Qoala Umumkan Tambahan Pendanaan Seri B 113 Miliar Rupiah [UPDATED]

*28/3/2023: Kami memperbarui informasi nominal pendanaan sesuai dengan rilis yang diterbitkan oleh Qoala

Startup insurtech Qoala mengumumkan telah menyelesaikan tambahan pendanaan seri B  sebesar $7,5 juta (lebih dari 112 miliar Rupiah). Investor baru dalam putaran ini adalah Responsability dan AppWorks. Sejumlah investor terdahulu juga turut berpartisipasi, di antaranya Eurazeo dan Indogen.

Bila ditotal dengan pendanaan Seri B di Mei 2022 kemarin sebesar $65 juta, maka total perolehan Qoala untuk putaran ini sebesar $72,4 juta (lebih dari 1,09 triliun Rupiah). Putaran ini diikuti oleh investor terdahulu Qoala, seperti Flourish Ventures, KB Investment, MDI Ventures, SeedPlus, dan Sequoia Capital India. Beberapa investor baru juga ikut bergabung, di antaranya BRI Ventures, Daiwa PI Partners, Indogen Capital, Mandiri Capital Indonesia, dan Salt Ventures.

“Sama seperti Series B kemarin, kami ingin gunakan dana untuk mendukung pengembangan teknologi sehingga pelayanan asuransi menjadi lebih baik,” ucap Co-founder & Deputy CEO Qoala Tommy Martin kepada DailySocial.id, Rabu (18/1).

Pencapaian Qoala

Startup yang dirintis pada 2018 ini memosisikan diri sebagai platform insurtech untuk ritel. Qoala menawarkan dua produk, yakni Qoala Plus (keagenan) dan Qoala for Enterprise (B2B dan B2B2C).

Qoala meyakini dapat memecahkan masalah utama bagi pemasar asuransi dan konsumen melalui kecepatan penerbitan polis, penetapan harga instan, dan komisi instan kepada para tenaga pemasar asuransi. Inovasi ini juga dinilai dapat memungkinkan Qoala mengakuisisi konsumen dengan biaya lebih rendah dan mencapai unit ekonomi yang unggul.

Kemudahan ini membantu tenaga pemasar, atau yang disebut Mitra Qoala Plus, memperoleh penghasilan tak terbatas dan instan dengan kebebasan waktu. Variasi produk asuransi milik Qoala Plus yang sesuai kebutuhan dan gaya hidup masyarakat saat ini, seperti asuransi jiwa, kesehatan, asset berharga seperti mobil dan properti, serta asuransi gaya hidup seperti travel dan lainnya; secara otomatis memberikan kesempatan bagi para tenaga pemasar untuk mendapatkan penghasilan lebih.

Dalam paparan perusahaan baru-baru ini, Qoala Plus diklaim berhasil mencatatkan pertumbuhan lebih dari 10 kali lipat sejak awal berdiri di 2019. Selama satu tahun terakhir, Qoala Plus telah menjaring lebih dari 60,000 tenaga pemasar dengan lebih dari 20 kota operasional di seluruh Indonesia dan berencana membuka lebih banyak di masa depan.

Qoala Plus menawarkan 34 jenis produk asuransi yang berbeda sesuai keperluan masyarakat dan terhitung telah membantu sebanyak 115.000 proses klaim polis. Mitra perusahaan asuransi yang telah dirangkul, mulai dari Zurich Insurance, Great Eastern Life Indonesia, KB Insurance, Asuransi MAG, Asuransi Sinar Mas, Tugu Insurance.

Sebagai catatan, dalam mengoperasikan Qoala Plus, perusahaan bermitra dengan PT Mitra Jasa Pratama. Menurut situs Mitra Jasa, Tommy Martin menjabat Komisaris Utama, mengindikasikan posisi perusahaan pialang tersebut terafiliasi dengan Qoala. Kendati, belum ada keterangan resmi yang diungkap terkait ini dari Qoala.

Application Information Will Show Up Here

Tamasia Pivot Bisnis Jadi Pedagang Emas Fisik

Platform jual beli emas Tamasia mengumumkan akan pivot bisnis. Melalui unggahan di akun Instagram, pihaknya menyampaikan keterangan resminya.

“Kami Tamasia Indonesia, sejak berdiri hingga kini selalu mengupayakan yang terbaik untuk Tamasian. Namun saat ini, Tamasia berada di kondisi yang harus mengikuti ketentuan regulator sehingga perlu bertransformasi business model. Oleh karena itu, kami memohon maaf kepada Tamasian jika ada beberapa perubahan yang terjadi.”

Perusahaan pun menutup, “Sekali lagi kami ucapkan permohonan maaf. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada kami. Itu, sangatlah berharga dan kami tidak pernah bermaksud menyia-nyiakan kepercayaan itu.”

Sebelumnya, dalam surat pelanggan yang tersebar di media sosial, perusahaan menyampaikan, “Melalui email ini kami ingin menyampaikan bahwa Tamasia akan bertransformasi business model menjadi pembelian logam mulia/tamagold/emas fisik melalui media online yang akan sampai di tangan pelanggan setelah pembelian terjadi,” tulis perusahaan.

Atas dasar keputusan tersebut, perusahaan mengambil langkah dengan mendorong para pengguna yang masih memiliki saldo di akun Tamasia untuk menjual emas mereka sampai tanggal 15 Februari 2023.

“Kami menyampaikan permohonan maaf atas informasi ini. Sekali lagi, terima kasih sudah setia menjadi Tamasian,” tutup surat tersebut.

Sebagai catatan, Tamagold bukanlah barang baru di Tamasia. Menurut keterangan resmi perusahaan, Tamagold yang sudah diresmikan sejak April 2021 ini merupakan produk logam emas mulia yang dapat dibeli dengan ukuran terjangkau, mulai dari 0,1 gram, 0,2 gram, dan 0,5 gram. Produk ini menargetkan masyarakat kelas menengah agar dapat membeli emas mini dengan harga terjangkau dan kemasan yang menarik.

Akan tetapi dalam praktiknya, menurut cuitan akun Twitter pengguna Tamasia, dirinya mengaku kesulitan mengakses aplikasi Tamasia sejak awal tahun dan ketika ingin menjual saldo emasnya di aplikasi, ternyata harga jual kembali (buyback) dibanderol di harga Rp800 ribu per gram dan harga beli Rp880.088 untuk 16 Januari 2023.

Mengutip dari harga emas Antam per tanggal tersebut, dipaparkan harga jual emas sebesar Rp1,04 juta per gram dan harga buyback sebesar Rp950 ribu per gram.

Tak hanya harga jual yang selisih jauh dari harga Antam, Tamasia juga memberlakukan harga yang lebih mahal untuk cetak fisik emas sebesar Rp300 ribu untuk 1 gram. Harga ini terpaut jauh dari harga yang dibebankan oleh pemain sejenisnya. Ambil contoh, di Pegadaian harganya dipatok Rp120 ribu untuk ukuran yang sama.

Saat dimintai konfirmasi, Co-founder Tamasia Muhammad Assad mengaku sudah tidak menjabat sebagai CEO perusahaan. Melalui pesan singkat kepada DailySocial.id, ia menyampaikan, “Saya sudah setahun lebih bukan lagi CEO Tamasia,” ucapnya.

Posisi CEO Tamasia kini dipegang oleh Dendy Dwi Putra. Hingga berita ini diturunkan, Dendy tidak merespons seluruh pertanyaan yang dikirimkan DailySocial.id.

Tidak terdaftar di BAPPEBTI

Sebelumnya, perusahaan sejenis Orori juga dikabarkan tidak memenuhi kewajibannya. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari manajemen terkait informasi tersebut. Baik situs dan kantor pusat Orori telah ditutup. Akun media sosialnya dihujani oleh keluhan konsumen yang tidak menarik dananya.

Baik Tamasia dan Orori, tidak terdaftar di BAPPEBTI sebagai pedagang emas digital. Menurut BAPPEBTI, sejauh ini hanya ada lima perusahaan yang sudah terdaftar. Mereka adalah IndoGold, Treasury, LakuEmas, Pluang, dan Sakumas. Kelima perusahaan ini membentuk asosiasi Perkumpulan Pedagang Emas Digital Indonesia (PPEDI) atau Indonesia Digital Gold Traders Society (IDGTS).

Sesuai amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 119 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka serta Peraturan BAPPEBTI Nomor 4 Tahun 2019 sebagaimana diubah dengan Peraturan BAPPEBTI No 13 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka, BAPPEBTI telah memberikan persetujuan kepada pedagang fisik emas digital yang telah memenuhi persyaratan,seperti aturan mengenai permodalan, penyimpanan emas, pencatatan, dan lainnya.

Sesuai regulasi, setiap perusahaan terdaftar wajib mencantumkan di mana mereka menyelenggarakan perdagangan emas fisik dan mencatatkan transaksi kliring dan penyelesaian transaksi. Sebagai contoh, Pluang dan Sakumas menyelenggarakan perdagangan emas fisiknya di PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan mencatatkan transaksi kliring dan penyelesaian transaksi di PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI).

Ketua PPEDI dan juga CEO Lakuemas Junior Sambyanto menuturkan, pemberian izin kepada pedagang fisik emas digital sudah lama ditunggu bukan hanya oleh pedagang, melainkan masyarakat yang ingin adanya kepastian keamanan investasi emas fisik. “Lakuemas bangga menjadi salah satu pedagang yang mendapat persetujuan dan berkomitmen untuk memajukan industri ini melalui IDGTS bersama dengan pedagang yang lain,” ucapnya dikutip dari CNBC Indonesia.

Popularitas emas digital juga sejalan dengan banyaknya platform aplikasi investasi ataupun e-commerce yang menyediakan pilihan tersebut. Keberadaan payung hukum serta berdirinya asosiasi dapat memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada setiap investor emas digital, sekaligus sebagai bentuk kontrol dan landasan yang jelas bagi para penyedia jasa investasi.

Seperti diketahui, emas digital merupakan emas yang catatan kepemilikannya dilakukan secara digital atau elektronis. Emas digital telah menjadi salah satu instrumen investasi yang digemari oleh masyarakat dari semua kalangan karena performanya dianggap lebih stabil dibandingkan kelas aset lainnya.

IndoGold sebagai salah satu pedagang yang juga menjual emas melalui gerai offline dan online, menyampaikan sebelum pandemi kebiasaan masyarakat untuk aktivitas jual beli masih di dominasi oleh transaksi secara fisik atau kehadiran di tempat. Seiring berjalannya waktu, selama dan sesudah pandemi, kepercayaan masyarakat untuk bertransaksi melalui online sudah mulai menjadi bagian dari cara investasi yang dipercaya.

“Masyarakat juga sudah bisa menerima cara transaksi emas secara online. Tercatat transaksi online di 2022 mengalami peningkatan hampir 100% dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” terang Managing Director IndoGold Amri Ngadiman saat dihubungi DailySocial.id.

Kendati begitu, dalam data internal perusahaan per tahun lalu, kontribusi antara gerai offline masih mendominasi dengan persentase bisnis sebesar 65% dibandingkan dengan platform online sebesar 35%. IndoGold sendiri memiliki aplikasi tersendiri dan empat gerai offline berada di Tangerang. Perusahaan memiliki tiga produk: Rencana Emas, Gadai Cicil Emas, dan Gadai Emas.

Application Information Will Show Up Here

Creative Gorilla Capital Umumkan Dana Kelolaan 300 Miliar Rupiah untuk Investasi ke Startup D2C

Creative Gorilla Capital (CGC) mengumumkan debut dana kelolaan Gorilla Silverback Fund sebesar 300 miliar Rupiah. Dana ini akan dialokasikan untuk investasi startup di sektor Direct-to-Consumer (D2C) atau consumer-focused di Indonesia.

CGC merupakan platform modal ventura baru hasil kolaborasi dari Future Creative Network (FCN), Vynn Capital, dan startup pengembang omnichannel Pomona. CGC berfokus mendukung startup potensial kreatif dan pemasaran dalam mencapai hypergrowth.

Founding dan Managing Partner CGC Benz Julio Budiman menyebut bahwa pihaknya memiliki posisi berbeda dibandingkan Venture Capital (VC) pada umumnya, yakni sebagai mitra pada pemasaran dan jaringan bisnis konsumen. Pihaknya akan membuka akses startup terpilih ke ekosistem kreatif yang diklaim terbesar di Indonesia.

Tak hanya memberikan pendanaan dan pendampingan dari para mitra, CGC juga akan mengekspos mereka ke jaringan profesional pemasaran kelas dunia dan solusi berbasis data sehingga dapat meningkatkan peluang startup untuk berkembang dan berhasil.

“Startup dapat mengakses semua sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan winning brand sejak hari pertama. Kami akan membantu startup pemula menerapkan consumer insight dan pemikiran yang brand-led untuk mendorong pertumbuhannya. Keahlian yang biasanya diberikan kepada pemegang jabatan/brand yang sudah mapan, akan tersedia untuk semua portofolio kami,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Sebagai informasi, Future Creative Network (FCN) adalah pakar ekosistem pemasaran yang menaungi lebih dari 42 perusahaan dan agensi. Dalam kolaborasi ini, FCN akan menyediakan akses terhadap keahlian terintegrasi serta solusi kreatif branding dan layanan digital untuk mengembangkan D2C.

Sementara, Vynn Capital akan memanfaatkan pengalaman investasinya yang disebut telah teruji hingga level regional. Beberapa portofolio Vynn Capital, yakni car marketplace Carsome, dan platform manajemen properti Travelio. Pomona yang juga terlibat dalam kolaborasi CGC ini juga disuntik pendanaan oleh Vynn Capital pada 2019 lalu.

Adapun, Pomona akan berperan sebagai data-core untuk mengakomodasi kebutuhan internal dan portofolio CGC, baik dalam bentuk riset data maupun insight untuk mengidentifikasi tren produk selanjutnya yang berpotensi berkembang di skala nasional hingga global.

Hipotesis D2C

Dalam laporan whitepaper Accenture, pasar barang dan jasa tumbuh enam kali lipat menjadi $7,9 miliar pada periode 2015-2020. Nilai ini diperkirakan terus tumbuh yang akan dipengaruhi oleh populasi penduduk, pesatnya urbanisasi, dan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. 

Bagi CGC, faktor-faktor di atas akan mendorong bisnis D2C berbasis teknologi dan digital di Indonesia. Terlebih, sektor e-commerce di Indonesia telah memasuki fase matang sehingga membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dan mengandalkan solusi berbasis teknologi. 

Kendati begitu, perlu diketahui bahwa sektor D2C masih terbilang baru di Indonesia. Butuh pendekatan berbasis omnichannel agar para pemainnya tidak melulu bergantung pada kanal e-commerce, melainkan mengkombinasikannya dengan kanal tradisional/modern.

Dalam berinvestasi, CGC akan mengandalkan indikator utama pada proses seleksinya, mulai dari jalur profitabilitas yang jelas, product market-fit, dan kecakapan distribusi. Peserta juga diharuskan memiliki visi keberlanjutan, kesetaraan sosial, dan konsumerisme yang bertanggung jawab.

“Sejah ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup di antaranya Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura. Terlepas dari fase ‘winter‘ yang sedang terjadi, kami meyakini dapat melihat keberlangsungan startup selama mungkin. Dalam tiga tahun ke depan, kami ingin bekerja secara selektif dan erat dengan pemimpin masa depan untuk membangun winning brand yang dapat bertahan lama.”

Meski tergolong baru, startup di sektor D2C Indonesia cukup berkembang pesat dan menghasilkan produk di beragam kategori di antaranya Filmore (femcare), Saturday (lifestyle), dr. Soap (personal dan household care), dan mohjo (F&B).

SleekFlow Tawarkan Solusi Terlengkap Bagi UMKM Jelajahi Ranah Social Commerce

Di era modern ini, media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tak hanya sebagai sarana hiburan, media sosial juga telah menjadi salah satu platform yang efektif untuk berjualan. Fenomena ini disebut sebagai social commerce. Di Indonesia, social commerce menjadi tren. Berdasarkan data dari laporan “Social Commerce 2022” oleh DSInnovate, pasar social commerce di Indonesia pada tahun 2022 mencapai angka 8,6 miliar dolar, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 55 persen, dan diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai 86.7 miliar dolar pada 2028.

Social commerce menawarkan keuntungan yang tidak dapat diabaikan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah, atau UMKM. Selain biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan platform e-commerce lainnya, social commerce juga memberikan peluang lebih luas bagi UMKM untuk mengembangkan pasar, serta mengaktivasi brand loyalty demi mengelola basis pelanggan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Apa saja yang dibutuhkan untuk mengelola social commerce?

Untuk dapat mengelola social commerce dengan efektif, terdapat beberapa tools yang dibutuhkan. Pertama, Anda perlu memiliki akun media sosial yang aktif dan terverifikasi. Selain itu, Anda juga perlu memiliki website atau toko online yang terintegrasi dengan media sosial tersebut.

Kedua, Anda perlu memiliki fitur yang memudahkan pelanggan untuk mengakses produk atau jasa yang Anda tawarkan. Beberapa fitur yang dapat Anda pertimbangkan adalah chatbot, link menu, atau tombol “beli” yang terdapat pada akun media sosial Anda. Terakhir, Anda perlu memiliki sistem yang dapat memantau dan mengelola pesan yang masuk dari pelanggan. Dengan demikian, Anda dapat merespon pertanyaan atau keluhan pelanggan secara cepat dan efektif.

Mengenal SleekFlow sebagai solusi untuk meningkatkan penjualan di social commerce.

Salah satu platform yang dapat membantu UMKM dalam mengelola social commerce adalah SleekFlow. SleekFlow merupakan platform omnichannel chat asal Hong Kong yang saat ini mulai memasuki pasar Indonesia dengan mengusung berbagai fitur kunci seperti pengelolaan pesan dari berbagai channel ke dalam satu inbox, smart-routing pesan ke admin yang sesuai, serta fitur auto-reply untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Henson Tsai selaku Founder & CEO mengungkapkan, Indonesia merupakan pasar yang penting bagi SleekFlow terkait potensi industri eCommerce yang masih dinilai sangat cerah kedepannya.

“Saat ini, 80 persen merchants online di Indonesia memperoleh penjualan melalui saluran sosial dan messaging channels, dan SleekFlow bertujuan untuk membantu penjual lokal meningkatkan megatren yang sedang naik daun ini lebih jauh lagi,” ujar Henson.

Lengkapnya, platform yang telah resmi menjadi mitra WhatsApp Business Solution Provider ini menawarkan ragam produk untuk mengakselerasi upaya social commerce bagi para pebisnis. Terdapat 6 (enam) pilar produk atau layanan yang ditawarkan seperti; Omnichannel Inbox, Social Customer Relationship Management, Marketing & Broadcast Campaign, Automations & Chatbot Solutions, In-Chat Payment Links, hingga Messaging Channel & Integrations. Solusi bagi layanan WhatsApp Business yang ditawarkan SleekFlow digadang mampu memaksimalkan upaya pemasaran brand. Seperti yang dilansir oleh InsideRetail Asia, SleekFlow berhasil membantu Bossini, sebuah brand ternama asal Asia dalam meningkatkan traksi bisnisnya, melalui kampanye blast WhatsApp, yang diklaim mampu menyumbang peningkatan transaksi sebesar 18 persen.

Dalam skala global, solusi SleekFlow telah digunakan oleh lebih dari lima ribu brand, dengan rentang industri yang beragam. Dari keterangan yang kami peroleh, brand ternama seperti Lalamove, Shiseido, hingga Giordano menjadi salah satu mitra bisnis SleekFlow.

Di tanah air, bagi UMKM lokal, SleekFlow sepertinya patut menjadi opsi untuk mendorong pertumbuhan industri dan ekosistem yang berkelanjutan. Menurut data dari Statista, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 155 juta jiwa atau sekitar 70 persen dari total populasi Indonesia. Ini merupakan peluang besar bagi para pelaku UMKM yang tentu saja tidak layak untuk dilewati. Menarik untuk kita nantikan bersama seperti apa kolaborasi SleekFlow dengan industri UMKM tanah air di masa mendatang.

Artikel ini didukung oleh, SleekFlow.

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan 132 Miliar Rupiah untuk Komunal

Komunal, startup fintech yang berfokus pada digitalisasi BPR, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $8,5 juta (sekitar 132 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures (Growth fund). Putaran ini turut diikuti oleh AlphaTrio Sustainable Technology Fund, Skystar Capital, Sovereign’s Capital, Ozora, dan Gobi Partners.

East Ventures merupakan investor awal Komunal sejak pertama kali perusahaan berdiri. Pada 2021, East Ventures menyuntik Komunal dalam putaran seri A dengan total nilai $2,1 juta.

Dana segar ini akan digunakan Komunal untuk mengakselerasi misi perusahaan, yaitu mendorong inklusi finansial dan memperkuat ekosistem neo-rural bank di Indonesia, terutama di luar Jabodetabek.

“Sebagai pendukung awal Komunal, kami telah menjadi saksi dari pertumbuhan dan berbagai pencapaian Komunal. Kami percaya pada kegigihan dan inovasi yang telah dan pastinya akan terus dihadirkan Hendry dan tim akan semakin mempercepat digitalisasi di sektor keuangan [..],” terang Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan resmi, Selasa (17/1).

Di saat bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Peter Jacobs sebagai komisaris per 1 Januari 2023. Peter Jacobs telah berkarier di Indonesia sejak 1991 dan memegang beberapa peran strategis, seperti Coordinator of World Bank IMF meeting di 2018. Jabatan terakhirnya di bank sentral adalah sebagai Kepala Departemen Jasa Perbankan, Perizinan, dan Operasional Tresuri periode 2019-2022.

“Kami sangat senang untuk menyambut kehadiran Pak Peter di Komunal. Pengalamannya yang luas di Bank Indonesia akan sangat berharga dan memberikan warna dan perspektif tersendiri bagi seluruh tim Komunal,” ucap Co-Founder & CEO Komunal Hendry Leviant.

Pencapaian Komunal

Saat ini Komunal memiliki dua lini bisnis, yaitu DepositoBPR by Komunal dan Komunal P2P Lending. Kedua bisnis ini bergerak di industri fintech dengan misi mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. DepositoBPR by Komunal adalah aplikasi marketplace untuk produk Deposito BPR di Indonesia. Sementara, Komunal P2P Lending adalah platform p2p lending yang menghubungkan UMKM berpotensi dengan para pemberi dana.

Perusahaan juga mengakuisisi penuh BPR Prima Dadi Arta yang berasal di Kediri, Jawa Timur. Lewat akuisisi ini, BPR tersebut akan menjadi percontohan untuk berbagai pengembangan industri BPR dengan dukungan teknologi yang mumpuni.

Untuk pencapaiannya, sepanjang tahun lalu perusahaan telah menyalurkan simpanan dan pinjaman sebesar $230 juta (sekitar 3,6 triliun Rupiah) ke BPR dan UMKM lokal. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 350% secara year-on-year dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun untuk jumlah simpanan dan pinjaman yang disalurkan adalah $50 juta (setara dengan 781 miliar Rupiah).

Sementara itu, volume transaksi diperkirakan akan melebih $500 juta pada 2023. Perusahaan juga telah membukukan EBITDA positif sejak Oktober 2022, mencatat pertumbuhan serta profitabilitas di saat yang bersamaan.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 220 BPR dari 19 provinsi di Indonesia yang telah bergabung ke dalam platform DepositoBPR by Komunal. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan deposito secara digital kepada ratusan BPR di seluruh Indonesia tanpa tatap muka namun tetap aman karena jaminan LPS dan mendapatkan bunga yang lebih tinggi dari bank umum.

Hendry menuturkan, pihaknya berterima kasih untuk kepercayaan yang diberikan para investor, mitra BPR, dan semua pelanggannya. “Kepuasan tersendiri bagi kami melihat mitra-mitra BPR tumbuh melalui digitalisasi dan pelanggan setia kami dapat dengan mudah dan aman mengakses simpanan dan pinjaman secara digital. Di tahun 2023, kami berharap layanan Komunal dapat memberikan benefit lebih luas, khususnya untuk pengguna dan mitra BPR di luar Jawa dan Bali,” kata dia.

“Kami optimis kolaborasi antara fintech dan incumbent banks (termasuk BPR) akan menciptakan sinergi yang luar biasa. Komunal melihat potensi kemitraan dengan BPR untuk meningkatkan inklusi keuangan bagi UMKM di kota-kota tier 2 dan 3,” sambungnya.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Fokus Startup Fintech Ideal Dukung Ekosistem Proptech Indonesia

DailySocial bersama Co-Founder & CCO Ideal Indira Nur Shadrina membahas perkembangan bisnis perusahaan dan tren industri proptech enabler di Indonesia.

Menurut Indira, Ideal ditujukan membantu masyarakat Indonesia menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi pengajuan KPR yang cenderung dirasa rumit dan memakan waktu.

Apa saja yang ditawarkan Ideal bagi penggunanya? Seperti apa skema rencana dan fokus target Ideal selama 2023?

Simak pembahasannya di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Xurya Berencana Masuk ke Instalasi PLTS Atap untuk Area Perumahan

Startup energi terbarukan Xurya mengungkapkan rencana untuk masuk ke area residensial. Ini dijadikan  langkah ekspansi memperluas adopsi pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) secara lebih masif. Sebelumnya perusahaan menjangkau segmen bisnis di lintas industri untuk melakukan instalasi PLTS Atap, dengan total 86 proyek yang telah beroperasi.

“Xurya berkomitmen untuk terus berinovasi dalam mendukung industri dan ekonomi hijau di Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya Xurya berencana untuk ekspansi bisnis instalasi PLTS Atap di sektor residential,” terang VP Marketing Xurya George Hadi Santoso saat dihubungi DailySocial.id.

Sayangnya ia tidak bersedia merinci kapan rencana tersebut dapat terealisasikan. Namun secara terpisah dalam wawancara bersama media, Co-founder dan CEO Xurya Eka Himawan sudah memberikan sinyal positif terkait ekspansi perusahaan ke segmen di luar B2B.

“Sampai sekarang masih di perusahaan-perusahaan, tapi kami memang tidak menutup kemungkinan [..] dan kami pasti akan melebar ke sektor pemerintahan dan masyarakat,” kata Eka.

Kompetitor terdekatnya, sudah sudah masuk ke segmen residensial, misalnya SolarKita dan SUN Energy. SolarKita mengklaim 80% penggunanya adalah kaum residensial, tersebar di Jabodetabek, Surakarta, dan Bali.

Menurut George, tidak hanya ekspansi ke segmen baru, pihaknya juga akan ekspansi pengguna B2B-nya ke luar Pulau Jawa agar semakin banyak industri yang menggunakan PLTS Atap. Dalam mendukung rencana tersebut, saat ini perusahaan telah membuka kantor cabang di Medan, Semarang, dan Surabaya.

Pencapaian Xurya

Dikutip secara terpisah dari keterangan resmi, Xurya memaparkan pencapaiannya sepanjang tahun lalu. Diklaim perusahaan berhasil memproduksi lebih dari 589,7 juta kWh energi bersih yang efektif menangkal sebanyak 548,4 juta kg CO2, serta membuka lapangan pekerjaan hijau untuk 1.792 orang.

Dalam rangka mendukung target pencapaian bauran energi nasional dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025, disebutkan bahwa Xurya telah melakukan lebih dari 100 proyek instalasi PLTS Atap di Indonesia, dengan rincian 86 proyek yang telah beroperasi dan 32 proyek lainnya yang masih dalam tahap konstruksi.

Menurut Eka, kebijakan dan arahan pemerintah mengenai penggunaan PLTS Atap untuk industri menjadi salah satu faktor terjadinya kenaikan permintaan instalasi.

“[..] Apa yang telah dicapai Xurya selama ini merupakan wujud keberhasilan kerja sama antara berbagai pihak yang menjadi semangat perusahaan untuk terus berkembang. Ke depannya, Xurya berkomitmen untuk dapat terus hadir dalam mengakomodasi dan berkontribusi dalam perkembangan industri hijau di Indonesia,” tutup Eka.

Pada Oktober 2022, perusahaan mendapat tambahan pendanaan Seri A dari perusahaan raksasa asal Jepang Mitsui & Co. dan PT Surya Semesta Internusa Tbk sebesar $11,5 juta atau setara Rp172,6 miliar.

Sebelumnya, putaran ini pertama kali diumumkan pada Desember 2021 sebesar $21,5 juta dari East Ventures (Growth Fund), Saratoga, Schneider Electric, dan New Energy Nexus. Dengan demikian, total perolehan untuk putaran tersebut sebesar $33 juta atau setara Rp501 miliar.

Sebelum menggelar putaran seri A, Xurya memperoleh pendanaan tahap awal dari SEACEF, dana yang dikelola oleh Clime Capital). Dana tersebut didedikasikan untuk mempersiapkan bisnis energi bersih mendapatkan investasi skala besar.

Mindtera Raih Tambahan Dana 13 Miliar dari East Ventures dan Seedstars

Startup SaaS penyedia platform Employee Assistance Program (EAP) Mindtera mengumumkan perolehan tambahan putaran tahap awal sebesar $850 ribu (sekitar 13 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures. Seedstars International Ventures dan angel investor terkemuka lainnya turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Tambahan amunisi ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperluas cakupan operasional B2B demi melayani lebih banyak klien perusahaan. Juga, mengembangkan produk Mindtera dalam upaya menjadi platform program bantuan karyawan terkemuka di Indonesia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (16/1), perwakilan dari Seedstars International Ventures menyampaikan, dunia telah melihat perubahan besar dalam memahami bagaimana kesehatan mental dan kesejahteraan integral untuk bisnis, tapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan agar dapat berjalan secara efektif.

“Mindtera berada di garis depan perubahan mendasar di tempat kerja dan telah mampu memperluas jangkauannya dengan cepat di ruang SDM Indonesia. Kami sangat senang melihat apa yang dapat mereka ciptakan lebih lanjut di ruang ini dan membantu membangun budaya kerja yang lebih baik bagi perusahaan sambil meningkatkan produktivitas dan keterlibatan karyawan,” ucap General Partner Seedstars International Ventures Patricia Sosrodjojo.

Perkembangan Mindtera

Didirikan pada 2021 oleh Tita Ardiati dan Bayu Puspito Bhaskoro, Mindtera adalah platform yang menggunakan wawasan berbasis data untuk membangun tempat kerja yang produktif dan bahagia. Perusahaan mengelola pengembangan, keterlibatan, dan kesejahteraan karyawan, mengikuti karyawan dari proses perekrutan hingga pensiun.

Menurut studi yang dilakukan oleh McKinsey pada 2021, menunjukkan bahwa jika karyawan tidak sehat secara mental, hal itu akan memengaruhi keuntungan bisnis dalam banyak hal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan, selain berdampak pada hubungan dan masyarakat, masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan juga merugikan ekonomi global $1 triliun per tahun, terutama dari penurunan produktivitas.

Selama setahun terakhir, Mindtera telah meluncurkan dua platform untuk mengatasi masalah ini, yakni Mindtera Pro dan Mindtera Plus. Produk pertama ini adalah dasbor analisis dan aplikasi dengan rangkaian alat penilaian canggih yang dirancang untuk mengumpulkan dan menganalisis umpan balik karyawan untuk meningkatkan pengalaman mereka di perusahaan.

Sementara itu, Mindtera Plus melayani perusahaan dengan menyediakan akses ke konsultan pembinaan dan pengembangan yang dapat membantu mengatasi berbagai tantangan yang mungkin timbul dalam manajemen dan budaya karyawan.

Co-founder & CEO Mindtera Tita Ardiati mengatakan, “Berinvestasi pada sumber daya manusia itu rumit. Manfaatnya tidak langsung terlihat, tetapi perusahaan akan melihat dampak yang berkelanjutan jika Anda membangun lingkungan kerja yang seimbang dan sehat. Sumber daya manusia adalah sebuah aset berharga bagi pertumbuhan perusahaan. Orang-orang yang bahagia menginspirasi pertumbuhan, jadi jagalah orang-orang Anda, dan Anda akan melihat produktivitas.”

Diklaim, Mindtera telah mempekerjakan lebih dari 10 ribu karyawan dan mendorong peningkatan kesadaran kesejahteraan karyawan sebesar 94%. Perusahaan juga mendapatkan beberapa penghargaan untuk platformnya. Di antaranya, mendapat pengakuan oleh Google Play sebagai Aplikasi Terbaik untuk Dampak Positif 2022 dan Aplikasi Lokal Terbaik 2022, mewakili Indonesia di Google Startups Southeast Asia 2023, dan lainnya.

Pada awal kehadirannya, Mindtera menyediakan produk edu-wellness untuk karyawan perusahaan sebagai solusi atas ketidakseimbangan antara peningkatan kemampuan teknis atau akademis dan EQ yang masih sering ditemui di Indonesia.

Mindtera merancang dan membangun produk edukasi bermuatan kecerdasan majemuk (multi-intelligence approach) yang sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk menghadapi tantangan hidup melalui peningkatan EQ, terutama di saat pandemi COVID-19. Kurikulum kecerdasan majemuk Mindtera telah divalidasi secara ilmiah dan klini oleh para life coach, edukator, dan psikolog klinis.

Application Information Will Show Up Here

Surplus Kantongi Pendanaan Awal dari SPIL Ventures

Startup pengembang layanan food waste preventionSurplus” mengumumkan pendanaan awal dari Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL Ventures). Tidak disebutkan  nilai investasi yang diberikan.

Co-Founder & CEO Surplus Indonesia Muhammad Agung Saputra mengatakan, lewat pendanaan ini perusahaan ingin mengembangkan lebih lanjut model B2B untuk membangun ekosistem end-to-end dalam pencegahan timbulnya food waste.

“Dengan pendanaan awal ini, Surplus Indonesia akan melakukan perluasan market pengguna layanan aplikasi Surplus. Kami juga berharap kolaborasi pentahelix yang melibatkan banyak pihak, antara akademisi, pebisnis, komunitas, pemerintah, dan media dapat terjadi untuk menjadi dasar dalam pencegahan timbulan food waste di Indonesia,” kata Agung.

Sebelumnya Surplus juga sempat melakukan crowdfunding. Namun  kesulitan untuk mendapatkan pendonor karena kurangnya awareness Surplus di mancanegara, target yang mereka inginkan pun tidak tercapai.

Sampai saat ini, Surplus telah bekerja sama dengan beberapa pusat perbelanjaan (seperti Mall Sarinah), perhotelan (meliputi Marriott International Group, Swiss Belhotel International, Ascott Group, Artotel Group), middle-high F&B brand, supplier sayur dan buah, serta industri rumahan maupun UMKM.

“Adapun alasan SPIL Ventures memberikan pendanaan ke Surplus Indonesia dikarenakan kami melihat inovasi pengembangan aplikasi yang tidak hanya dalam bentuk suatu marketplace tetapi juga secara langsung memberikan solusi terhadap dampak lingkungan terutama terkait food waste,” kata VP Investment SPIL Ventures Sumarny Manurung.

Pertumbuhan positif Surplus

Diluncurkan pada Maret 2021, Surplus menjadi food rescue app pertama di Indonesia yang dapat digunakan untuk memesan produk makanan dan minuman overstock dari bisnis F&B dengan harga diskon 50% pada waktu tertentu.

Surplus sudah beroperasi di area Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Bali. Mereka juga mengaku telah mempunyai sekitar 100 ribu pengguna aktif.

Surplus juga menjadi salah satu green tech startup dengan sertifikasi B-corp yang memiliki misi dalam pencegahan masalah food waste. Dukungan dari pemerintah juga telah didapatkan Surplus Indonesia, antara lain dari Kemenparekraf, KemenkopUKM, Dinas PPKUKM DKI Jakarta, dan Pemda Yogyakarta.

Dampak yang telah dihasilkan dari pemesanan di aplikasi Surplus sampai Desember 2022 meliputi 30 ribu ton makanan terselamatkan, mencegah kerugian hingga $80 ribu, dan mencegah potensi emisi hingga 350 ton CO2 eq.

“Platform ini dikembangkan untuk menjadi solusi dalam memaksimalkan penjualan produk overstock dari bisnis F&B agar tidak tersia-siakan dan hanya berakhir menjadi food waste,” ujar Agung.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Papar Ekspansi Bisnis di Luar Gerbang Pembayaran

Diversifikasi bisnis merupakan ‘bensin’ bagi perusahaan untuk terus mendongkrak pendapatan agar dapat berkelanjutan. Xendit pun mulai mengembangkan bisnis di luar gerbang pembayaran, dengan berinvestasi di Bank Sahabat Sampoerna dan merilis aplikasi bank digital Nex, sebagai salah satu upayanya sejak tahun lalu.

Dalam wawancara eksklusif bersama DailySocial.id, Co-Founder dan COO Xendit Tessa Wijaya memaparkan latar belakang perusahaan mengambil dua aksi strategis tersebut. Ia merasa optimistis perkembangan produk finansial di Indonesia, apalagi terkait BPR yang selama ini seolah terasingkan dari hiruk-pikuk digitalisasi. Padahal, peranan mereka tak kalah penting bagi ekonomi negara.

“Mereka [BPR] punya opportunity yang sangat besar, nasabahnya banyak, tapi belum banyak disebut dan difokuskan oleh startup-startup lain untuk dapat dikerjasamakan dan dikembangkan produk digitalnya agar mereka lebih mapan lagi,” katanya.

Tessa menambahkan, di tengah hiruk-pikuk bank digital, mayoritas dari pemain yang ada bicara soal konsumen akhir (B2C). Namun, banyak yang melupakan bahwa bisnis (perusahaan) juga membutuhkan bank tak hanya untuk pembayaran saja. “Makanya kami berinvestasi ke Bank Sahabat Sampoerna, aplikasi Nex, karena alasan itu.”

Sebagai catatan, aplikasi Nex sudah dirilis sejak 7 November 2022 setelah melewati fase uji coba internal. Aplikasi ini dikembangkan oleh PT Nex Teknologi Digital (NTD) yang bekerja sama dengan PT BPR Xen. Keduanya merupakan bagian dari Xendit Group. Produk perdananya adalah Rekening Tabungan Milenial dengan penawaran bunga tabungan 6% per tahun, yang dibayarkan setiap hari.

Dijelaskan lebih jauh oleh Director Xendit Group Rifai Taberi yang turut menjabat sebagai Direktur Utama PT Nex Teknologi Digital (NTD), semangat Xendit Group untuk membuat aplikasi bank digital untuk memenuhi ekosistem B2B yang sejatinya tidak hanya butuh kemudahan sistem pembayaran semata. Sebab, ada kalanya bisnis, terutama yang masih dalam skala UKM butuh aspek pembiayaan dan tabungan dalam mendukung perkembangan bisnis mereka.

Oleh karenanya, eksperimen Xendit melalui aplikasi Nex ini adalah dalam rangka mendigitalkan BPR agar produknya lebih mudah diakses. Proposisi ini bisa dianggap sebagai angin segar di dunia BPR. Menurut Rifai, secara tampilan luar produk, Nex memang diarahkan untuk konsumen akhir, tapi ternyata segmentasi target penggunanya justru buat pebisnis existing (merchant) Xendit.

“Kami mau memfasilitas merchant-merchant kami dengan solusi perbankan yang end-to-end bersama Xendit. Harapannya ketika bisnis BPR meningkat, baik dari tabungan dan pinjaman tersalurkan, semuanya bisa tumbuh bersama Xendit. Jadi positioning Nex tetap B2B,” terangnya.

Perlu diketahui, agar dapat bertahan pada era digital seperti sekarang, inovasi layanan dan teknologi menjadi hal wajib jika BPR tidak ingin tersingkir dari peta bisnis perbankan. Sayangnya, tak semua BPR memiliki infrastruktur digital yang memadai. Apalagi, banyak BPR bermodal cekak sehingga sulit untuk membangun infrastruktur digital yang relatif membutuhkan biaya tinggi.

Sudah harus bersaing di dunia digital, jalan yang ditapaki BPR pun kian hari kian sulit. Segmen mikro yang selama ini jadi lahan bisnis utama mereka terus tergerus dengan hadirnya berbagai pesaing dari dunia finansial. Kendati persaingan sangat ketat, bank-bank rural ini memiliki keunggulan lantaran karakteristik bisnisnya yang berbeda.

Kelokalan dan keeratan hubungan emosionalnya dengan para nasabah menjadi nilai lebih bagi BPR. Namun untuk mengatasi kelemahannya—sekaligus mengandalkan kelebihannya-—akan membuat daya tarik BPR akan makin kinclong. Dengan begitu, fungsi BPR untuk memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan makin besar.

Bank Sahabat Sampoerna

Tessa melanjutkan, cerita awal kerja sama bisnis antara Xendit dengan Bank Sahabat Sampoerna (BSS) sudah dimulai bahkan saat perusahaan masih kecil. Saat itu, pihaknya sangat mengapresiasi keterbukaan dari pihak bank untuk menjalin kerja sama dengan startup untuk masuk ke ranah digital dan meracik produk bersama.

“BSS itu sangat progresif sejak dulu selalu terbuka karena itu sangat masuk akal bagi kami untuk berinvestasi ke mereka. Dengan adanya investasi ini akan ada lebih banyak lagi sinergi yang bisa dilakukan,” terang Tessa.

Salah satu contoh yang sudah dilakukan kedua perusahaan adalah dari sisi penyelarasan produk remitansi. Melalui solusi yang dikembangkan bersama BSS, kini memungkinkan perusahaan remitansi dengan tingkat kepatuhan tinggi, mampu mendeteksi secara otomatis identitas pengirim sumber dana dan pemilik akun di aplikasi haruslah sama.

“Itu salah satu contoh bagaimana kami bisa serve partner yang highly compliance seperti itu. Jadi dari sisi kapabilitas, banyak banyak yang belum bisa seperti itu. Tapi di BSS sudah bisa,” tambah Director Xendit Group Mikiko Steven.

Mengenai rencana untuk menjadi pemegang mayoritas, menurut Tessa, tentunya ada wacana seperti itu, tetapi belum dalam waktu dekat. Semua perusahaan yang bergerak di bisnis pembayaran pasti punya keinginan untuk menyediakan produk-produk yang bank-alike. Bahkan, saat Xendit masih menjadi minoritas, pihak BSS malah semakin membuka diri untuk menggodok produk bersama. Dari sisi Xendit, turut membantu bank dari sisi backend untuk keperluan e-KYC agar semakin efisien, tidak ada proses manual lagi.

Mengutip dari situs BSS, Xendit Pte. Ltd. kini menguasai 24,2% saham di BSS. Pemegang mayoritas masih dikempit oleh PT Sampoerna Investama. Sebelumnya, pada April 2022, kepemilikan Xendit berada di angka 14,96%.

Baik BSS maupun BPR Xen akan menjadi kendaraan Xendit untuk meningkatkan bisnis non-pembayaran dalam menyasar para merchant-nya. Xendit akan membantu usaha para merchant yang membutuhkan pinjaman usaha melalui referral dan dukungan riwayat data agar prosesnya jauh lebih ringkas. Tak hanya itu, sebelumnya perusahaan juga mengakuisisi perusahaan pembiayaan PT Globalindo Multi Finance pada tahun lalu, melalui PT Indo Digital Raya (15,13%) per 2021.

“Kami lihat B2B dan B2C itu beda sekali cara dekati konsumennya, cara buat produk, dan sebagainya. DNA kami itu B2B banget. Jadi kalau kami buat produk B2C belum tentu ngerti konsumen maunya apa. Dari sisi teknis, kami paham mau buat produk apa dan bagaimana support bisnis meningkatkan pendapatan dan bertransaksi secara digital. Jadi sangat beda angle-nya,” pungkas Tessa.