Ini Dia Startup dan Investor di Ekosistem Healthtech Indonesia

Sektor kesehatan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari disparitas pemenuhan dokter, sebaran fasilitas kesehatan yang kurang merata, hingga inovasi di bidang medis yang masih relatif lambat — sehingga menciptakan gap yang cukup kentara di banyak wilayah.

Misalnya terkait dokter spesialis, menurut Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes rasionya masih sangat kecil, pemerintah menargetkan bisa mencapai target rasio 0,28: 1.000 sehingga saat ini masih dibutuhkan 30 ribu dokter spesialis.

Terlepas dari upaya yang dilakukan di hulu, kini pendekatan berbasis teknologi mulai digencarkan untuk bisa memicu adopsi layanan kesehatan yang lebih baik ke semua kalangan masyarakat, termasuk melalui aplikasi digital. Bahkan untuk menciptakan iklim inovasi yang lebih kondusif, Kemenkes telah membangun unit khusus (DTO/Digital Transformation Office) dan roadmap yang cukup jelas mengenai inovasi layanan kesehatan di Indonesia.

DTO mendorong hadirnya regulasi yang lebih bersahabat untuk ekosistem healthtech di Indonesia, implikasinya inovasi-inovasi teknologi kesehatan kini menjadi lebih mudah diuji, diaplikasikan, dan dikomersialisasikan. Di samping itu ada misi untuk menata ulang pencatatan dan digitalisasi data untuk kepentingan jangka panjang.

Tentu ini menjadi peluang besar untuk para inventor healthtech di Indonesia yang diproyeksikan mencapai $1,7 miliar pada 2023 dan akan tumbuh dengan CAGR 10,35% sampai 2028 mendatang senilai $2,9 miliar.

Pemain healthtech terbesar

Startup healthtech sudah mulai bermunculan sejak era perkembangan awal startup. Dimulai dari portal informasi kesehatan, layanan telemedis, e-pharmacy, layanan kesehatan O2O, hingga kini menuju ke inovasi babak selanjutnya: biotech.

Didasarkan pada data pendanaan yang diumumkan publik, tiga startup saat ini diproyeksikan telah menjadi centaur (sejauh ini belum ada unicorn lokal dari vertikal healhtech).

Startup Pendanaan Estimasi Valuasi (Venture Cap)
Halodoc · Seri D: $100 juta (Astra Digital, Openspace, Novo Holdings, dll).

· Seri C: $80 juta (Astra, Temasek, Telkomsel MItra Inovasi, Novo Holdings, Bangkok Bank dll).

· Seri B: $65 juta (UOB Venture, Singtel Innov8, KIP, Melinda Gates Foundation, Prudential, Allianz X, dll).

· Seri A: $13 juta (Clermont Group, Go-Jek, Blibli, NSI Ventures).

· Seed: Undisclosed.

± $600 juta
Alodokter · Venture Round: Undisclosed (Marubeni Corp, MDI Ventures, Samsung Ventures).

· Seri C+: Undisclosed (MDI Ventures, Sequis, Golden Gate Ventures, Heritas, Hera Capital).

· Seri C: $33 juta (Sequis Life, Philips, Heritas Capital, Hera Capital, Dayli Partners dll).

· Seri B: Undisclosed (Softbank, Golden Gate Ventures dll)

· Seri A: $2,5 juta (Golden Gate Venture, angel investor)

· Seed: Undisclosed (Fenox, 500 Startups, Golden Gate Ventures)

± $130 juta
Good Doctor Indonesia · Seri A: $10 juta (MDI Ventures, Grab, Softbank)

· Seed: Undisclosed (Grab, Ping An)

mendekati $100 juta

Investor di vertikal healthtech

Dalam satu tahun terakhir, sektor healthtech dan turunannya memiliki momentum pertumbuhan yang sangat pesat. Ini mendorong para investor untuk mempertajam hipotesis mereka untuk turut andil di dalam vertikal industri ini. Tidak tanggung-tanggung, sejumlah pemodal ventura juga telah mengalokasikan dana kelolaan khusus yang difokuskan untuk  berinvestasi ke startup healthtech.

Berikut ini daftar investor aktif di Indonesia yang memiliki fokus mendanai startup di bidang teknologi kesehatan:

Healthcare Fund dari East Ventures

Bulan lalu pemodal ventura yang dinakhodai Willson Cuaca ini baru mengumumkan inisiatif Healthcare Fund senilai $30 juta. Dana ini akan disalurkan ke startup healthtech dan turunannya di kawasan ini. Sejauh ini mereka juga sudah banyak berinvestasi ke startup healthtech (dan turunannya). Disampaikan sekurangnya ada 30 startup di Indonesia dan wilayah regional.

Di vertikal bisnis ini, East Ventures juga tampak lebih serius memperdalam keterlibatannya di area genomik – terutama di lini biotech dan deeptech. Berikut ini sejumlah daftar investasi terbarunya:

Startup Solusi Tahap Investasi
Moosa Genetics Pengembangan teknologi genetik untuk meningkatkan sektor peternakan Seed
Mesh Bio Layanan manajemen penyakit kronis dan analisis prediktif Seed
Etana Startup biofarmasi yang menghadirkan bahan baku obat biologis untuk kanker dan penyakit kronis lainnya Seed
AMILI Pengembang solusi pengobatan mikrobioma usus pertama di Asia Tenggara Seed
Aevice Health Alat monitoring kesehatan untuk solusi pernapasan kronis Seed

Dana Kelolaan CVC BUMN

MDI Ventures dan Bio Farma telah membentuk dana kelolaan bertajuk “Bio Health Fund” dengan komitmen investasi awal $20 juta. Mereka akan menginvestasikan dana tersebut ke startup tahap awal dan berkembang yang fokus di bidang biotech dan inovasi layanan kesehatan di Indonesia. CVC BUMN lainnya, yakni Mandiri Capital Indonesia, juga mengatakan bahwa mereka merilis thematic fund dengan salah satu fokusnya di bidang biotech.

MCI sendiri memang sedang fokus memperdalam hipotesis impact investment mereka melalui sejumlah co-investment, salah satunya bersama UNDP. Mereka mengeksplorasi startup yang berpotensi mendisrupsi sektor riil berdampak dengan inovasi teknologi.

MDI sendiri saat ini adalah investor dari sejumlah startup healthtech seperti Alodokter, Good Doctor, SwipeRx, CXAGroup, Pixa, dan Heals. Melalui unit lainnya, Telkomsel Mitra Inovasi yang juga merupakan anak perusahaan Telkom Group, mereka juga berinvestasi ke Halodoc dan Zi.Care.

Daftar VC yang berinvestasi ke healthtech

Kendati tidak memiliki dana kelolaan khusus, selain pemodal ventura yang sudah disebutkan namanya di atas, sejumlah pemodal ventura juga memiliki ketertarikan untuk berinvestasi ke startup healthtech lokal dalam dua tahun terakhir. Berikut daftar selengkapnya:

  1. AC Ventures
  2. Astra Digital
  3. GK-Plug and Play
  4. Golden Gate Ventures
  5. Iterative
  6. Jungle Ventures
  7. Kenangan Fund (Kopital Ventures)
  8. Openspace Ventures
  9. Skystar Capital
  10. Softbank
  11. Teja Ventures
  12. Venturra
  13. Wavemaker Partners

Selain itu sejumlah angel investor juga mulai turut andil dalam berinvestasi ke startup healthtech, terutama dalam putaran pre-seed atau seed.

Mencari Pendanaan Tahap Awal? Ini Daftar VC Teraktif Sepanjang Tahun 2023

Pendanaan ekuitas untuk startup Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dibandingkan tahun sebelumnya (meskipun belum sepenuhnya). Menurut laporan Indonesia’s Startup Handbook yang dihimpun DSInnovate, pada Q3 2023, pendanaan startup — yang dipublikasi— mencapai 38 transaksi yang bernilai $501,6 juta. Nilai investasi ini lebih baik dari dua kuartal sebelumnya, yakni sebesar $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2. Peningkatan ini memberikan indikator positif, terutama mengingat penurunan tajam yang terjadi pada paruh pertama tahun ini.

Investasi tahap awal masih mendominasi keseluruhan pendanaan startup Indonesia. Hal ini mengindikasikan investor mempertahankan kepercayaan yang signifikan terhadap prospek generasi founder baru, bahkan dalam menghadapi tantangan terkini.

East Ventures menjadi investor tahap awal yang paling aktif berinvestasi di Asia Tenggara. Sepanjang 10 bulan ini, VC tersebut telah berinvestasi ke 29 startup, mayoritas di Indonesia, yang telah menerima kucuran dana. Pendanaan tahap awal terbesar diberikan untuk MAKA Motors.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya tidak akan berhenti berinvestasi mau bagaimanapun cuaca yang sedang terjadi. Menurutnya, valuasi startup saat ini sedang murah, tapi pekerjaan founder sekarang lebih “berat.”

“Tapi bukan cuma itu, sekarang level knowledge founder jauh lebih tinggi karena ekosistem sudah mulai mature. Banyak [founder] sudah kerja di mana-mana. Jadi [kondisinya] masih bagus, dari sisi kita tetap aktif [berinvestasi],” kata Willson.

Program Day Zero Antler menjaring Founder baru

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie di kesempatan terpisah mengatakan dengan kondisi sekarang, semakin mudah terlihat kualitas founder startup. Mana yang bagus mana yang tidak. “Banyak founder yang bagus dan tidak oportunis. Sangat passionate menyelesaikan problem,” kata dia.

Founder yang ia maksud adalah para peserta yang mendaftarkan diri atau direkrut langsung tim Antler untuk membangun startup baru. Kebanyakan para calon founder ini punya satu benang merah, pernah berkarier profesional di sejumlah perusahaan, baik enterprise maupun startup, dan tertarik untuk terjun sebagai founder startup.

“Bahkan di cohort sekarang [ke-5] rata-rata founder di sini sudah bekerja selama 13 tahun.”

Sebanyak 60-70 orang per cohort bergabung di program Antler Residency selama 10 minggu untuk membangun startup baru. Konsepnya sedikit berbeda dengan kebanyakan program akselerator karena mereka yang mendaftar bisa sendiri tanpa tim. Ada yang mendaftar sendiri ke situs Antler atau di-scout tim Antler.

Antler Indonesia

Selama residensi berlangsung, para partisipan bisa mengikuti sesi bootcamp intensif, berdiskusi dengan tim dan sesama entrepreneur lain untuk mendapatkan peer learning, pertukaran ide, serta umpan balik yang konstruktif. Adanya sesi kolaboratif ini mendorong peserta untuk menajamkan konsep dan strategi bisnis mereka.

Residensi ini juga menawarkan sesi one-on-one dengan tim mentor berpengalaman di Antler, sehingga membantu founder untuk mengatasi tantangan, mendapatkan panduan spesifik, serta konsultasi dengan ahli untuk menyempurnakan strategi bisnis mereka.

Dalam masa residensi selama lima minggu pertama, para founder juga bisa secara aktif mencari co-founder potensial yang selaras dengan visi, misi perusahaan, serta memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Dirancang sebagai platform kolaboratif, residensi Antler juga membuka akses jaringan yang lebih luas, sehingga menjadi platform ideal bagi founder pemula untuk menemukan co-founder mitranya.

Dalam dua kali dalam seminggu, mereka akan melakukan presentasi pitching ide ke tim Antler untuk mendapatkan feedback. Apakah konsepnya menarik atau tidak untuk dilanjutkan, yang argumentasinya didukung dengan data pelengkap dari pihak ketiga. Jika tidak, mereka perlu rombak ulang, bahkan ganti calon co-founder sampai benar-benar seluruhnya dinilai bakal sukses.

Antler juga memiliki database global, sehingga partisipan bisa belajar dari sesama founder di berbagai sektor dan negara yang telah sukses meluncurkan bisnis mereka. Pendekatan komprehensif ini dirancang agar partisipan bisa lebih siap dalam mewujudkan konsep startup mereka menjadi operasional bisnis yang sukses dan menjanjikan.

“Antler mau akselerasi proses belajar [bangun startup]. Ini bukan sesuatu yang bisa dipelajari di sekolah karena harus ada proses trial and error dan dilakukan sendiri. Dalam 4-5 minggu dapat pivot berkali-kali, akan diberitahu mana bagian yang perlu diperhatikan jadi tidak perlu menghabiskan waktu hingga tahunan.”

Untuk membuktikan komitmen partisipasi dari para peserta, Antler mewajibkan mereka hadir secara fisik selama program berlangsung. Tidak ada unsur paksaan untuk mengundurkan diri dari perusahaan apabila peserta masih bekerja sebagai karyawan.

“Ada yang ambil unpaid leave, ada yang bersedia untuk resign. Kami memang mewajibkan mereka untuk ketemu in-person selama 4-5 minggu pertama untuk melihat attendance-nya.”

Dalam setahunnya, Antler mengadakan tiga kali cohort untuk mengorbitkan startup-startup baru. Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada pertengahan 2022, sekarang Antler sudah mengadakan Antler Residency yang ke-5. Cohort ini masih berlangsung dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

Tidak semua startup yang menjalankan program ini bisa mengikuti demo day di hari terakhirnya. Juga tidak semua startup pasti mendapatkan investasi tahap awal dari Antler. Namun investasi yang dikucurkan Antler per startup-nya mulai dari $125 ribu (hampir Rp2 triliun).

“Bukan berarti tidak di-invest itu startupnya tidak bagus. Tapi memang kita ada beberapa preferensi [dalam berinvestasi]. Kita bisa menghubungkan mereka ke investor di luar kami untuk peluang investasi.”

Sepanjang tahun ini, setidaknya Antler telah berinvestasi ke 19 startup. Beberapa di antaranya adalah MatchMade, Kora, dan Eten Technologies. Secara total, Antler telah memberikan investasi untuk 44 startup. Portfolio Antler
mencakup CareNow, Healthpro, BASE, Brick, Matchmade, TruClimate, dan Kora.

Untuk mendukung perjalanan portofolionya, Antler membuat dana kelolaan baru yang dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjutan, dinamai Antler Elevate, dengan dana kelolaan sebesar $285 juta.

“Biasanya kita selalu follow-on, nominalnya tidak bisa banyak, jadi dibuat fund khusus. Kita mau jadi teman startup dari perjalanan mereka dari awal sampai akhir,” tutup Agung.

Co-Founder Kopi Kenangan Dirikan Kopital Ventures, Tutup Dana Kelolaan Pertama 190 Miliar Rupiah

Kopital Ventures mengumumkan debutnya melalui dana kelolaan perdana senilai $12 juta atau sekitar 190 miliar Rupiah. Ini merupakan perusahaan modal ventura yang didirikan Co-founder Kenangan Brands (induk Kopi Kenangan) James Prananto dan Fandy Cendrajaya bekerja sama dengan Farquhar VC.

Dana yang berhasil dihimpun akan digunakan untuk berinvestasi ke startup tahap awal di semua sektor industri. Targetnya bisa masuk ke 30-40 startup selama 3 tahun ke depan.

Penutupan dana kelolaan pertama ini didukung modal ventura dan family office seperti Saison Capital, Trihill Capital, Impack Ventures, dan Alto Partners Multi-Family Office sebagai investor strategis.

Sebelumnya kedua pendiri telah memperkenalkan Kopital Network, sebuah wadah yang didesain untuk mengakomodasi  angel investors (yang sebagian besar datang dari growth-stage founders). Sejak 2021, James dan Fandy sendiri juga sudah mulai berinvestasi di beberapa startup seperti Somethinc (Beautyhaul), Durianpay, Fishlog, Gajigesa, Eratani, Proglix, dan Rekosistem.

“Saat tech-winter pada akhir tahun 2022, saya dan Fandy berpikiran untuk membangun sebuah perusahaan modal ventura yang dapat membantu startup dengan lebih baik melalui pengalaman saya sebagai founder-operator dan network Fandy dalam tech ecosystem. Kami melihat bahwa salah satu yang sulit didapatkan oleh founder baru adalah akses terhadap founder/operator startup yang sudah pernah melewati perjalanan ini, yang dapat diajak bertukar pikiran; dan inilah salah satu proposisi dari Kopital Ventures,” tutur Founding Partner Kopital Ventures James Prananto.

Kopital Ventures juga akan dinakhodai oleh Christian Sutardi sebagai Venture Partner. Ia adalah salah satu angel investor yang cukup produktif di Indonesia dan investor awal di Kenangan Brands, Hypefast, Ayoconnect, dan Broom. Christian juga merupakan pendiri Fabelio, startup marketplace furnitur yang dinyatakan pailit sejak tahun 2022 lalu.

“Peran Kopital Ventures sebagai investor strategis tidak hanya dalam bentuk penyuntikan dana saja, tetapi juga dalam menghubungkan para founder tahap awal dengan mentor yang tergabung dalam Kopital Network dan akses ke investor internasional untuk pendanaan tahap selanjutnya. Kami berharap dapat menjadi yang pertama berinvestasi di beberapa unicorn Indonesia berikutnya,” ucap Founding Partner Kopital Ventures Fandy Cendrajaya.

Sebelumnya co-founder Kenangan Brand lainnya, yakni Edward Tirtanata juga terlebih dulu menginisiasi perusahaan modal ventura melalui Kenangan Kapital. Mereka telah berinvestasi ke sejumlah startup seperti Eratani, Makmur, Noice, Medigo, dan beberapa lainnya.

Hadirnya VC dan dana kelolaan baru di tengah tech-winter memberikan angin segar tersendiri bagi ekosistem startup di Indonesia. Salah satunya memvalidasi bahwa kepercayaan investor terhadap generasi founder berikutnya masih cukup tinggi. Terlebih kini founder startup tahap akhir sudah mulai banyak aktif membantu dan berinvestasi ke startup-startup baru.

Menurut laporan DS/Innovate, ada lebih dari sepuluh dana kelolaan baru modal ventura yang diumumkan. Mereka akan fokus dan memberikan porsi lebih kepada ekosistem startup di Indonesia di berbagai tahap pendanaan.

Daftar dana kelolaan VC terbesar yang diumumkan tahun ini untuk startup Indonesia / DSInnovate

Terdampak Kondisi Makroekonomi, CVC BTPN Syariah Tunda Tambah Portofolio Tahun Ini

BTPN Syariah Ventura, unit CVC milik BTPN Syariah, menunda tambah satu investasi baru ke startup hingga akhir tahun ini. Kondisi makroekonomi yang tengah berlangsung pascapandemi masih memberikan dampak pada kinerja perseroan, memaksa untuk lebih konservatif dari sebelumnya.

Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmy Achmad menjelaskan ada satu startup yang sudah dijajaki, bahkan telah melakukan piloting untuk kolaborasi bisnis. Akan tetapi, karena BTPN Syariah Ventura bukan CVC yang memiliki dana kelolaan besar, mereka tidak bisa menjadi investor lead dalam penggalangan yang digelar oleh startup tersebut.

Alhasil, startup yang disebutkan ini sedang mencari investor lead untuk memimpin penggalangan pendanaan. “Jadi kelihatannya belum bisa [diumumkan] tahun ini,” kata Fachmy dalam media gathering di Jakarta, kemarin (18/10).

Ia belum bisa membuka identitas calon portofolionya tersebut. Hanya bisa dipastikan, startup tersebut bergerak di bidang yang menjunjung segmen mikro dan ultra mikro, selaras dengan bisnis utama BTPN Syariah. “Bisa social commerce, pencatatan, dan POS. Tapi kan social commerce kita sudah ada [Dagangan].”

CVC ini memulai debutnya pada Juni 2022 dengan memimpin putaran pra-seri B untuk Dagangan senilai $6,6 juta. Dalam putaran tersebut juga diikuti investor lainnya, seperti Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik (Payfazz).

Sebelum resmi mendanai suatu startup, BTPN Syariah Ventura mengambil posisi sebagai investor strategis makanya ada pendekatan yang berbeda dalam menilai profil risiko. Selain ada mandat, pihaknya tidak hanya melihat valuasi dan startup yang mengejar pertumbuhan eksponensial, yang terpenting bagaimana komitmen founder untuk selalu menjaga bottom line dalam kinerja keuangannya.

Hal ini terlihat dari debutnya ke Dagangan yang dimulai dengan pilot project pada awal 2020. Saat itu, Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli debitur BTPN Syariah. Produk tersebut nantinya dapat dijual kembali di lingkungan rumah mereka.

Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja. Kemitraan ini terus berlanjut sampai kedua perusahaan mengintegrasikan API ke dalam sistem masing-masing. Puas dengan hasil yang diperoleh, kucuran investasi pun akhirnya diberikan ke Dagangan.

Dengan model bisnis social commerce yang terbukti berhasil di lapangan, startup ini masih bertahan di tengah loyonya kinerja startup sejenisnya. Ula misalnya, memutuskan untuk hengkang dari bisnis utamanya dan melakukan efisiensi besar-besaran sebelum pivot ke bisnis baru.

Ada juga CrediMart yang kini berubah fokus bisnisnya dan rebrand menjadi Jooalan. Shox, Meesho, Grupin, RateS dan lainnya bahkan harus pamit dari bisnis ini.

Dana kelolaan BTPN Syariah Ventura angkanya tergolong mini, yakni Rp300 miliar (Dari modal ditempatkan dan disetor penuh). Dibandingkan dengan CVC lainnya, BNI Modal Ventura misalnya mendapat modal dasar Rp500 miliar saat diperkenalkan pada tahun lalu. Selanjutnya, BRI Ventures mendapat injeksi sebesar Rp1 triliun saat baru didirikan di 2019.

Dorong kualitas pembiayaan

Fachmy juga menuturkan karena mandat CVC ini sedari awal konservatif, makanya tidak ngoyo untuk kejar target danai satu startup per tahunnya. Terlebih lagi, kondisi makro pasca pandemi yang dinilai menantang ini membuat BTPN Syariah lebih hati-hati menjaga kinerjanya.

“Karena kondisi menantang, kan tim VC ini juga tim di BTPS. Jadi lebih baik kami fokus di bisnis utama.”

Walau kondisi masih cukup menantang, BTPN Syariah tercatat tetap mampu mencetak pertumbuhan. Penyaluran pembiayaan kepada masyarakat inklusi pada kuartal III 2023 mencapai Rp11,9 triliun, naik dari Rp11,3 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih setelah pajak mencapai Rp1 triliun.

Bisnis utama dari BTPN Syariah itu sendiri adalah penyaluran pembiayaan produktif tanpa agunan untuk ibu-ibu di kota lapis dua dan tiga. Untuk menjaga kualitas penyaluran, bank membuat sejumlah inisiatif. Salah satunya, pemberian insentif bagi anggota sentra yang memiliki tingkat kehadiran 90% di kumpulan atau Pertemuan Rutin Sentra (PRS) setiap dua minggu sekali dan membayar angsuran tepat waktu.

Di samping itu, bank juga melibatkan lebih banyak pihak untuk program pendampingan dengan merekrut lebih dari 1.600 mahasiswa dari 258 universitas di 20 provinsi di Indonesia. Mereka terlibat sebagai fasilitator dalam program Bestee Tepat (Bersama Berdaya Sahabat Tepat Indonesia).

East Ventures Galang Dana Kelolaan Rp472 Miliar Khusus Startup Healthcare

East Ventures mengumumkan sedang menggalang dana kelolaan baru sebesar $30 juta (sekitar Rp472 miliar) khusus diinvestasikan ke startup healthcare. “Healthcare Fund” ini sedang berlangsung proses penggalangan dananya dan diharapkan dapat segera rampung.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, dana kelolaan ini didedikasikan khusus mendanai startup healthcare dan vertikal turunannya untuk tahapan awal. Pihaknya sudah mendapat sejumlah komitmen dari LP dengan identitas dirahasiakan.

“Dari sisi industri healthcare sekarang ini, persis dengan apa yang EV lakukan pas baru mulai. Belum ada orang. Jadi yang kita lakukan, invest, create value, invest lagi, mudah-mudahan ekosistem healthcare bisa bagus,” ujarnya kepada sejumlah media di Jakarta, (18/10).

Hanya saja, Willson belum bisa memperkirakan ticket size dana yang akan diinvestasikan ke tiap startup. Dia beralasan, pihaknya masih meraba-raba karena industri ini sedikit berbeda, banyak regulasi sehingga tidak bisa buat produk yang langsung bisa dipakai.

“Jadi pengembangan produknya lebih lama, risikonya pasti lebih lama jadi fund-nya harus khusus enggak bisa digabung. Semua investasi di startup itu yang paling berat [risikonya] adalah product-market-fit. Kita enggak tahu [produk] yang dikerjakan ini bisa diterima pasar atau tidak karena semua berawal dari hipotesa.”

Ini adalah fund tematik kedua yang dibuat oleh East Ventures. Pekan lalu, VC tersebut umumkan dana kelolaan “East Ventures South Korea fund in partnership with SV Investment” dengan target dana sebesar $100 juta.

“Karena infrastruktur [digital] di Indonesia itu sudah bagus, East Ventures siap untuk ekspansi [bangun ekosistem lainnya]. Kita inginnya ekosistem healthcare di Indonesia itu bisa accessible, cost effective dan penangkalannya efektif.”

Sebelum dana ini dibentuk, East Ventures telah aktif berinvestasi pada startup dan perusahaan healthcare di Asia Tenggara. Dalam portofolionya terdapat 30 startup healthcare, beberapa di antaranya Mesh Bio, AMILI, Aevice Health, Etana, NalaGenetics, dan Nusantics, yang keduanya bergerak di genomik.

Bersamaan dengan pengumuman ini, East Ventures turut memberikan donasi kepada Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi), sebuah inisiatif Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan layanan pengobatan presisi bagi Masyarakat pada Agustus 2022, memberikan kebutuhan sequencing berupa reagen dan bahan habis pakai yang bernilai lebih dari Rp1 miliar.

Menurut Willson, pihaknya berkontribusi pada upaya pemerintah dalam memetakan penyakit baru yang bisa terdeteksi lebih dini lewat database sampel orang Indonesia. “Negara yang bisa melakukan ini bisa lebih presisi melakukan preventing penyakit daripada saat sakit baru diobati. Kalau kita bisa melakukan ini, akan jadi leapfrog yang sangat besar.”

Dalam pengumpulan sampel genomik ini akan melibatkan tim Nalagenetics yang didukung dengan perangkat dari Kementerian Kesehatan.

Pada Februari 2023, East Ventures meluncurkan white paper “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. White paper ini merupakan hasil kerja sama East Ventures dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di mana memberikan pemahaman komprehensif tentang peran genomik yang berpotensi untuk meningkatkan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

1982 Ventures Perkuat Kehadiran di Indonesia, Bentuk Tim Lokal

1982 Ventures mengumumkan bergabungnya Amiyandra Suratman untuk mengelola portofolio investasi di kawasan regional. Penunjukan ini juga sejalan dengan strateginya untuk memperkuat kehadiran 1982 Ventures di Indonesia.

Amiyandra memegang posisi Regional VC Ecosystem and Platform Lead berbasis di Jakarta, yang bertanggung jawab untuk mendukung dana kelolaan bersama pemangku kepentingan strategis, termasuk portofolio, Limited Partner (LP), mitra korporasi, dan ekosistem terkait.

Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, wanita yang karib disapa Ami ini mengungkap akan meluncurkan beberapa program khusus di Indonesia dan mempertimbangkan kolaborasi dengan mitra lokal. “Ini untuk memperdalam ikatan kami dengan ekosistem Indonesia di masa depan,” ungkapnya.

Ami menapaki jejak karier di MDI Ventures sebagai Strategic Synergy, membantu mengelola sinergi antara portofolio dan BUMN. Ia juga sempat menduduki posisi senior divisi Sales, Business Development and Partnerships di Innovation Factory Block71 Jakarta, yang adalah kemitraan antara National University of Singapore dan konglomerasi Salim Group.

Amiyandra Suratman sempat berkarier di MDI Ventures dan Innovation Factory Block71 / 1982 Ventures

Dalam pemberitaan terakhir tahun lalu, 1982 Ventures menyebut Indonesia sebagai pasar intinya. Fokus investasinya adalah startup tahap awal, terutama di sektor fintech dan infrastruktur teknologi. Saat ini 1982 Ventures telah memiliki total sebanyak 33 portofolio di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

“1982 Ventures optimistis dengan peluang investasi fintech di Indonesia. Peluang investasi fintech pada bisnis yang tumbuh tinggi, berkelanjutan, dan punya valuasi menarik, justru lebih baik daripada yang telah kami lihat selama bertahun-tahun,” lanjut Ami.

1982 Ventures didirikan oleh Scott Krivokopich dan Herston Elton Powers yang sejak awal fokus untuk berinvestasi di startup Asia Tenggara. Di Indonesia, 1982 telah menyuntik investasi ke 11 startup, termasuk Brick, PasarMikro, HiPakal, dan Fazpass. Diketahui, 1982 Ventures berencana untuk meluncurkan dana kelolaan kedua yang ditarget sebesar $50 juta pada awal 2024.

“Kami sangat antusias memanfaatkan talenta Amiyandra sejalan dengan upaya mengembangkan platform kami bagi untuk para founder, investor, dan mitra korporasi,” ujar Founding Managing Director 1982 Ventures Herston Powers dalam keterangan resminya.

Dengan posisi kunci di kawasan regional, pihaknya berharap dapat mendorong 1982 Ventures sebagai VC yang paling aktif di setiap cap table sebagai komitmen untuk meningkatkan dampak di seluruh ekosistem.

“Tujuan kami adalah menjadi VC yang bekerja paling keras di semua cap table dan GP yang paling berharga bagi para investor kami. Perekrutan kunci ini menunjukkan komitmen kami untuk meningkatkan pengaruhnya di seluruh ekosistem.” Tutup Herston.

VC Berikan Tips Penggalangan Dana di Masa Tech Winter

Tech winter yang terjadi beberapa waktu belakang [dan sampai saat ini] berdampak langsung pada ekosistem startup di Indonesia. Gejolak perekonomian global membuat aliran investasi ke venture capital melambat, akibatnya alokasi pendanaan ke startup pun menurun. Hal ini membuat founder harus bekerja ekstra keras saat melakukan fundraising atau penggalangan dana investasi.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah pemodal ventura yang cukup aktif di Indonesia, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa proses seleksi (due-diligence) saat menilai startup menjadi lebih ketat akhir-akhir ini. Di sisi lain, para investor mulai berpikir lebih konservatif dengan mengutamakan metrik revenue atau profitabilitas sebagai milestone yang harus dicapai startup di tahap tertentu.

Kendati demikian, bukan berarti pendanaan ke startup menjadi mandek. Faktanya, tahun ini lebih dari 10 pemodal ventura mengumumkan dana kelolaan baru yang alokasinya akan banyak ke startup Indonesia. Artinya dananya tersedia, tinggal bagaimana strategi agar startup mendapatkan penilaian layak dari para analis di VC. Hal ini tergambar pada laporan yang baru diterbitkan DSInnovate, jumlah transaksi pendanaan awal masih tinggi [mendominasi] sampai Q3 tahun ini, bahkan pada kuartal ketiga terlihat adanya tren peningkatan dari sisi nilai yang cukup signifikan.

Tren pendanaan startup Indonesia selama periode Q1-Q3 2023 / DSInnovate
Tren pendanaan startup Indonesia selama periode Q1-Q3 2023 / DSInnovate

Artikel ini mencoba mengompilasi sejumlah tips yang diberikan oleh 4 pemodal ventura ternama dan teraktif di Indonesia untuk para founder startup tahap awal yang sedang merencanakan penggalangan dana untuk startupnya.

Berfokus pada kemampuan utama startup

Sebelum melakukan penggalangan dana, tim East Ventures menyarankan para founders untuk dapat berfokus pada kemampuan utamanya (core competency), agar dapat mencapai keberlangsungan secara finansial (financial sustain). Para founder juga perlu untuk benar-benar bijaksana (prudent) dalam mengatur penggunaan mereka dan menaruh perhatian lebih ke unit economic. Terlebih, era di mana ekspansi secara agresif dan melakukan uji coba produk baru sebaiknya lebih ditahan dulu.

“Pesan kami tetap sama, kami menyarankan para startup untuk tidak melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” ujar Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Hal ini senada dengan apa yang disarankan tim AC Ventures. Mereka berpendapat bahwa founder [startup tahap awal] selayaknya melakukan bootstrapping terlebih dulu dan lakukan fundraising saat startup sudah memiliki model bisnis yang terbukti [mencapai product-market fit]. Founder juga perlu lebih selektif memilih investor, pastikan bermitra dengan investor yang memiliki long term conviction di Indonesia.

“Kami memiliki preferensi untuk berinvestasi pada suatu bisnis yang sudah memiliki revenue, meskipun masih kecil,” imbuh VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi.

Memiliki rencana yang jelas

Ada beberapa pendekatan dalam menyusun strategi penggalangan investasi, salah satu faktor terpentingnya adalah startup harus memiliki rencana bisnis yang jelas. Beberapa pertanyaan berikut ini bisa ditanyakan oleh founder ke dirinya, untuk menilai seberapa clear rencana dan proyeksi yang bisa dicapai:

  1. Apa yang ingin saya capai dalam X bulan mendatang dan sebanyak apa dana [investasi] yang dibutuhkan?
  2. Berapa banyak dana yang bisa saya kumpulkan dan apa yang bisa saya capai dengan itu?
  3. Dapatkan saya merinci penggunaan dana tersebut, seperti dengan memaparkan contoh atau studi kasus penggunaannya?

Pertanyaan pertama bertujuan untuk memberikan gambaran besar tentang capaian jangka pendek/menengah yang akan diraih oleh startup. Idealnya bisa memberikan rencana antara 12-18 bulan mendatang dengan memberikan proyeksi keuangan dan target penggalangan dana yang terperinci.

Sementara untuk pertanyaan kedua, founder bisa menjawab dengan mencoba memberikan penilaian bisnis yang sedang dijalankan saat ini dengan mempertimbangkan proyeksi selama 12-18 bulan berikutnya. Sertakan juga rentang dilusi yang menurut founder masuk akal, potensi investasi yang dapat dirampungkan, dan target realistis yang bisa dicapai dalam periode tersebut.

“Investasi dalam bisnis dengan ekonomi unit yang solid adalah praktik yang bijak. Penting untuk memahami bagaimana bisnis/startup dapat menghasilkan keuntungan dan mendukungnya dengan data. Menurut saya saat ini, sebagai investor, kita seharusnya memberikan lebih banyak perhatian pada validasi bisnis daripada narasi semata,” ujar Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie.

Frugal living mindset; perkuat nilai kolaborasi

CIO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Dennis Pratistha juga memberikan pandangannya. Menurutnya sekarang investor memiliki ekspektasi startup early stage untuk menerapkan frugal living mindset; yakni cara berpikir yang menekan pengelolaan keuangan yang bijaksana dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. Selain itu, investor ingin melihat kemampuan startup untuk menjaga pertumbuhan yang sehat, melakukan inisiatif yang berdampak positif pada bottom line, mengatur keuangan perusahaan dengan baik, dan melakukan fundraising di waktu yang tepat sehingga memiliki runway yang cukup.

“Hal yang tidak kalah penting bagi investor adalah akses untuk transparansi data agar investor dapat melakukan assessment, monitoring, dan memberikan dukungan jika diperlukan untuk founder,”  tambahnya.

Ia juga menyebutkan, sebagai sebuah CVC walaupun tesis investasi MCI agnostik, mereka memiliki strategi untuk berinvestasi kepada startups yang diyakini dapat memberikan value melalui pengembangan bisnis. MCI mencari founder yang kolaboratif dan memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat membawa inovasi baru untuk induk perusahaan.

Secara spesifik dari sisi kriteria, selain metrik yang biasa dinilai investor, MCI menekankan fokus pada beberapa hal berikut:

  • Pertumbuhan revenue yang sehat dengan memastikan adanya dampak positif pada bottom line.
  • Kecepatan cash conversion cycle atau account receivable turnover.
  • Kekuatan bisnis untuk mendekati operating cash flow yang positif.
  • Expenses startup sampai dengan burn rate relatif terhadap
  • Efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan kegiatan operasional bisnis.

“MCI selalu membantu startup untuk mempercepat integrasi dan kolaborasi dengan ekosistem Mandiri Group sehingga startup dapat berkembang terutama dalam kondisi winter ini. Salah satu cara yang kami lakukan adalah melalui program Xponent yang merupakan acara business matchmaking semi-annual untuk mempertemukan startup dengan business units Mandiri Group. Selain itu, MCI memiliki program akselerator Zenith yang tujuannya untuk mempercepat proses integrasi ke dalam ekosistem Mandiri Group melalui mentoring, workshop, dan synergy creation,” ujar Dennis.

Sebagai CVC, MDI juga memiliki pandangan yang sama soal kolaborasi. Gani mengatakan, “Tentang kolaborasi di antara portofolio, saya berpikir ini penting dalam bisnis apa pun. Berkolaborasi dan bermitra dengan pihak lain untuk mengisi kekurangan yang tidak dapat Anda isi sendiri adalah kunci kesuksesan. Di MDI Ventures, kami memiliki divisi ‘sinergi’ yang tujuannya adalah menciptakan kemitraan di antara para pemangku kepentingan kami, yang mencakup Telkom Group, BUMN, perusahaan lain, dan juga portofolio MDI Ventures.”

East Ventures dan SV Investment Berkolaborasi Bentuk Dana Kelolaan Senilai Rp1,5 Triliun

East Ventures bersama dengan SV Investment, perusahaan VC/PE berbasis di Seoul, membentuk dana kelolaan baru dengan menargetkan dana sebesar $100 juta (sekitar Rp1,5 triliun). Dana kelolaan ini diberi nama “East Ventures South Korea Fund in Partnership with SV Investment”.

Dana dibuat untuk membuka koridor investasi antara ekosistem usaha di Asia Tenggara dan Korea, meliputi investasi dana, transfer pengetahuan, dan berbagi jaringan. Dana tersebut akan diinvestasikan pada startup dan perusahaan yang menjanjikan di beberapa sektor seperti biotech & healthcare, mobilitas masa depan, teknologi ramah lingkungan, media dan konten, dan lainnya.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menjelaskan, penggalangan dana kelolaan ini menunjukkan sinergi yang kuat antara keahlian mendalam East Ventures dalam ekosistem startup di Asia Tenggara dan pengalaman SV Invesment di pasar Korea Selatan.

“Bersama-sama, kami ingin mewujudkan potensi besar dari dibentuknya koridor Indonesia-Korea Selatan ini untuk membina dan mempercepat pertumbuhan startup di kedua kawasan. Kemitraan strategis ini merupakan bukti komitmen kami untuk mendorong lebih banyak inovasi dan membentuk Asia Tenggara yang sehat dan produktif [..],” ujarnya, Jumat (6/10).

Dana kelolaan ini akan dikelola secara kolaboratif oleh kedua VC, yang bertujuan untuk memfasilitasi para startup dan perusahaan teknologi Korea dalam menarik modal asing, mempromosikan IPO perusahaan di luar negeri, dan bertukar keahlian dan pengetahuan yang berharga antarekosistem.

Selain itu, kerja sama strategis ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi para investor untuk berinvestasi di perusahaan teknologi Asia Tenggara yang bisa bertumbuh dan berevolusi dari layanan berbasis platform konsumen ke layanan intensif teknologi.

Managing Partner SV Investment David Junghun Bang mengatakan, pihaknya melihat potensi besar di Asia Tenggara dan meyakini Indonesia bakal memimpin pertumbuhan sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan tersebut.

“Oleh karena itu, kami senang dapat berkolaborasi dengan East Ventures, perusahaan modal ventura terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara. [..] Saya yakin bahwa pengalaman investasi SV Investment yang telah terbukti di industri teknologi serta portofolio dan jaringan East Ventures yang luas, akan membawa perubahan positif pada ekosistem ventura di Korea dan Asia Tenggara,” imbunya.

SV Investment memiliki beberapa kantor cabang di luar negeri, di antaranya Singapura, Boston (Amerika Serikat), Shanghai, dan Shenzhen di Tiongkok. SV Investment merupakan salah satu perusahaan pemodal ventura independen Korea paling aktif di Asia Tenggara. Di Indonesia, SV Investment merupakan salah satu investor dari FinAccel (Kredivo) dan MAKA Motors.

Dana kelolaan East Ventures

Sebelumnya, East Ventures mengelola dana kelolaan yang mereka bentuk sendiri. Ada tiga kelolaan, yakni Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah) yang diumumkan pada Maret 2023. Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Kemudian, dua dana kelolaan sebelumnya, yakni Seed dan Growth disebutkan telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta. Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Ventures sejak tahun lalu menjadi $835 juta.

Dipaparkan, perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

Pendanaan di Q3 2023 Menggeliat, Tech Winter Mulai Mereda?

*update: kami melakukan pembaruan terkait quote yang disampaikan Gani Lie terkait investasi di climate tech (ditandai dengan bold)

Nilai pendanaan startup Indonesia pada Q3 2023 mengalami peningkatan dibandingkan dua kuartal sebelumnya. Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam Indonesia’s Startup Handbook, pada kuartal ini dibukukan pendanaan ekuitas sekitar $501,6 juta dari 38 transaksi. Sebelumnya ekosistem tanah air hanya mendapatkan $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2.

Peningkatan ini memberikan indikasi positif bagi industri, mengingat pada paruh pertama tahun ini (H1) terjadi penurunan 74% secara yoy. Penurunan tersebut menjadi salah satu dampak dari tech-winter, tidak hanya di Indonesia namun juga seluruh dunia. Gejolak ekonomi makro membuat para investor mengerem kucuran arus dana ke startup (khususnya tahap lanjut).

Perbaikan di Q3 tentu menjadi sinyal positif bagi ekosistem, namun apakah ini menjadi indikasi kuat bahwa tech-winter akan segera berakhir dan iklim investasi startup akan kembali normal? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial.id mencoba berbincang dengan sejumlah pemodal ventura yang aktif berinvestasi ke startup lokal, yakni AC Ventures, East Ventures, Mandiri Capital Indonesia, dan MDI Ventures.

Meninjau kondisi perekonomian

Mengawali perbincangan, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mencoba mengulas tentang kondisi perekonomian. Dari data yang dihimpun, perekonomian global dinilai masih belum menentu akibat inflasi yang tinggi dan kondisi geopolitik. Hal ini menciptakan sejumlah tantangan bagi perekonomian di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, termasuk bagi startup digital. Kondisi ini diprediksi akan masih terjadi setidaknya sampai akhir tahun ini.

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca / East Ventures
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca / East Ventures

Pada tahun 2024, ekonomi ASEAN diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5% —lebih tinggi daripada ekonomi global. Inflasi di kawasan ini juga terkendali. Negara-negara ASEAN dapat mempertahankan tingkat suku bunga dan depresiasi mata uang mereka. Fakta ini menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki ketahanan terhadap tantangan global. Pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi tempat yang ‘cerah’ dan ‘langka’ di tengah pasar global. Oleh karena itu, ASEAN akan menjadi pusat pertumbuhan.

Indonesia memiliki posisi yang tepat untuk memimpin pertumbuhan ini sebagai negara dengan populasi terpadat keempat di dunia, dengan penduduk berusia muda yang terus bertambah dan penetrasi internet yang tinggi. Bank Indonesia turut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,5-5,3% dengan inflasi turun ke 3,0 ± 1% di 2023.

Secara keseluruhan, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan meningkat 19% per tahun hingga 2025 didorong oleh potensi penetrasi internet yang belum mencapai puncaknya, populasi unbankable yang besar, serta peluang inovasi yang masih dapat dieksplorasi. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai $290 miliar dengan cepat di beberapa tahun mendatang.

“Secara singkat, kami melihat tahun 2023 masih melambat, tahun 2024 akan ada pemulihan secara bertahap. Oleh sebab itu, saran dari kami, startup harus dapat bertahan (mempunyai runway) hingga tahun 2025,” ujar Willson.

Ia melanjutkan, “Di tengah ketidakpastian global, transisi kepemimpinan regional, serta kelangkaan alokasi dana untuk perusahaan swasta, East Ventures akan tetap bijaksana dan optimis dalam berinvestasi di kawasan ini. Pada paruh pertama tahun 2023, East Ventures telah menyalurkan dana sebesar $56,6 juta ke startup tahap awal (seed) dan lanjutan (growth).”

Tech-winter masih belum usai

Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie menuturkan, bahwa tech-winter masih belum usai. Dibanding selama puncak pandemi, aktivitas investasi telah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurutnya, aktivitas investasi tahun 2023 telah kembali ke era 2017-2018, khususnya untuk wilayah Asia Tenggara dan Indonesia.

Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie / MDI Ventures
Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie / MDI Ventures

Tech-winter utamanya disebabkan oleh kenaikan suku bunga Bank Sentral yang telah membuat obligasi negara lebih menarik untuk diinvestasi dibandingkan perusahaan modal ventura. Implikasinya, pasokan modal yang lebih kecil menghasilkan tingkat investasi yang lebih rendah. Efek domino lain dari kenaikan suku bunga adalah penilaian yang lebih rendah, karena sebagian besar investor menggunakan model DCF (Discounted Cash Flow) untuk menilai bisnis [dalam model DCF jika suku bunga naik, penilaian turun].

“Kita telah melihat peningkatan jumlah investasi pada teknologi iklim (climate tech) di Asia Tenggara dengan jumlah investasi yang meningkat dari $2 miliar antara tahun 2014-2021 menjadi $1,2 miliar pada tahun 2022 saja. Pada tahun 2023, investasi teknologi iklim menyumbang 7,8% dari total investasi di Asia Tenggara (vs 0,6% pada 5 tahun lalu),” jelas Gani.

Ia turut menyoroti tren peningkatan yang terjadi akhir-akhir ini, “Nilai investasi mungkin telah meningkat baru-baru ini, tetapi itu terdiri dari beberapa transaksi pendanaan tahap akhir (sekitar 5-6 perusahaan menyumbang lebih dari 60% dari total nilai transaksi). Jumlah transaksi terus mengalami penurunan sejak H1 2022. Investor global sangat mengurangi investasi mereka di Indonesia dalam beberapa kuartal terakhir. Ini bukan berarti mereka telah sepenuhnya menarik diri, tetapi mungkin melambat dan mengevaluasi ulang strategi mereka.”

Lebih banyak waktu untuk due-diligence

VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi / AC Ventures
VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi / AC Ventures

AC Ventures diwakili oleh Alvin Cahyadi selaku VP of Investment juga sependapat bahwa tech-winter masih berlangsung saat ini, kendati investor confidence tampak membaik. Atas dasar situasi ini, ia mengatakan saat berinvestasi para investor kebanyakan membutuhkan waktu lebih untuk melakukan due diligence, terutama dari segi validasi pasar. AC Ventures sendiri akan melihat apakah suatu perusahaan dengan model bisnisnya tersebut ‘masuk akal’ untuk mencapai profitabilitas dalam skala tertentu.

Di sisi lain, menurut Alvin para founders juga tampak sudah  beradaptasi dengan perilaku investor. Founder saat ini lebih memilih untuk bisa mencapai break-even agar tidak tergantung kepada injeksi dana tambahan.

“Dari segi portofolio, kami menjadi lebih menekankan pada governance, seperti rutin melakukan audit, management report setiap bulan, dan juga transparansi bank account. Harapan kami adalah  bisa menjadi katalis bagi para founder di portofolio kami untuk membentuk habit dalam monitoring keuangan perusahaan [..] Kami memiliki preferensi untuk berinvestasi pada suatu bisnis yang sudah memiliki revenue, meskipun masih kecil,” ujar Alvin.

CIO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Dennis Pratistha juga sepakat bahwa investor tetap akan aktif untuk berinvestasi dengan proses yang selektif dan prudent dalam memilih startup. MCI sendiri selalu mencari startups yang memiliki product market fit dan path to profitability yang jelas di dalam sektor apa pun yang dinilai memiliki potensi yang besar.

Ia juga berpendapat bahwa sekarang investor melihat dua aspek dari finansial startup, yaitu top line dan bottom line. Dari sisi top line, investor melihat seberapa cepat revenue dari perusahaan meningkat dan juga peningkatan contribution margin-nya. Namun, top line yang baik harus diiringi dengan bottom line yang sehat. Bottom line tidak harus positif, namun harus sudah memiliki path to profitability yang jelas.

Hal serupa juga dilakukan oleh MDI Ventures. Menurut Gani, sampai saat ini mereka belum sepenuhnya mengubah pendekatan dalam berinvestasi. Tetapi mereka mengaku telah meningkatkan parameter keputusan investasi dengan melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap bisnis dan strateginya. Beberapa tolok ukurnya ditetapkan pada sejumlah metriks seperti unit ekonomi yang solid, validasi model bisnis, potensi dukungan strategis, dan penambahan nilai.

Tantangan berikutnya

CIO Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha / MCI
CIO Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha / MCI

Menurut Dennis, tech-winter ini bukan hanya sebuah kejadian sementara, melainkan merupakan fenomena yang mungkin akan menjadi tantangan bagi para investor di masa depan. Oleh karena itu, ia menilai bahwa tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan modal ventura termasuk keterbatasan dalam mendapatkan sumber investasi dari startup yang layak, ketidakakuratan data yang disediakan oleh startup karena biasanya dokumen mereka tidak diaudit, perlunya menjaga kesehatan portofolio secara keseluruhan, kesulitan dalam mencapai exit yang memadai, serta kesulitan dalam mengumpulkan modal dari investor (LP).

Sementara dari sudut startup, Alvin menilai tantangan terbesarnya untuk membentuk institusi yang memungkinkan founder mengesampingkan kepentingan pribadi dan mulai fokus dalam membentuk sebuah organisasi yang sehat. Founder pada suatu tahap harus belajar untuk menerima bahwa perusahaan harus ditangani secara profesional. Selain itu, tantangan berikutnya adalah mencari ekspansi bisnis dari bisnis yang sudah ada, agar bisa menjaga tingkat profitabilitas perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan teknologi dipandang harus bisa lebih besar dari perusahaan tradisional.

Tidak akan berhenti berinvestasi

Kendati ada perlambatan secara industri, Willson dan tim East Ventures percaya bahwa ritme (cadence) dalam berinvestasi merupakan hal yang penting. Ia mengibaratkan seperti pemain bulu tangkis yang harus terus bermain agar tetap tangkas, investor juga harus terus berinvestasi agar dapat merasakan ritme pasar dan mengambil keputusan yang tepat.

“East Ventures tidak pernah berhenti berinvestasi. Kami tidak peduli apakah hari ini cerah atau hujan, kami akan tetap berinvestasi pada founder yang bagus dan berhenti berinvestasi jika tidak ada lagi founder yang bagus untuk diinvestasikan.  Kami telah melihat peningkatan kualitas para founder dari waktu ke waktu.  Mereka dapat membangun bisnis yang sukses lebih cepat dari sebelumnya. Waktu untuk meningkatkan skala bisnis digital di Asia Tenggara telah dikompresi dan dipercepat,” ujar Willson.

Beberapa strategi yang diterapkan selama krisis Covid-19 dapat digunakan oleh founder untuk menghadapi krisis pendanaan saat ini. Strategi-strategi tersebut berbeda untuk setiap tahap, termasuk tahap awal dan lanjutan. Saat ini, 40% dari perusahaan portofolio tahap lanjutan East Ventures memiliki EBITDA positif. Misalnya, Fore Coffee, startup ritel kopi, telah mencatatkan EBITDA positif sejak Q3 2021 dan akan memperluas operasinya di Singapura pada Q4 2023.

“East Ventures masih memiliki dana yang cukup untuk terus berinvestasi dan mendukung perusahaan portofolio kami, dan kami sangat berhati-hati dalam menghadapi krisis kedua ini setelah krisis pandemi Covid-19,” tutup Willson.

Wavemaker Impact Siap Tambah Portofolio di Asia Tenggara

US Development Finance Corporation (DFC), sebuah lembaga keuangan pembangunan pemerintah AS, telah menginvestasikan US$15 juta di Wavemaker Impact.

Wavemaker Impact sendiri merupakan modal ventura teknologi iklim berbasis di Singapura yang mencakup Asia Tenggara. Wavemaker Impact berinvestasi pada startup yang berfokus pada sustainability.

Dikutip dari The Business Time, VC ini telah berinvestasi pada enam perusahaan, antara lain di bidang biochar untuk penyimpanan karbon, pertanian regeneratif, dan bahan bakar yang berkelanjutan.

Dengan dana ini Wavemaker Impact disebutkan akan menambah portofolionya menjadi 10 perusahaan pada akhir 2023 dan 16 perusahaan pada akhir 2024.

Baca selengkapnya di Solum.id, portal media yang membahas sektor keberlanjutan.

Disclosure: Solum.id merupakan bagian dari DailySocial.id