Adobe Pamerkan Smooth Operator, Fitur Cropping Otomatis untuk Video Vertikal

Suka atau tidak, video vertikal sudah menjadi tren. Buktinya bisa kita lihat dari peluncuran platform IGTV bulan Juni lalu. Kemudian, YouTube juga telah memperbarui tampilan web-nya agar bisa beradaptasi dengan beragam aspect ratio, termasuk tentu saja video vertikal.

Buat kreator konten yang tertarik memublikasikan karyanya di IGTV, mereka pada dasarnya punya tiga opsi: 1) membuat video yang benar-benar baru dengan orientasi vertikal, 2) mengunggah video lamanya (dengan aspect ratio 16:9 standar) tapi harus tabah melihat blok hitam besar di bagian atas dan bawah video ketika disajikan dalam format vertikal, atau 3) mengedit videonya secara manual agar benar-benar optimal dalam format vertikal.

Dari ketiga opsi tersebut, opsi kedua jelas yang paling tidak ideal. Opsi pertama jauh lebih rasional, tapi ini berarti konten lama mereka tidak bisa mendulang view di IGTV. Opsi ketiga bisa menjadi solusi atas masalah ini, akan tetapi proses penyuntingannya cukup menyulitkan dan butuh waktu.

Kabar baiknya, Adobe tengah menggodok fitur bernama “Smooth Operator” yang bisa mengatasi dilema video vertikal ini. Fitur ini masih dikategorikan prototipe, akan tetapi Adobe tidak segan mendemonstrasikan kebolehannya di konferensi Adobe MAX baru-baru ini.

Adobe Project Smooth Operator

Smooth Operator pada dasarnya merupakan fitur cropping video yang mengandalkan kecerdasan AI Adobe Sensei. Dalam implementasinya, Sensei memerhatikan sejumlah faktor yang dinilai sebagai bagian penting dari suatu video.

Selanjutnya, area yang di-crop akan berpindah-pindah dengan sendirinya mengikuti pergerakan bagian yang dinilai penting itu tadi, yang sering kali merupakan subjek video. Subjek videonya pun tidak harus satu, Sensei dengan pandai dapat memutuskan kapan harus mengarahkan area yang di-crop ke subjek A dan kapan ke subjek B.

Adobe sejauh ini belum punya rencana untuk merealisasikan fitur ini pada produknya. Andai jadi, Smooth Operator jelas bakal sangat ideal disematkan pada aplikasi Premiere Rush CC yang bisa dibilang mobile-oriented.

Untuk lebih jelasnya mengenai Smooth Operator, Anda bisa tonton sendiri demonstrasinya pada video di bawah ini.

Sumber: Engadget dan Adobe.

Mungkinkah Startup Fintech, Edtech, dan AI Jadi Unicorn Selanjutnya

Setelah GO-JEK, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak, siapa yang akan menjadi startup unicorn selanjutnya? Mungkinkah ada gebrakan dari sektor baru seperti fintech, edutech, bahkan artificial intelligence untuk menempati urutan kelima? Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini memang baru bisa dijawab dengan beragam asumsi, berdasarkan iklim investasi di tiap lanskap investasi.

Tahun 2017 hingga sekarang banyak yang mengatakan sebagai tahunnya fintech di Indonesia. Memang, hal tersebut dibuktikan langsung dengan lahirnya banyak sekali pemain di industri, termasuk terciptanya regulasi baru yang secara khusus mengatur operasional fintech. Namun riuhnya industri apakah berbanding lurus dengan kepercayaan diri para pemain untuk menjadi unicorn selanjutnya.

Di sela-sela pagelaran Nexticorn 2018 di Bali, DailySocial menemui salah satu local investor yang fokus di fintech, yakni Eddi Danusaputro, Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia (MCI). Kami menanyakan seberapa percaya diri startup fintech di Indonesia untuk menjadi unicorn berikutnya. Eddi mantap memberikan jawaban optimis.

“Sangat optimis (startup fintech) bisa menjadi unicorn selanjutnya. Kita bisa melihat banyak startup fintech di Indonesia yang sudah mencapai Seri B, bahkan beberapa sudah Seri C. Fintech akan terus tumbuh karena secara proses bisnis menjadi enabler untuk banyak sektor, misalnya menjadi payment gateway atau sistem pembayaran,” terang Eddi.

Di tahun 2017 MCI menyiapkan dana mencapai 500 miliar Rupiah untuk diinvestasikan ke startup fintech. Kendati demikian Eddi menyampaikan tidak ada target khusus dari sisi nominal untuk penggelontoran investasi, yang jelas mereka menargetkan tiap tahun akan menginvestasi 3 – 4 startup baru. Tahun ini MCI sudah berinvestasi di Koinworks (Seri A) dan Investree (Seri B).

CEO & Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia
CEO & Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia

Melihat dari sisi regulasi, hampir setiap pemain fintech yang kami temui mengatakan “fintech is extremely regulated“. Di Indonesia, para startup diatur langsung operasionalnya oleh OJK dan Bank Indonesia. Sementara OJK sudah cukup banyak memberikan izin untuk startup berjenis p2p lending beroperasi, BI cukup alot dalam mengeluarkan perizinan startup berjenis e-money/e-wallet.

“Pemerintah cukup konservatif dalam meregulasi fintech, tapi itu sangat bisa dimaklumi. Karena pada akhirnya regulasi itu juga untuk melindungi konsumen dan membangun kepercayaan masyarakat untuk layanan fintech itu sendiri,” ungkap Eddy.

Bagaimana dengan edtech?

Kemenkominfo mengurasi beberapa startup yang dinilai potensial untuk mendapatkan pendanaan lanjut menuju unicorn. Selain fintech, ada kategori lain seperti SaaS, artificial intelligence, healthtech, dan edtech. Edtech menjadi yang menarik, karena tidak banyak startup yang bisa bertahan dan bertumbuh di lanskap ini. Pasalnya pendidikan secara online sendiri belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.

HarukaEdu menjadi salah satu startup edtech yang direkomendasikan dalam Nexticorn. Kami menemui Novistiar Rustandi, Co-Founder & CEO HarukaEdu, untuk menanyakan pendapatnya soal menjadi unicorn selanjutnya. Ia memaparkan bahwa model bisnis akan menjadi kunci untuk melahirkan valuasi tinggi untuk startup edtech. Ia mencontohkan keberhasilan salah satu startup luar bernama 2U.com.

“Di luar negeri ada 2U.com, itu juga menjadi benchmark produk baru kami Pintaria. Platform ini menghadirkan layanan blended-learning, semacam kuliah online. Dulu 2U.com mencapai valuasi $1 miliar saat mereka hanya memiliki 12 ribu pengguna. Per tahun 2018 ini penggunanya sudah mencapai 32 ribu, valuasi pun meningkat senilai $4,8 miliar. Di edtech, akuisisinya sekali, tapi pelanggan akan bayar selama 4 tahun,” jelas Novistiar.

Pintaria menjadi produk terbaru HarukaEdu dengan konsep live long learning portal. Novistiar menceritakan pengembangan produk ini didasarkan pada kebutuhan generasi masa kini untuk terus belajar. Banyak pekerjaan lama yang sudah mulai dikikis dengan otomasi, mengharuskan setiap pekerja harus selalu memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.

Cara kerja Pintaria dimulai dengan memberikan perspektif kompetensi industri yang bisa dipilih sesuai ketertarikan pengguna. Selanjutnya pengguna akan dihubungkan dengan lembaga yang menyediakan pengajaran secara online. Saat ini sudah bekerja sama dengan beberapa kampus, sehingga dipastikan sertifikat yang didapat diakui legal.

Co-Founder & CEO HarukaEdu
Co-Founder & CEO HarukaEdu

“Banyak pekerjaan lama mulai hilang, misalnya penjaga pintu tol atau kasir. Sementara banyak pekerjaan baru muncul, misalnya data scientist atau AI trainer. Revolusi industri 4.0 memang memberikan tantangan sendiri, tapi dengan memiliki prinsip harus selalu belajar, kita bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Itu menjadi potensi bisnis yang coba diakomodasi HarukaEdu,” terang Novistiar.

Menutup perbincangan, tahun ini HarukaEdu juga dalam proses penyelesaian proses pendanaan tahap baru untuk akselerasi bisnis.

Artificial intelligence sebagai pendorong revolusi

Digitalisasi besar-besaran yang akan terjadi dalam revolusi industri 4.0 konon akan banyak didorong oleh artificial intelligence (AI) dan internet of things (IoT). Artinya terbuka peluang yang cukup signifikan untuk startup yang bergerak di bidang tersebut untuk menjadi pemimpin bisnis digital ke depannya. Demi mendapatkan perspektif, kami menemui juga Co-Founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Disrupsi ekonomi yang melibatkan AI mulai banyak terasa, bahkan nilainya bisa menjadi sangat besar. Irzan mengungkapkan, salah satu penelitian menyebutkan ekonomi yang dihasilkan dari AI di Asia Tenggara saja sudah mencapai $400 miliar. Hal ini disebabkan kebutuhan dari industri itu sendiri, untuk menghadirkan teknologi yang lebih advanced.

Co-Founder & CEO Kata.ai
Co-Founder & CEO Kata.ai

“Ada kebutuhan untuk membuat teknologi semakin personalized dan advanced. Dari sini jelas, masa depan startup AI akan sangat diminati. AI juga dikatakan menghadirkan disrupsi di berbagai jenis pekerjaan, namun juga menghadirkan ekonomi baru dan memberikan efisiensi kepada industri dalam menjalankan proses bisnisnya,” ujar Irzan.

Kata.ai memang dikenal sebagai startup yang menyasar segmentasi B2B. Melalui produk berbasis chatbot, mereka mendampingi banyak perusahaan menghadirkan otomasi, khususnya untuk pelayanan pelanggan. Lalu berkaitan dengan kepercayaan diri startup AI untuk menjadi unicorn, Irzan mengatakan peluangnya sangat besar.

“Untuk fundraising, setiap startup pastinya membutuhkan. Kami sendiri akan banyak update nanti di Desember, termasuk produk-produk baru. Misi kami jelas, mendampingi bisnis memiliki fitur kecerdasan, dengan menghadirkan akses ke AI engine,” sambung Irzan.

LG Demonstrasikan Keunggulan 55B8, TV OLED 4K HDR yang Kaya Fitur dan ‘Terjangkau’

Kiprah LG memproduksi televisi OLED dimulai di 2010, dan dalam waktu hanya beberapa tahun, perusahaan asal Korea Selatan itu diakui para pemain di industri eletronik sebagai pionir. Terjaminnya mutu produk mereka mendorong sejumlah brand lain memutuskan untuk menggunakan panel OLED buatan LG, di antaranya Panasonic, Sony, Toshiba, Philips dan Loewe.

Sudah menjadi karakteristik perangkat teknologi untuk menjadi terjangkau seiring berjalannya waktu. Hal ini juga berlaku pada OLED. Dahulu, kita harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk bisa memiliki TV berpanel organic light-emitting diode. Tapi pelan-pelan, harganya mulai menurun. Dan lewat acara pers hari Rabu kemarin, LG mendemonstrasikan kecanggihan produk OLED ‘entry-level‘ andalan mereka, 55B8.

LG 55B8 adalah televisi OLED pintar beresolusi 4K yang dibekali integrasi Google dan kecerdasan buatan ThinQ. Sang produsen meramunya untuk jadi solusi hiburan all-in-one di ruang keluarga, menjanjikan gambar berkualitas, sistem audio mumpuni tanpa mengharuskan kita memasang speaker eksternal, serta proses pengoperasian yang intuitif berbasis gesture (via remote) serta perintah suara.

 

‘Picture quality’

Begitu banyaknya istilah seperti 4K, UHD, LED, OLED, dan HDR memang membingungkan bagi konsumen awam. Sederhananya, OLED ialah teknologi panel high-end saat ini. Tidak seperti panel LCD dengan backlight LED yang digunakan oleh TV generasi tahun 2000-an, tiap pixel di televisi OLED mampu mengatur tingkat kecerahan secara mandiri tanpa perlu mengandalkan pencahayaan latar.

LG 55B8 5

Ketiadaan backlight atau pencahayaan latar memastikan panel OLED dapat  mereproduksi gambar lebih presisi, menyuguhkan rasio kontras tinggi, dan menghasilkan warna-warni memukau serta dramatis. Kapabiltas tersebut sangat berkaitan dengan kemampuan panel menyajikan warna hitam pekat berkat absennya backlight – yang OLED hanya perlu lakukan ialah ‘menonaktifkan’ pixel.

LG 55B8 3

LG 55B8 adalah televisi 55-inci beresolusi 3840x2160p, dan merupakan varian TV OLED paling ekonomis. Ia siap mendukung beragam format HDR, dari mulai HLG, HDR10, Advanved HDR oleh Technicolor serta Dolby Vision. Kompatibilitas tinggi ini sulit ditemukan di produk lain. Menjelaskan HDR secara tertulis tidaklah mudah, namun bayangkan saja, kehadirannya memungkinkan layar menjaga detail di gambar dengan tingkat kontras tinggi, baik pada area gelap maupun terang.

LG 55B8 10

Ada dua fitur pelengkap menarik yang dimiliki oleh televisi OLED ini. Pertama adalah upscale 4K yang bertugas untuk meningkatkan kualitas gambar via metode upscaling ke UHD, walaupun sumber film belum berformat 4K. Dan kedua ada HDR effect. Ketika dinyalakan, konten-konten tanpa dukungan high-dynamic range dapat dinikmati dengan visual ala HDR, sehingga warna-warninya lebih dramatis.

LG 55B8 7

Televisi OLED LG 55B8 juga ditopang teknologi high refresh rate, mampu menjalankan konten hingga 120 gambar per detik. Julius selaku product marketing LG Electronics menjelaskan pada saya bahwa sistem ini bekerja dengan menyisipkan satu frame hitam di tiap gambar yang dihasilkan panel, sehingga gerakan tampil lebih mulus. LG 55B8 sendiri kabarnya mempunyai refresh rate ‘sejati’ di 100Hz.

 

Desain

Berkat penggunaan teknologi OLED, LG 55B8 mampu mengusung desain yang begitu minimalis. Bingkainya sangat ramping, namun aspek yang paling menakjubkan ialah ketika Anda melihat TV dari samping dan menyaksikan betapa tipisnya bagian panel 55B8. Hal ini tercapai berkat tidak adanya kebutuhan terhadap backlight. Di bagian bawahnya, produsen mencantumkan modul berisi unit prosesor, sistem audio serta sejumlah konektivitas fisik.

LG 55B8 8

Pendekatan desain yang simpel dan elegan tersebut membuat LG 55B8 dapat serasi dengan berbagai tipe interior rumah.

LG 55B8 9

 

Sistem audio

Untuk menangani audio, televisi OLED anyar ini dilengkapi oleh sistem speaker 2.2 dengan kekuatan output 20W serta ditunjang teknologi Dolby Atmos. Dolby Atmos mampu ‘mensimulasikan’ efek suara surround atau tiga dimensi tanpa memerlukan setup speaker eksternal. Anda akan tahu dari mana arah datangnya suara raungan monster atau bunyi baling-baling helikopter yang melintas di atas kepala. Sistem tersebut mendukungan hingga 128 sumber suara berbeda.

LG 55B8 2

 

Kecerdasan buatan

LG berkolaborasi bersama Google untuk mengintegrasikan AI ThinQ dan Google Assistant ke dalam 55B8. Berbekal suara, Anda bisa mengatur segala macam setting, menyuruhnya mengaktifkan fungsi unik, serta melakukan pencarian mengenai hal yang ingin Anda ketahui. Kecerdasan buatan mempersilakan kita mengatur volume ke tingkat yang diinginkan hingga menyuruh televisi untuk mati secara otomatis setelah film selesai.

LG 55B8 4

Google Assistant memang baru bisa bekerja optimal jika layanan ini sudah tersedia resmi di Indonesia. Dengannya, Anda dapat mencari tahu tentang segala hal: aktor pemeran tokoh utama di film favorit Anda, informasi cuaca hari ini, sampai posisi gerai kopi favorit terdekat (karena film yang sedang ditonton mungkin membuat Anda ngantuk). Product marketing supervisor Gloria Mariawaty menyampaikan bahwa dukungan Google Assistant di 55B8 menandai kesiapan LG menyongsong masa depan.

 

Harga dan ketersediaan

Berdasarkan keterangan LG Electronics, televisi OLED 4K 55B8 telah mulai dipasarkan di Indonesia sejak bulan September 2018, didistribusikan baik ke pasar modern serta channel tradisional. Produk dijajakan di kisaran harga Rp 25 juta. LG juga menyediakan tiga model TV OLED lagi, dengan versi paling high-end mencapai harga Rp 120 juta.

Grab Secures Investment from Microsoft, Create Synergy to Develop Smart Technology

Microsoft announces an investment to Grab with an undisclosed value. It opens up partnership opportunities for both companies, particularly to maximize Azure platform to Grab’s business system. Both are said to collaborate in the technology project development involving big data and artificial intelligence.

Grab and Microsoft will explore the image recognition technology with computer vision to improve the app experience. The implementation works as users can take a picture of their current location, and the application will automatically translate into the pick-up address.

Previously, Grab was reportedly targeting up to $3 billion investment this year. The latest news, Softbank’s existing investors agreed to make an additional investment of $500 million. They also had raised a $2 billion investment led by Toyota, including from Microsoft’s Co-Founder, Paul Allen.

The use of funding will be to realize Grab’s ambition as “super app”, not only for transportation service but also to optimize the ecosystem in many areas. Some innovations being mentioned are the food delivery service, e-money optimization, microlending, and more lifestyle features.

In Microsoft’s perspective, this investment was to improve its platform penetration for the major technology business in Southeast Asia. To date, Microsoft’s biggest competitor in the cloud computing platform is Amazon Web Services (AWS). In the ride-hailing sector, AWS has made a strategic partnership with Didi Chuxing for the latest technology exploration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab Peroleh Investasi dari Microsoft, Jalin Sinergi Pengembangan Teknologi Pintar

Microsoft mengumumkan investasinya kepada Grab dengan nilai transaksi yang tidak disebutkan. Investasi ini membuka peluang kerja sama antar dua perusahaan, khususnya memaksimalkan platform Azure ke sistem bisnis Grab. Keduanya disebut akan berkolaborasi dalam pengembangan proyek teknologi dengan big data dan artificial intelligence.

Grab dan Microsoft akan mengeksplorasi teknologi pengenalan gambar dengan computer vision untuk meningkatkan pengalaman penggunaan aplikasi. Implementasinya, pengguna dapat memfoto lokasi di mana dia berada, lalu aplikasi secara otomatis akan menerjemahkan menjadi alamat untuk pick-up.

Sebelumnya Grab memang dikabarkan tengah menargetkan pengumpulan investasi hingga $3 miliar untuk tahun ini. Kabar terbaru, existing investor Softbank sepakat memberikan dana tambahan sekitar $500 juta. Sebelumnya mereka juga telah mengumpulkan investasi $2 miliar yang dipimpin Toyota, termasuk dari Co-founder Microsoft Paul Allen.

Kebutuhan pendanaan tersebut untuk merealisasikan ambisi Grab sebagai “super app“, tidak hanya melayani jasa transportasi, namun akan mengoptimalkan ekosistem aplikasi untuk berbagai hal. Beberapa yang sudah diungkapkan adalah untuk layanan pengiriman makanan, optimasi uang elektronik, pinjaman mikro, dan berbagai kebutuhan gaya hidup lainnya.

Dari sisi Microsoft, investasi ini dilakukan untuk meningkatkan penetrasi platformnya untuk bisnis teknologi besar di Asia Tenggara. Sejauh ini, lawan terberat Microsoft untuk platform komputasi awan adalah Amazon Web Services (AWS). Untuk sektor ride hailing, AWS telah menjalin kerja sama khusus dengan Didi Chuxing untuk eksplorasi teknologi terbaru.

Application Information Will Show Up Here

Pengembang NLP Bahasa Indonesia Prosa.ai Dapatkan Investasi dari Kaskus

Hari ini (08/10), Kaskus secara resmi mengumumkan investasinya ke Prosa.ai, pengembang platform Natural Language Processors (NLP) untuk Bahasa Indonesia. Tidak disampaikan terkait detail pendanaan yang diberikan. Sejauh ini produk Prosa.ai fokus pada layanan Text & Speech-based Processing Tools yang dibuat kustom sesuai dengan kebutuhan kliennya.

Dalam sambutannya, CEO Kaskus, Edi Taslim menyampaikan bahwa perusahaan melihat Prosa.ai memiliki potensi dan kompetensi yang besar melalui layanannya. Prosa.ai dinilai sebagai perusahaan perangkat lunak pertama yang berhasil menghadirkan NLP komprehensif untuk Bahasa Indonesia. Dalam waktu dekat, Kaskus akan mengaplikasikan layanan Prosa.ai guna menyaring berita hoax maupun negatif di forum, sehingga dapat menghadirkan konten yang lebih positif kepada Kaskuser.

“Kami sangat senang bisa menjadi salah satu partner awal dalam pengembangan Prosa.ai melalui investasi ini. Kami harap investasi ini bisa membantu pengembangan Prosa.ai ke depannya,” ujar Edi.

Prosa.ai diinisiasi pada awal tahun 2018, dipimpin oleh Ayu Purwarianti sebagai NLP Chief Scientist. Produk yang dikembangkan memiliki misi untuk meniru kemampuan manusia dalam menganalisis sebuah teks dan percakapan.

Dalam implementasinya Prosa.ai memiliki dua produk utama. Pertama adalah Prosa Text (nama produk untuk rekognisi teks), menyediakan jasa dalam bentuk API dan juga customized application. Beberapa di antaranya adalah identifikasi berita hoax, hate speech, ekstraksi opini, klasifikasi jenis dokumen, ekstraksi informasi khusus, tools dasar NLP, dan lain-lain.

Sementara Prosa Speech (nama produk untuk rekognisi suara), memungkinkan mesin untuk mengenali ucapan dalam Bahasa Indonesia, mensintesis ucapan, mengenali identitas pengucap, dan mengenali maksud serta emosi dari ucapan. Hal ini memungkinkan mesin untuk menerima masukan dan keluaran dalam bentuk ucapan, seperti pada voice-commands, voice-id biometrics, atau sistem media monitoring.

“Kami sangat senang dan bangga mendapatkan dukungan dari Kaskus untuk semakin mengembangkan layanan Prosa.ai. Dengan memiliki SDM lokal yang kompeten, kami yakin dapat menghadirkan teknologi NLP terdepan yang dapat memberikan solusi terhadap kebutuhan klien dan partner,” sambut CEO Prosa.ai, Teguh Budiarto.

Kebun Indoor dengan Tenaga Kerja Robot Sebagai Solusi Atas Menurunnya Jumlah Pekerja Bidang Agrikultur

Bicara soal pemanfaatan teknologi di industri agrikultur, yang kita ingat mungkin hanya sebatas bertambah banyaknya drone komersial yang dirancang khusus untuk membantu para petani dan pemilik kebun. Namun siapa yang menyangka pembahasan ini sebenarnya bisa berlanjut ke bidang automasi alias tenaga kerja robot.

Visi tersebut tengah diwujudkan oleh sebuah startup asal Amerika bernama Iron Ox. Terus menurunnya jumlah tenaga kerja bidang agrikultur di AS memaksa mereka untuk bereksperimen dengan bidang robotik demi merealisasikan kebun otomatis yang bisa beroperasi sendiri tanpa bantuan tangan manusia.

Meski belum sepenuhnya berhasil, upaya mereka sudah mulai kelihatan hasilnya. Mereka baru saja membuka kebun hidroponik indoor di kota San Carlos. Luas fasilitas itu memang cuma sekitar 750 m², akan tetapi kapasitas produksinya bisa mencapai 26.000 bonggol sayur per tahun, setara kebun outdoor yang luasnya lima kali lebih besar.

Iron Ox automated farm

Dua jenis robot yang diperkerjakan di antaranya adalah robot besar yang bertugas memindah bak demi bak berisi tanaman, serta robot yang bertugas untuk memindah bonggol demi bonggol sayur ke bak yang baru sesuai dengan usia perkembangannya.

Agar robot-robot tersebut bisa saling membantu satu sama lain, dibutuhkan software yang mengatur semuanya. Iron Ox mengembangkannya sendiri dan menjulukinya “The Brain”. Beberapa tugasnya antara lain adalah memonitor kadar nitrogen, suhu, serta lokasi tiap-tiap robot.

Hampir semua pekerjaan di kebun Iron Ox ini ditangani oleh robot. Untuk sekarang, yang belum adalah tahap pembibitan dan pengolahan hasil panen. Ke depannya, Iron Ox berharap tahap-tahap ini juga bisa diautomasi dengan robot.

Iron Ox automated farm

Hasil panen dari kebun Iron Ox juga belum dijual selagi mereka masih bernegosiasi dengan restoran dan pedagang setempat. Puluhan ribu bonggol selada yang dihasilkan untuk sementara baru disimpan di gudang makanan setempat, sekaligus dijadikan santapan di kantin karyawan Iron Ox sendiri.

Apa yang dilakukan Iron Ox ini sejatinya bisa menjadi contoh bahwa tidak selamanya robot atau AI harus menjadi momok buat tenaga kerja manusia. Permintaan akan sayuran terus naik, sedangkan jumlah pekerjanya turun; peran automasi dan robot di sini tidak lain dari membantu mengatasi masalah.

Di samping itu, Iron Ox juga ingin mempersingkat waktu perjalanan sayuran dari kebun ke konsumen, sehingga yang mereka dapat adalah sayuran yang lebih segar. Berhubung yang diperkerjakan adalah robot, Iron Ox pun tidak harus memusingkan masalah standar gaji kawasan perkotaan yang lebih tinggi daripada daerah pinggiran.

Sumber: MIT Technology Review.

Lippo Group and ObEN Setup Pacific Blockchain Research Institute

Aiming to support the research activities, development, and proliferation of blockchain technology in Southeast Asia, Lippo Group and ObEN Inc. announced a partnership by introducing Pacific Blockchain Research Institute (PBRI).

As a technology company focused on artificial intelligence (AI), ObEN has developed a platform called Personal AI (PAI), in the form of 3D Avatar intelligent, which capable to imitate customer’s voice, activity, and habit. ObEN technology allows users to create, use, and control PAI safely with the decentralized platform.

Focus on research and trial

Through this collaboration, PBRI will focus on institutional research involving the government and other players in related industries with the final goal to implement blockchain and accelerate its adoption. The institution will also build its own cryptocurrency exchange to promote PAI Coin usage.

The activity, initiated by Lippo Group and ObEN will later involve the University of Indonesia (UI) and Pelita Harapan University (UPH).

“Lippo Group sees blockchain as a relevant technology to be implemented in many of their business areas and operations, therefore, we support the blockchain technology development,” Mochtar Riady, Lippo Group’s Chairman, added.

Furthermore, Lippo and ObEN will conduct trials for PBRI to present research, technology, and regulation advice in which can influence the other industries. The strategic partnership is also claimed to accelerate ObEN technology development targeting potential users and all regional partners by prioritizing the report of Personal AI’s trial in blockchain technology.

“Currently, Southeast Asia has become the center of blockchain technology development, and we foresee the blockchain will later be integrated with government, social apps, and commercials. The institutions can be the bridge to the industry players, such as ObEN and Lippo,” Adam Zheng, ObEN’s COO and Co-Founder, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Lippo Group dan ObEN Dirikan Pacific Blockchain Research Institute

Bertujuan untuk mendukung kegiatan penelitian, pengembangan dan proliferasi teknologi blockchain di Asia Tenggara, Lippo Group dan ObEN Inc, mengumumkan kemitraannya dengan mendirikan Pacific Blockchain Research Institute (PBRI).

Sebagai perusahaan teknologi yang selama ini fokus kepada artificial intelligence (AI), ObEN telah mengembangkan platform bernama Personal AI (PAI), berupa intelligent 3D avatar, yang bisa menirukan suara, aktivitas dan kebiasaan dari pengguna. Teknologi ObEN memungkinkan pengguna untuk menciptakan, menggunakan dan mengontrol PAI secara aman dengan desentralisasi platform.

Fokus ke penelitian dan uji coba

Melalui kerja sama ini, PBRI akan fokus pada penelitian institusi yang melibatkan pemerintah dan para pemain di industri terkait dengan tujuan akhir mengimplementasikan blockchain dan mengakselerasi adopsi blockchain. Institut juga akan membangun cryptocurrency exchange sendiri yang akan mempromosikan penggunaan PAI Coin.

Kegiatan yang diinisiasi Lippo Group dan ObEN tersebut nantinya juga akan melibatkan Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Pelita Harapan (UPH).

“Lippo Group melihat teknologi blockchain sangat relevan untuk diterapkan dalam berbagai area dan operasional bisnis kami, untuk itu kami mendukung pengembangan teknologi blockchain,” kata Chairman Lippo Group Mochtar Riady.

Selanjutnya Lippo dan ObEN akan melakukan percobaan agar PBRI bisa menghadirkan penelitian, teknologi, dan rekomendasi kebijakan yang bisa berpengaruh kepada berbagai industri. Kemitraan strategis ini juga diklaim ObEN bisa mempercepat pengembangan teknologi ObEN yang menyasar pengguna potensial dan semua mitra regional, dengan mengedepankan penelitian uji coba Personal AI dalam teknologi blockchain.

“Saat ini Asia Tenggara telah menjadi pusat dalam kegiatan pengembangan teknologi blockchain, dan kita melihat nantinya blockchain bisa terintegrasi dengan pemerintahan, aplikasi sosial dan komersial. Institusi tersebut bisa menjadi penghubung dengan pemain di industri, seperti ObEN dan Lippo,” kata COO and co-founder ObEN Adam Zheng.

Fujifilm Kembangkan AI yang Bisa Mempelajari Selera Fotografi Anda

Bagian yang mungkin paling kurang menyenangkan dari aktivitas fotografi adalah menyimpan baik-baik serta mengelola foto-foto yang Anda miliki. Semakin banyak jumlahnya, maka prosesnya juga kian sulit dan memakan waktu. Para produsen smartphone menyadari hal ini, dan menawar-kan berbagai cara untuk menyederhanakannya. Beberapa brand bahkan memanfaatkan AI.

Kecerdasan buatan juga menginspirasi perusahaan produk imaging asal Jepang, Fujifilm. Belum lama ini, mereka memperkenalkan dua teknologi berbasis AI, yaitu Personalized Select dan Personalized Layout. Keduanya disiapkan untuk memudahkan kita memilih dan merapikan foto dengan cara mempelajari minat serta karakteristik sang pengguna, dan semuanya diimplementasikan secara otomatis.

“Meningkatnya penggunaan smartphone dalam beberapa tahun terakhir ini mendorong kenaikan aktivitas fotografi,” kata Fuji. “Dan dalam keadaan seperti ini, kami mulai mendengar keinginan para pengguna untuk menciptakan album dari foto-foto yang telah mereka ambil. Namun kendalanya, menentukan layout dan memilah-milih hasil jepretan bisa jadi sangat merepotkan dan menghabiskan waktu.”

Lalu apa itu Personalized Select dan Personalized Layout?

Personalized Select merupakan sistem pintar yang akan menganalisis serta memilih hasil foto terbaik sesuai kebiasaan seseorang. Ia mampu mengkalkulasi aspek-aspek penting dalam foto, misalnya fokus dan warna, kemudian mengombinasikannya bersama preferensi pribadi Anda buat memilih hasil terbaik ‘secara subjektif’. Menurut Fuji, biasanya sistem AI menentukan kualitas foto secara objektif.

Personalized Layout juga sama-sama menggunakan kecerdasan buatan, tapi kali ini disiapkan untuk membantu Anda menciptakan buku/album foto secara otomatis dan personal. Setiap orang dijamin akan mendapatkan layout berbeda yang betul-betul mereka sukai. Menariknya, sistem tersebut memerlukan input dari banyak pengguna. Semakin banyak, ia jadi kian pintar dalam menciptakan layout.

Dengan mengombinasikan kedua teknologi ini, Fujifilm berharap mereka dapat menghasilkan produk-produk terkait fotografi dalam waktu singkat, berpedoman dari foto-foto user yang diambil serta tersimpan di smartphone. Sebagai satu contohnya, jika pengguna punya banyak gambar pemandangan yang diambil saat ia berlibur, maka album tersebut akan didominasi oleh foto-foto traveling.

Penasaran melihat bagaimana dua sistem itu bekerja? Fujifilm punya rencana untuk memamerkan teknologi ini di ajang Photokina 2018 di Cologne pada tanggal 26 sampai 29 September 2018. Di sana, mungkin sang produsen akan menjelaskan lebih lanjut bagaimana cara mereka menyajikan Personalized Select dan Layout ke konsumen, serta menginformasikan kapan mereka hadir ke tangan konsumen.

Sumber: Fujifilm.