RHA TrueConnect 2 Tawarkan Baterai yang Lebih Awet dan Suara yang Lebih Baik dari TWS Sebelumnya

RHA Audio memulai debutnya di segmen TWS hampir dua tahun lalu lewat TrueConnect. Sekarang, mereka telah menyempurnakan alternatif AirPods-nya tersebut. Saya bilang alternatif karena wujudnya memang memanjang dan menggantung seperti AirPods.

Dari segi estetika, sulit membedakan antara perangkat bernama RHA TrueConnect 2 ini dengan pendahulunya, sebab keduanya memang cukup identik, baik unit maupun charging case-nya. Satu-satunya perbedaan fisik yang dibawa justru tidak kelihatan secara kasat mata; TrueConnect 2 kini tak hanya tahan cipratan air dan keringat seperti sebelumnya, tapi juga tahan debu dengan sertifikasi IP55 (sebelumnya IPX5).

TrueConnect 2 memanfaatkan kontrol sentuh, jadi jangan tertipu oleh bulatan bertuliskan “RHA” yang kelihatan seperti tombol yang dapat ditekan itu. Secara keseluruhan, perangkat ini bisa kita anggap sebagai AirPods dengan penampilan yang lebih sleek, meski harus diakui charging case-nya kelihatan sangat bongsor jika dibandingkan dengan charging case milik AirPods.

RHA TrueConnect 2

Namun tentu ada hal positif yang bisa diambil dari charging case berukuran besar itu. Di atas kertas, daya tahan baterai TrueConnect 2 terbilang jempolan, sekaligus meningkat jauh dibanding pendahulunya. Dalam sekali pengisian, ia bisa tahan sampai 9 jam penggunaan, sedangkan charging case-nya dapat menyuplai 35 jam daya ekstra (total 44 jam). Fitur quick charging (10 menit untuk daya pemakaian selama 1 jam) tentu juga tersedia.

Selain lebih irit baterai, TrueConnect 2 juga didesain untuk menghasilkan profil suara yang berbeda meski diameter driver-nya sama-sama 6 mm. Kalau dibandingkan dengan pendahulunya, RHA bilang TrueConnect 2 punya volume yang lebih keras, dan mikrofonnya (sekarang ada dua unit) juga bisa menangkap suara pengguna secara lebih jernih. Terakhir, RHA juga mengaku sudah menyempurnakan kestabilan konektivitas Bluetooth 5.0 pada TrueConnect 2.

RHA saat ini telah memasarkan TrueConnect 2 seharga $150, banderol yang sama persis seperti sebelumnya, dan yang tergolong cukup terjangkau untuk kategori TWS premium. Meski demikian, perlu diingat bahwa perangkat ini sama sekali tidak dibekali active noise cancelling (ANC) dan hanya mengandalkan isolasi suara secara pasif dari eartip silikonnya – yang selalu tersedia dalam berbagai macam ukuran sesuai tradisi RHA.

Sumber: Engadget.

Mengulik Medium Pembayaran: Menuju Babak baru Sektor Fintech di Indonesia

Dua dompet digital besar di Indonesia, Ovo dan Dana, dilaporkan tengah dalam proses finalisasi merger, yang telah berlangsung sejak September 2019 dan mungkin memberi mereka kesempatan untuk bersaing dengan kompetitor utama Ovo, GoPay oleh Gojek.

Konsolidasi ini masuk akal. Mengingat Ovo, yang didukung oleh Lippo Group dan Grab, telah bersaing ketat dengan GoPay. Berbagai laporan menunjukkan bahwa kedua platform ini mendominasi lanskap pembayaran digital Indonesia dalam hal jumlah pengguna, sementara Dana dan LinkAja milik BUMN masing-masing menempati peringkat ketiga dan keempat. Maka, ketika Ovo dan Dana menggabungkan basis pengguna mereka, bisa jadi entitas baru ini akan membentuk pangsa pasar yang jauh lebih besar.

Michael Hijanto, analis riset senior dari perusahaan konsultan M2Insights yang berbasis di Singapura, percaya bahwa melalui merger, Ovo dan Dana dapat mengarahkan sumber daya mereka dan mengembangkan strategi bisnis bersama untuk bersaing dengan GoPay. “Dalam hal pangsa pasar, Ovo adalah e-wallet pilihan Grab dan Tokopedia, dan Dana adalah e-wallet pilihan Lazada dan Bukalapak. Baik Ovo dan Dana memiliki basis konsumen yang signifikan yang tidak mungkin untuk segera beralih ke GoPay atau Shopee Pay,“ katanya kepada KrASIA.

Tentang Ovo

Ovo didirikan pada tahun 2017 oleh konglomerat Indonesia Lippo Group, yang bisnisnya meliputi pengembangan real estat, media dan komunikasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Sebagai bagian dari Lippo Group, Ovo memiliki keunggulan akses langsung ke bisnis ritel yang berafiliasi dengan Lippo, yang kemudian menghasilkan traksi instan di tahun pertama operasinya. Pada rapor tahun 2018, Ovo mengklaim telah melakukan 1 miliar transaksi.

Ovo tidak pernah blak-blakan mengenai pendanaan. Satu-satunya putaran pendanaan yang dibagikan kepada publik adalah investasi 116 juta dolar AS dari Tokyo Century Corporation pada Desember 2017, ketika investor Jepang mengakuisisi 20% saham. Pada bulan November berikutnya, super-app Asia Tenggara, Grab, dilaporkan berinvestasi di Ovo serta membuka jalan menuju babak baru fintech yang tengah berkembang di Indonesia.

Awalnya, Grab berencana untuk membawa GrabPay ke Indonesia, tetapi mereka gagal mendapatkan lisensi dari bank sentral, Bank Indonesia. Kemitraan antara Ovo dan Grab ini merupakan jalan keluar bagi perusahaan yang berbasis di Singapura ini untuk mengatasi hambatan itu, dengan menunjuk mantan kepala GrabPay, Jason Thompson, sebagai CEO Ovo pada bulan April 2018. Sebelum memulai peran ini, tugas utama Thompson di GrabPay adalah untuk “Mengawasi perkembangan teknologi pembayaran baru dan meningkatkan akses ke layanan pembayaran seluler di seluruh wilayah.”

Berkolaborasi dengan Ovo juga menjadi solusi untuk platform besar lainnya. Ketika TokoCash, e-wallet dari platform e-commerce terbesar di Indonesia Tokopedia, ditangguhkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2017, Tokopedia tidak memiliki pilihan selain mencari kemitraan dengan penyedia pembayaran eksternal. Perusahaan ini dilaporkan melakukan investasi yang dirahasiakan di Ovo pada Maret 2019, lalu kedua perusahaan mengumumkan kemitraan resmi beberapa bulan kemudian.

Berhasil menyandang gelar unicorn tahun lalu, Ovo menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan perkembangan positif dalam dua tahun beroperasi. Dalam sebuah wawancara dengan KrASIA, CEO Ovo Jason Thompson mengatakan pengguna aktif bulanan perusahaan tumbuh 400% per tahun pada tahun 2019.

Namun, ada tanda-tanda bahwa tidak semuanya berjalan lancar di Ovo. Pada bulan November, pendiri Lippo Group Mochtar Riady mengatakan perusahaannya menjual 70% sahamnya di Ovo karena pengeluaran yang cukup besar.

Bakar uang menjadi strategi yang umum bagi startup teknologi untuk memperoleh sebanyak mungkin pelanggan. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan diperlukan. Namun, jika rapor perusahaan tetap merah, strategi ini bisa menjadi beban berat bagi investor. Tech in Asia melaporkan bahwa Lippo Group menghabiskan USD 50 juta setiap bulan untuk mempertahankan Ovo, meskipun klaim itu kemudian dibantah oleh perusahaan.

Menurut data perusahaan yang diperoleh M2Insights pada bulan Desember 2019, Grab memegang saham terbanyak di Ovo, diikuti oleh Tokopedia, Tokyo Century Corporation, dan kemudian Lippo Group. Sementara itu, Dana didukung oleh unit investasi Alibaba, Ant Financial, dan konglomerat Indonesia Emtek. Ovo dan Dana telah lama berbagi DNA; Alibaba juga berinvestasi di Tokopedia, sementara Grab, Tokopedia, serta Alibaba didukung oleh SoftBank.

Designed by Shermin Shu

Laporan Bloomberg mengatakan syarat dan waktu merger antara Ovo dan Dana mungkin berubah, dan kesepakatan bisa saja gagal. Hal ini adalah konsekuensi dari kerumitan konsolidasi.

”Ovo saat ini memiliki pangsa pasar yang lebih besar daripada Dana di Indonesia, tetapi sulit untuk mengatakan siapa yang akan menjadi pemegang saham mayoritas. Pemegang saham mayoritas yang baru mungkin juga bergantung pada siapa yang akan menginvestasikan lebih banyak uang ke dalam entitas gabungan. Kami percaya bahwa merger antara kedua e-wallet ini tidak akan sederhana,” pungkas Hijanto dari M2Insights.

Karena kedua perusahaan memproses pembayaran untuk raksasa e-commerce negara, merger ini akan berdampak pada mitra mereka. Sementara Ovo memiliki hubungan dekat dengan Tokopedia, Dana adalah e-wallet yang terintegrasi ke dalam sistem Bukalapak dan Lazada, dan sebagian besar nilai transaksi bruto Dana berasal dari dua platform ini.

“Kami tidak tahu apakah Bukalapak dan Lazada akan merasa nyaman bekerja dengan Ovo-Dana yang baru digabung jika pesaing terbesar mereka, Tokopedia, adalah pemegang saham utama dari e-wallet,” kata Hijanto.

Bisnis e-commerce kini telah, dan mungkin akan terus menyumbang, sebagian besar dari ekonomi digital Indonesia. Oleh karena itu, masuk akal untuk berharap bahwa baik Ovo dan Dana ingin mempertahankan kemitraan erat di arena ini.

Babak panjang

Indonesia memiliki populasi lebih dari 270 juta, tetapi lebih dari separuh penduduk negara ini tidak memiliki rekening bank. Sementara itu, ada sekitar 175,4 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2020, yang menunjukkan 64% penetrasi internet, menurut sebuah laporan oleh perusahaan pemasaran media sosial global, We Are Social and Hootsuite. Meskipun orang Indonesia suka menghabiskan waktu online, laporan itu menunjukkan bahwa hanya 3,1% dari populasi negara itu menggunakan dompet digital, yang berarti ada potensi pertumbuhan besar-besaran di segmen ini.

Sumber: laporan Digital in 2020 oleh We Are Social dan Hootsuite

Mudah untuk menyarankan Ovo dan Dana untuk bergabung dan menantang GoPay, tetapi melihat dompet digital yang masih memiliki jejak terbatas di Indonesia, industri ini masih punya banyak ruang untuk pemain baru. Namun, pasar ini cukup sulit untuk ditembus; semua bergantung pada kemitraan yang tepat dan mengembangkan model bisnis berkelanjutan.

Mantan menteri IT Rudiantara mengamini pandangan itu. Dia percaya bahwa merger adalah langkah yang tepat, mengingat bagaimana platform pembayaran fintech perlu memiliki “skala ekonomi” untuk mengimbangi pasar konsumen negara.

“Pesaing [Ovo dan Dana] tidak hanya platform pembayaran lokal, tetapi juga platform pesan singkat dengan adopsi massal seperti WhatsApp yang memiliki basis pengguna yang sangat besar di sini,” katanya kepada KrASIA. WhatsApp telah meluncurkan fitur pembayaran di India dan Brasil. Rumor mengatakan bahwa raksasa teknologi juga akan membawa fitur ke Indonesia segera. “Jumlah pengguna WhatsApp di Indonesia jauh lebih besar dari jumlah pengguna dompet seluler yang digabungkan. WhatsApp Pay bisa menjadi ancaman bagi platform pembayaran digital lokal, terutama karena pengguna WhatsApp dapat memilih untuk membayar menggunakan aplikasi pesan untuk kenyamanan,” tambah Rudiantara.

Tampilan aplikasi Ovo dari website

Untuk berkembang, platform pembayaran harus memberikan layanan yang komprehensif, memberi pelanggan lebih banyak alasan untuk menghabiskan waktu di aplikasi. Itu berarti dompet digital perlu melakukan lebih dari sekadar memfasilitasi transaksi, dan Ovo sepenuhnya menyadari hal itu. Sejak awal 2019, perusahaan telah membawa layanan keuangan tambahan ke aplikasinya.

Pada bulan Maret tahun lalu, platform meluncurkan fitur investasi reksa dana bekerja sama dengan Bareksa, pelopor dalam sektornya di Indonesia. Kemudian, Ovo memperkenalkan fitur paylater di bulan Mei, dijalankan oleh kredit online dan layanan pinjaman Taralite, yang diakuisisi Ovo di awal tahun. Menurut Fintech Report 2019 yang dirilis DailySocial, pay-later adalah produk fintech paling populer ketiga di Indonesia, dan Ovo adalah aplikasi yang paling banyak digunakan untuk layanan pay-later.

Belum lama, Ovo meluncurkan asuransi kecelakaan kematian dan COVID-19 bersama Prudential. Perusahaan akan terus fokus pada pinjaman, investasi elektronik, dan produk asuransi digital tahun ini, CEO Ovo mengatakan dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Dana baru saja meresmikan kemitraan dengan startup Polri insurtech Pasar Polis untuk menawarkan layanan asuransi mikro melalui e-wallet. Tahun lalu, Dana juga dikabarkan sedang mengerjakan produk paylater bekerja sama dengan Akulaku, walaupun fitur tersebut belum resmi beroperasi. Semua mengacu pada saat Ovo dan Dana akhirnya bergabung, entitas yang baru akan dapat memperluas penawaran mereka dan menyediakan paket beragam produk keuangan. Ini akan memberikan kesempatan yang lebih baik untuk terus maju sebagai dompet digital pilihan dalam jangka panjang.

Seperti Ovo, GoPay juga memiliki daftar mitra dan investor yang tak kalah menjulang, meliputi Google, JD.com, Djarum, Facebook, dan PayPal. Dengan investasi dari Djarum dan JD, GoPay terintegrasi dengan Blibli dan JD.id, yang merupakan platform e-commerce paling populer kelima dan keenam di Indonesia pada kuartal pertama tahun 2020, menurut data yang dikumpulkan oleh iPrice.

Kemitraan dengan Facebook dan PayPal akan memungkinkan Gojek dan GoPay untuk memasuki basis pengguna perusahaan-perusahaan Amerika di Indonesia bersama dengan jaringan pedagang mereka. Namun, para analis meragukan bahwa GoPay akan menjadi mitra eksklusif untuk Facebook di Indonesia, karena jejaring sosial tersebut dilaporkan dalam pembicaraan dengan tiga perusahaan fintech lokal untuk persetujuan pembayaran mobile di negara ini. Reuters melaporkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah GoPay, Ovo, dan LinkAja, meskipun belum ada konfirmasi resmi.

“Memang benar bahwa Gojek telah mendapatkan dana dari Facebook dan PayPal, yang akan menambah amunisi GoPay. Namun, pada dasarnya, sebagian besar dari nilai transaksi bruto Ovo berasal dari Grab dan Tokopedia, yang keduanya tidak mungkin menerima GoPay sebagai opsi pembayaran,” bantah Hijanto.

Pemain lainnya

Ovo, Dana, dan GoPay adalah perusahaan terkemuka pada sektornya, tetapi ada platform lain yang juga mengumpulkan pengikut, seperti LinkAja dan ShopeePay.

LinkAja berafiliasi dengan setidaknya sepuluh perusahaan milik pemerintah, termasuk operator terbesar Telkomsel di negara itu, pemberi pinjaman Bank Mandiri, BRI, BNI, serta perusahaan minyak dan gas Pertamina. Kemitraan ini memberi LinkAja banyak pelanggan potensial.

LinkAja mengklaim memiliki setidaknya 40 juta pengguna terdaftar pada tahun 2019, dan platform ini telah mengembangkan kolaborasi baru dengan berbagai perusahaan. Secara khusus, ini adalah penyedia dompet ponsel besar pertama yang menawarkan layanan yang sesuai dengan syariah. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, fintech syariah memiliki daya tarik tersendiri di Indonesia selama dua tahun terakhir, ditandai dengan munculnya pemain baru di segmen ini, seperti pemberi pinjaman P2P Alami Shariah dan Investree. Sejauh ini, hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri bagi LinkAja, terutama jika pihaknya mwmutuskan untuk menawarkan pinjaman, fitur paylater, atau produk investasi yang dirancang khusus untuk pengguna Muslim.

Dibandingkan dengan operator besar lainnya, LinkAja memiliki pendekatan asimetris untuk beroperasi di fintech. Alih-alih bersaing secara langsung dengan pemain seperti Ovo dan GoPay, LinkAja telah bernegosiasi untuk menjadi bagian dari kedua ekosistem mereka melalui Grab dan Gojek. November lalu, LinkAja menjadi opsi pembayaran untuk Gojek dan Grab. Dan itu adalah satu-satunya dompet digital yang dapat digunakan di Tokopedia dan Bukalapak.

Aplikasi LinkAja Sharia / LinkAja

Dalam sebuah wawancara dengan KrASIA tahun lalu, CEO LinkAja saat itu Danu Wicaksana mengatakan platform tersebut memiliki target pasar yang biasanya tidak diperhitungkan oleh platform fintech. Tidak hanya menargetkan kelas menengah; namun juga melayani kelompok berpenghasilan menengah ke bawah yang belum menikmati layanan keuangan digital. Perusahaan melakukan ini dengan menghubungkan bank-bank dan perusahaan-perusahaan milik negara. Pengguna LinkAja dapat menarik uang dari ATM BTN, BNI, BRI, dan Mandiri, dan memiliki basis pengguna yang cukup besar di kota-kota tingkat ketiga. Ini juga bekerja dengan transportasi umum dan operator jalan tol. Selain itu, pekerja Indonesia di Singapura dapat mengirimkan uang ke akun LinkAja di negara asal mereka hanya dengan SGD 2,50 dari Singtel Dash. Dengan ceruk pasarnya, akan lebih baik bagi Ovo dan GoPay untuk mempertahankan hubungan dekat dengan LinkAja milik negara daripada bersaing melawannya.

Sementara itu, sebagai pemain yang lebih baru, ShopeePay telah mengejar ketinggalan setelah mendapatkan lisensi BI pada November 2018. Awalnya, layanan ini hanya bisa digunakan pada platform e-commerce Shopee, yang telah berhasil melampaui Tokopedia sebagai platform e-commerce dengan sebagian besar orang Indonesia. pengguna bulanan aktif pada kuartal pertama 2020.

Menurut laporan triwulan Sea Group, Shopee Indonesia mendaftarkan lebih dari 185 juta pesanan dalam tiga bulan pertama tahun ini, atau rata-rata harian lebih dari 2 juta pesanan, dan lebih dari 40% pesanan kotor Shopee di Indonesia dibayar melalui ShopeePay . Itu berarti ShopeePay telah mendapatkan traksi tinggi melalui transaksi e-commerce saja.

Namun, seperti semua platform lainnya, ShopeePay juga bertujuan untuk memperluas rangkaian kasus penggunaan dan kemitraan pihak ketiga secara online dan offline. Hari ini, Anda dapat dengan mudah menemukan spanduk promosi ShopeePay di pusat perbelanjaan di seluruh Jakarta, berdampingan dengan bahan GoPay dan Ovo sendiri. Baru-baru ini juga dipasangkan dengan platform fintech “merchant-centric” yang disebut Youtap. ShopeePay mengatakan Youtap telah melipatgandakan transaksinya dengan memberinya akses ke jaringan mitra dagang yang luas, termasuk McDonalds.

Hijanto dari M2Insights percaya bahwa ShopeePay akan terus tumbuh, terutama dengan QRIS (standar kode QR Indonesia), yang dirancang untuk meningkatkan konektivitas dalam sistem pembayaran dengan menerbitkan kode tunggal ke pedagang untuk semua platform e-wallet. ShopeePay sekarang dapat digunakan untuk membayar pedagang batu bata dan mortir yang sebelumnya hanya menggunakan Ovo atau GoPay. ShopeePay juga memiliki layanan paylater yang telah terdaftar dalam tiga produk paling populer dari jenisnya pada tahun 2019, menurut Fintech Report 2019 dari DailySocial.

Masa depan fintech pembayaran di Indonesia

Pandemi COVID-19 berperan penting dalam mendorong adopsi pembayaran tanpa uang tunai tahun ini. Ovo melihat jumlah pengguna barunya tumbuh 267% setelah PSBB berlaku. Sementara itu, Gojek dan GoPay telah mengamati pertumbuhan dua digit dalam transaksi digital, termasuk untuk fitur pay-later mereka, hanya dalam sebulan setelah dimulainya wabah. Pandemi telah menjadi anugerah tak disengaja bagi startup fintech Indonesia, terutama yang memfasilitasi pembayaran mobile.

Layanan pembayaran Facebook juga dapat mengguncang lanskap bisnis fintech di Indonesia dan menjadi game-changer bagi konsumen Indonesia. Lantaran Facebook memiliki 136 juta pengguna di negara ini, sementara WhatsApp ada di lebih dari 180 juta ponsel, produk pembayaran mereka akan memacu perdagangan sosial dan penetrasi pembayaran digital.

Berbicara kepada media lokal Katadata, CEO BRI Ventures, Nicko Widjaja percaya bahwa ekosistem fintech Indonesia memiliki potensi untuk meniru lanskap pembayaran fintech di China, yang dipimpin oleh dua pemain, WeChat Pay dan Alipay. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang lebih kecil akan memilih untuk bekerja dengan mitra khusus atau bergabung dengan platform yang lebih besar. Konsolidasi dua pemain kuat adalah cara yang baik untuk memperkuat ekosistem fintech dan mempercepat pertumbuhan inklusi keuangan.

Salah satu contoh yang baik adalah platform mPOS Moka, yang baru saja diakuisisi oleh Gojek. Akuisisi ini mengintegrasikan 40.000 mitra bisnis Moka dan 500.000 pedagang Gojek. Kesepakatan ini diharapkan dapat mempercepat digitalisasi usaha kecil di Indonesia.

Dompet elektronik menghasilkan uang dalam beberapa cara — komisi dari transaksi, biaya dari pedagang dan penyedia layanan, serta biaya pengguna. Tetapi dengan tingkat adopsi yang relatif sederhana, platform dompet ponsel masih berusaha meningkatkan sebelum berfokus pada profitabilitas. Itu berarti merayu pelanggan dengan menawarkan cash back dan promosi lainnya, serta berintegrasi dengan platform e-commerce dan ride-hailing yang paling banyak.

Platform ini juga perlu memastikan pelanggan tetap setia. Mereka melakukan ini dengan membangun kemitraan yang relevan bagi pengguna mereka, atau mengakuisisi perusahaan fintech lainnya secara langsung untuk menambahkan layanan baru seperti pinjaman modal dan kendaraan investasi. Kolaborasi dengan bank konvensional dan perusahaan besar juga sangat penting, terutama di kota dan daerah non-metro.

Bank Indonesia telah mengeluarkan lisensi pembayaran kepada 50 operator e-money pada Mei 2020. Mengingat banyaknya pemegang lisensi e-money dan semakin ketatnya persaingan di antara mereka, kemungkinan kita akan melihat lebih banyak lagi dompet digital yang muncul menjadi penantang.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Influencer dan Pro Player akan Berlaga di Star Battle Nimo TV Mobile Legends Arena

Sejak pertama bergulir di pertengahan bulan Juni 2020 yang lalu Nimo TV Mobile Legends Arena. sudah mencapai babak Star Battle. Dengan mempertemukan empat tim teratas dari babak playoff, nantinya akan dibentuk tim baru yang dikombinasikan dengan influencer dan pro player Mobile Legends.

Lebih lanjut mengenai Star Battle, setelah babak playoff berakhir, masing-masing pemain dari 4 tim dari babak playoff akan dipilih secara acak untuk bersaing dalam babak Star Battle. Total 40 pemain akan membentuk 8 tim, semuanya adalah kombinasi yang terdiri dari finalis NMA, pro player, dan influencer Mobile Legends. Nantinya mereka akan saling mengadu skill dan kebolehan bermainnya sambil mengumpulkan dukungan melalui sistem voting yang dilakukan pemirsa Nimo TV.

Untuk pertama kalinya platform layanan streaming Nimo TV menghelat turnamen Mobile Legends dan terbuka untuk kalangan umum. Gelaran turnamen NMA  diharapkan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa saja yang ingin menunjukkan kebolehannya di game Mobile Legends. Indonesia sendiri terbilang memiliki banyak talenta game Mobile legends.

Jumlah hadiah yang ditawarkan turnamen Nimo TV Mobile Legends: Bang Bang Arena menembus angka ratusan juta Rupiah. Dengan jumlah hadiah yang menarik, tim esports profesional lainnya juga tidak ketinggalan mengambil bagian dalam turnamen NMA.

Sedikit cerita dari babak playoff yang lalu, semenjak awal Alter Ego Esports melaju cukup mulus dengan mengalahkan beberapa lawannya. Meskipun demikian pada momen-momen akhir terjadi pertemuan antara Alter Ego Esports dengan tim juniornya, Alter Ego X. Meskipun melalui beberapa tantangan menuju posisi puncak, tim Alter Ego Esports berhasil unggul dari 15 tim lainnya di gelaran tahap kualifikasi dan playoff.

Influencers | via: Nimo TV
Influencers | via: Nimo TV

Tentunya masih teringat jelas performa yang mengundang decak kagum dari tim Alter Ego Esports yang memenangkan babak playoff keluar sebagai jawara di babak grand final. Dengan kemenangannya Alter Ego Esports berhak membawa pulang hadiah senilai 1000 Dolar Amerika.

Di sisi lain pada gelaran NMA, Kings Esports mampu menyita perhatian dan menjadi bukti dari akan munculnya talenta baru game Mobile Legends. Kesuksesan Kings Esports sampai ke babak semi final memberikan cukup kejutan yang berarti.

Jangan sampai kelewatan aksi shoutcaster ternama seperti Ranger Emas, Pulung, Abed ansel, KB, Mongstar, Volva, dan Kornet akan memandu jalannya pertandingan Star Battle. Seluruh keseruan gelaran turnamen NMA bisa kamu saksisan secara langsung di web Nimo TV maupun aplikasinya.

Disclosure: Hybrid adalah media partner acara Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA).

TokoCabang to Disrupt Tokopedia’s Business Model

It’s been over a year that Tokopedia’s fulfillment service, TokoCabang, launched to the public. This is part of Tokopedia’s ambition to become an IaaS (infrastructure-as-a-service) platform.

TokoCabang started to disrupt Tokopedia’s core business model, which was originally a pure C2C marketplace, to becoming semi B2C.

TokoCabang is operated by a partner appointed by Tokopedia, namely PT Bintang Digital Internasional under the brand Haistar. It is an e-logistics company founded in 2018. Another partner is Titipaja, the latest business unit of Anteraja‘s last-mile logistics service.

Haistar has warehouses around Jakarta, Bandung, and Surabaya. They were also chosen as Pos Indonesia’s partners for “Haipos” in optimizing the company’s assets in Medan, Palembang, and Makassar.

According to a TokoCabang seller kit, Tokopedia merchants with a minimum reputation of Gold 1 or Official Store can utilize partner warehouses to deposit their goods so they can reach consumers faster.

Moreover, some warehouses that can be used by merchants are Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, and Haistar Makassar. Titipaja is currently available in Cililitan, Jakarta because it was just launched earlier this year. However, the company plans to expand to Bandung, Medan, Denpasar, and Pontianak.

TokoCabang practices semi B2C concept where the warehouse partners, in this case Haistar and Titipaja, will receive the fees from merchants calculated based on monthly volume. For example, if it’s over 1000 units, a fulfillment fee of IDR 2,400 per unit is charged for each item sold and a storage fee of IDR 2,000 per unit per month.

The cost is considered more efficient than merchants having to open branches with their own warehouses, also to think of labor costs, packaging costs, and warehouse expenses. This is a win-win solution created by Tokopedia for all stakeholders.

This pandemic limits mobility, including in meeting daily needs. As result shopping patterns tend to shift from offline to online. The number of online sellers has increased.

According to the company’s internal records, there were one million new sellers to 8.3 million in May 2020 within three months.

A game-changer in the e-commerce sector

Tokopedia’s solution can be said to be different from what other B2C e-commerce platforms offer, for example, Blibli, Lazada, and JD.id.

All B2C players multiply physical assets, in the form of warehouses, to store items for sale. Having a warehouse that is spread out at several points in each city means a shorter delivery distance. Delivery time will be much shorter and shipping costs paid by consumers will be even cheaper.

Earlier this year, Blibli plans to add warehouses to 21 units, as well as hubs and mobile hubs, to 43 units to accelerate delivery. JD.id currently has 11 warehouses around Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, and Makassar. Whereas Lazada has 12 warehouses and 75 hubs. The largest ones are in Cilodong, Makassar, Surabaya, and Balikpapan.

This month, Tokopedia is to expand TokoCabang in Makassar, Medan, and Palembang. Since it was launched in Jakarta, Bandung, and Surabaya, sellers who take advantage of this do not need to consider operational issues – both when receiving orders, packing, and even delivering to couriers, especially when facing surging demand.

Tokopedia’s Head of Fulfillment Erwin Dwi Saputra explained, during the pandemic, there was a significant jump in the number of orders handled by TokoCabang by 2.5 times in the second quarter compared to the first quarter of this year.

One of TokoCabang consumers is Big Bad Wolf event, which holds an online book bazaar on May 27-May 3 and June 24-30. Hundreds of thousands of books are sold, packaged, and distributed to various regions faster through the TokoCabang.

Consumers who choose services through Tokopedia can utilize the “Dilayani Tokopedia (Fulfillment by Tokopedia)” filter on the search page.


The original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

VSPN awali Ekspansi Internasional dengan Membuka V.SPACE di Korea Selatan

Tournament organizer asal negeri tirai bambu, VSPN baru saja melakukan ekspansi internasional dengan membuka V.SPACE di Korea Selatan. Dengan dibukanya V.SPACE, VSPN memulai langkah pertama sebagai bagian dari ekspansinya ke kancah esports internasional.

Di skena lokal Tiongkok sendiri, VSPN juga sudah berhasil mendirikan dan mengelola 2  esports complex di Shanghai dan Chengdu. Secara bisnis, esports dinilai membawa dampak ekonomi yang menjanjikan. Hal ini juga bisa dilihat melalui inisiatif pemerintah daerah di beberapa tempat di Tiongkok yang berlomba menjadikan kotanya sebagai esports hub Tiongkok.

Dongdaemun area | via: Facebook VSPN
Dongdaemun area | via: Facebook VSPN

Sejak didirikan di tahun 2016, VSPN  sudah banyak dipercaya dan mengumpulkan penglaman dalam hal menjalankan perhelatan esports bergengsi dan berskala besar. Tidak lama kemudian, di tahun 2017 VSPN mendapatkan seri pendanaan dari dari beberapa venture capital antara lain: Sequoia Capital China, Focus Media, dan China Media Capital.

Seolah tidak puas dengan dominasi di skena lokal Tiongkok, VSPN juga pernah menajalankan proyek di beberapa negera lain. PUBG Mobile Club Open Spring 2019 yang digelar di ICE BSD, Indonesia adalah salah satu turnamen yang dihelat oleh VSPN di luar Tiongkok.

Adapun VSPN menjatuhkan pilihan untuk membangun V.SPACE di daerah Dongdaemun. Dongdaemun seakan menjadi pilihan yang tepat karena sudah terlebih dulu mempunyai reputasi sebagai daerah yang mempertemukan industri fashion dan lifestyle di Korea Selatan bahkan secara global. Nantinya kehadiran V.SPACE tidak akan hanya difungsikan sebagai sekadar venue bagi turnamen esports, tetapi juga terbuka untuk pameran, konferensi pers dan kegiatan lainnya.

PMCO SEA Spring 2019 | via: YouTube
PMCO SEA Spring 2019 | via: YouTube

Di kesempatan yang lain, Wakil Presiden VSPN, Chenfan Wang  pernah menyampaikan kepada The Esports Observer, “industri esports Tiongkok secara keseluruhan juga turut memperhatikan pasar esports secara global, termasuk juga Asia Tenggara.”

Fenomena berkembangnya esports sebagai industri baru yang dinamis perlahan juga mendapatkan sentimen yang positif dari pemerintah Tiongkok. Tahun-tahun belakangan ini pemerintah Tiongkok menggodok rencana agar di beberapa kota disiapkan stadion khusus untuk gelaran esports. Dalam kurun waktu singkat kota-kota pusat bisnis di Tiongkok juga membangun infrastruktur yang bertujuan untuk mendukung kegiatan esports seperti di Shanghai dan Shenzen.

 

 

Raksasa E-commerce Korea Selatan “Coupang” Akuisisi Aset Digital Hooq

Coupang Corp. selaku raksasa e-commerce Korea Selatan dikabarkan telah membeli aset platform video streaming Hooq. Kabar ini pertama kali dirilis Bloomberg, mengutip dari narasumber yang dekat dengan kesepakatan.

Tidak disampaikan detail mengenai nilai akuisisi. Yang jelas, aset digital Hooq akan dijadikan bahan bakar Coupang dalam berkompetisi di pasar OTT setempat. Sebelumnya Netflix (jadi yang terpopuler saat ini) juga sudah terlebih dulu hadirkan layanan video streaming di sana.

Di Korea Selatan, Coupang menjadi pemain kunci di sektor e-commerce. Startup yang didukung SoftBank Vision Fund, Sequoia Capital, dan sejumlah investor ini telah membukukan valuasi sekitar US$9 miliar. Tahun ini, perusahaan yang didirikan Bom Kim ini menginjak usia 10 tahun.

Di Asia Tenggara, Hooq menyudahi layanannya per April 2020 lalu. Disebabkan para pemegang saham mayoritas yang mengajukan likuidasi dengan dalih ingin fokus ke bisnis utama. Mereka menilai model bisnis video streaming yang dijalankan Hooq kurang signifikan hasilnya.

Cakupan Hooq fokus pada konten film dan serial televisi lokal. Termasuk memungkinkan pengguna untuk melakukan streaming tayangan televisi melalui aplikasi. Pendekatan konten orisinal juga sudah diupayakan, namun apa daya pasar kurang menyambut baik.

Hooq juga sajikan film Hollywood dan Asia, ini mungkin juga bisa jadi salah satu aset komplementer yang bisa dimanfaatkan Coupang untuk memulai layanan video streaming-nya, selain teknologi/perangkat lunak yang dimiliki Hooq itu sendiri.

EA Adakan Reality Show tentang The Sims, Berhadiah Rp1,4 miliar

EA bekerja sama dengan TBS untuk membuat reality show tentang The Sims, berjudul The Sims Spark’d. Dalam reality show tersebut, 12 kontestan akan bertanding untuk menyelesaikan berbagai tantangan desain dalam The Sims untuk memenangkan hadiah sebesar US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar).

Ada tiga juri dalam The Spark’d yaitu YouTuber Kelsey Impicciche, penulis lagu Tayla Parx, dan developer Maxis Dave Miotke. Sementara itu, mantan finalis American Idol, Rayvon Owen akan menjadi host dari reality show ini. Dimulai pada 17 Juli 2020, The Spark’d akan terdiri dari 4 episode, yang akan disiarkan di TBS pada hari Jumat dan Sabtu serta diunggah ke channel YouTube milik BuzzFeed, “Multiplayer.”

“Sejak The Sims pertama kali diluncurkan, game ini selalu memberikan pengalaman bermain yang unik, memungkinkan pemain untuk membuat dan menjalani cerita yang mereka buat dalam game,” kata The Sims General Manager, Lyndsay Pearson, seperti dikutip dari Games Industry.

Pearson mengatakan, sama seperti reality show lain, para kontestan dalam The Spark’d akan diminta untuk melakukan berbagai tugas dan para juri akan menilai kreativitas mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. Melalui reality show The Sims ini, dia ingin menunjukkan apa saja yang pemain dapat lakukan dalam The Sims. Pada akhirnya, EA berharap reality show tersebut akan menarik pemain baru.

Kepada The Verge, Pearson berkata, “Ketika Anda tidak tahu apa-apa tentang game seperti The Sims, Anda mungkin akan bingung saat memainkannya. Anda mungkin lalu tertarik ketika melihat apa yang para YouTuber lakukan di The Sims. Namun, reality show dapat menunjukkan pada para penonton tentang orang-orang yang membuat ciptaan unik di The Sims. Dan mereka akan memberikan penjelasan lengkap tentang cara mengatasi tantangan yang ada. Semua ini akan membuat Anda semakin tertarik untuk mencoba bermain.”

EA juga akan memasukkan tantangan dalam The Spark’d ke game The Sims. Per 17 Juli 2020, The Sims 4 akan memiliki sekumpulan tantangan serupa dalam reality show ini. Hal ini diharapkan akan mendorong para pemain pemula untuk membuat sesuatu dalam game. The Spark’d bukanlah reality show pertama yang dikaitkan dengan game. Pada Agustus 2019, First Media mengadakan ajang First Warrior dalam usaha mereka untuk menggabungkan elemen esports dan reality show.

Menyiasati Transformasi Digital yang Tepat di Tengah Pandemi

Lebih dari tiga bulan lamanya, semua bisnis terhantam oleh pandemi Covid-19. Berbeda dengan krisis sebelumnya, kini ada teknologi digital yang dapat dimanfaatkan agar bisnis tetap bertahan. Karena pertimbangan ini, akhirnya korporasi besar mantap untuk terjun ke digital setelah sebelumnya baru sampai evaluasi.

Pun demikian untuk startup rintisan, go digital menjadi suatu dorongan yang harus dilakukan segera. Pasalnya, dibantu oleh ekosistem digital yang mulai terbentuk, transformasi digital akan jauh lebih cepat prosesnya. Kelebihan lainnya adalah bisnis jadi lebih efisien dan operasional bisnisnya jauh efektif.

Dalam membahas topik di atas, #SelasaStartup kali ini mengundang para pembicara yang pakar dibidangnya masing-masing untuk memberikan kiat-kiatnya untuk transformasi digital bagi startup yang baru dirintis. Ada Founder & CEO HijUp Diajeng Lestari, Country Marketing Lead of Dell Indonesia Aji Jayaloka, dan Digital Content Creator Ario Pratomo. Berikut rangkumannya:

Lebih cerdik mengemas produk

Diajeng menuturkan, pandemi ini membuat para pemilik bisnis harus kembali melihat jumlah karyawan. Menurutnya ukuran kesuksesan buat perusahaan, bukan dari jumlah karyawan. Apalagi saat pandemi ini, pemilik bisnis harus lebih hati-hati karena semua industri punya tantangan masing-masing, terutama yang bergerak di kebutuhan sekunder dan tersier.

Lalu agar produk yang dijual menonjol, cara membungkusnya dengan membentuk karakter dan keunikan untuk memperlihatkan kualitas. Apalagi buat produk yang semakin umum, value-nya akan semakin kecil, konsep ini bisa dilakukan. Bila bersaing harga, saingannya akan terlalu banyak karena lawannya adalah penjual di marketplace C2C.

“Kuncinya ada di produk itu sendiri harus diceritakan seperti apa value-nya. Kalau kita investasi ke kualitas, bisa story telling bagaimana menyajikan produk dengan baik, kita bisa tetap bersaing sekalipun jualan produk yang sangat common,” kata Diajeng.

Karena harus meminimalkan budget pengeluaran, maka startup bisa memanfaatkan platform yang sudah ada. Bisa mulai dari berjualan di platform marketplace yang sudah terkenal, daripada harus bangun situs sendiri dari awal yang lebih makan waktu dan biaya.

Setelah itu, pebisnis mulai fokus menjalankan strateginya untuk menarik pembeli bukan penetrasi strategi dengan pasang iklan di mana-mana. “Bagaimana produk kita bisa atraktif ya caranya dengan story telling.”

Menyesuaikan cerita dengan target pengguna

Menyambung dari pernyataan Diajeng, Ario menambahkan cara ia dalam membuat konten ke dalam berbagai platform online, sejatinya juga dapat diaplikasikan untuk berjualan produk. Biasanya cara yang ia lakukan adalah membuat topik besar yang ia tuangkan ke dalam platform YouTube atau audiens podcast.

Kemudian ia meneruskan konten tersebut ke platform lainnya seperti Instagram, TikTok, Twitter yang dikemas ulang agar sesuai dengan audiensnya. “Konten harus informatif, tapi jangan lupa untuk entertaining dengan caranya sendiri. Strategi hardsale itu sekarang sudah tidak begitu kerja, sudah bukan zamannya lagi,” terang Ario.

Diajeng menambahkan dalam implementasi story telling di Hijup, ia terapkan saat pertama kali merintis usahanya tersebut. Pada saat itu, produk pertama Hijup adalah jilbab, maka dari situlah ia bercerita dengan menyesuaikan target konsumennya.

“Saya sempat buat buku untuk menceritakan soal jilbab itu sendiri. Kontennya diambil dari berbagai pertanyaan orang-orang yang saya dapatkan. Strategi ini sesuai karena target konsumen kita adalah 24-35 tahun, usia kerja, sudah berkeluarga, dan ada yang sudah punya anak. Pengembangan konten berikutnya tinggal disesuaikan dari situ.”

Menyiapkan perlengkapan yang mumpuni

Aji melanjutkan, sebelum terjadi pandemi transformasi digital di mata korporasi adalah bagian dari investasi. Akan tetapi, sekarang sudah menjadi bagian dari bisnis. Untuk mulai go digital, maka pebisnis harus cek kebutuhannya, lihat kompetensi diri sendiri agar tahu cara mengembangkan produk.

“Itu sudah masuk ke dalam komponen proses transformasi digital. Tujuannya agar kita jadi lebih kreatif, bisa dengan kolaborasi dengan konten kreator,” tutur Aji.

Dalam mencari celah model bisnis digital yang tepat guna, menurutnya dapat dimulai dari pengadaan hardware untuk penunjang kerja. Minimal harus tahu spesifikasi laptop yang tahan banting dan mumpuni dipakai sehari-hari, pun untuk quality control dan after sales-nya seperti apa.

Dari sekian banyak teknologi yang dapat dimanfaatkan, bila sesuai dengan kebutuhan pasti akan membawa manfaat. Misalnya suatu startup yang ingin tumbuh, agar dapat mencolok dibandingkan kompetitornya, bisa menggunakan AI atau machine learning yang mampu memberikan insight mendalam untuk strategi bisnis ke depannya.

“Tapi sekali lagi harus jeli karena sekarang cash is the king. Harus tahu aspek digital transformation mana yang kita tuju,” tutupnya.

*Disclosure: #SelasaStartup edisi ini didukung oleh Dell dan McAfee

Samsung Bawa Fitur Kamera Flagship ke Galaxy A51 dan A71

Samsung telah merilis update firmware baru untuk pemilik smartphone Galaxy A51 dan Galaxy A71. Update kali ini cukup istimewa, sebab Samsung membenamkan fitur kamera yang sebelumnya hanya ada di smartphone flagship seri Galaxy S atau Note.

Pertama single take, di mana memungkinkan pengguna mengambil banyak foto sekaligus hanya dengan mengklik tombol shutter satu kali. Lalu, my filters yang memungkinkan pengguna berkreasi dengan berbagai filter khusus yang lebih dramatis.

Kemudian, ada juga fitur night hyperlapse yang berguna untuk mengambil foto pada kondisi minim cahaya. Selain itu, pengguna juga mendapatkan fitur Quick Share dan Music Share, serta pembaruan untuk aplikasi keyboard dan Gallery.

Pengguna Galaxy A51 dan A71 bisa menerjemahkan teks langsung dari tray keyboard. Serta, fungsi undo dan redo dengan sapuan dua jari ke kiri atau ke kanan pada keyboard.

Pada aplikasi Gallery, fitur Clean View akan mengelompokkan 100 foto dan Quick Crop memungkinkan pengguna untuk memotong gambar ketika sedang melakukan zoom. Tentu saja, pembaruan dengan nomor build A515FXXU3BTF4 untuk A51 dan A715FXXU2ATG1 untuk A71 juga meningatkan stabilitas sistem secara keseluruhan dan mungkin perbaikan bug.

Sumber: GSMArena