Permudah Gamers, Codashop Perbanyak Opsi Pembayaran Digital

Situs layanan pembelian item dan voucher game Codashop terus menyempurnakan layanannya lewat integrasi dengan beragam sistem pembayaran. Komitmen tersebut dibarengi dengan kelengkapan produk game dan non-game yang dapat dibeli.

Kepada DailySocial, Senior Marketing Manager Codashop Yolenta Winda menjelaskan, dalam enam tahun operasionalnya di Indonesia, Codashop kini menyediakan metode pembayaran mencakup potong pulsa (direct carrier billing/DCB) dan gerai offline (Alfamart, Indomaret, dan agen TrueMoney).

Namun demikian, pertumbuhan terpesat yang saat ini paling banyak dipilih konsumen adalah dompet digital. Oleh karenanya, perusahaan gencar terhubung dengan pemain yang ada saat ini, mulai dari Gopay, Ovo, Dana, LinkAja, Doku, ShopeePay, hingga Kredivo. Sayangnya, ia tidak menyertakan lebih lanjut dengan angka pendukungnya untuk melihat perbandingannya dari waktu ke waktu.

E-wallet merupakan pembayaran yang paling banyak dipilih oleh user belakangan ini, selain pembayaran melalui potong pulsa karena e-wallet dengan mudah membantu konsumen untuk melakukan pembayaran tanpa kartu kredit atau orang-orang yang tidak memiliki rekening bank,” ucapnya.

Sementara, aplikasi game yang paling banyak diburu konsumen adalah Diamonds Mobile Legends, UC PUBG, Diamonds Free Fire, Valorant Points, dan beberapa game terkenal lainnya seperti Hago, Topfun, dan masih banyak lagi.

Salah satu integrasi teranyar yang baru diumumkan perusahaan adalah bersama ShopeePay. Dalam keterangan resmi, Marketing Manager ShopeePay Indonesia Cindy Candiawan menyebutkan diterapkannya PSBB sejak lima bulan lalu, berpengaruh positif terhadap tren bermain game online.

“Seiring berkembangnya industri game online di Indonesia, ShopeePay juga ingin turut berpartisipasi dalam menciptakan ekosistem pembayaran yang mudah dan aman bagi para pengguna,” terang Cindy.

Pemain seperti Codashop sejatinya semakin banyak seiring semakin tumbuhnya para online gamers yang kini tidak hanya dinikmati oleh para amatir saja, namun juga para profesional yang menjadikannya sebagai mata pencarian utama. Diestimasi jumlah online gamers ini mencapai 60 juta orang untuk Indonesia saja.

Nama-nama pemain lainnya yang bisa dimanfaatkan para konsumen gamers adalah UniPlay, Dunia Games, Garuda Voucher Indonesia, UniPin, JuraganCash, UPoint.ID. Bahkan ada pula Itemku dengan bisnis sejenis, tapi dengan model bisnis yang sedikit berbeda karena menggunakan konsep marketplace C2C.

Tidak hanya itu, gurihnya bisnis top up kredit game ini turut dilirik oleh pemain marketplace, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee; hingga Gojek yang juga menyediakan opsi tersebut di dalam aplikasinya.

Menurut Yolenta, meski persaingannya ketat, tidak menyurutkan perusahaan untuk terus berinovasi. Kendati ia belum bersedia membeberkannya, ia menyatakan beberapa inovasi tersebut akan dipusatkan pada kenyamanan konsumen dalam melakukan transaksi, mendapatkan promosi, dan kelengkapan produk yang dimiliki Codashop untuk konsumennya.

Salah satu keunggulan Codashop daripada pemain lainnya adalah kemudahan opsi pembayaran virtual dengan banyak pilihan metode, dengan biaya lebih rendah. Terlebih itu, konsumen tidak perlu registrasi atau log in untuk bertransaksi. Kredit game akan otomatis ditambahkan ke akun game konsumen secara instan.

“Kami juga menawarkan berbagai promosi agar konsumen mendapatkan keuntungan lebih, seperti promosi cashback, diskon, atau memberikan hadiah yang menarik,” pungkasnya.

Selain Indonesia, Codashop sudah hadir secara global di 30 negara, tersebar di Afrika, Amerika, Asia, hingga Rusia, dan Mongolia.

Application Information Will Show Up Here

Jenius Mulai Incar Pelaku UKM, Luncurkan Dua Layanan Baru

Bertujuan untuk membantu pemilik usaha baru, Jenius meluncurkan dua layanan baru yakni akun bisnis Jenius dan aplikasi Bisniskit. Digulirkan secara gratis, aplikasi tersebut menawarkan sejumlah kemudahan kepada pemilik usaha baru atau di tingkat UKM.

“Melalui semangat dan proses kokreasi, Jenius terus mendapatkan ide, masukan serta insight dari digital savvy. Dari proses tersebut, kami menemukan adanya aspirasi mengembangkan bisnis lebih besar lagi. Kini Jenius juga hadir untuk kebutuhan bisnis sehingga digital savvy dapat dengan mudah mengelola kebutuhan bisnisnya,” kata Digital Banking Business Product Head BTPN Waasi Sumintardja.

Secara keseluruhan saat ini Jenus sudah memiliki sekitar 90 ribu pengguna. Adapun akun Jenius bisnis dan Bisniskit hanya bisa digunakan oleh pemilik usaha kecil saja. Untuk perusahaan atau pemilik usaha yang tergolong besar dan sudah memiliki rekening perusahaan sendiri, tidak bisa memanfaatkan kedua aplikasi tersebut.

“Berbeda dengan platform POS lainnya, akun Jenius bisnis dan Bisniskit kami tidak dikenakan biaya. Jadi semua pengguna baru dan yang sebelumnya sudah terdaftar di Jenius bisa memanfaatkan aplikasi ini secara cuma-cuma untuk seterusnya,” kata Waasi.

Fitur lengkap terintegrasi

Akun bisnis Jenius memiliki beberapa fitur unggulan. Pertama ada “Send It”, memudahkan untuk kirim uang; kedua da “In & Out” untuk mencatat dan menelusuri histori transaksi; dan yang ketiga “m­Card” kartu debit virtual untuk transaksi online.

Selain itu para pengguna juga mendapatkan $Cashtag dan nomor rekening baru untuk kirim dan terima uang serta Jenius Contacts yang berfungsi untuk menyimpan nomor telepon dan email untuk keperluan bisnis. Jenius mencatat hingga saat ini untuk aplikasi Jenius Bisnis sudah digunakan oleh pengguna untuk transaksi harian sekitar 2-3 kali per harinya.

Sementara aplikasi Bisniskit dari Jenius dihadirkan agar membantu pengguna mengelola bisnis dengan lebih simpel. Bisniskit memiliki dua menu utama, yaitu Toko dan Kasir.

Melalui menu Toko, pengguna dapat mengelola bisnisnya dengan menggunakan fitur-­fitur unik, seperti “Dashboard” yang menyajikan informasi dan kondisi terkini bisnis atau toko, “Produk” untuk mencatat produk dan mengetahui stok yang dimiliki, “Pengeluaran” untuk mencatat, membuat jadwal, dan melihat histori pengeluaran, “Pelanggan” untuk menyimpan dan melihat data pelanggan, dan “Pengaturan Toko” untuk mengelola toko dan memberikan akses kepada karyawan.

“Dalam aplikasi tersebut Bisniskit bisa digunakan oleh 10 orang, harapannya bagi pemilik usaha baru bisa mempekerjakan famili atau kerabat dekat agar bisnis mereka lebih mudah dijalankan secara digital,” kata Waasi.

Sebelumnya Youtap juga telah meluncurkan layanan serupa yang juga menyasar pelaku UKM yang ingin mengadopsi bisnis mereka secara digital. Bedanya untuk layanan Youtap sudah bisa menggunakan QR Code dan menyediakan SKU hingga 2 ribu lebih kepada pengguna.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Kini Masuk sebagai Merchant GrabMart

Warung Pintar meresmikan kolaborasi dengan Grab dalam rangka mempermudah konsumen Grab berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui warung milik Juragan Warung Pintar (sebutan pemilik warung) di dalam opsi GrabMart. Kerja sama ini sudah terjalin sejak akhir Juni 2020 dan tercatat ada belasan warung di Jakarta dan sekitarnya yang terdaftar sebagai mitra.

Sebenarnya Grab sudah memiliki unit sendiri yang mengelola warung, yakni GrabKios. Merupakan layanan hasil akuisisinya atas Kudo. Sementara Kudo dan Warung Pintar merupakan portofolio East Ventures sejak awal debutnya.

Co-Founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menjelaskan minuman ringan, bahan makanan, perlengkapan rumah tangga, dan perawatan pribadi merupakan beberapa komoditas utama yang paling banyak dicari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hariannya di warung.

“Dengan adanya perubahan tren, di mana orang-orang merasa lebih aman bila berbelanja online, kami mencoba menjangkau para pengguna dan memenuhi kebutuhannya secara digital melalui GrabMart,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (16/9).

Inisiasi ini awalnya diambil setelah melihat fakta bahwa pada awal pandemi ini sebanyak 93% Juragan sempat mengalami penurunan pendapatan hingga 28%. Namun setelah masuk ke dalam GrabMart, pendapatan mereka diklaim naik hingga 50% dengan nilai lebih dari Rp50 juta per bulan.

“Tidak hanya itu, di masing-masing warung pun mengalami peningkatan jumlah pelanggan antara 200-800 pelanggan per bulannya.”

GrabMart itu sendiri adalah perluasan layanan dari GrabFood di tengah pandemi untuk merchant yang ingin melebarkan usaha dengan menjual produk-produk segar, makanan mentah, makanan ringan, makanan beku, hingga barang kebutuhan pribadi. Untuk pengirimannya menggunakan armada pengemudi GrabBike. Bersaing langsung dengan GoMart milik Gojek.

“Kerja sama dengan Warung Pintar kami harap dapat membantu mendorong digitalisasi usaha tradisional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi dan memastikan lebih banyak masyarakat dapat mengambil manfaat dari ekonomi digital,” tambah Head of Marketing GrabFood Grab Indonesia Hadi Surya Koe.

Dalam menjaring merchant, Grab tidak hanya menggaet pelaku usaha mikro namun juga enterprise dan startup online groceries. Selama pandemi, Grab telah mendigitalisasi lebih dari 185 ribu UKM dan 32 ribu pedagang tradisional di ratusan kota di Indonesia ke dalam ekosistem digitalnya.

Agung menargetkan, sampai akhir tahun ini setidaknya dapat menambah 400 warung ke dalam GrabMart yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Saat ini Warung Pintar memiliki 47 ribu warung yang tergabung ke dalam jaringannya.

“Dari dulu, warung terbukti selalu menjadi penyokong ekonomi Indonesia dan harapannya warung dapat bertumbuh sebagaimana kita tumbuh bersama warung. Di masa-masa seperti inilah solidaritas kita dipacu dan solusinya adalah dengan bangga menggunakan produk maupun layanan buatan Indonesia,” pungkasnya.

Kurangi Bakar Uang, Bukalapak Dalam Posisi Tepat Menuju Profitabilitas

Bukalapak membuktikan posisinya dalam posisi yang tepat sebagai perusahaan berkelanjutan dan menuju arah profitabilitas sebagai unicorn lokal dibandingkan kompetitornya. Sumber bisnis perusahaan dikatakan didominasi dari kota-kota di luar tier 1, melalui unit-unit bisnisnya yakni Buka Pengadaan, Mitra Bukalapak, dan produk virtual.

Dalam paparan kinerja Bukalapak untuk periode kuartal II tahun ini, President Bukalapak Teddy Oetomo menerangkan pertumbuhan total processing value (TPV) hampir 400% dibandingkan dari kuartal pertama 2018. Diklaim pertumbuhan TPV ini mayoritas lebih dari 50% datang dari transaksi yang berasal di luar kota tier 1.

Berikutnya, terkait EBITDA tercatat naik hingga lebih dari 60% dibandingkan kuartal IV 2018. Burn rate perusahaan berada dalam posisi yang masih rasional. Artinya, perusahaan tetap melakukan upaya akuisisi pengguna baru dengan memberikan promosi, akan tetapi dalam angka yang rasional. Dari sisi pertumbuhan marketshare dikatakan tetap stabil walau di masa pandemi.

“Kunci utama kami adalah pertumbuhan sehat yang selaras dengan industri dan yang kita lakukan selama 18 bulan adalah terus meningkatkan monetisasi, merasionalkan pengeluaran sehingga penghasilan kita bisa lebih robust,” terangnya saat konferensi pers secara virtual, Jumat (11/9).

Terkait strategi bakar uang, Teddy bilang bahwa memberikan promosi itu bukanlah hal yang salah. Semua toko yang baru buka pasti menggunakan strategi tersebut. Hanya saja, promosi yang kebablasan tersebut bisa menjadi masalah. Menurutnya, bisnis yang berhasil itu kalau kita bisa memberikan layanan yang dibutuhkan pengguna.

“Kuncinya ada di value added. Untuk percepat pertumbuhan bisa dengan promosi, tapi kalau enggak disiplin pasti akan pusing kepala. [..] Ada peers kita yang mungkin apa yang mereka spent dalam sebulan itu, cukup buat kita selama setahun.”

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin turut menegaskan, “Enggak selalu bisnis berharap ke growth semata. Solusinya adalah memberikan nilai tambah yang bisa membuat perusahaan dapat sustain.”

Teddy melanjutkan, dengan fokusnya perusahaan ke Mitra Bukalapak -sesuai dengan rencana sampai lima tahun mendatang- telah sesuai dengan kondisi apa yang paling dibutuhkan konsumen. Bahwa sejatinya layanan e-commerce ini sangat dibutuhkan konsumen yang berada di kota lapis bawah, bukan di tier 1.

“Sejak 3-4 tahun lalu kita mulai bergerak dengan membuat Mitra Bukalapak karena mereka butuh inklusi keuangan. Masyarakat tinggal datang ke warung untuk bayar produk virtual. Di Indonesia sendiri ada 5 juta warung.”

Kontributor bisnis utama Bukalapak

Dalam kesempatan ini turut hadir dalam paparan tersebut oleh petinggi di masing-masing bisnis utama Bukalapak. Untuk Mitra Bukalapak, dalam setahun terakhir jumlah warung dan individu yang bergabung naik hingga tiga kali lipat dengan total sekitar 5 juta mitra.

Lokasinya mayoritas masih terpusat di Jawa dengan angka 4,5 juta mitra, lalu Sumatera (550 ribu mitra), Indonesia Timur (226 ribu mitra), dan Kalimantan (128 ribu mitra). Perluasan ini didukung oleh tambahan cakupan distribusi stok grosir ke lebih dari 50 kota, bekerja sama dengan distributor nasional dan lokal untuk memastikan ketersediaan barang untuk para mitra.

Dari sisi inovasi pembayaran, transaksi di warung Mitra yang menggunakan metode pembayaran QRIS naik lebih dari 50%. “Kami juga meluncurkan produk-produk berbasis inklusi keuangan, sehingga harapan kami dengan adanya diversifikasi produk di warung, mitra bisa mendapatkan omzet lebih banyak dan jadi agen perubahan,” kata SVP of Mitra Bukalapak Howard Gani.

Produk virtual menjadi produk andalan kedua di Bukalapak. Selama pandemi berlangsung, pertumbuhan rata-rata produk virtual mencapai lebih dari 60% dibandingkan sebelum masa pandemi. Kenaikan ini terjadi untuk produk pulsa dan paket data, pembayaran tagihan, voucher streaming, voucher belajar untuk kursus online, dan pembelian gift card.

Perusahaan sendiri menyediakan lebih dari 30 jenis produk digital, yang tersedia di platform marketplace ataupun aplikasi Mitra Bukalapak. Kategori produk virtual ini mencakup produk investasi; pembayaran tagihan, kartu kredit, dan BPJS; perjalanan, pembelian pulsa dan token listrik; dan pinjaman kredit.

“Produk virtual ini beraneka macam, ada juga yang turun karena berdampak pada pandemi, seperti tiket perjalanan, event, dan transportasi,” tutur Director of Payment, Fintech & Virtual Products Bukalapak Victor Putra Lesmana.

Berikutnya adalah produk BukaPengadaan yang telah dirilis sejak 2017. Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya mengatakan, pertumbuhan jumlah pelanggan lebih dari 48% dan lebih dari 32% penjual yang bergabung dari awal tahun hingga Agustus 2020. Produk-produk yang paling banyak dicari adalah alat-alat MRO, masker, desinfektan, APD & rapid test, voucher listrik, pulsa, voucher belanja, smartphone dan laptop.

“Serta pendukung gaya hidup seperti sepeda dan alat-alat kesehatan menjadi daftar kebutuhan teratas korporasi atau pemerintah yang dipenuhi oleh para pelaku UMKM,” terangnya.

Terakhir untuk produk marketplace yang menjadi produk tertua di Bukalapak. VP of Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada mengatakan, hingga pandemi ini tercatat perusahaan menerima sekitar 20 ribu pelapak baru yang mendaftar setiap minggunya. Kini tercatat Bukalapak memiliki sekitar 6 juta pelapak dan pengguna lebih dari 90 juta orang. Platformnya juga telah terintegrasi dengan 26 institusi keuangan dan 12 mitra logistik.

Terkait tren belanja, Kurnia memaparkan bahwa saat ini terjadi pergeseran waktu belanja online. Sebelum pandemi, kenaikan terbesar adalah saat malam hari ketika pulang kerja, sekarang justru lebih merata setiap harinya. Pun dari produk yang banyak dibeli juga lebih dinamis, awal pandemi produk yang paling banyak dicari berkaitan dengan kesehatan.

“Sekarang yang naik justru kategori sepeda, alat-alat olahraga, permainan untuk anak, seperti tenda, kolam renang, dan alat berkebun banyak dicari. Siklus perubahan pasar ini jauh lebih cepat daripada sebelum pandemi,” tutup dia.

Kinerja kompetitor

Semangat yang digelorakan Bukalapak memang berbeda dengan apa yang terjadi di kompetitornya. Shopee menjadi yang terdekat, mengingat perusahaan tersebut juga sempat sesumbar dengan pencapaiannya di kuartal II 2020.

Dalam paparan kinerja induk Shopee, Sea, dikatakan pertumbuhan pendapatan yang disesuaikan (adjusted revenue) perusahaan sebesar $510,6 juta atau naik 187,7% secara yoy dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Indonesia menjadi sumber bisnis terbesar Shopee, mencatatkan pencapaian transaksi lebih dari 260 juta transaksi selama kuartal II. Jika di rata-rata dalam sehari Shopee berhasil mencatatkan lebih dari 2,8 juta transaksi. Dibandingkan dari kuartal II 2019, Shopee mencatat adanya peningkatan lebih dari 130%.

Kendati demikian, perusahaan ini masih mencatat rugi. Lantaran, kerugian yang disesuaikan (adjusted loss) sebesar $305,5 juta atau lebih besar dari tahun sebelumnya $248,3 juta. Tetapi perusahaan membuat ada kemajuan untuk menuju profitabilitas, kerugian EBITDA yang disesuaikan per pesanan dari $1,01 menjadi $0,5.

Melihat dari angka GMV, tercatat terjadi pertumbuhan yang drastis mencapai 109,9% atau senilai $8 miliar, dibandingkan sebelumnya pada kuartal pertama dengan kenaikan 74,3% secara yoy.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pinjaman Pendidikan Cicil Masih Andalkan Pendana Institusi

Memasuki HUT-nya yang keempat, platform P2P lending yang memberikan pembiayaan kuliah dan keperluan lainnya khusus untuk mahasiswa, Cicil, mengumumkan beberapa pencapaiannya. Telah terdaftar dan memiliki izin resmi dari OJK, tingkat keberhasilan 90 hari (TKB90) CICIL terjaga stabil pada posisi 97,22%.

Sejak tahun 2016, Cicil telah menyalurkan lebih dari 67 ribu pembiayaan senilai Rp171 miliar kepada mahasiswa dan institusi pendidikan, serta memperluas jangkauan layanan ke lebih dari 250 institusi pendidikan di 54 kota.

“Untuk lender sendiri kami sengaja hanya memfokuskan kepada semua industri hingga institusi keuangan yang tertarik untuk berinvestasi kepada para borrower Cicil, bukan kepada lender kalangan individu” kata Co-Founder & CEO Cicil Edward Widjonarko.

Saat ini Cicil memiliki empat produk utama, yaitu Cicil Uang Kuliah, Cicil Barang, Cicil Jobs dan pembiayaan untuk institusi pendidikan. Cicil Barang membantu mahasiswa untuk mencicil kebutuhan kuliah. Sebagai penyedia jasa micro lending, mahasiswa dapat mencicil barang yang harganya mulai dari Rp 250 ribu.

Cicil Jobs hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang memiliki pinjaman aktif dengan Cicil. Mereka dapat melamar kerja di Cicil Jobs dan kompensasinya dapat digunakan untuk membantu melunasi pinjaman pendidikan.

“Untuk strategi monetisasi yang kami kenakan tentunya sudah menyesuaikan dengan aturan yang ditetapkan kepada kami sebagai pemain p2p lending. Demikian juga dengan batasan pinjaman atau pembiayaan yang bisa diambil oleh pengguna, semua menuruti peraturan yang ditentukan,” kata Edward.

Di Edtech Report 2020 yang baru diterbitkan DSResearch juga disorot soal model bisnis pembiayaan pendidikan ini. Selain Cicil, di Indonesia sudah ada beberapa platform lainnya. Dua di antaranya adalah DANAdidik dan Pintek.

Kurasi ketat peminjam saat pandemi

 

Meskipun mengklaim berhasil untuk menekan terjadinya gagal bayar dari para borrower, saat pandemi Cicil tetap melakukan kurasi ketat untuk peminjam yang telah mendaftarkan diri mereka dalam platform. Dengan persyaratan yang yang diberlakukan, tim Cicil juga melakukan credit scoring hingga pengecekan yang ketat, untuk memastikan para borrower sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

“Tentu saja tanggung jawab kami sepenuhnya adalah kepada para lender, untuk itu saat pandemi ini kami mulai melakukan kurasi yang ketat hingga pembatasan jumlah borrower yang disetujui oleh Cicil,” kata Edward.

Tercatat saat ini terdapat 67 ribu jumlah akumulasi pinjaman degan 14 ribu jumlah peminjam aktif yang telah terdaftar di Cicil di sekitar 257 kampus. Selain itu Cicil juga telah memiliki sekitar 2291 ambasador yang bertugas untuk mempromosikan dan memberikan edukasi kepada mahasiswa melalui kegiatan online dan offline ke kampus.

“Saat pandemi ini kegiatan offline tersebut terpaksa kami hentikan dan kemudian mulai shifting kepada kegiatan online seperti webinar dan lainnya. Dengan demikian tetap menjaga kegiatan pemasaran kami memanfaatkan komunitas mahasiswa,” kata Edward.

Saat pandemi Cicil juga telah meluncurkan fitur pembelian Pulsa Paylater. Bagi mahasiswa yang ingin membeli pulsa, bisa melakukan pembelian dengan konsep pembayaran paylater. Perusahaan mencatat, fitur ini menjadi pilihan yang paling digemari oleh pengguna saat ini.

Terkait dengan penggalangan dana, Edward menegaskan perusahaan selalu terbuka untuk berkolaborasi dengan investor strategis dan tentunya lender yang tertarik bersama mengembangkan sektor pendidikan.

Tahun ini masih banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh Cicil, di antaranya ekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia hingga menambah kemitraan dengan segmen B2B. Terutama bagi para institusi pendidikan yang ingin bergabung dengan Cicil menawarkan pilihan pembiayaan.

“Besarnya kepercayaan mahasiswa dan institusi pendidikan yang telah bergabung menjadi motivasi bagi Cicil untuk lebih mengembangkan layanan kami agar dapat menciptakan dampak sosial dan berkelanjutan pada mahasiswa, institusi pendidikan, mitra, dan investor,” tutup Edward.

Application Information Will Show Up Here

Survei AFTECH: Pandemi Berdampak Besar pada Perubahan Strategi Bisnis Fintech

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengungkapkan sebanyak 69% anggotanya terkena dampak akibat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini. Dalam survei yang diselenggarakan secara tahunan ini, responden menyatakan setidaknya ada lima dampak yang begitu terasa.

Mulai dari penurunan jumlah pengguna di beberapa model bisnis fintech; penurunan penjualan untuk beberapa model bisnis; tantangan operasional, termasuk produktivitas dan efisiensi yang lebih rendah; kesulitan dalam penggalangan dana; dan penundaan ekspansi bisnis.

Kemudian sebanyak 9% responden, termasuk beberapa perusahaan pinjaman online dan pembayaran digital, mengaku mendapatkan pengguna dan peluang bisnis baru selama pandemi. Sisanya, sebanyak 22% responden menyatakan saat ini bisnis tidak beroperasi penuh.

Survei ini diikuti oleh 52 responden yang merupakan anggota AFTECH yang diselenggarakan pada akhir Maret (awal PSBB diberlakukan) dan Juni (di tengah periode pandemi). Adapun, survei ini merupakan bagian dari Annual Member Survey 2019/2020 yang dilakukan secara rutin oleh AFTECH dan diikuti oleh 154 responden.

Lebih jauh hasil survei dipaparkan oleh Ketua Umum AFTECH Niki Luhur dalam konferensi pers secara virtual, dijabarkan bahwa untuk perluasan model bisnis, responden menyatakan sebelum pandemi terjadi telah merencanakan untuk perluas model bisnis (87%). Akan tetapi, pada pandemi memutuskan untuk menundanya (59%) dan ada yang menjawab tetap melanjutkan (41%).

Berikutnya, untuk penurunan bisnis dikatakan ada gap yang tinggi. Sebanyak 33% responden mengaku memiliki total nilai transaksi lebih dari Rp80 miliar, sedangkan 24% sisanya memiliki total transaksi di bawah Rp500 juta. “Selama pandemi, total nilai transaksi telah menurun dikarenakan adanya penurunan jumlah pengguna di beberapa model bisnis tekfin dan berkurangnya aktivitas ekonomi,” kata dia, Kamis (10/9).

Rencana penggalangan investasi juga terjadi penundaan. Dalam survei dikatakan sebelum pandemi, 46% responden mencoba meningkatkan investasi, sedangkan 25% telah meningkatkan investasi sebanyak yang dibutuhkan, dan 2% telah menghimpun lebih dari yang dibutuhkan.

Sumber dana investasi yang mereka incar adalah PE (28%), bootstrapping (23%), angel investor (19%), venture capital (13%), dan sisanya menjawab teman & keluarga, pemerintah, dan IPO. Adapun rata-rata total investasi yang dihimpun oleh para startup ini berkisar antara Rp500 juta hingga Rp35 miliar. “Oleh karenanya, mayoritas responden tekfin tergolong series A dan kategori di atasnya.”

Dalam menyikapi perubahan strategi di atas, para responden ini telah melakukan sejumlah langkah mitigasi. Jawaban yang paling banyak dipilih adalah penguatan pengelolaan kas (43%); perubahan model bisnis (9%); pemutusan hubungan kerja (9%); penundaan ekspansi bisnis dan pemberlakuan cuti yang tidak dibayar dan pemotongan gaji (masing-masing 2%).

Meski bisnis mereka menurun, namun dikatakan pandemi ini telah mendorong adopsi layanan fintech di beberapa model bisnis, termasuk pembayaran digital dan pinjaman online. Menurut data BI, jumlah instrumen e-money yang digunakan mengalami peningkatan.

Pada April 2020, jumlahnya mencapai 412 juta transaksi atau tertinggi sepanjang masa. Sementara jumlah pinjaman online yang disalurkan pada Juni 2020 mencapai Rp113,46 triliun, naik 152,23% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.

Survei AFTECH mencatat ada 55 inisiatif untuk pemulihan ekonomi nasional. Untuk UKM, inisiatif tersebut difokuskan pada pengurangan biaya operasional, melalui penerapan suku bunga lebih rendah, penyediaan fasilitas transfer gratis, tanda tangan digital gratis, diskon tagihan bulanan, dan merchant discount rate 0%. Berikutnya, program konsultasi keuangan gratis, relaksasi pinjaman, dan bebas biaya layanan untuk berbagai proyek (terutama di sektor kesehatan).

Sementara untuk masyarakat umum inisiatif tersebut, di antaranya fleksibilitas pada penyediaan jasa keuangan, pemberian dukungan APD, dan pemberian nasihat keuangan pribadi secara cuma-cuma.

Survei lanjutan

Dalam paparannya, Niki mengatakan sejak AFTECH diresmikan pada 2016 hingga sekarang jumlah anggotanya tumbuh drastis. Menjadi 362 perusahaan pada kuartal dua tahun ini dari awalnya 24 perusahaan di 2016. Anggota ini mayoritas diisi oleh pinjaman online (44%), IKD (24%), pembayaran digital (17%), dan layanan urun dana (1%).

Terdapat lebih dari 23 jenis solusi fintech yang tersedia di pasar, dari awalnya hanya pembayaran digital dan pinjaman online kini mencakup agregator, innovative credit scoring, perencana keuangan, layanan urun dana, dan project financing. AFTECH sendiri kini sekaligus menaungi IKD, data OJK teranyar mengatakan ada 86 IKD yang berstatus terdaftar dan terbagi menjadi 18 klaster regulatory sandbox.

Niki juga menuturkan bahwa pembayaran digital telah mencapai tahap “mature” dibandingkan jenis bisnis lainnya. Sementara pinjaman online baru memasuki tahap “mature” pada 2019. Sisanya, layanan fintech yang masuk ke dalam klaster IKD dan ECF (layanan urun dana) masih dalam tahap “growth”.

Menurut survei, fintech paling banyak melayani segmen masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sebanyak 32% responden menyebutkan penggunanya adalah individu dengan pendapatan bulanan berkisar Rp5 juta-Rp15 juta (32%) dan di bawah Rp5 juta (22%). Kalangan usianya adalah 25-34 tahun (39%), 35-50 tahun (30%), dan 18-24 tahun (20%).

Wilayah operasional Jabodetabek tetap menjadi pangsa pasar utama para pemain tekfin (41%), kemudian diikuti oleh Bandung, Surabaya, dan Medan. Meski masih terkonsentrasi di kota besar, pasar telah menjangkau di wilayah luar Jawa (23%).

Salah satu hasil survei yang cukup menarik untuk disimak adalah terkait infrastruktur dan teknologi. Dikatakan bahwa ada lima infrastruktur terbesar di sektor fintech, yakni e-KYC (20,26%), infrastruktur cloud (17,37%), open banking API (16,05%), payment gateway (14,21%), dan fraud database (11,84%).

Akan tetapi, responden menyatakan dalam pengadaan infrastruktur tersebut masih terdapat tantangan. Tiga tantangan utamanya adalah biaya yang mahal (31%), hambatan regulasi (27%), dan infrastruktur dasar yang belum memadai (15%).

Berikutnya, dari sisi kesenjangan talenta yang sesuai kebutuhan, terutama untuk pekerjaan bidang data and analytics (23%), pemrograman (20%), dan manajemen risiko (15%). Terlepas dari kesenjangan tersebut, 67% responden menyatakan tidak memperkerjakan talenta asing.

Mereka justru menjawab tantangan tersebut dengan melakukan in-house training (27%), merekrut talenta dari lembaga keuangan (19%), dan merekrut dari perusahaan serupa (18%).

Gojek Luncurkan Aplikasi GoToko, Bantu Warung Penuhi Kebutuhan Barang Dagangan

Memanfaatkan jaringan mitra dan merchant dalam ekosistem, Gojek secara resmi meluncurkan GoToko yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung atau toko kelontong untuk memenuhi barang dan produk penjualan. Sesuai dengan kampanye yang dilancarkan yaitu #MelajuBersamaGojek, diharapkan GoToko bisa menjadi platform yang relevan untuk pemilik warung.

Dengan mengedepankan layanan hulu ke hilir, Gojek berupaya untuk memaksimalkan persediaan barang yang dibutuhkan oleh pemilik warung dan toko kelontong. Saat ini GoToko baru tersedia di kawasan Tangerang Selatan saja. Ke depannya Gojek berencana untuk memperluas daerah lainnya secara bertahap.

“Peluncuran GoToko memperkuat misi Gojek untuk memberikan solusi atas masalah yang dihadapi pengguna dan di saat yang sama menciptakan dampak sosial dan ekonomi bagi lebih banyak pemangku kepentingan. Agar dapat berkembang, para pelaku UKM ini perlu mendapat dukungan layanan yang memadai, meskipun lokasi warung sulit dijangkau dan cakupan usaha kecil,” kata CEO GoToko Gurnoor Singh Dhillon.

GoToko juga dilengkapi dengan fitur-fitur seperti pemantauan riwayat pesanan, pelacakan pengiriman barang pesanan, inventory management, akses data penjualan dan keuangan, serta rekomendasi produk yang sesuai dengan permintaan pasar. Akses ke program promosi dan loyalty dari merek produk pun semakin terbuka melalui platform GoToko.

Konsep yang menyasar segmen B2B tidak jauh berbeda dengan Mitra Tokopedia dan Mitra Bukalapak, yang sebelumnya sudah ditawarkan oleh platform marketplace tersebut. Sementara platform seperti IDmarco dan Warung Pintar juga menawarkan layanan serupa untuk pemilik warung dan toko kelontong di tanah air.

Perluasan kemitraan dan maksimalkan logistik

Selain mendukung pertumbuhan pelaku UKM, GoToko juga bakal membuka kolaborasi para produsen barang konsumsi untuk bersama-sama memperluas jangkauan produk agar visibilitas produk yang relevan bagi konsumen warung kelontong dapat semakin meningkat. Nantinya produsen yang bergabung akan memperoleh akses analis pasar secara real time hingga ke tingkat warung yang mencakup seluruh merek produk.

“Layanan GoToko akan mendukung para produsen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penjualan dan pemasaran produk yang baru diluncurkan, membuka peluang dalam memanfaatkan saluran pemasaran dan kampanye digital, menjadi saluran riset pasar baru; promosi dan pemasaran yang sesuai dengan sasaran, dan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian saluran general trade. Hubungan hulu ke hilir ini diharapkan dapat meningkatkan kemajuan industri,” kata Gurnoor.

GoToko menawarkan berbagai macam kategori produk, mulai dari makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, perlengkapan mandi, kecantikan dan kesehatan, serta kebutuhan bayi dari berbagai produsen. Hanya menggunakan ponsel dengan spesifikasi minimum seperti Android 6, pelaku usaha warung kelontong dapat mengakses aplikasi GoToko.

“Layanan logistik Gojek yang andal hadir untuk memastikan pengiriman secara tepat waktu. Melalui solusi middle mile, pergudangan, dan last mile, produk akan sampai di warung kelontong maksimal satu hari berikutnya dengan layanan pengiriman next day dan same day,” kata Head of Logistics Gojek Group Junaidi.

Didukung oleh sistem pembayaran cash on delivery dari Gojek, pelaku usaha warung dapat mengoptimalkan biaya operasional. Bukan hanya menghemat biaya, persoalan waktu dan kerumitan yang sebelumnya dihadapi saat berbelanja secara manual bisa teratasi melalui platform GoToko.

Ke depannya, GoToko juga akan menyempurnakan inovasi teknologi untuk dapat meningkatkan peluang pendapatan tambahan pemilik warung dan toko kelontong dengan memanfaatkan produk, layanan, dan anggota Gojek lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Mendalami Peran Tanda Tangan Digital untuk Inklusi Keuangan

Tanda tangan digital kini mulai dikenal berkat matangnya ekosistem ekonomi digital. Pemerintah pun akhirnya mulai terbuka dengan inovasi-inovasi baru seperti ini dengan merilis peraturan untuk melindungi kepentingan konsumen. Dalam perjalanannya hingga aturan tiba, PrivyID sebagai startup pertama yang bermain di segmen ini harus tertatih-tatih membuka ekosistem tanda tangan digital sejak 2014.

Perjuangan tersebut terbayar hingga akhirnya PrivyID menjadi startup pertama yang mengantongi izin sebagai penyelenggara sertifikat elektronik tersertifikasi oleh Kemenkominfo pada menjelang akhir tahun lalu. Dari situ pintu semakin terbuka lebar dan banyak pengguna, terutama datang dari industri jasa keuangan telah memanfaatkan PrivyID untuk sarana tanda tangan digital untuk permudah para nasabahnya.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini mengundang Founder dan CEO PrivyID Marshall Pribadi untuk berbagi pandangannya terhadap masa depan tanda tangan digital dan perannya membantu percepat inklusi keuangan. Berikut rangkumannya:

Perlu edukasi karena bisnisnya unik

Meski kini PrivyID bisa dikatakan sebagai startup dengan jaringan pengguna terbanyak di Indonesia, namun sebenarnya khitah bisnis ini masih punya jalan terjal yakni mengubah kebiasaan untuk pindah dari tanda tangan basah ke tanda tangan digital. Proses edukasi makanya masih terus dilakukan.

Marshall bercerita, bisnis ini unik karena di satu sisi juga menyasar kalangan institusi pemerintah untuk menjadi pengguna. Kebanyakan institusi ini ada di aliran konservatif yang masih belum percaya bahwa perjanjian, tanda terima, pembayaran tagihan, dan lainnya bisa dilakukan dalam bentuk digital.

Di sisi lainnya, PrivyID juga menyasar pengguna yang datang dari perusahaan yang sangat berpikir maju dan mementingkan semua prosesnya harus dilakukan secara digital. Sayangnya, mereka ini cenderung masih belum sadar dengan pentingnya kehadiran tanda tangan digital.

Mereka ini biasanya hanya meminta user diminta untuk klik centang I Agree, pakai OTP untuk membuktikan bahwa konsumer terikat dengan aturan utang piutang di fintech, atau parahnya konsumer hanya diminta untuk menggambar tanda tangannya dari layar smartphone.

“Ini [digital image] bisa jadi masalah bahwa ini jadi digital image yang dengan mudah bisa di-crop atau copy paste ke banyak dokumen, sehingga jadi mudah disangkal bila ada tindakan yang merugikan. Risiko seperti banyak yang masih menyangkalnya, makanya market kami ini terbatasi oleh yang ekstrem kiri atau kanan,” terang Marshall.

Oleh karena itu, dalam proses edukasi, tim PrivyID mengadvokasikan ke semua pihak bahwa bisnisnya ini berbeda dengan SaaS yang menyediakan software akuntansi atau HR yang paling mudah pembedanya adalah dari segi fitur. Sementara itu, PrivyID sendiri harus selalu mengutamakan legalitas, sistem keamanan, dan aspek operasionalnya.

“Harus comply dengan aturan karena kalau aturan tidak ada siapa yang bakal percaya mau pakai, lalu keamanannya pasti banyak yang menanyakan, dan aspek operasional pasti ditanyakan apakah mudah digunakan, apa saja fiturnya, dan customer service-nya, kalau jelek pasti ada banyak drop rate.”

Fungsi penting untuk inklusi keuangan

Marshall menerangkan, tanda tangan digital punya fungsi penting dalam menurunkan bunga kredit untuk pengusaha mikro yang berlokasi di daerah terpencil. Bahwasanya, penyebab mengapa bank menetapkan bunga yang tinggi untuk sektor ini karena mereka butuh membangun infrastruktur untuk menjangkau mereka.

Bank perlu membangun kantor cabang dan merekrut orang-orang untuk mendatangi calon debitur tersebut. Belum lagi petugas harus bolak-balik memverifikasi dengan mengunjungi rumah, mengisi dokumen fisik dan tanda tangan basah untuk memberikan keabsahan dokumen.

“Tanda tangan digital memang harus didukung oleh peningkatan penetrasi internet dan smartphone, selama itu belum bisa dijangkau maka tanda tangan digital tidak bisa berdiri sendiri. Makanya butuh dukungan dari perusahaan telekomunikasi untuk membuat jalan masuknya.”

Sejak PrivyID mengantongi sertifikasi, Marshall mengaku tingkat kepercayaan pengguna semakin meningkat karena sudah terbukti legalitasnya. Pada akhir tahun lalu hingga kini dikatakan pertumbuhan pengguna mencapai 300% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mentok di angka 100%.

Secara angka, penggunanya mencapai di angka hampir menuju 500, didominasi oleh korporasi sekitar 80%. Dibandingkan tahun lalu saja, pengguna PrivyID baru mencapai di angka kisaran 200. Mayoritas pengguna ini datang dari industri jasa keuangan, baik itu asuransi, perbankan, pembiayaan, startup lending, dan sekuritas.

Menariknya, dikatakan sejak pandemi ini pengguna PrivyID tumbuh melesat dari non-finansial, seperti konsultan, tambang, dan minimarket. Kebanyakan pengguna tersebut menggunakan jasanya untuk kebutuhan internal, misalnya untuk tanda terima barang, pembuatan tagihan. “Sejak WFH semakin nyata use case-nya ke arah sana. Target kami terus menjaga pengguna ini dengan terus menyempurnakan fitur agar pengalaman semakin baik.”

Waresix Berhasil Kumpulkan Dana 1,5 Triliun Rupiah

Platform smart logistic Waresix hari ini (09/9) mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri B. Diinfokan, total dana keseluruhan dari semua round yang berhasil dikumpulkan senilai US$100 juta atau setara dengan 1,5 triliun Rupiah. Beberapa investor yang terlibat memberikan investasi termasuk EV Growth, Jungle Venture, SoftBank Ventures Asia, EMTEK Group, Pavilion Capital, dan Redbadge Pacific.

“Modal segar ini akan diinvestasikan dalam pengembangan infrastruktur teknologi logistik yang paling andal di Asia Tenggara dan untuk terus memperkuat tim kelas dunia Waresix, untuk membantu kami menangkap peluang pasar yang lebih besar,” ujar Co-Founder & CEO Waresix Andree Susanto.

Sebelumnya pada awal tahun lalu, perusahaan umumkan tambahan pendanaan seri A senilai $25,5 juta dari EV Growth dan Jungle Ventures. Untuk pendanaan seri A-nya sendiri sudah diumumkan sejak Juli 2019, bukukan dana $14,5 juta dipimpin EV Growth dengan partisipasi dari SMDV dan Jungle Ventures.

Waresix punya dua layanan utama, yakni manajemen truk logistik dan pergudangan; mengawali debutnya sebagai marketplace yang menghubungkan pemilik armada truk logistik dengan pebisnis. Waresix kini telah melayani lebih dari 250 perusahaan dari berbagai bidang usaha termasuk komoditas, FMCG, perlengkapan industri, infrastruktur, dan ritel. Ekosistem logistiknya kini terdiri dari 40 ribu truk dan 375 gudang yang tersebar di sekitar 100 kota di penjuru Indonesia.

Pada dasarnya, Waresix mengembangkan platform logistik tunggal yang bekerja seperti sebuah sistem operasi untuk para mitranya. Platform tersebut dibangun untuk memperbaiki operasional harian pelanggan dan vendor, serta menyediakan jendela untuk memantau muatan di seluruh jalur transportasi dan gudang transit.

Untuk lanskap bisnis yang sama, Waresix bersaing dengan beberapa pemain lokal lainnya. Dua di antaranya Kargo Technologies dan Webtrace. Terkait pendanaan, Kargo Technology baru saja mengumumkan penutupan putaran seri A $31 juta pada April 2020 lalu. Sementara Webtrace belum lama ini mengumumkan perpanjangan seed funding-nya dengan nilai yang dirahasiakan.

Potensi bisnis logistik

Logistik memang tengah menjadi vertikal bisnis yang menarik – apa pun bentuknya, baik pengiriman satu hari sampai, antarkota, hingga antarpulau. Layanannya menjadi unjung tombak banyak bisnis digital, khususnya e-commerce. Di Asia Tenggara sendiri, bisnis ini terlihat pada “track” pertumbuhan yang baik.

Di Singapura ada Ninja Van, dalam putaran seri D-nya mereka berhasil bukukan dana sekitar $400 juta, diperkirakan membawa valuasi perusahaan di angka $750 juta. Sejak tahun 2016 mereka juga telah mengoperasikan bisnis di Indonesia.

Pemain lain, misalnya AnterAja dan SiCepat, juga terus upayakan perluasan dan pertumbuhan bisnis. Terakhir mereka dikabarkan telah diinvestasi oleh Tokopedia, dalam rangka mendukung visi pengembangan “Infrastructure as a Services” bisnis ritel di Indonesia.

Dalam ulasan sebelumnya, DailySocial mengategorikan beberapa jenis layanan logistik yang saat ini beroperasi di Indonesia:

Bisnis Logistik di Indonesia

Waresix sendiri sudah terkonfirmasi menggaet status centaur sejak tahun lalu, mereka telah mencapai valuasi di atas $100 juta. Dengan pendanaan baru ini, tentu secara matematis terjadi peningkatan valuasi yang signifikan dan bukan tidak mungkin akan segera mengantarkan perusahaan ke status berikutnya: unicorn. Kebutuhan dan tantangan unik bisnis logistik di Indonesia memberikan peluang kepada pemainnya (terlebih lokal) untuk mendominasi pasar.

Accelerating Asia Umumkan Delapan Peserta Batch Ketiga, Ada KaryaKarsa dan MyBrand

Perusahaan modal ventura tahap awal dan akselerator startup Accelerating Asia mengumumkan delapan startup yang masuk ke dalam batch ketiga. Ada dua startup berasal dari Indonesia, ialah KaryaKarsa dan MyBrand.

Co-Founder Accelerating Asia Craig Dixon menuturkan, pada cohort ini pihaknya telah mengevaluasi dan menerima 450 pendaftaran dari 25 negara. Kemudian, disaring dengan tingkat penerimaan kurang dari 2% untuk startup yang berhasil masuk ke dalam program.

Cohort kali ini merupakan yang paling bertalenta dan terampil dalam hal traksi bisnis dan potensi mereka sebagai katalisator untuk perubahan positif di dalam lanskap pasca-pandemi yang berubah cepat,” terang Dixon dalam keterangan resmi, Selasa (8/9).

Nama-nama startup tersebut, ialah Energy Lite (Singapura), AskDr (Singapura), KaryaKarsa (Indonesia), Kinexcs (Singapura), MyBrand (Indonesia), ProjectPro (A.S), Shuttle (Bangladesh), dan WeavAir (Kanada).

Rekam jejak mereka semua cukup luas di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Secara kolektif telah menggalang lebih dari 2,6 juta dolar Singapura (setara 28 miliar Rupiah) sebelum bergabung di Accelerating Asia dengan total tenaga kerja 120 orang. Mereka menyelesaikan berbagai masalah yang ada di beragam sektor industri, baik B2B, B2C, dan B2G; meliputi energi, transportasi, kesehatan, dan cleantech.

“Kami telah memperluas rekam jejak geografis kami ke India dan memperkuat kembali kehadiran kami di Indonesia lewat upaya-upaya rekrutmen kami untuk cohort ini. Talenta dari startup-startup kami ditempatkan dengan baik untuk memberikan keuntungan kepada para investor. Kami yakin mereka bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang lebih besar di dunia pasca Covid-19.”

Dixon menjelaskan, seluruh perusahaan ini menerima investasi awal sebesar 50 ribu dolar Singapura dari Accelerating Asia. Untuk mereka yang berkinerja baik akan menerima tambahan hingga 150 ribu dolar Singapura setelah menyelesaikan program yang akan berakhir pada November mendatang ditandai penyelenggaraan Demo Day Virtual.

Bila ditotal, sejak bulan pertama bergabung, seluruh startup batch ini telah menerima pendanaan lebih dari 1,2 juta dolar Singapura sebagai komitmen awal dari investor dan mitra LP yang ada. Mereka mendapat penawaran akses awal bagi para mitra LP, sekaligus hak eksklusif untuk berinvestasi di startup milik Accelerating Asia.

Perusahaan sendiri sedang mendekati penutupan akhir pendanaan untuk fund terbaru dan terus menandatangani kemitraan dengan para mitra LP untuk akses awal dan eksklusif untuk startup di dalam portofolionya. Serta, menyediakan alur kesepakatan yang berkualitas, hak-hak prorata, dan opsi pertama untuk investasi.

Diterangkan lebih jauh, dalam akselerator ini seluruh kegiatan dilakukan secara virtual selama 100 hari. Fokus yang akan ditekankan adalah pertumbuhan startup, kesiapan bisnis, dan penggalangan modal. Co-Founder Accelerating Asia Amra Naidoo menambahkan, pihaknya selalu menjalakan sesi entrepreneur-in-residence, coffee chat virtual dengan investor, dan digital masterclass dari jarak jauh.

“[..] Menjadi modal ventura akselerator memungkinkan kami menyajikan pendekatan secara langsung (hands-on approach) selama periode investasi awal karena kami menyajikan program dan akses yang harus ditingkatkan dan dikembangkan oleh startup, sambil meminimalkan risiko investor dan fokus memberikan laba kepada investor kami di venture capital fund kami,” terang Naidoo.

Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia
Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia

Kiprah Accelerating Asia

Sejak diluncurkan pada 2018, Accelerating Asia kini menjadi komunitas yang menampung 48 pengusaha dan 28 startup yang tersebar di Asia dengan 40% di antaranya merupakan perusahaan yang dipimpin atau didirikan oleh perempuan. Perusahaan bekerja sama dengan sejumlah jaringan angel investor regional seperti Angel Hub, ANGIN, dan Angel Central, juga dengan investor institusional terkemuka, termasuk Cocoon Capital, Monks Hill Ventures, dan Golden Gate Ventures.

Sebanyak 19 startup dari dua cohort sebelumnya tersebar di delapan negara di Asia Tenggara dan Selatan termasuk Singapura, Indonesia, Vietnam, Bangladesh dan Malaysia. Sekitar 10% di antaranya datang dari Indonesia. Mereka adalah startup SaaS B2B Datanest dan startup travel IZY.ai. Secara kolektif seluruh perusahaan tersebut telah menggalang pendanaan dengan total lebih dari 5 juta dolar Singapura.