Mezink Mudahkan Pembuatan “Landing Page” untuk Berbagai Kebutuhan

Indonesia memiliki potensi digital yang sangat besar. Menjadi hal yang wajar jika memiliki mimpi jadi raksasa digital pada masa mendatang. Hal ini diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi digital yang juga pesat. Berdasarkan laporan We Are Social berjudul “Digital 2021”, jumlah pengguna internet di Indonesia hanya 72,7 juta orang pada 2015. Dalam waktu enam tahun, jumlah tersebut meroket hingga 178,68% menjadi 202,6 juta orang.

Masih dari sumber yang sama, pengguna aktif media sosial di dalam negeri tercatat sebanyak 72 juta akun pada 2015. Angkanya kemudian naik 136,11% menjadi 170 juta akun pada 2021. Tak hanya media sosial, masyarakat pun semakin adaptif dengan pembayaran berbasis elektronik. Nilai transaksi uang elektronik juga mengalami pertumbuhan 94,65% (yoy) dari Rp16,08 triliun menjadi Rp31,3 triliun pada November 2021.

Dalam mendukung misi untuk menjadi raksasa digital, telah hadir berbagai macam platform untuk mempermudah pergerakan bisnis dalam dunia digital. Salah satunya adalah Mezink, sebuah inovasi karya anak bangsa yang didukung oleh ekosistem startup internasional dan melibatkan stakeholder dari berbagai negara.

Didirikan pada tahun 2021, Mezink beroperasi di bawah payung  PT Tujuan Teknologi dengan visi untuk bisa selalu berinovasi di bidang teknologi informasi dan menciptakan tools atau aplikasi yang dapat mendukung kemajuan industri IT dan meningkatkan perekonomian masyarakat terutama praktisi kreatif di Indonesia.

Co-Founder Mezink, Mohit Garg dan Tarun Valecha mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dalam penggunaan aplikasi mobile secara umum. Untuk itu, selain untuk meraih market share di Indonesia, Mezink harus bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional dengan menyediakan tools yang dapat membantu pengguna untuk bertransaksi dan meningkatkan kehadiran daring, baik itu sebagai perorangan maupun bisnis.

Sederhananya, Mezink adalah layanan dalam bentuk aplikasi untuk membuat landing page yang menampilkan kumpulan link URL yang tertuju pada website, social media, marketplace, dan juga tautan untuk terima pembayaran atau transaksi/donasi yang dimiliki pengguna. Platform ini memungkinkan pengguna untuk membuat website pribadi dan mengelola bisnis secara keseluruhan dan menargetkan semua kalangan baik konten kreator, pemilik bisnis, hingga freelancer.

Platform ini menyediakan fitur untuk mengintegrasikan marketplace dari Tokopedia, Shopee, hingga situs e-commerce yang dikembangkan sendiri. Terlebih lagi, dalam Mezink page, pengguna bisa menampilkan galeri NFT yang dijual melalui marketplace seperti OpenSea, Foundation App dan lainnya.

Dengan menawarkan layanan page builder atau pembuatan website, Mezink memberikan akses secara gratis bagi pengguna untuk mendapatkan semua fitur yang terdapat dalam aplikasi, termasuk kustomisasi background, pemilihan warna tombol, teks, dan lainya. Selain itu, setiap transaksi atau monetisasi yang terjadi dalam platform, tidak dikenakan biaya transaksi apa pun. Metode pembayaran yang yang tersedia juga beragam, termasuk OVO dan GoPay.

Proposisi nilai yang ditawarkan Mezink adalah platform ini menerima pembayaran untuk transaksi apa pun. Selain itu, untuk layanan yang ditawarkan tidak akan dipungut biaya alias gratis. Pengguna juga dimungkinkan untuk melakukan kustomisasi landing page dan akan secara otomatis terintegrasi dengan jejaring sosial media lain. Hal ini disebut bisa mememaksimalkan lead generation.

Fokus dan Rencana bisnis

Di fase awal ini, Mezink disebut akan fokus pada pertumbuhan organik untuk mendapatkan 10 juta pengguna aktif dalam waktu singkat sesuai dengan target perusahaan. Saat ini perusahaan masih menawarkan fitur tanpa memungut biaya apa pun, ke depannya, timnya menyebutkan akan segera meluncurkan fitur baru yang lebih lengkap dan menetapkan skema berbayar.

Tim development tersebar di pelosok Indonesia, India dan beberapa negara lain untuk mendapatkan kualitas produk terbaik. Tim manajemen diisi oleh eksekutif dan spesialis yang memiliki reputasi di dunia bisnis teknologi dan bisnis pada umumnya. Perusahaan juga memiliki entitas legal di Singapura, bernama Super Creator Tech Pte.Ltd., untuk urusan pengembangan bisnis dan keuangan global.

Terkait pendanaan, Mohit juga mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini telah memiliki sumber dana eksternal yang belum bisa disebutkan. Ke depannya, perusahaan juga masih membuka peluang untuk penggalangan dana untuk bisa mengembangkan layanannya.

Selain Mezink, platform atau tools yang menawarkan opsi hampir serupa di antaranya adalah Lynk.id  Desty, dan  Oneblink yang dikembangkan MTARGET. Di kancah global juga ada Linktree yang lebih populer.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech untuk PRT “Jipay” Terima Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures

Startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) Jipay mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta atau sekitar 19 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari SHL Capital dan beberapa angel investors, termasuk Manila Angel Network dan Shivaas Gulati (co-founder Remitly). Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk ekspansi tim dan pengembangan produk.

Jipay mengembangkan kartu prepaid dan aplikasi untuk keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka. PRT dapat menggunakan Mastercard yang terhubung untuk belanja dan pemberi kerja dapat mengisi ulang akun melalui aplikasi yang sama. Dengan menyederhanakan proses ini, Jipay ingin menghemat waktu para pemberi kerja sekaligus menghilangkan beban tambahan PRT untuk selalu membawa dan meminta uang tunai.

Menghilangkan friksi manajemen keuangan PRT

Solusi ini pertama kali dikembangkan oleh Dayana Yermolayeva, warga Ukraina, setelah lulus dari sebuah kampus di Hong Kong di 2020. Di negara asalnya, hampir tidak ada konsep PRT yang sangat berbanding terbalik dengan Asia. Sayangnya, struktur industri PRT di sini tidak teratur, kendati peranan mereka penting dalam masyarakat dan industri tenaga kerja.

Di Hong Kong, para PRT, terutama pekerja asing, tidak memiliki akses ke bank, apalagi ke layanan keuangan dasar, seperti pengiriman uang, tabungan, dan asuransi. Sementara, keluarga yang mempekerjakan PRT asing kesulitan dengan pengaturan keuangan karena pembayaran gaji seringkali harus dilakukan secara tunai. Pengelolaan pengeluaran sehari-hari menggunakan uang tunai, kuitansi kertas, dan buku catatan adalah cara pembukuan manual yang melelahkan dan membosankan.

“Masalahnya bukan sekadar ketidaknyamanan karena pengaturan pengeluaran rumah tangga dengan cara yang berantakan ini. Masalah sebenarnya adalah kurangnya kepercayaan antara keluarga dan PRT mereka,” kata Yermolayeva dalam keterangan resmi, Kamis (31/3).

Dari akar masalah tersebut, Jipay pun lahir dengan semangat membangun kepercayaan dengan merangkul pemberi kerja, PRT, dan anak dalam satu platform. Aplikasi Jipay membantu dua kelompok pengguna. Pertama, pemberi kerja dapat menggunakan aplikasi dan Mastercard yang terhubung untuk melacak pengeluaran rumah tangga. Mereka dapat menambah dana, melihat transaksi, dan mendapat informasi tentang tren pengeluaran mingguan. Dengan demikian, pemberi kerja tidak peerlu lagi harus ke ATM untuk tarik tunai dan membaca kuitansi dari ART-nya lagi.

Kedua, para PRT dapat menggunakan kartu prepaid Jipay Mastercard untuk berbelanja keperluan rumah tangga. Kartu ini dapat digunakan di toko offline, online, maupun layanan transportasi umum. Untuk pasar tradisional yang tidak menerima kartu, PRT dapat menggunakan fitur PayNow langsung dari aplikasi Jipay. Mereka dapat melihat saldo dan transaksi waktu, sehingga mereka bisa lebih efektif dalam meggunakan anggaran rumah tangga.

“PRT asing yang menggunakan Jipay mengaku bahwa Jipay telah membantu mereka dalam menghilangkan rasa stres dan tidak nyaman dari mengatur uang tunai yang diberikan oleh pemberi kerja. Mereka tidak perlu meminta uang tunai, menyimpan kuitansi, atau membawa uang receh lagi. Dengan hal ini, para PRT dan pemberi kerja dapat membangun kepercayaan yang lebih baik.”

Rencana bisnis Jipay

Mengomentari tentang pendanaan, Yermolayeva menuturkan, “Kami sangat senang menerima pendanaan ini yang akan mempercepat misi kami untuk memberikan kemandirian finansial kepada para pekerja rumah tangga di seluruh Asia Tenggara. Kami memulai perjalanan kami dengan sebuah produk yang diperuntukkan untuk keluarga yang mempekerjakan PRT, yang kemudian memungkinkan kami untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebiasaan keuangan PRT dan mendapatkan dukungan dari keluarga yang mempekerjakan mereka ketika kami menawarkan fitur keuangan pribadi untuk PRT asing.”

Saat ini, Jipay mengklaim telah menggaet lebih dari 1.000 orang PRT di Singapura untuk menggunakan aplikasinya. Adapun untuk nominal pengeluarannya melalui kartu (card spending) tembus ke angka $1 juta, volume transaksinya terus merangkak menjadi lebih dari 10 kali lipat dalam enam bulan terakhir. Pencapaian tersebut diklaim menjadikan Jipay sebagai game changer dalam membawa pekerjaan rumah tangga ke dalam cashless economy.

“Pengguna Jipay dari sisi pemberi kerja turut membantu dalam edukasi ke pada PRT mengenai manfaat Jipay untuk keuangan pribadi mereka, dan hal ini sangat penting terutama pada masa orientasi dan adopsi awal.”

Perusaahaan akan mengembangkan inovasi lainnya, seperti meluncurkan produk keuangan pribadi untuk para PRT; PRT akan dapat menerima pembayaran gaji ke akun pribadi Jipay mereka untuk dikirim ke keluarganya melalui Jipay Remit dan menggunakan Jipay Save untuk menyisihkan uang untuk pengeluaran besar, seperti pembelian properti atau biaya universitas untuk anak-anak mereka.

Mengomentari investasi tersebut, Principal East Ventures Devina Halim mengatakan, “Kami percaya Jipay akan menjadi platform terintegrasi yang mengeliminasi masalah atas akses keuangan di industri pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga bukan hanya industri biasa, tetapi turut menjadi industri yang mendorong produktivitas tenaga kerja di banyak negara di Asia Tenggara. Kami percaya Jipay memiliki posisi yang strategis untuk meningkatkan inklusi keuangan di segmen ini.”

GoPlay Creator Fund Diluncurkan, Dukung Kreator Bangun Basis Penggemar yang Loyal

Platform livestreaming interaktif GoPlay mengumumkan “GoPlay Creator Fund” sebagai program apresiasi kreator dalam membangun basis penggemar loyal (true fans) mereka. GoPlay menyiapkan Rp15 miliar yang akan diterima para kreator terpilih sebagai bonus bulanan.

Dalam acara peluncuran virtualnya, CEO GoPlay Edy Sulistyo mengatakan bahwa program ini bertujuan memberi dorongan kepada kreator agar tetap dapat membangun konten berkualitas sesuai jati dirinya, dan tidak terlalu terpaku pada metrik-metrik konten yang selama ini berorientasi pada jumlah follower/subscriber dan view.

Ia mengamati bahwa banyak kreator memproduksi konten untuk meningkatkan jumlah follower/subscriber dan view mereka. Ini membentuk anggapan semakin banyak follower, semakin banyak view. Kendati begitu, ia menyebut metrik-metrik tersebut tidak menjadi penentu keberhasilan kreator di GoPlay.

“Sejak awal kami bermimpi menjadikan GoPlay sebagai rumah bagi kreator lokal di Indonesia, dan kreator dapat memiliki pendapatan yang berkelanjutan. Dan ini tidak berubah. Kami tidak ingin kreator fokus pada metrik-metrik tersebut karena mereka tidak bisa menjadi diri sendiri,” tutur Edi.

Ia menilai ada cara yang lebih baik untuk membangun kualitas kreator, yaitu menemukan penggemar yang loyal atau disebut sebagai true fans. Hubungan yang dibangun antara kreator dan true fans menjadi lebih relevan agar kreator dapat membuat konten apa adanya, berkualitas, fun, interaktif, dan engaging.

Tak kalah penting, true fans menjadi indikator penting karena memiliki tingkat retensi tinggi. Artinya, ada kemungkinan besar mereka akan kembali menonton tayangan baru dari kreator. “Ini menjadi kunci utama bagi kreator karena mereka bisa lebih sustainable tanpa perlu punya jutaan view atau follower,” lanjut Edi.

Dengan memegang visi-misi di atas, pihaknya dapat terus mengeksplorasi inovasi kreatif untuk mendekatkan hubungan kreator dan fans. Ini tercermin dari fitur-fitur yang dihadirkan, seperti live chat, quiz, instant withdrawal, dan virtual gift.

Kriteria Creator Fund

Chief Strategic Officer Martinus Faisal menambahkan bahwa pihaknya ikut terlibat dalam mengedukasi para kreator di platformnya. Salah satunya adalah tiga cara utama membangun true fans, yaitu frekuensi pembuatan konten, konsistensi penayangan konten, dan kuantitas konten.

“Dengan definisi yang kami paparkan, creator economy tidak sama dengan influencer. Creator economy membuat konten untuk fans-nya. Sementara, influencer memenuhi kebutuhan brand dan memonetisasi pendapatan dari brand dengan memanfaatkan follower yang dimiliki. Ini yang berusaha kami edukasi ke para kreator,” ujarnya.

Pihaknya berharap program ini dapat mendorong pendapatan kreator sejalan dengan kemampuan mereka untuk memenuhi kriteria program Creator Fund serta menstimulasi kehadiran kreator-kreator baru di Indonesia agar tidak perlu menunggu sampai punya banyak follower.

Saat ini, ribuan kreator yang tergabung di GoPlay memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti program ini selama dapat memenuhi kriteria utamanya, yakni memiliki performa yang berkorelasi dengan frekuensi live di GoPlay. Adapun, kreator GoPlay diklaim telah meraup pendapatan puluhan hingga ratusan juta per bulan.

Selain bonus bulanan, kreator juga berkesempatan untuk mendapat fasilitas promosi kreator maupun iklan berbayar pada berbagai media channel GoPlay, penggunaan studio rekaman GoPlay di Jakarta untuk livestreaming, tampil rutin di acara liveshow GoPlay (Ex: GoPlay Playground), mentorship khusus dari tim GoPlay, dan kesempatan mendapat sponsor dari partner GoPlay.

Dana untuk ekosistem pengguna

Memberikan dukungan untuk basis pengguna merupakan salah satu strategi kunci startup dalam menguatkan ekosistem produknya. Cara ini juga dilakukan sejumlah startup lain, salah satunya Hijub. Pada September tahun lalu, mereka meluncurkan “Hijup Growth Fund“, program pembiayaan untuk pelaku busana muslim lokal. Nantinya pemilik brand terpilih akan mendapatkan dukungan kapital hingga operasional bersama tim Hijub.

Spesifik untuk industri OTT, Goplay memang dituntut untuk terus menghadirkan konten yang relevan bagi pengguna. Selain yang sifatnya produksi mandiri dengan menggandeng produksi film, model user generated juga dapat melengkapi opsi hiburan yang ada di aplikasi. Adanya dukungan dari sisi platform hingga kapital menjadi awal yang baik untuk merangkul lebih banyak konten kreator potensial dengan karya-karya yang bisa diterima masyarakat.

Platform Social Commerce Berbasis Syariah “Berkahi” Resmi Meluncur [UPDATED]

Pelaku startup memanfaatkan momentum kebangkitan pasar social commerce di tengah pandemi Covid-19. Kali ini, platform Berkahi resmi hadir di Indonesia untuk membantu pelaku UMKM meningkatkan skala bisnisnya berbasis syariah.

Berkahi memampukan pelaku usaha di tanah air untuk meningkatkan penghasilan dengan memasarkan produk lokal dan halal lewat jaringan reseller. Target pasar Berkahi adalah UMKM, terutama yang berada di area pedesaan.

Berkahi didirkan oleh Rowdy Fatha, Turina Farouk, dan Andre Raditya Makmur. Ide pengembangan Berkahi telah diinkubasi sejak November 2021.

Dalam acara peluncurannya, Co-founder & CEO Rowdy Fatha mengatakan pandemi berimbas signifikan terhadap penurunan bisnis UMKM. Di situasi tersebut, banyak pelaku usaha yang sulit bertahan karena tak sedikit di antaranya yang minim kemampuan dan pengalaman dalam membangun bisnis.

Di sisi lain, ia menilai nilai-nilai syariah cocok diterapkan dalam berbisnis. Pihaknya juga ingin berperan dalam mendorong pemerataan inklusi keuangan dan digital di Indonesia. Adapun, Berkahi juga membentuk dewan penasihat syariah untuk memastikan kegiatan bisnis Berkahi sesuai dengan nilai-nilai syariah.

“Kami ingin all out dalam membantu masyarakat UMKM, tak cuma dari sisi bisnis saja, tetapi juga promosi, operasional, fulfillment, hingga logistik. Kami bahkan ikut terlibat dalam mengedukasi UMKM. Insya Allah, tahun ini kami bisa hadirkan [fasilitas] pendanaan syariah tahun ini,” tutur Rowdy.

Bentuk dukungan all out yang dimaksud adalah, Berkahi mendukung kegiatan usaha lewat sejumlah fasilitas, di antaranya aktivitas promosi melalui Key Opinion Leader (KOL), operasional melalui akses fulfillment (stokis) di 15 kota, dan mitra logistik.

Saat ini, Berkahi telah memiliki 400 UMKM yang terhubung dengan 20.000 reseller (disebut sebagai Mitra Berkahi). Sejumlah mitra strategis Berkahi di antaranya adalah SiCepat, SiBeku, Komunitas TanahAbang, Pijar, dan Koperasi XL, IWAPI, Haistar, Belanjarutin.com, Shipdeo, dan Komunitas Pijar.

“Kami tengah memperkuat jaringan agar dapat mencapai target kami untuk menjangkau 20 negara. Secara bertahap, kami akan membawa pelaku usaha yang selama ini aktif di media sosial atau berjualan secara offline untuk beralih ke platform ini,” tambah Rowdy.

Sementara, Co-founder Turina Farouk menargetkan dapat menjangkau 20 negara, memiliki 1.000 UMKM dan 30.000 mitra di akhir 2022. Untuk itu, pihaknya akan memanfaatkan momentum seasonal terdekat, yakni Ramadan dan Idul Fitri, untuk mendongkrak target yang ingin dicapai tahun ini.

Social commerce merupakan sesuatu yang baru di Indonesia. Dengan pengalaman saya bekerja di industri telekomunikasi, ilmu-ilmu yang saya dapatkan dapat menjadi bekal untuk belajar dan membangun Berkahi ke depan,” tutur Turina.

Mitra Berkahi memiliki akses ke ribuan produk halal dari UMKM lokal maupun luar negeri, di mana pengemasan dan pengiriman dilakukan dari gudang ke konsumen langsung. Bagi pelaku UMKM, fasilitas gudang dan operasional tidak dikenakan biaya.

Pendanaan dari VC

Dihubungi DailySocial secara terpisah, Rowdy mengatakan Berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angle investor untuk menjalankan bisnisnya. Kendati begitu, pihaknya juga akan mencari pendanaan tahap awal ke Venture Capital (VC).

Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas skala bisnis Berkahi dengan target jangkauan hingga ke 20 negara. Salah satunya adalah fasilitas pinjaman usaha lewat skema chanelling yang ditargetkan meluncur pada semester II 2022.

“Pendanaan awal Berkahi akan dialokasikan pada seed funding dari VC,” ujar Rowdy dalam pesan singkatnya, Rabu (30/3).

Menurut laporan DealStreetAsia, Berkahi mengincar pendanaan tahap awal sebesar $1 juta untuk memperkuat teknologi, menambah SDM, dan ekspansi bisnisnya.

Pasar social commerce

Mengacu data Bain & Co, total GMV e-commerce di Indonesia mencapai $47 miliar di 2020, di mana transaksi dari social commerce berkontribusi sebesar $12 miliar. Angka tersebut menunjukkan besarnya potensi pertumbuhan social commerce di masa depan.

Menurut laporan McKinsey, Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap perubahan perilaku belanja masyarakat dari offline ke online. Di samping itu, social commerce menawarkan kesempatan kerja dengan memberdayakan jaringan distribusi atau reseller. McKinsey memproyeksi bisnis social commerce mencapai $25 miliar di 2022. 

Faktor lainnya, masyarakat di pedesaan masih mengalami keterbatasan akses dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang diperoleh secara online, dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan.

Tren social commerce berkembang juga sejalan dengan semakin banyak pelaku startup yang masuk ke vertikal ini untuk produk fashion, F&B, atau kebutuhan sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah Evermos, Dagangan, dan RateS. Adapula Raena yang mengusung konsep reseller, tetapi khusus untuk produk kecantikan.

Kemudian, KitaBeli mengambil posisi berbeda dengan platform social commerce kebanyakan, yakni tidak membangun jaringan reseller. KitaBeli memampukan pengguna akhir memesan barang langsung lewat aplikasi dan memungkinkan mereka berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif.

Bukalapak dan Ashmore Dirikan “Buka Investasi Digital”, Jadi Induk Unit Bisnis Bidang Investasi

PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk mengumumkan telah mendirikan PT Buka Investasi Digital (BID). Ini merupakan sebuah join venture yang dilakukan bersama PT Bukalapak.com Tbk. Aksi strategis ini ditandai dengan penyetoran modal dalam bentuk lainnya (inbreg), yakni berupa pengalihan saham milik Ashmore dari PT Buka Investasi Bersama (BIB).

Sebelum mendirikan BID, Bukalapak dan Ashmore telah menjalin kerja sama strategis mengembangkan aplikasi investasi BMoney melalui pendirian BIB. Ashmore mengakuisisi 20% saham BIB dari Bukalapak. Nantinya BIB akan berada di bawah naungan BID, menjadi salah satu platform investasi dari hasil kerja sama kedua perseroan. Target layanan wealth management BID tidak hanya ke investor ritel, melainkan ke institusi juga.

Strategi penguatan bisnis ini dilakukan menyusul potensi platform investasi yang makin banyak diminati masyarakat. Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor reksa dana per Februari 2022 adalah 7,44 juta nasabah, sementara untuk saham jumlahnya 8,1 investor. Kenaikan bulanan rata-rata 3,05%. Sementara untuk aset lain, misalnya kripto, peminatnya juga tidak sedikit. Tercatat ada 12,4 juta investor di instrumen investasi tersebut.

Strategi akuisisi dan ekspansi Bukalapak

Setelah melakukan IPO pada akhir tahun 2021 lalu, Bukalapak terus melakukan langkah strategis untuk memperbesar pertumbuhan perusahaan. Salah satunya adalah memperluas tim di Korea Selatan, dengan menunjuk Kim Juhee sebagai Country Manager. Kim dan timnya bertugas membantu analisis tren dan inovasi yang dapat diadopsi perusahaan ke depannya. Langkah Bukalapak selaras dengan aksi korporasi yang sudah diumumkan sebelumnya dalam rangka memperluas bisnis di luar Mitra Bukalapak.

Baru-baru ini mereka juga telah mengakuisisi startup edtech Bolu (PT Belajar Tumbuh Berbagi) senilai $1 juta (lebih dari 14,3 miliar Rupiah). Bukalapak mengambil sepenuhnya 11.340 saham melalui PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) dan PT Bina Unggul Kencana (BUK), dan telah rampung sejak 11 Januari 2022. Bolu adalah startup edtech yang sudah berdiri sejak 2018 oleh Sandi Pratama dan Deka Adrai. Bolu fokus sebagai komunitas dan tempat belajar online untuk pengembangan bisnis rumahan.

Selain Bolu, Bukalapak telah mengumumkan serangkaian aksi akusisi. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, di antaranya adalah PT Onstock Solusi Indonesia, PT Ayo Tech Indonesia, PT Kokatto Teknologi Global, Five Jack Co. Ltd dan PT Cloud Hosting Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Startup Unicorn Akulaku Terus Perluas Cakupan Bisnis Finansial

Akulaku mengumumkan pendanaan $10 juta atau setara 143 miliar Rupiah dari Lend East. Investasi berbentuk debt funding tersebut akan dimanfaatkan Akulaku untuk meningkatkan portofolio kredit di pasar utama mereka, yakni Indonesia, Filipina, dan Thailand. Seperti diketahui, sejak didirikan tahun 2014 aplikasi Akulaku sendiri menawarkan produk paylater dan cashloan untuk para konsumennya.

Sebelumnya Akulaku baru menerima pendanaan ekuitas senilai  $100 juta atau lebih dari Rp1,4 triliun dari Siam Commercial Bank (SCB). Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya yang dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018. Secara total, saat ini valuasi Akulaku sudah menembus $1 miliar dan menjadikannya sebagai startup unicorn selanjutnya.

“Sejak tahun lalu Akulaku terus mengalami pertumbuhan dan dengan adanya pendanaan tambahan ini akan memungkinkan kami untuk terus memenuhi kebutuhan underbanked di seluruh Asia Tenggara,” ujar CEO Akulaku William Li.

Terus lakukan diversifikasi bisnis finansial

Pada 2021, Akulaku telah menyalurkan kredit lebih dari $ 2,2 miliar kepada lebih dari 10 juta pengguna. Selain layanan paylater, Akulaku menggabungkan platform wealth management, e-commerce, dan perbankan digital sehingga dapat meningkatkan total pendapatan perusahaan sebesar 120% menjadi $598 juta.

Untuk layanan bank digital, Akulaku memilih mengakuisisi 24,98% saham Bank Neo Commerce (mayoritas). Sejumlah rencana turut digencarkan dari kolaborasi tersebut, salah satunya lewat loan origination system, yakni sistem untuk memproses persetujuan kredit, khususnya untuk direct loan/online financing.

Selain itu, Akulaku juga mengembangkan serangkaian teknologi untuk meningkatkan kapabilitas perbankan memasuki era digital, beberapa produk yang disuguhkan di antaranya e-KYC, sistem verifikasi, sampai ke layanan pembayaran QR.

Sementara untuk layanan pinjaman, merekan mengandalkan platform fintech lending Asetku. Hingga saat ini total pinjaman yang sudah digulirkan mencapai 42 triliun Rupiah dengan total peminjam 13 ribu nasabah. Dan di platform wealth management, mereka mengembangkan OneAset, yakni aplikasi keuangan yang bisa dimanfaatkan pengguna untuk mengelola aset finansialnya, termasuk untuk berinvestasi ke reksa dana, surat berharga, hingga emas.

Kompetisi pasar

Di Indonesia, seluruh lini bisnis Akulaku harus bersaing dengan para pemain lain. Misalnya untuk payalter, saat ini ada Kredivo, Atome, hingga GopayLater yang menjadi penantang. Masing-masing juga memiliki dukungan besar dari induknya – termasuk untuk potensi menguasai pasar Asia Tenggara, seperti FinAccel, Advance Intelligence Group, dan GoTo.

Sementara di bank digital pun, saat ini persaingan juga terus diramaikan dengan inovasi produk dari pemain di ekosistem. Ada puluhan bank digital yang sudah mengudara dan siap meluncurkan debutnya. Dan untuk wealth management, puluhan aplikasi sejenis juga sudah dijajakan untuk investor ritel di Indonesia.

Terlepas dari diversifikasi produk finansial yang coba disuguhkan, pemain seperti Akulaku sebenarnya memiliki keunggulan strategis yang dapat dieksplorasi, yakni konektivitas di ekosistem digital yang dimiliki. Nyatanya pemain lain banyak bersinergi dengan pihak ketiga untuk menghadirkan kapabilitas tertentu – ambil contoh Bank Jago dengan Bibit/Stockbit untuk fitur investasi—yang mana hal ini bisa juga dilakukan oleh Neo Commerce dan OneAset; atau diaplikasikan untuk skenario model bisnis lain.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pekerja Lepas “Sribu” Diakuisisi Perusahaan SDM Asal Jepang

Platform marketplace pekerja lepas Sribu mengumumkan telah diakuisisi oleh Mynavi Corporation Japan, perusahaan SDM dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, dengan nominal dirahasiakan. Akuisisi ini menandai debut Mynavi dalam memperluas portofolio bisnisnya di Indonesia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (30/3), Founder dan CEO Sribu Ryan Gondokusumo menyampaikan aksi korporasi ini telah tuntas sejak awal 2022, menjadikan Mynavi sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan. Ia pun memastikan bahwa tidak ada perubahan di sisi manajemen dan operasional Sribu.

Alasan perusahaan mau diakuisisi karena melihat kesamaan dari visi dan misi Mynavi yang kuat di bidang sumber daya manusia. Sribu dapat memanfaatkan seluruh keahlian dan pengalaman Mynavi untuk membantu pengembangan bisnisnya. “Mynavi mau masuk karena manajemen kami yang kuat, semakin fokus semakin tajam kami bisa tumbuh. Ini enggak akan berubah, makanya kepercayaan dan dukungan yang diberikan Mynavi kepada kami akan membuat kami naik ke level berikutnya,” ucapnya.

Pendapat Ryan turut didukung oleh perwakilan Mynavi Kazuyoshi Miyamoto yang turut hadir dalam kesempatan tersebut. Ia mengatakan, Sribu merupakan perusahaan dengan pengalaman yang mendalam di bidang pekerja lepas di pasar Indonesia, berkat dukungan tim yang solid. Dilihat dari segi potensinya, juga besar. Kondisi ini juga turut tercermin di Jepang yang memiliki potensi pekerja lepas muda.

“Melalui pengalaman, rekam jejak dan keahlian kami di bidang sumber daya manusia, kami berharap dapat turut mengembangkan sektor HR di Indonesia melalui penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan membangun infrastruktur yang menghadirkan berbagai alternatif cara bekerja bagi tenaga kerja di Indonesia.”

Ryan menambahkan, dukungan dari Mynavi akan menjadi fondasi yang kuat sebelum Sribu memastikan diri untuk ekspansi ke tingkat regional pada tiga sampai empat tahun mendatang. “Organisasi kami akan lebih teratur, tapi di saat yang bersama tetap fokus membuat kami sebagai perusahaan yang profitable. Langkah ini akan kami lakukan step by step, dengan tetap menjadikan Indonesia sebagai target utama. Harus kuatkan local market [sebelum ke regional].”

Perjalanan Sribu

Sribu sendiri sudah berdiri sejak 2011 dengan tim manajemen, Ryan Gondokusumo (CEO), Dermawan Lobion (CTO), Wei Leen (CMO), dan Sanjay Kischand (COO). Timnya sebanyak 42 orang. Hingga kini perusahaan telah menjaring pekerja lepas terkurasi sebanyak 26 ribu orang dan melayani lebih dari 15 ribu perusahaan, tidak hanya perusahaan lokal tapi juga multinasional. Para pekerja ini memiliki keahlian yang berkaitan dengan pembuatan konten, seperti desain, penulisan, pembuatan situs, fotografi, videografi, dan social media marketing.

Dalam rekam jejak perusahaan selama satu dekade, perusahaan telah menerima pendanaan tahap awal dari East Ventures pada 2012. Pada dua tahun kemudian, menerima pendanaan dari Asteria. Pada 2018, CrowdWorks turut menyuntik Sribu. Kedua investor tersebut berasal dari Jepang.

Dari segi inovasi produk, Sribu meluncurkan Sribulancer pada 2015. Sribulancer adalah situs yang mempertemukan bisnis dengan pekerja lepas untuk mengerjakan proyek dengan scope lebih singkat, seperti freelance programmer, website desainer, desainer grafis, voice over, pembuat video, penulis artikel, dan lainnya. Berikutnya, pada 2017 merilis Sribu Solution yang menjadikan Sribu sebagai agensi untuk perusahaan besar yang ingin masuk ke ranah digital dan membutuhkan solusi jasa pemasaran digital yang terintegrasi.

Di Indonesia, potensi pasar pekerja lepas ini begitu gurih. Jumlah pekerjanya ditaksir mencapai 4,14 juta orang. Mereka mampu mengeksekusi pekerjaan yang berkaitan dengan konten digital senilai Rp29 triliun. Adapun perusahaan yang membutuhkan jasa-jasa pekerja lepas ini diestimasi sebanyak 683 ribu, yang bergerak di berbagai skala usaha.

“Kami melihat perkembangan yang sangat baik di bidang freelancing ini. Pelaku usaha sudah semakin terbuka dengan konsep freelance. Begitu juga para tenaga kerja semakin melihat freelancing sebagai pekerjaan yang berprospek cerah. Di masa pandemi bahkan kami melihat bertumbuhnya jumlah calon freelancer yang mendaftar di Sribu. Artinya, pekerjaan freelance semakin dilirik dan dapat menjadi langkah awal dalam memupuk jiwa kewirausahaan,” pungkas Ryan.

BeKind Meluncurkan NFT untuk Fasilitasi Penggalangan Dana Sosial

Platform agregator berbasis blockchain BeKind resmi meluncurkan karya digital NFT untuk memfasilitasi penggalangan dana sosial di Indonesia. BeKind berkolaborasi dengan musisi KLa Project, Element, serta seniman pixel art Pinot W. Ichwandardi.

Disampaikan dalam keterangan resminya, NFT BeKind diklaim sebagai NFT pertama di Indonesia yang memungkinkan penggalang dana dan donatur untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 maupun bencana alam dengan penyaluran dana yang lebih terlacak, hemat biaya, dan akuntabel.

Dengan membeli karya digital NFT menggunakan pertukaran token berbasis blockhcain, proses penyimpanan data lebih akurat dan penyaluran dana lebih transparan. Adapun, NFT BeKind diluncurkan melalui platform marketplace OpenSea yang dapat diakses mulai 25 Maret 2022.

“Kami sadar proses penggalangan dana sering kali menghadapi berbagai tantangan, seperti biaya transaksi yang tinggi, kurang transparan, dan ada kemungkinan manipulasi pada laporan penyaluran dana. Dengan teknologi blockchain, kami harap para donatur maupun filantrop di Indonesia memiliki solusi penggalangan dana inovatif, transparan, dan akuntabel,” ujar Founder dan CEO BeKind Fajar Jasmin.

Pada kolaborasi pertama, KLa Project menggandeng Pinot untuk menggarap klip video musik yang menampilkan potongan lagu “Yogyakarta” dengan menggunakan teknologi retro pada animasinya. Demikian pula grup band Element yang menggaet Pinot untuk meluncurkan lagu “Kekuatan Cinta” dalam bentuk NFT.

“Saya sudah beberapa kali berkolaborasi dengan musisi, tetapi ini pertama kali saya berkolaborasi dengan musisi dalam negeri. Saya bangga dengan hasil kolaborasi dengan KLa Project dan Element untuk membuka jalan penggalangan dana. Saya rasa ini inovasi terbaru yang dapat mendorong, tak cuma peningkatan kesejahteraan pelaku seni di masa pandemi, tetapi juga bagi mereka yang membutuhkan,” tutur Pinot.

Sebagai informasi, seluruh karya digital NFT yang tersedia di marketplace merupakan hasil kolaborasi dengan sejumlah pelaku seni yang difasilitasi oleh BeKind. Ke depannya, BeKind akan melanjutkan upaya kolaborasi dengan berbagai pelaku seni di Indonesia untuk melakukan penggalangan dana sosial.

Pihaknya juga tengah mengembankan ekosistem sosial BeKind Hub untuk memperluas akses penggalangan dana dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Seluruh karya digital BeKind yang telah diterbitkan dapat diakses melalui tautan berikut ini.

Isu penggalangan dana

Pada wawancara sebelumnya dengan DailySocial.id, Fajar sempat mengungkap bahwa terdapat dua isu yang kerap ditemui dalam proses penggalangan dana, yakni standardisasi dana yang dikutip oleh lembaga amal dan bagaimana lembaga amal dapat memiliki keberlanjutan.

Mengutip pernyataan Kementerian Sosial, lembaga amal tidak diperbolehkan untuk menyimpan profit yang didapat setelah menyalurkan bantuan ke penerima donor.

Faktor di atas menjadi penting mengingat penggalangan dana juga telah melekat dalam kultur sosial masyarakat Indonesia. Pasalnya, World Giving Index (WGI) 2021 yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) melaporkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia dengan skor 69%, naik dari skor 59% di indeks tahunan terakhir di 2018.

Hal-hal tersebut melandasi berdirinya platform BeKind yang diklaim sebagai proyek blockchain pertama di Indonesia yang mengembangkan ekosistem sosial/donasi yang akurat, transparan, dan terukur. Di Indonesia, BeKind berkolaborasi dengan sejumlah platform, seperti Tokocrypto dan WeCare.id.

Komitmen Broom Tenagai Bisnis Showroom Mobil Bekas dengan Teknologi Digital

Showroom adalah bagian yang tidak kalah penting dari bisnis jual-beli mobil  bekas karena fungsinya yang cukup vital dalam memamerkan kendaraan yang akan dijual ke konsumen. Bisnis konvensional ini sering kali terlupakan di tengah hiruk pikuk digitalisasi dunia otomotif. Kondisi diperparah dengan pandemi yang berhasil memperburuk penjualan mobil yang turun drastis.

Showroom/diler mobil bekas level UKM mengalami permasalahan modal dan deadstock (stok yang belum terjual lebih dari satu bulan). Perlahan, sektor mobil bekas mengalami peningkatan penjualan dibandingkan mobil baru pada awal pandemi.

Mengutip dari riset OLX Autos Indonesia, sepanjang tahun lalu terdapat peningkatan permintaan mobil bekas sekitar 15%-20%. Kenaikan tersebut sebenarnya selaras dengan produksi dari pabrik yang meluncurkan mobil baru. Mobil keluaran terbaru sendiri merupakan calon untuk bisnis jual-beli mobil bekas. Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) sendiri menargetkan penjualan mobil baru pada tahun ini sebanyak 900 ribu unit, naik dari sebelumnya 750 ribu unit.

Broom melihat permasalahan ini sebagai peluang untuk membantu showroom mobil bekas dengan memberikan solusi likuidasi untuk stok mobil bekas mereka melalui kecepatan transaksi dan pelayanan digital terintegrasi.

Startup ini dirintis oleh Pandu Adi Laras (CEO), Andreas Sutanto (CFO), dan Moch Purba Wibawa (CBO) sejak tahun lalu. Dengan memadukan pengalaman ketiganya, baik itu di startup digital, FMCG, dan showroom, memberikan pemahaman yang mendalam tentang bisnis dan kejelasan tentang bagaimana teknologi dapat merevolusi industri.

Pandu telah berkecimpung dalam industri mobilitas sejak 2016, ketika dia bekerja untuk Uber, sebelum bergabung di Go-Fleet. Lalu, Pungky adalah wirausahawan berpengalaman dan memiliki koneksi yang baik dalam ruang diler, mengingat status Pungky sebagai pemilik salah satu diler BMW terbesar di Indonesia.

“Latar belakang ini mendasari Broom untuk menciptakan platform ekosistem untuk setiap proses kegiatan bisnis showroom mulai dari inventori, pembukuan keuangan, dan marketplace secara digital, sehingga permasalahan showroom dapat diselesaikan end-to-end dalam satu ekosistem,” ucap Pandu kepada DailySocial.id.

Target utama Broom adalah menjadi penyedia solusi digital yang unik untuk ekosistem mobilitas Indonesia dengan menyediakan platform tunggal bagi UKM di bidang otomotif dalam mendigitalkan proses bisnis mereka. Pandu bilang, platform Broom memungkinkan diler UKM dapat mengelola inventaris, pembukuan keuangan, hingga mengelola berbagai instrumen penjualan mereka. “Startup ini bertujuan untuk menjadi pusat bagi digitalisasi jaringan diler di Indonesia.”

Ia berkata demikian, sebab pada umumnya pebisnis diler bekerja dengan sangat tradisional, dengan sebagian besar penghitungan stok dilakukan di papan tulis. Saat mencoba online, diler mobil merasa cukup sulit untuk menjual di platform dan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Pembiayaan umumnya cukup menantang karena kurangnya dokumentasi.

Namun, diler mobil pergi ke rentenir untuk pinjaman enam minggu karena mereka merasa sedikit menguntungkan bahkan dengan bunga signifikan yang diberikan oleh pemberi pinjaman ini (diperkirakan 8% per bulan). Dengan kondisi ini, Broom bertujuan untuk memberikan digitalisasi diler dan pembiayaan untuk memberdayakan diler mobil.

Dalam proses bisnis Broom, sambungnya, perusahaan menyediakan tiga solusi bagi diler untuk meningkatkan bisnisnya melalui satu platform, mulai dari pengelolaan inventaris, kemudahan akses stok melalui marketplace untuk jual-beli mobil, serta Broom Buyback dan Broom Express sebagai solusi likuidasi deadstock inventory.

Kedua produk tersebut membuka kesempatan untuk menjual sementara deadstock yang dimiliki pebisnis showroom kepada Broom. Kemudian untuk dibeli kembali setelah mendapat keuntungan dari penjualan mobil dari modal yang didapatkan. Dari skema ini, Broom akan mendapatkan margin penjualan saat proses pembelian kembali oleh showroom.

Tantangan pasar

Pandu melanjutkan, dengan bisnis model yang berbeda dengan platform digital otomotif sebelumnya, maka tantangan terbesar bagi Broom pada saat ini adalah proses akuisisi dan mengaktifkan mereka sebagai pengguna. Untuk itu, perusahaan melakukan langkah edukasi yang ekstra kepada calon mitra showroom mengenai konsep, solusi, dan keuntungan yang diberikan Broom.

Kemudian, pengguna harus melalui proses KYC sebelum platform Broom dapat mereka manfaatkan sepenuhnya.”Di tahun 2022 ini, Broom dalam proses ekspansi, baik dari peningkatan jumlah karyawan dan kantor cabang dengan tujuan memudahkan layanan bagi showroom untuk mengakses Broom secara langsung.”

Berkaitan dengan itu pula, perusahaan terus berinovasi agar tetap menjadi pemain terdepan. Salah satu yang sedang dikerjakan adalah memberikan solusi dalam ketersediaan stok di bawah harga jual bagi mitra showroom, yaitu produk lelang digital. Produk ini diharapkan menjadi jawaban mengenai kesulitan showroom dalam mencari stok.

“Di luar produk, kami juga terus meningkatkan teknologi yang semakin mudah digunakan pengguna, penambahan jumlah karyawan dan kantor cabang di sekitar Jabodetabek,” pungkasnya.

Saat ini, Broom memiliki lebih dari 2.000 dealer mobil bekas tersebar di Jabodetabek, mayoritas berada di skala UKM.

Peta persaingan startup otomotif

Belakangan peta persaingan startup otomotif semakin mengerucut untuk level regional dan lokal lewat pendanaan yang mereka umumkan. Di regional, ada Carsome dan Carro yang berlomba mendominasi pasar. Pada awal tahun, Carsome mengumumkan pendanaan Seri E senilai $290 juta yang berhasil mendongkrak valuasi di angka $1,7 miliar.

Mereka menjalankan bisnis C2B2C –membeli dari konsumen dan menjualnya ke jaringan diler, juga menjual mobil bekas langsung ke konsumen. Serta, dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di sejumlah kota. Kompetitor terdekatnya, Carro mendapat pendanaan Seri C senilai $360 juta dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Carro juga memiliki layanan experience center Carro Automall.

Di luar itu, di level lokal ada OLX Autos dengan fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen, meski saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya. Selanjutnya ada Moladin yang mengantongi pendanaan Seri A $42 juta dipimpin Sequoia Capital India dan Northstar Group.

Awalnya, Moladin bermain di pembelian motor, namun pivot sepenuhnya pada 2021 menjadi jual-beli mobil bekas. Dibandingkan pemain sejenisnya, diferensiasi yang ditawarkan Modalin adalah pemberdayaan jaringan agen dalam menawarkan pengalaman transaksi mobil yang lebih personal kepada pelanggan.

Tujuh Tahun Social Bella, Ungkap Ambisi Garap Potensi “SHEconomy”

Social Bella, perusahaan beauty-tech pemilik brand Sociolla, mengungkapkan ambisi dan model bisnis baru guna memperluas jangkauan di luar pasar kecantikan dan perawatan diri dan fokus menggarap potensi “SHEconomy” di Indonesia secara maksimal. Salah satu inisiatif yang akan gencar dilakukan adalah pengembangan Lilla, brand untuk ibu dan anak.

SHEconomy yang dimaksud ini adalah istilah yang dibuat oleh Social Bella, merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang semakin berfokus pada kebutuhan kaum perempuan. Perusahaan mengestimasi segmen ini menyimpan potensi bisnis sebesar $59 miliar dengan proyeksi CAGR sebesar 9,4%.

“Kami secara terbuka memperkenalkan model bisnis baru kami, yaitu SHEcosystem yang akan membantu kami membangun dan menghubungkan beberapa ekosistem dari berbagai industri berbeda menjadi satu ekosistem yang terintegrasi. SHEcosystem akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi multi-dimensional,” ujar Co-founder & President Social Bella Christopher Madiam dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/3).

Untuk mewujudkan SHEcosystem, perusahaan akan menyatukan semua lini bisnis, baik itu dari platform dan logistik, kemudian mengintegrasikannya ke dalam satu sistem. Langkah tersebut menandai ambisi perusahaan menggarap pasar di luar kecantikan dan perawatan diri di usianya yang telah memasuki tahun ke-7. Bentuk nyata yang nantinya dirasakan konsumen akhir dari penyatuan ekosistem ini adalah program loyalitas yang tersambung di Sociolla dan Lilla.

Dirinci lebih jauh, salah satu inisiatif yang akan dijalankan perusahaan secara agresif pada tahun ini adalah mengembangkan platform Lilla, brand ibu dan anak, yang sekaligus menandai langkah pertama perusahaan untuk ekspansi di luar pasar kecantikan dan perawatan diri. Platform ini resmi diperkenalkan pada pertengahan 2020, kini telah bertransformasi menjadi sebuah ekosistem yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Aplikasi Lilla ditenagai dengan empat fitur, di antaranya Easy Shopping yang menghadirkan produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak; Motherhood Tracker untuk memantau perjalanan kehamilan, mengamati setiap fase tumbuh kembang anak; Personalized Experience; dan Learn from the Expert berisi berbagai informasi tentang ibu dan anak yang sudah divalidasi oleh para ahli di bidangnya.

Chris menyebut, untuk menyempurnakan pengalaman para ibu yang menjadi pengguna Lilla nantinya akan tersedia toko offline yang bisa dikunjungi. Strategi tersebut sebelumnya telah sukses dibuktikan lewat Sociolla yang kini memiliki 35 gerai tersebar di seluruh Indonesia, sejak pertama kali hadir dengan dua gerai di 2019. Sepanjang dua tahun mendatang, jumlah gerai akan ditambah hingga tiga kali lipat. “Salah satu fokus kami adalah ingin menjadi ekosistem terlengkap untuk ibu dan anak. Ada rencana omnichannel agar kami bisa berikan yang terbaik.”

Selain Lilla, Social Bella telah bertransformasi dari awalnya platform e-commerce menjadi ekosistem terlengkap yang didukung dengan pilar bisnis lainnya. Yakni, aplikasi super SoCo, media kecantikan dan gaya hidup dengan layanan end-to-end O2O marketing Beauty Journal, dan Brand Development, sebuah layanan distributor produk kecantikan dan perawatan diri dari hulu ke hilir.

Perjalanan tujuh tahun

Co-founder & CEO Social Bella John Rasyid menuturkan, selama tujuh tahun banyak pembelajaran yang dipetik oleh tim, dari awalnya sekadar platform e-commerce menjadi ekosistem. Menurutnya satu per satu inovasi yang diambil perusahaan ini membentuk keyakinan bahwa Social Bella ingin menjadi perusahaan tech-beauty dengan ekosistem terlengkap karena belum ada yang melakukan hal tersebut di Indonesia.

“Gerai omnichannel dan semua keputusan dan kesalahan ini adalah momen-momen yang paling bagaimana merayakan kesuksesan kita,” kata John.

Chris melanjutkan, tantangan terbesar yang datang di perusahaan, justru terjadi saat pandemi. Dalam kondisi tersebut, perusahaan mampu membuktikan dapat memberikan pengalaman yang terbaik buat konsumennya lewat ekspansi besar-besaran gerai omnichannel di berbagai kota, hingga ekspansi ke Vietnam. Kini di negara tersebut, perusahaan telah memiliki sembilan gerai.

Di Vietnam, perusahaan pertama kali hadir pada Oktober 2020 lewat platform e-commerce. Sebulan kemudian disusul dengan kehadiran satu gerai omnichannel di Hanoi. Chris mengaku, pada awal kehadirannya disambut dengan antusias oleh masyarakat, namun harus berjuang ekstra karena di sana berlaku lockdown penuh. “Namun ketika lockdown di longgarkan toko kami mulai ramai. Kami berusaha membawa brand lokal ke sana yang secara organik ternyata dapat respons yang baik.”

Dalam menyesuaikan strategi di sana, perusahaan tidak ujug-ujug mengasumsikan bahwa selera konsumennya persis sama dengan orang Indonesia. Co-founder dan CMO Social Bella Chrisanti Indiana menuturkan, perusahaan tetap memegang pedoman pada consumer-centric sebagai filter awal dalam rangka mengerti profil konsumennya seperti apa.

“Kami berusaha untuk mengerti market-nya seperti apa karena ternyata di Vietnam bagian utara itu kondisinya dingin, beda dengan Indonesia yang mayoritas tropis. Kurang lebih consumer profile-nya agak mirip tapi seleranya yang berbeda, jadi tren produknya juga berbeda,” katanya. Sejauh ini, Social Bella baru memboyong satu brand lokal ke Vietnam, yakni Esqa.

Dalam diskusi, manajemen Social Bella juga turut memamerkan gudang terbaru sekaligus terbesar seluas 12 ribu meter persegi. Gudang tersebut berlokasi di Cikupa, Tangerang, yang berfungsi untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan online dan offline di ekosistem Social Bella dan mampu memroses pesanan antara 40 ribu-45 ribu pesanan dalam sehari. Gudang tersebut sekaligus untuk mendukung 24 gudang multifungsi lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, mampu melayani lebih dari 55 ribu titik penjualan untuk bisnis Brand Development.

Saat ini, Sociolla memiliki lebih dari 150 brand kecantikan dan perawatan diri yang dipasarkan. Adapun jumlah pengguna meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi, secara signifikan lebih tinggi dari rata-rata 15% peningkatan pengguna e-commerce di Indonesia pada tahun lalu.

Dari segi retensi, diklaim juga jauh lebih baik dengan angka lebih dari 40% retensi dalam satu tahun, lonjakan lebih dari 23% dari AOV, serta lebih dari 109% untuk jumlah pembelian harian jika dibandingkan dengan pra-pandemi. Untuk jumlah karyawan, hampir menyentuh angka 2 ribu orang yang tersebar di Indonesia, Vietnam, dan India.

Application Information Will Show Up Here