Platform Lowongan Kerja EKRUT Diakuisisi Startup Asal Thailand GetLinks

Platform lowongan pekerjaan EKRUT telah diakuisisi oleh GetLinks, startup di bidang HR-tech asal Thailand berdasarkan data yang dilaporkan ke Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA).

Melansir DealStreetAsia, data ini menyatakan bahwa para pemegang saham EKRUT, termasuk East Ventures dan Skystar Capital, telah mengalihkan sahamnya ke GetLinks Inc, induk platform manajemen talenta dan lowongan kerja di Asia tersebut.

DailySocial.id telah menghubungi manajemen EKRUT untuk mengonfirmasi hal ini. Hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons dari pihak terkait.

Lewat akuisisi ini, GetLinks diyakini bakal bersaing dengan platform sejenis di Indonesia, seperti JobStreet dan Indeed. GetLinks merupakan platform yang menghubungkan ekosistem talenta dengan peluang kerja di Asia. Didirikan sejak 2015, GetLinks telah menjangkau perusahaan-perusahaan besar, seperti Alibaba, LINE, dan Grab.

Sementara, EKRUT fokus menghubungkan talenta potensial dengan kebutuhan bisnis. Di saat layanan lain kebanyakan menggunakan konsep job portal, EKRUT mengunakan talent marketplace berbasis data science. Talenta mendaftar dan perusahaan yang akan mencari kandidat sesuai preferensi.

EKRUT tercatat meraih pendanaan tahap awal dari East Ventures pada 2017 di mana saat itu, mulai banyak startup baru yang fokus di sektor HR. Pada 2019, perusahaan kembali mengumumkan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Venturra Discovery dengan partisipasi East Ventures, Prasetia Dwidharma, Skystar Capital, Bizreach Inc, dan Azure Ventures.

Perusahaan memiliki misi untuk mengembangkan teknologi dan layanan paling efisien untuk proses perekrutan, baik dari sisi HR maupun pelamar. EKRUT juga mendatangkan mantan senior engineer Tesla menjadi Chief of Product untuk memimpin tim tech mereka.

Beberapa perusahaan teknologi ternama yang telah memasang listing di platform EKRUT antara lain Gojek, Tokopedia, OVO, dan RedDoorz.

Platform lowongan kerja

Menurut laporan Alpha JWC Ventures, Kearney, dan GRIT bertajuk “ASEAN Growth & Scale Talent Playbook”, negara di Asia Tenggara mengalami pertumbuhan penetrasi internet jauh lebih tinggi dalam 5 tahun terakhir. Tren ini kemungkinan akan terus tumbuh dan menuntut lebih banyak talenta sehingga mendorong kebutuhan talenta digital di wilayah tersebut.

Penetrasi internet di Eropa, AS dan Asia / Sumber: Alpha JWC Ventures, Kearney, dan GRIT

Di Indonesia sudah banyak platform lowongan kerja yang menawarkan layanan perekrutan dengan nilai tambah yang berbeda. Misalnya, Kalibrr yang menggabungkan platform perekrutan berbasis AI dan layanan employer branding untuk membantu perusahaan menunjukkan nilai-nilai mereka, menarik kandidat tepat, dan merealisasikan proses yang mulus.

Pemain sejenis lainnya yang menangani kebutuhan serupa, misalnya Urbanhire dan NusaTalent. Selama pandemi mereka cukup aktif membantu perusahaan mendigitalisasi sistem HR. Urbanhire tidak hanya memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan, tetapi HR technology dan talent solution, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

Terdapat beberapa platform lain yang beroperasi dengan pendekatan berbasis komunitas. Salah satunya Atma yang debut pada tahun lalu, diiringi pendanaan pre-seed dari sejumlah investor strategis. Selain itu, ada KitaLulus yang meraih pendanaan seri A dipimpin oleh Tiger Global.

Sejumlah platform yang mengawali bisnis di edtech kini mulai merambah ke ranah HR tech. Rakamin adalah platform pembelajaran yang memungkinkan pengguna untuk terkoneksi dan membangun karier di era digital. Mereka mempersiapkan talenta untuk siap berkarir di perusahaan yang diinginkan.

Startup D2C Claude Raih Pendanaan Awal dari CyberAgent Capital dan Prima Fund I

Startup direct-to-consumer (D2C) fesyen untuk perempuan “Claude” mengumumkan pendanaan awal dari investor CyberAgent Capital dan kantor keluarga Prima Fund I. Tidak disebutkan nominal yang diperoleh.

Claude akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk meningkatkan penawaran produk saat ini dan memperkuat pasar yang telah ditembusnya di luar pasar Indonesia, seperti Asia Tenggara, Eropa hingga Amerika Serikat.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan, Co-founder dan CEO Claude Tommy Budihardjo menyampaikan, “Dalam dunia global ini di mana teknologi memungkinkan kita untuk lintas batas real-time, menjadi perusahaan global mampu mendongkrak total addressable market sampai ratusan kali lipat, sekaligus memperkuat merek yang selalu kami pertahankan.”

Christie Johana dan Tommy S Budihardjo / Claude

Dia menjelaskan, Claude menjalankan model bisnis yang terbilang revolusioner karena menggunakan sistem batch mikro untuk setiap desain baru. Kemudian, memproduksi lebih banyak setelah permintaan terbukti melonjak. Langkah tersebut mampu meminimalkan pemborosan sekaligus meningkatkan kecepatan dalam menawarkan desain baru.

Dikombinasikan dengan sistem analisis real-time yang dibangun sendiri, Claude memahami perilaku dan selera pelanggan secara real-time dan karenanya dapat beradaptasi secara instan.

Sejak berdiri di 2018, Claude memfokuskan diri pada fesyen perempuan. Tidak hanya sediakan produknya di platform digital, perusahaan juga masuk ke gerai offline. Kini tersebar di tiga lokasi di Jakarta, dan satu lokasi di Singapura. Selain Tommy, Christie Johana turut bergabung sebagai co-founder.

“Industri pakaian adalah salah satu penyumbang limbah terbesar – terutama karena stok yang tidak terjual – industri ini terlambat untuk perubahan, dan kami senang memimpin dengan model bisnis kami yang berhasil memangkas limbah barang jadi hingga 90% dan memaksimalkan pendapatan dan profitabilitas pada saat yang sama,” imbuhnya.

Managing Director CyberAgent Capital Nobuaki Kitagawa memberikan pernyataannya. Dia bilang, “Indonesia adalah salah satu pasar ritel konsumen terbesar di dunia. Dengan nilai merek Claude yang kuat serta pengalaman yang dibawa oleh tim manajemen, kami percaya bahwa perusahaan dapat membawa proposisi nilai yang unik dan diterima dengan baik oleh pasar pakaian jadi Indonesia dan Asia Tenggara yang besar.”

D2C berkembang pesat di Indonesia

Model bisnis serupa, D2C, memang tengah berkembang pesat di pasar Indonesia dan Asia Tenggara. DailySocial.id mencatat ada lebih dari 40 merek D2C Indonesia dengan mayoritas dari segmen F&B, fashion, dan beauty. Beberapa di antaranya sudah memiliki basis komunitas pembeli yang kuat dan bahkan sudah masuk ke ranah mass retail.

Sejumlah pengembang merek D2C di Indonesia (2021)

Selain fokus pada produk spesifik seperti Claude, sejumlah startup memilih starting point sebagai platform brand aggregator. Mereka fokus mengakuisisi brand untuk diakselerasi melalui penambahan proposisi nilai, investasi, dan digitalisasi. Hypefast, Tjufoo, Open Labs adalah startup lokal yang bermain di ranah tersebut.

Sejumlah investor lokal juga memperdalam hipotesis investasinya ke startup D2C. Terbaru ada Creative Gorilla Capital yang mengumumkan dana kelolaan hingga Rp300 miliar untuk difokuskan pada investasi startup D2C. CGC merupakan platform modal ventura baru hasil kolaborasi dari Future Creative Network (FCN), Vynn Capital, dan startup pengembang omnichannel Pomona.

Kunjungi Indonesia, Simak Paparan Sam Altman Soal Kecerdasan Buatan

Untuk memperluas pemahaman masyarakat di Indonesia mengenai kecerdasan buatan (AI), KORIKA bersama GDP Venture mengundang Co-Founder dan CEO OpenAI Sam Altman, pengembang aplikasi revolusioner ChatGPT di Jakarta, Rabu (14/6).

Dalam sesi bertajuk “Conversation with Sam Altman” dengan para profesional, praktisi, dan media selama satu jam penuh, ia menyampaikan rencana OpenAI untuk mengembangkan ChatGPT yang menghadirkan informasi hingga riset untuk semua pengguna.

Inspirasi dari Y Combinator

Didirikan pada 2015, OpenAI adalah lembaga nirlaba di bidang riset dan pengembangan AI. Misi OpenAI adalah memastikan manfaat AGI (kecerdasan artifisial umum) bagi umat manusia. Teknologinya meliputi sistem bahasa alami GPT-4 dan ChatGPT, sistem generasi gambar DALL·E, dan sistem pengenalan ucapan sumber terbuka mereka, Whisper.

Praktisnya, ChatGPT memiliki beragam kegunaan, yakni dapat digunakan untuk memecahkan masalah kompleks, memberikan informasi atas pertanyaan dan permintaan, menginspirasi gagasan baru di bidang kreatif, serta membantu memahami konsep kompleks dengan menjelaskannya dengan kata-kata lebih sederhana, memberikan definisi, atau memberikan contoh yang berguna.

Altman mengungkap, pengalaman yang ia dapat selama ini sebagai Presiden sekaligus investor di Y Combinator, telah membantunya membangun OpenAI dan mengembangkan teknologi ChatGPT. Kinerja startup yang dinamis di Silicon Valley memungkinkan inovasi untuk tumbuh meski berisiko gagal. Menurutnya, kegagalan dapat melahirkan ide dan inovasi baru yang bakal sukses.

“Yang saya pelajari dari Y Combinator adalah tidak masalah jika gagal. Perlu diperhatikan, nantinya bukan cuma akses kepada modal dan pekerjaan saja yang penting, tetapi produk yang diluncurkan bisa diterima baik oleh lingkungan terdekat, seperti teman dan keluarga,” kata Altman.

Keterlibatan Altman dengan Y Cominator dimulai di 2011 saat Loopt, startup yang ia dirikan, diakuisisi oleh Green Dot Corporation. Ia kemudian menjadi angel investor dan penasihat startup sebelum diangkat menjadi Presiden Y Combinator di 2014.

Di bawah kepemimpinan Altman, Y Combinator memperluas cakupan dan pengaruhnya dalam ekosistem startup, menyediakan pendanaan, bimbingan, dan sumber daya bagi banyak perusahaan sukses, termasuk Airbnb, Dropbox, dan Reddit. Altman mengundurkan diri sebagai presiden pada 2019, tetapi tetap menjabat sebagai Chairman Y Combinator.

Pada Juli 2019, OpenAI mengumumkan kemitraan dengan Microsoft di mana Microsoft menjadi penyedia cloud OpenAI. Kemitraan ini menyediakan OpenAI dengan sumber daya komputasi yang dibutuhkan untuk riset dan pengembangan teknologi AGI. Microsoft juga berinvestasi di OpenAI sebesar $1 miliar untuk mendukung riset dan pengembangannya.

“Ini adalah teknologi yang memiliki impact. Untuk itu, semakin banyak orang berpartisipasi mengakses teknologi ini, semakin baik teknologi ini akan bekerja. Secara fundamental OpenAI adalah perusahaan riset, dan menurut saya negara yang menyambut baik teknologi ini dan secara cepat akan memberikan masa depan yang baik bersama,” kata Altman.

Memahami risiko AGI

Meskipun OpenAI awalnya didirikan sebagai organisasi nirlaba, pada 2019, mereka berubah menjadi entitas dengan tujuan mencari keuntungan yang disebut OpenAI LP. Perubahan ini dilakukan untuk mendapatkan sumber daya dan pendanaan yang diperlukan guna mencapai tujuan dalam riset dan pengembangan AGI .

“Kami ingin melakukan hal tersebut sebagai perusahaan nirlaba. Kami tidak mau mengorbankan misi kita, seperti akses dan pengambilan keputusan. Jadi, kami buat strukturisasi baru di mana kami akan berdiri sebagai organisasi nirlaba, tetapi ada subsidiary capital profit. Jadi, kami bisa memanfaatkan kapital, memberikan investor dan pegawai fix return, tapi lebih dari itu excess return akan diberikan kepada nirlaba,” kata Altman.

OpenAI juga menekankan pentingnya keselamatan jangka panjang dalam pengembangan AGI dan perlunya mempromosikan distribusi manfaatnya secara luas. Perusahaan ini telah menerbitkan riset, berkontribusi pada komunitas kecerdasan buatan, dan secara aktif berkolaborasi dengan organisasi lain untuk memajukan bidang ini dengan cara yang bertanggung jawab dan bermanfaat.

“Terkait dengan risiko AGI, menurut saya long term dan short term risk menjadi penting. Misi kami sebagai perusahaan adalah AGI-focused. Saat ini sudah banyak perusahaan yang memikirkan short term risk, tetapi penting untuk melihat risiko tersebut dari berbagai tahap,” kata Altman.

Memahami risiko-risiko ini membutuhkan riset proaktif, pengembangan kebijakan, dan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengembang kecerdasan buatan (AI), pembuat kebijakan, ahli etika, dan masyarakat secara luas. Organisasi seperti OpenAI dan yang lainnya secara aktif terlibat dalam memahami dan mengurangi risiko-risiko tersebut untuk memastikan pengembangan AGI yang aman dan bermanfaat.

“Menurut saya GPT-4 adalah model paling sejalan yang kami buat dan tidak ada existential risk. Kami menghabiskan waktu sekitar delapan bulan melakukan pelatihan, sampai pada akhirnya kami meluncurkannya,” kata Altman.

Tingkat akurasi pertanyaan GPT-4 / OpenAI
Tingkat akurasi pertanyaan GPT-4 / Sumber: OpenAI

Disinggung peran OpenAI untuk edukasi, Altman menyebutkan, saat awal diluncurkan, banyak guru di Amerika Serikat melarang penggunaan ChatGPT untuk siswa mereka. Namun, saat ini sudah mulai banyak guru di sekolah yang menyambut baik teknologi ini untuk membantu siswa menyerap informasi.

Terkait dengan bias dalam model bahasa AI seperti ChatGPT, penting untuk diakui bahwa model-model tersebut dapat secara tidak sengaja mencerminkan bias yang ada dalam data yang digunakan untuk melatihnya. OpenAI berupaya secara aktif bekerja untuk mengatasi persoalan tersebut dengan meningkatkan proses pelatihan, meminimalkan bias, dan mencari masukan eksternal untuk audit dan evaluasi.

OpenAI juga mengundang kolaborasi strategis dengan berbagai negara termasuk Indonesia, untuk mencerdaskan teknologi yang mereka miliki dalam hal pemahaman bahasa hingga dialek secara khusus, agar bisa lebih mudah dan relevan digunakan oleh semua orang di berbagai negara.

7 Startup dengan Founder Perempuan Terpilih Mengikuti Demo Day DSLauncHER

DSLauncHER, program inkubasi dari DS/X Ventures, baru saja merampungkan sesi Demo Day yang digelar pada 13 Juni 2023. Sebanyak tujuh startup peserta berkesempatan untuk melakukan pitching di hadapan para investor.

Ketujuh startup ini antara lain adalah Oterra (F&B), Crustea (aquatech), Learnpop (edutech), Tallas (agritech), Visualis (AI), HealthCareku (medtech), dan HomHub (on-demand).

Adapun, investor yang terlibat dalam Demo Day ini berasal dari institusi dan non-institusi. Selain itu, ketujuh peserta juga dapat terhubung dengan ekosistem investor lain untuk melakukan penggalangan dana lewat platform Startup.id.

Selamat kepada seluruh partisipan untuk pencapaiannya. Ini adalah awal yang akan membentuk perjalanan startup kalian. DSLauncHER dibuat secara unik karena kami yakin dengan kesempatan yang setara, dan kami percaya founder perempuan bisa membangun bisnis berbasis teknologi yang sukses. Terima kasih juga rekan VC dan investor yang terlibat pada Demo Day hari ini. Mari kita bangun dampak dan nilai positif bagi masyarakat,” ungkap General Partner DS/X Ventures Amir Karimuddin. 

Sebagai informasi, DSLauncHER adalah program inkubasi intensif selama empat minggu yang menghubungkan founder startup dengan mentor-mentor terkemuka di ekosistem digital. Program ini terbuka bagi startup Indonesia yang memiliki setidaknya satu founder perempuan di jajaran tim pendirinya.

Pendaftarannya telah dibuka pada 8 Maret 2023 dan berhasil menjaring 28 startup terkualifikasi. Terdiri dari berbagai rangkaian sesi mentoring seputar pengembangan dan validasi, value creation, hingga manajemen produk. DSLauncHER ditutup dengan sesi puncak Demo Day.

DSLauncHER merupakan program kick start dari DS/X Ventures, firma investasi tahap awal yang juga bagian dari startup media dan teknologi DailySocial.id. Berdiri sejak 2022, DS/X Ventures telah berinvestasi ke sejumlah startup, termasuk Finfra, Baskit, dan D3 Labs.

Program inkubasi ini diisi oleh kegiatan kickoff, online mentoring session, dan Demo Day. Sesi mentoring melibatkan delapan founder perempuan, baik dari VC maupun startup.

Mereka di antaranya adalah Chrisanti Indiana (Sociolla), Cynthia Chaerunnisa (Kopi Kenangan), Tessa Wijaya (Xendit), Suci Arumsari (Alodokter), Shinta Dhanuwardoyo (Bubu.com), Vanessa Hendriadi (GoWork), Roolin Njotosetiadi (Logisly), dan Patricia Sosrodjojo (Seedstars).

Disclosure: DS/X Ventures adalah bagian dari grup DailySocial.id

Momentum Works: Shopee Pimpin Transaksi E-commerce di Asia Tenggara

Sektor e-commerce di Asia Tenggara terus menunjukkan pertumbuhan dan persaingan yang kuat walau industri digital diterpa berbagai tantangan. Shopee tercatat memimpin pasar regional dengan kontribusi Gross Merchandise Value (GMV) sebesar $47,9 miliar, melampaui pesaingnya, seperti Lazada, Tokopedia, dan TikTok Shop.

Menurut laporan termutakhir yang dirilis Momentum Works bertajuk “Ecommerce in Southeast Asia”, sembilan platform e-commerce terkemuka di Asia Tenggara menghasilkan total GMV sebesar $99,5 miliar pada 2022, naik 1,8 kali lipat dari 2020, tahun pertama pandemi.

Dari total GMV tersebut, sebanyak 52% atau senilai $51,9 miliar berasal dari Indonesia, dan disusul Thailand ($14,4 miliar). Sementara, Singapura dan Malaysia menduduki peringkat teratas berdasarkan GMV per kapita.

Dirinci dari platformnya, Lazada mencetak GMV sebesar $20,1 miliar, disusul Tokopedia ($18,4 miliar), Bukalapak ($5,3 miliar), TikTok Shop ($4,4 miliar), dan Blibli ($2,2 miliar). Setelah Shopee, posisi kedua ditempati oleh Lazada yang bertengger di urutan yang sama di lima negara, kecuali Indonesia.

Di Indonesia, Tokopedia menempati urutan kedua setelah Shopee, dengan pangsa pasar masing-masing 35% dan 36%, diikuti Lazada (10%), Bukalapak (10%), TikTok Shop (5%), dan Blibli (4%).

Sumber: Momentum Works

Momentum Works memproyeksikan total GMV Asia Tenggara mencapai $175 miliar pada 2028 mendatang dalam skenario normal, dengan potensi kenaikan hingga $232 miliar dalam skenario kasus terbaik.

Terkait laporan ini, Founder dan CEO Momentum Works Jianggan Li menuturkan, bisnis e-commerce di Asia Tenggara kemungkinan besar akan mengikuti pertumbuhan yang normal dan sehat selama beberapa tahun ke depan. Shopee dan Lazadda akan selalu ada berbagi pangsa pasar dengan satu atau dua pemain global lainnya.

“Pemain yang berfokus pada satu negara untuk bertahan hidup, akan lebih banyak beralih ke omnichannel, di mana dalam logistik 3PL hanya 2-3 pemain regional besar dan terdiversifikasi yang akan bertahan. Pemilik merek akan terus bekerja dengan gudang pendukung/distributor, dengan lebih menekankan untuk membangun loyalitas mereka sendiri,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Li melanjutkan, “permainan akhir mungkin terjadi bukan dalam situasi yang stabil, melainkan hasil dari arus yang terus berubah, dan bagaimana platform dapat (atau tidak mampu) mengendarai arus tersebut.”

Sumber: Momentum Works

Geliat TikTok Shop

Dalam laporan tersebut juga membahas perkembangan pesat TikTok Shop di kawasan ini. Seperti diketahui, tahun lalu pengguna aktif bulanan (MAU) TikTok secara global melebihi 1 miliar, tidak seperti Meta (Facebook) yang membuat sejumlah pihak setengah hati taruhan di bisnis e-commerce sambil fokus pada periklanan.

ByteDance, induk TikTok, sangat bertekad untuk membuat keduanya bekerja secara global. Perlu juga dicatat, TikTok (versi Tiongkok disebut Douyin) sudah membuat terobosan besar di e-commerce.

Menyusul dorongan agresifnya di Indonesia, TikTok Shop berkembang masuk ke lima negara di Asia Tenggara pada 2022, yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Dilaporkan, TikTok menargetkan pertumbuhan GMV lebih dari tiga kali lipat pada tahun ini atau sebesar $15 miliar.

Pendekatan e-commerce yang diusung TikTok untuk pengguna berbeda dengan pemain e-commerce tradisional di kawasan ini. Beberapa inisiatif besarnya, selain andalkan video/live commerce, TikTok memperkenalkan halaman marketplace khusus di bawah tab “Shop”.

TikTok Shop awalnya berfokus dorong penjualan produk ke tampilan utama konsumer melalui live streaming dan in-feed videos/ads. Lalu fitur tersebut ditingkatkan agar mampu mendukung dan mengintegrasikan beberapa saluran (seperti pencarian produk dan flash sales) untuk memenuhi kebutuhan belanja konsumen yang berbeda-beda.

Hal ini membuatnya jadi mirip dengan platform e-commerce pada umumnya dan mampu mendorong mendorong pembelian impulsif dan menanamkan kebiasaan pengguna mencari produk dan berbelanja di TikTok.

Di luar itu, TikTok Shop masih punya segudang pekerjaan rumah. Di antaranya, menambah kategori produk dengan ticket size yang lebih besar untuk mendongkrak average order value (AOV), dan yang terpenting bagaimana TikTok bisa memperkuat ekosistem e-commerce miliknya.

Pasalnya, sejauh ini TikTok masih mengandalkan kemitraan dengan perusahaan logistik, yang merupakan ekosistem yang paling melekat dengan e-commerce. Sementara, Shopee, Lazada, dan Tokopedia, sudah membangun ekosistemnya dari jauh-jauh hari. Misalnya, Shopee Xpress sudah tersebar jaringannya di 8000 titik dan mampu menerima 35%-40% pesanan.

Lazada Logistics malah lebih besar kapasitas pesanan yang dapat ditampung, sekitar 50%-60% dari total dan ditangani oleh lebih dari 400 fasilitas gudang, tempat penyortiran, dan titik pengiriman.

Paylater Jadi Metode Pembayaran Harian, Penggunaan Kian Meluas

Hasil riset Kredivo dan Katadata Insight Center menyebut paylater menjadi stimulus daya beli masyarakat dalam berbelanja online. Persentasenya mencapai 16,2%, lebih unggul dibanding metode transfer bank (10,2%) yang berada di urutan keempat. Urutan pertama ditempati oleh e-wallet (46,8%), disusul tunai/cash on delivery (22,6%).

“Sekarang orang pakai paylater untuk belanja online. Mulai ada kenyamanan. Dulu kan cuma untuk kebutuhan mendesak,” ujar Direktur Katadata Insight Center Adek Roza, seperti dikutip dari Tempo.

Dalam riset tahunan bertajuk “Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia”, menyoroti persentase pengguna layanan paylater dalam platform e-commerce naik signifikan, dari 28,2% di 2022 menjadi 45,9% di 2023. Sementara itu, sebanyak 60,9% responden yang telah menggunakan paylater menyebutkan bahwa platform tersebut merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi socio-economic status (SES) C.

Seiring dengan edukasi terkait paylater, pengguna pun mulai beralih menjadi metode pembayaran kebutuhan harian. Di antaranya untuk belanja barang (87,1%), tagihan bulanan (51,8%), serta pulsa dan paket internet (48,9%).

Adapun kategori barang yang paling banyak dibeli menggunakan paylater adalah fesyen (66,4%), perlengkapan rumah tangga (52,2%), elektronik (41,1%), gadget/komputer (34,5%), dan perawatan tubuh dan kecantikan (32,9%).

Temuan ini menarik karena kini konsumen membeli tidak hanya produk mahal, tetapi juga produk untuk kebutuhan sehari-hari. Meningkatnya aktivitas di luar rumah membuat masyarakat semakin memperhatikan penampilan diri sehingga kebutuhan terhadap produk fesyen semakin meningkat.

Selain itu, pola penggunaan paylater telah berubah menjadi lebih banyak digunakan untuk berbelanja kebutuhan bulanan dengan cicilan tenor pendek (56,8%), alih-alih untuk kebutuhan mendadak (52,1%). Perubahan ini terjadi seiring semakin tingginya tingkat pengetahuan pengguna mengenai paylater yang kini berada di angka 32,0 (level tinggi) dibanding tahun sebelumnya di angka 26,0 (level sedang).

Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyampaikan kehadiran paylater perlu diakui cukup memberikan manfaat ketersediaan akses kredit yang aman, terjangkau, dan mudah bagi hampir seluruh lapisan masyarakat. Studi ini juga menguatkan bahwa paylater tidak hanya digunakan untuk kebutuhan mendesak, tapi sebagai metode pembayaran yang efisien untuk bertransaksi sehari-hari.

“Ke depannya, seiring penggunaan paylater yang meningkat, maka akan semakin meningkatkan multiplier effect atau dampak turunan panjang bagi industri ekonomi digital ini, mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur hingga penyerapan tenaga kerja yang akan berdampak pada perputaran roda perekonomian,” terang Bhima.

Sebagai catatan, riset ini memanfaatkan 22 juta sampel transaksi yang berasal dari 2,2 juta sampel pengguna Kredivo di 34 provinsi dan di enam platform e-commerce di Indonesia pada periode Januari hingga Desember 2022.

Hasil temuan perilaku belanja online lainnya

  1. Konsistensi peningkatan transaksi di kota tier 2 dan 3, dengan kenaikan sebesar 33% di 2020, 36% di 2021, dan 43% di 2022, meskipun nilai transaksi masih didominasi oleh kota tier 1 yaitu sebanyak 57%. Hal ini menandakan daya beli masyarakat di kota tier 2 dan 3 yang terjaga memasuki masa pasca pandemi dan pangsa e-commerce yang semakin luas ke daerah.
  2. Konsumen lebih tua semakin adaptif dengan penggunaan e-commerce dengan kenaikan konsisten dalam 3 tahun terakhir yaitu kelompok umur 36-45 dari 19% (2020) menjadi 24% (2022), dan kelompok umur 46-55 tahun dari 4% (2020) menjadi 6% (2022). Penetrasi e-commerce yang sudah mencapai satu dekade berdampak pada daya beli konsumen lebih tua di e-commerce yang juga terus bertumbuh.
  3. Memasuki masa pasca-pandemi, terjadi pergeseran pola belanja masyarakat dengan perilaku belanja kombinasi online dan offline menjadi tren. Sebanyak 79,1% konsumen memilih menggunakan metode belanja kombinasi online dan offline, dengan 21% dari total presentasi tersebut lebih banyak melakukan pembelian secara offline dan 58,1% lebih banyak melakukan pembelian secara online. Sementara itu, tren belanja online tanpa kombinasi secara offline mengalami penurunan dari yang sebelumnya 28% menjadi 18,7%.
  4. Tren pergeseran juga terlihat dari transaksi per kategori produk, dengan turunnya nilai transaksi gadget di 2022 sebelumnya 37% menjadi 33,7% yoy. Sementara terjadi kenaikan nilai transaksi di produk fashion dari 12,9% menjadi 15,6% yoy. Tren ini sejalan dengan mulai kembalinya aktivitas offline masyarakat di masa transisi pandemi 2022.
  5. Tren preferensi belanja yang beragam berdasarkan kelompok umur, status perkawinan, dan jumlah anak. Pulsa dan voucher menjadi kebutuhan paling diminati oleh konsumen berdasarkan kelompok umur, sementara konsumen lajang paling banyak bertransaksi untuk gadget, dan konsumen dengan 1-2 anak paling banyak membeli produk kategori anak dan bayi sedangkan konsumen dengan 3-5 anak cenderung lebih fokus pada peralatan rumah tangga dan makanan.
  6. Meskipun secara keseluruhan transaksi 2022 meningkat dibanding 2021, terdapat penurunan di kuartal IV 2022 akibat isu resesi dan gejolak ekonomi global, dengan nilai transaksi Q4 sebesar 38,6% menjadi 33,3% yoy.

Peak XV Partners, Wajah Baru Sequoia untuk Kawasan Asia Tenggara dan India

Pekan lalu, firma investasi terkemuka Sequoia India & Southeast Asia (SEA) mengumumkan perubahan namanya menjadi Peak XV Partners. Dengan wajah baru ini, Peak XV Partners bakal melanjutkan perluasan portofolionya dengan dana $2,5 miliar yang belum diinvestasikan.

Lewat situs resminya, Shailendra Singh mewakili Peak XV Partners mengungkap bahwa perkembangan bisnis, skala, hingga kepemimpinan Sequioa di berbagai belahan dunia selama beroperasi bertahun-tahun menimbulkan kebingungan terhadap brand dan konflik pada portofolionya.

Hal ini dikarenakan sejak awal Sequoia Capital (AS/Eropa), Sequoia China, dan Sequoia India/SEA dibangun sebagai bisnis terpisah dengan pengambilan keputusan investasi secara independen.

“Ini mendorong para pemimpin di setiap bisnis secara kolektif memutuskan untuk bergeser ke kemitraan yang sepenuhnya independen dengan brand yang lebih jelas demi melayani para founder dan LP kami dengan cara terbaik,” ujar Singh.

Maka itu, Peak XV Partners akan beroperasi sepenuhnya sebagai firma independen. Tim investasi di Peak XV Partners akan dipimpin oleh 11 Managing Director dengan pengalaman lebih dari 12 tahun di Sequioa.

Melanjutkan investasi

Singh menyatakan akan berfokus investasi di seluruh sektor, termasuk SaaS, AI, keamanan siber, cloud, fintech, climate tech, healthtech, hingga consumer. Peak XV juga akan menggandakan program-program unggulannya, seperti Surge dan Spark.

“Peak XV adalah nama awal yang diberikan untuk Gunung Everest. Bagi kami, ini menandakan upaya pengejaran sebuah tujuan yang berani tanpa henti oleh para pendiri sambil mengatasi tantangan di sepanjang jalan. Kami sangat percaya pada masa depan India dan SEA, serta potensi para pendiri di wilayah ini,” tuturnya.

Beroperasi 17 tahun di India dan 10 tahun di Asia Tenggara, perusahaan telah mengumpulkan dana sebesar $9,2 miliar melalui 13 dana kelolaan, dan telah berinvestasi di lebih dari 400 startup di kawasan tersebut. Tercatat lebih dari 50 startup telah melampaui lebih dari $1 miliar valuasi, termasuk 19 di antaranya melantai di bursa saham dan berkonsolidasi lewat aksi M&A: menghasilkan exit $4,5 miliar.

“Perusahaan kami akan terus dikelola oleh tim kepemimpinan saat ini dan akan terus berinvestasi lewat dana kelolaan baru yang berfokus pada India dan Asia Tenggara.” Tutupnya.

Sumber: Startup Report 2022 oleh DS/innovate

Pada pertengahan 2022, Sequoia SEA sempat mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai Rp12,5 triliun di mana Indonesia menjadi negara prioritas investasinya. Perlu diketahui, perusahaan telah menyuntikkan investasi ke 22 startup di Indonesia–termasuk Gojek, Tokopedia, dan Kopi Kenangan–di mana 9 startup terlibat di program akseleratornya.

Berdasarkan laporan Startup Report 2022, Sequoia Capital India merupakan investor yang sering terlibat dalam pendanaan startup di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Di sepanjang 2022, Sequoia Capital India menempati urutan ketiga sebagai investor paling aktif dengan 15 kesepakatan investasi yang diumumkan. Sementara, di 2021, Sequoia berada di urutan keempat dengan berinvestasi ke 17 portofolio.

Startup FaaS Finfra Raih Pendanaan Awal 15 Miliar Rupiah

Startup fintech-as-a-service (FaaS) Finfra telah menutup pendanaan tahap awal sebesar $1 juta (lebih dari 14,8 miliar Rupiah). Putaran ini datang dari partisipasi berbagai investor, di antaranya DS/X Ventures, Seedstars International Ventures, Cento Ventures, Fintech Nation, FirstPick, BADideas Fund, dan Hustle Fund.

Dana segar tersebut akan digunakan perusahaan untuk pengembangan produk dan menggandakan tim engineer, data, dan keuangan. Finfra yang tumbuh dari penyedia solusi layanan keuangan konsumen Danabijak, akan terus beroperasi sebagai anak perusahaan Finfra.

Mengutip dari TechCrunch, Co-Founder dan CEO Finfra Markus Prommik menyampaikan bahwa Finfra adalah agnostik industri, tetapi berfokus pada platform rantai pasokan digital, agritech, dan platform e-commerce merchant. Finfra menyediakan sistem manajemen pinjaman sehingga bisnis dapat menawarkan kredit kepada klien melalui platform mereka.

Cara Finfra yang paling populer digunakan adalah oleh bisnis yang ingin menambahkan invoice financing atau solusi pembiayaan purchasing. Target penggunanya adalah B2B, tetapi juga dapat digunakan untuk aplikasi B2C.

Prommik menggambarkan Finfra sebagai “toko serba ada untuk meluncurkan dan menskalakan layanan pinjaman tanpa label”. Maksudnya, klien tak perlu menghabiskan jutaan dolar untuk mengembangkan teknologi dan infrastruktur hingga waktu hingga lima tahun untuk memperoleh lisensi dan membangun tim. Dengan menggunakan API Finfra, mereka dapat menghadirkan embedded finance dalam beberapa minggu.

“Proposisi nilai utama Finfra adalah kendali atas pengalaman pelanggan, dengan mengintegrasikan kontrol risiko dan data dari platform klien sehingga mereka dapat memberikan kredit yang terjangkau tanpa mengambil terlalu banyak risiko. Finfra juga memiliki analitik portofolio untuk membantu klien memantau kinerja dan KPI produk pinjamannya,” terangnya.

Menurut dia, pembeda Finfra dari platform embedded finance lainnya dalam pembayaran, data, dan infrastruktur adalah mereka tidak menawarkan kredit meski ini adalah layanan keuangan yang paling diminati. Alih-alih melihat mereka sebagai pesaing, Finfra memandang platform tersebut sebagai sekutu yang potensial.

Satu hal yang diyakini Finfra adalah berpartisipasi mendorong pertumbuhan inklusi keuangan yang dicanangkan OJK sebesar 90% pada 2024, naik dari 75% pada 2019. Meskipun platform online di Indonesia tumbuh, banyak orang dan usaha kecil yang tidak memiliki akses kredit dari institusi keuangan tradisional, seperti bank dan lembaga keuangan lainnya, dan malah mengandalkan pembiayaan alternatif, termasuk embedded finance.

General Partner Seedstars International Ventures Patricia Sosrodjojo menyampaikan pernyataannya, “kami telah melihat inisiatif serupa berhasil di pasar negara berkembang di mana UMKM menghadapi rintangan yang signifikan untuk mengakses modal. Pendekatan Finfra tidak hanya sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional, tetapi juga memiliki posisi yang baik untuk menghadapi tantangan pasar yang berkembang pesat ini.”

Prospek embedded finance

Dalam wawancara sebelumnya, Prommik menerangkan dari Research and Markets di Asia Pasifik, pangsa pasar embedded finance diperkirakan mencapai $358 miliar pada 2029, dengan proyeksi CAGR 24,4% pada 2022-2029. “Embedded lending diharapkan menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat, dan kami berencana untuk menjadi yang terdepan.”

Meski Finfra baru dirilis pada Mei 2022, Prommik mengungkap kontribusi bisnisnya terhadap keseluruhan (digabung dengan Danabijak) sudah menyamai posisi, alias 50:50 pada kuartal I 2023. Prospek yang cerah untuk solusi FaaS ini membuatnya ia meyakini kontribusinya bahkan bisa menyaingi Danabijak, dengan prediksi 70%-80% dari total volume bisnis sampai akhir tahun ini.

Hingga kini, Finfra telah dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan lintas industri, kebanyakan bergerak di industri logistik, pendukung UMKM, dan platform e-commerce untuk merchant. Salah satu kliennya adalah CareNow, startup yang mengembangkan platform teknologi solusi bisnis untuk layanan medis.

CareNow memanfaatkan solusi FaaS ini untuk menyediakan alternatif pembayaran tagihan kesehatan dengan metode cicilan. Solusi ini membantu dua sisi, baik dari pasien maupun rumah sakit. Bagi rumah sakit, mereka bisa memberi akses pembiayaan untuk membeli peralatan, perlengkapan, dan membantu arus kas. Tentu saja dari pasien, bisa diringankan beban mereka saat berobat dengan mencicil tagihan.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan bagian dari grup DailySocial.id 

AMVESINDO: Total Aset Modal Ventura Capai Rp28 Triliun di Kuartal Pertama 2023

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) menyampaikan total aset industri modal ventura mencapai Rp27,9 triliun di kuartal pertama 2023. Disampaikan dalam Rapat Umum Anggota (RUA), pencapaian tersebut tumbuh 17,26% dibandingkan kuartal pertama 2022 yang sebesar Rp23,09 triliun.

Sekadar informasi, Rapat Umum Anggota membahas tentang perkembangan industri modal ventura. Dalam rapat ini, AMVESINDO menyatakan optimisme dapat melewati tahun 2023 dengan gerilya.

Ketua Umum AMVESINDO, Eddi Danusaputro menilai industri tengah melalui periode yang berbeda dan menantang ketika kepengurusan AMVESINDO baru dibentuk di 2022. Hal ini di antaranya perubahan pasca-pandemi, perang di Eropa yang memengaruhi rantai pasok dunia dan harga, keuangan global, menurunnya investasi di Asia, serta layoff di perusahaan teknologi.

“Namun, industri modal ventura tetap mencatatkan hal yang positif, di mana terdapat peningkatan aset sebesar 17,26% pada kuartal pertama 2023 dibandingkan dengan kuartal pertama 2022,” jelas Eddi.

Sumber: AMVESINDO

Pada grafik di atas, total aset modal ventura konvensional dan syariah tercatat mengalami peningkatan masing-masing sebesar 23,42 triliun dan Rp4,49 triliun, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp19,31 triliun (konvensional) dan Rp3,78 triliun (syariah).

AMVESINDO meyakini pertumbuhan industri modal ventura terjadi berkat upaya kerja keras dan konsistensi dalam menjalankan corporate governance dan memenuhi regulasi yang dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura konvensional (PMV), Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD), dan Perusahaan Modal Ventura Syariah (PMVS).

Di ranah regional, tren investasi juga tercatat mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip dari laporan terbaru Momentum Works dan Cento Ventures dalam “Southeast Asia Tech Invesment 2022”, startup Asia Tenggara mengumpulkan pendanaan senilai $10,4 miliar pada 2022, tahun terkuat ketiga dalam catatan, dan setara dengan tingkat investasi pra-pandemi.

Laporan tersebut menyebutkan, total dana yang terkumpul di 2021 sebanyak $14,5 miliar. Kemudian di 2022, kawasan ini menutup sebanyak 929 kesepakatan, turun tipis dari 991 kesepakatan di 2021. Disebutkan dalam laporan tersebut, “Asia Tenggara tidak melihat defisit modal investasi yang tidak normal hingga akhir 2022 meski suasana pasar modal sedang buruk.”

Amvesindo Institute

Sejak didirikan pada 2016, AMVESINDO bertujuan menciptakan industri modal ventura yang lebih kuat sehingga bermanfaat lebih baik bagi ekosistem startup. Di tahun ke-7, AMVESINDO Institute didirikan untuk memperkuat strategi asosiasi meningkatkan ekosistem modal ventura dan startup. Tujuan lainnya adalah memperkuat sinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan PMVD.

Program AMVESINDO Institute berfokus pada peningkatan kompetensi pengurus PMV dan PMVS agar tetap relevan dengan kebutuhan dan perkembangan pasar, serta pengembangan untuk mengasah keterampilan dan membangun pengalaman yang dapat menjadi pertimbangan kualifikasi sertifikasi kompetensi untuk bisnis modal ventura di setiap perusahaan.

AMVESINDO Institute yang berdiri dengan entitas PT Lembaga Karya AMVESINDO berperan sebagai usaha berorientasi pendapatan dan laba, serta dijalankan di bawah kepemimpinan para pengurus perusahaan modal ventura sekaligus AMVESINDO antara lain Jefri Rudyanto Sirait, Sandhy Widyasthana, Edward Ismawan Chamdani, Rimawan Yasin MM, dan Rachmat Faizal Nasution.

“Melalui inisiatif dan usulan kami di atas, AMVESINDO akan semakin mengukuhkan perannya dalam terus meningkatkan peran industri modal ventura untuk ekosistem startup yang lebih baik, dan dapat bermanfaat untuk perekonomian Indonesia sebagai bagian dalam perekonomian Asia Tenggara, Asia, dan global. Kami juga mengundang perusahaan non-modal ventura baik korporasi atau startup untuk bergabung bersama AMVESINDO,” tutup Dennis Pratistha, Wakil Ketua I AMVESINDO.

Bidik Indonesia dan Vietnam, Startup Agritech Rize Ingin Dekarbonisasi Budidaya Padi

Rize membidik Indonesia dan Vietnam sebagai pasar pertama dalam menghadirkan solusi terpadu untuk mendekarbonisasi budidaya padi. Rize merupakan startup agritech yang baru saja diluncurkan oleh Temasek, Wavemaker Impact, Breakthrough Energy Ventures (BEV), dan GenZero.

Saat ini, Rize dipimpin oleh Dhruv Sawhney selaku CEO. Ia sebelumnya sempat menjadi COO di nuture.farm, platform digital yang memfasilitasi pertanian berkelanjutan di India. Klaimnya, nurture.farm telah mengajak lebih dari 2,5 juta petani dan 100.000 pedagang, serta memimpin salah satu program terbesar di India untuk menghentikan pembakaran sisa tanaman.

Selain memiliki pengalaman langsung dalam mendekarbonisasi rantai nilai padi, Dhruv adalah pendiri startup yang membangun dan menjual bisnis rantai pasokan makanannya kepada Zomato pada 2018.

“Setelah emisi enterik, padi adalah penyumbang emisi pertanian terbesar kedua secara global. Teknologi untuk mendekarbonisasi budidaya padi sudah ada, tetapi membutuhkan perubahan perilaku petani,” kata Dhruv.

“Kekayaan pengalaman Dhruv sangat penting dalam mendorong visi Rize sebagai platform yang dapat ditingkatkan dan berkelanjutan untuk mendekarbonisasi budidaya padi,” kata Board Member Rize dari Wavemaker Impact Marie Cheong.

Sedikit informasi, Wavemaker Impact adalah perusahaan pengembang teknologi iklim yang didukung oleh perusahaan modal ventura di Asia Tenggara. eFishery adalah startup asal Indonesia yang pernah didanai oleh Wavemaker Impact.

Sementara, BEV didirikan oleh Bill Gates dan didukung oleh sejumlah pemimpin bisnis terkemuka dunia. BEV telah mengumpulkan lebih dari $2 miliar dalam modal yang terikat untuk mendukung perusahaan-perusahaan inovatif yang memimpin dunia menuju emisi net-zero.

Bidik Indonesia dan Vietnam

Rize membidik kawasan Asia dan Asia Tenggara dengan Indonesia dan Vietnam sebagai target pasar pertamanya. Pihaknya menyebut telah memiliki tim lokal. Rize mengklaim telah melakukan uji coba di kedua negara dengan hasil awal yang positif.

Sebagai tanaman pokok untuk lebih dari setengah populasi dunia, permintaan padi di global diperkirakan meningkat sebesar 50% pada 2050, Rize tengah membangun platform untuk mengidentifikasi, dan menerapkan strategi paling efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam budidaya padi. Rize juga berupaya memberikan insentif ekonomi yang tepat untuk mendorong adopsi teknik budidaya yang berkelanjutan.

“Beras juga merupakan sumber utama emisi metana di Asia Tenggara, bertanggung jawab atas hingga 33% emisi metana di kawasan itu. Metana memiliki potensi pemanasan global 80 kali lebih banyak daripada karbon dioksida,” katanya.

Di seluruh Asia tercatat mata pencaharian 400 juta orang di 144 juta petani kecil bergantung pada beras, dengan ukuran rata-rata pertanian berkisar antara 0,5 hingga 2 hektar. Namun, hingga kini masih ada kesenjangan hasil yang signifikan, dan di Asia Tenggara, dengan produksi beras per hektar tertinggal dari negara-negara penghasil tinggi sekitar 40%.

Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia mengalami transformasi cukup signifikan dengan kemunculan platform agritech. Platform ini menggabungkan teknologi, data, dan inovasi untuk merevolusi pertanian tradisional dan meningkatkan produktivitas dalam lanskap pertanian.

Pemanfaatan solusi teknologi diyakini dapat membantu memberdayakan petani, meningkatkan efisiensi rantai pasok, dan mendorong praktik pertanian yang berkelanjutan. Sejauh ini, startup agritech yang sudah hadir di Indonesia saat ini di antaranya adalah, Semai, Eratani, Elevarm, PasarMikro, Beleaf, Jaring Pangan, Koltiva, Glife, Agridesa, dan Gokomodo.

Application Information Will Show Up Here