Memulai Langkah Menjadi “Angel Investor”

Berdasarkan data yang dihimpun DailySocial, setidaknya ada tujuh deal di Indonesia yang mengumumkan menerima pendanaan dari angel investor di tahun 2020.

Dalam percakapan dengan DailySocial beberapa waktu lalu, Edward Tirtanata pernah menyinggung tentang kondisi angel investor di Indonesia. Menurutnya, ekosistem angel investor di sini masih belum terlalu berkembang. Padahal, tak sedikit pelaku startup yang mencari akses pendanaan tahap awal lewat jalur ini.

Indonesia saat ini sudah memiliki jaringan investasi angel melalui ANGIN (Angel Investment Network Indonesia), namun jika mengacu informasi dari sejumlah founder startup, akses untuk terhubung dengan angel investor dirasa belum banyak. Eksistensi angel investor di Indonesia sebetulnya bukannya tidak ada, hanya saja mereka cenderung tak ingin terekspos namanya.

Selain akses, ada isu lain yang cukup menarik dan banyak diperbincangkan, yakni besaran nilai investasi untuk menjadi angel investor. Apakah seseorang yang mungkin tidak kaya raya, bisa menjadi angel investor? Jika jawabannya ya, sebetulnya berapa nilai ideal yang dapat dipenuhi untuk menjadi angel investor?

Definisi angel investor

Dalam sebuah blog yang ditulis jurnalis sekaligus pemerhati investasi Chris Muller, ada beberapa tips yang dapat dicontek siapapun yang ingin menjajal peruntungan sebagai angel investor, meskipun mungkin tidak kaya raya.

Sebelum ke sana, mari kita perjelas kembali apa itu angel investor. Muller mendefinisikannya sebagai seseorang yang punya cukup uang untuk diinvestasikan ke bisnis tahap awal atau bisnis existing yang sudah berkembang. Seperti investor pada umumnya, angel investor mendambakan balik modal yang biasanya berbentuk ekuitas di perusahaan atau bagi hasil (revenue sharing).

Sementara mengutip Entrepreneur, motivasi mereka berinvestasi tak semata-mata mencari keuntungan, tetapi berdasarkan pada keinginan untuk membantu para pelaku bisnis baru. Angel investor bisa berasal dari berbagai macam profesi, seperti dokter, pengacara, pemasok, atau rekan bisnis. Berbeda dengan VC yang berdiri sebagai institusi untuk menginvestasikan uang orang lain.

Apabila mengacu regulasi di Amerika Serikat (AS), siapapun bisa menjadi angel investor selama mereka memenuhi persyaratan sebagai “investor terakreditasi” oleh Komisi Bursa Efek dari Securities and Exchange Commission (SEC), yaitu memiliki kekayaan bersih $1 juta atau lebih (tidak termasuk tempat tinggal utama) dan menghasilkan $200.000 per tahun.

Berapa modal yang dibutuhkan?

Kembali pada pertanyaan di awal, apakah bisa berinvestasi dalam jumlah uang yang kecil? Berapa jumlah yang dibutuhkan untuk menjadi angel investor? Muller mengungkap, jika mengacu rekomendasi dari yang berpengalaman, investor mengalokasikan hingga 10% dari portofolio untuk angel investment.

Memang ini tidak menjawab berapa banyak yang dibutuhkan. Jawaban termudah yang bisa diberikan adalah tergantung pada tipe dan ukuran investasi yang diincar. Jika menyontek referensi acara televisi Shark Tank, Anda bisa memulainya dengan investasi ratusan ribu dolar AS.

Sebetulnya Anda bisa saja berinvestasi dalam skala yang lebih kecil, misalnya $10.000. Meskipun demikian, Muller menggarisbawahi bahwa semakin kecil investasi, akan semakin kecil pula saham yang dimiliki (dan tentunya keuntungan). Besaran ini juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi keterlibatan investor dalam mengambil keputusan bisnis.

Ia mencontohkan, apabila keseluruhan investasi pada portofolio sebesar $100.0000, ini akan memenuhi porsi 10% seperti disebutkan di awal. Tapi, jika ingin menginvestasikan bisnis startup yang baik, ia merekomendasikan setidaknya punya $50.000artinya portofolio keseluruhan sudah bisa mendekati $500.000.

Sementara, mengutip dalam blog Pluang, data Angel Capital Association mencatat investor dengan latar belakang kewirausahaan rata-rata menaruh sebesar $39.000. Ada juga yang berinvestasi dengan rata-rata $28.000. Tidak ada jumlah spesifik, semua bergantung pada investor dan bisnis yang diincar.

Secara kolektif, angel investor global menyiapkan dana hingga $24 miliar untuk diinvestasikan ke 64.000 startup setiap tahunnya.

Plus dan minus menjadi angel investor

Pada dasarnya berinvestasi tidak semata cara untuk menikmati keuntungan. Investasi berisiko dan Anda dapat kehilangan uang yang mungkin semuanya–inipun jika perusahaan berkinerja buruk atau bangkrut. Data lain Angel Capital Association menunjukkan setidaknya 50% dari angel investor kehilangan separuh dananya.

Lagi-lagi kita juga perlu menggarisbawahi bahwa ini adalah investasi, bukan pinjaman. Salah satu alasan mengapa pelaku bisnis menyukai angel investment adalah karena ini tidak tercatat sebagai pinjaman dalam neraca keuangan mereka. Angel investor membeli sebagian dari perusahaan. Artinya, ada jalan lain apabila bisnis gagal dan Anda kehilangan uang daripada repot mengambil tindakan jika itu pinjaman yang tak mampu dibayarkan.

Sebaliknya, angel investment juga dapat berpotensi menghasilkan return yang sangat tinggi. Muller mencontohkan, investasi Peter Thiel di Facebook menjadi salah satu angel investment terpopuler. Thiel menyuntik sebesar $500.000 ke Facebook pada 2004 silam sebelum platform besutan Mark Zuckerberg tersebut go public. Andai saja Thiel tidak menjual 80% sahamnya hingga sekarang, saham Thiel bisa bernilai sebesar $10 miliar saat ini.

Nilai plus lainnya adalah Anda dapat membangun perusahaan seperti yang diinginkan. Angel investment memungkinkan untuk memperoleh kepemilikan perusahaan, yang otomatis memampukan Anda untuk terlibat dalam membuat keputusan. Namun, ini semua dengan catatan mengacu pada ukuran investasi dan kesepakatan yang Anda buat bersama pemilik bisnis.

Tak kalah penting adalah diversifikasi investasi. Menurut Muller, angel investing memberikan pilihan kepada investor untuk memperluas portofolio investasi, seperti saham, obligasi, dan exchange traded fund (ETF). Investor dapat menjadi pemilik sebagian dari perusahaan dan dapat mengantongi imbal hasil dalam bentuk laba perusahaan.

Apakah angel investment menguntungkan?

Masih mengacu pada blog Pluang, sejumlah angel investor melaporkan pengembalian lebih tinggi sepuluh kali lipat dari investasi awal usai menjual saham mereka di perusahaan.

Menurut sejumlah riset, hanya 5-10% dari angel investment yang tercatat meraup keuntungan. Rata-rata sebanyak 11% dari perusahaan yang didanai menghasilkan exit yang positif. Itupun memiliki hasil exit yang bervariasi.

Bisa disimpulkan tidak semua exit menguntungkan bagi angel investor. Semua ini kembali lagi pada riset yang dilakukan investor terkait perusahaan dan kategori bisnis yang akan didanai. Pahami dulu bisnis yang ingin didanai sebelum memutuskan melakukan investasi.

Q&A Bersama Aldi Haryopratomo: Dari CEO GoPay Sampai Jadi Investor dan Mentor Startup

Penyair Prancis Victor Hugo pernah berkata, “Orang bijak adalah dia yang tahu kapan dan bagaimana untuk berhenti.” Kutipan tersebut berlaku untuk banyak pemimpin di dunia bisnis yang memutuskan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat sedang berada di puncak—Aldi Haryopratomo adalah salah satunya. Dia mengundurkan diri dari posisi CEO-nya di GoPay, divisi fintech Gojek, pada Januari 2021, setelah memimpin selama lebih dari tiga tahun.

Alasan kepergiannya terdengar sederhana. “Kami [di GoPay] telah mengubah industri keuangan, dan saya pikir ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk bergerak dan membuat perubahan di sektor lain,” ujarnya kepada KrASIA.

Sebelum GoPay, Aldi pernah mendirikan aplikasi fintech bernama Mapan pada tahun 2009. Platform ini memungkinkan pembayaran online terjadi di berbagai lokasi fisik di Indonesia tetapi daya tariknya semakin meningkat ketika mulai menawarkan fitur social commerce yang disebut Mapan Arisan pada tahun 2015. Fitur ini pada dasarnya adalah sebuah arisan digital—bentuk informal dari simpan pinjam bergilir yang umum di Indonesia, terutama di kalangan perempuan.

Startup ini diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, bersama dengan dua startup fintech lainnya—gerbang pembayaran Kartuku dan Midtrans—untuk membentuk GoPay. Mapan masih beroperasi sebagai aplikasi terpisah dan saat ini memiliki 3 juta pengguna, sebut Aldi.

Aldi kini tengah menikmati waktu cuti bersama istri dan ketiga anaknya. “Memimpin perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tinggi bisa sangat melelahkan, dan sebagai manusia, saya perlu istirahat. Jadi saya mengambil cuti sebelum memulai usaha baru,” ujar sang mantan CEO.

Namun, istirahat tidak berarti hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan apa-apa di rumah. Sebagai orang yang sangat percaya pada hukum bimbingan dan timbal balik, Aldi sekarang membantu pengusaha lain mengembangkan bisnis mereka. Tak lama setelah meninggalkan GoPay, ia diangkat menjadi komisaris di startup akuakultur e-Fishery. Dia juga bergabung dengan dewan penasihat di perusahaan teknologi kesehatan Halodoc pada bulan Maret. Belum lama ini, Aldi berinvestasi dalam putaran pendanaan Seri A BukuWarung senilai USD 60 juta.

“Saya tidak akan bisa berada di sini tanpa orang-orang baik yang telah membantu saya, jadi saya ingin mereplikasi ini kepada pengusaha lain yang ingin memecahkan masalah yang tepat,” katanya.

KrASIA baru-baru ini berbincang dengan Aldi tentang perjalanan dan kehidupannya berwirausaha setelah mengundurkan diri dari GoPay.

Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi (paling kiri) bersama Aldi Haryopratomo (masker merah di kanan) di pusat vaksinasi Halodoc Jakarta. Dokumentasi oleh Halodoc

KrASIA (Kr): Bagaimana awal mula ketertarikan Anda dalam dunia fintech? Seperti apa proses menemukan ide membangun Mapan di tahun 2009, ketika fintech masih belum eksis di Indonesia?

Aldi Haryopratomo (AH): Mapan adalah perusahaan pertama yang saya dirikan, tetapi karir fintech saya dimulai ketika bergabung dengan Kiva pada tahun 2006. Kiva adalah platform pinjaman peer-to-peer yang memberikan pinjaman kepada bank keuangan mikro di seluruh dunia. Di Kiva, saya berperan dalam menemukan bank keuangan mikro di Asia Tenggara, jadi saya menghabiskan banyak waktu di daerah pedesaan di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja. Kursus kilat saya di industri fintech terjadi kala melakukan due diligence di lebih dari 1.000 bank untuk Kiva.

Setelah Kiva, saya sempat bekerja di Boston Consulting Group, dimana saya mengunjungi banyak daerah pedesaan di penjuru India dan Pakistan. Saya sangat tertantang untuk bisa menyelesaikan lebih banyak masalah di desa, dan merasa pinjaman saja tidak cukup, jadi saya memutuskan untuk membangun Mapan untuk terus bekerja dengan para tokoh masyarakat di desa-desa di Indonesia, mempromosikan arisan versi digital, yang juga adalah sebuah bentuk keuangan mikro.

Kr: Seperti apa cerita dibalik akuisisi Gojek atas Mapan di tahun 2018?

AH: Saya dan Nadiem Makarim [co-founder Gojek] sama-sama kuliah di Harvard Business School, dia menjalani magang di Mapan pada musim panas 2010. Nadiem sangat pandai menjual, jadi dia membantu saya menyelesaikan putaran pendanaan. Saya rasa dia mendapat ide untuk Gojek sekitar waktu itu. Kami mendirikan perusahaan masing-masing tepat setelah lulus. Kami bahkan menyewa rumah dan mengubahnya menjadi kantor bersama. Menjadi pendiri startup saat itu adalah perjalanan penuh kesepian, kami kerap berkumpul untuk berbagi rasa frustrasi setiap minggunya.

Pada November 2016, salah satu pemimpin komunitas di Mapan meminta bantuan saya karena membutuhkan penghasilan tambahan. Saya berbicara dengan Nadiem, ia pun membantu menjadikannya pengemudi Gojek. Dari situ kami berkata, “Hei, bagaimana kalau kita membuat pilot project di mana para pemimpin perempuan Mapan dapat merekrut suaminya ke Gojek.” Kami melakukan proyek pertama di Yogyakarta, dan kami melihat bagaimana keluarga yang kami rekrut dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Nadiem sangat bersemangat karena dia selalu memiliki visi besar untuk memiliki satu aplikasi untuk semua. Fintech merupakan bagian penting dari visi itu, dan dia cukup rendah hati untuk memahami bahwa dia tidak memiliki pengalaman untuk melakukannya sendiri. Mapan sudah mendapatkan lisensi P2P lending saat itu, jadi kami putuskan untuk menggabungkan keduanya.

Kr: Penyesuaian apa saya yang harus Anda lakukan selama transisi Mapan ke Gojek, sebuah divisi dengan ekosistem Gojek yang sudah memiliki jutaan pengemudi, merchant dan pengguna?

AH: Penyesuaian terbesar adalah mengintegrasikan ketiga startup, karena masing-masing perusahaan dibangun oleh pendiri yang berbeda dan memiliki kemampuan yang berbeda. Mereka juga memiliki budaya yang berbeda. Beruntung bagi kami, kami semua memiliki tim luar biasa yang sangat rendah hati dan mau belajar satu sama lain.

Perbedaan besar lainnya adalah skala dan kecepatan. Saat Anda mencoba mengubah industri dan memiliki persaingan yang ketat, Anda harus bergerak sangat cepat. Saat kami memulai GoPay, hanya ada beberapa ribu transaksi di luar layanan transportasi dan pesan-antar makanan Gojek. Kami harus mencari cara untuk menumbuhkan transaksi tersebut dengan cepat, yang berarti membuat pertaruhan dan keputusan besar, beberapa di antaranya tidak sepenuhnya kami yakini saat itu.

Kr: Apa milestone yang paling berkesan selama menjadi bagian dari GoPay?

AH: Ada tiga momen: Ketika kami memulai pada tahun 2018, kami menyadari bahwa UKM tidak dapat dengan mudah mengadopsi pembayaran digital karena mahalnya biaya mesin Electronic Data Capture. Oleh karena itu, kami percaya bahwa kontribusi kode QR sangat penting. Sementara kompetisi kami berfokus pada perangkat dan nomor telepon, kami sudah mulai beralih ke kode QR. Itu adalah hal pertama yang kami lakukan. Selama enam bulan selanjutnya, kami meningkatkan transaksi QR sebesar 1.000x dan mencapai satu juta transaksi dalam sehari pada Desember 2018.

Momen kedua adalah ketika saya bertemu dengan banyak merchant yang mengatakan bahwa Gojek dan GoPay membawa perubahan nyata dalam hidup mereka; mereka bisa membeli rumah, menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi, dan pergi haji ke Mekah. Hal itu sangat berharga bagi kami.

Lalu, setiap kali kami menutup putaran pendanaan dengan raksasa teknologi global, hal itu akan selalu berkesan, karena validasi dari investor global ini sangat penting bagi kami.

Kr: Anda bergabung dengan e-Fishery dan Halodoc setelah meninggalkan GoPay. Apa alasan dibalik keputusan ini?

AH: Saya bertemu Gibran [Huzaifah, CEO e-Fishery] lima tahun lalu ketika kami berpartisipasi di Forum Ekonomi Dunia sebagai pemimpin muda global dan pembangun muda global. Dia menghampiri saya dan mengatakan bahwa ingin membantu petani ikan di daerah pedesaan dengan membangun sistem pemberi pakan pintar yang dapat mendeteksi ikan saat lapar sehingga peternak ikan dapat memberi makan dengan lebih efisien. Saya terkesan karena itu adalah masalah yang sangat unik dan tidak banyak orang yang cukup peduli. Setiap bulan, kami berbicara tentang startupnya, dan GoVentures akhirnya berinvestasi di e-Fishery, sehingga persatuan kami menjadi lebih formal. Ketika saya meninggalkan GoPay, Gibran dan saya ingin bekerja lebih erat. Saat ini saya membantunya dengan strategi bisnis dan skalabilitas, serta strategi penggalangan dana.

Sementara itu, kilas balik Jonathan Sudharta [CEO Halodoc] dan saya—kami bertemu di sekolah menengah. Kami banyak berdiskusi tentang Halodoc dan misinya untuk membuat layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua orang. Saya juga memiliki minat dalam teknologi kesehatan. Di sekolah bisnis, saya membuat tiga rencana bisnis untuk sebuah kompetisi: startup teknologi kesehatan yang menghubungkan dokter dengan masyarakat pedesaan, perusahaan pembangkit listrik tenaga air, dan Mapan, yang memenangkan kompetisi. Gojek juga berinvestasi di Halodoc, jadi saya sudah bekerja dengan tim Halodoc untuk sementara waktu dan melihat bagaimana perusahaan itu dapat tumbuh dan mengumpulkan semua apotek berikut ribuan dokter ke dalam satu platform. Saya senang bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ini.

Sebagai komisaris, Aldi (kiri) membantu CEO eFishery, Gibran Huzaifah (di sebelahnya) untuk mengembangkan bisnis. Dokumentasi oleh eFishery

Kr: Belum lama ini Anda juga berinvestasi di BukuWarung. Apakah ini kali pertama? Sepenting itukah bekerja dengan pengusaha lain?

AH: Saya sudah berinvestasi di sepuluh startup, termasuk BukuWarung, Crewdable, Green Spot, dan Beehive Drones. Sebagai seorang wirausahawan, pengalaman dan pelajaran Anda bisa terbatas pada perusahaan yang Anda bangun. Namun, dengan menjadi mentor bagi perusahaan lain, Anda dapat melihat apakah pengalaman dan pengetahuan industri Anda dapat bekerja di sektor lain. Saya merekomendasikan agar setiap pengusaha menjadi mentor karena ada lebih banyak pelajaran sebagai mentor daripada mentee. Misalnya, Gibran mengajari saya banyak tentang budidaya ikan, dan saya belajar tentang kesehatan dari Jonathan.

Saya percaya dengan karma yang baik, dan investasi angel adalah tentang memberi kembali. Bagian tersulit dari startup tahap awal adalah menemukan pendukung awal yang percaya pada misi Anda. Investor pertama Mapan adalah Muhammad Yunus dari Grameen Bank. Sungguh menakjubkan bahwa seseorang seperti Yunus percaya pada seseorang seperti saya, dan saya pun ingin melakukan hal yang sama untuk pengusaha lain.

Kr: Lalu, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya? Apa yang ingin Anda lakukan ke depannya?

AH: Hal terpenting tentang cuti panjang adalah benar-benar cuti panjang. Saat ini, saya mempelajari banyak hal berbeda: bagaimana menjadi ayah yang lebih baik, mentor yang lebih baik, dan investor yang lebih baik. Saya berharap dengan mempelajari banyak hal berbeda, saya dapat menemukan masalah dalam industri yang membutuhkan bantuan saya. Saya berjiwa wirausaha dan suka membangun perusahaan dan mengembangkan tim, jadi saya akan terus melakukan yang terbaik dalam hal itu.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Dikembangkan Founder Asal Indonesia di AS, Typedream Hadirkan Layanan Pembuat Situs Web Tanpa Coding

Typedream adalah sebuah layanan SaaS yang memudahkan siapa saja untuk membuat situs webnya sendiri. Berkonsep “tanpa kode”, penggunaan platform ini tidak mengharuskan penggunanya paham dengan pemrograman, karena cukup mengetikkan perintah sederhana [misalnya mengetik “/button” untuk membuat tombol atau “/image” untuk membubuhkan gambar]; dan melakukan drag-and-drop dalam mengatur ukuran aset desain.

“Typedream adalah sebuah no-code website builder yang mudah digunakan seperti Squarespace atau Wix, tapi menghasilkan keluaran yang terlihat seindah Webflow […] mengembangkan sebuah situs web serasa sedang menyunting dokumen di Google Docs atau Notion” ujar Co-Founder & CEO Typedream Kevin Nicholas Chandra.

Tampilan layanan pengembangan web tanpa kode Typedream

Saat ini layanan tersebut tengah dalam persiapan untuk peluncurannya ke publik. Kendati demikian, pengguna bisa mendaftarkan diri mendapatkan tiket early access untuk mencoba berbagai fitur yang ditawarkan. Nantinya pengguna layanan premium akan dikenakan biaya $15 per bulan atau $144 per tahun.

Guna mendukung perkembangan bisnisnya, baru-baru ini Typedream membukukan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Y Combinator dan sejumlah angel investor meliputi Timothy Lee, Ben Tossell, Aadil Mamujee, serta Blaine Cook.

Investasi yang didapat akan digunakan untuk meningkatkan kapabilitas produk. Diketahui saat ini Typedream baru bisa digunakan untuk mengembangkan situs web statis seperti landing page atau laman personal, pengembangan berikutnya akan memungkinkan pengguna membuat situs yang lebih kompleks seperti e-commerce atau layanan bisnis online lainnya.

Pendiri asal Indonesia di Amerika Serikat

Selain Kevin, Typedream turut didirikan oleh empat founder lainnya, yakni Michelle Marcelline, Albert Putra Purnama, Anthony Harris Christian, dan Putri Karunia. Kelimanya berasal dari Indonesia dan dipertemukan di Amerika Serikat saat melaksanakan studinya. Mereka sudah memulai proyek bersama-sama sejak tahun 2015 dan masuk ke program akselerator Y Combinator pada tahun 2020.

Saat ini basis mereka di San Francisco, namun dengan layanan yang dikembangkan mereka berharap bisa melayani pasar global — termasuk pengguna di Indonesia.

“WordPress, Squarespace, dan Wix mengatakan bahwa mereka membantu UKM, pembuat konten, dan orang-orang membangun bisnis online, tetapi orang-orang tetap harus mempekerjakan freelance untuk membangun situs web mereka. Pada akhirnya, sebuah situs web sederhana akan menghabiskan biaya ratusan dolar,” lanjut Kevin menjelaskan isu yang ingin dipecahkan.

Turut disampaikan, nilai pasar layanan pembuat situs web ditaksirkan mencapai $12 miliar. Saat ini sekurangnya ada 64 juta situs web yang dibuat lewat layanan serupa, dan 64,1% di antaranya menggunakan WordPress.

“Dengan Typedream, kami belajar bahwa orang bersedia membayar untuk produk yang memecahkan masalah mereka dengan teknologi seminimal mungkin. Kami memulai MVP hanya dengan tiga fitur dan orang-orang sudah bersedia membayar untuk layanan berlangganan kami,” kata Kevin.

Turut kembangkan Cotter

Layanaan paswordless login yang dikembangkan Cotter

Dalam entitas bisnis yang sama, Kevin dan kawan-kawan sebelumnya juga mengembangkan Cotter. Ini adalah sebuah PaaS yang memungkinkan pengembang web menyajikan layanan login tanpa password di situs atau aplikasinya. Berbasis API, platform tersebut dapat diintegrasikan ke sejumlah layanan termasuk Typedream, Webflow, Notion, Bubble, atau situs/aplikasi yang dikembangkan sendiri, termasuk di platform Android dan iOS.

Pengalaman pengguna yang disajikan Cotter seperti ini. Di sebuah situs, mereka cukup memasukkan alamat email. Kemudian sistem akan mengirimkan sebuah tautan unik untuk membawa pengguna ke dalam aplikasi. Cara ini dinilai lebih efektif untuk meningkatkan konversi dan retensi pengguna. Selain itu, layanan siap pakai yang dihadirkan juga dinilai menghemat waktu kerja tim teknis perusahaan.

Kantongi Pendanaan Awal, Gotrade Ingin Permudah Masyarakat Berinvestasi di Saham Perusahaan Amerika Serikat

Platform investasi saham berbasis di Singapura, Gotrade, telah mengumpulkan $7 juta atau setara 101 miliar Rupiah pendanaan dalam putaran seed yang dipimpin oleh LocalGlobe. Turut terlibat Social Leverage, Picus Capital, dan Raptor Group, serta angel investor yang terkait dari petinggi GoCardless, Skyscanner, Morgan Stanley, Deutsche Bank, dan Rapyd.

Pendanaan awal ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan bisnis dan pengembangan produk lebih lanjut, termasuk fokus kepada edukasi pengguna.

“Pasar Amerika Serikat (AS) adalah salah satu penghasil kekayaan terbesar dalam sejarah, tetapi akses ke sana untuk pengguna di luar AS terbilang sulit karena banyaknya hambatan yang kerap ditemui pengguna secara global,” Founder Gotrade Rohit Mulani.

Pendanaan tersebut diterima setelah Gotrade diluncurkan dan hanya bisa digunakan melalui undangan (by invitation only), menghasilkan 20% pertumbuhan dari minggu ke minggu. Lebih dari 100 ribu  pengguna telah mendaftar dalam 13 minggu sejak aplikasi diluncurkan dan diperkenalkan melalui proses word-of-mouth dan referensi pelanggan.

“Berinvestasi di pasar saham seharusnya tidak diperuntukkan bagi mereka kalangan menengah ke atas saja. Kalangan milenial hingga gen Z yang memahami dunia digital lebih dari siapa pun memiliki kesempatan untuk berinvestasi di beberapa perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Gotrade membuka Wall Street bagi pengguna kesempatan untuk memiliki saham,” kata Co-founder GoCardless dan CEO Nested Matt Robinson.

Pengguna di Indonesia selain dengan Gotrade, juga bisa berinvestasi ke saham perusahaan AS lewat platform lokal Pluang, hanya saja baru terbatas S&P 500. Sementara beberapa aplikasi lain [dari luar negeri] yang juga cukup populer seperti eToro dan Passfolio.

Tawarkan kemudahan proses trading

Didirikan tahun 2019 lalu oleh David Grant, Norman Wanto, dan Rohit Mulani, Gotrade menawarkan pengguna global akses ke kepemilikan perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat, dengan menghilangkan batasan geografis untuk investasi, dengan tidak memungut komisi dan menghapus ukuran setoran minimum. Pengguna dari 150 negara dapat membeli saham pecahan di Dow Jones, S&P 500, dan NASDAQ mulai dari $1.

Transaksi berlangsung secara seamless dan real time, meskipun perdagangan hanya dilakukan ketika pasar AS dibuka. Semua fractional shares ditampilkan di halaman portofolio pengguna, tempat mereka dapat melacak kinerja, menambahkan perusahaan ke Wish List, dan menjual saham yang tidak ingin lagi mereka miliki. Ketika dividen pada share dibayar, secara otomatis akan masuk ke akun pengguna.

Aplikasi Gotrade dirancang khusus untuk membuat perdagangan lebih menarik dan mudah digunakan dengan menu dan layar yang diciptakan untuk pelanggan milenial dan pengguna tech savvy dari segala usia. Untuk meningkatkan keamanan pengguna, Gotrade hanya bisa digunakan dengan akun uang tunai yang didanai penuh tanpa fasilitas margin.

Tanpa membebankan biaya komisi, Gotrade mengumpulkan sedikit biaya pada pertukaran mata uang dari deposito, dan pendapatan bunga yang dihasilkan dari uang tunai. Saat ini aplikasi bisa diakses secara gratis, tapi ke depannya Gotrade berencana untuk menambahkan pilihan berlangganan berbayar premium kepada pengguna.

“Kami telah menghilangkan hambatan tersebut dengan pecahan saham, tidak ada komisi, hak kepemilikan, inactivity atau biaya dividen dan pengalaman pengguna yang intuitif. Misi kami adalah membuat investasi dapat diakses oleh siapa saja,” kata Rohit.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Kembangkan Teknologi Pembelajaran Bahasa Asing, LingoTalk Galang Pendanaan Pre-Seed

Besarnya potensi untuk mengembangkan sektor edutech banyak dimanfaatkan oleh penggiat startup untuk kemudian meluncurkan platform pembelajaran berbasis teknologi. Tak terkecuali oleh LingoTalk, yang hadir menyediakan opsi belajar bahasa asing.

Kepada DailySocial, CEO LingoTalk Andre Benito mengungkapkan, LingoTalk hadir untuk memberikan pilihan belajar bahasa asing secara personal dan efisien. Dengan demikian, bagi pengguna yang ingin menambah wawasan dan kemampuan bahasa asing mereka, bisa melihat secara langsung sejauh mana kapabilitas dan penyerapan pembelajaran selama menggunakan aplikasi tersebut.

“Mimpi besar kami adalah bisa membuat suatu kurikulum yang efisien dengan mengurangi waktu belajar dimulai dari bahasa asing. Mengedepankan teknologi, LingoTalk juga ingin mengadopsi artificial intelligence ke dalam platform,” kata Andre.

Untuk bisa mengembangkan teknologi lebih advance, saat ini LingoTalk sedang menjajaki penggalangan dana untuk tahap pre-seed. Sebelumnya mereka telah mengantongi investasi dari angel investor. Jika dana segar bisa diperoleh dalam waktu dekat, perusahaan ingin fokus kepada product development, merekrut lebih banyak tim engineer, dan mengembangkan sistem rekomendasi.

“Kami menyediakan platform pembelajaran yang akan membuat pengguna semakin nyaman dalam mengakses materi dan belajar bahasa asing di LingoTalk, karena yang menjadi kunci utama bagi kami adalah efisiensi pembelajaran dan personalisasi materi sesuai kebutuhan dengan menggunakan teknologi mutakhir,” kata Andre.

Setelah berhasil membangun LingoTalk aplikasi web di bulan Agustus 2020 lalu, kini mereka memperkenalkan aplikasi LingoTalk Mobile Learning kepada pengguna. Dengan konsep berlangganan yang rencananya akan diluncurkan Q3 tahun ini, nantinya pengguna dengan mudah bisa melanjutkan pilihan paket yang diinginkan secara langsung. Pilihan yang ditawarkan oleh Lingotalk saat ini adalah Pay Per Package.

“Dengan menawarkan konsep subscription kita juga bisa mempertahankan retention dan tentunya mempermudah proses kepada pengguna. Saat ini perjanjian yang kami tawarkan dengan para tutor freelance dan in-house adalah negosiasi dari awal rate mereka,” kata Andre.

Teknologi AI dan kolaborasi

Saat ini LingoTalk menyediakan layanan pembelajaran 10 bahasa internasional berbasis one-on-one, kelas intens, dan kurikulum bahasa yang terpersonalisasi. Mereka telah memiliki lebih dari 10000 pengguna aktif di seluruh Indonesia dengan spesifikasi berbagai usia mulai dari anak, remaja, hingga dewasa.

Meskipun saat ini sudah ada beberapa platform digital yang menawarkan pembelajaran bahasa asing di Indonesia, LingoTalk mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan platform serupa lainnya. Salah satunya adalah menerapkan teknologi artificial intelligence ke dalam platform.

Sejak awal LingoTalk dibangun dengan mengembangkan aset yang ada, namun fokus perusahaan ke depannya adalah mengembangkan teknologi. LingoTalk juga ingin memberikan rekomendasi yang lebih personal dan relevan kepada pengguna.

“Kita akan terus mengikuti perkembangan teknologi, awalnya memang masih memanfaatkan tutor, namun kedepannya jika sudah memiliki satu juta pengguna, kami bisa mengembangkan teknologi yang relevan. Misalnya dengan memanfaatkan AI coach, dan bisa lebih fokus kepada spesifik rekomendasi di setiap bahasa yang kami tawarkan,” kata Andre.

Saat ini LingoTalk telah menjalin kolaborasi dengan platform terkait seperti Kiddo. Salah satu potensi yang tengah dikembangkan oleh LingoTalk adalah dengan menawarkan pembelajaran bahasa asing untuk anak.

“Untuk target pengguna saat ini kita cukup beragam. Mulai dari mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri hingga profesional muda. Namun ke depannya segmentasi untuk anak akan kami kembangkan memanfaatkan tren FOMO (fear of missing out) di kalangan orang tua,” kata Andre.

Application Information Will Show Up Here

Finantier Dapatkan Pendanaan Awal Dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures, Fokus Perluas Akses “Open Finance”

Startup pengembang platform open finance Finantier mengumumkan telah menutup pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures. Tidak disebutkan spesifik nominal yang berhasil dibukukan, disampaikan dana 7-digit yang didapat melebihi target perusahaan dan diperoleh pada valuasi post-money 20x dibanding saat pre-seed di bulan November 2020 lalu.

Beberapa investor baru di putaran ini meliputi Future Shape, Partech Partners, Saison Capital, dan GMO VenturePartners. Sementara investor terdahulu seperti AC Ventures, Y Combinator, Genesia Ventures, Two Culture Capital, dan sejumlah angel investor turut berpartisipasi di putaran teranyar ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan dan memperbesar penawaran produk, melakukan ekspansi di Indonesia dan sekitarnya, serta menggandakan jumlah karyawan. Disampaikan sejak awal tahun, perusahaan telah menambah timnya menjadi 50 karyawan dan memperbanyak klien serta kemitraan hingga lebih dari 50% per bulannya. Mereka juga telah bekerja sama dengan lebih dari 150 perusahaan dan memberikan akses ke beragam set data.

Selain itu, Finantier merekrut Co-Founder & CEO Truelayer Francesco Simoneschi untuk bergabung dalam jajaran kelompok penasihatnya.

Potensi open finance

Produk open finance yang ditawarkan Finantier berbentuk infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Contohnya produk “Finantier Score“, yakni platform credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Open finance adalah perpanjangan dari open banking, memungkinkan pertukaran data finansial nonperbankan termasuk kredit dan hipotek secara aman. Selain itu open finance juga memfasilitasi pertukaran terbuka data konsumen sehingga perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sekaligus menciptakan layanan yang lebih dipersonalisasi,” jelas Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Tingginya persentase masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dinilai menghadirkan kesempatan baik bagi pemain open finance. Berbeda dengan open banking yang memfokuskan layanan yang terpusat di sekitar rekening bank, cakupan open finance lebih luas dan tidak terbatas di institusi keuangan berbasis bank.

“Finantier memudahkan akses ke layanan keuangan bagi jutaan orang yang tidak memiliki rekening bank, mulai dari warung-warung pinggir jalan (UKM), hingga pekerja gig economy, memperoleh keuntungan dari jejak data digital mereka. Dengan adanya akses ke layanan keuangan, kami dapat membantu mereka dan orang yang mereka cintai untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” imbuh Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Data Bank Indonesia mengatakan ada sekitar 90 juta orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki akses produk perbankan.

“Meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia sangatlah penting mengingat banyaknya orang yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Dengan akses yang lebih baik ke layanan keuangan, mereka bisa hidup dengan lebih baik dan dapat ikut meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Kami punya harapan untuk Finantier sejak awal dan yakin bahwa mereka berperan penting dalam mewujudkan harapan tersebut dengan menghubungkan mereka yang tidak memiliki akses keuangan ke fintech dan institusi keuangan di berbagai negara,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Open finance di Indonesia

Layanan open finance di Indonesia cukup berkembang, hal ini ditengarai maraknya pemain fintech dan penerimaan masyarakat luas terhadap produk yang dihadirkan. Dengan bentuk yang berbeda, selain Finantier ada beberapa pemain lain yang juga menjajakan platform serupa. Misalnya Ayoconnecet untuk API bill-payment, Brankas untuk API BaaS, Instamoney untuk API remitansi, dan sebagainya.

Dari sisi pengembang, jelas ini menyajikan kemudahan yang sangat berarti. Dan yang terpenting adalah makna “open” dari istilah yang digunakan, menandakan adanya keterbukaan –dalam kaitannya dengan pengelolaan data– yang bisa menjadikan ekosistem keuangan digital tersebut jauh lebih sehat. Berbagai inisiatif serupa nyatanya juga terus digencarkan para pemain fintech di Indonesia, misalnya yang diinisiasi AFPI untuk membangun pusat data bersama.

Arip Tirta: Teknologi Bisa Mengubah Orang dan Bisnis Secara Cepat dan Signifikan

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Silicon Valley menjadi ‘surga’nya industri startup dan Arip Tirta sempat menjajal kawasan ini selama hampir 7 tahun, menganalisis pasar untuk perusahaan pasar modal terkemuka yang berbasis di AS yang memberikan pinjaman kepada perusahaan teknologi, ilmu hayati, dan teknologi berkelanjutan.

Pada tahun 2011 ia memutuskan untuk pulang dan membangun usahanya sendiri. Ia memulai debut di bidang properti bersama UrbanIndo, sebuah layanan online yang membantu penggunanya untuk memasarkan, menjual, dan membeli properti di Indonesia. Setelah diakuisisi oleh startup proptech lain 99.co, Arip melanjutkan berjalanan bisnisnya di sektor akomodasi, Bobobox. Selain membangun usaha, dia juga aktif berinvestasi di startup, termasuk terlibat langsung dalam operasional perusahaan di beberapa startup.

Saat ini, Arip sedang fokus pada Evermos, sosial commerce pertama yang memberdayakan Usaha Kecil Menengah dan individu, dengan menghubungkan pemilik merek ke pengecer hingga konsumen akhir melalui platform. Ia memiliki semangat yang luar biasa dalam mengembangkan ekosistem UKM, juga berperan menjadi bagian dari komisaris BRI Ventures untuk membantu membangun ekosistem VC di Indonesia.

Selain pengalamannya di Silicon Valley, Arip Tirta memiliki spesialisasi di bidang modal ventura, pinjaman ventura, perusahaan ekuitas, start-up, wirausahawan, manajemen keuangan, dan model bisnis. Tim DailySocial berkesempatan untuk berdiskusi mengenai bisnis dan ekspektasi masa depan industri teknologi Indonesia.

Kapan pertama kali Anda menyadari ketertarikan pada industri teknologi?

Saya memiliki latar belakang pendidikan di bidang komputasi ilmiah. Sebuah ilmu kombinasi dari matematika terapan, statistik, dan ilmu komputer. Selama di kampus, saya selalu bermimpi untuk masuk ke Wall Street dan menjadi seorang trader. Namun, hidup tak selalu berjalan sesuai rencana. Di tahun terakhir kuliah saya, saya mendapat kesempatan wawancara dengan salah satu perusahaan modal ventura & ekuitas swasta yang berbasis di Palo Alto. Saat itu, sudut pandang saya tentang industri teknologi masih terbatas, namun, akhirnya saya diterima karena kemampuan teknis.

Perjalanan awal saya di industri teknologi adalah menjadi analis untuk perusahaan pasar modal terkemuka yang berbasis di AS yang memberikan pinjaman kepada perusahaan teknologi, ilmu hayati, dan teknologi berkelanjutan. Selama beberapa tahun pertama, saya adalah generalis sampai pada akhirnya memutuskan untuk fokus pada industri teknologi di tahun ketiga. Saat itu, semuanya mulai terasa lebih menarik. Selama hampir 7 tahun menganalisis pasar di Silicon Valley, saya memutuskan untuk pulang serta mengaplikasikan apa yang sudah saya pelajari di sana.

Pertemuan tahunan Hercules Capital tahun 2008

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di Silicon Valley, apa yang meyakinkan Anda untuk meninggalkan kawasan itu dan pulang ke Indonesia?

Jika ada satu hal yang saya pelajari di Silicon Valley, teknologi dapat mengubah orang dan bisnis secara cepat dan signifikan. Contohnya, dalam hal pemasaran. Pada era ketika internet sangat eksklusif, orang harus mengeluarkan banyak uang untuk iklan. Saat ini, pilihan semakin banyak, banyak hal yang bisa dilakukan bahkan dengan keterbatasan finansial. Teknologi mengubah cara kerja pemasaran dan hal ini akan terus berkembang.

Pada tahun 2010, Indonesia mengalami era ledakan internet yang pertama, salah satu momen bersejarah adalah akuisisi Koprol oleh Yahoo! Saya menyaksikan pertumbuhan perusahaan teknologi Indonesia dari jauh dan cukup terkesan. Dengan beberapa pertimbangan serius, saya akhirnya mengambil keputusan besar dan meninggalkan Silicon Valley untuk berkontribusi dalam kapasitas saya dengan pengalaman saya ke pasar Indonesia.

Bagaimana pengalaman pertama Anda dalam membangun startup?

Ketika kita ingin memulai sesuatu, tidak yang namanya perfect timing. Beberapa bulan sebelum berangkat ke kampung halaman, saya sudah mengerjakan beberapa ide dan rencana bisnis, salah satunya adalah industri real estate.

Penampakan Indonesia di tahun 2010 adalah seperti wild wild west dimana infrastruktur dasar sangat terbatas. Oleh karena itu, kami [penggiat teknologi] secara kolektif berusaha mengembangkan fondasinya. Saya melakukannya di sektor properti, lalu yang lain juga melakukannya di berbagai sektor. Pada saat yang sama, kita pun perlu mengedukasi pasar. Dalam kasus ini, pasar tidak hanya mewakili pengguna akhir tetapi juga pemerintah, termasuk keluarga alias masyarakat.

Ketika menginjakkan kaki kembali di tanah air, saya sadar bahwa tidak seharusnya membandingkan kultur kerja di sini dengan yang ada di Silicon Valley. Oleh karena itu, semua saya lakukan tanpa ekspektasi tinggi, yang penting bisa berjalan lancar. Kami mendirikan UrbanIndo pada tahun 2011, layanan online yang membantu pengguna memasarkan, menjual, dan membeli properti di Indonesia.

Kegiatan akhir tahun UrbanIndo tahun 2014

Pertama, saya melihat dunia properti Indonesia kekurangan data pasar dan memutuskan untuk melakukan disrupsi agar lebih banyak orang dapat memiliki lebih banyak wawasan di sektor ini. UrbanIndo dibangun untuk menjadi situs properti terbaik di Indonesia dengan mendefinisikan ulang cara pandang masyarakat Indonesia terhadap properti. Dengan demikian, seluruh masyarakat Indonesia dapat mengambil keputusan terbaik terkait investasi properti. Kami fokus pada wawasan pasar, perubahan harga, proyeksi, undervalued property yang tersedia, dan sebagainya.

Kami melakukan segalanya dalam kapasitas kami untuk membangun platform ini, didukung oleh Gree Ventures, IMJ Fenox, East Ventures, dan angel investor terkemuka. Sebuah masa yang menyenangkan selama hampir 7 tahun membangun bisnis sampai pada akhir tahun 2017, kami akhirnya memutuskan untuk menerima unsolicited offer dari startup pencarian properti Singapura 99.co.

Diketahui aktif sebagai angel investor, Anda juga salah satu Co-Founder Bobobox serta secara langsung berkontribusi dalam operasionalnya sebagai Managing Director selama hampir satu tahun. Bagaimana Anda mengelola waktu dan kepentingan?

Ketika di UrbanIndo, saya juga menjalankan angel investing. Ada beberapa sektor yang rentan disrupsi. Dengan bobobox, saya terlibat sejak awal. Saya melihat industri travel sedang dalam puncak kejayaan. Banyak orang bepergian, sekedar untuk konten atau dengan harapan mendapat ketenangan pikiran. Lalu kami menemukan bahwa akomodasi yang memakan banyak biaya menjadi masalah besar di segmen ini. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memaksimalkan ruang sehingga menghasilkan penawaran harga yang hemat biaya.

Bobobox didirikan pada tahun 2018, solusi akomodasi baru, muda, ramping, gesit, dan cerdas untuk semua orang. Bobobox menjadi akomodasi alternatif bagi para pelancong milenial dan smart traveler yang ingin mencoba sesuatu yang baru dan berbeda. Platform ini dibangun untuk merevolusi kebiasaan tidur dan membantu orang tidur lebih baik dan menyajikan pengalaman lebih banyak melalui teknologi.

Angel Investing di Indonesia semakin populer karena banyak pendiri startup telah exit dan individu dengan kekayaan berlimpah yang semakin tertarik untuk berinvestasi langsung di startup. Berbeda halnya dengan Silicon Valley, karena di sana sudah terjadi siklus penuh dari pendirian startup hingga exit. Sementara di Indonesia, tahun ini bisa terjadi full cycle ketika unicorn/decacorn nasional berhasil exit di bursa luar negeri.

Sebagai social commerce, Evermos fokus untuk memberdayakan UMKM dan individu pada platformnya, secara khusus brand-brand Muslim. Mengapa anda memutuskan menggunakan pendekatan seperti ini?

Kilas balik ke Silicon Valley, dulu saya sempat berpikir untuk memulai usaha di ranah e-commerce. Di setiap daerah, sektor yang biasanya lebih dulu take off adalah e-commerce, juga yang pertama menjadi unicorn. Namun, ketika saya melihat situasi di Indonesia saat itu, sudah ada beberapa pemain papan atas dan jika harus menambahkan, tidak akan ada perbedaan yang signifikan dalam hal value proposition.

Melaju ke 2018, saya melihat ada banyak pain points di industri ritel. Ada banyak perantara yang dibutuhkan untuk menyelesaikan siklus dari pemilik merek hingga pengguna akhir. Dan saya berpikir, bagaimana mendisrupsi pasar ritel ini? Bertahun-tahun telah berlalu sejak e-commerce berkembang di seluruh Indonesia, tetapi persentase pembelian online masih terhitung tidak cukup besar. Ada beberapa alasan, salah satunya adalah manusia sebagai makhluk sosial dan budaya.

Saat itu, perdagangan sosial belum menjadi sesuatu. Bahkan, kami juga berusaha membawa dampak positif e-commerce ke pasar yang lebih besar. Didirikan pada November 2018, Evermos menjadi social commerce pertama yang memberdayakan Usaha Kecil Menengah dan individu, dengan menghubungkan pemilik merek ke pengecer hingga konsumen akhir melalui platform kami.

Kami ingin menciptakan ekonomi dan kesejahteraan yang inklusif dengan memberikan akses, kesempatan, dan pelatihan bagi individu dan UKM untuk lebih mandiri secara finansial.

Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, oleh karena itu, kami memutuskan menjadi platform yang berbasis syariah. Namun, ini tidak eksklusif dan terbuka untuk semua jenis pedagang terlepas dari basis syariah tersebut. Pendekatan ini semata-mata demi membuat platform lebih inklusif.

Saya memutuskan fokus dengan UKM karena industri ini telah menyumbang 60% dari PDB kita dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja domestik. Belum dihitung dengan pekerja unskilled. Evermos dianggap mengambil jalan yang sulit, jauh lebih mudah menjangkau merek global dengan pola pikir yang berkembang dan teknologi yang canggih. Namun, kami mempertanyakan diri sendiri, dampak seperti apa yang ingin diberikan, apakah itu menghasilkan keuntungan jangka pendek atau keuntungan jangka panjang. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk fokus pada merek lokal yang dapat memberikan dampak bagi perekonomian bangsa.

Kami percaya sekelompok orang atau UKM yang bekerja sama dengan platform dan insentif yang tepat, dapat mencapai sesuatu yang substansial. Itulah mengapa kami menaruh kepercayaan pada social commerce, karena ini adalah ekonomi kerakyatan, di mana kami dapat menjadi jembatan bagi UKM di tahap awal. Dengan Evermos, mereka dapat fokus pada produksi untuk menciptakan harga yang kompetitif dengan pemain global. Saluran penjualan kami tersebar di seluruh Indonesia, sehingga merek lokal otomatis akan memiliki jangkauan nasional. Inilah yang menjadi proposisi nilai kami.

Ketakutan terbesar saya dari sisi startup teknologi atau UKM adalah negara kita menjadi konsumen tunggal. Kita harus bisa membangun nilai, bukan menjadi pedagang tunggal. Perekonomian Indonesia harus memiliki dampak positif, itu adalah bagian penting dari bangsa ini.

Perjalanan pitching pertama Evermos di 2018

Anda telah mengarungi sektor properti, akomodasi, lalu social commerce. Apa yang menjadi tantangan terbesar atau pelajaran berharga dari semua pengalaman tersebut?

Setiap industri memiliki masalah yang berbeda. Sebenarnya, ada beberapa masalah serupa yang harus kita waspadai dan tingkatkan secara kolektif. Di Indonesia, beberapa startup biasanya mengalami kesulitan dalam monetisasi. Kesalahan kami sebelumnya adalah memikirkan pangsa pasar dan menjadi yang terdepan lebih dulu, lalu memikirkan tentang monetisasi. Strategi ini telah terbukti di banyak negara. Nyatanya, Indonesia adalah bangsa yang unik, banyak orang berpendapat solusi internet seharusnya gratis. Strategi seperti ini mungkin berhasil di negara lain tetapi di Indonesia adalah sebuah peruntungan.

Kedua, sumber daya manusia. Hingga saat ini, Indonesia masih mengalami krisis karena kurangnya pekerja di lapisan tengah. Dari sisi suplai, talenta masih cukup langka, terutama yang berlatar belakang teknologi. Saya pikir kedua masalah ini terjadi di hampir semua sektor.

Berpengalaman sebagai venture capitalist serta venture builder, bagaimana Anda melihat iklim investasi di Indonesia serta proyeksi pertumbuhan industri teknologi Indonesia beberapa tahun terakhir?

Seperti yang saya katakan sebelumnya, Indonesia belum pernah menciptakan satu siklus penuh dalam hal investasi ventura. Mulai dari investasi hingga panen. Tahun ini akan menjadi tahun validasi bagi unicorn/decacorn yang sudah memiliki rencana IPO. Semoga exit tersebut juga bisa menjembatani startup lain untuk kegiatan M&A. Indonesia sudah menjadi pasar yang sangat menarik, ini adalah cara kita untuk memicu lebih banyak kisah sukses yang berdampak pada seluruh ekosistem.

Di era pandemi, banyak orang mencari modal, sementara VC semakin selektif dengan investasinya. Melalui dua perspective, bagaimana menurut Anda sebuah bisnis layak mendapat investasi serta apa value utama yang dicari investor dari sebuah bisnis/seorang founder?

Pandemi ini adalah sebuah anomali dan yang menjadi reaksi pertama adalah menunggu dan mengamati. Seiring berjalannya waktu, investor semakin beradaptasi dan menyesuaikan dengan kondisi saat ini, melihat beberapa perusahaan dapat melewatinya dengan pertumbuhan yang sehat. Lagipula, ada sejumlah uang yang harus dikucurkan ke perusahaan. Ketika masa menunggu dan mengamati berlalu, para investor mulai masuk secara selektif.

Saat ini, banyak startup yang juga sedang menggalang dana, dan situasinya diharapkan semakin membaik. Mengenai penilaian VC, itu sangat tergantung pada pasar dan pengalaman pribadi. Ada kalanya pertumbuhan menjadi hal yang mendasar,  dewasa ini, bukan lagi perihal pertumbuhan dengan cara apapun, tetapi pertumbuhan yang sehat.

Sebagai salah satu komisaris di BRI Ventures, saya pribadi memiliki dua hal. Pertama, perusahaan ingin membangun ekosistem VC di Indonesia. Karena banyak VC membangun kantor di negara ini, uangnya tidak tinggal di sini. Hal ini adalah tentang bagaimana membuat VC dan uangnya bisa tinggal untuk membangun ekosistem. Kedua, BRI sebagai bank yang fokus pada UKM sangat selaras dengan passion saya terhadap UKM.

Para direktur dan komisaris BRI Ventures di 2020

Sebagai salah seorang yang layak disebut seasoned entrepreneur, apa hal yang dapat Anda sampaikan untuk para penggiat teknologi yang saat ini sedang berjuang membangun bisnis di era pandemi?

Untuk membuat startup teknologi, diperlukan pola pikir tertentu serta tidak menunggu waktu yang tepat. Selalu pikirkan jalan keluar terbaik dari situasi apa pun. Bagaimana kita bisa membuat kartu yang jelek bisa bekerja. Faktanya, ketika kita memutuskan untuk membangun usaha, tantangan adalah sesuatu yang sudah diantisipasi. Jika Anda harus menunggu waktu yang tepat, bagaimana Anda bisa menghadapi lebih banyak tantangan di depan.

Saya pribadi suka tangan saya kotor, itulah mengapa saya selalu terlibat di level operasional. Namun, saya mengerti bahwa inilah saatnya bagi kaum muda untuk berkembang. Saat ini saya sedang memfokuskan energi saya untuk membimbing dan sudah waktunya untuk menyerahkan tongkat estafet ini. Kita hidup di masa yang sangat menyenangkan. Sekitar 400 tahun yang lalu, hampir tidak mungkin menciptakan dampak besar dalam waktu sesingkat itu. Teknologi menciptakan kesempatan yang sama dan menarik kesenjangan lebih dekat bagi orang-orang untuk menciptakan dampak yang besar.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

BukuWarung Bags 855 Billion Rupiah Series A Funding, Aldi Haryopratomo Participated as Angel Investor

BukuWarung today (10/6) announced series A funding worth of $60 million or equivalent to 855.3 billion Rupiah. With oversubscribed status, this round was led by Valar Ventures and Goodwater Capital. The company said this funding is the largest series A ever obtained by a startup in a related field.

In addition, Golden Gate Ventures and Blue Fund are reportedly involved in this round. Also participated some angel investors, including Aldi Haryopratomo, Victor Jacobsson, and several others. Currently, BukuWarung has successfully collected over $80 million from its investors.

In early February, BukuWarung has announced funding from Rocketship.vc. The round is said being participated by several retail companies in Indonesia and angel investors. This is a follow on funding from the pre-series A fundraising the company has secured in mid-2020, with Quona Capital as the lead investor.

According to our sources, BukuWarung’s valuation has reached $200 million. The investors involved in BukuWarung’s funding include Y Combinator, East Ventures, AC Ventures, Soma Capital, Sampoerna, HOF Capital, GMO Venture Partner, Venture Souq, Tanglin Venture Partners, DST Global, and angel investors from technology company leaders such as Grab, Gojek, Uber, Airbnb, Modalku, Xendit, etc.

This round was announced shortly after its rival BukuKas received an investment worth of $50 million. It was led by Sequoia Capital India, with a number of well-known angel investors, including Gokul Rajaram and Taavet Hinrikus, co-founders of TransferWise.

Both applications provide similar services, financial management for MSMEs. It includes financial records, financial reports, and debt collection features. In the future, both BukuWarung and BukuKas will also transform into integrated fintech services, enabling MSME players and their customers to access various financial products online.

Currently, the main focus lies in tier-2 and 3 cities, with the quite large unbanked population in the region. Based on the statistics, BukuWarung has gathered 6.5 million merchants in 750 cities.

In order to support its services, BukuWarung has launched the Tokoko application, a platform that allows merchants to open their online stores independently. Users can list their products, manage orders, accept payments, track deliveries, and talk to customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuWarung Dapatkan Pendanaan Seri A 855 Miliar Rupiah, Aldi Haryopratomo Terlibat sebagai Angel Investor

BukuWarung hari ini (10/6) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $60 juta atau setara 855,3 miliar Rupiah. Dengan kondisi oversubscribed, putaran ini dipimpin Valar Ventures dan Goodwater Capital. Perolehan ini juga diklaim oleh perusahaan sebagai seri A terbesar yang pernah didapat oleh startup di bidang terkait.

Selain itu Golden Gate Ventures dan Blue Fund dikabarkan juga terlibat dalam putaran ini. Termasuk didukung angel investor seperti Aldi Haryopratomo, Victor Jacobsson, dan beberapa lainnya. Adapun total dana yang berhasil dibukukan BukuWarung dari para investornya ditaksirkan telah mencapai lebih dari $80 juta.

Pada awal Februari, BukuWarung juga mengumumkan pendanaan dari Rocketship.vc. Dikatakan dalam putaran tersebut turut melibatkan beberapa perusahaan ritel di Indonesia dan angel investor. Ini melanjutkan dari penggalangan pra-seri A yang telah dibukukan perusahaan sejak pertengahan 2020 lalu, kala itu Quona Capital sebagai investor yang memimpin.

Menurut sumber yang kami dapat valuasi BukuWarung telah mencapai $200 juta. Adapun investor yang terlibat dalam pendanaan BukuWarung termasuk Y Combinator, East Ventures, AC Ventures, Soma Capital, Sampoerna, HOF Capital, GMO Venture Partner, Venture Souq, Tanglin Venture Partners, DST Global, dan sejumlah angel investor dari pimpinan perusahaan teknologi seperti Grab, Gojek, Uber, Airbnb, Modalku, Xendit, dll.

Perolehan ini diumumkan tidak lama setelah rivalnya BukuKas juga mendapatkan suntikan dana dari investor senilai $50 juta. Putaran tersebut dipimpin oleh Sequoia Capital India, juga diikuti oleh sejumlah angel investor tersohor, seperti Gokul Rajaram dan Taavet Hinrikus, salah satu pendiri TransferWise.

Kedua aplikasi menyajikan layanan yang nyaris sama, yakni pengelolaan finansial untuk pelaku UMKM. Di dalamnya termasuk pencatatan keuangan, laporan keuangan, dan fitur penagihan utang. Ke depan, baik BukuWarung dan BukuKas juga akan bertransformasi menjadi layanan fintech terintegrasi, memungkinkan pelaku UMKM dan pelanggannya mengakses berbagai produk finansial secara daring.

Saat ini fokus utama mereka pengguna di kota tier-2 dan 3, dengan populasi unbankable yang masih cukup besar di wilayah tersebut. Dari statistik yang diberikan, BukuWarung telah menggaet 6,5 juta merchant di 750 kota.

Untuk menunjang layanannya, BukuWarung juga telah meluncurkan aplikasi Tokoko, sebuah platform yang memungkinkan pedagang bisa membuka toko daring mereka secara mandiri. Pengguna bisa mencantumkan daftar produknya, mengelola pesanan, menerima pembayaran, melacak pengantaran barang, dan berbicara dengan pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Penyedia Solusi Supply Chain GrosirOne Targetkan Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah

Salah satu startup penyedia solusi supply chain, GrosirOne, sedang mengincar pendanaan seri A senilai $7 s/d $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Perusahaan menargetkan sekitar dua atau tiga pendana institusi untuk masuk dalam putaran ini. Hasil putaran pendanaan ini akan digunakan untuk menambah distribution center di dalam dan luar Pulau Jawa serta memperkuat kerja sama dengan mitra.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Erben Noerman, Jordy Jonatan, dan Felix Boenawan, GrosirOne mengawali bisnis dengan menawarkan solusi bagi distributor yang mengalami gangguan cash flow karena keterlambatan pembayaran dari pemain UMKM. Platform ini dibuat sebagai jembatan bagi para supplier, distributor, dan retailer serta menawarkan manfaat finansial melalui partner bank atau p2p lending untuk pinjaman produktif.

Pada awalnya, perusahaan fokus pada industri FMCG karena latar belakang dan pengalaman co-founder dan tim akuisisi di industri tersebut. Namun timnya terus melakukan eksplorasi ke berbagai industri lainnya yang seperti produk daging, udang dan sebagainya. Dalam waktu kurang lebih 2 tahun, GrosirOne telah bekerja sama dengan 107 principal, 54 distributor, 5900 motorist dan tercatat telah memiliki lebih dari 35 ribu outlet di seluruh Jawa.

“Agar dapat terus melakukan channeling untuk pendanaan, maka kami telah bermitra dengan Bank dan juga Institusi Keuangan Non-Bank seperti perusahaan fintech lending. Sejak tahun 2020 kami telah bermitra dengan Investree, Batumbu, KreditPro, dan Bank Jawa Barat. Di tahun 2021 ini kami telah bekerja sama dengan Danamart, Akseleran, Dompet Kilat, Modalku dan Bank Rakyat Indonesia melalui Mastercard”, ungkap Erben.

Selama masa pandemi, perusahaan melihat banyak sekali pelaku UMKM baik di level distributor hingga retailer yang mengalami kesulitan dari segi keuangan bahkan hingga ada beberapa yang menutup usahanya. Di masa seperti ini GrosirOne diuji sebagai platform solusi untuk dapat membantu para pelaku UMKM tetap bertahan bahkan berkembang selama masa pandemi.

Erben menambahkan bahwa sejauh ini perkembangan GrosirOne dapat dibilang telah melebihi dari target yang telah di tentukan sehingga yakin untuk memulai fund raising seri A. Tahun 2021 sampai awal bulan Mei 2021 saat ini Gross Transaction Value (GTV) telah mencapai 770 Miliar Rupiah dengan pertumbuhan yang sangat tinggi semenjak Desember 2020 yaitu sebanyak 152%.

Target ke depan

GrosirOne mengawali perjalanan pendanaan dari pengenalan oleh salah satu co-founder dengan Alexander Rusli, Co-founder Digi Asia Bios. Ia mengambil peran sebagai angel investor sekaligus advisor perusahaan hingga saat ini.

Ketika disinggung mengenai fokusnya menargetkan pendana institusi, GrosirOne mengaku sebagai perusahaan startup membutuhkan dukungan dengan kredibilitas yang solid  yang nantinya akan menjadi benchmark atas valuasi dan pendanaan perusahaan.

Terkait rencana ke depan, perusahaan masih mendengarkan dan memproses feedback yang didapat dari para pengguna untuk kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan bisnis dan pengembangan layanan dan platform GrosirOne.

“Tahap selanjutnya kami akan berfokus kepada pengembangan yang menuju arah otomatisasi dari segi pengumpulan data pengguna, sehingga memudahkan proses onboarding para Principal, Distributor, Retailer, maupun Motorist ke dalam Platform GrosirOne,” ujar Felix.

Dari sisi geografis, saat ini GrosirOne sudah menjangkau seluruh bagian pulau Jawa, sebagian wilayah Indonesia Tengah dan Timur seperti Gorontalo, Kupang, Maluku dan Ternate. “Kami berencana untuk segera memperluas wilayah jangkauan ke skala nasional, serta memperdalam sentuhan ke rantai bawah supply chain yaitu para retailer dan motoris.”

Beberapa startup yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Advotics dan Ula.

Application Information Will Show Up Here