Gandeng Coworking Space, JD.ID Luncurkan “Virtual Market”

JD.ID kembali meresmikan virtual market, kali ini menggandeng coworking space vOffice Jakarta. Layaknya minimart, mereka menjual beragam produk, mulai dari makanan, minuman hingga perlengkapan kantor. Saat ini sudah bisa diakses dengan konsep ‘smart office’, manfaatkan IoT dengan dukungan pembayaran cashless (melalui QR code scanning).

Sebelumnya virtual market sudah hadir di 13 stasiun kereta api di Jabodetabek. Ada juga yang dikustomisasi untuk brand kecantikan ‘Lunadorri’, hadir di Pacific Place Jakarta. JD.ID X-Mart yang dilengkapi dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) juga sudah hadir sebelumnya di PIK Avenue.

Sebagai salah satu perusahaan ritel besar di Asia, JD.com melalui JD.ID ingin fokus menambah channel di berbagai wilayah dan menjalin kemitraan bukan hanya dengan brand namun juga mitra coworking space, pemerintah dan instansi lainnya.

“Fokus kami tidak hanya ingin memanfaatkan teknologi untuk semua namun juga menambah channel di berbagai bisnis yang bisa membantu brand besar untuk meningkatkan penjualan sekaligus mempelajari demografi pembeli mereka memanfaatkan data analytics dari JD.ID,” kata Head of Marketing and Business Development JD.ID Andrew You.

Masih dalam fase awal, kolaborasi JD.ID dengan vOffice saat ini hanya menyediakan jumlah SKU yang terbatas. Nantinya jika sudah ada traksi yang positif, jumlah SKU akan ditambah dan pilihan Pick up Point juga akan diterapkan di vOffice untuk pelanggan yang mau mengambil barang mereka di vOffice.

Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, Service Level Agreement (SLA) yang diterapkan pada layanan JD.ID Virtual di coworking space vOffice ini dapat dilakukan dalam waktu 24 jam setelah melakukan pembayaran. Pembayaran dapat menggunakan transfer bank, kartu kredit hingga Cash on Delivery (COD).

Salah satu pilihan pembayaran yang saat ini tengah didorong pertumbuhannya oleh JD.ID adalah melalui GoPay. Pasca investasi JD.com dengan Gojek beberapa waktu yang lalu, JD.ID mengklaim mengalami pertumbuhan pembayaran menggunakan GoPay, yang saat ini menjadi pembayaran e-wallet default JD.ID. Pembayaran serupa seperti Ovo dan Dana tidak masuk dalam pilihan pembayaran e-wallet JD.ID Virtual Market.

“Saat ini JD.ID masih memiliki kontrak secara long term dengan vOffice, namun tidak menutup kemungkinan kerja sama strategis lainnya akan dijalin JD.ID dengan coworking space lainnya di Jakarta,” kata Andrew.

Rencana JD.ID tambah virtual market

Virtual market yang sudah hadir di beberapa tempat tersebut juga dimanfaatkan oleh JD.ID sebagai salah satu kanal untuk mengumpulkan data. Nantinya bagi brand yang berminat, bisa mendapatkan demografi pembeli sekaligus melihat produk apa saja yang paling digemari. Teknologi ini dipadukan dengan data yang diperoleh JD.ID melalui aplikasi dan platform.

Dalam waktu ke depan virtual market akan ditambah jumlahnya dalam konsep yang berbeda. Salah satunya adalah rencana JD.ID untuk menempatkan teknologi tersebut di kawasan Alam Sutera. Pengembangan juga akan menargetkan area perkantoran dan pusat perbelanjaan.

Salah satu proyek yang saat ini juga tengah dikembangkan oleh JD.ID adalah menempatkan virtual hub di beberapa bandara di Indonesia. Harapannya teknologi tersebut bisa memudahkan turis lokal untuk membeli produk lokal yang kemudian bisa dikirim langsung ke rumah mereka, semua memanfaatkan logistik dari JD.ID.

Untuk investasi virtual market ini, Andrew menegaskan dana yang digelontorkan masih terus berjalan, sesuai dengan komitmen JD.ID untuk mempercepat pertumbuhan bisnis di Indonesia.

“Dengan hadirnya virtual market ini bisa memberikan keuntungan lebih untuk JD.ID, untuk mitra di virtual hub dan tentunya brand yang ingin mempromosikan produk mereka memanfaatkan teknologi milik JD.ID,” tutup Andrew.

Application Information Will Show Up Here

Advocado Ingin Bantu UKM Tingkatkan Pendapatan Melalui Program Loyalitas Pelanggan

Masih rendahnya pemahaman kalangan UKM tentang program loyalitas pelanggan menjadi salah satu alasan mengapa Advocado didirikan. Terlebih lagi, saat ini sudah banyak UKM di Indonesia yang sudah memanfaatkan teknologi, namun sayangnya belum banyak yang memanfaatkan layanan berbasis data dan program loyalitas tadi.

Kepada DailySocial, Bussiness Development Manager Advocado Indonesia Su Aidi mengungkapkan, kebanyakan program loyalitas yang hadir di Indonesia saat ini hanya sebatas sistem berbasis poin dan umumnya memerlukan software bertarif mahal untuk ukuran UKM. Advocado hadir sebagai software sekaligus konsultan bisnis untuk UKM dalam memahami bagaimana kampanye marketing dijalankan, memanfaatkan fitur loyalitas pelanggan.

Harapannya, dengan penerapan sistem loyalitas bisa meningkatkan omzet dan mendatangkan pelanggan baru yang lebih banyak dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan. Sebelumnya Advocado telah terlebih dulu singgah di pasar Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Hongkong.

“Advocado didirikan untuk membantu sektor UKM meningkatkan omzet dan mengefisiensikan upaya pemasaran dengan mengenal lebih dekat pelanggan mereka melalui software CRM.”

Menambah jumlah UKM

Tim Advocado disebutkan bisa memberikan konsultasi kepada pelaku usaha dari pain point yang ada melalui strategi campaign yang ada di dalam software hingga membantu meregistrasikan UKM di software Advocado. Mereka dapat hadir dan melakukan on boarding dari UKM manapun di luar Jakarta, dengan hanya cukup menghubungi melalui WhatApp. UKM juga dapat menyediakan perangkat gadget tersendiri untuk pengoperasiannya di meja kasir hingga mengatur campaign marketing yang ada di dalam software.

Selain itu, mereka juga menawarkan fitur campaign yang berguna untuk menjaring pelanggan baru maupun meningkatkan resistensi pelanggan yang ada.

Saat ini Advocado telah memiliki sekitar 1000 lebih UKM terdaftar di Singapura, dengan jumlah pengguna sekitar 600 ribu orang. Di Indonesia sendiri sejak diluncurkan bulan Juli 2019, Advocado menargetkan bisa merangkul sekitar 1200 lebih UKM dalam waktu satu tahun ke depan.

“Kami optimis dapat membantu 1200 UKM dalam meningkatkan layanan mereka kepada pelanggan sekaligus membantu mereka meningkatkan pendapatan usaha. Dalam waktu dekat kami belum mengarah kepada fundraising, kami ingin fokus dengan sumber daya yang ada untuk mengeksekusi program Advocado dan berkolaborasi sebaik mungkin dengan UKM di Indonesia,” tutup Aidi.

Platform SaaS Finata Bantu UKM Benahi Laporan Keuangan

Berdasarkan data BPS, ada sekitar 62 juta UKM di Indonesia dengan laju pertumbuhan sekitar 100 ribu usaha per tahun. Sementara data dari Ditjen Pajak, hanya terdapat kurang dari 1 juta usaha yang sudah melakukan kewajiban pajak.

Masalahnya adalah kebanyakan UKM tidak memahami cara pembuatan pembukuan atau tidak mengerti manfaat dari kerapihan laporan keuangan, bahkan cara membaca laporan keuangan yang berstandar.

Melihat persoalan tersebut Yudi Sudarmadi selaku Founder & CEO Finata kemudian membuat solusi berupa perangkat lunak keuangan berbasis SaaS yang bisa menghasilkan laporan keuangan sesuai standar akuntansi. Juga dilengkapi fitur pengelolaan pajak dan fitur untuk mendiagnosis kesehatan bisnis. Dibantu oleh Tantan Hilyatana yang berpengalaman dalam pengembangan produk digital, PT Reksa Finansial Tertata (Finata) didirikan.

Software keuangan UKM Finata merupakan web-based cloud computing yang bisa diakses oleh pengguna kapan saja di mana saja. Sehingga pengguna tidak perlu dipusingkan dengan proses instalasi dan penyimpanan data perusahaan. Dengan model bisnis SaaS freemium, setiap UKM bisa memilih dan membayar fitur sesuai kebutuhan.”

Sejak diluncurkan, Finata saat ini telah memiliki 280 pengguna. Berdasarkan feedback dan respons, Finata berupaya untuk melakukan perbaikan sistem agar bisa bermanfaat bagi pengguna. Dengan memiliki kemampuan dan alat yang tepat dalam pencatatan keuangan, pelaku UKM dapat meningkatkan skala bisnisnya secara komprehensif sekaligus mengetahui bagaimana cara tepat mendatangkan sumber permodalan yang terbaik bagi usahanya.

“Termasuk bila didatangi petugas pajak. Karena tidak mengerti keuangan apalagi perpajakan, akhirnya langsung menderita kesulitan keuangan, mendadak bangkrut, atau terkena pidana pajak,” ujar Yudi,

Sebagai bentuk dukungan kepada pemilik usaha, Finata bisa diakses secara gratis melalui situs yang saat  ini masih versi beta. Belum memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi, Finata mengklaim sebagai satu-satunya software akuntansi yang bisa menghitung setoran pajak dan dilengkapi dengan diagnosis kesehatan bisnis.

Target tahun 2019

Dengan target 200 ribu pengguna terdaftar dan 2000 pengguna aktif harian di tahun 2019, Finata berharap dapat menjadi bagian dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas kewirausahaan di masyarakat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri. Secara khusus menyasar pelaku UKM yang berjualan secara online sebagai early adopter, dengan menggunakan Finata, diharapkan mereka dapat mendeteksi kesehatan usahanya sehingga mampu melakukan pengembangan bisnis.

Finata juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, yang nantinya bisa digunakan untuk kegiatan pemasaran. Rencana fundraising akan dilakukan setelah Finata memiliki jumlah pengguna yang ditargetkan. Saat ini Finata juga tengah menjajaki program IPO khusus untuk startup di kategori papan akselerasi.

“Kami akan terus berkolaborasi dengan komunitas UKM dan menjadikan pemerintah sebagai mitra untuk memperluas edukasi penataan keuangan UKM saat ini,” tutup Yudi.

Eksperimen Ovo Memanfaatkan Big Data untuk Mendorong Pertumbuhan

Pemanfaatan big data diharapkan membantu mempercepat bisnis, apalagi bagi perusahaan yang menganut paham data driven. Dengan alasan tersebut, sejak dua tahun terakhir Ovo mengembangkan sejumlah inovasi analitik data yang diharapkan membantu ekosistem mengadopsi digital dan pembayaran nontunai.

Salah satu proyek unggulan tim Ovo adalah vending machine SmartCube yang mulai tersedia di beberapa titik, khususnya properti Lippo Group, seperti Universitas Pelita Harapan dan Lippo Mall.

Chief Data Officer Ovo Vira Shanty kepada DailySocial mengungkapkan, SmartCube dibangun memanfaatkan analitik data yang diperoleh Ovo dari transaksi pembayaran konsumennya. Produk ini menjadi salah satu kanal untuk memahami lebih lanjut preferensi dan perilaku pengguna, termasuk segmentasi, kategori demografi, dan kebiasaan.

“Sudut pandangnya cukup luas, karena yang kita hadirkan tidak hanya memberikan pengalaman baru kepada pengguna Ovo, tapi juga bisa dimanfaatkan oleh brand, agency, perusahaan FMCG, hingga vending machine operator,” kata Vira.

Data tersebut dianalisis lebih lanjut dengan membangun 360 degree customer profile. Hasil analisis tersebut dikembangkan demi pengalaman yang berbeda bagi masing-masing pengguna.

Selling dan sampling

Smart cube yang ditempatkan di kantor Ovo / DailySocial
SmartCube yang ditempatkan di kantor Ovo / DailySocial

Saat ini Ovo masih fokus ke ekosistem yang ada. Merchant yang telah bergabung di program SmartCube bisa mendapatkan insight dengan memanfaatkan penjualan produk (selling) dan sampling yang ditawarkan Ovo.

Untuk memudahkan monitoring, disediakan dashboard real time untuk melihat produk yang harus diisi ulang, produk yang paling disukai, dan yang kurang diminati. Data ini memungkinkan merchant mengganti produk yang sudah tidak relevan dan mendapatkan rekomendasi produk yang paling laku di pasaran.

Produk lain yang sedang dikembangkan Ovo adalah bagaimana teknologi SmartCube bisa langsung terkoneksi ke kampanye yang sedang berlangsung secara real time. Misalnya, untuk SmartCube yang ditempatkan di Lippo Mall Puri, pengguna yang bertransaksi bisa melihat iklan yang tampil di layar SmartCube berdasarkan preferensi pengguna tersebut. Dari sana merchant bisa memanfaatkan aksi lanjutan, apakah memberikan voucher untuk mengarahkan pengguna membeli produk di toko terdekat atau memberikan voucher atau potongan harga melalui aplikasi Ovo.

“Pada akhirnya kita ingin mendorong traffic baru kepada merchant melalui offline ke online dan sebaliknya. Yang bisa berguna untuk ekosistem internal dan eksternal Ovo hingga bisnis unit dari Ovo sendiri.”

Ovo menargetkan hingga akhir tahun 2019 bisa menempatkan sekitar 100 SmartCube di lokasi pilihan dan 1000 SmartCube hingga akhir tahun 2021.

“Banyak yang harus kita siapkan saat SmartCube siap untuk disebarkan, mulai dari kelancaran proses pembayaran memanfaatkan aplikasi Ovo, ketersediaan produk dari brand untuk pengisian di SmartCube hingga tampilan iklan dari layar yang tersedia di SmartCube tersebut. Edukasi hingga pembelajaran penggunaan SmartCube kepada pengguna juga kita perhatikan.”

Untuk memastikan data pengguna aman dan tidak tersebar ke pihak lain, Ovo mengklaim membangun teknologi SmartCube secara independen. Mereka hanya memberikan informasi berupa insight, rangkuman, dan agregasi ke pihak yang membutuhkan.

Melayani data secara end-to-end

Sejak bulan April 2017 lalu, tim Data Analytics Ovo sudah mempersiapkan peluncuran SmartCube sebagai proyek unggulan dalam hal inovasi komersial. Sebagai senjata utama, SmartCube diharapkan bisa terintegrasi ke solusi kampanye yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan eksternal dan sumberdaya milik Ovo sendiri.

“Dalam kurun waktu dua tahun ini kita sudah selesaikan road map kita. Fokus kita ke depan sudah ke arah benefit realisation jadi lebih ke arah bisnisnya. Apapun yang kita lihat sebelumnya dan yang kita lihat saat ini adalah lebih kepada sisi commercial benefit-nya.”

Dalam kesehariannnya, tim Data Analytics Ovo menjalankan operasionalnya secara hibrida, artinya mereka memegang sisi teknis dan bisnis. Dari sisi teknis, mereka melakukan fungsi end-to-end terkait data, mulai dari ide, pengembangan, riset, implementasi, pemasaran, dan penjualan. Implementasi bisnisnya adalah peluncuran produk seperti ini.

Tim Data Analytics Ovo saat ini sudah berjumlah 50 orang, yang terdiri dari solution data architect, data engineering, data scientist, business intelligence, business analytics solution dan data monetisation (sales dan marketing).

“Kami dari Ovo percaya data bisa membantu untuk menentukan keputusan yang terbaik belajar dari feedback dan informasi yang sebelumnya tidak diketahui. Kami meyakini big data bukan hanya membantu bisnis secara internal, namun juga mendorong ekosistem di luar. Karena besarnya transaksi yang masuk ke Ovo, dibantu juga dari ekosistem eksternal,” tutup Vira.

Application Information Will Show Up Here

Layanan “Personal Homecare” MHomecare Jembatani Kebutuhan dan Suplai Tenaga Kesehatan

Besarnya lulusan perawat saat ini tidak dibarengi dengan peluang kerja dan kesejahteraan bagi mereka. Menurut data Kepala BNP2TKI, pertumbuhan lulusan perawat di Indonesia tiap tahunnya mencapai lebih dari 26 ribu orang, sebaliknya pertumbuhan lapangan kerjanya (dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan) jauh di bawah itu.

Hal ini menyebabkan over supply tenaga kesehatan di Indonesia, padahal kebutuhannya sangat signifikan.

MHomecare didirikan untuk mencoba menjembatani permintaan publik ke jaringan perawat. Kepada DailySocial, CEO MHomecare Angga Pramana Jaya menyebutkan, MHomecare hadir untuk mengatasi permasalahan yang benar-benar terjadi di NTB saat itu.

“Kami melihat saat ini permintaan pasien (demand) dan tingginya jumlah tenaga kesehatan (supply) membuat MHomecare lahir agar dapat menjadi solusi yang menjembatani kedua hal tersebut. Jumlah kebutuhan layanan homecare sangatlah tinggi, baik pelayanan dari caregiver, perawat, hingga bidan.”

MHomecare adalah aplikasi kesehatan berbasis digital yang menghubungkan tenaga kesehatan yang berlisensi dan pasien. Tenaga kesehatan (perawat, bidan, dan caregiver) yang tergabung dalam layanan ini bisa mendapat pelatihan yang diberikan MHomecare Provider Academy untuk mengembangkan soft skill dan hard skill mereka, termasuk standarisasi pelayanan.

Saat ini total tenaga kesehatan yang telah lulus pelatihan mencapai 672 orang yang terdiri dari perawat, bidan dan caregiver.

MHomecare dapat dipesan melalui situs atau melalui aplikasi di platform Android. Platform ini memiliki layanan harian, mingguan, ataupun bulanan untuk pendampingan bayi, lansia, dan orang sakit.

Untuk strategi monetisasi, MHomecare mendapatkan fee sebesar 20%-30% dari tenaga kesehatan. Mitra tenaga kesehatan dapat bekerja dengan waktu yang fleksibel dan penghasilan tanpa batas. MHomecare disebut telah bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah, produk nasional dan komunitas.

Pasca menjadi pemenang ajang Indonesia-Korea Startup Demo Day 2019 beberapa waktu lalu, MHomecare memiliki beberapa rencana dan target yang ingin dicapai, termasuk ingin menjadi platform layanan kesehatan yang profesional, mudah, dan memberikan harga yang transparan.

Selain MHomecare, sejumlah startup juga menyasar pasar yang sama, misalnya Homecare24, Insan Medika, RuangRawat, dan MyNurz.

“Tahun ini MHomecare memiliki target untuk memberdayakan lebih dari 5 ribu tenaga kesehatan yang tersebar di Jabodetabek. MHomecare tidak hanya memasarkan, tetapi juga ingin menstandarisasi layanan tenaga kesehatan, serta menanamkan jiwa entrepreneur dari seluruh tenaga kesehatannya agar dapat menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesia,” tutup Angga.

Application Information Will Show Up Here

Pemanfaatan Chatbot untuk Kemudahan Bisnis Online

Sesungguhnya teknologi artificial intelligence (AI), atau bagian dari implementasinya, saat ini sudah menjadi bagian dari keseharian. Mulai dari rekomendasi pemesanan makanan di aplikasi Gojek hingga Grab, petunjuk arah atau navigasi peta di Waze dan Google Maps, hingga pertanyaan rutin yang kerap diajukan pembeli di marketplace memanfaatkan chatbot. Tidak saja memudahkan proses-proses dasar, teknologi AI dan turunannya juga membantu memangkas biaya pengeluaran.

CEO BJTech Diatce G. Harahap di sesi #SelasaStartup kali ini mengungkap bagaimana teknologi AI dan turunannya bisa membantu UKM meningkatkan transaksi tanpa menghambat proses penjualan.

Penerapan chatbot

Penggunaan AI yang paling umum saat ini adalah chatbot dan navigasi peta. Menurut survei yang dilakukan BJTech, penggunaan chatbot paling banyak dimanfaatkan untuk keseharian (76%). Sisanya, sekitar 15% untuk keperluan edukasi dan nonprofit, sementara 9% untuk keperluan pribadi.

Menurut survei tersebut, industri yang paling banyak memanfaatkan chatbot adalah perbankan. Perbankan memanfaatkan chatbot untuk menjawab pertanyaan rutin dan paling mendasar dari nasabah. Sementara 12% memanfaatkannya di platform e-commerce.

“Kita melihat kebiasaan dari masyarakat Indonesia adalah bertanya sebelum barang dibeli. Pertanyaan yang diajukan juga sangat mendasar yang sebenarnya sudah tertera dalam deskripsi dan informasi produk.”

Melihat potensi tersebut, BJTech, melalui Balesin, mencoba mengakomodir kebutuhan layanan chatbot sederhana dengan pilihan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. BJTech telah mengembangkan produk yang diimplementasi BNI bernama “Cinta: Personal Intelligent Banking”.

Dengan sifat yang terbuka dan berupa platform tanya jawab, chatbot kerap disalahgunakan pengguna untuk penulisan kata-kata yang tabu dan dilarang. Meskipun demikian, penggunaan chatbot diklaim terbukti ampuh untuk menciptakan relasi atau engagement dengan pengguna.

Brand yang ingin memanfaatkan chatbot untuk engagement bisa memanfaatkan quiz atau bagi-bagi hadiah. Sebagian besar memang chatbot ideal untuk melancarkan kegiatan promosi dan marketing.”

Mendukung bisnis online

Salah satu kendala yang kerap dialami pelaku bisnis saat berjualan secara online adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dari pembeli. Proses ini dinilai menghabiskan waktu yang cukup besar karena sudah menjadi budaya masyarakat. Persoalan lain yang kerap dialami adalah pengecekan produk yang tersedia.

Dengan chatbot, semua pertanyaan tersebut bisa dijawab secara otomatis. Chatbot memungkinkan proses berjalan sesuai dengan kebutuhan atau dikustomisasi dalam template. Dukungan chatbot diklaim bisa membantu proses penjualan hingga 80%.

“Sebagian besar UKM hanya ingin menjual produk mereka sebanyak mungkin, namun kegiatan tanya jawab dari pelanggan tidak bisa dihindari. Di sinilah fungsi chatbot bisa membantu mereka.”

Tren Inovasi “Digital Marketing” Berbasis Teknologi

Kemudahan yang ditawarkan teknologi saat ini mempengaruhi bisnis saat melancarkan kegiatan digital marketing (pemasaran digital). Mulai dari menerapkan teknologi artificial intelligence (AI), chatbot, video hingga omnichannel. Tidak hanya membantu memangkas pengeluaran, pemanfaatan teknologi bisa menjadi alat yang lebih efektif untuk mendukung kegiatan pemasaran dan mengakuisisi target pasar.

Artikel berikut ini merangkum tren teknologi yang mendukung kegiatan kegiatan pemasaran digital.

Artificial Intelligence

Saat ini teknologi AI sudah menjadi segmentasi paling besar dalam hal menentukan calon pelanggan yang tepat. Mulai dari retargeting, push notification, click tracking dan lainnya, kombinasi teknologi AI yang tepat bisa membantu bisnis memasarkan produk mereka.

Menurut riset yang dilakukan Blueshift, sekitar 28% kegiatan pemasaran telah menggunakan AI untuk memberikan rekomendasi produk, sementara itu sekitar 26% memanfaatkan AI sebagai optimasi kampanye mereka.

Dalam survei tersebut juga disebutkan, AI secara langsung bisa membantu bisnis untuk meningkatkan layanan pelanggan. Survei yang dilakukan Forrester dalam Global State of Artificial Intelligence menyebutkan, sekitar 57% bisnis memanfaatkan AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, sementara sekitar 44% memanfaatkan AI untuk meningkatkan performa produk dan layanan yang tersedia.

Personalisasi yang saat ini sudah banyak diterapkan ternyata bisa diciptakan dengan memanfaatkan AI. Menurut survei yang dilakukan IDC dan Criteo, sekitar 67% kegiatan pemasaran akan menjadi lebih personal tampilannya dengan memanfaatkan AI, sementara itu sekitar 66% kegiatan pemasaran yang mengedepankan personalisasi dalam hal rekomendasi iklan dan format yang relevan.

Sementara itu, melihat tren yang ada, diprediksi pada tahun 2020 mendatang, sekitar 64% responden survei menyebutkan personalisasi yang bisa dilakukan secara real time dan penyebaran pesan yang dioptimasi akan menjadi kegiatan pemasaran digital yang paling banyak dilakukan.

Teknologi AI juga bisa membantu bisnis memberikan fitur seperti pencarian gambar yang relevan dan cepat. Konsep ini cocok diterapkan oleh platform e-commerce. Diprediksi di masa mendatang pencarian memanfaatkan keyword akan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan mencari rekomendasi melalui gambar ke dalam platform.

Chatbot

Media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram saat ini sudah dimanfaatkan berbagai brand untuk menciptakan relasi yang lebih personal dengan pelanggan. Namun cara tersebut dinilai kurang efektif, jika dilakukan secara rutin, dalam hal menjawab pertanyaan mendasar. Untuk mengatasi kondisi tersebut, kehadiran chatbot diklaim mampu mempercepat dan membantu proses interaksi dengan pelanggan secara lebih efektif.

Dengan makin masifnya pengembangan chatbot saat ini, teknologi tersebut memberikan kemudahan dan kemampuan untuk melakukan percakapan yang mendasar secara cepat dibandingkan jika bisnis menempatkan tim layanan pelanggan. Teknologi ini juga mampu memangkas waktu yang terbuang, meskipun perusahaan telah menyematkan live chat dalam situs mereka. Dengan biaya yang tergolong terjangkau, chatbot menjadi solusi ideal bagi bisnis untuk kegiatan layanan pelanggan.

Dalam survei yang dilakukan Leadpages terungkap, setelah beberapa periode penggunaan chatbot untuk berinteraksi dengan pelanggan bisa meningkatkan jumlah percakapan hingga 36%. Dengan makin berkembangnya teknologi AI, dipastikan kemampuan chatbot bakal mengalami peningkatan.

Omnichannel

Berbagai pilihan channel, mulai dari media sosial, pencarian secara online memanfaatkan mesin pencari, hingga berkunjung langsung ke offline store, menjadi opsi bagi konsumen mengakses layanan sebuah perusahaan.

Melihat potensi yang ada, sudah waktunya brand menerapkan kegiatan omnichannel. Berbeda dengan multichannel yang diklaim efektif meningkatkan jumlah akuisisi pelanggan hingga transaksi, melalui omnichannel brand bisa memberikan pengalaman pengguna yang lebih optimal, seamless, dan konsisten melalui proses komunikasi yang efektif memanfaatkan berbagai channel.

Melalui interaksi langsung dengan pelanggan melalui media sosial, misalnya, terapkan juga kegiatan memanfaatkan SEO dan melalui email. Tujuan kegiatan omnichannel ini adalah melihat rekam jejak pelanggan dan interaksi apa yang paling banyak dimanfaatkan mereka. Harapannya, dengan menerapkan cara ini, pelanggan tersebut bisa lebih nyaman dengan berbagai pilihan channel dan interaksi yang tersedia.

Agar kegiatan ini bisa berjalan dengan baik, tempatkan tim CRM (customer relationship management) dan buatlah program CRM khusus, agar bisa memantau lebih lanjut interaksi pelanggan dalam platform yang berbeda.

Video

Dengan memanfaatkan platform seperti YouTube atau Facebook Live hingga video tools media sosial seperti Instagram dan TikTok, kegiatan pemasaran memanfaatkan video bisa sangat efektif. Dalam survei yang dilakukan oleh Cisco, diprediksi pada tahun 2021 mendatang sekitar 82% traffic internet akan banyak diserap konten video online.

Tidak heran jika diprediksikan tahun ini sekitar $20 miliar dikeluarkan untuk kegiatan pemasaran berbasis video. Jumlah tersebut meningkat dari sekitar $2 miliar pada tahun 2015.

Tren lain yang diprediksi akan banyak muncul adalah pemanfaatan platform Live Video.

Video bisa dimanfaatkan untuk kegiatan peluncuran produk hingga membangun reputasi yang berbeda saat menggelar kegiatan offline dan mempublikasikannya secara online. Penggunaan video juga memungkinkan bisnis untuk menjangkau target pengguna lebih luas lagi secara cepat dan langsung.

Augmented Reality dan Virtual Reality

Meskipun belum terlalu masif pemanfaatannya, augmented reality dan virtual reality terbukti mampu menciptakan positioning yang efektif ke target pengguna. Kegiatan pemasaran memanfaatkan teknologi ini  memberikan pengalaman pelanggan yang berbeda, sehingga kesan hard sell tidak terlalu terasa.

Berdasarkan survei yang dipublikasi eMarketer, sekitar 48,1 juta warga Amerika Serikat telah menikmati augmented reality setiap bulannya sepanjang tahun 2018. Jumlah ini diprediksi akan meningkat tahun ini hingga 54,4 juta orang.

Contoh implementasi augmented reality yang efektif adalah fitur yang diterapkan IKEA. Memanfaatkan smartphone, calon pembeli bisa melihat secara langsung gambaran penempatan furnitur di ruangan dengan menciptakan tampilan secara real time yang memberikan pengalaman pelanggan yang baik.

Sementara itu, teknologi virtual reality (VR) paling banyak dimanfaatkan untuk pengembangan game dan industri ritel.

Platform Agregator Pembayaran Aiqqon Permudah UKM Adopsi Pembayaran Non-Tunai

Masih rendahnya penggunaan mesin Eletronic Data Capture (EDC) di kalangan industri kreatif menjadi salah satu alasan mengapa Aiqqon Triarta Mas hadir di tanah air. Platform agregasi pilihan pembayaran online untuk bisnis UKM offline ini resmi hadir dalam bentuk aplikasi mobile.

Saat acara soft launching hari ini, (15/07), Founder Thomas Nugroho menyebutkan, Aiqqon hadir untuk memenuhi kebutuhan bagi pemilik bisnis UKM mulai dari pemilik usaha kuliner, jasa, dan lainnya untuk mulai mengadopsi cara pembayaran secara non-tunai.

“Saat ini kami mencatat dari sekitar 63 juta UKM di Indonesia hanya sekitar 1,1 juta unit mesin EDC yang sudah digunakan oleh berbagai merchant di Indonesia. Sulitnya proses pendaftaran dan verifikasi dari Bank, menjadikan tidak banyak pemilik bisnis UKM yang mendapatkan kesempatan untuk mengoperasikan mesin EDC untuk pembayaran.”

Melalui platform Aiqqon, kini pemilik bisnis UKM bisa menerima pembayaran menggunakan kartu kredit hingga e-wallet tanpa harus memiliki mesin EDC. Hanya memanfaatkan platform Aiqqon, semua pilihan pembayaran tersebut sudah bisa diterima. Masih tersedia di Jakarta, fokus dari Aiqqon saat ini adalah menambah jumlah merchant, jumlah pengguna untuk melakukan pembayaran dan pembelian jasa dan produk yang ada di aplikasi Aiqqon dan melancarkan kegiatan pemasaran.

“Meskipun baru beroperasi sekitar satu bulan, namun aplikasi kami sudah diunduh oleh pengguna dengan jumlah yang cukup besar. Transaksi dengan pembayaran kartu kredit pun sudah kami peroleh dari jasa desain interior dengan jumlah hampir Rp100 juta,” kata Thomas.

Startup binaan perusahaan modal ventura Mandiri Capital Indonesia (MCI) ini masih memiliki rencana untuk melakukan fundraising tahap awal dari beberapa investor lokal dan asing.

“Kami terus membuka peluang untuk fundraising, namun fokus kami saat ini adalah memperkuat sistem dan bersiap untuk mengikuti Singapore Fintech Festival akhir tahun ini,” kata Thomas.

Cara kerja Aiqqon

Dengan menggunakan aplikasi Aiqqon, pengguna dapat memilih untuk menggunakan berbagai alat pembayaran, termasuk kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik, baik yang diterbitkan dari beragam Bank Penerbit maupun dari berbagai penyedia uang elektronik di Indonesia. Lebih jauh proses tersebut dapat dilakukan tanpa investasi alat tambahan apapun, seperti mesin EDC dan proses due diligence yang menyulitkan. Cukup mengunduh aplikasi dan mendaftar secara online.

Prosesnya pembayaran pun terbilang cukup sederhana. Klik logo “Bayar” di aplikasi dilanjutkan dengan Scan QR Code atau memasukkan 6 angka order ID yang diperoleh dari mitra ketika akan bertransaksi, dilanjutkan menambahkan metode pembayaran yang ingin digunakan (kartu kredit ataupun kartu debit yang berlogo Visa, Mastercard, ataupun JCB).

Pemilik usaha yang ingin bergabung dengan platform Aiqqon cukup mengunggah KTP dan akun rekening bank ke dalam platform. Jika sudah lolos proses verifikasi bisa memilih metode pembayaran yang diinginkan. Aiqqon disebut tidak mengenakan biaya administrasi kepada merchant.

“Kami bisa menjamin informasi kartu kredit yang tersimpan milik pengguna aman dengan menerapkan proses 3D Secure dan OTP dari masing-masing bank. Bukan hanya untuk menerima pembayaran Aiqqon juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran tanpa mesin EDC,” kata Thomas.

Selain kartu kredit tersedia juga pilihan pembayaran melalui Doku, Midtrans, OVO, LinkAja, Trumoney, Bank Mandiri, BNI dan Maybank. Aiqqon disebut sudah berada di bawah pengawasan dan naungan Bank Indonesia. Perusahaan juga sudah terdaftar di Kemenkominfo dan mengklaim sudah memenuhi persyaratan ISO 207001.

Potensi pengembangan

Aiqqon berencana menambah pilihan pembayaran dengan cara PayLater dengan menambah kemitraan dengan platform Kredivo dan Akulaku demi mudahkan kebutuhan konsumen.

Untuk membantu mitra meningkatkan usahanya, Aiqqon juga akan menghadirkan layanan pembiayaan atau modal usaha tambahan untuk merchant yang memenuhi persyaratan dan dinilai layak mendapatkan tambahan modal.

“Selain memanfaatkan data analytics, kami juga melihat rating dan jumlah transaksi yang berhasil didapatkan oleh merchant selama bergabung dengan kami. Masih dalam rencana namun ke depannya pembiayaan ini akan kami hadirkan untuk merchant Aiqqon,” kata Thomas.

Application Information Will Show Up Here

Shinhan Financial Group Siapkan Program Inkubator untuk Startup Indonesia

Sebagai salah satu bank komersial Korea Selatan, Shinhan Financial Group memulai kehadirannya di Indonesia melalui kerja sama dengan Indomobil di bisnis pembiayaan. Awal tahun ini perusahaan berencana memperluas bisnis di sektor multifinance. Tak hanya itu, mereka berencana meluncurkan inkubator startup di Indonesia, dengan nama Shinhan Future’s Lab, pada kuartal ketiga tahun 2019. Program serupa sudah diterapkan di Vietnam sebagai inkubator pertama di luar Korea Selatan pada tahun 2016.

Belum ada detail tentang program inkubator ini dan startup seperti apa yang bisa menjadi pesertanya. Layanan fintech, khususnya berhubungan dengan sektor perbankan, broker dan pembiayaan sekuritas, dan manajemen aset, menjadi incaran program inkubator tersebut.

Kemitraan dengan hub inovasi

Selain Indonesia, Shinhan Future’s Lab rencananya juga akan dihadirkan di Amerika Serikat dan Inggris Raya tahun 2020 mendatang. Untuk melancarkan rencana tersebut, Shinhan Financial Group sedang menjajaki kolaborasi dengan Plug and Play Tech Center di Silicon Valley dan Level39 di London.

“Bagi para alumni nantinya tidak hanya mendapatkan tambahan modal, namun juga bisa memanfaatkan dukungan dalam bentuk riset dan pengembangan bisnis agar bisa melakukan scale-up ke pasar global,” kata Kepala Tim Strategi Digital Shinhan Financial Cho Young-su.

Sejak diresmikan pada tahun 2015 lalu, Shinhan Future’s Lab telah merekrut sekitar 72 startup Korea Selatan dalam empat batch dengan total alokasi pendanaan sekitar 12 miliar won (sekitar 143 miliar Rupiah) hingga tahun lalu.