagai “sister company” dari Tiket. Akuisisi tersebut juga dilakukan oleh Blibli. Dengan kepemilikan Tiket dan Indonesia Flight di dalam lini bisnis Blibli, disampaikan akan banyak aktivitas strategis yang akan digaungkan pada tahun 2018 mendatang untuk lanskap travel di Indonesia.

Tren yang Akan Membentuk [Lanskap] Ecommerce Asia Tenggara di 2018

Masuknya Alibaba ke Asia Tenggara merupakan bukti nyata bagi para pengusaha dan bisnis bahwa mereka sedang menuju sesuatu yang besar dan hal ini berujung kepada tahun yang subur bagi dunia ecommerce.

“Kita baru tiba di permulaan, [transaksi Alibaba-Lazada] ini yang akan memulai keseluruhan siklusnya. Hal ini akan menarik lebih banyak lagi investasi global dan pengusaha yang memandang wilayah ini sebagai tempat yang tepat untuk memulai bisnis.” – Stefan Jung, founding partner Venturra Capital yang berbasis di Indonesia dalam wawancara dengan Tech in Asia.

Bahkan ketika kita semakin mendekati 2018, sejumlah “korban” telah berjatuhan di salah satu pasar ecommerce berkembang yang paling menjanjikan ini.

Alibaba melipatgandakan investasinya di Lazada dengan meningkatkan bagiannya dari 51 persen menjadi 83 persen. Dan dalam upaya untuk memonopoli pasar, mereka juga “menancapkan kukunya” di Tokopedia, yang bisa dikatakan sebagai salah satu kompetitor terbesar Lazada di Indonesia.

Di tempat lain, Tencent, baik secara langsung atau melalui JD, telah mulai mengeksekusi buku pedoman Cina mereka dengan berinvestasi di perusahaan-perusahaan seperti Sea, Go-Jek, Traveloka, Pomelo Fashion, dan Tiki.vn.

Melengkapi trifecta ini adalah KKR, yang melalui Emerald Media, menaruh $65 juta dalam ‘agen senjata’ ecommerce aCommerce dalam usahanya mereplikasi dominasi Baozun dalam lansekap “TP” (Tmall Partner) Cina.

Permainan ini tidak akan berhenti di sini.

Memanfaatkan kekuatan konsolidasi mereka yang baru, para marketplace akan melintasi batas tradisional mereka dan memasuki area-area seperti merek label pribadi dan distribusi offline. Para brand juga akan semakin merasa terpojok menghadapi situasi yang seperti memakan buah simalakama.

Mereka yang berhasil bertahan di 2018 harus bisa menemukan niche yang lebih menjanjikan, misalnya fashion atau home, karena sudah tidak ada ruang yang cukup bagi pemain ecommerce horisontal besar lainnya. Sementara yang lain akan tergoda untuk mengambil jalan pintas yang penuh resiko seperti mengumpulkan pendanaan melalui ICOs.

Di tahun 2018 kita juga akan mendapati Tencent, bukan Alibaba atau perusahaan lokal, muncul sebagai pemenang dalam pembayaran mobile di Asia Tenggara.

Mungkin ini saat yang tepat untuk belajar bahasa Mandarin.

Plata o Plomo: Ecommerce di Asia Tenggara akan semakin terbelah menjadi kamp Alibaba dan Tencent, dan perusahaan lokal akan memilih sisi

Karena kesamaannya dengan Cina kurang lebih 10 tahun lalu, Asia Tenggara telah menjadi ladang emas bagi para raksasa internet Cina yang ingin berkembang di luar daratan. Akuisisi Alibaba atas Lazada tahun lalu menjadi pemicu “adu senjata” antara Alibaba dan Tencent di Asia Tenggara, dan sebagai gantinya, menyebabkan perusahaan-perusahaan lokal harus memilih sisi.

Sumber foto: Sohu
Sumber foto: Sohu

Sebagai tambahan dari akuisisinya atas Lazada, Alibaba juga memimpin investasi $1.1 juta atas Tokopedia di tahun 2017, melanjutkan pertaruhan besarnya atas ecommerce. Ke depannya, Alibaba diharapkan akan memposisikan Lazada dan Tokopedia sebagai Tmall dan Taobao di Asia Tenggara.

Sementara itu, Tencent secara agresif telah mencoba mereplikasi formula tiga-cabang yang telah sukses membantunya dalam pertarungannya melawan Alibaba di Cina: gaming, mobile, dan pembayaran.

Langkah pertama adalah menjadi pemegang saham terbesar dari Sea (sebelumnya Garena), perusahaan gaming ternama yang juga mengelola Shopee, marketplace ecommerce mobile-first. Langkah keduanya adalah bertaruh di Go-Jek, satu dari beberapa perusahaan unicorn di Indonesia, untuk menjadi “super app” seperti WeChat dan WeChat Pay.

Langkah ini sangat dimengerti mengingat WeChat Pay saat ini meraih 40% market share di Cina vs. 54% milik Alipay – meningkat dari 11% di 2015.[1][2]

 

Faksi Alibaba Faksi Tencent

(Tencent adalah pemegang saham terbesar di JD[3])

Lazada $1 miliar untuk 51% (Apr 2016)

$1 miliar untuk 83% (Jun 2017)[4]

Tokopedia $1.1 miliar pendanaan Seri F (Agu 2017)[5]
SEA (Shopee) 39.7%[6]
JD (Thailand) $250 juta dari $500 juta joint-venture dengan Central Group[7]
Go-Jek $100-150 juta (Aug 2017)

$100juta (Aug 2017) via JD[8]

Traveloka $0-150 juta (Jul 2017) via JD[9]
Pomelo Fashion $19 juta (Oct 2017, Lead) via JD[10]
Tiki.vn $44 juta (Nov 2017) via JD[11]

 

“Apakah saat ini ada lahan yang tersedia untuk aset seperti ini? Saya rasa dalam hal lahan, mereka [Tencent] mengikuti kami. Mereka melihat bahwa kami telah memposisikan diri kami dengan baik, maka itu mereka sedang bermain mengejar ketertinggalan. Karena kami telah berada di posisi ini, apa yang ingin kami lakukan selanjutnya adalah bekerja sama dengan para pengusaha lokal.” — Joe Tsai, Vice Chairman Alibaba, berbicara kepada Bloomberg.

Harga saham Tencent dan Alibaba meningkat dalam 7 tahun terakhir dibandingkan dengan gabungan Amazon dan NASDAQ. Sumber: Yahoo Finance (December 4, 2017)
Harga saham Tencent dan Alibaba meningkat dalam 7 tahun terakhir dibandingkan dengan gabungan Amazon dan NASDAQ. Sumber: Yahoo Finance (December 4, 2017)

Dengan kondisi pasar keduanya, Tencent dan Alibaba, yang berada pada posisi tertinggi, kita bisa berharap bahwa tren ini akan berlanjut di sepanjang 2018 dengan keduanya melahap lebih banyak lagi perusahan-perusahaan lokal lintas lansekap ecommerce dan meningkatkan saham mereka di perusahaan yang telah ada.

Menghadapi pertumbuhan organik yang lambat, Amazon akan menempuh jalur akuisisi untuk mempercepat ekspansi ecommerce-nya di wilayah ini

Sumber foto: Getty Images
Sumber foto: Getty Images

Masuknya Amazon di “Asia Tenggara” merupakan kejutan terbesar yang pada saat bersamaan, juga tidak mengejutkan.

Tidak mengejutkan karena peluncuran Amazon yang telah lama dinantikan dan dibicarakan di Singapura telah diberitakan besar-besaran oleh media bahkan sebelum layanan Prime Now secara resmi tersedia pada 26 Juli 2017.

Mengejutkan karena pencapaian Amazon yang diharapkan akan terjadi lintas wilayah ini berakhir sebelum dimulai.

Para fanboy Amazon merayakan peluncuran sebuah versi kecil dari Amazon – Amazon Prime Now – yang hanya menawarkan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan sehari-hari.

“Saya mengharapkan lebih banyak barang yang tidak bisa didapatkan di Singapura, contohnya Sriracha atau hal kecil lain yang tidak tersedia di Singapura, namun kebanyakan barang di Prime Now adalah barang dasar yang bisa didapatkan dari Fairprice…” – Pengguna Reddit Ticklishcat

Namun ada alasan yang bagus untuk hal ini.

Tidak masuk akal bagi Amazon untuk membangun sebuah operasi lokal besar-besaran di negara kota ini. Penduduk Singapura, dengan pilihan dari Free Amazon Global Saver Shipping, sebenarnya sudah bisa medapatkan pengiriman barang gratis dari Amazon secara massal untuk pesanan di atas $125.

Singapura hanya menempati posisi #29 dalam hal sesi/tahun di Amazon.com dalam skala global namun #4 jika dinormalisasikan dengan ukuran populasi. Dengan rata-rata 14.04 sesi per orang yang mengunjungi Amazon.com per tahun, Singapura menempati posisi teratas di antara semua negara di Asia.

Penduduk Singapura sudah berbelanja langsung dari Amazon tanpa kehadiran operasi lokal penuh dari Amazon: Singapura hanya menempati posisi #29 akan traffic ke Amazon.com namun #4 saat dinormalisasi ke ukuran populasi (#1 di Asia). Sumber: SimilarWeb, World Bank
Penduduk Singapura sudah berbelanja langsung dari Amazon tanpa kehadiran operasi lokal penuh dari Amazon: Singapura hanya menempati posisi #29 akan traffic ke Amazon.com namun #4 saat dinormalisasi ke ukuran populasi (#1 di Asia). Sumber: SimilarWeb, World Bank

Peluncuran Amazon Prime di Singapura bulan ini menjadikan Amazon lebih tidak mungkin lagi membangun operasi lebih dari layanan Amazon Prime Now. Amazon tidak lagi mensubsidi pengiriman gratis untuk pesanan di atas $125 ke Singapura namun para anggota Prime Singapura mendapatkan pengiriman gratis untuk pesanan di atas S$60 di website global Amazon dan keuntungan lainnya dengan biaya keanggotaan sebesar S$8.99 per bulan.

Tidak banyak lagi hal yang terdengar tentang ekspansi lebih lanjut dari Amazon di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Thailand, di mana pasarnya secara cepat dilahap oleh Alibaba dan Tencent.

Dengan semakin sempitnya waktu untuk benar-benar masuk secara organik ke pasar-pasar yang berkembang pesat di Asia Tenggara, saham perusahaan yang berada di nilai tertinggi sepanjang masa, dan memori kegagalan mereka di Cina yang belum lama terjadi, kita bisa mengharapkan Amazon setidaknya melakukan satu akuisisi besar di 2018 untuk mempercepat ekspansi regionalnya.

Offline menjadi online yang baru: pemain ecommerce murni akan meluncurkan toko fisik untuk mengimbangi biaya akuisisi konsumen online yang tinggi, memperbaiki last-mile fulfillment, dan mempercepat pertumbuhan

Selagi retailer offline tradisional seperti Central di Thailand dan Matahari di Indonesia berlomba-lomba memindahkan bisnis mereka ke online, pemain ecommerce online murni justru akan melakukan ekspansi ke ranah offline mulai 2018.

Dengan saluran akuisisi konsumen online seperti Google dan Facebook yang dengan cepat mencapai kejenuhan dan menghasilkan profit yang semakin rendah, pemain ecommerce seperti Pomelo dan Lazada akan semakin melirik saluran offline untuk meraih konsumen baru.

Pomelo dalam beberapa tahun terakhir ini baru mencoba peruntungannya di toko pop-up, namun dengan penerimaan dana baru series B sebesar $19 juta, mereka baru saja meluncurkan toko pop-up terbesarnya di Siam Square, pusat fashion di Bangkok. Toko-toko ini memiliki konsep “click-and-collect”, memungkinkan kustomer untuk memesan secara online dan mencoba barangnya secara offline di toko sebelum memutuskan mana yang akan disimpan atau dikembalikan.

Sumber foto: Pomelo
Sumber foto: Pomelo

“Dalam fashion, penghalang nomor satu dalam pembelian adalah kebutuhan untuk mencoba produk disertai dengan kesulitan melakukan pengembalian barang. Kehadiran toko offline akan menjawab halangan ini secara langsung. Terlebih lagi, pelanggan bisa diakuisisi secara offline dan data dari online bisa digunakan untuk meningkatkan penjualan dan efisiensi operasional secara offline. Pendeknya, gabungan dari offline dan online merupakan strategi optimal untuk ritel fashion ke depannya.” — David Jou, Co-Founder dan CEO, Pomelo Fashion.

Love Bonito, merek fashion online-first lainnya dari Singapore, secara resmi meluncurkan toko flagship permanen di Orchard Road setelah tujuh tahun menjadi pemain ecommerce murni.

Sumber foto: Love Bonito
Sumber foto: Love Bonito

Sementara itu, Lazada kemungkinan akan mengikuti jejak Alibaba di Cina di mana mereka meluncurkan supermarket Hema di Beijing dan Shanghai. Tidak hanya untuk meningkatkan pengalaman brand dan akuisisi konsumen, toko-toko offline baru ini juga berperan sebagai pusat pemenuhan (fulfillment) yang secara efektif mengimbangi kekurangan infrastruktur logistik di Asia Tenggara.

Supermarket Hema milik Alibaba di Cina. Sumber foto: Quartz
Supermarket Hema milik Alibaba di Cina. Sumber foto: Quartz

Tidak hanya untuk meningkatkan pengalaman brand dan akuisisi konsumen, toko-toko offline baru ini juga berperan sebagai pusat pemenuhan (fulfillment) yang secara efektif mengimbangi kekurangan infrastruktur logistik di Asia Tenggara.

Toko pop-up Pomelo di Siam Center memberlakukan click-and-collect, memungkinkan kostumer untuk membeli barang online dan mencobanya di toko sebelum memutuskan produk mana yang ingin disimpan atau dikembalikan.

CEO Lazada Max Bittner telah memberi isyarat akan kemungkinan peluncuran toko fisik di Indonesia saat berbicara di sebuah konferensi tahun ini.

Dalam satu dekade terakhir di Cina, Alibaba mengalami kenaikan ecommerce tahunan (year-on-year) sebesar 50%+ hingga menjadi sebesar sekarang ini. Namun demikian, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ecommerce di Cina, Alibaba kemudian melipat-gandakan inisiatif seperti 11.11, “New Retail” (toko pop-up pintar di sekitar Cina), dan ekspansi pasar untuk mempercepat penjualan mereka (Asia Tenggara).

Walaupun Asia Tenggara diperkirakan akan menjadi cerita ecommerce besar selanjutnya, ecommerce hanya terhitung 1-2% dari total ritel saat ini. Jika para perusahaan seperti Lazada dan Shopee ingin tumbuh lebih cepat dari yang dimungkinkan pasar, memasuki ranah offline menjadi pilihan yang jelas.

Para startup ecommerce baru akan menggunakan ICO untuk mengumpulkan dana demi melawan para raksasa

Dengan Asia Tenggara semakin dikuasai oleh para raksasa seperti Alibaba dan Tencent dengan karakter pasar “winner-takes-all”, para startup ecommerce akan mencari alternatif untuk membiayai bisnis mereka.

Masuklah yang kini sedang populer, Initial Coin Offerings (ICOs).

Pengumpulan dana melalui cara ini di Asia Tenggara dipionirkan oleh Omise, sebuah startup fintech yang berbasis di Thailand, yang sukses mengumpulkan $2.5 juta dalam beberapa jam untuk membangun sistem pembayaran yang terdesentralisasi.

Berdasarkan spekulasi dini atas masuknya Amazon ke ranah cryptocurrency, kita akan memiliki lahan yang subur bagi ICO pertama untuk startup ecommerce. Sudah ada sebuah startup bernama HAMSTER yang menjual token HMT untuk membangun marketplace terdesentralisasi yang menjanjikan “tanpa biaya, tanpa perantara”.

09

Platform ecommerce yang revolusioner dibiayai oleh ICOs atau skema ponzi?
Platform ecommerce yang revolusioner dibiayai oleh ICOs atau skema ponzi?

Kita akan melihat para startup ecommerce memanfaatkan ICOs untuk membiayai akusisi konsumen, pembangunan produk baru, dan membiayai inventaris. Setidaknya, hingga gelembungnya pecah

2018 akan menjadi gelombang konsolidasi ecommerce terakhir seiring para pemain lokal menyesuaikan diri dengan Aturan Dunia Baru

Kami telah berbagi sekian banyak cerita mengenai korban dan konsolidasi di pertarungan tumpah darah ecommerce dalam prediksi tahunan sebelumnya.

Rakuten asal Jepang menjual hampir semua asetnya di Asia Tenggara saat keluar dari pasar pada 2015/2016. Rocket Internet melepaskan Zalora Thailand dan Vietnam di diskon besar-besaran pada 2016 dan menjual bisnisnya di Filipina kepada konglomerat lokal Ayala Group di tahun berikutnya.

Di Thailand, Ascend Group menaruh aset-asetnya, WeLoveShopping dan WeMall, dalam moda “life support” dan kemudian fokus kepada fintech.

Di Indonesia, bermunculan berita mengenai penjualan saham SK Planet di Elevenia kepada konglomerat Indonesia Salim Group yang diikuti oleh berita penawaran entitas mereka di Malaysia antara Alibaba dan JD.

Awal tahun ini, perusahaan telco terbesar di Indonesia Indosat Ooredoo menutup situs ecommerce-nya Cipika. Alfamart, rantai toko kelontong terbesar kedua di Indonesia juga harus memperkecil dan mempivot usaha ecommerce-nya, Alfacart, dari marketplace umum menjadi kanal online khusus grocery.

Memasuki 2018, perhatian akan tertuju pada para pemain ecommerce horizontal lokal. Seiring meningkatnya pertaruhan Alibaba dan Tencent, bisa diharapkan akan jatuh lebih banyak “korban” di tahun yang baru.

Go-Pay akan menjelajah ke luar Indonesia melalui Sea, Traveloka, dan JD untuk menjadi WeChat Pay versi Asia Tenggara

Situasi ecommerce di Indonesia saat ini terlihat seperti situasi Cina di tahun 2008 —  kecepatan perubahannya tidak terbayangkan. Saat saya mengunjungi kantor kami di Jakarta 12 bulan lalu, hampir tidak ada seorang pun yang menggunakan platform pembayaran dan dompet mobile milik Go-Jek, Go-Pay.

Enam bulan kemudian, hampir semua kolega menggunakan Go-Pay untuk mentransfer uang antar-sesama dan untuk membayar produk maupun jasa.

Di sebagian pasar berkembang Asia Tenggara (kecuali Singapura dan Malaysia), penetrasi kartu kredit masih rendah, hanya mencapai satu digit dan sebagian besar penduduk bahkan tidak memiliki akun bank.

Sumber: Global Findex, World Bank
Sumber: Global Findex, World Bank

Sayangnya, hanya beberapa startup fintech dan pembayaran di wilayah ini yang bisa membangun produk yang menjawab kurangnya penetrasi kartu kredit dan populasi unbanked yang besar. Mayoritas dari mereka malah membangun gerbang pembayaran dan dompet yang bergantung kepada kartu kredit dan warisan infrastruktur kartu kredit seperti di Amerika Serikat (Apple Pay, anyone?)

Tidak mengherankan jika cash-on-delivery (COD) masih mendominasi lebih dari 70% transaksi menurut data dari ecommerceIQ.

Mereka yang fokus menargetkan populasi unbanked dengan dompet mobile yang diisi secara tunai seperti True Money dari Thailand mengalami kesulitan mencapai “nilai utama produk” yang berkelanjutan dan meraih massa.

“Komunitas, Commerce, dan Pembayaran saling terhubung di Dunia Digital. Sejauh ini, semua permainan pembayaran mobile yang sukses, secara global, terpusat pada dagang dan komunitas sebagai sumbunya. PayPal dimulai dengan eBay, Alipay dengan Alibaba/Tmall/Taobao, WeChat Pay memanfaatkan WeChat/QQ dan Amazon Pay memiliki Amazon. Karena alasan inilah, bisnis pembayaran/dompet yang berdiri sendiri akan mengalami kesulitan.” — Gaurav Sharma, Pendiri Atlantis Capital

Go-Pay menjawab masalah fundamental ini dengan memungkinkan penggunanya mengirimkan pembayaran antar sesama (peer-to-peer/P2P) dan mengisi ulang dengan memberikan uang tunai kepada supir Go-Jek yang berperan sebagai mesin ATM mobile.

Isi ulang dompet mobile Go-Pay dimungkinkan dengan memberikan uang tunai kepada supir Go-Jek.
Isi ulang dompet mobile Go-Pay dimungkinkan dengan memberikan uang tunai kepada supir Go-Jek.

Lebih penting lagi, dengan GoJek sebagai bagian dari faksi Tencent, kita bisa mengharapkan perusahaan tersebut mendorong Go-Pay ke negara-negara di Asia Tenggara lainnya melalui platform komunitas dan dagang seperti Sea (Garena, Shopee, dll), Traveloka, dan JD).

Setelah beredarnya rumor pada bulan November, Go-Jek akhirnya mengumumkan akuisisinya terhadap Kartuku, Mapan, dan Midtrans. Yang terakhir, sebagai salah satu gerbang pembayaran terdepan di Indonesia, akan memberikan Go-Pay saluran distribusi tambahan dan menggunakan kasus-kasus seperti MatahariMall, Tokopedia, dan Garuda Indonesia — mendorong Go-Pay untuk melewati ranah P2P dan memasuki pembayaran B2C.

Lawan kuat bagi “WeChat dari Asia Tenggara” ini adalah Grab, yang memiliki 2.5 juta perjalanan harian menjadikannya platform ride-hailing terbesar di Asia Tenggara. GrabPay, diluncurkan tahun ini, merupakan usaha Grab untuk menjadikan Singapura sebagai masyarakat non-tunai, dengan rencana ekspansi di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2018.

Haruskah Go-Jek khawatir? Tidak juga.

Singapura bukan tempat tes yang ideal untuk meluncurkan dompet mobile karena negaranya telah memiliki platform pembayaran non-tunai yang ada di mana-mana — “kartu kredit”. Dan kerja sama GrabPay baru-baru ini dengan Ovo dari Lippo Group tidak menghasilkan banyak perhatian atau menunjukkan pemakaian yang luas.

“Walau sepertinya terlihat sebagai praktek yang umum untuk melakukan tes (ide) pertama di Singapura, dan kemudian membawanya ke regional dan kemudian ke seluruh dunia, dengan hormat, saya kira hal ini tidak masuk akal di situasi dunia saat ini.” — Min-Liang Tan, Co-Founder dan CEO dari Razer

Go-Pay, di lain pihak, memberikan nilai lebih kepada penggunanya di negara di mana hanya 36% dari penduduknya memiliki akun bank dan hanya 2% memiliki kartu kredit. Pasar berkembang seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina memiliki kesamaan akan kurangnya infrastruktur finansial seperti Indonesia.

Go-Jek sebagai bagian dari faksi Tencent memiliki akses ke saluran distribusi yang lebih beragam dan menawarkan bermacam kasus sehari-hari seperti gaming (Garena), belanja (Shopee, JD), travel (Traveloka) dan lain-lain (Go-Jek sendiri).

Marketplace fashion dan kecantikan baru yang berbasis mobile akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Zalora

Zalora, bisnis ecommerce fashion milik Rocket Internet, telah mengalami kesulitan di Asia Tenggara sejak peluncurannya di 2012. Zalora Thailand dan Vietnam kemudian diambil oleh konglomerat ritel Thailand Central Group dengan harga yang murah, sementara entitasnya di Filipina sebagian dijual kepada grup real estate Ayala.

Bahkan ada juga rumor bahwa Zalora Indonesia membicarakan exit ke peritel lokal MAP, yang kemudian disanggah.

Beberapa faktor yang berkontribusi pada tantangan yang dialami perusahaan ini: 1. Pedagang langsung berjualan di Facebook, Instagram dan LINE, 2. Kontrol atas brand-brand yang dikuasai satu atau dua grup konglomerat ritel seperti Central di Thailand, MAP di Indonesia, dan SSI Group di Filipina.

Dua faktor tersebut mempersulit Zalora untuk mengubah arah menjadi marketplace bagi brand premium seperti ASOS.

Tantangan yang dihadapi Zalora meninggalkan sebuah kekosongan yang semakin banyak diisi oleh marketplace fashion mobile-first yang lebih gesit yang bisa melihat kesempatan di ruang yang didominasi oleh pasar-massal, platform ecommerce umum seperti Lazada dan Shopee.

Seperti dibuktikan oleh kesulitan Amazon dalam meminang merek fashion premium di AS, pemain merek mewah tidak menyukai berjualan di platform massal di mana katalog barang mereka muncul berdekatan dengan deterjen dan mesin cuci.

“Setelah membeli Whole Foods, Amazon sekarang memiliki akses ke kulkas terkaya di negara ini namun mereka masih tidak bisa memasuki lemari kita karena merek fashion dan beauty yang aspirasional tidak akan mau berdistribusi di platform mereka. Mengapa? Karena mereka tidak bodoh dan sadar bahwa cara Amazon melakukan kerja sama dengan para merek seperti cara sebuah virus bekerja sama dengan induknya.” — Scott Galloway, Founder L2 dan Professor di NYU Stern.

Di Cina, baik Tmall dan JD harus mengerahkan usaha yang luar biasa untuk menarik para merek fashion. Pada bulan Oktober, JD meluncurkan TopLife, platform online mewah yang berdiri sendiri untuk memberikan pengalaman high-end yang dijanjikan oleh merek-merek high-end ini.  Alibaba juga meluncurkan Luxury Pavilion, sebuah bagian dalam Tmall yang dikhususkan untuk merek mewah seperti Burberry dan Hugo Boss.

Mengepalai gelombang baru dari marketplace fashion berbasis mobile di Asia Tenggara adalah Zilingo, yang baru saja mendapatkan pendanaan seri B sebesar $18 juta, dan Goxip, startup berbasis di Hong Kong yang baru saja menutup pendanaan seri A sebesar $5 juta dengan rencana untuk memasuki Thailand. Di Indonesia, ada juga LYKE, yang ironisnya, didirikan oleh ex-CMO dari Zalora.

Diuntungkan dengan retrospeksi dan peran social commerce dalam menumbuhkan sektor fashion, para pemain baru ini akan menawarkan elemen seperti chat dan permainan konten murni serta jaringan influencer yang bisa mengatasi tantangan biaya akuisisi konsumen yang sering ditemui dalam upaya memperbesar ecommerce.

Marketplace akan “mendewasa” dan membersihkan diri dari “grey market” untuk melayani merek-merek mewah dan blue chip

Dalam enam tahun terakhir, kebanyakan dari pertumbuhan awal ecommerce difokuskan untuk meningkatkan GMV dengan memasukkan semua penjual dan merek yang ingin berjualan secara online.

Pada 2018, marketplace seperti Lazada dan Shopee berusaha memasukkan merek yang lebih besar, namun hal ini mengharuskan mereka untuk bisa mengontrol penjual “grey market” dan barang palsu serta membangun lingkungan di mana merek besar akan merasa nyaman untuk berjualan.

Alibaba melewati proses yang sama di Cina, ketika pembicaraan seputar pengontrolan barang palsu dan produk “grey market” yang ada di Tmall and Taobao mencapai puncaknya pada waktu IPO Alibaba pada 2014.

Berdasarkan data dari oleh platform analisis pasar BrandIQ, 80% SKU dari raksasa produk konsumen seperti Unilever, Samsung, dan L’Oreal rata-rata dijual oleh reseller pasar gelap yang tidak sah. SKU “grey market” ini dijual dengan harga 30% lebih rendah dari toko flagship resmi dan reseller resmi.

13

Mengapa hal ini menjadi penting? Karena penjualan pasar abu-abu berdampak pada citra penjualan merek di toko-toko resmi.

“Akhir-akhir ini, ledakan penjual pihak ketiga di situs online menyebabkan produk asli dari merek seperti Nike, Chanel, The North Face, Patagonia dan Urban Decay dijual di Amazon meskipun mereka tidak mengotorisasi penjualan tersebut, melemahkan kontrol mereka akan harga dan distribusi,” ujar Wall Street Journal.

Nike, misalnya, menolak untuk berjualan langsung melalui Amazon untuk waktu yang lama, menghindari pelemahan mereknya. Namun dengan tidak berjualan secara resmi di marketplace, meninggalkan ruang yang, seperti bisa kita lihat dari data BrandIQ sebelumnya, secara cepat diisi oleh penjual yang tidak resmi, reseller yang mencari kesempatan dari arbitrase.

Pelanggan seringnya mengganggap pembelian dari pasar abu-abu ini sebagai pembelian langsung dari brand tersebut, dan saat mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan, akan menyalahkan brand dan bukannya reseller yang tidak sah tersebut

Data BrandIQ menunjukkan bahwa nilai rata-rata SKU pasar kelabu 24% lebih rendah daripada ulasan untuk produk serupa yang dijual melalui toko resmi atau toko utama.

14

Memasuki 2018, kita akan melihat dorongan baik dari marketplace dan brand untuk mengatasi penjualan pasar abu-abu di Asia Tenggara. Marketplace akan menggunakan pegangan yang lebih erat bagi para reseller pihak ketiga untuk menarik merek yang lebih besar, sementara para brand akan tetap membangun kehadiran resmi di marketplace untuk secara proaktif mengelola pengalaman pelanggan dan citra brand.

Marketplace dan e-tailers akan memperkenalkan label pribadi dan mengalienasi brand

Seiring dengan semakin dewasanya pasar ecommerce di Asia Tenggara, marketplace, e-tailer dan startup ecommerce akan semakin teliti mencari cara untuk meningkatkan margin. Lewatlah sudah hari-hari mengejar pertumbuhan garis atas yang agresif dan pangsa pasar yang menghalalkan segala cara.

Dengan akuisisi Lazada post-Alibaba dan Shopee pasca-IPO (sebagai bagian dari Sea), layanan bernilai tambah apa yang akan dimiliki perusahaan-perusahaan ini untuk mencapai pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan?

Di kesempatan ini, perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara menyontek dari buku permainan Cina. Lazada meluncurkan unit Lazada Marketing Solutions untuk membantu memonetisasi 23 juta pengguna aktif tahunannya melalui pengiklanan mirip seperti bagaimana Tmall and Taobao mengumpulkan biaya untuk iklan di Cina.

Saat ini, Lazada menawarkan display ads dan iklan promosi produk programmatic bagi pelanggannya namun Lazada diharapkan meluncurkan iklan pencarian pay-per-click pada tahun 2018, berkompetisi dengan Google dan Facebook. Lintas wilayah Asia Tenggara, Shopee telah meluncurkan iklan pencarian per-per-click.

Lebih dari sekadar periklanan, kita bisa mengharapkan lebih banyak marketplace dan e-tailer akan mengikuti jejak Amazon dalam meluncurkan merek label pribadi untuk meningkatkan margin. Dengan data yang dikumpulkan dari merek pihak ketiga, platform ecommerce ini mengetahui betul barang jenis apa yang laku di pasaran, siapa pasarnya, serta kapan dan di mana penjualannya mencatat hasil terbaik.

Flipkart, satu dari marketplace terdepan di India yang bersaing dengan Amazon, baru-baru ini mengumumkan target mereka mendapatkan 20-22% kontribusi penjualan dari label pribadi dalam lima tahun ke depan.

“Saat kami memutuskan untuk memasuki label pribadi pada pertengahan 2016, sebuah “Tim Macan’ untuk merek label pribadi kemudian dibentuk secara internal untuk meneliti sekitar 50 peritel dari seluruh dunia, termasuk Eropa, AS, Cina, dan India, untuk membayangkan seperti apa lansekap label pribadi bagi Flipkart dalam beberapa tahun ke depan. Penelitian menunjukkan bahwa label pribadi bisa berkontribusi 10-20% dari bisnis suatu perusahaan. Sebagai contohnya, label pribadi dari perusahaan AS Costco Wholesale, Kirkland, berkontribusi sebesar 20-25% kepada bisnis mereka,” ujar Adarsh Menon, Kepala Label Pribadi Flipkart dalam interview dengan The Hindu.

Meluncurkan merek label pribadi di Asia Tenggara bukanlah hal yang baru. Zalora meluncurkan merek label pribadi EZRA sejak 2013 yang diikuti oleh Lazada dengan LZD Premium Collection pada 2014. Namun demikian, dengan fokus kepada pertumbuhan top line pada periode 2013-2015, merek label pribadi ini kurang diprioritaskan seperti bisa dilihat dari jumlah terbatas yang masih dijual di Zalora dan Lazada saat ini.

Althea, sebuah e-retailer produk kecantikan Korea yang meraih pendanaan seri B sebesar $7 juta, secara spesifik mengatakan bahwa mereka akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan lebih banyak produk label pribadi.

“Berdasarkan data pengguna yang besar yang telah kami kumpulkan.. Kami saat ini bisa mengerti kebutuhan spesifik dari pelanggan kami di setiap pasar, mengumpulkan masukan secara instan melalui platform online kami, dan secara cepat mengubah itu semua menjadi satu produk dalam satu atau dua bulan,” ujar Co-Founder dan CEO Althea Frank Kang. “Kami memiliki pengetahuan yang dalam akan pelanggan kami yang tidak bisa disamai oleh brand tradisional.”

Di tengah semua ini, tidak mengejutkan bahwa Zalora menunjukkan ketertarikan untuk mendorong label pribadi mereka, “Something Borrowed” dan “Zalora”, di tahun yang baru.

15 Label pribadi Althea dijual di website mereka

B2B ecommerce akan mengganggu distributor offline, mengaburkan batas antara distribusi online dan offline

Meski ecommerce memiliki masa depan yang cerah di Asia Tenggara, nyatanya B2C ecommerce saat ini masih berada di persentase satu digit. Dengan target pertumbuhan yang agresif, para merek dan marketplace serta e-tailer akan meningkatkan usaha mereka untuk tumbuh lewat saluran non-B2C seperti B2B dan B2E.

Zilingo, marketplace fashion yang didukung oleh Sequoia, meluncurkan marketplace B2B, Zilingo Asia Mall. Inisiatif ini memungkinkan para pembeli fashion di AS dan Eropa untuk membeli produk Zilingo dengan harga grosir, secara efektif membangun “Alibaba” bagi fashion.

Shopee meluncurkan fitur grosir tahun ini, memungkinkan pedagang untuk menurunkan harga unit satuan untuk pesanan dalam kuantitas yang besar.

Shopee Malaysia menawarkan fitur grosir
Shopee Malaysia menawarkan fitur grosir

aCommerce, ecommerce enabler dan e-distributor di Asia Tenggara, yang baru saja mendapatkan pendanaan seri B sebesar $65 juta dari firma bangunan KKR — Emerald Media,  menciptakan istilah baru untuk semua ini — “B2A” atau Business-to-All.

Perusahaan ini merupakan pihak di balik inisiatif B2B dan B2E bagi merek seperti Samsung dan L’Oreal. Menurut aCommerce, B2B ecommerce saat ini berkontribusi kepada 20% dari total pendapatan di aCommerce, naik 10% dari tahun sebelumnya. (disclaimer, saya bekerja di sini).


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Sheji Ho, aCommerce Group Chief Marketing Officer

Opini yang dinyatakan ini merupakan pendapat pribadi saya dan tidak mewakili pandangan atau pendapat dari tempat saya bekerja.

[1] http://www.kpcb.com/internet-trends

[2] http://knowledge.ckgsb.edu.cn/2017/08/28/mobile-commerce/wechat-economy-messaging-wechat-pay

[3] https://asia.nikkei.com/Business/Deals/Tencent-becomes-top-shareholder-of-e-retailer-JD.com

[4] https://techcrunch.com/2017/06/28/alibaba-ups-its-stake-in-southeast-asias-lazada-with-1-billion-investment

[5] https://techcrunch.com/2017/08/17/alibaba-tokopedia

[6] https://techcrunch.com/2017/09/23/sea-files-for-a-1-billion-u-s-ipo

[7] https://www.reuters.com/article/us-jd-com-centralgroup/jd-com-thai-retailer-central-group-form-500-million-e-commerce-jv-idUSKCN1BQ0A1

[8] https://asia.nikkei.com/Business/Companies/Indonesia-s-Go-Jek-gets-a-lift-from-Tencent-JD.com-funding

[9] https://techcrunch.com/2017/07/28/expedia-invests-350m-in-traveloka

[10] https://techcrunch.com/2017/10/31/jd-com-leads-19m-investment-in-pomelo

[11] https://e27.co/jd-com-puts-us44m-vietnamese-e-commerce-platform-tiki-vn-fight-lazada-20171121

Voucher Google Play Senilai Rp 20 ribu Bisa Dibeli di Go-Jek dan Tokopedia

Tidak ada era yang lebih memanjakan para gamer dibanding saat ini: beberapa platform distribusi digital raksasa telah menyesuaikan harga produk mereka ke rupiah, lalu transaksi pembelian voucher bisa dilakukan di sejumlah situs eCommerce populer dengan memanfaatkan metode apapun – transfer bank, kartu kredit, atau bahkan cash via gerai mini market.

Dan setelah meluncurkan voucher Google Play tahun lalu, Google kini menyediakan opsi nominal paling kecil, senilai Rp 20 ribu. Jumlah tersebut bisa Anda dapatkan lewat layanan Go-Jek serta Tokopedia. Sebelumnya, pengguna ditawarkan pilihan nominal yang cukup besar, berkisar antara Rp 50 ribu, Rp 100 ribu, Rp 150 ribu, Rp 200/300 ribu, sampai Rp 500 ribu (belum termasuk PPN).

Cara memperolehnya sangat mudah. Jika Anda menggunakan aplikasi Go-Jek, transasksi dapat dilakukan melalui opsi ‘Kode Voucher Google Play’ di menu Go-Bills. Saat artikel ini ditulis, pilihan Google Play belum tersedia di app Go-Jek di smartphone saya, mungkin akan muncul dalam waktu dekat. Selanjutnya, Anda hanya tinggal menentukan jumlah yang diinginkan.

Kode Voucher Google Play 1

Pembelian di Tokopedia tidak kalah sederhana, hanya perlu mengunjungi laman Voucher Game-nya. Di sana, kita disuguhkan beragam jenis voucher, dari mulai Battle.net, Garena, Steam Wallet, PSN Money dan lain-lain. Pilihan Kode Voucher Google Play sendiri berada di pojok kiri atas, tersedia dalam mata uang rupiah. Perlu diketahui bahwa tiap pilihan nominal dikenakan pajak sebesar 10 persen.

Kode Voucher Google Play 2

 

Dengan mengklik Beli, sistem akan mengirimkan kode verifikasi ke nomor telepon Anda. Setelah dimasukkan, Anda bisa meneruskan transaksi, dan memilih metode pembayaran serta menggunakan kode promo. Jika pembayaran dilakukan via Indomaret atau Alfamart, Anda akan dikenakan biaya administrasi.

Kode voucher Google Play tentu saja bisa dimanfaatkan untuk membeli aplikasi serta segala konten digital favorit. Sesudah memperolehnya, Anda hanya tinggal membuka app Play Store, tap menu ber-icon garis di kiri atas, lalu pilih Redeem (atau ‘Tukarkan’ dalam bahasa Indonesia). Selain lewat Go-Jek dan Tokopedia, voucher Google Play senilai Rp 20 ribu juga dapat Anda temukan di gerai Indomaret, Codashop, Unipin, GOC.id dan Indomog.

“Kami berharap kedatangan kode voucher Google Play dengan nominal Rp 20 ribu di Go-Jek dan Tokopedia ini akan semakin memudahkan Anda berbagi dan menikmati film, buku, aplikasi, serta game favorit tanpa harus menggunakan kartu kredit.” tutur tim Google di rilis pers mereka.