BCA Menambah Dana Kelolaan Central Capital Ventura Senilai Rp400 Miliar

PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) akan mengalokasikan dana sebesar Rp400 miliar ke Central Capital Ventura (CCV) untuk mendukung upaya investasi ke ekosistem startup. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan bahwa CCV telah berinvestasi ke 26 startup hingga saat ini.

Dalam konferensi pers paparan kinerja BCA 2021, Jahja mengatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk menambah portofolio startup berkualitas bagus dan dapat menghasilkan keuntungan nantinya.

“Kami memberikan wewenang kepada CCV untuk menentukan bidang mana yang akan dimasuki,” ujar Jahja seperti dikutip dari Katadata.

Sebagai informasi, CCV dibentuk sebagai perpanjangan investasi BCA untuk mendukung pengembangan inovasi digital di lingkup perusahaan. CCV memiliki misi untuk menciptakan kolaborasi antara BCA dan portofolio, terutama peluang embedded finance.

Pada awal pendirian CCV di 2017, BCA menyuntik dana sebesar Rp200 miliar dengan fokus utama pada vertikal fintech. Beberapa portofolio CCV antara lain Akseleran, Qoala, dan Oy!.

Berdasarkan laporan kinerja di 2020, CCV telah menyalurkan investasi sebesar Rp157 miliar atau naik 20% dari Rp119,3 miliar di tahun sebelumnya. CCV juga mengantongi laba operasional sebesar Rp1,71 miliar dari kerugian Rp1,7 miliar di 2019.

Selain CCV, BCA mendirikan bank digital baru BCA Digital yang berfokus sebagai tech incubator dan memperluas ekosistem yang sudah dimiliki oleh induk usaha. BCA Digital resmi berdiri pada pertengahan 2021 dengan meluncurkan aplikasi mobile banking “blu”.

Gerak CVC di 2021

Berdasarkan catatan kami, sejumlah corporate venture capital (CVC) di Indonesia masih aktif berinvestasi ke startup di sepanjang 2021. Tahun lalu juga ada kemunculan CVC baru bentukan PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS), yakni BTPNS Ventura.

Menariknya, kami melihat beberapa CVC di antaranya mulai menghadirkan inisiatif berbeda selain menambah dana kelolaan baru. Misalnya, MDI Ventures memperkenalkan platform eMerge untuk menghubungkan jaringan angel investor dan startup di Indonesia.

Ada juga kolaborasi MDI Ventures bersama platform pertukaran mata uang kripto Binance untuk membentuk konsorsium melalui joint venture. Kolaborasi ini dilakukan untuk mengembangkan platform pertukaran aset digital di Indonesia.

Corporate Venture Capital (CVC) di Indonesia / Sumber: DS Research

Kemudian, BRI Ventures juga mulai melebarkan vertikal investasinya dengan mendirikan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA) bersama Tokocrypto. Tujuannya adalah memberdayakan proyek startup dengan teknologi blockchain dan tokenisasi di Indonesia.

Tak kalah penting, tahun lalu Pemerintah meluncurkan Merah Putih Fund (MPF) sebagai upaya untuk mendorong akselerasi inovasi, potensi digital, dan startup di Indonesia. Pemerintah melibatkan sebanyak lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, dan BNI untuk mengelola MPF dengan dana kelolaan fase awal sebesar Rp4,3 triliun.

Tokocrypto dan BRI Ventures Resmikan Program Akselerator Blockchain

Setelah peluncuran TokoLaunchpad versi 2.0 di akhir 2021 lalu, Tokocrypto kini berkolaborasi dengan BRI Ventures melalui inisiatif Sembrani Wira Akselerator mengembangkan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Program ini bertujuan untuk memberdayakan proyek startup dengan teknologi blockchain dan tokenisasi di Indonesia.

CEO Tokocrypto Pang Xue Kai menyebut kolaborasi ini sebagai pencapaian karena berhasil mendapatkan kepercayaan dari salah satu CVC di bawah naungan bank pelat merah Indonesia, BRI Ventures. Harapannya untuk program akselerator ini dapat mengembangkan ekosistem dan memberi dampak bagi industri startup dan blockchain di Indonesia.

“Kami berharap, kolaborasi ini dapat menjadi akselerator dari berbagai inisiatif Web3 dan perkembangan ekosistem metaverse. Terlebih kami memiliki dua dana ventura yang tengah berkembang yaitu Sembrani Nusantara dan Sembrani Kiqani yang berfokus pada pendanaan di sektor-sektor non-fintech,” ungkap CEO BRI Ventures Nicko Widjadja dalam pernyataan resmi.

Program akselerator dan kriteria pesertanya

Melalui TSBA, kedua perusahaan membentuk program akselerator yang menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia. Program ini meliputi berbagai aspek seperti pengembangan teknologi blockchain itu sendiri, nilai ekonomi atau tokenomics, pembentukan budaya tim, pendampingan untuk listing, serta fundraising.

Adapun kriteria proyek blockchain untuk program ini adalah startup yang sudah memiliki validasi dari sisi kapital atau pendanaan tahap awal. Lalu, perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki teknologi blockchain sendiri serta rencana pengembangan secara smart contract. Lalu, perusahaan harus sudah memiliki working products atau white paper secara tokenomics. 

Markus Liman Rahardja, VP of Investment dan Business Development BRI Ventures yang turut hadir dalam acara penandatanganan MoU di Seminyak, Bali (20/1) menyoroti bahwa dua sisi aspek penggalangan dana yaitu crypto fundraising dan venture fundraising akan menjadi fokus dari partisipasi BRI Ventures.

BRI Ventures sendiri telah melakukan investasi ke lebih dari 18 startup baik fintech maupun non-fintech dan meluncurkan dua dana ventura yang diikuti oleh Grab Ventures, Celebes Capital, Mahanusa Capital, Buana Investment, Pulau Intan, dan beberapa bisnis keluarga.

Dana Ventura Sembrani Nusantara yang diluncurkan pada awal 2021 telah melakukan investasi di bidang agritech seperti Sayurbox, sektor new retail seperti Haus!, Brodo, Yummy Corp, dan sektor logistik seperti Andalin. Sedangkan, Dana Ventura Sembrani Kiqani yang baru diluncurkan awal tahun 2022 dengan fokus di sektor D2C atau consumer brands serta metaverse.

Menyediakan hub bagi para penggiat kripto

Selama tahun 2021, Tokocrypto dengan gerilya meluncurkan berbagai inisiatif untuk mengembangkan ekosistem aset kripto di Indonesia. Mulai dari meluncurkan token sendiri (TKO) di bulan April lalu, meresmikan platform marketplace NFT (TokoMall) di bulan Agustus, hingga menggandeng Bekind untuk mengembangkan berbagai CSR program melalui TokoCare.

Bersamaan dengan peluncuran TSBA, Tokocrypto resmi mengenalkan T-Hub yang berlokasi di Batubelig, Bali. Ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan berkumpulnya komunitas untuk berdiskusi dan mengembangkan berbagai ide guna mendorong perkembangan investasi kripto di Bali. Sebelumnya, Tokocrypto telah lebih dulu mengoperasikan T-hub yang berlokasi di Senayan, Jakarta.

Sebagai marketplace aset kripto yang legitimate, Tokocrypto merasa adalah sebuah keharusan untuk bisa mewadahi setiap kegiatan yang berpotensi untuk mengembangkan ekosistem aset kripto, “Karena salah satu cara agar blockchain dan aset kripto bisa mengakar dan bertumbuh dalam industri ini adalah dengan koneksi. Maka dari itu, Tokocrypto ingin menjembatani semua kebutuhan terkait pengembangan aset kripto di tengah sistem finansial tradisional yang ada,” tutup Kai.

Di luar TSBA, hingga saat ini, sudah ada berbagai startup maupun proyek yang berpartisipasi program inkubator TokoLaunchpad yang sudah berjalan. Beberapa di antaranya termasuk Play it Forward DAO, Avarik Saga dan Nanovest. Kai juga menyebutkan terdapat lebih dari 15 startup maupun proyek yang masih dalam tahap penjajakan.

Sebagai informasi, proses registrasi program akselerator TSBA akan ditutup pada 10 Februari 2022, lalu peserta yang lolos seleksi akan diumumkan pada 14 Februari 2022, sementara kick-off akselerator akan dimulai pada 21 Februari 2022.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Lanjutkan Tesis Investasi “Beyond Fintech”, Siap Danai Empat Startup Baru Tahun Ini

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengungkapkan akan menyuntik tiga hingga empat startup baru yang bergerak di sektor fintech dan fintech enabler sepanjang tahun 2022 ini. MCI akan masuk dengan nominal mulai dari Rp100 miliar ke atas ke tahapan investasi yang lebih beragam dari tahap awal hingga seri C, melalui fund yang berbeda-beda di bawah naungan MCI.

Vertikal startup yang diincar “beyond fintech”, mulai dari corporate enabler, SME enabler, wealthtech, earned wage access (EWA), logistic tech, dan edutech. Kepada DailySocial.id, Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro mengatakan strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

“Kami selalu mencari apa kebutuhan dari grup, seperti itu tesisnya. Baru kemudian mencari startup-startupnya. Dana dari Mandiri juga terus bergulir, terkadang bisa untuk dua tahun, atau ada setahun dua kali, itu semua kembali lagi dari kebutuhannya,” kata Eddi.

Menurut dia, sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Untuk IIF sejauh ini telah menyuntik satu startup dengan detail dirahasiakan.

Eddi juga mengonfirmasi bahwa fund baru yang menargetkan pada LP di luar Mandiri Group masih berlangsung sampai sekarang. Dia beralasan mandegnya rencana tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19. Awalnya, rencana tersebut sudah dibentuk sejak 2019 dengan target dana sebesar $100 juta. MCI sudah melakukan roadshow ke Jepang dan Korea Selatan untuk proses penggalangan dananya.

Tahun 2021

Sepanjang tahun lalu, MCI berpartisipasi dalam tujuh pendanaan, terdiri atas tiga investasi baru dan empat investasi follow-on. Bila dirinci sebagai berikut, I) investasi baru untuk Bukalapak, dalam pendanaan Pra-IPO dengan nominal dirahasiakan; II) AyoConnect untuk pendanaan pra-seri B dengan jumlah total sekitar Rp143 miliar; III) startup insurtech pada pertengahan Desember 2021.

Sementara, untuk investasi follow-on, terdapat investasi ke Amartha dengan jumlah total lebih dari Rp510 miliar; V) iSeller untuk pendanaan pra-seri B dengan total suntikan dana Rp120 miliar; VI) Crowdee untuk pendanaan seri B, dan VII) PrivyID untuk pendanaan seri B dengan nilai lebih dari Rp251 miliar.

Menjelang akhir tahun lalu, MCI bersama empat CVC BUMN lainnya dilibatkan oleh pemerintah untuk mendukung Merah Putih Fund (Dana Ventura Merah Putih atau MPF). MPF adalah sebuah inisiatif dari Kementerian BUMN sebagai dana kelolaan yang bertujuan untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn.

Dalam fase pertama, MPF akan menutup dana kelolaan sebesar $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah yang didukung lima BUMN. Sejauh ini MPF belum beroperasi, baru diumumkan secara resmi oleh Presiden. Lima CVC BUMN yang terlibat dalam awal pembentukan dana kelolaan ini, termasuk MCI, masing-masing akan mengirimkan perwakilan untuk ditempatkan sebagai ‘Co-Fund Manager.’

Target investasi yang dibidik adalah tahap lanjutan untuk startup yang masuk status soonicorn/centaur.

Tren Pendanaan Startup Indonesia Sepanjang 2021

Di tahun 2021, Indonesia telah memiliki 12 unicorn dan lebih dari 50 centaur.

Banyak aspek yang dapat dijadikan variabel pengukuran untuk melihat kematangan ekosistem startup di sebuah negara. Adapun pendanaan atau investasi menjadi salah satu yang terpenting, karena di dalam sebuah proses pendanaan terdapat serangkaian tahapan validasi untuk menilai kualitas bisnis, pasar, teknologi, hingga founder. Bergulirnya sebuah pendanaan berarti ada sebuah startup yang berhasil tervalidasi melalui hipotesis-hipotesis yang dimiliki oleh pemodal.

Sepanjang tahun 2021, ada 213 putaran pendanaan startup yang diumumkan dan membukukan total nilai lebih dari $4,3 miliar dari 126 transaksi yang disebutkan perolehannya. Capaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 113 transaksi dengan nominal $3,3 miliar dari 50 transaksi yang diumumkan nilainya.

Berikut ini ulasan mengenai data pendanaan startup pendanaan startup Indonesia yang berhasil dikumpulkan oleh tim DailySocial.id.

Pendanaan tahap lanjut meningkat

Pendanaan tahap lanjut mendefinisikan putaran yang terjadi setelah tahap awal. Di tahun 2021, ada 45 startup yang membukukan pendanaan seri A, 33 seri B, 10 seri C, 2 seri D, dan 1 seri F. Jika digabungkan, angka ini melebihi perolehan pendanaan tahap awal yang jumlahnya mencapai 81 transaksi.

Tingginya angka pendanaan awal menyiratkan masih terbukanya kesempatan bagi generasi baru founder untuk melahirkan inovasi baru untuk mendemokratisasi aspek bisnis tertentu. Sementara pendanaan lanjutan menyiratkan sebuah model bisnis yang tervalidasi pasar – melahirkan kepercayaan lebih terhadap investor untuk meletakkan lebih banyak dana ke startup terkait.

Dalam sejumlah wawancara dengan pemodal ventura di Indonesia, para partner memang mengatakan bahwa di masa pandemi ini mereka akan memberikan porsi lebih untuk memberikan dukungan kepada portofolio yang sudah ada.

General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan, dengan dana kelolaan baru yang berhasil didapat tahun 2021 lalu, menyebut pihaknya meningkatkan ticket size dan turut memberikan fokus lebih pada follow-on funding untuk startup yang telah menjadi portofolionya.

Pendanaan lanjutan ini juga berhasil membawa puluhan startup masuk ke jajaran centaur. Sebut saja Flip, Shipper, GudangAda, Lemonilo, hingga ALAMI. Bahkan melalui putaran pendanaan seri B, Ajaib berhasil mengokohkan diri dengan status unicorn; lalu Xendit dan Kopi Kenangan jadi unicorn setelah menutup seri C mereka.

Sektor bisnis terpopuler

Kendati fintech masih mendapatkan jumlah terbanyak dari sisi jumlah transaksi pendanaan –juga nominal pendanaan–namun mulai ada divergensi. SaaS (23), New Economy (21), dan Wealthtech (15) berhasil memikat perhatian investor.

SaaS dianggap masih memiliki potensi besar di tengah pertumbuhan bisnis UMKM di Indonesia. Berbagai solusi dikembangkan untuk mempermudah proses bisnis mereka, mulai dari layanan pencatatan, tata kelola operasional, manajemen sumber daya manusia, dan lainnya.

Sementara New Economy berhasil terangkat dengan adanya pemilik brand yang mulai melakukan transisi strategi ke arah digital – seperti merek fesyen yang fokus ke model direct to consumer untuk distribusi produknya. Diyakini bahwa cara ini akan memberikan value lebih terhadap bisnis yang dijalankan, karena adanya campur tangan teknologi dan data yang komprehensif didapatkan dari proses transaksi. Strategi ini juga memungkinkan pengembang merek untuk lebih fokus kepada inovasi produk – karena kanal penjualannya umumnya memanfaatkan layanan online yang sudah ada seperti online marketplace.

Wealthtech bahkan sudah memiliki unicorn dengan torehan gemilang Ajaib. Mereka berada di tengah momentum pertumbuhan investor ritel. Menurut data BEI, per Oktober 2021 jumlah investor pasar modal mencapai 6,7 juta SID, tumbuh 7,5x lipat sejak 2016.

Pendanaan terbesar sepanjang tahun

Tidak hanya tren tahun ke tahun, sepanjang 2021 nominal pendanaan yang berhasil dibukukan oleh ekosistem startup Indonesia juga meningkat dari kuartal ke kuartal. Mengindikasikan investor kembali membuka diri untuk kembali menyalurkan dana kelolaannya, setelah sebelumnya banyak memilik “wait and see” melihat keadaan yang belum kondusif akibat Covid-19.

Terdapat 22 transaksi pendanaan yang nilainya sama dengan atau lebih dari $50 juta. Sementara puluhan lainnya mendapatkan 8 digit dolar dalam pendanaannya. Di sisi nominal, GoTo, SiCepat, Ajaib, Xendit, hingga Halodoc mendapati perolehan tertinggi dalam putaran pendanaan lanjutannya. Adapun investasi yang didapatkan GoTo dan Kredivo berkaitan dengan rencananya melantai di bursa saham.

Jika membaca Startup Report di tahun-tahun sebelumnya, nominal pendanaan besar (puluhan juta dolar) selalu datang pada putaran lanjutan startup unicorn. Namun tren yang ada saat ini, tidak sedikit stratup yang masih berumur pendek mendapatkan dukungan fantastis dari investor.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, generasi founder baru yang lahir dari ekosistem. Tak jarang kita menemui startup baru yang didirikan oleh ex-pegawai unicorn atau ex-pegawai di modal ventura. Mereka adalah orang-orang yang sudah mempelajari bagaimana bisnis digital bermanuver. Pengalamannya membesarkan perusahaan sebelumnya, menjadikan pemodal memberikan nilai lebih terhadap inovasi yang coba diusungnya.

Kedua, pasar digital yang cenderung lebih terdidik. Jika setengah dekade lalu, para pengembang platform digital masih menjumpai tantangan melakukan edukasi pasar secara mendasar, berbeda kondisinya dengan saat ini. Effort untuk melakukan sosialisasi bisa dirasa lebih mudah, menjadikan proses scale-up atau growth menjadi lebih singkat. Dukungan modal besar dibutuhkan untuk memastikan startup terkait mendapati momentum pertumbuhan tersebut.

Angel Investor terus bergerak agresif

Dari total transaksi yang ada, sekurangnya terdapat 341 institusi yang terlibat dalam pendanaan startup Indonesia, baik datang dari venture capital, CVC, hingga korporasi. Yang menarik, ada keterlibatan angel investor di 51 transaksi pendanaan.

Adapun jajaran investor yang paling aktif mendanai [secara kuantitas transaksi] susunannya masih tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Para pemodal tersebut sebagian besar bermain di semua tahapan pendanaan, dari seed sampai dengan growth stage. MDI Ventures, sebagai contoh, juga mengoperasikan Arise Fund bersama Finch Capital untuk membantu startup-startup tahap awal yang bergerak di sektor riil, seperti pertanian dan peternakan.

Teja Ventures Closes Its First Managed Fund of 143,6 Billion Rupiah

As a venture capital with a gender lens focus, Teja Ventures announced the closing of its first funding. The managed funds total value is at $10 million or around 143.6 billion Rupiah. The money obtained by a number of family offices in Asia.

Teja Ventures’ Partner, David Soukhasing revealed to DailySocial, using this fresh fund, his team has plans to support the 18 portfolios that they currently have.

“Especially because some of them are currently experiencing business growth and in the process of finalizing a fundraising, where Teja Ventures is leading the act,” David said.

Several platforms, including Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily are startups that have been funded by Teja Ventures. Currently they are in the stage of finalizing the second funding and claim to have received investors’ support.

Teja Ventures claims to be the first venture capital to commit to investing with a gender lens in all of Asia. Countries such as China to Southeast Asia are their target markets. Meanwhile, the targeted startup categories are financial inclusion/fintech, consumption, edutech, and the new economy.

Supporting business for women

Also known as ANGIN’s Managing Director, David and his partner Virginia Tan, who is also a client of ANGIN, founded Teja Ventures. Teja Ventures targets companies with positive impact on the female demographic as consumers as part of the supply chain and as a whole as an economic driver in their business model.

Even though it claims to be a gender lens investor, this concept does not apply only to support female startup founders. It is possible for male startup founders to attract Teja Ventures’ interest, what needs to be considered is that they must understand and effectively capture female users.

“We are pleased to see that some investors are now incorporating this mindset into their investment theses and we see it will lead to more opportunities for scale, capital flows and gender impact in Indonesia,” David said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Teja Ventures Rampungkan Penutupan Dana Kelolaan Pertama 143,6 Miliar Rupiah

Hadir sebagai venture capital yang memiliki fokus lensa gender, Teja Ventures  mengumumkan telah merampungkan pendanaan pertama mereka. Nilai dana kelolaan yang diterima sekitar $10 juta atau sekitar 143,6 miliar Rupiah. Dana diperoleh sejumlah family office di Asia.

Kepada DailySocial.id, Partner Teja Ventures David Soukhasing mengungkapkan, dengan dana segar ini pihaknya memiliki rencana untuk mendukung 18 portofolio yang saat ini sudah dimiliki.

“Terutama karena di antara mereka saat ini tengah mengalami pertumbuhan bisnis dan dalam proses finalisasi penggalangan dana, di mana Teja Ventures memimpin pendanaan tersebut,” kata David.

Platform seperti Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily adalah startup yang telah didanai oleh Teja Ventures. Saat ini mereka tengah dalam tahap finalisasi pendanaan kedua dan mengklaim telah mendapat dukungan dari investor.

Teja Ventures mengklaim sebagai venture capital pertama yang berkomitmen untuk berinvestasi dengan lensa gender di seluruh Asia. Negara seperti Tingkok hingga Asia Tenggara menjadi pasar yang mereka sasar. Sementara kategori startup yang ditargetkan adalah di bidang keuangan inklusif/fintech, consumption, edutech, dan new economy.

Dukung bisnis yang dimiliki perempuan

Dikenal juga sebagai Managing Director ANGIN, David bersama relasinya Virginia Tan, yang juga merupakan klien dari ANGIN, mendirikan Teja Ventures. Pendanaan yang diberikan Teja Ventures menargetkan perusahaan yang memiliki impact positif dalam demografi perempuan sebagai konsumen sebagai bagian dari supply chain dan secara keseluruhan sebagai penggerak ekonomi dalam model bisnis mereka.

Meskipun mengklaim sebagai lensa gender investor, namun secara khusus konsep tersebut tidak hanya mendukung pendiri startup perempuan saja. Tidak menutup kemungkinan pendiri startup laki-laki juga bisa dilirik oleh Teja Ventures, yang perlu diperhatikan adalah mereka harus memahami dan secara efektif bisa menangkap pengguna perempuan.

“Kami senang melihat bahwa beberapa investor sekarang memasukkan pola pikir ini ke dalam tesis investasi mereka dan kami melihatnya akan mengarah pada lebih banyak peluang untuk scale, aliran modal, dan dampak gender di Indonesia,” kata David.

Init-6 Invests in the “Showwcase” Community Platform fo Developers

After channeling investment in local cloud service provider IDCloudHost, in early 2022, Init-6 announced another funding to Showwcase.

Showwcase is a US based startup that specifically provides a professional network designed to connect developers, build communities, and discover new opportunities. Due to the increasing number of developers today, making platforms like Showwcase is considered very relevant.

This is a seed round funding and the value is undisclosed. In total, Init-6 has currently invested in 15 portfolios. Most of them are startups from Indonesia. Showwcase, in fact, has plans to expand in Indonesia.

Init-6’s Partner, Nugroho Herucahyono revealed to DailySocial that they invested in Showwcase because of the lack digital talents. There is an imbalance between supply and demand for tech talents.

“One of the problems that we observe is the lack of solutions that can accommodate the needs of tech talent to connect, share knowledge, showcase technology skills, and find opportunities in the technology community. Seeing that problem, we believe Showwcase can be the answer to represent the needs of technology talent in the market. We believe that the Showwcase platform can bridge the supply and demand gap for technology talent.”

Launched in 2020, Init-6 was founded with focus on investing in early-stage startups. Init-6 made its first investment into the edtech platform Eduka. Throughout 2022, they plan to invest in more startups in Indonesia.

Platfotm for developers

The increasing number of training platforms, such as coding classes and coding bootcamps, has generate more developers in Indonesia. However, there are not many platforms that provide opportunities for them to create networks and broaden their insights. In the future, Showwcase wants to be a forum for developers in Indonesia to establish online connection.

A local platform that prior to offer a similar concept was Dicoding. Since the beginning, Dicoding has utilized its website platform to reach developers and potential developers in Indonesia. There are several activities that can be followed through the website, ranging from developer competitions, developer events, and learning channels with programming topics.

Another platform that offers a similar concept is Kotakode. the platform also functions as a channel for Q&A for programmers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Init-6 Berikan Pendanaan Kepada Platform Komunitas Developer “Showwcase”

Setelah sebelumnya berinvestasi di penyedia layanan cloud lokal IDCloudHost, awal tahun 2022 ini Init-6 kembali mengumumkan pendanaan kepada Showwcase.

Showwcase adalah startup asal Amerika Serikat yang secara khusus menghadirkan jaringan profesional yang dibangun untuk developer agar saling terhubung, membangun komunitas, dan menemukan peluang baru. Karena semakin banyak jumlah developer yang hadir secara online saat ini, menjadikan platform seperti Showwcase dinilai sangat relevan untuk mereka.

Putaran pendanaan kali ini adalah pendanaan tahap awal yang diterima oleh Showwcase. Tidak disebutkan lebih lanjut nilai investasi yang diberikan. Secara total saat ini Init-6 telah memiliki sekitar 15 portofolio. Sebagian besar adalah startup asal Indonesia. Saat ini Showwcase memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di Indonesia.

Kepada DailySocial.id, Partner of Init-6 Nugroho Herucahyono mengungkapkan alasan mereka memberikan pendanaan kepada Showwcase adalah masih sedikitnya talenta digital saat ini. Ada ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.

“Salah satu masalah yang kami amati adalah kurangnya solusi yang dapat mengakomodasi kebutuhan talenta teknologi untuk terhubung, berbagi pengetahuan, menunjukkan keterampilan teknologi, dan menemukan peluang di komunitas teknologi. Melihat masalah itu, kami yakin Showwcase bisa menjadi jawaban untuk mewakili kebutuhan talenta teknologi di pasar. Kami yakin bahwa platform Showwcase dapat menjembatani kesenjangan penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.”

Diluncurkan pada tahun 2020 lalu Init-6 didirikan dengan fokus mereka yaitu berinvestasi ke startup tahap awal. Init-6 memberikan investasi perdananya ke platform edtech Eduka. Rencananya sepanjang tahun 2022 ini, akan ada lagi rencana investasi Init-6 untuk startup di Indonesia.

Pertumbuhan platform untuk developer

Makin bertambahnya platform pelatihan seperti coding class hingga coding bootcamp, telah melahirkan developer baru di Indonesia. Namun demikian belum banyak platform yang memberikan peluang untuk mereka membuka jaringan dan memperluas wawasan. Showwcase ke depannya ingin menjadi wadah bagi para developer di Indonesia untuk menjalin relasi secara online.

Platform lokal yang sebelumnya juga menawarkan konsep serupa adalah Dicoding. Sejak awal, Dicoding memanfaatkan platform website yang dimiliki untuk menjangkau pengembang dan calon pengembang di Indonesia. Ada beberapa kegiatan yang bisa diikuti melalui web Dicoding, mulai dari kompetisi developer, acara developer, hingga kanal pembelajaran dengan topik pemrograman.

Platform lain yang menawarkan konsep serupa adalah Kotakode. Kotakode juga berfungsi sebagai kanal tanya jawab dan diskusi para programmer.

MPC Jadi Identitas Baru PT Multipolar, Pertajam Fokus Investasi ke Industri Digital

PT Multipolar Tbk (MLPL), perusahaan yang memiliki fokus investasi pada sektor teknologi, ritel, finansial, serta digital milik Grup Lippo mengumumkan identitas barunya “MPC” serta transformasi strategi perusahaan untuk pertajam fokus ke ekonomi digital. Proses transformasi ini juga merupakan bentuk peningkatan komitmen perusahaan dalam mendukung dan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Menurut laporan “e-Conomy SEA 2021” yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai $70 miliar di tahun 2021. Laporan yang sama juga memprediksi ekonomi digital Indonesia akan terus tumbuh hingga mencapai nilai $330 milar pada tahun 2030, menjadikan Indonesia salah satu pusat ekonomi digital terbesar di dunia.

Adrian Suherman selaku Group CEO MPC mengungkapkan bahwa transformasi ke sektor teknologi sebenarnya telah dimulai perusahaan sejak tahun 2015 melalui investasi strategis di berbagai startup teknologi seperti OVO, Sociolla, dan Ruangguru melalui berbagai tahap pendanaan, baik secara langsung maupun melalui Venturra, salah satu perusahaan portofolio MPC.

Selama beberapa tahun terakhir Multipolar telah berinvestasi dan menjalankan portofolio bisnis digital di Indonesia dan Asia Tenggara melalui Venturra Capital. Salah satu portfolio mereka adalah Carro, marketplace mobil bekas yang pada tahun ini resmi mendapatkan status unicorn — Venturra memimpin pendanaan Seri A mereka. Hingga saat ini, MPC telah berinvestasi pada lebih dari 50 perusahaan teknologi di Indonesia.

“Transformasi MPC juga semakin mempertegas kepercayaan dan komitmen perusahaan untuk dapat merangkul lebih banyak startup lokal maupun regional yang memiliki kapasitas untuk memberdayakan dan membawa manfaat nyata bagi lebih banyak masyarakat Indonesia,” tambah Adrian.

Strategi dan target investasi

Dalam konferensi yang diadakan secara virtual, Adrian turut menjabarkan empat pilar utama yang digunakan perusahaan untuk mewujudkan visi perusahaan dalam memberdayakan lebih banyak perusahaan teknologi masa depan.

Pertama, perusahaan akan tetap fokus pada pendanaan startup tahap awal serta tahap lanjut. Dalam beberapa tahun ke depan, pasar modal Indonesia diprediksi akan didominasi oleh perusahaan teknologi. “Kami juga akan berpartisipasi dalam pra-IPO dan IPO market oleh perusahaan teknologi Indonesia,” tambahnya.

Selain itu, perusahaan juga berada di jalur yang tepat untuk membantu digitalisasi perusahaan-perusahaan portfolio, serta meningkatkan peran sebagai mitra lokal pilihan bagi perusahaan teknologi berskala global. Dalam kesempatan ini, MPC turut mengumumkan dua joint venture dengan dua perusahaan global ternama.

Bersama Ping An, menghadirkan layanan p2p lending Ringan yang menyediakan pinjaman dana cepat (cash loan). Lalu bersama Luno memperkenalkan platform transaksi aset kripto bagi masyarakat Indonesia.

Memasuki penghujung tahun 2021, MPC turut membagikan rencana investasi perusahaan ke depannya. Perseroan seperti diketahui tengah menggenjot investasi baru di area futuristik. Dengan berbagai macam sektor yang berpotensi besar untuk tumbuh di tahun 2022, perusahaan mengarahkan fokus pada empat sektor utama, yaitu retail, teknologi, kesehatan dan digital bank.

Dalam mengevaluasi, membangun, mengembangkan, dan mendanai berbagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, MPC juga ditopang oleh dewan direksi berpengalaman luas. Selain Adrian Suherman, turut berperan beberapa nama yang tidak asing di dunia investasi seperti Rudy Ramawy, Fendi Santoso, Jerry Goei, dan Agus Arismunandar yang sebelumnya menjabat berbagai posisi kepemimpinan di perusahaan seperti Google Indonesia, Northstar Group, A.T. Kearney, OVO, dan Accenture.

Sebagai entitas yang juga telah terdaftar di bursa IDX, Multipolar dikenal memiliki lima kategori bisnis. Pertama, ritel konsumen yang terdiri dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), Timezone, Books & Beyond. Kedua, telekomunikasi terdiri dari PT Link Net Tbk (LINK), PT First Media Tbk (KBLV), PT Graha Teknologi Nusantara (GTN).

Ketiga, jasa keuangan terdiri dari PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU), Ciptadana, dan Sharestar Indonesia. Keempat, media, digital, dan teknologi terdiri dari PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), VisioNet, Berita Satu Media Holdings, MBiz, Venturra, dDV, dan OVO. Kelima, industri terdiri dari Champion, PT Walsin Lippo Industries, dan NPI Mall Management.

DSConnect: Menjembatani Startup dan Investor

Mencetak sekitar 12 unicorn dan 57 centaur pada tahun 2021 adalah bukti bahwa ekosistem startup Indonesia telah berhasil melewati dekade pertamanya. Bahkan di masa pandemi.

Industri teknologi telah terbukti menghasilkan nilai ekonomi yang besar dan membangun kekayaan secara global, memberdayakan berbagai sektor untuk mengoptimalkan potensi mereka melalui teknologi. Meskipun daftar perusahaan rintisan dengan valuasi besar terus bertambah, masih banyak founder generasi baru bermunculan dengan keterampilan yang lebih solid dan pemahaman yang lebih baik tentang industri ini.

DSConnect dari DailySocial.id diluncurkan untuk menjembatani startup dan investor. Dengan DSConnect, investor dapat menemukan daftar pendiri startup yang saat ini melakukan penggalangan dana dengan detail perusahaan, pendiri serta tahapan penggalangan dana. Dengan mengklik tombol, pendiri dan calon investor yang tertarik akan menerima email pengantar yang dapat diarahkan ke diskusi lebih lanjut.

Kami percaya melalui marketplace pendiri dan investor ini, kami harus menjaga kualitas entitas semurni mungkin. Jadi untuk saat ini, kami akan mengkurasi kedua belah pihak: investor dan pendiri yang melakukan penggalangan dana. Detail untuk melamar sebagai pendiri dan investor ada di situs web.

Kami juga percaya bahwa sekarang adalah momentum untuk DSConnect. Kami melihat pertumbuhan pesat dalam dana yang dikelola serta perluasan hipotesis investasi modal ventura. Selain itu, ada tren di antara para pendiri, serial entrepreneur, dan pemimpin startup yang juga menjadi angel investor untuk berpartisipasi dalam putaran investasi ke startup tahap awal.

DSConnect dapat diakses melalui https://connect.dailysocial.id/, dimana Anda dapat mendaftar dan login menggunakan akun DailySocial Anda. Saat ini, platform sepenuhnya gratis dan tidak dikenakan biaya, karena kami berharap dapat menjadi pusat investasi untuk startup tahap awal dan komunitas investasi.

Jika Anda adalah pendiri startup dan masih melakukan penggalangan dana, silakan pilih opsi “Connect to Investor” dan beri tahu kami lebih lanjut tentang startup Anda dan rencana penggalangan dana.

Sementara itu, jika Anda seorang pemodal ventura atau investor angel, silakan “Apply as Investor” dan paparkan sedikit informasi tentang Anda sebagai bagian dari penilaian kami di dalam platform. Kami menjalankan proses kurasi yang ketat untuk memastikan datar investor dan penggalangan dana adalah perusahaan-perusahaan rintisan dan para investor luar biasa yang layak untuk dihubungkan. Proses ini mungkin memakan waktu beberapa hari, namun kami berupaya melakukannya secepat mungkin.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian