GoTo Alihkan Aset Motor Listrik Senilai 23,6 Miliar Rupiah ke Electrum

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) melalui anak usaha PT Rekan Anak Bangsa (RAB) melepas aset motor listrik, perlengkapan baterai, dan merek dagang senilai 23,6 miliar Rupiah kepada PT Energi Kreasi Bersama (EKB). 

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, RAB dan EKB menandatangani jual-beli aset yang terdiri dari 251 unit kendaraan sepeda motor listrik Smartscooter Gogoro 2 Plus dan 502 unit perlengkapan kendaraan baterai sepeda motor listrik Smartscooter Gogoro 2 Plus pada 29 Juli 2022.

Manajemen GoTo mengungkap telah mempertimbangkan langkah ini sesuai pengembangan usaha masing-masing. Pihaknya menilai pengelolaan serta pengembangan usaha perdagangan aset sepeda motor listrik, perlengkapan baterai, dan merek dagang lebih optimal dikelola oleh EKB.

“Perusahaan akan mendapat manfaat secara tidak langsung, yakni portofolio melalui perolehan dividen yang diterima perusahaan dari EKB di masa mendatang. Hal ini mengingat GoTo melalui RAB memiliki 38.875 saham atau mewakili 50% dari total modal ditempatkan dan disetor EKB,” demikian pernyataan manajemen GoTo.

Seperti diketahui, PT Energi Kreasi Bersama (Electrum) merupakan perusahaan patungan (JV) kendaraan listrik roda dua yang didirikan oleh PT TBS Energi Utama Tbk (IDX: TOBA) dan Grup Gojek (sebelum IPO) pada November 2021. Sebagai komitmen awal, nilai investasi yang dikucurkan sebesar $10 juta dari total $1 miliar dalam lima tahun ke depan.

Ramai proyek kendaraan listrik

Sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi dan energi hingga pemodal ventura ramai-ramai menggarap proyek kendaraan listrik. Hal ini untuk mendukung upaya pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara dengan target produksi 600 ribu mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030.

DailySocial.id mencatat sejumlah inisiatif hijau ini datang dari model kemitraan. Misalnya, PT Indika Energy Tbk (IDX: INDY) bersama Alpha JWC Ventures dan Horizons Ventures mendirikan perusahaan patungan Ilectra Motor Group (IMG) dengan total investasi sebesar $15 juta.

Kemudian, NFC Indonesia menggandeng SiCepat untuk mendirikan PT Energi Selalu Baru (ESB) yang akan difokuskan pada distribusi sepeda motor listrik, penukaran baterai, dan layanan pendukung lain. Bahkan Grab telah memulai inisiatif ini sejak 2019 dengan mengembangkan ekosistem kendaraan listrik secara bertahap yang dimulai dari kawasan Jabodetabek.

Bicara pengembangan kendaraan listrik, baterai merupakan komponen yang memakan 35% dari biaya produksi. Meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik akan mendorong perannya dalam rantai pasok industri di skala global. Apalagi Indonesia memiliki posisi kuat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, dan cadangan bahan baku primer, seperti cobalt, mangan, dan aluminium masih tinggi.

Berdasarkan laporan Deloitte, pertumbuhan tahunan global pada kendaraan listrik mencapai 29% dalam sepuluh tahun ke depan. Total penjualan kendaraan listrik dari 2,5 juta di 2020 diperkirakan meroket ke angka 11,2 juta di 2025 dan 31,1 juta di 2030.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Kantongi Laba Bersih Rp8,59 Triliun di Semester I 2022

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mengantongi laba bersih sebesar Rp8,59 triliun atau meroket 1.220% pada semester I 2022 dari kerugian Rp763 miliar di periode sama tahun lalu. Laba bersih ini adalah hasil dari nilai investasinya di PT Allo Bank Tbk (IDX: BBHI).

Namun, Bukalapak masih mencatatkan EBITDA minus Rp732 miliar dengan rasio adjusted EBITDA terhadap Total Processing Value (TPV) membaik dari -1,2% menjadi -1% pada semester I 2022.

“Meski sudah mencatat laba bersih, kami tetap fokus pada kinerja operasional. Maka itu, kami tetap menggunakan adjusted EBITDA sebagai indikator kinerja perusahaan,” demikian pernyataan manajemen Bukalapak dalam keterangan resminya.

Berdasarkan laporan keuangan, Bukalapak membukukan total pendapatan sebesar Rp1,6 triliun atau naik 96% dari periode sama tahun lalu yang sekitar Rp863 miliar.

Jika dirinci, pendapatan dari lini bisnis Mitra naik 235% menjadi Rp969,3 miliar. Adapun, kontribusi pendapatan Mitra merangkak dari 33% menjadi 55% (YoY).

Sementara, lini Marketplace mengantongi pendapatan sebesar Rp648 miliar atau tumbuh 22,4% (YoY). Marketplace menyumbang 38% terhadap total pendapatan Bukalapak. Lini Buka Pengadaan juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 65% menjadi Rp73,5 miliar meski baru berkontribusi 4,3% ke pendapatan.

Marjin kontribusi Bukalapak naik dari -0,2% menjadi -0,1%. Marjin ini dihitung sebagai laba kotor dikurangi beban penjualan dan pemasaran terhadap TPV. Adapun, marjin kontribusi Mitra terhadap TPV Mitra membaik dari -0,5% menjadi -0,4%. Rasio beban umum dan administrasi terhadap TPV juga membaik menjadi 1% dari periode sama tahun lalu 1,2%

TPV Mitra

Lebih lanjut, Bukalapak membukukan total TPV sebesar Rp70,6 triliun pada semester I 2022 atau naik 25% dibanding periode sama tahun lalu. Dari total tersebut, TPV Mitra menyumbang Rp34,9 triliun dengan kenaikan 46% (YoY).

Di kuartal II saja, total TPV meningkat 24% menjadi Rp36,5 triliun di mana TPV Mitra menyumbang Rp17,7 triliun. Menurut perusahaan, sebanyak 75% dari total TPV disumbang dari wilayah luar tier 1 berkat pertumbuhan kuat pada digitalisasi warung dan toko ritel tradisional.

Saat ini, Bukalapak memiliki 14,2 juta mitra warung offline dan 6,8 juta merchant online. Adapun, Bukalapak berupaya mendorong utilisasi lini Mitra, Marketplace, channel online, termasuk specialized platform (itemku, Allo Fresh, dan Bmoney) untuk memonetisasi trafiknya.

Dalam paparan publik beberapa waktu lalu, Presiden Bukalapak Teddy Oetomo mengungkap tengah memperkuat layanan keuangan sebagai tulang punggung dari seluruh lini bisnis Bukalapak. Misi utamanya adalah meningkatkan inklusi keuangan pada pemilik warung atau UMKM di Mitra Bukalapak.

Per akhir Juni 2022, posisi kas Bukalapak mencapai Rp20 triliun.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Living Lab Ventures dan Pashouses Kolaborasi Membangun Proyek Rumalaku.id

Living Lab Ventures melalui divisi inkubasi Living Lab X berkolaborasi dengan startup proptech Pashouses untuk membangun Rumalaku.id. Melalui proyek ini, keduanya ingin memfasilitasi penjualan rumah tapak secondary di area BSD City dan sekitarnya.

Untuk menyerap pasar rumah tapak secondary di kawasan tersebut, Rumalaku bekerja sama dengan pengembang properti Sinar Mas Land. Nantinya, Rumalaku.id akan dikelola bersama oleh Pashouses dan Sinar Mas Land. Sementara, Pashouses dapat membantu pemilik rumah untuk melakukan renovasi ringan sehingga rumah dapat siap jual dengan harga terbaik. Pashouses juga memfasilitasi pengajuan KPR sesuai kebutuhan calon pembeli.

Chief Transformation Officer Sinar Mas Land Mulyawan Gani mengungkap kolaborasi ini merupakan langkah untuk mengakselerasi transformasi pada seluruh proyek milik perusahaan. “Kami melayani pemilik rumah yang ada di proyek Sinar Mas Land melalui platform yang dapat memfasilitasi penjualan rumah secondary dengan informasi akurat,” ungkapnya.

Sementara itu, Partner di Living Lab Ventures Bayu Seto menuturkan, Pashouses dan mitra Living Lab Ventures dapat langsung menjalankan pengembangan proyek dengan mengimplementasikannya di sejumlah ekosistem offline yang telah bekerja sama dengannya. Adapun, keberhasilan Pashouses mengoptimalkan jual-beli properti secondary nanti dapat diperluas hingga skala nasional.

Co-founder dan CEO Pashouses Junghans Tasani menambahkan, “Kerja sama strategis ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan para investor untuk mendapatkan properti dengan mudah di BSD City melalui platform digital,” ucapnya.

Living Lab Ventures

Living Lab Ventures merupakan kendaraan investasi baru milik Sinarmas Land Limited (Sinar Mas Land) untuk sektor agnostik di Asia Tenggara. Living Lab Ventures memfasilitasi startup secara berkelanjutan melalui tiga pilar utama, yakni investasi, inkubasi dan integrasi, serta venture building.

Melalui Living Lab Ventures, Sinar Mas Land berupaya mengembangkan ekosistem digital, terutama untuk menambah aspek digital pada pengembangan township secara keseluruhan. Salah satu tesisnya adalah mencari startup yang dapat memberikan dampak terhadap masalah yang dimiliki penghuni kota dan solusi berbasis city centric-driven.

Baru-baru ini, Living Lab Ventures juga memberikan pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar Rp57 miliar kepada startup proptech IDEAL. Startup ini menghadirkan platform yang dapat menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi pada pengajuan KPR hunian.

Adapun, solusi-solusi ini diharapkan mampu tantangan besar pada masalah pembelian rumah di Indonesia. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa literasi masyarakat terhadap pengajuan KPR masih rendah sehingga mereka belum sepenuhnya memahami seluruh proses di dalamnya. Belum lagi tantangan klasik lainnya, seperti administrasi dokumen yang masih manual hingga keamanan data.

Lebih lanjut, data BI mencatat industri KPR lokal di 2021 mencapai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 17% dalam lima tahun ke depan. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan populasi Gen Y dan Gen Z dalam sepuluh tahun ke depan yang akan menjadi target utama pasar properti.

Dyota Marsudi: Ekosistem “Offline” Jadi Kunci Rangkul Segmen “Unbanked” dan “Underbanked”

Dalam wawancara perdana DailySocial, Presiden Direktur PT Bank Aladin Syariah Tbk (IDX: BANK) Dyota Marsudi bercerita gagasan dan strateginya menjangkau masyarakat unbanked dan underbanked di Indonesia dengan pendekatan sederhana, yakni menyentuh aspek yang lekat dengan keseharian mereka.

Sebagai langkah awal, Bank Aladin bersinergi dengan salah satu raksasa modern retail PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (IDX: AMRT). Jaringan luas Alfamart menjadi strategi kunci Bank Aladin untuk men-deliver layanannya dengan cara yang efisien dan accessible. Sinergi ini semakin solid kala Alfamart resmi menggenggam sekitar 2,2% saham Bank Aladin.

Bank Aladin sebelumnya bernama Bank Net Indonesia Syariah. Perusahaan resmi berganti identitas pada Juni 2021. Selain Alfamart, perusahaan insurtech asal Tiongkok ZA Tech Global juga masuk menjadi investor Bank Aladin pada April 2022.

Berikut petikan wawancara kami untuk memahami lebih lanjut strategi omnichannel Bank Aladin dalam memperkuat posisinya di industri bank digital.

Ceritakan proses transformasi awal menjadi Bank Aladin?

Jawab: That was a very difficult thing to do. Sebetulnya, kami sudah punya lisensi syariah meski target pasar yang diincar sekarang berbeda. Untuk membangun perusahaan dengan pemilik dan manajemen baru, ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, menjalankan dua bisnis secara paralel. Bisnis legacy tetap berjalan, but don’t put too much effort. Wind down secara bertahap, dalam 2-5 tahun akan mengecil.

Kedua, membangun dari nol. Bagi bank, membangun hal baru cukup sulit. Kalau harus menjalankan dua bank sekaligus, baik legacy maupun bank digital, tentu sulit karena bisnis, sistem, dan timnya berbeda. Nah, kami punya tim baru dengan tim yang menjalankan bisnis dan teknologi sebelumnya.

What we did adalah putuskan semuanya dengan cepat. Istilahnya rip the bandage off. Ini terjadi sebelum saya masuk. Saat itu, pemegang saham pengendali (PSP) dan tim mengambil sejumlah tindakan, yakni mencari buyer untuk take over aset, melihat kembali liabilitas, dan hentikan renew sistem. Ada beberapa orang di-let go, tetapi kami minta mereka reapply lagi supaya kami bisa assess.

Apa hipotesis Anda mengenai target pasar dan strategi Bank Aladin?

J: Sedikit kilas balik, sebelum berganti nama, Bank Net Syariah bermain di segmen korporasi, syndicated loan, yang di-drive oleh Maybank Malaysia. Saat itu mereka ingin mengembalikan license [syariah], tetapi OJK memberi kesempatan bagi mereka yang ingin berinvestasi di sini.

Pemegang saham pengendali (PSP) membuat tesis—nah, saat itu saya belum bergabung—yang kebetulan sama dengan yang saya pelajari saat bekerja di Vertex Ventures. Membangun tech company berarti ada dua hal yang bisa dilakukan, yakni (1) membuat existing market lebih efisien dan (2) membuka market baru.

Kami melihat segmen corporate atau ultra high network sudah overserved di sektor perbankan, khususnya layanan keuangan. Sudah ada aplikasi dan produk khusus. Banyak wholesale yang memberikan loan. Jadi segmen ini sudah afluent dan relatif nyaman.

Justru segmen terbesar yang perlu menjadi perhatian adalah middle income dan below. Kami sebut sebagai unbanked dan underbanked yang populasinya mencapai 77%. Ada yang punya rekening, tapi belum dipakai sepenuhnya. Ada juga yang akunnya dormant. Mereka tidak punya akses ke layanan keuangan resmi atau formal.

Alasan mereka tidak punya akses ke layanan keuangan adalah mereka butuh simple product, bukan sophisticated atau produk yang strukturnya rumit. Kemudian, soal akses. Sebelum bank digital ada, buka rekening harus ke bank di mana tidak semua lokasi ada dan tidak buka seharian. Terakhir, dalam sebuah survei, syariah menjadi faktor kedua terpenting saat nasabah menentukan bank. Ini tiga hal utama yang menjadi landasan membangun Aladin.

Simple product dan akses tercermin dari produk. Turunannya adalah partner kami. Saat kami bangun Bank Aladin, partner yang kami ajak kerja sama harus punya kontribusi signifikan terhadap tesis tersebut. Nah, Alfamart paling cocok dengan segmen yang kami incar. Setiap bulan puluhan juta orang datang ke Alfamart. Mereka bertransaksi dalam volume kecil. Selain itu, Alfamart punya 17.000 lokasi gerai di Indonesia. Mereka sudah punya trust terhadap Alfamart dan telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat setempat. Bagi segmen yang kami incar, interaksi itu penting. Mereka bisa berinteraksi nyaman.

Akses, trust, dan simple product sudah kami dapatkan. Yang kami lakukan selanjutnya adalah amplify those things. We try and make product as simple and accessible sehingga kami bisa menarik 77% ini, termasuk UMKM, yang belum punya akses ke layanan keuangan dan pinjaman.

Bagaimana transformasi teknologi dan pengembangan produk Bank Aladin?

J: Di awal 2021, tim kami baru 30 orang. Lalu, jumlahnya mencapai 200 orang di akhir 2021. Sekitar 50%-60% dari total headcount kami adalah product engineer. Kalau benchmarking bank secara umum, porsi product engineer bisa sepuluh kali lipat. Namun, kami adalah bank. Everything we do harus di-assess dengan baik. Kami harus compy dengan regulasi.

We run a very nimble company. We start simple. We build things as we go. Bukan [menggunakan model] waterfall di mana harus lengkap dulu baru launch. Kami start pengembangan fitur dari kebutuhan yang paling core, seperti aplikasi untuk onboarding dan fitur transfer. Lalu, kami launch [aplikasi] di awal 2022 setelah mendapat lisensi dari OJK dan BI. Artinya, kami membangun bank digital in less than six months. Everything we build is from scratch, with no legacy issues.

Kami bangun semua teknologi sendiri, kecuali core. Dulu kami pakai Silverlake untuk core banking system. Lalu, kami ganti ke Mambu, which is a cloud-based core banking systemWe are culturally more similar to tech company daripada bank, tetapi operationally we are bank. Kami bukan fintech, P2P, atau multifinance.

Bagaimana penerimaan pasar terhadap aplikasi Bank Aladin?

J: Jumlah nasabah kami yang sudah melewati KYC di Dukcapil dan dijamin LPSini akun aktif, bukan download, phone number, atau emailhampir 700 ribu. Dengan catatan, kami belum push marketing kencang, baru di semester II ini.

Produk funding sudah setengah triliun Rupiah, ini liabilities ya. Sementara, produk financing kami baru mulai. Sudah [salurkan] beberapa ratus miliar, tetapi belum optimal. Primarily, produk financing kami untuk supplier Alfamart, sedangkan funding untuk pengguna retail. Sebagian besar nasabah kami adalah retail.

Kami dapat masukan dari nasabah kami. Ternyata, masih ada yang mengira kami pinjol, which is not good for us. When we go down to tier 2 or 3 cities di mana ada cakupan Alfamart, awareness Aladin belum terserap dengan sempurna. That’s why we’re going to push marketing in second half and establish Bank Aladin‘s name even better. We plan a lot of products, hopefully we get it right. Semoga brand awareness kami lebih kuat dan tidak diasosiasikan dengan pinjol. Siapa tahu, 700 ribu nasabah kami dapat berkembang menjadi tujuh juta.

Apakah Bank Aladin akan go cardless?

J: Kami akan tetap pakai kartu. Kami berikan masyarakat opsi untuk memiliki kartu atau tidak saat registrasi.

Kita bisa merasa optimistis dengan teknologi. Perkembangannya cepat sekali. Lihat saja sekarang banyak tech company besar, bahkan ada yang sudah IPO.  Namun, will everything be cardless or cashless in the next 5 or 10 years? Mungkin in unpopular opinion, menurutku ini belum diketahui. Lalu, what do we need to do? We need to be able to serve the customer today. Kita tidak bisa tunggu 5-10 tahun supaya [adopsi teknologi] mereka siap. Ini mengapa kami approach dengan model omnichannel.

Jaringan omnichannel yang kami miliki, with all due respect, at least from the offline side should be the strongest dari [yang dimiliki] bank digital saat ini. Kami bermitra dengan Alfamart untuk tarik-setor tunai. We have access to over 17,000 location. Ekosistem Alfamart besar dan primarly offline. Digitalisasi online ada di Bank Aladin.

Apakah kami tidak berkolaborasi dengan online platform, seperti e-commerce, ride-hailing, atau travelThe answer is yes, but we believe the offline element is more important now considering the target market is unbanked and underbanked. Saat [ekosistem] offline sudah terbentuk, kami bisa mulai fokus ke online. Kami bisa saja full online, nothing stopping us. Namun, the reason we go offline adalah we know our target segment. We know their behavior. We know what they need. Jadi ini adalah go-to market strategy, bukan capabilities issue.

Apakah ada sinergi pembukaan rekening di gerai Alfamart?

J: Pembuatan rekening butuh KYC. Ini sangat regulated karena ada risk assessment. We don’t plan to do onboarding nasabah di gerai Alfamart karena itu akan menjadi cabang, less-efficient, proses ribet, dan investasi tinggi.

Yang kami lakukan lewat sinergi ini adalah kasir di Alfamart dapat membantu mengarahkan calon nasabah untuk mengunduh aplikasi Bank Aladin dan go through e-KYC process sendiri. Artinya, kami ingin membuat calon nasabah merasa nyaman dengan menggunakan pendekatan Alfamart. Kami membangun aset sendiri yang dapat menjadi complimentary bagi aset yang dimiliki partner.

Apa saja fokus Bank Aladin di tahun ini?

J: Fitur yang kami push sejak awal adalah tarik-setor tunai di gerai Alfamart. Kalau hanya opsi transfer saja, bagaimana tariknya? Sementara, segmen unbanked dan underbanked rata-rata belum punya rekening.

Kami coba buka akses yang simple dan tidak ribet, yakni Alfamart. Nasabah bisa menabung atau tarik tunai di kasir apabila tidak ada ATM. Tech integration is done sehingga kami bisa scale dengan cepat. Kasarnya, tinggal dinyalakan saja. Jadi nasabah bisa lakukan di semua Alfamart di Indonesia. Kami juga akan dorong promosi di Alfamart untuk meningkatkan transaksi dan memahami behavior mereka.

Kami juga ingin fokus untuk financing, to make sure our liabilities is productive. In the next semester, we’ll build financing product untuk UMKM karena we can assess UMKM better than retail. Kami adalah bank, bukan P2P atau multifinance. NPL kami betul-betul diawasi investor.

Mengapa bersinergi dengan ZA Tech? Apa saja produk kolaborasinya?

J: Belum banyak yang tahu bahwa perusahaan insurtech ZA Tech Global punya bank digital dan number one di Hong Kong. They have actually built a winning bank. Belajar dari mereka sangat excitingFor us, insurance seems to be a logical next step. Insurance adalah core product mereka dan kami ada pipeline ke sana, baik itu micro insurance, loan insurance, apapun itu.

Saat ini, kami belum bisa diclose dari sinergi ini. Perlu diketahui, semua produk yang kami bangun hanya untuk segmen kita saja, yakni unbanked, underbanked, dan SME. Kami harus disiplin, apakah [yang dibangun] sesuai dengan kacamata unbanked dan underbanked. Jadi, kami tidak akan bikin [produk] yang kompleks. We always try to make decisions based on data we collect.

Partnership tidak mudah karena chemistry, strategi, dan aspek lain harus cocok. Kita sudah align semua dan hanya masalah timeline saja. Jadi, when we find a good partner, we’ll pull the trigger. 

Application Information Will Show Up Here

BTPN Syariah Lakukan Integrasi API dengan Dagangan untuk Aplikasi Laku Pandai

BTPN Syariah (BTPS) mengumumkan versi terbaru aplikasi Warung Tepat yang sudah terintegrasi via API dengan Dagangan. Fitur teranyar ini memungkinkan para agen (Mitra Tepat) untuk belanja barang kebutuhan rumah tangga/sembako satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Dengan Mitra Tepat ini efisiensi kami semakin meningkat. Para community officer lebih fokus dalam melakukan akuisisi nasabah karena sebagian tugasnya dilakukan oleh Mitra Tepat,” ucap Direktur Utama Bank BTPN Syariah Hadi Wibowo di Jakarta, Rabu (27/7).

Tak hanya fitur belanja sembako, aplikasi ini juga menyediakan tambahan alternatif pembayaran dengan paylater untuk nasabah yang sudah disetujui dengan limit pinjaman dari BTPS. Opsi ini melengkapi pembayaran yang sudah ada sebelumnya, yakni COD dan debet rekening saat membeli kebutuhan sembako.

Bentuk sinergi dengan startup portofolio

Pengembangan aplikasi Warung Tepat ke versi terbaru ini adalah bentuk realisasi dari investasi yang diberikan BTPN Syariah Ventura kepada Dagangan beberapa waktu lalu dalam putaran Pra-Seri B. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan untuk mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Hadi menuturkan sebetulnya, uji coba aplikasi Warung Tepat ini sudah dimulai sejak akhir 2020 dengan berbagai versi. Perlahan tim mengevaluasi masukan yang didapat di lapangan dan menyesuaikan dengan kebutuhan para agen. Pendekatan digital yang dihadapi BTPS untuk para ibu di kota lapis dua dan tiga memang lebih menantang, ada yang siap namun juga ada yang belum siap.

“Justru dengan pergeseran pola belanja para ibu itu [ke platform digital] yang kami harapkan, sehingga beban community officer bisa dialihkan untuk akuisisi nasabah lebih banyak. Sebab hingga saat ini kami tetap jaring nasabah baru.”

Nantinya tugas community officer akan tetap mendatangi para nasabah secara berkala, namun tujuannya untuk menjaga relasi dan berdiskusi untuk peningkatan pemberdayaan.

BTPS akan mengeskalasi angka pengguna Warung Tepat pasca peresmian versi terbaru ini. Diklaim hingga kuartal I 2022, sudah digunakan oleh 500 Mitra Tepat yang tersebar di 500 sentra. Seluruh agen ini telah melayani lebih dari 7.500 konsumen melalui Warung Tepat. BTPS menargetkan ada tambahan 25 ribu Mitra Tepat pada kuartal II 2022.

Terkait investasi di startup berikutnya, Hadi menyebutkan setidaknya akan melakukan satu investasi tiap tahunnya. Saat ini ada beberapa startup yang tengah diujicobakan dengan bisnis BTPS. Setelah terbukti berjalan, baru investasi dikucurkan.

“Sebab kita harus melihat bisnis startupnya proven di lapangan, jangan sampai kita asal berinvestasi. Inilah yang membedakan cara kerja BTPN Syariah Ventura dengan VC kebanyakan,” tambah Direktur Keuangan Fachmy Ahmad.

Inovasi Warung Tepat

Dalam perjalanan inovasi digital di BTPS, proses kerja Mitra Tepat menggunakan dua aplikasi, yakni Agen BTPN Syariah dan Warung Tepat. Keduanya punya fungsi berbeda. Aplikasi yang pertama dikhususkan untuk melakukan fasilitas perbankan, seperti tarik tunai, cek mutasi, transfer, dan sebagainya. Sementara, Warung Tepat baru menyediakan fitur pembayaran tagihan PPOB.

Pengembangan berikutnya, diputuskan untuk menyeriusi Warung Tepat agar dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para mitra, mulai dari transaksi perbankan, PPOB (tagihan BPJS, PLN, telepon, pulsa), pengajuan kredit hingga yang terbaru adalah fitur belanja sembako. Dari segi UI/UX didesain seramah mungkin bagi para ibu-ibu yang menjadi agen Laku Pandai di BTPS.

Pengguna cukup pilih barang yang ada di aplikasi, lalu pesan, dan pembayaran dapat dilakukan dengan debit rekening Tepat Tabungan Syariah atau saat barang diterima. Barang pesanan akan diantar langsung ke tempat mitra.

Salah satu Mitra Tepat, Widya, dari Cileungsi mengatakan, aplikasi yang dikembangkan BTPS memberikan dia banyak kemudahan. Dirinya yang sudah terbiasa melakukan berbagai transaksi untuk memenuhi kebutuhan warungnya. “Aplikasinya sangat mudah digunakan, banyak manfaat” ucapnya sembari mendemonstrasikan aplikasi Warung Tepat.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dari sekitar 4 juta nasabah pembiayaan BTPS, sekitar 20% di antaranya sudah “naik kelas” menjadi Mitra Tepat dan sudah lebih melek teknologi. Biasanya, satu kali dalam dua pekan, ada petugas bank atau disebut community officer yang mendatangi para nasabah untuk aktivitas perbankan. Akan tetapi, jika sebelum kunjungan tersebut dan nasabah non-Mitra Tepat memerlukan dana atau ingin menabung atau transaksi lainnya, mereka dapat menghubungi Mitra Tepat terdekat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Bank Neo Commerce: Babak Dua Transformasi Merekatkan “User Stickiness” 18 Juta Nasabah

Di tahun pertamanya beroperasi sebagai bank digital, PT Bank Neo Commerce Tbk (IDX: BBYB) telah mencatatkan milestone yang signifikan. Hingga semester I 2022, aplikasi BNC telah diunduh sebanyak 26 juta kali, nasabahnya menembus 18,5 juta dengan Monthly Active User (MAU) sekitar 3 juta.

Pencapaian ini tak lepas–salah satunya–dari strategi gamification di dalam aplikasi untuk memberikan daya tarik dan engagement lebih terhadap konsep ber-digital banking di Indonesia.

Jika tahun lalu Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan bicara top of mind, kali ini ia mengungkap sejumlah poin penting terkait upaya memperkuat fundamental bisnis, pengembangan fitur dan produk secara seamless, dan strateginya meningkatkan user stickiness.

Ceritakan kilas balik transformasi BNC dalam dua tahun terakhir?

Jawab: Pertama kali bergabung pada Maret 2020, saya dihadapkan pada tantangan combo. Covid-19 datang ke Indonesia. Memang pandemi mendorong akselerasi digital. Namun, di awal pandemi, banyak orang menarik dana dari bank kecil karena ingin mencari aman saat krisis terjadi. Sementara, saat itu Bank Yudha Bhakti (BYB) masih bank BUKU I. Kami sempat keliyengan karena likuiditas terbatas.

Namun, tanpa itu, sebetulnya tantangan saya sudah cukup berat. Founder Akulaku William Li meminta saya untuk mentransformasikan Bank Yudha Bhakti (BYB) menjadi bank digital terbesar di Asia dalam tiga tahun. Saat baru berpikir strateginya, datang lagi tantangan kedua, yakni OJK terbitkan aturan terkait modal inti minimum.

Apa yang kami lakukan dalam dua tahun terakhir? Kami fokus pada rencana, kami eksekusi dan deliver. Bagi saya, ideas is important, but what much more important is the execution. Saya turun ke lapangan, terlibat dalam detail, dan make sure eksekusi terjadi. Bagi neobanker (karyawan BNC), they haven’t seen what I see. Sebagai leader, saya harus bawa mereka menuju visi kami.

BYB sebelumnya adalah bank pensiunan. Transformasi kami bukan sekadar lompat, tapi quantum leap. Banyak step, tapi harus cepat. Jadi, mindset penting untuk deliver ke pasar. Perlu juga satu hal yang mengikat agar visi bisa berjalan, yakni culture. Kami ubah culture dari sebelumnnya gaya kerja BYB yang birokratif dan manual. Kami tanamkan nilai-nilai pada Neo Culture.

Selain itu, bagaimana mencari talent tepat di posisi tepat. Terkadang saya menemukan talent bagus, tapi belum ada posisinya. Kami masukkan, buat posisinya, karena ini untuk masa depan.

BNC mencatat milestone signifikan dalam dua tahun. Bagi bank, apakah pencapaian ini terlalu cepat?

J: Tergantung, apakah bank sudah mempersiapkan diri atau belum? Umpamanya begini, ada dua orang bertani di tempat yang jarang turun hujan. Keduanya sama-sama berdoa meminta hujan. Bedanya, petani A menyiapkan tanah, petani B tidak. Di saat hujan turun, siapa yang lebih siap? Nah, kami tidak hanya berharap, kami mempersiapkan diri sejak 2020. Pertumbuhan cepat akan berbahaya apabila tidak dibarengi dengan persiapan selanjutnya.

Tahun lalu, saya pimpin leaders meeting. Saya sampaikan saat itu, “we’ve been blessed with more than 14 million users. Sepertinya mindset kita harus balik ke titik zero. Don’t celebrate victory too early. It’s not there yet!“. Di 2022, we need something new. What are we gonna do? Saya dorong untuk switch ke mindset awal, seolah-olah kami belum punya pengguna. Work hard lagi, jadi tidak terlena. 18 juta pengguna BNC saat ini menjadi fuel kami.

Saya pikir 75% dari visi-misi kami sudah tereksekusi. Tidak terelakkan pasti ada evaluasi, tapi kami perbaiki terus. Nah, 25% ini mencakup apa saja? Saya sempat mendapat pertanyaan dari analis di perusahaan sekuritas terkemuka. Kapan BNC bisa untung? Saya tanya balik, apakah bank bertransformasi [hanya] mengejar profitabilitas?

Misi suci kami adalah menjangkau unbanked dan underserved. That’s why we become digital. Terbukti selama puluhan tahun di sektor bricks and mortar, bank yang mengandalkan kantor cabang tidak berhasil menjangkau unbanked dan underserved. Statistik berbicara. Indonesia negara kepulauan sehingga menggunakan gaya konvensional tidak efektif. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah smendorong pengembangan infrastruktur teknologi.

Kami bukan simply menjadi bank profitable saja. Kalau hanya kejar itu, kami tidak perlu bertransformasi. Lihat laporan keuangan di 2020, kami sudah profit. Mengejar profitabilitas tentu, tapi itu bukan nomor satu.

Apa hipotesis utama BNC mengadopsi model gamified banking?

J: Kami lakukan analisis, sebanyak 86% dari total pengguna kami adalah kaum milenial. Apa yang menarik bagi mereka? Mereka suka something fun, not boring. Dari sini, kami coba coba masuk dengan model gamification. Kalau kami jelaskan produk deposito dengan bunga 8%, respons mereka mungkin sebatas tertarik saja. Tapi ya sudah berhenti sampai di situ.

Kami pakai gamification untuk memperkenalkan produk-produk kami. Kami arahkan mereka menjajal fitur dengan melakukan sejumlah task. Misalnya, undang teman dapat koin. Jadi, lebih fun tanpa harus menggurui mereka. Alhasil, produk kami mulai dikenal, jumlah pengguna kami tumbuh, layanan deposito maupun saving naik. Kami juga create Neo World dan Neo Business di mana pengguna BNC bisa saling berinteraksi dan mempromosikan bisnis mereka. Kami coba connecting people.

Mengenai benchmark, kami terinspirasi dengan model gamification [bank] di Tiongkok. Banyak pengalaman atau user experience yang kami adopsi dan kemas sesuai dengan kultur Indonesia. Misal, Neo Angpau yang dikemas agar cocok dengan nuansa Lebaran.

Apa strategi Anda selanjutnya dengan milestone ini?

J: Seiring dengan bertumbuhnya pasar, bank digital atau bank yang punya digital arm dan digital channel akan menjadi pilihan. Kami memilih fokus pada milestone karena kami harus memberikan sesuatu yang fundamental, kembali pada basis pengguna kami.

Sejauh ini kami sudah meluncurkan produk Neo Loan, Neo Emas, dan Remittance. Untuk menghadirkan layanan remitansi, bank harus menjadi bank devisa. Kami pikir bagaimana close gap mengingat persyaratan menjadi bank devisa butuh waktu paling tidak 1,5 tahun-2 tahun. Kami pun bekerja sama dengan DigiAsia.

Kemudian, kami sedang menyiapkan fitur cash withdrawal tanpa kartu atau cardless. Kalau pakai kartu, kurang pas dengan spirit digitalisasi. Pengguna bisa tarik tunai di convenience store, seperti Indomaret atau Alfamart, dan ATM. Kami coba menyederhanakan caranya sehingga pengguna bisa tarik uang di mana dan kapan saja. Sekarang masih tahap pengembangan dan menunggu approval.

Kami akan terus menciptakan seamless experience. BNC termasuk bank digital yang sudah sepenuhnya e-KYC dan menggunakan biometric. Pembukaan rekening kami tidak pakai video call. Kami juga akan perluas kolaborasi menjadi open ecosystem. Mungkin ada bank digital yang hanya fokus pada ekosistem yang dimiliki grup. Kami terbuka dengan ekosistem lain. Kami percaya bahwa kunci digitalisasi untuk maju adalah kolaborasi, bukan berkompetisi.

Bagaimana Anda meningkatkan user stickiness pengguna dan MAU?

J: Kami memetakan user kami ke dalam empat kluster antara lain (1) kluster pengguna yang hobi mengumpulkan koin referral, (2) kluster pengguna produk tabungan dan deposito, (3) kluster pengguna transaksional, suka top up dan lakukan pembayaran, (4) kluster pengguna lending, dan (5) kluster investasi.

Demi meningkatkan user stickiness, kami meyakini kluster 3, 4, dan 5 akan menjadi motor penggerak BNC. Untuk kluster 3, kami sedang menyiapkan fitur QRIS yang akan meluncur sebentar lagi. Kluster ini akan menaikkan utilisasi pengguna sehingga semakin engage dengan aplikasi BNC. Pada kluster 4, kami akan menambah opsi investasi lain, seperti reksa dana, yang ditarget meluncur pada kuartal III 2022.

Saat ini, Neo Loan baru untuk segmen retail. Namun, kami berencana masuk ke UMKM juga. Di luar Neo Loan, kami sebetulnya sudah masuk ke UMKM lewat skema channeling dan approach langsung. Ini alasan kami menampilkan Neo Business untuk menghubungkan pengguna dengan pelaku usaha. Ekosistem kami masih clean, kami punya data untuk approach user yang tepat.

Sebetulnya teknologi kami sudah siap, tapi harus tunggu approval OJK untuk beberapa produk. Dengan strategi ini, kami targetkan jumlah pengguna BNC dapat mencapai 28-30 juta tahun ini.

Ada rencana penambahan modal tahun ini?

J: Saya harus luruskan terkait pemberitaan di media yang menyebut kami mencari investor baru. Lebih tepatnya, banyak investor approach yang tertarik dengan performance kami, baik investor dalam maupun luar negeri. Namun, ini masih undisclosed.

Begini, Indonesia merupakan pangsa pasar menarik dengan pertumbuhan digital paling pesat di Asia Tenggara. Ketika pandemi, tanpa sadar [perilaku] kita menjadi lebih digital. Ini yang membuat investor tertarik. Makanya jangan kaget apabila ada yang beli bank atau berinvestasi di bank.

Saya percaya dengan fundamental. Berinvestasi untuk jangka panjang apabila percaya dengan fundamental bisnis. Ini yang saya tawarkan ke investor. Kami showcase kinerja kami. Per Desember 2021, kami sudah salurkan kredit Rp4 triliun dan Net Interest Margin (NIM) mencapai 5,15%. Di semester I 2022, penyaluran pinjaman naik menjadi Rp7 triliun dan NIM mencapai 10,16%.

Memang kinerja kuartal I kurang bagus. Kami rugi Rp416 miliar. Biar adil saja, rugi kami turun 54% menjadi Rp194 miliar di kuartal II. Pendapatan kami naik, expense turun. Namun, kami harap bisa profitable dari month by month.

Akulaku sebagai controlling shareholder betul-betul work hand-in-hand dengan kami agar BNC menjadi bank terdepan di Indonesia dan diperhitungkan di Asia. Belum lama ini Akulaku juga menjadi unicorn dan ini membuka jalan kami lebih lebar.

Bank Raya: Kami Ingin Dorong Pekerja “Gig Economy” Naik Kelas

Dalam wawancara eksklusif DailySocial, Direktur Utama Kaspar Situmorang cukup banyak menyoroti manajemen aset dan liabilitas sebagai manifestasi untuk bertransformasi melayani pekerja gig economy atau pekerja informal. Ia punya misi jangka panjang, yakni menaikkelaskan pelaku gig economy, baik itu pemilik warung makan, pedagang, atau pekerja salon.

Kaspar, yang sebelumnya menjabat EVP Digital Banking BRI, berupaya memanfaatkan kekuatan ekosistem milik induk usaha untuk mencapai misi tersebut.

Bagaimana strategi dan pengembangan produk usai berganti identitas menjadi Bank Raya?

Bagaimana proses transformasi Bank Agro ke Bank Raya?

Jawab: Transformasi ini berawal dari buah pikiran Sunarso, Direktur Utama BRI, untuk melakukan transformasi digital BRIvolution. Goal-nya adalah go smaller, go faster, go shorter, dan go cheaper. Melayani sebanyak mungkin dengan biaya sekecil mungkin.

Ada dua objek transformasi [BRI Agro], yakni digital dan work culture. Kedua hal ini telah dirancang Pak Sunarso sejak 2017, di mana saat itu eksekusinya dilakukan bersama Pak Indra Utoyo sebagai Direktur Operasi dan Teknologi Informasi dan Digital Center of Excellence (DCE). Kami siapkan SDM, teknologi, dan data. Pak Sunarso tanya apakah kita sudah siap, karena saat itu kompetitor sudah mulai jalan. Karena Pak Indra Utoyo bilang sudah siap, keputusan diambil pada April 2021 untuk pivot Agro menjadi bank digital BRI.

Identitas Agro berganti menjadi Raya pada April 2021. Fokusnya menjadi digital attacker Grup BRI agar dapat mengamplifikasi layanan perbankan digital secara maksimal. Pembukaan [rekening], pinjaman dilakukan secara digital. Tidak ada manusia di tengah-tengah.

Bagaimana transisi leadership Anda dari BRI ke Bank Raya?

J: Saya banyak belajar kepemimpinan dari Pak Sunarso dan Pak Indra Utoyo. Mereka mengajarkan leadership itu harus by example, memiliki framework, dan kerangka berpikir. Jadi tidak mengarang. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Tanpa ketiganya tidak bisa. Jadi, kita harus bisa fit karakter dan model kepemimpinan sesuai perusahaan dan ekosistemnya. Saya merasa fit dengan ekosistem karena belajar dari mereka.

Pak Sunarso juga menciptakan ruang kepemimpinan bagi generasi muda yang bekerja di Grup BRI di anak-anak usaha, baik itu Raya, Pegadaian, atau PNM. Mereka ditempatkan di sana untuk mengasah problem solving, strategic thinking, maupun eksekusi.

Bagaimana framework transformasi Raya?

J: BRI punya framework transformasi digital yang fokus pada pilar eksploitasi dan eksplorasi. Di sisi eksplorasi, bank digital adalah outcome sebagai potensi bisnis dan revenue stream baru bagi Grup BRI. Dengan begitu kami tidak didisrupsi. BRI juga mengirimkan beberapa puluh orang dari divisi Digital Center of Excellence (DCE) ke Raya, termasuk saya, untuk membangun produk, IT, basis data, dan keamanan lebih cepat.

Setelah Bank Raya berdiri, kami menyederhanakan framework ke dalam tiga pilar; digital, digitize, dan revamp. Pilar digital fokus pada pengembangan produk keuangan, tabungan atau pinjaman, secara end-to-end. Pilar digitize fokus pada business process karena sebelumnya masih terbilang toxic. Kami perbaiki semua agar model bisnis digital ini dapat berjalan lancar. Banyak proses di perbankan yang harus didigitasi agar bisa align dengan pilar pertama.

Pilar revamp adalah menata kembali business legacy. Bank Raya bukan barang baru yang [setelah transformasi] lalu siap lari. Sebelumnya Agro bermain di sektor sawit. Kemudian, kami hentikan kredit korporasi dan tata ulang. Ada beberapa cabang ditutup, ada juga yang dialihfungsikan supaya biaya lebih optimal. Utamanya, supaya [transformasi] pada aspek people dan work culture bisa maksimal.

Aspek keuangan itu adalah outcome, tapi di bawahnya ada customer, business process, dan people. Kalau sudah di-retrain, rescale, mereka bisa melayani customer, karena ini adalah bisnis jasa.

Mengapa mengincar pasar gig economy?

J: Visi-misi Raya adalah menjadi house of fintech dan home for gig economy. Mengapa? Dengan memiliki manajemen aset dan liabilitas yang lebih baik, gig economy akan semakin bertumbuh. Data BPS di 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 46 juta pekerja informal tanpa slip gaji. Proyeksinya bertambah menjadi 74 juta pada 2024. Ini menjadi hipotesis kami melayani pekerja gig economy.

Untuk memahami perbankan, kita harus belajar pohon ilmunya, yakni manajemen aset dan liabilitas. Apapun banknya, baik itu bank digital, bank hybrid, atau bank syariah, semua akan fokus pada kedua hal itu.

Dulu Agro memiliki dana dan simpanan dalam jangka pendek, tetapi kreditnya jangka panjang. Kredit korporasi punya tenor 5-10 tahun. Namun, sumber pendanaan berjangka pendek semua, 3 bulan. Ini sulit. Makanya, kami transformasi Raya dengan mengubah manajemen aset dan liabilitasnya. Pinjaman jangka panjang diubah menjadi harian dengan sumber pendanaan bulanan.

Kami survei untuk validasi masalah. Pekerja ini butuh kasbon dengan kredit pendek-pendek. Pembayaran dipotong ketika gajian. Jadi, [kebutuhan] kredit harian dan sumber dana bulanan match dengan pasar pekerja gig economy yang kami bidik melalui produk tabungan dan pinjaman digital kami. Ini hal menarik yang terjadi di era kita. Tanpa validasi pasar, kebutuhan, dan user experience, mengembangkan sesuatu tidak akan ada fokusnya.

Lalu, mengapa house of fintech? Sewaktu menjadi EVP di BRI, kami mendapat amanah untuk membangun BRI Ventures dengan modal awal Rp1,5 triliun. Kami mulai investasi di startup tahap awal hingga unicorn karena kami lihat disrupsi akan datang dari non-bank. Jadi kami harus menyelami cara berpikir.

Dari sini kami melihat bagaimana Raya bermetamorfosis menjadi platform. Apapun layanan di Raya, itu harus bisa bermetamorfosis menjadi platform yang kami sebut Raya API. Kami percaya melalui open API, kami dapat mengintegrasikan ekosistem. Raya bekerja sama dengan BRI, itulah cara kami merajut ekosistem.

Bagaimana memanfaatkan ekosistem milik BRI?

J: Kami belajar dari WeBank dan KakaoBank, yang sudah profit, bahwa ekosistem merupakan kunci keberhasilan. Tanpa itu, tidak mungkin main di bank digital. Kalau menjadi bank hybrid, cost of acquisition tinggi dan customer lifetime tidak lama. Jadi, ekosistem adalah harga mati. Makanya, BRI mengamanahkan ekosistem BRILink agar dapat dikelola Raya, baik dari sisi manajemen aset maupun liabilitas.

Selain itu, bank, khususnya bank digital, jika ingin survive harus memiliki strategi yang spesifik pada manajemen aset dan liabilitas. Dari sudut pandang bankir, bank tanpa kedua hal ini pasti gagal. Prinsip ini kami terapkan di internal untuk menciptakan keunggulan produk. Saya melihat banyak bank di Indonesia yang [menawarkan] pinjaman dengan tenor tahunan, tetapi sumber pendanaan jangka pendek. Belum ada yang harian seperti kami.

Kami diberi amanah oleh BRI untuk menyelesaikan isu likuiditas yang dialami agen BRILink melalui pinjaman PINANG. Mereka punya uang kas banyak, tetapi saldo BRILink sedikit. Jadi, sulit untuk bertransaksi karena tidak ada saldo. Ketika mau setor uang, bank sudah keburu tutup. Makanya, dana talangan ini dapat dipakai untuk kebutuhan cepat. Kira-kira ada sekitar setengah juta agen BRILink di Indonesia.

Bank Raya sudah menyalurkan hampir setengah triliun disbursement ke 12.000 agen BRILink. Target kami dapat mengakuisisi 50.000 agen BRILink. Integrasinya sudah seamless sehingga agen BRILink tidak perlu ganti aplikasi karena PINANG sudah embed di dalam aplikasinya. Model transformasi manajemen aset dan liabilitas ini diterjemahkan ke dalam bentuk API dan web view dengan BRILink sebagai salah satu mitra kami.

Bagaimana profil pengguna Bank Raya? Fitur apa saja yang akan disiapkan?

J: Kami melihat profil pengguna tabungan Raya sudah melek digital. Pada 2020 ada banyak lay off pekerja karena pandemi. Menurut data BPS, mereka yang terkena lay off memanfaatkan banyak aplikasi di smartphone untuk mencari penghasilan. Misalnya, ojek online atau berjualan online. Artinya, pekerja gig economy ini adalah pekerja produktif yang memanfaatkan smartphone.

Gig economy sangat luas sekali. Kami membagi target pasar kami ke dalam tiga kategori, yakni F&B, retail, dan jasa. Dari ketiga sektor ini, kami coba garap fitur sesuai kebutuhan mereka. Semoga bisa kami rilis tahun ini. Kami belum bisa share banyak, tetapi fitur ini berkaitan dengan payroll. Kami ingin bantu pekerja gig supaya naik kelas. Sayang kalau mereka tidak bisa ajukan kredit motor atau KPR hanya karena tidak ada slip gaji. Ini yang bakal mentransformasikan pasar gig economy di Indonesia.

Raya juga bersinergi dengan aplikasi BRImo untuk pembukaan rekening. Kami mendapat izin yang memampukan pengguna memiliki simpanan yang di-embed di aplikasi BRImo. Jadi, customer tidak perlu keluar dari ekosistem BRI. Inilah mengapa kami diminta menjadi digital attacker BRI sehingga dapat leverage kekuatan sendiri.

Kami juga sinergi untuk tarik/setor tunai di seluruh ATM milik BRI tanpa kartu yang [meluncur] Agustus nanti. Transaksinya hanya menggunakan aplikasi dan memakai token. Raya akan kami arahkan untuk cardless dan cashless dengan pembayaran menggunakan QRIS. Selain itu, kami berencana masuk ke produk pinjaman dengan BRI secara cardless. Kami tidak mengajukan izin sebagai issuer sehingga kami pakai [lisensi] BRI sebagai issuer.

Semua ini menjadi pintu masuk ke BRI. Apabila basis pengguna tabungan Raya sudah terbentuk, mereka bisa naik kelas ke pinjaman di atas Rp1 miliar misalnya. Ini akan kami refer ke BRI.

Bagaimana Anda melihat kompetisi bank digital saat ini?

J: Setiap bank memiliki keunggulan dan ekosistem masing-masing. PR kami adalah bagaimana mentransformasi manajamen aset dan liabilitas dengan disipilin pada eksekusinya. Kata kunci keberhasilannya adalah mereka yang paling disiplin, paling cepat, dan paling konsisten dalam menciptakan keunggulan yang berkesinambungan. Dalam perbankan ini artinya cost of acquisition paling rendah dengan customer lifetime value paling tinggi.

Termasuk juga bagaimana media dapat mengedukasi pasar bahwa bank digital tidak hanya bicara soal valuasi, tetapi menciptakan nilai tambah dari ekosistem yang diamanahkan kepada kami.

Application Information Will Show Up Here

Astra dan WeLab Pertajam Komitmen Membawa Bank Jasa Jakarta Bertransformasi Digital

PT Astra International Tbk (IDX: ASII) mengumumkan akuisisinya terhadap PT Bank Jasa Jakarta (BJJ). Dalam penandatanganan Shares Subscription Agreement (SSA), Astra melalui PT Sedaya Multi Investama mencaplok 1,138 juta lembar saham atau sekitar 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Astra menggelontorkan sebesar Rp3,87 miliar pada transaksi ini. Adapun, kesepakatan ini telah diteken pada 1 Juli 2022.

Corporate Secretary Gita Tiffani Boer mengatakan transaksi tersebut bertujuan sebagai pengembangan usaha dan investasi Sedaya Multi Investama.

Selain itu, perusahaan juga mengumumkan bahwa Welab Sky Limited (WeLab) selaku salah satu pemegang saham Bank Jasa, juga akan menambah kepemilikan sahamnya di sana. Usai penyelesaian transaksi, WeLab akan mengantongi 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor di Bank Jasa Jakarta.

Pada Desember 2021, WeLab diketahui sudah menggenggam 24% saham Bank Jasa Jakarta. Aksi korporasi ini memperkuat komitmen mereka dalam membangun dan mengoperasikan bank digital. Mengingat potensinya masih besar, termasuk untuk menjangkau kalangan unbankable.

Dalam laporan yang dipublikasi oleh DSInnovate bertajuk “The Rise of Digital Banking in Indonesia“, disebutkan bahwa ukuran pasar bank digital, secara global nilainya diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020 dan akan bertumbuh hingga $30,1 miliar di 2026 dengan CAGR 15.7%.

Menurut OJK, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76,19% pada 2019. Selain itu, adopsi produk perbankan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga 2020, tercatat 351,7 juta rekening terdaftar di 110 bank (96 bank konvensional, 14 bank syariah). Sementara di Indonesia saat ini sudah ada 12 aplikasi bank digital yang bisa digunakan masyarakat.

Daftar bank digital dan calon bank digital di Indonesia. Sumber: Laporan DSInnovate

Relasi bisnis Astra dan WeLab

Relasi bisnis Astra dengan Welab telah terjalin sejak tahun 2018 ketika kedua perusahaan membentuk usaha patungan (joint venture) yang bergerak di bidang fintech lending, Astra WeLab Digital Arta. Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga merilis aplikasi Maucash, menawarkan dua produk pinjaman, Maucepat dan Mauringan.

WeLab merupakan startup p2p lending yang beroperasi di tiga negara melalui tujuh merek produk keuangan, di antaranya WeLend dan WeLab Bank di Hong Kong; WeLab Digital, Taoxinji, Wallet Gugu, dan Tianmian Tech di Tiongkok; serta Maucash di Indonesia.

WeLab Bank tercatat telah memiliki 50 juta pengguna dan menyalurkan pinjaman lebih dari $10 miliar. Sementara, WeLab mengantongi 150 ribu pengguna digital banking di Hong Kong.

Sementara, Bank Jasa Jakarta merupakan bank ritel yang menawarkan produk simpanan, pinjaman, dan layanan perbankan. BJJ memiliki 11 kantor cabang pembantu dan tiga kantor kas dengan jaringan ATM tergabung dalam jaringan Prima di seluruh kota besar Indonesia.

Perkuat ekosistem produk digital Astra

Grup Astra mulai melakukan transformasi digital sejak beberapa tahun lalu. Transformasi ini menggunakan tiga strategi utama, yakni memodernisasi core business, menciptakan sumber pendapatan baru yang inovatif, dan berinvestasi pada produk di ekosistem digital. Beberapa produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem produk digital Astra termasuk CariParkir, Sejalan, Movic, SEVA dan mo88i .

Di sepanjang 2021, Astra semakin gencar memperkuat ekosistem produk digitalnya. Pada kuartal pertama 2021, anak usaha Astra Financial meluncurkan aplikasi Moxa alias Mobile Experience by Astra Financial. Perusahaan juga telah meluncurkan AstraPay yang sudah dapat digunakan di ekosistem Grup Astra. Berikut rincian produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem Astra.

Produk Kategori Grup
AstraPay Fintech Astra Financial
Moxa Fintech Astra Financial
Maucash Fintech Astra Welab Digital Arta
mo88i Marketplace (mobil bekas) Serasi Autoraya (Mobil88)
CariParkir Transportation (navigation) Astra Digital
Seva.id Marketplace (mobil baru dan bekas) Astra Digital
Movic Transportation (car rental) Astra Digital
Sejalan Transportation (ride-sharing) Astra Digital

Bank Raya Luncurkan Pembukaan Rekening Online Melalui Aplikasi BRImo

PT Bank Raya Indonesia Tbk (IDX: AGRO) mengumumkan sinergi dengan induk usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (IDX: BBRI) untuk mengintegrasikan layanan digital saving. Melalui sinergi ini, calon nasabah Raya dapat membuka rekening baru pada aplikasi BRImo.

Dalam acara peresmiannya, Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto mengungkap bahwa ini menjadi langkah tahap awal dari transformasi digital di lingkup BRI Group yang mengacu pada cetak biru BRIVolution 2.0. “Kami terus berupaya menghadirkan layanan keuangan holistik bagi nasabah,” tutur Amam.

Sementara, Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang mengatakan bahwa sinergi ini memampukan Bank Raya untuk menuju posisinya sebagai end-to-end digital provider dan mengakselerasi pertumbuhan jumlah nasabahnya dengan cepat.

“Sejak hari pertama Bank Raya berdiri, transformasi aset dan liabilitas yang dilakukan BRI juga kami terapkan di sini. Maka itu, produk yang kami kembangkan disesuaikan dengan pasar yang kami serve, yakni pekerja gig economy,” ungkap Kaspar.

Aplikasi Raya meluncur sejak Februari 2022 dan mengantongi sebanyak 713 ribu pengguna per Juni 2022. Perusahaan membidik satu juta pengguna aplikasi Raya pada tahun ini. Sementara itu, BRImo telah dipakai 18,3 juta pengguna, di mana sinergi ini diharapkan dapat menggeser 2 juta pengguna ke aplikasi Raya.

Fitur digital saving Raya telah tersedia pada aplikasi BRimo sejak 31 Mei 2022 dan diklaim telah menghasilkan 1.008 rekening baru. Pembukaan rekening Raya juga sudah menggunakan teknologi e-KYC, bebas biaya administrasi, dan tidak ada minimal saldo.

Sebelum ini, induk usahanya BRI juga menggandeng sejumlah platform digital untuk mengintegrasikan pembukaan rekening online. BRI tercatat sudah menggaet aplikasi yang memiliki ekosistem dan basis pengguna besar, seperti Grab dan Tokopedia (BRI Ceria). Namun, strategi frond-end channel ini juga sudah banyak dilakukan oleh sejumlah bank, seperti CIMB Niaga, Mandiri, dan Permata Bank.

Pekerja informal

Sebagai informasi, Bank Raya sebelumnya bernama Bank Agro yang rebranding sejak September 2021. Berbeda dengan induk usaha yang bermain pada segmen mikro dan ultra mikro, Bank Raya membidik segmen pekerja informal atau gig worker.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pelaku gig economy pada 2020 mencapai 46,4 juta orang. Sementara, survei internal BRI Agro memproyeksikan gig worker mencapai 74,8 juta pekerja dalam lima tahun ke depan dengan memperhitungkan akselerasi digital di Indonesia.

Menurut survei, proyeksi pertumbuhan ini dipicu oleh pandemi Covid-19 (27% YoY) dan penurunan jumlah karyawan full time (8,84% YoY). Adapun, Bank Raya mengincar 10% atau 6-7 juta pekerja informal dari total proyeksi tersebut.

Bank Raya telah mengelola Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp10,15 triliun pada kuartal I 2022 dengan Rasio CASA 45,20% terhadap DPK. Transformasinya menjadi bank digital diharapkan dapat mendongkrak porsi CASA secara bertahap.

Bukalapak Bidik Pendapatan 3 Triliun Rupiah di 2022

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) membidik pertumbuhan pendapatan sebesar 44%-61% menjadi sebesar Rp2,7 triliun-Rp3 triliun pada tahun ini. Sementara, Total Processing Value (TPV) Bukalapak juga diproyeksi naik sebesar 39%-47%.

Dalam public expose kinerja keuangan 1Q22 Bukalapak, Presiden Bukalapak Teddy Oetomo mengungkap bahwa target pendapatan 2022 telah terealisasi sekitar 28% dari capaian kuartal pertama 2022 sebesar Rp788 miliar.

Kemudian, TPV tahun ini tercapai 19% atau Rp34,1 triliun di periode sama dari target analis sebesar Rp170 triliun. Take rate konsolidasi juga tumbuh menjadi 2,31% di kuartal I 2022, utamanya ditunjang oleh peningkatan take rate Mitra Bukalapak sebesar 2,73%.

Menurut Teddy, pencapaian kinerja keuangan perusahaan saat ini masih terbilang on-track. Pihaknya fokus untuk mengejar profitabilitas dengan memonetisasi trafik, tak hanya dari lini bisnis utama, tetapi juga bisnis di luar Bukalapak, seperti Allo Bank, AlloFresh, dan Itemku.

Pihaknya optimistis dapat mempertahankan pertumbuhan secara sustain berkat mix strategy perusahaan untuk meningkatkan kontribusi produk/fitur dengan take rate tinggi. “Kontribusi marjin kami hampir positif. Artinya, kami kini berada di fase berikutnya, yakni bukan lagi memperbaiki kinerja melalui efisiensi seperti sales dan marketing, tetapi mendorong pertumbuhan pendapatan. Saat ini kami perlu mengkover fix cost dan G&A supaya adjusted EBITDA dapat positif,” tutur Teddy.

Memang adjusted EBITDA Bukalapak masih tercatat minus Rp372 miliar di kuartal I 2022, tetapi ini terbilang 5% lebih baik dari kuartal IV 2021. Selain itu, realisasi EBITDA ini juga dikarenakan investasi di AlloBank yang harus melakukan mark-to-market.

“Proyeksi adjusted EBITDA kami di tahun ini minus Rp1,4 triliun hingga minus Rp1,5 triliun. Ini mungkin dianggap sebagai melebarnya kerugian, tetapi target kami sebetulnya adalah mencapai adjusted EBITDA yang relatif flat 1% dibanding periode sama tahun lalu,” tambahnya.

Apabila Bukalapak dapat menjaga level adjusted EBITDA pada Juni-Desember  pada posisi sama dengan realisasi per Mei, ada kemungkinan adjusted EBITDA dapat lebih baik daripada proyeksi minus Rp1,4 triliun. 

Saat ini, posisi kas Bukalapak per 31 Maret 2022 mencapai Rp20 triliun. Menurut Teddy, Bukalapak memiliki cash runaway yang sangat panjang. Pihaknya juga masih mengevaluasi kebutuhan investasi ke depan setelah berinvestasi di Allo Bank dan Allo Fresh.

Strategi Bukalapak

Berdasarkan kategori bisnis, Mitra merupakan penyumbang pendapatan terbesar Bukalapak dengan porsi 60% atau Rp471,8 miliar di kuartal I 2022. Sementara, lini Marketplace menyumbang Rp278,5 miliar terhadap total pendapatan dengan pertumbuhan 9% secara tahunan.

Teddy menegaskan bahwa target bisnis Marketplace bukan menjadi pemain dominan di industri. Alih-alih memosisikan Bukalapak sebagai ‘marketplace for all‘, perusahaan kini lebih fokus me-leverage data yang dimiliki ke lini bisnis yang punya prospek pertumbuhan menjanjikan, yakni marketplace untuk gaming Itemku.

Saat ini, pendapatan Bukalapak disumbang oleh tiga lini bisnis utama yang terdiri dari Marketplace, Mitra Bukalapak, dan Buka Pengadaan. Bukalapak juga memperluas vertikal bisnisnya dengan berinvestasi di AlloBank dan AlloFresh. Ini menjadi jalan baru Bukalapak untuk memonetisasi trafiknya.

Melalui investasi di bank digital, lanjut Teddy, pihaknya berupaya memperkuat layanan keuangan sebagai tulang punggung dari keseluruhan lini bisnis Bukalapak. Salah satu misinya adalah meningkatkan inklusi keuangan pada pemilik warung atau UMKM di Mitra Bukalapak. Adapun, AlloFresh akan fokus pada penyediaan berbagai produk FMCG, baik bagi end user maupun pemilik warung yang tergabung di Mitra Bukalapak.

“Integrasi terus dilakukan secara menyeluruh pada Allo Bank dan AlloFresh agar mencakup 128 store di Trans Retail. Kami melihat aspek pengiriman tidak kalah penting dengan harga. Semakin cepat pengiriman, para Mitra tidak perlu keluar biaya banyak untuk mendapatkan inventory besar. Mereka bisa memesan lebih sering sehingga perputaran bisnis lebih tinggi.

Application Information Will Show Up Here