Layanan Cetak Foto ID Photobook Berhasil Jaga Pertumbuhan Bisnis Melalui Pemasaran Digital

Didirikan pada tahun 2016, platform yang membantu pengguna untuk mencetak foto yang diambil dan disimpan di ponsel mereka, ID Photobook, saat ini mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis positif.

Kepada DailySocial, CEO ID Photobook Rowdy Fatha mengungkapkan, hingga saat ini perusahaan terus tumbuh dengan menawarkan cara mudah mecetak foto melalui aplikasi. Bukan hanya di Jakarta, usaha yang bermarkas di Yogyakarta ini juga sudah memiliki market share yang cukup besar di Jawa dan Bali.

“Empat tahun lalu, Afrig Wasiso pendiri ID Photobook sering mendengar orang-orang di sekelilingnya mengeluh karena kehilangan ratusan foto di handphone cuma karena memori eksternal rusak atau tidak sengaja terhapus. Mungkin, sampai sekarang pun hal ini masih sering terjadi. Akhirnya, diciptakanlah satu ide bisnis solutif, platform cetak foto yang gampang tapi affordable dengan segmen keluarga Indonesia,” kata Rowdy.

Salah satu kunci sukses yang diterapkan oleh ID Photobook yang masih menjalankan bisnis secara bootstrapping adalah, dengan melancarkan kegiatan pemasaran secara digital. Berbagai promo dan kegiatan akuisisi pelanggan dilakukan, memanfaatkan akun media sosial Facebook dan Instagram.

Langkah strategis tersebut ternyata mampu menciptakan engagement yang baik dan meluas kepada target pengguna. Facebook pun kemudian memilih ID Photobook sebagai salah satu brand yang memiliki engagement terbesar di Facebook tahun 2019 lalu, mengalahkan Gojek.

“Tujuan ID Photobook adalah satu, menjadi solusi dan sahabat untuk keluarga Indonesia bisa mengabadikan momen terbaik dan menikmatinya di album fisik berkualitas. Sehingga, kenangan dan momennya bisa dikenang selamanya,” kata Rowdy.

Selain ID Photobook platform serupa yang juga sudah hadir di Indonesia adalah Printerous dan Sweet Escape, namun keduanya tidak fokus sepenuhnya ke jasa pencetakan foto.

Misi sosial perusahaan

Selain bisa diakses di aplikasi, ID Photobook juga memanfaatkan kanal marketplace seperti Tokopedia dan Shopee untuk pemasaran dan penjualan. Saat ini ID Photobook telah memiliki sekitar 400-500 pengguna aktif per harinya. Disinggung seperti apa bisnis perusahaan selama pandemi, secara umum cukup stabil karena masih mencatat batas normal omzet perusahaan.

Untuk melancarkan misi sosial, perusahaan sekitar akhir September 2020 mendatang akan meluncurkan program afiliasi yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang terkena PHK atau pemotongan gaji selama pandemi. Mengedepankan konsep serupa dengan influencer, mereka yang tertarik bisa mempromosikan ID Photobook melalui akun media sosial mereka.

Setiap transaksi yang berhasil mereka datangkan akan diberikan komisi bagi hasil oleh ID Photobook. Disediakan pula aset digital berupa copywriting dan lainnya yang bisa diunggah di akun media sosial mereka.

“Kami akan fokus untuk ekspansi bisnis kami melalui channel digital dan model bisnis afiliasi sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan kami. Saat ini kita belum berencana untuk melakukan penggalangan dana,” kata Rowdy.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi dan Diversifikasi Bisnis Help Indonesia

Terjadinya pandemi pada awal tahun 2020 telah menghentikan banyak rencana startup. Mulai dari rencana ekspansi hingga akuisisi pelanggan, terpaksa ditunda hingga dihentikan karena pandemi. Sebagai platform yang menyediakan jasa supir pribadi, tukang kebun, hingga perawat yang mereka sebut “Helper”, Help Indonesia menjadi salah satu startup yang harus melakukan penyesuaian bisnis saat pandemi ini.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Help Indonesia Melia Lustojoputro mengungkapkan, pandemi sangat berpengaruh pada kinerja aplikasi Help, terutama di awal masa. Help Indonesia terpaksa membatasi pemesanan yang datang untuk melindungi Helper dan klien dari penularan Covid-19.

“Selama 2 minggu di awal pandemi kami menghentikan operasional, merevisi SOP dengan protokol kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi, dan juga melakukan training secara online. Setelah melakukan penyesuaian, kami kembali membuka order, dan melakukan operasional secara normal, dengan pengawasan admin kami yang bekerja dari rumah masing-masing,” kata Melia.

Saat ini kuantitas pesanan berangsur kembali normal, dan diklaim jumlahnya justru meningkat pesat. Terutama sejak ditutupnya layanan GoLife, yang ternyata berimbas kepada pertumbuhan bisnis dari Help Indonesia. Untuk mendukung operasional yang dilakukan oleh perusahaan saat ini adalah, menambah jumlah mitra yang semakin berkurang jumlahnya selama masa pandemi. Help Indonesia sebelumnya telah berencana untuk membuka cabang di Bandung dan Bali. Karena pandemi rencana tersebut ditunda.

Secara keseluruhan saat ini Help Indonesia sudah memiliki pelanggan tetap yang secara teratur memesan Helper untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Tercatat sekitar 252 Helper telah bergabung sebagai mitra dan telah melayani sekitar 3102 pelanggan.

Diversifikasi bisnis melalui aplikasi “Bintang Kecil”

Masih berada dalam naungan PT yang sama yaitu PT Melia Global Persada, saat ini telah diluncurkan aplikasi untuk anak yang bernama Bintang Kecil. Bertujuan untuk menggaungkan kembali lagu anak-anak di tengah keluarga Indonesia, Melia Lustojoputro (Founder & CPO), tahun 2018 diundang oleh Presiden joko Widodo bersama dengan semifinalis Lomba Cipta Lagu Anak 2018.

“Sebagai pemusik lagu anak Indonesia, kami juga merasakan susahnya mempublikasikan lagu anak-anak ke tengah masyarakat. Dari keprihatinan itu, saya berusaha menjembatani kebutuhan itu dengan menciptakan sebuah wadah yang bisa menarik untuk anak-anak Indonesia untuk mengenal lagu-lagu dalam hiburan yang sesuai dengan umur mereka,” kata Melia.

Aplikasi Bintang Kecil rencananya akan diluncurkan pada bulan November 2020. Aplikasi tersebut memiliki fungsi sebagai hiburan dan edukasi untuk anak yang dilengkapi dengan video musik dan edukasi anak, film pendek dan animasi, karaoke, filter emoji. Untuk anak yang enggan untuk bernyanyi, bisa memilih fitur mewarnai dan tracing. Sementara itu untuk orang tua, tersedia juga fitur artikel dan forum chat untuk berdiskusi dengan sesama orang tua.

“Semoga adanya aplikasi Bintang Kecil dapat membawa wajah baru dan kesegaran dalam dunia anak-anak, khususnya dalam mencetak generasi mendatang yang kuat dan berbudi luhur,” kata Melia.

Application Information Will Show Up Here

Midtrans and Supportive Moves for SME Players to Adopt Digital Business

As the pioneer of payment gateway services in Indonesia, Midtrans’ business journey is quite captivating. Especially now that they have become part of Gojek, sharpening the vision to help SMEs in improving digital services in their business.

In the #SelasaStartup session, Midtrans CEO Erwin Tanudjaja revealed Midtrans’ future business plans and focus. Here is the summary:

Positive growth with Gojek

It has been almost two years since Midtrans joined Gojek. This collaboration is acknowledged by the company as enough to increase Midtrans (formerly Veritrans) popularity. As a payment gateway platform, Midtrans has been in charge of supporting businesses in developing payment features on its platform. However, when a strategic collaboration occurs with Gojek, it will open up more opportunities for Midtrans to contribute to SMEs in Indonesia.

“In terms of Midtrans, we are proud to be part of the huge Gojek ecosystem. Not only increasing the number of SME partners but enabling us to accelerate the growth of SMEs in terms of digital payments,” Erwin said.

Midtrans, who have been working behind the scenes, adjusted Gojek’s plans and business, which is dominated by SMEs. One of those is to speed up and facilitate transactions for Gojek users as well as Gojek merchants themselves.

“In the past, SMEs only provided bank transfer and COD (cash on delivery) payment options, now with the technology we have implemented payments via credit card to virtual accounts can also be done,” said Erwin.

Not only for partners who are members of the Gojek ecosystem, but other SMEs who run businesses independently can also take advantage of the technology developed by Midtrans. Even though its position is still part of Gojek, Midtrans has the freedom to create innovations and can be used by everyone.

Pandemic and supportive moves for SME

The pandemic situation automatically changes consumer behavior in general. Previously, people are accustomed to making transactions in cash, now the non-cash payment is increasingly rising in Indonesia. As a payment gateway platform, this situation allows their business to grow faster to be used by all SMEs.

“Obviously, we keep our main target, as an enabler for all SMEs included in the Gojek ecosystem. By creating innovations to technology to accelerate and facilitate their transactions,” said Erwin.

Currently, there are around 20 services or products offered by Midtrans. This solution can of course be more comprehensive if it is integrated with Gojek and all the ecosystems that are included in it.

“One of which is launching the #MelajuBersamaGojek campaign which is a campaign launched during the pandemic. With the tools we offer to SMEs, one of which is the Selly application, it can be useful for around 120 thousand SME partners who join the Gojek ecosystem,” Erwin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cerita Tazbiya, Optimalkan Kanal Digital Kembangkan Brand Produk Busana Muslim

Meskipun sempat mengalami penurunan traksi saat awal menyebarnya Covid-19, namun saat ini penjualan produk fesyen baik online maupu offline sudah kembali menunjukkan peningkatan. Termasuk bagi Tazbiya Brands, sempat mengalami kendala saat pandemi, kini kembali menjalankan bisnis secara normal.

Founder Tazbiya Brands Ferdinand Aliwarga bercerita, bisnisnya mengedepankan konsep online to offline (O2O) dan direct to consumer (D2C). Bermula dari toko kecil di kawasan ITC Kuningan.

“Waktu itu kami jual macam-macam produk. Mulai dari gamis, daster, sampai terakhir kami mencoba menjual mukena motif. Ternyata mukena motif banyak peminatnya. Dan setelah riset pasar, ternyata untuk mukena, belum ada brand yang dominan di Indonesia. Jadi kami memutuskan untuk mulai serius je sana, dengan kanal penjualan offline maupun online,” kata Ferdinand.

Seiring berjalannya waktu, kini Tazbiya Brands telah menambah varian brand, seperti Oriana Homewear untuk baju sehari-hari, Baneska Official untuk fast fashion muslimah, Taruni Indonesia untuk batik anak muda, dan masih ada beberapa brand lainnya.

Tazbiya Brands melihat pasar fesyen di Indonesia masih sangat segmented. Akhirnya perusahaan mencoba secara perlahan untuk membuat brand baru. Terutama untuk kategori di pasar yang hingga kini belum terlayani dengan baik.

Ekspansi lewat e-commerce

Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands
Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands

Untuk setiap brand dalam naungan Tazbiya, target pasar dan kegiatan pemasaran yang dilancarkan juga berbeda. Sehingga tidak semua dipatok rata, tidak semua dioptimalkan lewat e-commerce. Contohnya adalah brand Baneska, yang memiliki target pasar ibu rumah tangga yang belum terbiasa berbelanja melalui layanan e-ecommerce.

“Untuk memudahkan mereka melakukan transaksi, 90% dari pembeliannya adalah transaksi dengan cara COD (cash on delivery) yang dilakukan melalui landing page khusus kemudian diarahkan langsung melalui WhatsApp,” kata Ferdinand.

Selain bisa diakses di website, Tazbiya Brands juga memanfaatkan channel official store di layanan marketplace terkemuka. Mulai dari Shopee, Tokopedia hingga Lazada. Sementara itu untuk produk yang harganya premium, perusahaan menjual produk tersebut melalui website sendiri dan hanya bekerja sama dengan Zalora.

“Rencananya tahun ini kami juga akan meluncurkan 2 brand baru dalam waktu dekat. Yaitu Aneeska yang berfokus kepada Gamis Syar’i, dan Lizari yang berfokus mukena premium,” kata Ferdinand.

Mereka saat ini telah memiliki sekitar satu juta pelanggan. Untuk pengiriman produk yang dibeli secara online, mereka menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan logistik. Sementara untuk pembayaran secara online perusahaan memanfaatkan payment gateway Doku.

Guna mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan juga memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas gudang dan peningkatan kualitas operasional.

“Kami juga mencoba untuk memperluas pasar ke luar Indonesia. Untuk produk mukena kami sudah menjadi seller kategori Shopee Mall di Malaysia dan Singapura,” kata Ferdinand.

Midtrans dan Dukungannya Bantu Pelaku UKM Adopsi Bisnis Digital

Sebagai pionir layanan payment gateway di Indonesia, perjalanan bisnis Midtrans sangat menarik untuk disimak. Terlebih saat ini mereka telah menjadi bagian dari Gojek, sehingga menajamkan visi untuk membantu UKM dalam meningkatkan layanan digital dalam bisnisnya.

Dalam sesi #SelasaStartup CEO Midtrans Erwin Tanudjaja mengungkapkan rencana serta fokus bisnis Midtrans ke depan. Berikut ini rangkumannya:

Pertumbuhan positif bersama Gojek

 

Sudah hampir dua tahun lebih Midtrans bergabung bersama dengan Gojek. Kolaborasi ini diakui oleh perusahaan cukup mempopulerkan nama Midtrans (sebelumnya Veritrans) lebih mainstream lagi. Sebagai platform payment gateway, selama ini Midtrans memang bertugas menjadi pendukung untuk pebisnis dalam mengembangkan fitur pembayaran di platformnya. Namun ketika kolaborasi strategis terjadi dengan Gojek, semakin membuka peluang Midtrans untuk berkontribusi kepada UKM di Indonesia.

“Dari sisi Midtrans tentunya kami bangga bisa menjadi bagian dari ekosistem Gojek yang sangat besar jumlahnya. Bukan hanya menambah jumlah mitra UKM namun memungkinkan kami untuk mempercepat akselerasi UKM dalam hal pembayaran digital,” kata Erwin.

Midtrans yang selama ini bekerja di belakang layar, menyesuaikan rencana serta bisnis dari Gojek yang didominasi oleh para pelaku UKM. Salah satunya adalah mempercepat serta memudahkan transaksi kepada pengguna Gojek juga merchant Gojek sendiri.

“Jika dulunya pelaku UKM hanya memberikan pilihan pembayaran bank transfer dan COD (cash on delivery) saja, kini dengan teknologi yang kami implementasikan pembayaran melalui kartu kredit hingga virtual account juga bisa dilakukan,” kata Erwin.

Bukan hanya untuk mitra yang tergabung dalam ekosistem Gojek saja, namun pelaku UKM lainnya yang menjalankan bisnis secara independen juga bisa memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh Midtrans. Meskipun posisinya masih menjadi bagian dari Gojek, namun Midtrans memiliki kebebasan untuk menciptakan inovasi dan dapat digunakan untuk semua.

Pandemi dan dukungan untuk UKM

Saat pandemi secara otomatis mengubah semua kebiasaan hingga perilaku konsumen secara umum. Yang sebelumnya hanya terbiasa melakukan transaksi secara tunai, kini penggunaan atau pembayaran non-tunai makin meluas digunakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai platform payment gateway, tentunya saat seperti ini memungkinkan bisnis mereka untuk bisa lebih cepat berkembang dan digunakan untuk semua pelaku UKM.

“Tentunya kembali lagi kepada target utama kami yaitu sebagai enablement bagi semua UKM yang masuk dalam ekosistem Gojek. Dengan menciptakan inovasi hingga teknologi yang bisa mempercepat dan memudahkan mereka melakukan transaksi,” kata Erwin.

Saat ini terdapat sekitar 20 layanan atau produk yang telah ditawarkan oleh Midtrans. Solusi tersebut tentunya bisa lebih menyeluruh jika terintegrasi dengan Gojek dan semua ekosistem yang masuk di dalamnya.

“Salah satunya adalah melancarkan kampanye #MelajuBersamaGojek yang merupakan kampanye yang diluncurkan saat pandemi. Degan tools yang kami tawarkan kepada UKM salah satunya adalah aplikasi Selly, tentunya bisa bermanfaat untuk sekitar 120 ribu mitra UKM yang bergabung dalam ekosistem Gojek,” kata Erwin.

Application Information Will Show Up Here

PasarPolis Announces Series B Funding Worth of 796 Billion Rupiah

PasarPolis insurtech startup announced the closing of its series B (oversubscribed) funding. Overall, the total investment was successfully booked at $ 54 million or equivalent to 796.7 billion Rupiah. Investors involved in this round are LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, and Xiaomi.

This round is claimed to be the largest amount among insurtech startups in the region. Previously, several startups offering insurance services also received significant funding, for example from PolicyPal ($20 million) and CXA Group ($58 million) – both are Singapore based.

PasarPolis is to use the fresh funds to support and accelerate business growth. This includes units outside Indonesia, in Thailand and Vietnam. The inclusion of LeapFrog is said to help accelerate PasarPolis in reaching new insurance consumers through its regional network. Meanwhile, with Xiaomi, the company wants to create insurance technology that is more accessible and holistic.

In 2018, PasarPolis received series A funding from Gojek, Tokopedia, and Traveloka with an undisclosed value. The development of artificial intelligence and big data technologies was the main focus then, along with the expansion of partnerships and integration of services to several partner applications, including the three platforms becoming investors.

“Their (investors) support is a great validation of our positive impact in the industry and society,” said Cleosent Randing, the Co-Founder & CEO of PasarPolis.

One of the main strategies for PasarPolis is partnership-based, currently there are at least 25 digital company partners who help sell insurance products. Since 2018, the company claims to have experienced an 80-fold growth in monthly policies issued. The company also claims to have had a fourfold increase in the number of partners during the same period.

In his official statement, Fernanda Lima as Partner of LeapFrog Investments said, “With 30 insurance companies and 25 digital partners, (PasarPolis) has served more than 4 million new consumers in June 2020 [..] There is great potential for positive social impacts. writing provided to novice buyers of insurance services using digital ecosystems, digital payments, and mobile platforms. ”

It is showed in the Insurtech Report 2020 released by DSResearch that the insurance business support ecosystem in Indonesia is quite complete. In the digital realm, there are already several players. With a similar business model, PasarPolis has several direct competitors which can be seen in the chart below.

Insurtech di Indonesia


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

PasarPolis Umumkan Pendanaan Seri B, Bukukan Dana 796 Miliar Rupiah

Startup insurtech PasarPolis mengumumkan telah menutup pendanaan seri B (oversubscribed). Secara keseluruhan jumlah investasi berhasil dibukukan senilai $54 juta atau setara 796,7 miliar Rupiah. Investor yang terlibat dalam putaran ini adalah LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dan Xiaomi.

Investasi ini diklaim merupakan yang terbesar sejauh ini startup insurtech di wilayah regional. Sebelumnya beberapa startup yang tawarkan layanan asuransi juga dapatkan pendanaan yang cukup besar, misalnya yang diperoleh PolicyPal ($20 juta) dan CXA Group ($58 juta) — keduanya berbasis di Singapura.

Dana segar akan digunakan PasarPolis untuk mendukung dan mempercepat pertumbuhan bisnis. Termasuk untuk unitnya di luar Indonesia, yakni di Thailand dan Vietnam. Masuknya LeapFrog dikatakan akan turut membantu mempercepat PasarPolis dalam menjangkau konsumen asuransi baru melalui jaringan regional yang dimiliki. Sementara bersama Xiomi, perusahaan ingin menciptakan teknologi asuransi yang lebih mudah diakses serta holistik.

Tahun 2018 lalu, PasarPolis menerima pendanaan seri A dari Gojek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan. Pengembangan teknologi artificial intelligence dan big data menjadi fokus utama kala itu, seiring dengan perluasan kemitraan dan integrasi layanan ke beberapa aplikasi mitra, termasuk ketiga platform yang menjadi investor tersebut.

“Dukungan mereka (investor) adalah validasi besar atas dampak positif kami dalam industri dan masyarakat,” sambut Co-Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing.

Salah satu strategi yang menjadi andalan PasarPolis adalah berbasis kemitraan, saat ini setidaknya sudah ada sekitar 25 mitra perusahaan digital yang membantu menjualkan produk asuransi. Sejak 2018, perusahaan mengklaim mengalami pertumbuhan polis bulanan yang diterbitkan hingga 80 kali lipat. Perusahaan juga mengaku telah mendapatkan peningkatan jumlah mitra 4 kali lipat selama periode yang sama.

Dalam sambutannya Fernanda Lima selaku Partner LeapFrog Investments mengatakan, “Dengan 30 perusahaan asuransi dan 25 mitra digital, (PasarPolis) telah melayani lebih dari 4 juta konsumen baru di Juni 2020 [..] Ada potensi besar untuk dampak sosial yang positif. Ini berkat pengalaman mulis yang diberikan untuk pembeli pemula layanan asuransi menggunakan ekosistem digital, pembayaran digital, dan platform mobile.”

Dalam laporan Insurtech Report 2020 yang dirilis DSResearch diungkapkan, saat ini ekosistem pendukung bisnis asuransi di Indonesia sudah cukup lengkap. Di ranah digital, pemainnya pun sudah ada beberapa. Dengan model bisnis yang mirip, PasarPolis memiliki beberapa pesaing langsung yang dapat disimak pada bagan di bawah ini.

Insurtech di Indonesia

Application Information Will Show Up Here

Tips dari Gojek dan Halodoc Optimalkan Peluang Pertumbuhan di Tengah Pandemi

Pandemi yang berkepanjangan ternyata mampu membuat startup hingga perusahaan teknologi besar seperti Gojek melakukan perubahan strategi bahkan memfokuskan kepada bisnis baru dalam platform. Dalam acara webinar yang diinisiasi oleh Forum Wartawan Teknologi (Forwat), perwakilan dari Gojek dan Halodoc menyampaikan tantangan hingga inovasi baru yang kemudian diterapkan dan diharapkan bisa menjadi produk unggulan masing-masing.

Fokus pada umpan balik pengguna

Tekanan hidup dan perubahan ekonomi yang terjadi selama pandemi, ternyata telah meningkatkan jumlah pengguna Halodoc yang kemudian melakukan konsultasi jiwa kepada psikiater dan psikolog melalui platform. Setelah resmi diluncurkan akhir bulan Juni lalu, kini layanan konsultasi tersebut telah didukung 500 psikolog dan psikiater.

Menurut CMO Halodoc Dionisius Nathaniel, bukan hanya dimanfaatkan orang dewasa, namun tercatat ada beberapa anak-anak yang kemudian memanfaatkan kanal konsultasi jiwa yang dihadirkan oleh Halodoc melalui aplikasi dan situs web. Capaian tersebut menunjukkan makin besarnya kebutuhan pengguna untuk menyampaikan keluh kesah dan tekanan hidup yang mereka alami selama pandemi.

Sebagai platform yang mengedepankan kesehatan untuk semua, Halodoc juga telah melakukan beberapa kegiatan yang membantu pemerintah dan tentunya masyarakat selama pandemi. Salah satunya adalah pemberian Rapid Test Covid-19. Di awal pandemi, Halodoc juga telah menghadirkan teknologi chatbot yaitu Preliminary Risk Assesment. Fungsinya berupa kuesioner yang membantu masyarakat memeriksa apakah mereka beresiko terdampak Covid-19 atau tidak.

“Dalam pemetaan tersebut memanfaatkan lokasi yang ada di platform kami akhirnya terlihat, berapa banyak pengguna yang menggunakan fitur tersebut dan membantu kami untuk melihat lokasi. Kebanyakan tentu saja mereka yang tinggal di kota-kota besar,” kata Dionisius.

Selain konsultasi jiwa dan pemeriksaan rapid test Covid-19, Halodoc juga mengklaim mengalami pertumbuhan positif dari Toko Kesehatan. Dalam hal ini memanfaatkan kemitraan dengan 100 toko kesehatan yang tersebar dan integrasi pengantaran dengan mitra pengemudi Gojek, mampu mendongkrak jumlah pembelian dan pengantaran lebih mudah dan tentunya lebih cepat.

Kerja sama strategis dengan Gojek membuktikan bahwa apa yang kami hadirkan yaitu pengantaran yang cepat di bawah dari 60 menit, berhasil diwujudkan oleh Halodoc dan tentunya Gojek,” kata Dionisius.

Untuk mempertahankan pertumbuhan bisnis selama pandemi dan membantu lebih banyak masyarakat mengakses informasi kesehatan dan layanan konsultasi dengan dokter, Halodoc ingin terus mendapatkan umpan balik dari pengguna agar bisa menghadirkan layanan kesehatan digital yang menyeluruh, bukan hanya di kota-kota besar namun wilayah lainnya di Indonesia.

“Saat ini kami telah memiliki sekitar 20 juta pengguna aktif di aplikasi dan website. kenaikan ini terjadi didukung dengan layanan dan informasi yang kami hadirkan terkait dengan topik Covid-19. Edukasi menjadi bagian dari strategi kami untuk bisa meningkatkan traksi pengguna di aplikasi dan juga website,” kata Dionisius.

Dukung mitra melalui teknologi

Sementara itu bagi Gojek yang telah memiliki beragam layanan, selama pandemi mulai memfokuskan kesejahteraan mitra pengemudi dan merchant. Mulai dari memberikan donasi hingga meluncurkan teknologi tepat guna. Menurut Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita, perusahaan berupaya untuk fokus kepada core business mereka. Mulai dari mobility, food related, logistik dan tentunya payment.

“Fakta menarik yang juga terjadi selama pandemi layanan Gomed juga mengalami peningkatan yang cukup baik. Kami mencatat transaksi di Gomed mengalami peningkatan hingga 103%,” kata Nila.

Layanan lain yang juga mengalami peningkatan adalah entertainment, tercatat layanan GoTix mengalami peningkatan hingga 30 kali lipat. Menyesuaikan aturan PSBB dan bekerja di rumah yang banyak diterapkan oleh pekerja kantor dan siswa. Sementara itu untuk membantu mitra kuliner hingga diluar bisnis kuliner untuk menjalankan bisnis mereka, Gojek juga telah meluncurkan Selly yang merupakan aplikasi keyboard dan dasbor yang memudahkan UKM melayani pelanggan.

Dengan diluncurkannya aplikasi khusus merchant ini diharapkan bisa mempercepat akselerasi merchant Gojek melalui tools yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

“Melalui aplikasi Selly kami harapkan akan lebih banyak pelaku social commerce di Indonesia yang bisa dimudahkan dalam hal alat pendukung untuk bisnis mereka. Gojek juga akan terus menjalin kolaborasi dengan partner dan brand yang relevan,” kata Nila.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pandemic Creates Opportunity for Youtap to Accelerate Digitization in Traditional Retails

After officially launched last February, Youtap’s e-money processing platform and point-of-sales platform were hit by the fact that pandemic makes it difficult for SME owners to run their business. In order to solve this problem, the Youtap team jumped into the market and met target users to launch a campaign on the importance of using cashless and touchless system.

Through the campaign, YouTap claims to be able to increase adoption to 300%. Youtap Indonesia’s CEO, Herman Suharto said the company has been always consistent with the vision to be present at every level of business in helping and empowering business actors to get the best achievements.

“We present appropriate technology that can help businesses obtain comprehensive digital business solutions in just one application. We are sure that the Youtap Trade Application will make our merchant partners, especially SMEs, be more productive in developing their business,” he said.

Youtap currently has 50 thousand merchant partners and has processed around 1 million transactions. The target is, Youtap can acquire around 1 million merchants throughout Indonesia by the end of 2020. They also plan to expand their partnerships with financial services to big brands like McDonald’s and others.

“Big brands such as McDonald’s have also experienced our services during the pandemic. We have succeeded in increasing their sales by implementing e-vocabulary which facilitates the purchase and payment process at outlets,” Herman said.

Regarding the competitive landscape, Youtap is dealing with many players. For example LinkAja, currently, they are helping to optimize the distribution of services for market and hawkers. Other applications, such as Dana, are also maneuvering to rely on QRIS, which is currently being intensified its penetration. In terms of POS, Indonesia already has several services, starting from Moka and Nadipos which already involved in Gojek group, also Qasir, Pawoon, and others.

Regarding financial records, recently new startups have also appeared, for example, BukuWarung and BukuKas. Both of them have secured pre-series A funding to expand their business throughout Indonesia, targeting micro retailers.

Conventional retail digitization will also take a long time. It must be comprehensive and form an ecosystem, which means not only from the merchant side to be facilitated but also from the side of the consumer. Meanwhile, the trend in the e-money service adoption among the public continues to increase. The thing is, there are more and more players with very tight competition.

Merchant-centric app

Claiming as more than an ordinary cashier platform, Youtap in Indonesia comes from a joint venture between the Salim Group and Youtap Global, a technology company from New Zealand. Through the application, all UKM owners can easily make financial reports, collect data, and even personalize notification features.

“This notification works similarly to a chat app like WhatsApp. Every morning we remind the number of sales from stalls or business owners so they can be more enthusiastic about running a business every day,” Head of Product Development Youtapm, M. Syaiful Anam said.

Although the Basic option can be accessed for free, users who want to enjoy various additional features and special tools can choose how to subscribe. In addition to making the process easier and faster, Youtap also continues to receive input from merchants, related to new features or tools that merchants want and of course need. Starting from home delivery to the process of promoting digitally to a wider target customer.

“We have already realized one of the feedbacks, and we plan to launch a new feature in the next month that can be useful for merchants during this pandemic,” Syaiful said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Logistics Platform Prahu-Hub Provides Easy Cross-Island Delivery

The high cost of domestic shipping is one of the reasons why the Prahu-Hub digital logistics platform was established. Established in 2017, they exist as a marketplace designed to help Indonesians who want to send goods using containers.

Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto told DailySocial that currently, domestic shipping costs are quite expensive and difficult than international shipping. The high cost of logistics will certainly affect the weakening of domestic trade power and increase dependence on foreign countries.

“Prahu-Hub exists as a marketplace that brings together domestic cross-island shippers (shippers) and shipping service providers (expedition, shipping, and trucking). From orders that occur in our marketplace, administrative fees will be charged to our partners, in case this is a delivery service provider,” Benny said.

In particular, Prahu-Hub focuses only on domestic cross-island shipments. This is what distinguishes Prahu-Hub services from other logistics services.

To date, Prahu-hub has more than 400 shippers who have used the service, and every week the website is visited by 1500 potential shippers. Prahu-Hub delivery services cover Sabang to Merauke. Prahu-Hub has also served more than 900 users who have used the platform as their trusted freight service.

In order to accelerate business growth, the company is yet to plan for fundraising. However, Prahu-Hub is quite open for the right investors to join together to build the Prahu-Hub business.

“For fundraising, we have not specifically planned. But we are starting a discussion with investors who share our view and want to grow together,” he added.

Pandemic and Alibaba Netpreneur

Founder Prahu-Hub Benny Sukamto
Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto

Being asked about what Prahu-Hub’s business growth was like during the pandemic, Benny emphasized that logistics is one of the sectors that can survive this pandemic. However, the availability of goods and demand for goods has indeed decreased outside the island, not only in Java during this pandemic. Therefore, it quite affects the volume of shipments between islands.

In 2019, Prahu-Hub was selected to join the Alibaba Netpreneur from Indonesia. Prahu-Hub has gained a lot of experience, a startup founded by Benny Sukamto, after ten years living and working in the United States in the business intelligence software sector, he returned to Indonesia and developed his logistics business.

“By participating in Netpreneur training class #1 from Indonesia at Alibaba’s head office, I gained a lot of experience building a startup and transforming a brick and mortar company into a digital company to survive in the long run,” Benny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian