Koltiva Umumkan Pendanaan Seri A Dipimpin oleh AC Ventures

Startup agritech Koltiva mengumumkan pendanaan seri A dipimpin oleh AC Ventures. Tidak disebutkan spesifik nilai pendanaan yang diterima, namun dalam putaran ini sejumlah investor turut terlibat, di antaranya Silverstrand Capital, Planet Rise, Development Finance Asia, dan Blue 7, serta investor  sebelumnya The Meloy Fund.

Dana segar akan dimanfaatkan Koltiva untuk mengembangkan SaaS yang memungkinkan perusahaan multinasional untuk memiliki sistem pelacakan rantai pasokan dari benih hingga ke tangan konsumen (from seed to table). Sebelumnya Koltiva telah mengantongi pendanaan awal pada September 2022 lalu dipimpin Silverstrand Capital.

Sejak didirikan tahun 2013, Koltiva menghadirkan beberapa solusi, seperti pemetaan lahan dan profil produsen, ketertelusuran benih hingga ke tangan konsumen, serta pelatihan dan bimbingan ke petani. Kini layanan mereka turut diperluas ke solusi climatetech. Koltiva mengembangkan produk yang dapat membantu dalam pengukuran dan penilaian gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG).

Melalui platform digitalnya, Koltiva menawarkan aplikasi web dan mobile untuk mengurus berbagai aktivitas pertanian, seperti pendaftaran produsen, survei, pemantauan transaksi pertanian, pemetaan deforestasi, hingga pengukuran emisi gas rumah kaca di perkebunan. Dengan basis di Indonesia, Koltiva kini tim mereka bekerja dengan produsen di 52 negara, dan hampir setengah dari mereka adalah petani kecil di Indonesia.

“Saat bisnis multinasional semakin menuju keberlanjutan, Koltiva yang berbasis di Indonesia siap menjadi pemain utama dalam memastikan rantai pasok yang transparan. Dengan meningkatkan kesejahteraan petani skala kecil di pasar negara berkembang, dan membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim, Koltiva adalah bukti nyata tentang bagaimana teknologi modern dapat membentuk ulang industri konvensional, memberikan dampak global, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan secara lingkungan untuk generasi mendatang,” sambut Managing Partner AC Ventures Helen Wong.

Terobosan baru Koltiva

Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva
Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva

Koltiva tengah mengembangkan perangkat lunak yang menyediakan pelacakan dari benih hingga ke tangan konsumen. Perusahaan ingin memastikan bahwa perjalanan produk pertanian dari bahan baku, menuju ke operasi pertanian dan distribusi, hingga ke tangan konsumen dilakukan secara transparan. Inovasi ini membantu perusahaan multinasional dapat melacak asal-usul pasokan produk mereka yang sebagian besar berasal dari produsen kecil di Indonesia, dan negara-negara lain tempat Koltiva beroperasi.

Model bisnis ini dinilai semakin relevan, apalagi dengan adanya regulasi seperti Peraturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang diamanatkan oleh Dewan Uni Eropa. Peraturan ini mewajibkan perusahaan membuktikan ketiadaan deforestasi dalam produk mereka dan mematuhi standar hukum tertentu. Akibatnya, lebih dari 50.000 perusahaan berbasis Uni Eropa sekarang wajib mematuhi regulasi ini, dan perusahaan non-UE yang terlibat secara signifikan dalam aktivitas di UE juga harus memastikan kepatuhan mereka.

“Kami membantu korporasi multinasional menavigasi secara bijak lanskap yang dinamis serta regulasi yang terus berkembang akan kepatuhan praktik pertanian berkelanjutan, serta meningkatkan kehidupan para petani dan produsen kecil. Bisnis kami bertujuan untuk membentuk ekosistem yang memberikan manfaat kepada merek global, serta turut meningkatkan dan memperbaiki kondisi penghidupan dan kesejahteraan dari tingkat paling dasar di proses rantai pasok. Kami membayangkan dunia di mana perdagangan yang transparan dan berkelanjutan menjadi sebuah standar,” Co-Founder & CEO Koltiva Manfred Borer.

Application Information Will Show Up Here

Startup Produsen Protein Nabati Green Rebel Ekspansi ke Vietnam

Startup produsen pangan nabati Green Rebel Foods resmi meluncurkan produknya di Vietnam, yang juga sekaligus menandakan aksi ekspansi terbarunya di regional.

Masuknya Green Rebel ke Vietnam diketahui lewat unggahan yang dibagikan di platform LinkedIn pada Senin (18/9). “A big thank you to all who joined us for the incredible launch in Vietnam!” demikian tulis Green Rebel.

Disebutkan juga Green Rebel telah berkolaborasi dengan tujuh mitra di Ho Chi Minh City dan Hanoi untuk memasarkan produknya, antara lain Annam Group, eMart, Genshai, Laang Saigo, L’s Place, MM Mega Market Vietnam, dan Organic Convenience Stores.

Sebelumnya Green Rebel telah masuk ke Singapura dan Malaysia pada 2022, diikuti Filipina dan Korea Selatan di paruh pertama 2023. Perusahaan baru-baru ini juga berkolaborasi dengan AirAsia untuk kerja sama menu in-flight di Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

Dari pemberitaan sebelumnya, Green Rebel mendapat pendanaan pra-seri A senilai $7 juta (sekitar Rp100 miliar) untuk mendukung ekspansinya. Selain negara-negara yang telah disebutkan, Green Rebel juga membidik pasar Australia.

Sebagai informasi, Green Rebel didirikan oleh Helga Angelina Tjahjadi dan Max Mandias yang juga pemilik restoran organik Burgreens. Meluncur sejak 2020, Green Rebel menawarkan alternatif daging nabati utuh untuk konsumen Asia Tenggara yang mencari pola makan fleksibel yang lebih sehat. Saat ini, produk Green Rebel tersedia di lebih dari 1000 toko dan restoran/kafe di Indonesia.

Mengutip informasi dari situs resminya, Green Rebel memproduksi daging dengan menggunakan lebih sedikit sumber daya alam dan menghasilkan lebih sedikit gas emisi CO2 dibandingkan produk hewani.

Pihaknya menyebut telah memberikan dampak positif selama 2 tahun terakhir beroperasi, termasuk menghasilkan 5,4 ton emisi CO2, menghemat 10 ribu ton biji gandum, menyelamatkan 1,5 juta km² hutan, bermitra dengan 2.200 petani, hingga membuka 206 lapangan pekerjaan baru.

Selain Green Rebel, startup dengan misi serupa adalah Outrageous Future Foods (OFF) Foods, yang memproduksi protein alternatif tanpa mematikan daging dari hewan asli dan mengorbankan rasa. Tahun lalu, OFF Foods dilaporkan memperoleh pendanaan tambahan $1,5 juta dari Jungle Ventures.

Laporan BIS Research mengungkap bahwa nilai industri makanan nabati (plant-based) diproyeksi menyentuh $480 miliar di global pada 2024. Sementara, industri protein nabati diperkirakan tumbuh di Indonesia dengan CAGR 27,5% pada 2021-2027 menurut laporan Research and Markets.

Bababos Peroleh Tutup Pendanaan Awal Rp46 Miliar Dipimpin East Ventures [UPDATED]

*update: pada 19 September 2023, perusahaan mengirimkan rilis resmi, bahwa putaran terbaru merupakan penutupan pendanaan awal bernilai $3 juta dengan turut melibatkan Accion Venture Lab.

Bababos, mengumumkan penyelesaian putaran pendanaan awal (seed) senilai $3 juta (sekitar Rp46,1 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures, dan melibatkan beberapa investor lainnya yaitu, Patamar Capital dan Accion Venture Lab.

Pendanaan baru ini akan digunakan untuk membangun platform yang seamless dalam menghubungkan manufaktur industri kecil dan menengah (IKM) dengan para pemasok bahan baku terbaik, dan akan turut dialokasikan untuk menyokong fondasi teknologi dan memberdayakan sumber daya manusia dalam mengakselerasi ekspansi bisnis Bababos yang saat ini sudah tersedia di area Jabodetabek dan Surabaya.

Sebelumnya Bababos telah mengumumkan perolehan pendanaan awal pada Maret 2023 lalu dari East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan.

Bababos didirikan oleh Fajar Adiwidodo (CEO), Sigit Aryo Tejo (COO), dan Hendrik Panca (CFO) pada pertengahan tahun 2022. Visinya menjadi sebuah world-class supply chain platform untuk pengadaan bahan manufaktur, khususnya di segmen UMKM. Lewat situsnya, Bababos mewadahi proses bisnis yang biasa dilakukan buyer dan supplier bahan manufaktur secara digital.

Fajar dan para co-founder termotivasi membangun platform ini lantaran mereka masih melihat tingginya fragmentasi rantai pasok bahan baku. Para pelaku UMKM banyak yang mengalami keterbatasan akses terhadap bahan baku berkualitas. Masalah lain juga terkait dengan transparansi harga jual yang ada di pasaran.

Dengan model bisnis “managed-marketplace”, Bababos berperan dalam proses transaksi, dari pembelian bahan baku ke supplier hingga pengiriman barang ke pelanggan. Dalam debutnya ada 3 fitur yang telah ditawarkan, yakni penyediaan bahan baku manufaktur, agregasi permintaan, dan fasilitas tempo. Di fase awalnya, mereka baru mengakomodasi wilayah Jabodetabek beserta Jawa Timur.

Industri manufaktur di Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp3.591 triliun, sektor ini juga memperkerjakan lebih dari 19 juta orang di berbagai skala industri.

Dewasa ini sejumlah startup mulai debut, mencoba memberikan solusi untuk mentransformasikan sektor ini. Selain Bababos ada juga Imajin yang baru saja mendapatkan pendanaan dari East Ventures, 500 SEA, dan Init-6. Sebagai manufacture hub, Imajin mencoba mempertemukan manufaktur lokal dengan pelanggan. Mereka turut memfasilitasi pembiayaan proyek bagi pemilik usaha yang memiliki keterbatasan dana, dan menawarkan marketplace untuk memasok raw material.

Bobobox Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B Rp128 Miliar, Salah Satunya dari Kakao Investments [UPDATED]

Startup akomodasi berbasis teknologi Bobobox dikabarkan telah menggalang pendanaan putaran pendanaan seri B. Putaran ini bernilai $8,3 juta (lebih dari Rp128 miliar).

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari VentureCap, sejumlah investor turut serta dalam putaran tersebut, di antaranya Kakao Investments, Best Trade Developments Limited, Bravo Castle Limited, Emtek, dan investor terdahulunya, Alpha JWC Ventures.

Bobobox merupakan startup ketiga asal Indonesia yang bergabung ke dalam portofolio Kakao, setelah Kopi Kenangan dan GoWork.

Kepada DailySocial, perwakilan Bobobox membenarkan informasi terkait pendanaan ini. Kemudian, perwakilan Emtek membenarkan adanya investasi ini, namun turut disampaikan juga bahwa investasi ke Bobobox telah diberikan oleh perseroan sejak dua tahun yang lalu.

Hubungan antara Co-founder Bobobox Indra Gunawan dengan Emtek bukanlah baru. Sebagai konteks, Indra sebelumnya pernah merintis startup game Artoncode Indonesia pada 2012. Startup tersebut diakuisisi oleh Emtek, yang saat itu memegang lisensi BBM, pada dua tahun kemudian.

Bobobox terakhir kali mengumumkan pendanaan Seri A senilai $11,5 juta pada Mei 2020. Horizons Ventures dan Alpha JWC Ventures menjadi investor lead dalam putaran tersebut.

Berdiri sejak 2018 di Bandung, Bobobox berambisi ingin menjadi perusahaan gaya hidup yang relevan bagi generasi muda dengan menyediakan pengalaman tidur dan istirahat yang berkesan melalui inovasi teknologi, desain modular yang ramah lingkungan.

Diklaim saat ini perusahaan memiliki lebih dari 1.262 kamar, terdiri dari Bobocabin (elevated camping), Bobopod (hotel kapsul), dan Boboliving (indekos/co-living) yang tersebar di 28 lokasi di Indonesia, seperti Bandung, Banyumas, Bogor, Kintamani, Malang, Ubud, Toba Samosir, umba, dan Yogyakarta.

Adapun untuk tingkat okupansi kamar rata-rata dapat dipertahankan di angka 90%. Sebanyak 80% pesanan penginapan dilakukan secara langsung (direct-transaction) melalui aplikasi Bobobox.

Dengan konsep teknologi ramah lingkungan, perusahaan ikut meramaikan tren wellness tourism yang kian populer di tahun ini. Dari riset berbagai sumber seperti Agoda Travel Trend Survey (2023) dan Wellness Tourism Global Market Report 2023, nilai pasar dari wellness tourism berpotensi tembus $2,1 triliun serta peningkatan CAGR sebesar 12,42% pada tahun 2030.

Hal ini salah satunya didukung dengan peningkatan preferensi wisatawan, terutama di kalangan generasi muda yang cenderung memilih wellness tourism bertemakan alam terbuka. Data menunjukkan 41% generasi milenial sudah mulai menganggarkan untuk investasi di wellness experience, salah satunya wellness tourism tersebut.

*) Kami menambahkan pernyataan tambahan dari Emtek dan Bobobox

Application Information Will Show Up Here

Mythic Protocol Raih Pendanaan Awal Dipimpin Alpha JWC dan Shima Capital

Pengembang game Mythic Protocol meraih pendanaan awal sebesar $6,5 juta (sekitar 99,8 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Shima Capital. Investor lain yang ikut berpartisipasi adalah GDP Venture, Saison Capital, Planetarium Labs, Arcane Group, Presto Labs, MARBLEX, EMURGO Ventures, HYPERITHM, dan sejumlah angel investor.

Mythic Protocol didirikan oleh veteran di industri video game, yakni Arief Widhiyasa (Founder Agate) dan Igor Tanzil (eks CMO & CCO Agate, Founder Critical Forge). Perusahaan yang berbasis di Singapura ini memiliki 130 tim yang tersebar di seluruh dunia, yang juga veteran industri kreatif dan teknologi, seperti Caravan Studio, Microsoft, Samsung, Intel, dan Symantec.

CEO Mythic Protocol Arief Widhiyasa mengatakan industri video game mengalami siklus teknologi setiap 25 tahun. Dimulai dengan semikonduktor yang melahirkan industri video game, lalu fokus permainan yang menyenangkan, dan berlanjut ke internet dan gadget. Siklus kedua fokus pada percepatan adopsi video game ke khalayak dengan model bisnis free-to-play.

“Saya percaya siklus selanjutnya akan segera datang, Siklus ini akan digerakkan oleh komputasi terdistribusi (blockchain) dan AI, di mana partisipasi kolektif untuk menghasilkan nilai dalam suatu ekosistem, yaitu collaborative entertainment, menjadi masalah baru yang harus dipecahkan,” ujar Arief dalam keterangan rilis.

Sementara, COO Mythic Protocol Igor Tanzil mengungkap bahwa timnya menemukan peluang unik untuk membangun ekosistem hiburan yang kolaboratif yang akan diawali lewat pengembangan game untuk menjangkau pengguna lebih besar. Ekosistem kolaboratif ini diharapkan dapat memberikan pengalaman unik bagi investor, kreator, dan konsumen.

Maka itu Mythic Protocol akan membangun ekosistem hiburan kolaboratif yang melibatkan teknologi blockchain, AI, video game, dan media kreatif. Ekosistem ini mencakup pengembangan dan peluncuran game action-shooter RPG kolaboratif berjudul RIFTSTORM, yang digabungkan dengan sistem progres roguelite lintas platform (PC, konsol, dan gadget).

Mythic Protocol menargetkan dapat meluncurkan produk gamenya ke pasar global, khususnya Amerika Serikat, pada 2024. “Konsep collaborative entertainment memaksimalkan potensi dan idealisme yang bisa ditawarkan teknologi. Saya punya visi untuk menciptakan sebuah sistem di mana setiap kontribusi pengguna memiliki makna, atribusi yang adil, dan aksi yang mendorong evolusi. Sungguh disayangkan banyak potensi teknologi blockchain disia-siakan karena spekulasi finansial yang berlebihan.”

Selain itu, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan penawaran bagi kreator game, yakni berupa kumpulan sumber data yang diberi nama Decentralized Universal Meta (on Blockchain) atau DUMB. Terakhir, pihaknya akan mengembangkan kelas aset digital LEGACY yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan pendapatan aset mereka.

“Dengan tim pendiri yang telah menerbitkan lebih dari 250 judul game sejak 2009 dan menjadi salah satu pengembang gim terbesar di Asia Tenggara, kami meyakini mereka dapat mencapai keberhasilan di siklus pengembangan game ke depannya.” Tutup Founder dan General Managing Partner Shima Capital Yida Gao.

Startup Agritech Kora Umumkan Pendanaan Pra-Awal Rp6 Miliar dari Antler dan Gibran Huzaifah

Inovasi digital untuk sektor pertanian terus berkembang di Indonesia, mengakomodasi paint points yang semakin spesifik untuk komoditas tertentu. Terbaru ada Kora, startup agritech yang fokus di layanan pascapanen jagung.  Startup ini didirikan sejak 2022 oleh Dian Prayogi Susanto, sebelumnya dikenal sebagai salah satu pendiri startup agritech Habibi Garden.

Dalam debutnya, Kora mendapatkan pendanaan dari Antler dan Gibran Huzaifah (Co-Founder & CEO e-Fishery) senilai $400 ribu atau sekitar 6,1 miliar Rupiah. Dana segar akan digunakan untuk memperluas cakupan operasional dan menyediakan bantuan teknologi yang lebih besar kepada para petani di Lampung—wilayah yang sangat penting bagi perusahaan dan pendirinya.

“Provinsi Lampung mempunyai lebih dari sekadar peran strategis; generasi keluarga saya mempunyai sejarah pertanian yang panjang di wilayah ini. Kakek-nenek saya telah berkecimpung di pertanian sejak lama, dan kami menyadari bahwa sektor agrikultur Indonesia masih banyak bergantung pada teknik kuno, padahal sudah banyak kemajuan dalam teknologi pertanian,” ujar Dian.

Tanaman jagung dipilih karena komoditas ini mempunyai permintaan yang kuat dan berdampak besar pada rantai pasokan dan biaya pakan ternak di Indonesia.

Dari segi model bisnis, Kora berupaya untuk memperpendek rantai pasok jagung, dengan cara merangkul semua pihak, mulai dari perantara hingga petani, dan menghubungkan mereka langsung ke industri (B2B). Pendekatan holistik ini tidak hanya meningkatkan produktivitas panen, tapi juga memperkuat koneksi pelaku industri secara keseluruhan.

Kora Agritech
Proses bisnis Kora, menghubungkan petani dengan industri / Kora

“Dengan memanfaatkan teknologi, Kora membantu petani mendapatkan hasil panen jagung yang lebih konsisten, lebih tahan lama, serta bergizi, dan bisa menjualnya langsung dengan harga yang kompetitif,” tambahnya.

Pencapaian dalam debut awal

Dalam 10 bulan terakhir, Kora mengatakan berhasil menjual hampir 11 juta kilogram jagung dan meraih pendapatan sebesar $2 juta (Rp30 miliar). Di tahun 2023, pendapatan kuartal pertama startup ini diklaim naik 5x lipat dibandingkan tahun lalu, membawa mereka pada titik profitabilitas.

Tidak hanya itu, berawal dari kemitraan dengan 30 petani, kini Kora menggandakan jumlah tersebut menjadi sekitar 130 petani. Hasilnya diklaim signifikan, petani yang masuk ke dalam ekosistem Kora mencatatkan peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 25-38%.

“Investasi terhadap Kora merupakan wujud pendekatan kami yang bernama ‘Day Zero’, di mana kami ingin mendampingi perjalanan para founder inovatif sedari awal,”  ujar Partner Antler Agung Bezharie Hadinegoro.

Ia melanjutkan, “Pendekatan Kora berfokus pada pemanfaatan teknologi yang mudah diakses, dan memberikan solusi di sektor yang selama ini sulit dipenetrasi. Sistem yang mereka tawarkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, tapi juga berkontribusi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan teknik bertani tradisional.”

Dian dan Gibran / Kora

Sementara itu Gibran Huzaifah mengatakan, “Saya pribadi selalu memiliki passion terhadap sektor pangan dan ingin berkontribusi lebih luas dalam upaya mengatasi masalah kelaparan di Indonesia. Ketika melihat model bisnis dan visi Kora, saya yakin bahwa mereka dapat memberikan dampak signifikan bagi petani-petani kecil. Dengan pendanaan ini, harapannya Kora dapat membangun model operasional dan teknologi yang relevan untuk menjadikan sektor pertanian jagung Indonesia semakin modern dan efisien.”

Potensi komoditas jagung

Industri jagung merupakan salah satu sektor strategis di Indonesia. Kini terdapat 5,5 juta hektar lahan dengan nilai industri sebesar $150 miliar per tahun atau setara dengan Rp230 triliun.

Pada tahun 2022, produksi jagung di Indonesia akan mencapai 44 juta ton (25,3 juta jagung pipilan basah dan 18,7 juta jagung simpan gudang), dengan kebutuhan jagung sebanyak 16,98 juta ton. Dari angka tersebut, Lampung sendiri menyumbang 9% dari total produksi nasional.

Kora memiliki rencana ambisius untuk kurun waktu 3-5 tahun yang akan datang. Pertama, mereka akan berfokus membina petani dan menciptakan ekosistem pertanian yang lebih efisien. Ekosistem ini akan memberdayakan semua petani dan pemain dari di seluruh Indonesia.

Selain itu, mereka berencana menggandakan target produksi jagung dari 100 ton/hari menjadi 3x lipat pada akhir tahun 2023 dan 5x lipat pada tahun 2024. Kora juga akan merangkul mitra petani 4x lipat lebih banyak untuk mencapai target tersebut. Tidak menutup kemungkinan, startup ini akan merambah sektor pascapanen untuk komoditas pertanian lain selain jagung.

“Selama ini, lebih dari 90% petani skala mikro belum memiliki akses ke fasilitas pengolahan jagung pascapanen. Mereka juga belum terhubung langsung ke pembeli korporasi, sehingga petani harus melalui beberapa lapisan perantara. Di sinilah Kora hadir, sebagai jembatan untuk memperpendek rantai pasokan jagung,” kata Dian.

Arise dan Centauri Melebur Jadi Ascent Venture Group, Galang Dana Kelolaan 3 Triliun Rupiah

Dua dana kelolaan Telkom, yakni Centauri dan Arise, resmi melebur menjadi Ascent Venture Group. Ascent menargetkan penggalangan dana ketiga sebesar $200 juta (sekitar Rp3 triliun) yang akan difokuskan pada investasi ke 25 startup tahap awal dengan dalam dua tahun ke depan.

Sebagai informasi, Centauri Fund adalah dana kelolaan MDI Ventures bersama KB Financial asal Korea Selatan yang diluncurkan pada akhir 2019. Fokus pendanaannya adalah pra-seri A dan seri B. Sementara, Arise Fund merupakan dana kelolaan MDI Ventures bersama Finch Capital asal Belanda yang diluncurkan pada 2020. Fokus pendanaannya juga serupa, yakni pra-seri A.

Dalam keterangan resminya, Ascent juga sekaligus mengumumkan Central Capital Ventura (CCV), lengan investasi milik BCA, sebagai mitra Ascent. Keterlibatan CCV disebut akan memperkuat sinergi ekosistem di Indonesia dan Asia Tenggara.

Diketahui, kedua dana kelolaan milik Telkom telah diinvestasikan ke 30 startup di Asia Tenggara, di mana 70% telah mengumpulkan dana lanjutan dari investor pihak ketiga setelah investasi awal Ascent–menghasilkan 2 M&A dan 1 IPO dengan money on invested capital (MOIC), atau metrik tingkat keuntungan investasi masing-masing 3,2x dan 1,75x. Beberapa portofolionya adalah Agriaku, Evermos, Qoala, Paxel, dan Fishlog.

“Tujuan konsolidasi sumber daya dan jaringan ekosistem kami adalah untuk membangun platform dengan nilai eksponensial yang dapat memperkuat strategi berbasis thesis-driven. Kami memberikan dukungan product-market fit kepada para founder saat mereka mengembangkan bisnisnya di Indonesia,” ujar Managing Partner Ascent Venture Group Aldi Adrian Hartanto.

Di samping itu, hubungan erat yang dibangun Ascent dengan firma investasi tahap pertumbuhan terkemuka, seperti KB Investment dan MDI Ventures memungkinkan dukungan tambahan bagi portofolio dengan modal tahap lanjut saat memasuki fase marginal profit atau business-model fit.

Ascent akan dikelola oleh 4 partner, yakni Kenneth Li, Aldi Adrian Hartanto, Eric Yoo, dan Hans De Back. Kendati De Back berasal dari Finch Capital, Kenneth Li mengonfirmasi bahwa peleburan ini hanya melibatkan kedua dana kelolaan saja. Ia tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai posisinya di MDI dan Ascent.

“Hanya Arise dan Centauri yang technically yang melebur. [Keempat] partner ini dedicated untuk Ascent,” ujar Kenneth saat dikonfirmasi oleh DailySocial.id.

Secara terpisah, CEO MDI Ventures Donald Wihardja juga menyampaikan bahwa fund ini akan berdiri dan dikelola secara independen oleh tim terkait. “We are an anchor LP to this fund,” ujarnya.

Managing Partner Ascent Eric Yoo, berpengalaman berinvestasi di Korea Selatan dan India–mewakili KB Investment, menambahkan, “Gelombang investasi pertama telah mempercepat adopsi belanja online, ride hailing, hingga fintech. Namun, Indonesia masih berada pada tahap awal adopsi, dan gelombang adopsi berikutnya akan mengikuti pasar berkembang di mana disrupsi akan lebih banyak terjadi di sektor tradisional maupun peluang baru.”

Meski dana kelolaan sebelumnya dijalankan secara terpisah, portofolio yang sudah ada kini dapat memiliki akses ke kemitraan gabungan ini untuk mendukung pertumbuhan mereka. Secara spesifik, Ascent Venture akan membidik peluang investasi di vertikal UMKM enabler, digitalisasi keuangan, dan neo consumer, termasuk sektor baru, seperti iklim dan kesehatan

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri B Novelship Senilai 146 Miliar Rupiah

East Ventures memimpin pendanaan seri B startup pengembang marketplace produk sneakers Novelship senilai $9,5 juta atau setara 146 miliar Rupiah. Putaran ini turut didukung sejumlah investor, termasuk iGlobe Partners dan GSR Ventures, dua investor yang juga terlibat di putaran sebelumnya.

Mei 2022 lalu Novelship baru menutup pendanaan seri A mereka dengan nilai yang hampir sama. GSR Ventures dan East Ventures co-lead dalam putaran ini.

“Kami senang melanjutkan dukungan dalam perjalanan Novelship di saat mereka memperbarui pasar dan memberikan nilai yang tak tertandingi bagi para penggemar sneakers dan barang koleksi di wilayah ini. Novelship telah terbukti sebagai marketplace terpadu untuk memenuhi keinginan para kolektor. Kami turut bangga melihat bagaimana Novelship menerapkan praktik-praktik berkelanjutan dalam operasi bisnis mereka,” sambut Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Dana segar yang didapat memperkuat eksistensi brand Novelship di Asia Tenggara. Strateginya mencakup peningkatan kemampuan logistik, penyempurnaan proses autentikasi, memperbanyak koleksi, dan memprioritaskan proses pengiriman yang ramah lingkungan.

Dari data internal yang dibagikan, dalam beberapa tahun terakhir Novelship telah mendapati tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 37% dari sisi pendapatan dan 55% dari sisi transaksi.

“Seiring dengan pergeseran prioritas kolektor ke arah aksesibilitas, efisiensi, dan integritas, Novelship terus berkomitmen untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut di platform kami,” kata Co-Founder & CEO Novelship Richard Xia.

Pangsa pasar sneakerss dan pain point yang ada

Produk sneakers didistribusikan melalui banyak kanal. Sejumlah pebisnis seperti Sneakers Debt memaksimalkan platform marketplace ala Tokopedia; merek lainnya seperti Zalora atau Erajaya Active Lifestyle juga punya layanan e-commerce khusus, bahkan terintegrasi secara O2O dengan retail tradisional. Startup lokal yang menggarap marketplace untuk sneakers pun ada beberapa, salah satunya Kick Avenue.

Di tengah persaingan vertikal dan horizontal layanan distribusi sneakers, permintaan produk ini memang sangat tinggi di hampir semua rentang usia konsumen. Pada 2021 saja secara global ada lebih dari 20 miliar pasang sepatu yang diproduksi.

Novelship melihat dari sudut pandang lain, tingginya produksi menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak terhadap lingkungan. Seiring dengan banyaknya koleksi sepatu yang dimiliki konsumen, jejak karbon yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini, Novelship mempromosikan produk berkelanjutan dan menciptakan kesadaran akan konsumsi yang bertanggung jawab.

Hal ini melibatkan pemilihan barang-barang yang stylish dan ramah lingkungan, disesuaikan untuk konsumen yang cerdas dan teliti. Sejak Juni 2023, Novelship telah menggunakan 100% bahan daur ulang untuk kotak pengiriman mereka di semua pasar.

Diversifikasi kategori dan produk in-house

Novelship secara aktif melakukan diversifikasi koleksinya untuk menjangkau pasar wanita yang terus berkembang. Untuk mendukung hal tersebut, mereka meningkatkan SKU sepatu sneakers yang dibuat untuk wanita sebanyak 100 SKU, mendukung inklusivitas dan keterjangkauan bagi semua kolektor.

Seiring dengan berkembangnya basis pelanggan, Novelship juga meningkatkan pasokan sehingga menghasilkan pertumbuhan daftar barang sebesar 150% pada tahun fiskal 2022, termasuk lonjakan sebesar 140% pada SKU yang berpusat pada wanita.

Mengikuti kolaborasi Novelship dengan Snoop Dogg untuk memperluas koleksi, perusahaan juga turut meluncurkan produk inhouse atau dengan brand Novelship, termasuk kaos, kaus kaki, tali sepatu, dan pelindung sol sepatu.

“Kami percaya semua produk yang dibuat perlu dapat diakses oleh semua orang. Perluasan koleksi dan pengenalan produk in-house mencerminkan komitmen kami untuk menyediakan aksesibilitas yang lebih luas bagi semua kolektor. Dengan mendiversifikasi dan meningkatkan produk untuk  wanita, kami ingin menciptakan ruang yang lebih inklusif dalam komunitas sneakers, memastikan bahwa keinginan setiap orang terpenuhi dan dihargai,” tambah Richard.

Application Information Will Show Up Here

Visinema Perkuat Jajaran Manajemen untuk Optimalkan Lini Bisnisnya

Visinema mengumumkan penunjukan mantan Country Manager Walt Disney Indonesia Herry Salim sebagai Presiden Grup perusahaan sekaligus CEO Visinema Studios. Secara bersamaan mereka juga mengumumkan penunjukan Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Penguatan jajaran manajemen ini dilakukan untuk perluasan bisnis perusahaan.

Didirikan sejak tahun 2008, Visinema saat ini menaungi sejumlah unit produksi yang terdiri dari  Visinema Pictures, Visinema Content, dan Visinema Studios; kemudian layanan distribusi digital melalui Bioskop Online; serta pengembangan Intellectual Property (IP).

Sebelumnya melalui Visinema Studios mereka menelurkan sejumlah IP lokal, sebut saja dari seri animasi Nussa, serial Filosofi Kopi, film Keluarga Cemara, hingga seri film anak Domikado dan Jumbo. Herry akan banyak bertugas mengembangkan IP berikutnya, sembari mengeksplorasi potensi industri kreatif di Indonesia.

“Saya percaya potensi industri kreatif Indonesia bisa sebesar Korea atau Hollywood. Namun untuk merealisasikan potensi industri, tidak bisa hanya mengandalkan kreasi berkualitas saja, tapi harus dilengkapi manajemen yang kuat dan ekspansi lini usaha ke ranah IP,” ujar Founder & CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko.

Ia melanjutkan, “Oleh karena itu, Visinema dengan bangga merangkul pemimpin dengan pengalaman industri hiburan dan pengembangan IP yaitu Herry Salim, dan juga Aldi Haryopratomo yang telah terbukti mampu membangun fondasi bagi perusahaan untuk berkembang pesat, seperti halnya di sektor teknologi.”

Potensi konten video dan film terus meningkat

Menurut data Media Partners Asia, investasi konten video dan film Indonesia meningkat 13% di tahun 2022 senilai $979juta, terbesar di Asia Tenggara. Di tengah geliat tersebut, satu tahun terakhir Visinema telah mencetak berbagai pencapaian.

Dari sisi produksi film, Visinema Pictures telah menghasilkan hits seperti “Mencuri Raden Saleh” yang telah ditonton lebih dari 2,3 juta penonton bioskop dan juga “Hari ini Akan kita Ceritakan Nanti” salah satu top-10 Netflix. Di ranah distribusi, Bioskop Online telah diakses oleh lebih dari 11 juta penonton dengan lebih dari 200 konten lokal dari 100+ pembuat film di 15+ provinsi Indonesia.

“Berdasarkan pengalaman saya di industri hiburan global, saya percaya Visinema memiliki potensi untuk jadi katalis perkembangan industri hiburan di Indonesia. Angga dan tim Visinema telah menguasai cara storytelling yang mengena di hati menonton Indonesia. Sekarang saatnya Visinema naik kelas tidak hanya dari sisi kreatif namun juga distribusi serta komersial. Ekspansi ini juga akan memaksimalkan potensi industri kreatif Indonesia agar bisa semakin mengglobal,” ungkap Herry

Aldi menambahkan, “Industri kreatif, termasuk film, memiliki dampak langsung ke sektor lain. Karena kesuksesan K-Drama, produk Korea dari makanan, kosmetik, fesyen hingga pariwisata digemari masyarakat seluruh dunia. Selain itu, IP yang dihasilkan oleh perfilman bisa menyebar luas tanpa distribusi fisik, sama halnya dengan teknologi. Saya yakin Visinema akan terus membawa cerita, budaya dan produk Indonesia mendunia.”

Di lini produksi konten, peluangnya memang sangat lebar di pasar Indonesia untuk menghasilkan berbagai seri dan film lokal. Sementara untuk platform distribusi, tampaknya Visinema harus bekerja ekstra agar bisa memenangkan pasar OTT yang masih sangat dinamis dan dipenuhi kompetisi.

Laporan MPA terbaru menyebutkan, pada H1 2023 Netflix, Prime Video, Viu, iflix, HBO Go, dan Vidio menjadi layanan streaming yang saat ini banyak dipakai masyarakat Indonesia.

Terlepas dari persaingan vertikal, sebenarnya industri ini juga tengah dihadapkan pada pergeseran cara orang mengonsumsi konten. Masih dari laporan yang sama disebutkan, fenomena TikTok membuat pertumbuhan pelanggan baru SVOD menurun secara yoy. Tercatat hanya sekitar 7 ribu pelanggan baru di paruh pertama tahun ini, turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,7 juta pelanggan.

Untuk memaksimalkan bisnisnya, Visinema didukung oleh sejumlah pemodal ventura. Awal tahun 2020 lalu, mereka mengumumkan pendanaan seri A senilai $3,25 juta. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung investor sebelumnya yakni GDP Venture dan Ancora Capital. Di tahap awal, perusahaan telah mendapatkan investasi dari GDP senilai US$2 juta.

Application Information Will Show Up Here

IFC Gandeng Amartha Menyalurkan Pinjaman Modal Rp3 Triliun ke Pengusaha Ultra Mikro Perempuan

International Finance Corporation (IFC) mengumumkan komitmennya untuk menyalurkan modal produktif melalui jaringan pengusaha ultra mikro di Amartha. Dana yang digelontorkan oleh institusi keuangan anggota Bank Dunia tersebut senilai $206 juta atau sekitar 3 triliun Rupiah. Nilai ini lebih besar dari yang diajukan pada Maret 2023 lalu, yakni senilai $175 juta.

Dalam prospektus pengajuan dana debt Maret lalu, IFC berkomitmen memberikan dana $25 juta dan membuka tambahan dana bersama dari para mitra senilai $150 juta. Investasi yang diusulkan adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha ultra mikro, terutama pengusaha perempuan.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, “Pendanaan dari IFC tidak hanya membantu Amartha untuk memperluas basis investor berskala internasional saja, tetapi juga memperluas layanan keuangan digital ke berbagai wilayah pelosok di Indonesia. Amartha meyakini kolaborasi ini akan menciptakan dampak yang berkelanjutan.”

Taufan turut menjelaskan, saat ini ada lebih dari 20 ribu UMKM yang menerima penyaluran modal dari Amartha. Mereka juga memiliki komitmen khusus untuk menjangkau para pengusaha di luar Jawa (70% dari permodalan tersalur berada di luar Jawa). Secara akumulatif, Amartha telah menyalurkan modal lebih dari 12 triliun Rupiah kepada 1,7 UMKM dari 42 ribu desa di Indonesia.

Dalam penyaluran pendanaan, Amartha turut menyertakan tim terdedikasi untuk turut membantu mereka dalam memaksimalkan bisnis melalui berbagai pendampingan dan pelatihan. Amartha menerapkan sistem tanggung renteng untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya gagal bayar. Secara khusus mereka mengembangkan sistem penilaian kredit sendiri, menyesuaikan dengan demografi para peminjamnya.

Regional Vice President IFC APAC Riccardo Puliti menyampaikan, “Kesenjangan akses permodalan yang dihadapi oleh perempuan pengusaha ultra mikro di Indonesia – yang sangat penting bagi perekonomian secara keseluruhan – semakin melebar karena adanya COVID-19 yang menyebabkan perempuan harus menanggung beban rumah tangga dan tekanan pengasuhan anak yang semakin besar selama pandemi. Kerja sama ini merupakan kemenangan bagi perempuan dan kemenangan bagi perekonomian.”

IFC sendiri bukan kali pertama berpartisipasi dalam pendanaan (baik ekuitas maupun debt) ke perusahaan digital di Indonesia. Sebelumnya mereka juga turut menyuntik dana ke induk AnterAja, Evermos, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, dan PasarPolis. IFC juga menjadi salah satu LP untuk dana kelolaan AC Ventures.

Tahun ini, tepatnya pada Juni 2023 lalu, Amartha juga baru mengumumkan fasilitas kredit serupa untuk disalurkan ke UMKM. Nilainya $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah), bersumber dari Community Investment Management yang merupakan firma keuangan berorientasi pada dampak sosial asal San Fransisco.

Application Information Will Show Up Here