Jembatani Venture Capital Asing dan Startup Lokal, Global Ventures Summit 2017 Resmi Dibuka

Kegiatan yang bertujuan untuk mempertemukan venture capital asal Silicon Valley dengan penggiat startup di Indonesia Global Ventures Summit 2017, secara resmi digelar di Bali. Dalam sambutannya, Founder GVS Ahmed Shabana mengungkapkan kegiatan yang pertama kali digelar di Indonesia ini akan memberikan kesempatan kepada pelaku startup lokal bertemu langsung dengan para investor asing, yang sebagian besar didominasi VC asal Silicon Valley.

Dalam sambutannya yang singkat tersebut, Shabana juga menegaskan agar momentum ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku startup, tech enthusiast, dan regulator untuk belajar dan mengenal lebih jauh kondisi terkini dan tren investasi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Pertumbuhan signifikan jumlah investor di Asia Tenggara

Di hari pertama, Global Ventures Summit 2017 yang akan berlangsung selama 3 hari (19 – 21 April) menghadirkan beberapa praktisi, akademisi, hingga brand, seperti Mohd Atasha dari Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC), Prashant Gokarn dari Indosat Ooredoo, Oscar Ramos dari Chinaccelerator, dan lainnya.

Dalam presentasinya Mohd Atasha menyampaikan beberapa informasi menarik seputar tech scene di Malaysia. Sejak tahun 1997 – 2016, MDEC telah menggelontorkan investasi sebesar RM 304 miliar (lebih dari 920 miliar Rupiah). Diklaim banyak startup asal Malaysia yang sudah melakukan IPO hingga exit sepanjang tahun 2001-2015.

Hal menarik lain yang juga dibahas dalam kegiatan Global Ventures Summit hari pertama adalah terkait dengan masalah logistik hingga infrastruktur yang masih menjadi kendala terbesar di Indonesia. Menurut Richard L. Drobnick dari American Indonesian Chamber of Commerce, saat ini pemerintah Indonesia telah menunjukkan dukungan yang positif dengan menambah infrastruktur hingga fasilitas pendukung lainnya untuk mendukung ekosistem startup di tanah air.

Drobnick berharap akan lebih banyak inisiasi serta regulasi yang pasti dari pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan startup di Indonesia.

Hadir mewakili Chinaccelerator, Oscar Ramos memberikan presentasi yang menarik tentang popularnya media sosial di Tiongkok yang mampu mengalahkan media sosial raksasa asal Amerika Serikat seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya. Chinaccelerator sendiri selama ini dikenal sebagai investor yang hanya memfokuskan kepada startup lulusan program akselerator di Tiongkok.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Global Ventures Summit 2017

#SelasaStartup Episode 1, Menyelami Lingkup Pendanaan Seri A

Berbicara soal membangun bisnis startup jelas tidak bisa lepas dari urusan pendanaan. Lingkup perusahaan teknologi sangat akrab dengan beberapa fase bisnis perihal urusan pendanaan; fase seed, Seri A, Seri B, Seri C, dan seri-seri berikutnya hingga saham perusahaan siap dijual di pasar saham, atau tahap IPO (Initial Public Offering).

Sebelum terlalu jauh mengenal ronde-ronde dalam pendanaan tersebut, mereka yang berencana mendirikan startup, maupun yang telah mengenyam aliran dana di fase seed, umumnya punya satu pertanyaan sama: bagaimana kita mendapatkan pendanaan untuk tahap Seri A?

“Saat product dan market sudah fit, barulah waktunya pendanaan seri A,” terang Co-Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra dalam event #SelasaStartup.

#SelasaStartup adalah acara bulanan yang membahas seputar industri teknologi dari perspektif, yang mencakup di antaranya seperti startup, investasi, pendanaan, inovasi teknologi, dan sejenisnya, dan diselenggarakan oleh DailySocial.

Pada Selasa (21/03) malam kemarin, #SelasaStartup memulai edisi perdananya menyoal satu topik yang menjadi buah bibir bagi tengah mencari sumber dana untuk bisnis teknologi rintisannya. Andi mengisi sharing session ditemani Wiku Baskoro, Co-Founder dan Editor-in-Chief DailySocial.

Andi, yang baru saja menerima dana segar tahap Seri A dari sebuah venture capital milik Bank BUMN bersama Amartha, menceritakan pengalamannya mengembangkan produk sampai teknis menyusun proposal ke investor.

“Ungkapan ‘we are here to change the world’ itu bukan hal yang ambisius,” ujar Andi, menyentil sedikit tentang dorongan dalam berinovasi.

Inovasi inilah yang kemudian berkaitan erat dengan bagaimana perspektif pemodal kala memutuskan untuk berinvestasi di sebuah startup. Berdasarkan apa yang dirasakannya, Andi menjelaskan bagaimana harapan investor yang ingin startup yang didanainya menjadi the next big things di Indonesia.

“Enggak perlu jadi the next Facebook di dunia deh, paling enggak jadi the next Facebook di regional.”

Memulai dengan bootstrapping maupun pendanaan dari angel investor menjadi keuntungan tersendiri bagi Andi. “Waktu seed itu masih leluasa untuk trial-error ke produk,” ujarnya.

Semakin besar skala perusahaan, semakin tinggi pula tanggung jawab yang mesti diemban. Menginjak tahapan Seri A, ruang untuk “coba-coba”sedikit menyempit dan valuasi bisnis pun kemudian menjadi satu pekerjaan rumah sendiri.

Pertanyaan yang muncul mengenai valuasi adalah tentang memulainya. “Bagaimana menghitung valuasi? Ceritakan saja dengan jujur apa yang menjadi strength dan weakness,” terang Andi.

“Di Indonesia itu lebih generik penentuan valuasinya. Bukan jumlah user berapa banyak, tapi produknya fit ke market enggak?”

Dibutuhkan nilai tambah produk untuk memenangkan hati investor dan mendapat valuasi yang tepat. Andi merasa Amartha telah melakukan hal itu dan ia sepenuhnya sadar bahwa investor berupaya mengeruk untung sebesar-besarnya di tengah peer-to-peer lending platform-nya yang dekat dengan kegiatan sosial.

“Bisnis dan sosial bukan hal yang harus dipisahkan dan harusnya bisa paralel. Amartha melihat bahwa para UKM ini bukan memposisikan tangan di bawah, tapi mereka mencari mitra kerja. Makin ke sini orang mulai berpikir bukan how much product you can make, tapi how much value you can bring to community,” jelas Andi.

Kejora Ventures Buka Kantor Baru di Thailand

Kejora Ventures, salah satu perusahaan venture capital di Asia Tenggara, hari ini mengumumkan pembukaan kantor mereka di Thailand m,elengkapi tiga negara sebelumnya, yakni Indonesia, Filipina, dan Singapura. Pembukaan kantor di Thailand ini menegaskan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang dipandang Kejora Ventures sebagai negara yang potensial untuk industri digital.

Disampaikan dalam rilis resminya, Kejora Ventures menjelaskan bahwa pembukaan kantor di Thailand ini merupakan upaya untuk mencapai misi perusahaan yakni membantu pengusaha dengan memperluas akses mereka ke mitra strategis dan jaringan investor Asia Tenggara. Thailand juga dipandang sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia dan memilik potensi yang senada untuk industri digitalnya.

Untuk ekosistem startup sendiri, disebutkan pemerintah Thailand memberikan dukungannya. Salah satu buktinya dengan pengumuman rencana penyediaan dana ventura sebesar 20 milyar Baht di tahun 2016 silam, yang setengahnya akan diinvestasikan untuk startup.

“Kami melihat besarnya peluang di industri startup teknologi Thailand dan kami ingin berada di barisan depan dalam upaya mendukung inovasi korporasi di negeri ini. Thailand adalah bagian dari kelanjutan visi kami dalam mewujudkan komunitas teknologi yang akan terus bekerja sama dalam berbagi pengetahuan,” tutur Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang.

Ia juga menuturkan bahwa di tahun 2017 ini akan banyak konsolidasi industri. Momen yang tepat bagi korporasi dan pelaku Industrindo ASEAN bergabung dan bahu membahu untuk melahirkan pemimpin regional di sektor teknologi.

“Dengan jaringan bisnis yang kuat dan peluang ekonomi yang tinggi, kami ingin mewujudkan hal ini,” ucap Sebastian.

Seremonial pembukaan kantor Kejora Ventures di Bangkok dihadiri berbagai investor regional dan diresmikan langsung oleh Chatchaval Jiaravanon, mewakili Dewan Penasehat Kejora Ventures dan anggota Dewan Direksi di True Corporation, bersama Sebastian.

Tahun ini akan menjadi tahun yang sibuk untuk Kejora Ventures. Sebelumnya, Kejora Ventures mengumumkan penutupan pertama dari modal ventura Kejora Star Capital II Fund yang telah berhasil menggalang lebih dari sepertiga dari target USD 80 juta berkat dukungan kuat investor ternama seperti Barito Pacific Group, Charoen Pokphan Thailand, dan Hubert Burda Media. Dana Kejora Star Capital II Fund telah diinvestasikan di 6 startup, yaitu C88Fintech Group, Qareer Group Asia, Etobee, Investree, Pawoon, dan MoneyTable.

BRI Tunjuk Indra Utoyo sebagai Direksi, Kuatkan Unsur Fintech di Tubuh Perusahaan

Direktur Innovation & Strategic Portofolio PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) Indra Utoyo resmi terpilih menjadi direksi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menggantikan Zulhelfi Abidin‎. Pemilihan pejabat Telkom tersebut tak lain untuk memperkuat bisnis digital BRI. Dalam pernyataannya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa kini perusahaan memahami betul urgensi untuk masuk ke ranah fintech, termasuk melakukan transformasi digital menyesuaikan laju kebutuhan konsumen modern.

Sebelumnya sempat mencuat salah satu target pengembangan bisnis BRI. Menganggarkan Rp2 triliun, selain untuk menguatkan sektor dan komponen perbankan itu sendiri, BRI berencana mendirikan sub-bisnis berupa modal ventura untuk melanjutkan keterlibatannya dalam mendorong bisnis UMKM di Indonesia. BRI juga tengah membidik perusahaan ventura untuk merelaisasikan tujuan tersebut.

Terkait dengan tantangan fintech, direktur BRI saat ini Asmawi Syam sempat menjelaskan strateginya, yakni dengan membangun sistem digital banking. BRI sadar betul bahwa sasaran fintech merupakan generasi muda, kalangan paling konsumtif yang terus menggerus angka mayoritas transaksi keuangan.

“Tantangan perbankan ke depan ini akan lebih berat lagi. Kita akan berhadapan dengan fintech. Kita harus berpikir sebaik mungkin,” terang Asmawi.

Berbicara soal pengalaman, bersama Telkom, Indra Utoyo dikenal sebagai sosok penggiat ekonomi kreatif digital. Beberapa program pembinaan startup dipimpin langsung dalam kendalinya, termasuk program Indigo Creative Nation yang terus bergulir menyasar startup terbaik di Indonesia hingga saat ini. Selain duduk di kursi direktur Telkom, Indra Utoyo juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi & Komunikasi Indonesia (MIKTI).

Kiprah Indra Utoyo mungkin dinilai akan mampu bersinergi dengan tuntutan bank BRI go digital dalam lanskap fintech nasional, sekaligus memaksimalkan sistem permodalan yang ditargetkan akan siap saji di tahun ini (modal ventura BRI). Terlebih beberapa waktu belakangan, upaya peluncuran satelit juga digaungkan menjadi salah satu landasan layanan teknologi yang akan dimaksimalkan oleh BRI.

MCI Demo Day, ‘Wisuda’ Inkubator dan Pengenalan Kepada Investor

Setelah mengikuti program Mandiri Digital Incubator yang diselenggarakan Mandiri Capital Indonesia (MCI) selama enam bulan, 14 startup telah dinyatakan ‘lulus’ dari masa pematangan bisnis lewat kegiatan MCI Demo Day pada hari Senin (27/2). Keempat belas startup tersebut antara lain adalah Limakilo, Iwak, Bulp, Pickpack, DompetSehat, Erzap, IdCloudHost, Jurnal, Danasedia, Konektifa, Taralite, Taxies, Atom, dan Folio. MCI Demo Day kemarin menjadi ajang ‘wisuda’ dan pitching bagi bisnis-bisnis rintisan Mandiri Digital Incubator agar lebih dekat dengan para investor.

Inisiatif MCI dalam menyelenggarakan MCI Demo Day yang bekerja sama dengan MDI Ventures dan DailySocial ini didukung penuh oleh Bank Mandiri. Pahala Mansury, Direktur Keuangan Bank Mandiri, mengatakan bahwa Bank Mandiri selalu berencana mengembangkan bisnis UMKM, baik yang berbasis teknologi maupun non teknologi.

“Kami pernah menjalankan Wirausaha Muda Mandiri. Lalu, kami berpikir untuk memiliki rumah untuk mengembangkan startup yang punya big impact bagi masyarakat. Kunci kesuksesannya ialah kolaborasi antara MCI, Bank Mandiri, dan Mandiri Digital Incubator,” ujar Pahala dalam sambutannya.

MCI Demo Day adalah acara puncak dari program pengembangan startup di Mandiri Digital Incubator. Selama enam bulan berlangsung, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddie Danusaputro bercerita bahwa startup di Mandiri Digital Incubator mendapatkan training dan mentorship yang telah disiapkan kurikulumnya.

“Terutama untuk dua hal; product valuation dan market validation, termasuk business model-nya,” imbuhnya.

Mandiri Digital Incubator hadir sebagai medium untuk finetuning produk dari startup sekaligus mencari pendanaan. “Nah, memang kita yang mempunyai Mandiri Digital Incubator. Karena kita tidak mungkin yang mendanai semuanya, maka kita mengundang teman-teman venture capital ini untuk mendengarkan presentasi dari startup-startup ini, siapa tahu mereka berminat untuk funding,” cetus Eddie.

Selama program Mandiri Digital Incubator batch pertama berlangsung hingga puncaknya MCI Demo Day, beberapa startup telah mendapatkan funding dari investor, baik melalui MCI maupun investor lainnya.

“Saat ini kami dalam proses due dilligence [untuk investasi ke salah satu startup],” ujar Bisma Manda Samsu, Head of Finance, Treasury, and Operations MCI, yang menolak untuk menyebutkan nama-nama startup yang telah didanai karena belum dirilis.

Secara komposisi, ranah startup yang telah mendapatkan funding terhitung berimbang, yakni 50% fintech dan 50% non-fintech.

Bagi startup, rangkaian penyelenggaraan Mandiri Digital Incubator ini menjadi pengalaman yang menyenangkan tersendiri. CEO Danasedia Lutfi Adhiansyah adalah salah satu yang mengakuinya.

“Yang menarik sebenarnya adalah penyelenggaranya. Karena penyelenggaranya kan bank besar ya, Bank Mandiri. Jadi, ketika kita berada di bawah naungan Mandiri, kita mendapat exposure yang lumayan baik. Apalagi saya bergerak di bidang fintech,” terang Lutfi.

Senada Lutfi, CMO IdCloudHost M. Mufid Luthfi kurang lebih merasakan hal yang serupa. Kolaborasi antar startup adalah hal yang menurut Mufid perlu digarisbawahi dan meninggalkan kesan baik dari Mandiri Digital Incubator. “Meskipun kami perusahaan baru, tapi kami dapat pembinaan dari mentor-mentor terbaik. Di sini kita dilatih bagaimana membuat startup yang sustain,” aku Mufid.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari MCI Demo Day.

Upaya Bekraf Buka Akses Pendanaan Startup di Tahun 2017

Dalam rangka membuka ruang pendanaan yang lebih lebar untuk startup di tanah air, Bekraf terus menggalakkan terobosan terbaru. Di antaranya adalah bersama dengan Filantropi Indonesia mendirikan Filantropi Ventures, rencananya akan diluncurkan dalam bulan depan. Selain itu, Bekraf juga akan menyiapkan dana Rp10 miliar untuk para pemain usaha di sektor ekonomi kreatif.

Dana tersebut merupakan anggaran yang disetujui oleh pemerintah untuk digunakan Bekraf untuk menyuntik para pemain ekonomi kreatif. Alokasinya sebagian besar akan diarahkan untuk startup digital, sementara sisanya untuk sektor ekonomi kreatif lainnya.

Dana tersebut nantinya akan digulirkan lewat perhelatan kompetisi yang akan diselenggarakan Bekraf pada tahun ini. Dalam kompetisi tersebut bakal dipilih para pemenang yang berhak mendapatkan dana segar tersebut.

“Alhamdulillah, tahun ini kami diperkenankan untuk memberikan bantuan permodalan dari pemerintah. Ada anggaran Rp10 miliar yang boleh diberikan kepada para pemain ekonomi kreatif secara keseluruhan. Akan tetapi nantinya porsi untuk startup digital akan besar, nanti ada proses seleksi yang akan kami adakan dalam tahun ini,” ujar Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo, saat diskusi panel dalam acara Local Startup Fest, Jumat (24/2).

Sementara itu, dari sisi pendirian Filantropi Ventures memiliki potensi dana yang besar. Fadjar bilang, tiap tahunnya asosiasi tersebut menyalurkan dana yang jumlahnya triliunan Rupiah untuk membantu kegiatan sosial. Kini, Bekraf mendorong untuk anggota Filantropi Indonesia agar mulai mengarahkan pengucuran dana yang lebih berbau bisnis, tidak lagi melulu berbentuk sosial saja.

Langkah perluasan sumber pendanaan di luar bank ini menjadi upaya Bekraf, sembari mengedukasi perbankan yang belum memahami proses bisnis dalam startup digital.

Berdasarkan hasil survei ekonomi kreatif 2016 yang dilakukan Bekraf, sebanyak 92,3% responden mengatakan bahwa sumber pendanaan mereka berasal dari kantong sendiri (bootstrap). Kemudian, sebanyak 24,44% menyebut mereka mendapat pendanaan dari pinjaman bank, dan 0,66% responden mendapat pendanaan dari perusahaan modal ventura.

Fadjar berharap, lewat upaya yang dilakukan oleh Bekraf ini secara berangsur-angsur bisa menambah porsi pendanaan startup digital dari modal ventura jadi 5%.

“Hasil survei ini merupakan sampel dan berbentuk pilihan ganda, jadi persentase ini bukan berasal dari angka proporsi. Kami berharap kalau tahun ini angka pendanaan startup dari modal ventura menjadi 5% itu sudah lumayan.”

Kolaborasi Bekraf lainnya yakni dengan OJK. Kali ini keduanya sedang menggodok penyusunan skema pembiayaan IPR Financing. Intellectual Property Rights (IPR) Financing dapat menjadi jaminan dalam pembiayaan atau pendanaan perbankan dalam pengembangan industri kreatif.

Menurut Fadjar, IPR adalah roh dari bisnis ekonomi kreatif yang memiliki sifat intangible. IPR merupakan sumber monetisasi dari pelaku usaha yang dapat ditawarkan saat bertemu investor.

“Apalagi dalam bisnis startup digital itu yang bisa dijadikan sumber monetisasi adalah traksi. Ini bisa ditawarkan oleh pemilik usaha saat bertemu investor. Kami dan OJK masih menggodok skema ini,” pungkas dia.

Kejora Umumkan Capaian Kejora Star Capital II Fund

Salah satu perusahaan venture capital yang aktif memberikan pendanaan ke startup Indonesia Kejora Ventures mengumumkan kesuksesannya dalam menggalang dana untuk Kejora Star Capital II Fund. Sepertiga dari total dana senilai $80 juta yang ditargetkan telah berhasil diraih dari beberapa investor ternama, seperti Barito Pacific Group, keluarga Charoen Pokphand Thailand, dan Hubert Burda Media.

Dana di Kejora Star Capital II Fund telah disuntikkan di 6 startup, masing-masing yakni C88Fintech Group, Qareer Group Asia, Etobee, Investree, Pawoon, dan MoneyTable.

Menanggapi capaian ini, Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang mengungkapkan kebanggaannya. Menurutnya selain bangga dengan pencapaian Kejora Star Capital II ia juga merasa bangga dengan kinerja pertumbuhan startup yang didanai. Sekitar 85% dari total yang diinvestasikan berada dalam kinerja yang cemerlang.

“Pendanaan ini memperkuat komitmen kami dalam membangun perusahaan berbasis digital. Kejora fokus pada identifikasi model bisnis yang sukses di negara maju dan menerapkannya di Asia Tenggara yang memiliki populasi lebih dari 600 juta. Kejora berupaya untuk menyatukan pengusaha dengan para pakar, teknologi mutakhir dan jaringan kerja yang kuat dari seluruh penjuru dunia sehingga membuka kesempatan dan memberikan akses bagi investor dan mitra kami,” imbuhnya.

Kejora Ventures didirikan pada tahun 2014 silam. Kejora Ventures memiliki salah satu ekosistem teknologi terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan yang dipimpin oleh Sebastian Togelang, Andy Zain dan Eri Reksoprodjo ini tekah berinvestasi 29 startup. Nama-nama seperti Etobee, Pawoon, Jualo, dan Investree berada di dalam portofolio mereka. Saat ini juga Kejora disebut baru mendirikan kantornya di Thailand.

Gambaran Kondisi Investasi Startup Indonesia Di Mata Pemain Modal Ventura

Startup digital di Indonesia jumlahnya memang terus tumbuh hingga kini, tidak ada data pasti yang menyebut berapa total startup yang beroperasi di Indonesia. Sebagai gambaran, Telkomtelstra pernah menyebut jumlah startup sekitar 2 ribu perusahaan atau tertinggi di Asia Tenggara. Untuk fintech sendiri, OJK mendata ada sekitar 157 perusahaan fintech yang beroperasi, sekitar 80% di antaranya bergerak di bisnis lending.

Lahirnya berbagai startup tersebut menjadi indikasi timbul semangat dari orang Indonesia untuk menjadi wirausahawan dengan membangun usaha sendiri. Bisnis yang mereka jalankan sebagian besar mengklaim bertujuan untuk memberikan pemecahan masalah yang terjadi di tengah masyarakat.

Sebuah diskusi panel yang diadakan Convergence Ventures, kemarin (21/2), menyoal tentang peluang investasi teknologi di Indonesia. Diskusi ini menghadirkan Abraham Hidayat (Skystar Capital), Dirk van Quaquebeke (Beenext), Eddi Danusaputro (Mandiri Capital Indonesia), dan Roderick Purwana (Sinar Mas Digital Ventures), serta dimoderatori Adrian Li (Convergence Ventures).

Mengenai hal-hal yang telah dipelajari para pemain modal ventura semenjak menginvestasikan dananya ke perusahaan startup, ada beberapa poin yang perlu ditekankan. Roderick mengatakan pihaknya mempelajari bahwa kebanyakan dari mereka belum mampu menunjukkan rencana matang untuk proses scaling up.

Padahal scaling up itu merupakan tantangan startup yang sebenarnya. Berapa lama mereka bisa bertahan dalam kondisi ketika harus dihadapkan pada perubahan dinamika pasar, persaingan, hingga berbagai permasalahan internal.

Menurutnya, untuk mendapatkan traksi saat pertama kali baru berdiri memang cukup mudah. Meskipun demikian, ketika dituntut untuk bertumbuh, mereka mengalami kesulitan.

Di sisi lain, Abraham bilang dirinya lebih memerhatikan kualitas founder itu sendiri, bagaimana mereka dapat memimpin diri sendiri, orang lain, dan membangun tim yang solid. Abaraham juga menekankan pada pentingnya komunikasi rutin secara fisik tanpa memanfaatkan fasilitas video chat.

“Sebab pada akhirnya komunikasi tatap muka dan berkumpul secara rutin itu lebih mudah dalam mengelola suatu perusahaan, ketimbang harus video chat karena lokasi tempat tinggal yang berbeda. Mengelola tim yang remote memiliki kelemahan tersendiri,” kata Abraham.

Tak hanya itu, Abraham mengatakan bahwa Indonesia masih mengalami kekurangan talenta yang berkualitas. Inti permasalahan ini sebenarnya karena belum dianggap pentingnya potensi dari ilmu bidang teknologi informasi. Padahal, bidang ilmu ini adalah dasar dari pengembangan kualitas talenta di dunia startup.

Senada dengan Abraham, Quaquebeke menambahkan kurangnya talenta Indonesia membuat negara ini jadi masih tertinggal dari India dan Tiongkok.

“Karakter orang tua di India, mereka selalu mendorong anaknya untuk terus merasa penasaran dan mendorong anaknya untuk menuntut ilmu di luar negeri. Beberapa hal inilah yang membuat India jadi lebih baik dari Indonesia,” katanya.

Sementara bagi Eddi, dia menekankan pada sikap proaktif pemerintah Indonesia dalam membuat suatu regulasi, dalam hal ini adalah OJK dan Bank Indonesia. Menurutnya, regulasi mengenai bisnis fintech di Indonesia saat ini memang belum lengkap, namun sikap yang ditunjukkan regulator memperlihatkan bahwa mereka sangat memerhatikan kondisi terkini.

Dalam proses pembuatan regulasi pun, regulator seringkali mendiskusikan terlebih dahulu dengan para pemain untuk dimintai masukan sebagai bahan dasar pertimbangan. Eddi menyarankan kepada para investor untuk mempelajari dengan betul bagaimana aturan main di Indonesia.

Sektor startup lainnya yang berpotensi akan besar

Eddi melanjutkan, dirinya melihat ada potensi yang besar dari sektor big data dan keamanan data. Dua sektor ini dinilai akan menunjang bisnis layanan keuangan Indonesia. Tak hanya itu, keamanan data juga disebut Quaquebeke bakal dibutuhkan ke depannya, terutama untuk menunjang sektor Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Sementara itu, Roderick memprediksi bahwa sektor startup yang bakal pesat ke depannya adalah machine learning, sebab hal ini dapat membantu startup untuk scale up.

Adapun bagi Abraham, beberapa sektor startup yang bakal menarik adalah fintech, healthtech, dan edutech. Ia menilai sudah ada beberapa startup yang bergerak di sektor tersebut hanya saja, menurutnya, masih ada pasar yang belum dijangkau oleh mereka.

Setelah Moka, Mandiri Capital Siap Berinvestasi di Startup P2P Lending

Setelah mengumumkan investasi baru untuk Moka, Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha pembiayaan modal ventura dari PT Bank Mandiri, bakal mengumumkan satu investasi terbaru untuk perusahaan fintech yang bergerak di P2P lending.

Rencana ini akan diumumkan pada tiga minggu ke depan, identitas perusahaan pun juga masih dirahasiakan. Pendanaan tersebut nantinya akan dilakukan berbentuk sindikasi bersama dengan perusahaan modal ventura lainnya.

Selain itu hingga pertengahan tahun ini, MCI juga akan mengincar satu perusahaan dari sistem pembayaran, satu lagi dari SME solution. Ditargetkan sampai semester I 2017, MCI akan menyuntikkan dana segar untuk tiga hingga empat perusahaan fintech baru untuk masuk ke dalam portofolio investasi MCI.

Untuk semester II 2017, jumlah perusahaan yang akan mendapat investasi kurang lebih akan sama. Diharapkan total perusahaan baru yang mendapat investasi dari MCI sepanjang 2017 menjadi 8-10 perusaahaan.

Seluruh perusahaan fintech yang dibidik MCI bergerak di sistem pembayaran, lending, dan SME solution. Ketiga segmen ini diharapkan dapat menopang proses bisnis Bank Mandiri dan anggota Grup Bank Mandiri lainnya.

“Dalam waktu dekat kami akan umumkan investasi terbaru MCI yang bergerak di P2P lending. Semua perusahaan yang kami investasikan sebelumnya sudah melewati berbagai pertimbangan, yang terutama adalah bentuk sinerginya dengan Bank Mandiri maupun perusahaan di bawah Grup Bank Mandiri,” kata Direktur Keuangan MCI Hira Laksamana, Senin (20/2).

Untuk mendukung seluruh aktivitas MCI, Bank Mandiri sebagai induk usaha akan menyuntikkan dana segar sebesar Rp 200 miliar. Dari penambahan dana ini diharapkan total dana kelolaan MCI bisa menembus angka Rp 550 miliar. Saat ini dana kelolaannya sebesar Rp 350 miliar.

Mendukung bisnis Bank Mandiri

Alasan MCI menempatkan investasinya di Moka, lanjut Hira, dikarenakan segmen bisnis Moka yang bergerak untuk mendukung SME solution. Dengan jaringan nasabah UMKM Bank Mandiri yang mencapai 1,2 juta orang, diharapkan akan mendapatkan manfaat dari POS (point of sales) dan solusi pembayaran yang disediakan Moka.

Hira mengungkapkan setiap bulannya penambahan nasabah UMKM baru di Bank Mandiri sekitar 50 ribu orang. Diharapkan sekitar 5%-10% di antaranya dapat memanfaatkan produk Moka dalam membantu proses bisnis mereka.

Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo menambahkan salah satu bentuk integrasi bisnis antara Moka dengan Bank Mandiri terlihat dari produk mPOS Card Reader. Lewat produk ini, memungkinkan pemilik usaha UMKM dapat menerima pembayaran lewat kartu debit dan kredit dari Bank Mandiri.

Saat ini jumlah pemilik usaha UMKM yang sudah menggunakan layanan Moka sudah lebih dari 2.500 toko sejak perusahaan ini diresmikan pada Februari 2015. Diharapkan sinergi dengan MCI bisa mendorong Moka tumbuh lebih agresif tahun ini.

“Masuknya MCI jadi investasi strategis untuk bantu visi Moka dalam membantu UMKM di Indonesia. Potensi UMKM di Indonesia mencapai 60 juta orang, kebanyakan masih mengelola inventarisnya secara manual,” kata Haryanto.

Empat Alasan Memperlakukan Venture Capital sebagai “Frenemies”

Sebelum Anda berencana untuk melakukan penggalangan dana tahap awal atau tahap lanjutan, baiknya cermati terlebih dahulu relasi atau hubungan yang bakal tercipta antara Anda dengan Venture Capital (VC) yang akan memberikan investasi kepada startup. Jika di awal Anda menilai hubungan baik yang telah tercipta adalah atas dasar pertemanan, ternyata tidak demikian.

Artikel berikut ini akan mengupas hubungan yang bersifat frenemies antara Anda dengan VC.

Siapkan agenda pertemuan

Hubungan baik dengan VC terkadang membuat Anda pemilik startup dengan mudah menerima tawaran makan siang bersama atau pertemuan mendadak dengan VC. Cara tersebut dinilai salah, karena ketika Anda sudah merasa nyaman dan memperlakukan VC layaknya teman baik, akan mempengaruhi hubungan jangka panjang. Idealnya tanyakan dengan jelas pertemuan apa yang telah ditawarkan oleh VC baik secara formal atau informal, pastikan pertemuan tersebut memiliki agenda yang jelas.

Startup Anda harus berkompetisi dengan startup lainnya

Faktanya setiap VC biasanya telah mengantongi beberapa startup yang telah di danai, hal tersebut tentunya wajib Anda ketahui terutama jika startup Anda saat ini mengalami pertumbuhan yang lambat dan masih mencoba mencari formula yang tepat untuk mendapatkan profit. Pada dasarnya VC akan mendukung bisnis dari startup yang ternyata mengalami pertumbuhan yang positif dan cepat. Untuk startup yang terbilang berjalan lambat dan tidak mengalami pertumbuhan yang positif, bisa dipastikan bakal ditinggalkan oleh VC, dengan kata lain pendanaan lanjutan tidak diberikan dan kerja sama akan segera dihentikan.

Jangan samakan bisnis Anda dengan bisnis dari VC

Idealnya adalah Anda bisa menemukan VC yang memiliki latar belakang yang sama dengan produk yang Anda miliki, dengan demikian kesepakatan hingga visi dan misi yang sama bisa diwujudkan dengan lancar. Namun ketika bisnis sudah berjalan dan produk sudah siap untuk diluncurkan, fokuslah kepada ide produk, rencana yang telah Anda miliki, dan jangan menjadi “bias” dengan keinginan atau gangguan dari VC.

Tujuan akhir dari VC adalah keuntungan atau jalan menuju likuiditas

Pada umumnya kerja sama yang terjalin antara startup dengan VC bisa mempercepat pertumbuhan, dengan bantuan berupa mentoring, strategi perekrutan, koneksi dan lainnya. Jika startup memiliki produk yang baik dan mampu menunjukkan peluang untuk melakukan monetisasi yang cepat dan lancar, VC pun akan terus mendukung pertumbuhan startup, sesuai dengan tujuan akhir dari VC yaitu likuiditas.

Untuk itu pelaku startup wajib untuk mencermati bahwa VC adalah investor finansial yang juga dituntut untuk memberikan hasil terbaik kepada investor mereka. Jika startup Anda sukses, VC yang tepat akan membantu startup lebih sukses lagi.