Tantangan dan Digitalisasi Pengajuan KPR di Indonesia

Kita telah melihat berbagai inovasi di sektor proptech, seperti aplikasi listing properti atau sewa hunian. Namun, inovasi kian berkembang sejalan dengan semakin matangnya ekosistem digital dan besarnya kebutuhan masyarakat. Inovasi ini adalah digitalisasi pada pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang menjadi salah satu isu kompleks pada pembelian hunian.

Menurut Co-founder & CEO IDEAL Albert R. Surjaudaja, pengajuan KPR memiliki sejumlah tantangan pelik dan telah banyak dialami oleh banyak orang. Di samping itu, upaya untuk mendigitalisasi pengajuan KPR dinilai memiliki peluang mengingat permintaan pasar hunian di Indonesia masih sangat besar.

Pada sesi #SelasaStartup, Albert berbagi pandangan tentang tantangan pengajuan KPR, pengembangan inovasi, hingga upaya memvalidasi masalah.

Tantangan KPR

Mengapa perlu ada digitalisasi pengajuan KPR? Albert menyebut ada empat tantangan besar yang dihadapi oleh calon pembeli. Pertama, calon pembeli terkadang mengalami kebingungan untuk memulai prosesnya dari mana. Mereka jadi sulit menemukan akses untuk mencari pilihan properti yang tepat.

“Yang terlibat dalam pengajuan KPR ada banyak, seperti bank, perusahaan pembiayaan, agen, dan pengembang. Mereka bingung mau ke mana dulu. Selain itu, tidak ada tempat yang dapat menjadi tujuan utama bagi mereka untuk mengeksplorasi pilihan dan mencari informasi,” tutur Albert.

Kedua, tak sedikit calon pembeli yang yakin terhadap kelayakan KPR. Keraguan ini dapat membuat mereka menjadi urung untuk mengajukan KPR dan memperlambat proses dengan adanya kewajiban lain yang perlu diselesaikan. Ketiga, proses pengajuan KPR masih sangat manual. Perlu banyak komunikasi ke sejumlah pihak yang terlibat.

Karena proses yang manual tersebut, jalur informasi dan pengajuan menjadi tidak satu pintu. Contohnya, pengiriman dokumen harus dikirim berkali-kali dan terkadang dilakukan oleh agen/pihak berbeda. Belum lagi, dokumen yang diminta bersifat sensitif, seperti Kartu Keluarga dan KTP, sehingga berisiko disalahgunakan oleh oknum tertentu.

“Keempat, orang-orang belum sepenuhnya paham dengan pembelian rumah. They don’t know what they’re signing up for. Misal, soal floating. Mereka tidak pernah bertanya dan tidak sadar dampaknya. Tidak ada standardisasi juga dengan kualitas para agen atau pihak lain. Berbeda dengan era setelah ada platform seperti Gojek,” tambahnya.

Hibrida dan inovasi

Albert meyakini pendekatan hibrida atau offline-online, diperlukan untuk menjangkau pasar di sektor proptech. Hal ini karena pembelian rumah merupakan keputusan yang sangat personal, memiliki jangka panjang, dan membutuhkan biaya sangat besar. Prosesnya juga memakan waktu dan sangat kompleks.

Dalam hal ini, IDEAL tidak mencoba untuk mendigitalisasi proses pengajuan KPR sepenuhnya. Hal tersebut tercermin dari fitur yang dikembangkan di mana pihaknya menggabungkan interaksi offline dan online untuk mengakomodasi kebutuhan konsumen. Misalnya, proses pengajuan dokumen dilakukan secara digital, tetapi penyedia platform tetap menyediakan SDM yang dapat membantu calon pembeli untuk menemukan properti yang mereka cari.

Dari sisi pengembangan teknologi, ada banyak proses pada pengajuan KPR yang dapat didigitalisasi. Misalnya, fitur untuk mengecek kredibilitas seseorang dalam mengajukan KPR secara instan. Albert berujar fitur ini didukung oleh teknologi di belakangnya, seperti credit scoring.

Ada juga fitur di mana algoritma yang dapat menampilkan berbagai pilihan hunian dari mitra pengembang. Pengguna juga dapat melakukan simulasi DP sampai pembayaran cicilan dengan kurasi rekomendasi tertentu.

Validasi dan strategi

Validasi masalah menjadi salah satu kunci terhadap pengembangan solusi, dan hal tersebut telah dibuktikan Albert lewat riset internal yang dilakukannya. Menurutnya, hampir semua responden menyebut bahwa pengajuan KPR merupakan masalah yang kompleks di Indonesia.

Maka itu, digitalisasi pada pengajuan KPR dinilai menjadi salah satu solusi bagi generasi Y dan Z yang semakin terbiasa dengan pemanfaatan teknologi. Kedua generasi ini merupakan segmen yang memiliki perilaku digital dalam keseharian, seperti memesan makanan atau membeli tiket.

Ia juga menambahkan, meski sektor proptech Indonesia saat ini sebagian besar diisi oleh platform penyedia listing properti atau home discovery, hal tersebut akan membuka peluang kolaborasi untuk menyediakan layanan pengajuan KPR secara end-to-end.

“Kita ingin mengubah perilaku konsumen bahwa tidak semua [proses] harus dilakukan secara offline. Memang realisasi orang membeli rumah melalui online masih sangat jauh di sini. Namun, digital justru membuat semua proses itu menjadi efisien,” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

AC Ventures Tutup Putaran Pertama Dana Kelolaan ke-5 Senilai 2,4 Triliun Rupiah

AC Ventures (ACV) dilaporkan telah menutup putaran pertama dana kelolaan kelima (Fund V). Dari target sebesar $250 juta atau setara 3,7 triliun Rupiah, ACV telah mengumpulkan 65% atau sekitar $162,5 juta atau setara 2,4 triliun Rupiah, yang sebagian besar berasal dari Limited Partner (LP) pada dana kelolaan sebelumnya.

“Kami berinvestasi pada digitalisasi di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. Tahun lalu, PDB dari sektor digital Indonesia mencapai $70 miliar dan diproyeksi tumbuh lebih dari $350 miliar dalam lima tahun ke depan. Kami telah membangun ekspertis melalui pengalaman berinvestasi selama ini, terutama pada commerce, fintech, dan UMKM,” ujar Co-founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li sebagaimana diberitakan Techcrunch.

Berdasarkan data yang dihimpun DailySocial.id, ACV telah berinvestasi ke sebanyak 22 startup selama sembilan bulan terakhir di 2022 melalui Fund V, termasuk di antaranya SkorLife, KLAR, Esensi Solusi Buana (ESB), Atma, IDEAL, dan BRIK.

Menurut Adrian, meski ACV terbilang agnostik, Fund V akan difokuskan pada sektor baru, termasuk climate tech. Untuk startup tahap awal, ticket size yang dikucurkan berkisar $2 juta, dan sebagian besar dana akan disimpan untuk investasi lanjutan (follow-on investment).

Sebagai informasi, ACV terakhir menutup dana kelolaan ketiga (Fund III) senilai $205 juta atau Rp3 triliun. Sebagian dari Fund III sudah diinvestasikan sejak penutupan pertama pada Maret 2020. Adapun, International Finance Group (IFC) milik Bank Duni dan Disrupt AD milik Abu Dhabi Developmental Holdings bergabung menjadi LP pada dana kelolaan ini.

Sementara, dana kelolaan keempat (Fund IV) dijalankan oleh tim berbeda dengan fokus pada Malaysia. Secara keseluruhan, total portofolio ACV di Indonesia dan Asia Tenggara telah mencapai 120, termasuk Xendit, Shipper, Aruna, Carsome, dan Stockbit.

Melanjutkan suksesi unicorn IPO

Menurut Adrian, investor global tertarik dengan Asia Tenggara karena menunjukkan pertumbuhan pasar yang semakin mature, ditandai dengan melantainya GoTo dan Bukalapak di bursa saham, serta meningkatnya investasi di tahap later-stage dan secondary exit. Adapun, LP pada Fund V berasal dari Asia Utara, Amerika Serikat, Eropa, hingga Timur Tengah.

Ia juga menyebut pihaknya memainkan strategis yang sukses untuk tetap fokus menjadi investor tahap awal. Artinya, ACV ingin mendukung startup hingga pada titik posisinya menjadi valuable dalam membantu founder membangun bisnis.

ACV umumnya berinvestasi ke 30-35 startup per fund dan menyimpan sebagian untuk investasi lanjutan dengan rasio 20:1 bagi startup yang dapat menciptakan value. Per tahunnya, ACV mengucurkan investasi ke 10-12 startup melalui fund miliknya, dan tren ini akan terus berlanjut meskipun iklim investasi di global melambat.

Adrian berujar bahwa ACV lebih fokus berinvestasi pada startup tahap awal karena sejumlah alasan. Pertama, ACV dapat terlibat dengan para founder untuk merekrut key talent dan berbagai pedoman operasional mereka. Seiring dengan pertumbuhan tim, ACV dapat membantu founder untuk membentuk fundamental pada budaya kerja, komunikasi, dan talent.

“Selain itu, kami berinisiatif untuk mendorong kemitraan dengan konglomerat dan para pemangku kepentingan di Indonesia untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis startup. Misalnya, kemitraan startup fintech dan bank untuk memperluas akses pinjaman,” ujarnya.

Fokus pada bisnis

Adrian juga memberikan sejumlah catatan penting terkait situasi ekonomi saat ini dan dampaknya terhadap startup. Ia melihat bagaimana valuasi startup di semua tahap (stage) sampai turun sebesar 30%-40%. Namun, di sisi lain ia juga melihat ada perkembangan kualitas pada para founder. 

Situasi ini justru menjadi momentum yang tepat bagi founder untuk lebih fokus terhadap kualitas metrik dan product-market fit sebelum memulai untuk meningkatkan skala bisnisnya. Ia menekankan pentingnya untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan situasi pasar saat ini.

“Saya pikir ketika [mendapatkan] investasi menjadi hal mudah tahun lalu, sejumlah startup yang mengejar pertumbuhan topline justru meningkatkan skala bisnis terlalu cepat sebelum waktunya. Hal itu bukan cara efisien untuk menggunakan modal, tetapi mencoba meraih pangsa pasar dan mendapat [investasi] pada putaran berikutnya. Jadi, saat-saat seperti ini menjadi momentum baik bagi founder dan investor.” Tutupnya.

Startup Agritech “Glife” Perkuat Pasar di Indonesia Usai Kantongi Pendanaan 45 Miliar Rupiah

Startup agritech asal Singapura, Glife Technologies, siap memperkuat pasarnya di Indonesia usai mendapat pendanaan seri A1 sebesar $3 juta atau setara 45 miliar Rupiah dari Tin Men Capital. Pendanaan ini juga akan digunakan untuk berinvestasi pada infrastruktur teknologi untuk supply chain.

Ini merupakan putaran lanjutan dari pendanaan seri A sebesar $4,96 juta yang diperoleh Glife pada November 2021, serta pendanaan setelahnya sebesar $2,9 juta oleh investor terdahulu di Mei 2022. Dengan tambahan ini, Glife telah mengumpulkan total pendanaan sebesar $13 juta untuk mendukung operasional di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Adapun, Tin Men Capital bergabung dengan investor terdahulu Glife, yakni Heliconia Capital yang merupakan anak usaha investasi milik Temasek Holdings, serta Hibiscus Fund, dana kelolaan milik RHL Ventures (Malaysia) dan KB Investments (Korea Selatan).

Dalam keterangan resminya, Co-founder & Deputy CEO Glife Technologies Caleb Wu mengungkap, pendanaan ini telah menandai keyakinan investor terhadap model bisnis Glife dalam memenuhi pasokan pangan dengan memberdayakan petani dan teknologi di kawasan Asia Tenggara.

“Kami ingin terus meningkatkan efisiensi dan transparansi pada rantai pasokan pangan, serta mengembangkan solusi yang dapat memajukan petani-petani kecil di kawasan ini. Pendanaan ini akan memperkuat solusi dan mengakselerasi visi kami dalam membangun masa depan pangan,” tutur Wu.

Sementara Co-founder Tin Men Capital Murli Ravi menambahkan, “Pandemi telah berdampak terhadap rantai pasokan  hingga ke konsumen, dan pemodal ventura harus mendukung upaya pelaku industri untuk merangkul inovasi dan mengintegrasikan tujuan ini. Rekam jejak Glife sejalan dengan misi Tin Men untuk membawa teknologi pada industri yang belum terdigitaliasi dan dampak positif bagi masyarakat dalam jangka panjang,” jelasnya.

Pasar Indonesia

Berdiri di 2018, Glife menawarkan solusi B2B yang terintegrasi secara vertikal bagi ekosistem pangan di Asia Tenggara. Dalam empat tahun terakhir sejak berdiri, mereka mengaku mengantongi pertumbuhan hingga 30x lipat. Glife kini melayani 2.500 klien di industri HORECA dan 1000 petani di Asia Tenggara.

Dengan berkembangnya digitalisasi pada rantai pasokan makanan di kawasan ini, Glife berencana untuk meluncurkan marketplace bagi merchant dan supplier F&B di kuartal IV 2022. Caleb menyebutkan bahwa pihaknya membidik pertumbuhan pangsa besar di pasar Indonesia.

Adapun, marketplace untuk B2B ini akan mengagregat permintaan kebutuhan pasokan makanan dari restoran dan menyocokannya dengan ketersediaan supplier. Dengan demikian, pemilik restoran punya akses dan harga lebih baik terhadap berbagai variasi produk. Selain itu, pihaknya juga akan memperkuat infrastruktur teknologi sebagai fondasi dari solusi digital supply chain secara end-to-end yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan bagi ekosistem F&B.

Agrikultur dan pangan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi dan GDP di Asia Tenggara. Di Indonesia saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian menyumbang PDB sebesar Rp2,25 kuadraliun di sepanjang 2021 atau mewakili 13,28% dari total PDB nasional. Sektor ini mencakup pertanian, peternakan, kehutanan, hingga perikanan. 

Para pelaku startup agritech di tanah air berupaya untuk mengatasi sejumlah tantangan utama yang kerap dialami petani kecil, seperti gagal panen, tidak adanya modal usaha, atau keterbatasan akses untuk menjual hasil panennya. Mereka berupaya menawarkan solusi yang dapat membantu petani dari hulu ke hilir, seperti membantu mengolah, mendistribusikan hasil panen, hingga memfasilitasi pinjaman usaha. 

Alodokter Meluncurkan Fitur Kuliah Online “Alomedika eCourse”

Startup healthtech Alodokter meluncurkan fitur kuliah online Alomedika eCourse bagi para dokter. Fitur ini diklaim sebagai yang pertama dihadirkan oleh startup healthtech di Indonesia, dan telah diakui oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kursus online resmi.

Sebagai informasi, Alomedika merupakan platform komunitas dokter yang diluncurkan pada 2019. Platform tersebut dikembangkan agar seluruh dokter di Indonesia dapat memiliki akses terhadap pengetahuan, informasi, dan tren terkini seputar dunia medis.

Co-founder & President Director Alodokter Suci Arumsari mengatakan era digitalisasi di dunia medis berkembang sangat pesat. Sementara, dokter menjadi kunci utama dalam memberikan layanan kesehatan.

“Semakin berkualitas dokter di kalangan masyarakat, semakin baik pula kualitas kesehatan. Ini semua sesuai dengan komitmen Alodokter memberikan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat Indonesia,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Sementara, Senior Vice President Alomedika dr. Andi Marsali menambahkan fitur ini menjadi salah satu upaya untuk memberdayakan seluruh dokter melalui fasilitas keilmuan dan dukungan profesi dalam bentuk Satuan Kredit Profesi (SKP).

“Kolaborasi kami dengan IDI memungkinkan ini semua. Kami memberikan beragam cara bagi dokter untuk meraih SKP di Alomedika, seperti menyimak artikel Continuing Medical Education (CME), mengikuti program webinar mingguan, dan kini tinggal mengikuti eCourse,” jelasnya.

Alomedika eCourse masuk dalam kategori program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB), dokter peserta akan memperoleh SKP apabila menyelesaikan modul. Sekadar informasi, SKP dibutuhkan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai salah satu syarat memperpanjang Surat Izin Praktik (SIP) dokter.

Menariknya, seluruh poin SKP beserta sertifikat akan otomatis tersimpan pada akun pengguna dan dapat diunduh. Adapun, Alomedika eCourse membekali pre-test dan post-test di awal dan akhir modul. Selain itu, modul-modul tersebut akan dipandu oleh para dokter senior dari seluruh spesialis dan cabang ilmu kedokteran.

Untuk saat ini, modul-modul tersedia mulai dari treatment, studi, hingga penemuan baru dengan topik meliputi pendekatan klinis kasus nyeri, penanganan depresi, advanced suturing course, dan beberapa modul kegawatdaruratan sehari-hari.

Tak ketinggalan, dokter peserta dapat mengajukan topik menarik agar tetap berperan aktif dalam mengikuti perkembangan ilmu di dunia medis. Menurut pihak Alodokter, kegiatan ini memungkinkan Alomedika eCourse tetap dapat menghadirkan modul-modul keilmuan ter-update dan diminati para dokter.

Pengembangan inovasi

Dalam dua tahun terakhir, Alodokter terus menggencarkan pengembangan produk baru untuk memperkuat posisinya di pasar healthtech Indonesia, terutama menyambut pasca-pandemi nanti. Di tahun lalu, Alodokter meluncurkan layanan epharmacy Aloshop untuk mengakomodasi kebutuhan lebih dari 30 juta penggunanya.

Bagi perusahaan, Aloshop disebut sebagai epharmacy pertama yang berkomitmen penuh untuk bermitra dengan supply chain terpercaya di Indonesia. Aloshop juga menawarkan model bisnis yang sustainable dengan harga produk terjangkau pada kisaran 5%-20% di pasar epharmacy Indonesia.

Kemudian, Alodokter juga memperkenalkan fitur tes batuk yang di-embed ke dalam layanan telekonsultasinya. Untuk menghadirkan tes batuk jarak jauh ini, Alodokter menggandeng dengan perusahaan teknologi diagnosis kesehatan digital ResApp yang berbasis di Australia.

Suci sempat mengungkap bahwa fitur tersebut dapat memudahkan dokter untuk melakukan remote diagnostic pada suatu penyakit dan memberikan perawatan secara lebih efisien.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Awal Startup Web3 “Playground”

East Ventures dan Mirana Ventures memimpin pendanaan pra-awal Playground, platform Web3 gaming dan NFT asal Singapura. Putaran ini juga diikuti Arc Capital (private crypto fund yang terafiliasi dengan Pintu), James Z (Founder Jambo), Adam Levinson Murali Abburi, Benjamin Zhu, serta sejumlah eksekutif senior dari perusahaan blockchain ternama.

Managing Partner di East Ventures Koh Wai Kit mengatakan, “Kami mendukung founder terbaik dalam membangun bisnis jangka panjang. Kami harap dapat bermitra dengan tim Playground untuk membangun platform game dan entertainment generasi berikutnya bagi pengguna Web3.”

Playground didirikan untuk mengatasi kesenjangan informasi di era Web3. Pesatnya pertumbuhan proyek entertainment berbasis blockchain sering kali diikuti oleh informasi yang terfragmentasi, seperti subjektif, ketinggalan zaman, atau tidak dapat diandalkan. Hal tersebut dinilai menghalangi adopsi massal Web3, terutama di sektor hiburan.

Terlepas dari pengalamannya di blockchain, Founder & CEO Playground Clinton Teh mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan proses penemuan, baik mencari memverifikasi, dan mengumpulkan informasi tentang game Web3 dan NFT dengan konsep kepemilikan digital dan desentralisasi ini. Maka itu, Playground dibangun sebagai one-stop platform yang akan menjembatani kesenjangan informasi bagi semua pengguna Web3 dengan fokus pada pengalaman dan legitimasi.

“Kami meyakini semua pengguna harus dapat merasakan pengalaman seamless dalam mempelajari proyek-proyeknya, dari mulai menerima informasi faktual hingga merasakan langsung game tertentu. Playground diposisikan secara unik untuk mengatasi masalah ini dengan pemahaman mendalam tim terhadap konten Web3 yang beragam dan dinamis. Visi kami adalah menjadi platform terpercaya untuk semua penemuan hiburan Web3,” tambah Clinton.

Playground didukung oleh founding team yang memiliki pengalaman luas di dunia Web2 dan Web3, karier di berbagai perusahaan teknologi terkemuka termasuk Binance, Classpass, dan Tencent, serta melibatkan decentralized autonomous organizations (DAO). Adapun, Clinton Teh sebelumnya memimpin sejumlah inisiatif strategis di Web3 dan NFT.

Nantinya, pengguna dapat menemukan berbagai proyek Web3 yang terpercaya secara interaktif, serta dapat mengikuti pembaruan dan pencapaian untuk proyek baru dan existing. Selain itu, pengguna dapat berinteraksi dan berbagai ide dengan ekosistem dan komunitas  di platform tersebut.

Pasar Web3

Web3 menjadi salah satu tren teknologi yang tengah diminati di Indonesia. Adopsinya terbilang masih dalam tahap awal mengingat sejumlah pemangku kepentingan masih mengeksplorasi use case yang tepat, terutama yang dapat diadopsi secara masif. 

Beberapa yang sudah proven di Indonesia di antaranya adalah kripto, NFT, dan Web3 gaming. Sebagai gambaran, Emergen Research melaporkan nilai pasar Web3 di global sebesar $3,2 miliar di 2021 dan diproyeksi menembus $81,5 miliar di 2030. 

Sebelumnya, venture capitalist Eddi Danusaputro sempat berujar bahwa Web3 punya potensi besar untuk dikembangkan. Hanya saja, use case Web3 belum banyak dan belum dapat menyelesaikan masalah keseharian, misalnya smart contract atau invoice financing dengan Blockchain.

“Sebetulnya, use case seperti smart contract ini sudah ada dikembangkan di Indonesia, tetapi traction-nya belum besar. No disrespect to NFT atau game, ini akan menjadi produk yang nice to have saja, belum untuk sehari-hari. Saya firm believer, saya sangat suka Blockchain, sayangnya use case belum banyak,” ujarnya baru-baru ini.

Kementerian Kesehatan Terbitkan Peraturan untuk Penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan resmi menerbitkan peraturan baru untuk menyelenggarakan rekam medis elektronik (RME) pada fasilitas layanan kesehatan (fasyankes). Peraturan ini tertuang dalam PMK No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis yang merupakan perubahan dan pemutakhiran dari peraturan sebelumnya PMK No. 269 Tahun 2008.

Dalam konferensi pers pada Jumat (9/9), Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji memaparkan sejumlah poin penting yang dimuat dalam peraturan RME ini. Di antaranya, penyelenggaraan RME meliputi delapan kegiatan yang dimulai dari registrasi pasien, pengisian informasi klinis, penyimpanan, hingga transfer rekam medis.

Selain itu, peraturan ini juga merincikan pasal-pasal yang berkaitan dengan kepemilikan dan isi rekam medis pasien, keamanan dan perlindungan data pribadi, hingga pelepasan. Adapun, Kemenkes diberi kewenangan untuk mengolah data kesehatan milik pasien.

Setiaji mengungkap regulasi ini akan memberikan dukungan signifikan terhadap peta jalan transformasi digital dan platform Satu Sehat yang tengah direalisasikan oleh pemerintah. Di samping itu, regulasi ini juga akan memberikan dukungan signifikan terhadap pengembangan inovasi healthtech.

Perlu dicatat, sebagaimana tertuang dalam pasal 3, fasyankes wajib mengimplementasi RME, termasuk pelayanan telemedicine oleh fasyankes. Kemudian, penyelenggaraan RME ini juga wajib diintegrasikan ke platform Satu Sehat. Pemerintah memberikan masa transisi bagi fasyankes hingga akhir 2023.

Lebih lanjut, Setiaji mengatakan bahwa penyelenggaraan RME pada fasyankes di daerah-daerah akan dilakukan secara bertahap mengingat kesiapan SDM, infrastruktur, dan budaya kerja berbeda dengan yang berada di perkotaan.

“Sebetulnya, [fasyankes] yang siap tidak hanya di kota, tapi ada juga yang di daerah dan sudah integrasi. Mereka hanya menunggu regulasi. Nah, untuk mengetahui fasyankes yang sudah siap atau tidak, kami akan mapping berdasarkan digital maturity index. Ini akan kami pakai untuk menerapkan kebijakan ini, mana yang lebih dulu mana yang perlu ditingkatkan,” jelasnya.

Ia juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memastikan infrastruktur internet dapat memadai bagi upaya transformasi ini.

Dari aspek perlindungan data, Setiaji menekankan hal ini menjadi aspek penting yang didorong, tak hanya di internal Kemenkes, tetapi juga sistem milik fasyankes. Ia berujar bahwa pihaknya tengah melakukan piloting di sebuah rumah sakit terkait panduan mengamankan data, termasuk rekam medis. Malahan, pihaknya berencana menggunakan teknologi blockchain untuk memberi perlindungan data lebih kuat.

“Nantinya rekam medis elektronik juga dapat diakses lewat aplikasi PeduliLindungi karena telah banyak digunakan masyarakat Indonesia. Ini sekaligus meneruskan komitmen pemerintah bahwa PeduliLindungi tidak hanya untuk Covid-19 saja,” tambahnya.

Peta jalan transformasi

Gerak pemerintah untuk merealisasikan transformasi ini sebetulnya baru dimulai tahun lalu ketika menerbitkan peta jalan (roadmap) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas pemerintah, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Setiaji yang ditunjuk untuk memimpin transformasi ini menuturkan bahwa rekam medis elektronik merupakan backbone dari seluruh transformasi yang akan dilakukan. Tanpa itu, fasyankes akan sulit untuk melakukan pertukaran data dan informasi kesehatan yang terintegrasi.

Apalagi, ia menyebut terdapat 400 aplikasi di bidang kesehatan, 70 aplikasi puskesmas, dan 50 aplikasi rumah sakit yang masing-masing punya format data yang berbeda-beda.

“Salah satu tantangan besar adalah setiap rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain punya format data masing-masing. Contoh variabel paling sederhana, format jenis kelamin ada yang sebut L/P, ada juga P/W. Nah, “P” ini maksudnya “Pria” atau “Perempuan”?” tutur Setiaji dalam wawancara dengan DailySocial.id beberapa waktu lalu.

Terbaru, pemerintah juga telah merilis Indonesia Health Services (IHS) pada pertengahan Juli 2022 yang akan menjadi pusat dari integrasi layanan kesehatan di Indonesia. IHS telah menyematkan spesifikasi dan mekanisme standar pada proses pertukaran informasi, baik bisnis, data, teknis, dan keamanan.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Gandeng Alipay+ untuk Memperluas Layanan PayLater

Akulaku mengumumkan kemitraan bersama Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+.

Dalam keterangan resminya, kerja sama ini diharapkan dapat membuka akses layanan keuangan digital bagi segmen konsumen yang punya keterbatasan riwayat kredit maupun yang kurang terlayani oleh layanan keuangan formal. Adapun, kemitraan ini disebut sebagai produk kerja sama Buy Now Pay Later (BNPL) pertama bagi Alipay+ di Asia Tenggara.

“Secara konsisten, Akulaku PayLater terus mengekspansi penetrasi layanan melalui kerja sama strategis bersama platform dengan cakupan jaringan merchant luas. Kami harap metode pembayaran dalam Alipay+ dapat menambah use case solusi keuangan digital. Kemitraan ini merupakan komitmen kami menciptakan lanskap keuangan yang lebih maju dan nyaman bagi pengguna,” ungkap Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga.

Akulaku PayLater rata-rata mengantongi 8,6 juta transaksi per bulan dengan basis pengguna terbesar di Indonesia. Saat ini BNPL Akulaku telah terhubung ke berbagai jaringan merchant terkemuka, termasuk Shopee, Bukalapak, Tiket.com, hingga Alfamart. Pihaknya tengah melakukan penjajakan untuk memperluas cakupan transaksi di berbagai merchant Alipay+.

General Manager Global Partnerships Alipay+ Cheng Guoming menilai BNPL telah menjadi bagian penting dari ekosistem pembayaran digital. Maka itu, pihaknya antusias melalui kerja sama ini sehingga masyarakat Indonesia dan pasar potensial lainnya dapat menikmati layanan pembayaran lintas batas yang lancar dan nyaman.

Sebagai informasi, Alipay+ pertama kali meluncur pada 2020 yang memungkinkan pelaku bisnis global, terutama di segmen UKM untuk menerima metode pembayaran digital dari berbagai negara dan menjangkau ratusan juta konsumen regional dan global. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Alipay berupaya masuk ke Indonesia

Perjalanan Alipay untuk masuk ke Indonesia cukup berliku. Namun, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) memang telah berupaya mendorong Alipay dan WeChat Pay sejak 2018 untuk bermitra dengan bank lokal agar dapat beroeperasi di sini. 

Hal ini demikian mengingat WeChat dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Otomatis ini menjadi potensi besar mengingat banyak turis asal Tiongkok yang familiar terhadap platform tersebut.

Untuk masuk ke Indonesia, Alipay diketahui telah beberapa kali menjajaki potensi kerja sama dengan sejumlah bank. Dalam catatan DailySocial.id, pengajuan izin kerja sama ini telah dilakukan di antaranya dengan Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, dan BCA.

Dalam hal ini, bank setempat akan menjadi fasilitas (acquiring), bukan penyelenggara fasilitas (issuing). Misalnya, BCA akan menyediakan mesin EDC di merchant yang dikunjungi turis asal Tiongkok, seperti kawasan wisata.

Sebelum pandemi Covid-19, jumlah turis asal Tiongkok di sepanjang 2019 dilaporkan mencapai 2 juta orang, turun 3,1% dibandingkan 2018 yang sekitar 2,1 juta orang.

Pasar paylater

PayLater menjadi salah satu inovasi untuk memperluas akses keuangan di Indonesia. Apalagi, penetrasi kartu kredit di Tanah Air hanya berkisar 6% dari total populasi. Selain Akulaku, beberapa platform paylater yang juga berebut di pasar Indonesia di antaranya adalah Kredivo, Home Credit, Gopaylater, hingga Atome.

Kredivo yang merupakan startup unicorn di bidang paylater pertama di Indonesia, menjadi salah satu pesaing kuat karena memiliki ratusan jaringan merchant online dan offline, termasuk marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Lazada.

Pendekatan pasar platform “paylater” di Indonesia / DSInnovate

Berdasarkan laporan DSInnovate tentang “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, paylater (72,5%) berada di posisi kedua dari total produk fintech yang paling banyak dipakai di Indonesia. Di urutan pertama adalah digital money (82,2%) dan investasi (57,3%). Adapun, pasar paylater diproyeksi mencapai Gross Merchandise Value (GMV) dari $889,7 juta di 2020 menjadi $8,5 miliar di 2028.

Application Information Will Show Up Here

Berbagi Sudut Pandang NFT dari Sisi Utilitas dan Komersial

Non-fungible Token (NFT) menjadi salah satu topik yang ramai dibicarakan di sepanjang tahun ini. Berkat foto selfie Ghozali Everyday atau koleksi NFT LeBron James, sebagian besar masyarakat internet mempersepsikan NFT sebagai produk digital art semata.

Dalam sesi bertajuk ‘NFT is not always about Arts’ di Nexticorn International Summit, Chief Marketing Officer Kompas Gramedia (KG Media) Dian Gemiano dan Program Director Katapel.id Robby Wahyudi berbagi pandangan tentang bagaimana memandang NFT dari sisi utilitas dan komersial.

Bekerja di perusahaan media, Gemiano melihat NFT sebagai cara baru dalam menawarkan konten berita agar tetap relevan dengan generasi masa kini. NFT juga membuka kesempatan untuk menciptakan model bisnis baru dan melestarikan collective memory.

Sebagai informasi, KG Media merilis NFT yang berisikan 57 peristiwa terkurasi pada Juni 2022. Ke-57 NFT ini menampilkan foto halaman depan koran Harian Kompas yang terbit antara tahun 1965-2022.

“Dari NFT, kami belajar bahwa yang terjadi saat ini sebetulnya lebih ke platform-problem, bukan kontennya. Kami pikir konten [berita] masih relevan bagi generasi sekarang. Orang membeli NFT ini karena ada emotional bonding, karena mereka bagian dari kejadian tersebut,” tuturnya.

Alih-alih memonetisasi NFT secara komersial, pria yang karib disapa Gemmy ini lebih mengedepankan utilitas. Menurutnya, produk NFT yang menawarkan utilitas lebih sustainable secara bisnis serta dapat membangun nilai sebuah brand dibandingkan untuk tujuan trading.

It is important for us to have meaningful asset that can be distributed and owned by people legally. Ini lebih ke masalah filosofis untuk shifting ke utilitas dan sekaligus membangun relationship antara media dan pembacanya,” ungkapnya.

Sementara itu, Robby Wahyudi menilai NFT memberikan manfaat bagi industri kreatif. Selain dapat mendistribusikan karya digital dalam bentuk apapun, NFT dapat mengurangi gap antara kreator dan konsumen. Di era Web3 ini, kreator bahkan dapat memonetisasi karyanya tanpa pihak ketiga.

Ketimbang melihatnya dari sudut pandang seni belaka, Robby berujar bahwa NFT dapat mendorong perlindungan intellectual property (IP) ke arah yang lebih baik, mulai dari hak cipta, paten desain, hingga hak merek dagang.

Art hanya menjadi topeng, justru yang perlu dilihat adalah beyond art itself. Ketika membeli sebuah karya, apakah karyanya bagus sehingga harganya mahal atau sebaliknya? Kita sudah bicara tentang smart contract, trading, atau ownership. Di era Web2, itu hanya one way saja, tetapi di Web3 bisa lebih interaktif. Lalu dibungkus dengan branding menarik,” ucap Robby.

Web3 bagi VC

Saat berbincang dengan Chairman Nexticorn Rudiantara beberapa waktu lalu, ia mengungkap banyak venture capitalist yang menaruh minat investasi pada Web3 di Indonesia.

Pada kesempatan sama, venture capitalist Eddi Danusaputro menilai investor belum punya pemahaman mendalam terhadap Web3. Lagipula, belum banyak use case Web3 yang dapat dieksplorasi. Sejauh ini, use case yang sudah proven diterima masyarakat masih seputar game, NFT, dan kripto.

Padahal, teknologi internet generasi ketiga ini punya potensi untuk dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, misalnya smart contract atau invoice financing dengan Blockchain.

“Sebetulnya, use case seperti smart contract ini sudah ada dikembangkan di Indonesia, tetapi traction-nya belum besar. No disrespect to NFT atau game, ini akan menjadi produk yang nice to have saja, belum untuk sehari-hari. Saya firm believer, saya sangat suka Blockchain, sayangnya use case belum banyak,” ungkapnya.

Di Indonesia, saat ini belum banyak VC yang menaruh fokus terhadap investasi Web3. Dalam catatan DailySocial.id, baru ada tiga inisiatif untuk mendirikan dana kelolaan khusus Web3, yakni Cydonia Fund, Luno Expeditions, dan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA).

Pemodal Ventura Dorong Startup untuk Ubah “Playbook” Bisnis

Para pemodal ventura (venture capitalist) di Indonesia tak henti-hentinya menekankan para startup untuk tetap resilient di tengah berbagai gejolak ekonomi dunia tahun ini. Apalagi, di sepanjang tahun ini, kita telah menyaksikan sejumlah startup melakukan efisiensi, ada yang menutup layanan dan ada juga yang merumahkan banyak karyawannya.

Gejolak ekonomi yang terjadi diketahui merupakan salah satu langkah antisipasi global untuk menghadapi resesi dengan adanya inflasi dan kenaikan suku bunga tinggi. Bahkan, gejolak baru bertambah pasca-pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan harga BBM.

Sebetulnya, CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro menilai sentimen yang terjadi tak selalu berarti buruk, baik itu tren bullish, bearish, atau market correction. “It’s a market adjusting itself. Apalagi valuasi [startup] mahal dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya pada sesi Nexticorn International Summit 2022 beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, founder startup juga untuk jangan terlalu overlook pada cash management yang dapat memicu startup menjadi lalai terhadap penggunaan modal mereka. Startup perlu menahan diri melakukan shopping spree, bakar uang untuk kegiatan promo, atau menambah banyak tim.

“Kita lihat startup mulai melakukan efisiensi, bisa berupa mengurangi biaya marketing atau human resource. Startup harus mengubah playbook di situasi saat ini. Cobalah untuk fall in love dengan produk yang mereka kembangkan,” tutur Eddie.

Senada dengan di atas, Co-founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe berpendapat bahwa situasi ‘tech winter‘ dapat menjadi momentum founder untuk merefleksi dan fokus kembali pada pengembangan produk. Para founder juga perlu mengubah cara mereka untuk membangun bisnis.

Menurutnya, tantangan besar justru akan dialami pada startup di tahap seri A, B, dan C, bukan di early stage. Berkaca dari pengalamannya, Jefrey menilai tidak semua startup mampu menunjukkan profitabilitas di tahapan tersebut. Startup harus kembali fokus pada fundamental dan tidak perlu terjebak pada tekanan harus segera profit selama bisnisnya solid.

“Tahun lalu, kami pikir pasar sangat bullish, banyak founder dapat funding, tim bertambah. Tiba-tiba tahun ini bearish sangat ekstrem. Where’s the money, where’s the profit? Maka itu, startup yang dapat pendanaan harus take it slow. Mereka harus berubah, salah satunya mencapai product-market-fit sampai lima tahun untuk bisa achieve profitabilityWe’ll see a lot of potential growth dalam 3-5 tahun ke depan,” jelasnya.

Ekspansi regional

Pada kesempatan sama, DailySocial.id juga sempat berbincang dengan sejumlah startup unicorn menanggapi isu IPO maupun rencana ekspansi. Sebagian besar mengaku merampungkan tahun 2022 dengan fokus terhadap pengembangan produk dan ekspansi regional.

Kopi Kenangan, misalnya, akan membuka gerai regional pertamanya di Malaysia pada kuartal IV 2022. Co-founder dan CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata mengungkap bahwa ini merupakan bagian dari rencana ekspansi ke Asia Tenggara yang akan dilakukan secara bertahap.

Ia mengaku telah mematangkan rencana ekspansi sejak lama dengan memperhitungkan potensi kenaikan harga bahan baku. Namun, situasi tersebut diatasi dengan melakukan integrasi dari sisi upstream. Per 2021, Kopi Kenangan telah menjual sebanyak 40 juta cangkir. Kini, total outlet-nya telah mencapai 672 outlet di 45 kota di Indonesia.

Demikian juga Co-founder dan COO Xendit Tessa Wijaya yang mengaku fokus terhadap ekspansi regional alih-alih memikirkan rencana melantai di bursa saham sebagaimana telah dilakukan oleh GoTo dan Bukalapak. Sekadar informasi, Xendit telah memulai ekspansi regionalnya sejak 2020.

“Saat ini, kami baru hadir di dua tenggara dan impian kami adalah menguasai Asia Tenggara. Mungkin selanjutnya, kami melirik Malaysia, Thailand, dan Vietnam untuk [ekspansi] ini karena ada permintaan dari customer. Indonesia semakin disorot, banyak global company yang berkembang. Mereka ingin suatu produk tidak cuma di Indonesia, tapi di Asia Tenggara,” jelasnya.

Adapun,  J&T Express tengah melakukan ekspansi ke Tiongkok dan Amerika Latin. Menurut CEO J&T Robin Lo, pasar J&T telah berkembang besar di Indonesia, tetapi belum merambah ke Asia Tenggara. Per 2021, J&T telah menyandang gelar decacorn dengan valuasi sebesar $20 miliar.

“Banyak perusahaan luar masuk ke Indonesia membawa investasi super raksasa. Kalau tidak menjajal negara lain, ketika diserang luar, kita akan sulit survive karena cuma punya market di Indonesia. Once we survive in Asia Tenggara dan Tiongkok, [kita] akan mudah survive di mana saja.” Tutupnya.

Eddi Danusaputro Paparkan Tesis Investasi BNI Ventures

PT BNI Modal Ventura atau BNI Ventures memaparkan fokus investasi startup pada ajang Nexticorn International Summit 2022 beberapa waktu lalu. BNI Ventures mengincar startup yang dapat mendukung misi induk usaha PT Bank Negara Indonesia Tbk (IDX: BBNI) untuk mengglobal.

Diungkapkan CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro, pemerintah telah memberi mandat masing-masing kepada Corporate Venture Capital (CVC) BUMN lain. Misalnya, BRI Ventures (BRI) fokus pada sektor mikro dan Mandiri Capital Indonesia (Mandiri) pada sektor korporasi dan ritel.

“Sementara mandat ke BNI berbeda. BNI akan bergerak menjadi international bank demi mendukung diaspora dan perusahaan yang punya bisnis di luar. Kami mencari startup yang mendukung customer BNI, seperti layanan remitansi di Hong Kong atau tenaga kerja di Arab Saudi. Ini coba kami capture,” ungkap Eddi.

Namun, tambahnya, bukan berarti BNI Ventures selalu mengincar portofolio dari luar Indonesia. Pihaknya juga mencari startup yang dapat mendukung pelaku UMKM yang ingin mengekspor produknya ke luar negeri. “Paling tidak ada komponen itu, ekspor kan bisa dari lokal,” tuturnya.

Adapun, BNI Ventures mengincar sektor agnostik pada pendanaan startup di tahap seri A atau early stage yang belum masuk ke pasar.

Sebagai informasi, BNI menyetorkan dana Rp500 miliar atau setara 500 ribu lembar saham yang menjadi pemegang kendali mewakili 99,98% kepemilikan di BNI Ventures. Sementara, sisanya dipegang oleh PT BNI Asset Management.

Adapun, rencana terjunnya BNI ke ekosistem digital mencuat usai pendirian Merah Putih Fund. Saat didirikan, Merah Putih Fund akan didukung oleh lima BUMN melalui CVC masing-masing, terdiri dari Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, dan BNI. Namun, saat itu hanya BNI yang belum memiliki CVC.

Merah Putih Fund

Dalam wawancara terpisah, Eddi yang juga menjabat sebagai Chief PMO Merah Putih Fund, menargetkan pendanaan startup melalui Merah Putih Fund dilakukan pada awal 2023. Saat ini, pihaknya masih menyiapkan proses administrasi.

“Ada lima investor awal, tetapi [dana] dari masing-masing tidak bisa di-disclose karena tidak semua porsinya sama. Di kuartal I 2023 kami enter market, sekarang sedang proses, sudah tunjuk bank kustodian, legal counsel. Dana $300 juta ini perlu diinjeksi ke rekening Merah Putih Fund,” kata Eddi.

Menurutnya, saat ini ia sudah mulai menjajaki startup potensial meski belum ada yang pasti. Dalam pipeline-nya, ia menargetkan lebih dari 30 pertemuan dengan startup dari berbagai startup. Perlu dicatat, untuk mendapat pendanaan dari Merah Putih Fund, seluruh founder dan operating company harus berasal dari Indonesia.

“Perlu diketahui pula, kami terbuka [dengan startup apapun]. Bukan berarti [mencari] startup yang sudah pernah didanai oleh MDI atau MCI, terus dapat jalur cepat, tidak juga. Tidak harus portofolio existing dari lima investor itu. Kita harus adil.” Tutupnya.