Bukalapak dan Bank Mandiri Tambah Deretan Upaya Pemberdayaan Warung untuk Agen Keuangan

Strategi menggaet warung kelontong sebagai agen layanan keuangan semakin dilirik, baik korporasi maupun startup. Setelah BRI dan Grab, tahun ini Bukalapak berkolaborasi dengan Bank Mandiri untuk merealisasikan rencana tersebut.

Sebagaimana dikutip Reuters beberapa waktu lalu, Bukalapak dan Mandiri berupaya mendorong segmen micro retailer dengan meningkatkan peran warung melalui agen layanan keuangan tanpa kantor. Keduanya tengah melakukan pengembangan model kerja sama untuk kolaborasi ini.

Dengan memanfaatkannya sebagai agen keuangan, keberadaan warung dapat membantu masyarakat yang tidak memiliki smartphone untuk mengakses layanan keuangan, terutama layanan dasar seperti pembukaan rekening.

Dihubungi DailySocial, Bukalapak tidak merinci bagaimana rencana pengembangan agen layanan keuangan dengan Mandiri selanjutnya. Namun, Director of Payment, Fintech and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana memastikan bahwa kerja sama ini dapat memberdayakan Warung Mitra Bukalapak dan memanfaatkan QRIS (Quick Response Indonesian Standard) untuk transaksi pembayaran.

Pihaknya berharap Warung Mitra Bukalapak dapat menjadi ‘agen perubahan’ untuk membuka jalan menuju inklusivitas keuangan. Hal ini karena warung mendominasi sebanyak 65%-70% transaksi ritel di Indonesia. Artinya, keberadaan warung diharapkan tak hanya mendorong kemakmuran perekonomian, tetapi juga membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi.

“Kerja sama ini untuk meningkatkan akses terhadap layanan keuangan, terutama yang belum punya akses ke perbankan, yaitu underbanked dan unbanked. Pemanfaatan QRIS menjadikan Mandiri sebagai bank dengan jaringan ATM terbesar di Indonesia,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Victor berujar bahwa saat ini Warung Mitra Bukalapak sudah bisa mengakses layanan Kirim Uang. Fitur ini memungkinkan pemilik warung untuk membantu masyarakat mengirim uang.

Adapun, sejak awal 2020, Bukalapak sudah meluncurkan beberapa fitur lainnya untuk Warung Mitra Bukalapak, yaitu Bayar Tempo, top up e- money, dan Jutawan untuk memberikan nilai tambah bagi pendapatan dan kapabilitas.  Hingga Juli 2020, terdapat sebesar 5,5 juta Warung Mitra Bukalapak yang tersebar di 189 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

DailySocial sudah menghubungi pihak Mandiri terkait hal ini, tetapi belum ada respons lebih lanjut.

Akses keuangan terhadap unbanked

Masuknya Bukalapak dan Mandiri, menambah deretan kemitraan dan layanan serupa yang dilakukan Grab dan BRI. Dalam hal ini, BRI melalui BRILink dan Grab Indonesia melalui GrabKios memanfaatkan QRIS untuk sistem pembayaran.

Hingga Juni 2020, terdapat 429 ribu nasabah yang menjadi agen BRILink, 13 ribu di antaranya sudah menggunakan sistem QRIS. Sementara GrabKios yang hadir sejak 2014, telah mengantongi lebih dari 2,8 juta mitra dengan jaringan yang tersebar di 505 kota dan kabupaten di Indonesia.

Ini menandakan bagaimana industri keuangan dan digital melihat warung sebagai touch point yang tepat untuk menjangkau masyarakat unbanked dan underbanked.

Selain warung, sektor perbankan juga semakin agresif menggandeng startup untuk memperluas akses layanan keuangan dalam beberapa tahun terakhir dengan menjadikannya sebagai front-end platfrom. Vertikal bisnis platform yang dibidik beragam, mulai dari ride hailing, marketplace, hingga P2P lending.

BRI, misalnya, sudah menggandeng Grab, Tokopedia, dan Traveloka untuk membuka akses keuangan, seperti pembukaan rekening dan online lending. Bahkan baru-baru ini, BRI membuka channel khusus untuk pembukaan rekening yang sepenuhnya dilakukan berbasis digital, termasuk proses KYC.

Tak hanya itu, industri keuangan juga sedang mengantisipasi rencana besar sejumlah bank untuk merealisasikan bank digital dengan entitas dan branding baru. Apapun kolaborasi dan produknya, inovasi perbankan dan startup ingin mendukung pemerataan akses keuangan.

Laporan Google, Temasek, Bain & Company pada Oktober 2019 mencatat ada sebanyak 92 juta masyarakat Indonesia masuk ke dalam segmen unbanked (50,83%), diikuti dengan segmen banked sebanyak 42 juta jiwa (23,20%), dan segmen underbanked 47 juta (25,97%)

Application Information Will Show Up Here

Amar Bank Introduces Personal Financial Management App Senyumku

Amar Bank launches a personal financial management app, Senyumku. This app uses Google’s recent cloud solution launched last week.

Senyumku is designed to provide an easy and secure saving experience, by providing personalized information, therefore, it acts as a reminder or personal financial advisor for each customer.

“[…] What distinguishes Senyumku from other digital banks is the intelligence-based AI in managing information in order to encourage customers to increase their savings,” Amar Bank’s President Director, Vishal Tulsian said in an official statement on Wednesday (1/7).

As a financial management application, this app has features include recording and managing customer financial information, in the form of cash, electronic money, and balances in bank accounts. Customers can input income and expenditure information manually with complete information on category and transaction.

Other supporting features include budgeting, fast loans, online accounts, automatic bills, and credit scores to get loans.

“Senyumku will come in a full version with sophisticated AI technology to enhance the features of financial advisors, and to enable customers to be able to access all banking transaction activities.”

Currently, Senyumku is available in the Lite version on Google Play. In order to become a customer, simply register by entering your name, email address, and mobile number.

To date, Senyumku only accessible for personal financial management to record income and expenditure from various sources of funds and investment deposits. In order to add another bank account and e-wallet, it acts as information in personal financial management. It’s unlike integrating directly with the institution.

Another bank-based financial management application that is quite successful in Indonesia is Jenius. Currently, Jenius has developed many features since it was first launched in 2016. The latest feature is Moneytory to assists customers manage cash flow and is recorded automatically from the main debit card.

Google Cloud Assistance

Regarding cloud service, Tulsian explained that Google Cloud offers solutions that support the company’s IT infrastructure as a digital bank. Since Google Cloud’s regional launch in Jakarta, the company has used its technology for various business cases, such as product and feature launches, Big Data architecture, AI and Analytics, and others.

The company’s collaboration with Google Cloud is supported by FIS Cloud and Infofabrica which enables the company to utilize data analytics and machine learning to deliver personalized customer experiences faster.

The company utilizes Google Cloud solutions, starting from the Kubernetes cluster solution with the Google Kubernetes Engine (GKE) which allows the company to manage and scale up services more easily and cost effectively. Next, Google Data Analytics and AI are the keys to providing a better customer experience.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Amar Bank Perkenalkan Aplikasi Pengatur Keuangan Pribadi “Senyumku”

Amar Bank memperkenalkan aplikasi pengatur keuangan pribadi Senyumku. Aplikasi ini memanfaatkan solusi cloud milik Google yang baru diluncurkan pekan lalu.

Senyumku didesain untuk memberikan pengalaman menabung yang mudah dan aman, dengan memberikan informasi yang dipersonalisasi sehingga bertindak sebagai pengingat atau penasihat keuangan pribadi bagi setiap nasabah.

“[..] Yang membedakan Senyumku dengan bank digital lainnya adalah dukungan AI yang menggunakan kecerdasan dalam pengelolaan informasi sehingga dapat mendorong nasabah untuk meningkatkan tabungannya,” ucap Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian dalam keterangan resmi, Rabu (1/7).

Sebagai aplikasi manajemen finansial, aplikasi ini memiliki fitur mencatat dan mengelola informasi keuangan nasabah, dalam bentuk uang tunai, uang elektronik, maupun saldo dalam rekening bank. Nasabah dapat memasukkan informasi pemasukan dan pengeluaran secara manual, lengkap dengan informasi keterangan kategori dan transaksi.

Fitur pendukung lainnya yang akan ditambahkan di antaranya budgeting, pinjaman cepat, rekening online, tagihan otomatis, dan skor kredit untuk mendapatkan pinjaman.

“Senyumku akan hadir dalam versi lengkap dengan kecanggihan teknologi AI yang lebih mumpuni untuk meningkatkan fitur penasihat keuangan, serta memungkinkan nasabah untuk dapat mengakses seluruh kegiatan transaksi perbankan.”

Saat ini Senyumku hadir dalam versi Lite dan sudah bisa diunduh di Google Play. Untuk menjadi nasabah Senyumku, cukup mendaftarkan diri dengan memasukkan nama, alamat email, dan nomor handphone.

Sejauh ini, Senyumku baru bisa digunakan untuk manajemen keuangan pribadi mencatat pemasukan dan pengeluaran dari berbagai source of fund dan investasi deposito. Untuk menambahkan akun bank lain dan e-wallet, sifatnya sebagai informasi dalam manajemen keuangan pribadi. Bukan dalam artian terintegrasi langsung dengan institusinya.

Aplikasi pengelola keuangan lainnya yang dirilis bank dan cukup sukses di Indonesia adalah Jenius. Saat ini Jenius sudah banyak pengembangan fitur sejak diluncurkan pertama kali di 2016. Fitur teranyarnya adalah Moneytory untuk bantu nasabah mengelola cash flow dan tercatat secara otomatis dari kartu debit utama.

Memanfaatkan Google Cloud

Terkait cloud, Tulsian menjelaskan Google Cloud menawarkan solusi yang mendukung infrastruktur IT perseroan sebagai bank digital. Sejak peluncuran regional Google Cloud di Jakarta, perseroan telah menggunakan teknologinya untuk berbagai penggunaan bisnis, seperti peluncuran produk dan fitur, arsitektur Big Data, AI dan Analytics, dan lainnya.

Kolaborasi perseroan dengan Google Cloud didukung oleh FIS Cloud dan Infofabrica yang memungkinkan perseroan memanfaatkan data analytics dan machine learning untuk memberikan pengalaman nasabah yang sudah dipersonalisasi lebih cepat.

Perseroan memanfaatkan solusi Google Cloud, mulai dari solusi cluster Kubernetes dengan Google Kubernetes Engine (GKE) yang memungkinkan perseroan mengelola dan meningkatkan skala layanan lebih mudah dan efektif dari segi biaya. Berikutnya, Google Data Analytics dan AI yang menjadi kunci untuk memberikan pengalaman nasabah yang lebih baik.

Application Information Will Show Up Here

Bank Mandiri Rilis Aplikasi Khusus Kredit Usaha Mikro

Bank Mandiri merilis aplikasi Mandiri Pintar (Pinjaman Tanpa Ribet) khusus menyasar pengusaha mikro. Melalui aplikasi tersebut, pengajuan kredit hanya akan membutuhkan waktu sekitar 15 menit.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan, aplikasi ini adalah bagian dari inovasi perseroan dalam mendongkrak kredit mikro produktif di tengah pandemi. Proses pengajuan jauh lebih cepat karena nasabah tidak perlu direpotkan dengan permintaan data dan dokumen.

Aplikasi didesain untuk tenaga pemasar internal Bank Mandiri sehingga tidak bisa diunduh oleh publik melalui App Store atau Play Store. Nasabah yang butuh kredit bisa menghubungi agar langsung didatangi oleh tim dan langsung diajukan melalui aplikasi tersebut.

Nasabah, lanjut Royke, juga tidak perlu mendatangi kantor cabang Bank Mandiri untuk mengajukan kredit mikro. Sebab, melalui aplikasi ini, tenaga pemasar mikro Mandiri yang saat ini berjumlah lebih dari 6.700 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, dapat memproses kredit langsung dari lokasi nasabah berada.

“Melalui aplikasi ini, tenaga pemasar mikro dapat langsung memproses pengajuan kredit melalui smartphone kepada nasabah dalam waktu lebih cepat, yaitu hanya 15 menit setelah tenaga pemasar mengajukan data debitur melalui Mandiri Pintar,” ujar Royke dalam keterangan resmi, kemarin (30/6).

Dalam tahap pengembangannya, Mandiri Pintar baru dapat menerima nasabah existing untuk pengajuan pinjaman dengan limit Rp100 juta. Meski demikian, nantinya aplikasi tersebut akan diperluas cakupannya untuk menyasar nasabah baru.

Sejak tahun 2008, Bank Mandiri telah menyalurkan KUR kepada sekitar 1,65 juta Debitur dengan jumlah kredit mencapai Rp97,65 triliun. Selain KUR, selama tahun 2020, Bank Mandiri juga telah menyalurkan KUM (kredit usaha mikro) kepada 301.453 Debitur dengan nilai sebesar Rp13,2 triliun.

Digitalisasi dipercepat

Pandemi membuat semua perusahaan mempercepat proses digitalisasi agar bisnis lebih efisien dan memperluas cakupan bisnis. Inovasi dari Bank Mandiri, tentunya bukan satu-satunya yang dilakukan perbankan Indonesia untuk menjangkau lebih banyak nasabah baru dengan proses lebih singkat.

Sebelumnya, dengan konsep yang mirip BRI yang membuat aplikasi Brispot. Aplikasi tersebut dikhususkan untuk tenaga pemasar atau Mantri BRI untuk memproses pinjaman mikro secara digital tanpa dokumen fisik. Karena tetap mengedepankan konsep kehati-hatian, maka model penyaluran kredit dan assessment dari bank berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fintech lending.

Di sisi lain, pemain fintech lending dan institusi keuangan konvensional terus memperkuat kerja sama melalui program channeling dan assessment terhadap credit scoring atau alternative scoring dalam menyalurkan pinjaman.

Beberapa kerja sama tersebut di antaranya, Investree bersama Bank Danamon, BRI Syariah dan BRI, untuk loan channeling. Lalu, kerja sama serupa antara Akseleran dengan Mandiri Tunas Finance. Selanjutnya, Modalku dan Bank Sinarmas yang bertindak sebagai pemberi pinjaman institusi serta BCA untuk loan channeling, dan masih banyak lagi kerja sama sejenis. Bagi kedua belah pihak model ini tentunya saling menguntungkan satu sama lain.

Strategi Bank OCBC NISP untuk Penetrasi Produk Dompet Digital ONe Wallet

Bank OCBC NISP meramaikan percaturan layanan dompet digital dengan meluncurkan ONe Wallet. Dengan didapatnya izin dari Bank Indonesia awal Maret 2020 lalu, mereka siap bertransformasi dengan mengadopsi teknologi digital dan memanjakan para nasabahnya dengan berbagai fitur.

Pihak OCBC NISP menjelaskan kehadiran dari ONe Wallet ini sejalan dengan strategi mereka “Beyond Traditional Banking” untuk terus bertransformasi dan berinovasi.

“ONe Wallet akan kami fokuskan untuk memberi kemudahan dan kenyamanan layanan untuk nasabah payroll khususnya pada sektor riil dengan penghasilan pada kisaran UMR. Upaya ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendorong Gerakan Nasional Non Tunai dan meningkatkan inklusi keuangan Indonesia,” papar Head of Strategy and Innovation Bank OCBC NISP Ka Jit.

Ka Jit melanjutkan bahwa ada beberapa fitur atau layanan yang menjadi unggulan dari ONe Wallet ini, antara lain terintegrasi dengan fitur perbankan korporasi untuk pendistribusian gaji karyawan, fitur transaksi sehari-hari, tarik tunai di ATM Bank OCBC NISP dan selanjutnya akan terintegrasi dengan 400 ribu merchant dan aplikasi ONe Mobile.

Siasat di tengah persaingan dompet digital

Untuk informasi, di tahun 2020 hingga saat ini BI sudah mengeluarkan izin untuk 4 penyelenggara uang atau dompet elektronik. Selain ONe Wallet juga ada AstraPay, YourPay, dan Eidupay.

Daftar penyedia dompet digital dan uang elektronik ini bisa saja semakin bertambah. Tapi pilihan masyarakat tetap akan berdasarkan pada daya guna dan kemudahan askes dari layanan tersebut.

Layanan dompet digital juga mulai akrab dengan keseharian masyarakatnya. Integrasi dengan berbagai macam merchant dan sistem membuat dompet digital menjadi pilihan banyak orang. Beberapa nama yang cukup tenar saat ini adalah GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja.

Dompet digital seolah menjadi salah satu teknologi yang mulai jadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Selain karena kemudahan yang ditawarkan juga karena integrasi dan penawaran yang beragam bisa menyajikan pilihan terbaik bagi para penggunanya.

Berlomba-lomba di ranah integrasi, inovasi, dan juga penawaran untuk akuisisi pengguna tak terelakkan lagi. Mau tidak mau, sebagai salah satu pemain baru ONe Wallet harus bergegas, baik dalam hal integrasi maupun memperkaya fitur. Salah satu yang sudah masuk dalam rencana besar ONe Wallet adalah terintegrasi dengan ONe Mobile dan juga terhubung dengan produk-produk finansial lainnya dari OCBC NISP.

“Sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, Bank OCBC NISP pun akan segera meluncurkan secara resmi dan terus mengembangkan fitur-fitur ONe Wallet, di antaranya pembayaran melalui QRIS dan penambahan variasi pembayaran tagihan yang dapat dilakukan melalui aplikasi ONe Wallet. Bank juga akan mengintegrasikan layanan ONe Wallet dengan One Mobile sehingga lebih maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia,” jelas Ka Jit.

Application Information Will Show Up Here

OCBC NISP Ventura Siapkan 400 Miliar Rupiah untuk Berinvestasi di Startup Fintech, Proptech hingga Edutech

Tantangan disrupsi digital menginspirasi Bank OCBC NISP meluncurkan strategi beyond banking melalui pembentukan  corporate venture capital  (CVC). Bernama “OCBC NISP Ventura”, unit investasi tersebut debut bersama dengan perolehan izin beroperasi dari OJK per Januari 2020.

Kepada DailySocial, Head of Strategy & Innovation OCBC NISP Ka Jit menjelaskan, tujuan pembentukan CVC ini adalah menciptakan ekosistem digital yang mampu menggerakkan transformasi sektor perbankan.

“Kami mendirikan OCBC NISP Ventura untuk menciptakan nilai transformatif dengan memanfaatkan potensi semangat kewirausahaan dan startup di Indonesia dengan jaringan perbankan yang luas untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” ujar Ka Jit.

Saat ini situs ocbcnispventura.com tengah dalam persiapan, sebagai kanal informasi terpusat dari unit ventura. Sementara tim internal sudah mulai bekerja, termasuk melakukan analisis mengenai startup potensial yang akan diinvestasi.

“Rekan-rekan founder dapat mengirimkan proposal (pitch-deck) melalui email [email protected],” terangnya.

Siapkan dana 400 miliar Rupiah

Perusahaan juga telah menunjuk Darryl Ratulangi sebagai Managing Director yang akan bertanggung jawab mengemban visi OCBC NISP Ventura. Manajemen bank akan turut serta dalam fungsi pengawasan jalannya perusahaan dengan menempatkan beberapa anggota manajemen sebagai komisaris.

“Sejalan dengan komitmen untuk mengembangkan ekosistem digital di Indonesia, OCBC NISP Ventura akan fokus pada UKM dan startup teknologi yang bergerak di industri pembiayaan bisnis, fintech, properti (proptech), logistik, media, kesehatan (healthtech), pendidikan (edutech), data analisis, e-commerce dan on-demand,” jelas Ka Jit.

Dana senilai 400 miliar Rupiah juga telah disiapkan sebagai modal dasar, dengan kepemilikan 99,9% oleh Bank OCBC NISP. Selain berinvestasi, beberapa program yang akan dijalankan termasuk inkubasi startup dan kemitraan strategis. Di fase awal, perusahaan targetkan bisa membina pengembang solusi digital yang mampu meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

Perkembangan CVC di Indonesia

Terminologi disrupsi yang santer digaungkan sejak pertengahan dekade terakhir membuat pengembangan CVC di Indonesia cukup kencang. Ini menjadi strategi multi-guna. Selain memberikan peluang keuntungan melalui model bisnis ventura seperti “exit”, juga membuka peluang korporasi untuk menjalin kemitraan strategis dengan startup pengembang platform digital inovatif.

Berdasarkan catatan tim DSResearch per Desember 2019, berikut ini daftar CVC di Indonesia beserta startup binaannya:

Daftar CVC di Indonesia

Dan berikut ini daftar torehan “exit” pemodal ventura lokal sepanjang tahun 2019. CVC milik Telkom Group pimpin perolehan, melalui aksi korporasi akuisisi dan IPO:

BRI Ventures Pertimbangkan Investasi di Luar Sektor Fintech

BRI Ventures, ventura korporasi dari BRI, mengungkapkan rencana untuk berinvestasi di luar sektor fintech pada tahun depan. Sektor yang disasar adalah industri kreatif, agrikultur, maritim, kesehatan, pendidikan, travel, fesyen, dan ritel.

VP of Investment BRI Ventures William Gozali menjelaskan, sebelumnya perusahaan harus memenuhi beberapa aturan karena mereka adalah usaha ventura dari bank. Sebelum itu terpenuhi, maka fokus utama saat ini BRI Ventures adalah berinvestasi untuk startup fintech dan fintech-enabler.

“Jadi ada beberapa kerangka manajemen risiko dan operasional yang harus kita penuhi. Makanya kita pastikan comply, baru kita bisa agresif [berinvestasi ke sektor di luar fintech],” terang William di sela-sela NextICorn 2019, Jumat (15/11).

Sektor startup yang diincar beberapa di antaranya adalah DNA dari BRI sebagai bank mikro yang menyentuh nasabah di agrikultur dan maritim.

Adapun untuk sektor fintech, yang diminati BRI adalah yang bergerak di bawah payung regulasi OJK dan BI. Ada pembayaran, crowdfunding, p2p lending, dan IKD, termasuk di dalamnya insurtech, wealth management, credit scoring, big data, dan lainnya.

“Kami hanya mau berinvestasi ke startup yang sudah berlisensi dan terdaftar di regulator, karena kami respect dengan regulator.”

BRI juga melihat berdasarkan hierarki kebutuhan konsumen. Di Indonesia, pertama kali masyarakat mulai paham terhadap produk pembayaran, kemudian pinjaman, transfer uang, dan remitansi.

“Secara hierarki orang lebih butuh produk pinjaman, setelah itu lanjut ke saving, asuransi, dan wealth management. Tidak mungkin langsung ke asuransi dulu kalau tidak punya saving, berdasarkan siklusnya seperti itu.”

Kendati hadir sedikit terlambat daripada CVC lainnya, William meyakini banyak pembelajaran, terkait strategi berinvestasi, bisa menjadi bahan pertimbangan dan masukan.

Di antaranya mengenai apa yang sukses di Amerika Serikat (Silicon Valley), tidak bisa direplikasi begitu saja di Indonesia. Seperti posisi Uber saat ini yang kini ingin mengikuti model super app yang sudah diterapkan oleh Gojek.

Pun demikian di Tiongkok. Di sana kondisinya cukup berbeda, orang Tiongkok tergolong lebih hyper consumtive, kualitas internet sangat baik, dan sebagainya. Kondisi di Indonesia tidak demikian.

“Itu seninya, kita connecting the dots, pattern-pattern yang mirip, tapi enggak bakal 100% sama. Jadi kita harus mau learn dan unlearn. Intinya enggak boleh sok tahu, meski BRI ini punya banyak pengalaman tapi willing to learn.”

Pengumuman investasi berikutnya

BRI Ventures adalah salah satu inisiatif BRI yang ingin adaptif terhadap perkembangan digital. Untuk itu, di-plot sebagai venture investment yang fokus pada pendanaan seri A ke atas. Sementara pada tahap awal, BRI punya inisiatif lainnya berbentuk program inkubasi BRIncubator.

Di sisi venture build, ada salah satu inisiatif yang sudah diluncurkan lewat BRI Agro untuk aplikasi lending Pinang.

“Ini lebih ke arah appetite. Mungkin pada tahap seed, startup yang masuk ke BRI belum siap. Kita enggak ingin, sistem startup-nya down karena langsung diakses oleh 80 juta nasabah BRI.”

BRI Ventures telah disuntik dana senilai $250 juta (setara Rp3,5 triliun) untuk diinvestasikan kembali ke startup. Sejak diumumkan kehadirannya pada Juli 2019, baru ada satu pengumuman investasi BRI untuk LinkAja pada putaran seri A dengan nilai yang tidak disebutkan.

Ditanya mengenai komitmen untuk kembali berinvestasi ke LinkAja yang tengah menggalang seri B, William hanya memastikan dukungan penuhnya untuk LinkAja.

“Kita full support di LinkAja baik secara finansial dan sinergi. Itu komitmen kita dari awal. Mereka itu perusahaan independen, jadi sambil kita supervise, kita support strategi manajemennya.”

Dengan dana $250 juta ini menurutnya cukup untuk berinvestasi sampai tiga tahun mendatang. Perusahaan akan berinvestasi ke startup antara $5 juta-$10 juta per investasi (setara Rp70 miliar-Rp140 juta).

“Kami tidak target spend, tapi melihat market opportunity karena ada beberapa sektor yang capital intensive, tapi ada juga yang capital efficient. Kami melihat bagaimana sinerginya dengan BRI bisa leverage aset mereka dengan startup.”

Investasi berikutnya akan diumumkan pada pertengahan Desember mendatang.

Sebelumnya sumber kami mengonfirmasi bahwa BRI sedang menjajaki kemungkinan investasi ke Traveloka, namun sejauh ini belum ada keputusan final.

BTN Officially Acquired a Venture Capital Under the State-owned Enterprise

Bank Tabungan Negara (BTN) officially acquired a Venture Capital to support the company’s line of property finance. The company is to obtain a license from OJK for the current plan.

It was decided after today’s shareholder general meeting (RUPSLB) (8/29). The meeting also evaluates employee’s performance during the first semester of 2019 and its management shifting.

“We’re continuing today’s meeting on PMV acquisition to OJK for a license, in order to take this as the company’s strategic business to grow,” BTN’s Corporate Secretary, Achmad Chaerul said in an official release.

BTN acquired PT Sarana Papua Ventura (SPV), an investment arm of PT Bahana Artha Ventura (BAV), which is a subsidiary of PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia. The election is expected to be the synergy of state-owned enterprises as mandated by the Ministry.

BAV also has PT Sarana Nusa Tenggara Timur Ventura as a subsidiary which shares are majorly acquired by BRI. They are now rebranding as BRI Ventures head by Nicko Widjaja, which previously led Telkom’s VC, MDI Ventures.

The company has prepared the budget to take over SPV. It’s to be used for VC’s equity and business development up to 90% in advance.

Chaerul said the VC’s management is to focus on the core business of property finance and to increase non-interest revenue in order to increase the company’s credit and profit.

BTN participation lightens up the competition among red-plate companies which currently has its own VC. Of the four state-owned banks, BNI is the only one left.

BNI has spread out the news since last year. The latest is to be announced in 2019. They haven’t decided to create new or acquired the current. BNI ready to invest Rp600 billion to Rp700 billion for this corporate action.

The whole banking plan for VC’s acquisition is partly to keep the shares in Finarya (LinkAja) to stay undiluted.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BTN Resmi Akuisisi Modal Ventura Milik Anak Usaha Pelat Merah

Bank Tabungan Negara (BTN) resmi mengakuisisi perusahaan modal ventura (PMV) untuk dukung bisnis utama perseroan di bidang pembiayaan perumahan. Perseroan akan meminta persetujuan kepada OJK untuk merealisasikan rencana tersebut.

Keputusan ini diambil setelah perseroan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan hari ini (29/8). Dalam RUPS juga dibahas mengenai evaluasi kerja sepanjang semester I/2019 dan perubahan struktur manajemen perseroan.

“Kami akan menindaklanjuti persetujuan RUPSLB hari ini tentang akuisisi PMV untuk kemudian kami mohonkan persetujuan kepada OJK, supaya dapat ditindaklanjuti sebagai langkah strategis bisnis yang dilakukan perseroan dalam pengembangan bisnis,” ucap Corporate Secretary BTN Achmad Chaerul dalam keterangan resmi.

BTN mengakuisisi PT Sarana Papua Ventura (SPV), anak usaha PT Bahana Artha Ventura (BAV), yang merupakan anak usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Pemilihan ini sekaligus diharapkan menjadi sinergi BUMN yang diamanatkan oleh Kementerian BUMN.

BAV sendiri punya anak usaha PT Sarana Nusa Tenggara Timur Ventura yang sudah diakuisisi saham mayoritasnya oleh BRI. Kini di-rebranding menjadi BRI Ventures dan dinakhodai oleh Nicko Widjaja, yang sebelumnya memimpin PMV milik Telkom, MDI Ventures.

Perseroan telah menyiapkan anggaran untuk mengambilalih saham SPV. Dana tersebut akan digunakan sebagai penyertaan modal dan pengembangan bisnis PMV dalam jumlah sebanyak-banyaknya 90% yang akan dilaksanakan secara bertahap.

Menurut Chaerul, pengelolaan PMV akan tetap fokus untuk mendukung bisnis utama perseroan di bidang pembiayaan perumahan dan meningkatkan pendapatan non-bunga, sehingga dapat memperkuat pertumbuhan kredit dan laba perseroan.

Masuknya BTN, tentunya meramaikan peta persaingan perusahaan bank pelat merah yang ramai kini memiliki CVC sendiri. Dari empat bank pelat merah, tinggal BNI saja yang belum resmi.

Pihak BNI sudah berkoar-koar mengungkapkan wacana ini sejak tahun lalu. Pemberitaan terakhir mengatakan BNI akan mengumumkannya pada akhir tahun 2019. Belum diputuskan apakah akan membentuk baru atau akuisisi yang sudah. BNI menyiapkan anggaran Rp600 miliar hingga Rp700 miliar untuk aksi korporasi ini.

Keseluruhan rencana perbankan untuk akuisisi modal ventura ini, salah satunya adalah mempertahankan kepemilikan saham di Finarya (LinkAja) agar tidak terdilusi.

Hindari Risiko Riba, Lending Syariah Ammana Gaet Bank Muamalat sebagai Agen Escrow

Startup fintech p2p lending berbasis syariah Ammana mengumumkan kerja sama dengan Bank Muamalat untuk pemanfaatan rekening penampungan atau escrow account. Hal tersebut dilakukan demi menjamin dana tetap terbebas dari unsur riba. Langkah awal ini akan meneruskan kerja sama berikut antar kedua perusahaan tersebut dengan inisiasi lainnya.

CEO Bank Muamalat Achmad K. Permana mengatakan, kehadiran perusahaan fintech berbasis syariah adalah solusi bagi masyarakat yang ingin berinvestasi namun tetap sesuai dengan prinsip syariah, yakni tanpa riba. Potensi keuangan syariah di Indonesia masih cukup besar, kendati masih rendah tingkat penetrasinya.

Dia juga menyampaikan kerja sama ini adalah bentuk komitmen perseroan untuk selalu berada di dalam ekosistem keuangan syariah di Indonesia. Terlebih, baik Bank Muamalat maupun Ammana memiliki ikatan yang cukup spesial, keduanya merupakan pionir di industri keuangan syariah.

“Segala sesuatu yang berhubungan dengan syariah, Muamalat harus masuk ke situ dan kita yakin bisa berkompetisi dengan bank lain di segmen tersebut. Tahap awal baru untuk escrow account, akan terus kita update teknologi di Muamalat agar bisa dukung yang lain,” terangnya, kemarin (15/4).

Dari pengumuman ini, otomatis seluruh hasil pembayaran dari lender atas borrower akan dikelola melalui rangkaian layanan cash management di Bank Muamalat. Antara lain dengan menggunakan Virtual Account, Cash Management System, dan menjadi agen escrow yang memastikan dana yang dihimpun dan dikelola akan dialokasikan sesuai dengan tujuan utama.

Founder dan CEO Ammana Lutfi Adhiansyah menambahkan, bank memiliki infrastruktur dalam menghimpun dana dan mengatur alur transaksi keuangan. Berbeda dengan tugas fintech lending seperti Ammana, yang tugasnya hanya fokus menghubungkan penerima pinjaman dan pemberi pinjaman.

Ditambah dalam POJK sudah ditentukan bahwa startup yang bermain di segmen syariah harus taat menjaga bisnisnya dari unsur riba dengan selektif memilih rekan bisnis.

Expertise mengatur keuangan itu ada di bank, makanya kita serahkan ke Bank Muamalat untuk menanganinya. [..] Ke depannya kita yakin kolaborasi bukan hanya di escrow saja, tapi kita bisa diperlakukan seperti agen laku pandai yang bisa menjual segala produk berbasis syariah seperti reksa dana syariah,” kata Lutfi.

Rencana bisnis Ammana

Lutfi berharap dengan kerja sama tersebut akan memperkuat ekosistem fintech syariah di Indonesia, serta menambah kepercayaan para peminjam dana karena perusahaan telah menggaet Bank Muamalat yang notabenenya cukup kuat sebagai brand bank syariah.

Tahun ini dia menargetkan Ammana dapat menyalurkan pembiayaan sampai 100 miliar Rupiah, sama dengan target yang dicanangkan untuk pencapaian tahun lalu namun meleset dari realisasi. Tahun lalu perusahaan baru mampu menyalurkan pembiayaan sebesar 30 miliar Rupiah.

Pinjaman tersebut disalurkan untuk 6 ribu penerima pinjaman, mayoritas di antaranya bergerak di pinjaman produktif. Nominal pinjaman yang bisa diajukan mulai dari 5 juta Rupiah. Adapun pemberi pinjaman di Ammana diklaim berjumlah 30 ribu orang.

Lutfi mengungkapkan untuk merealisasikan target penyaluran ini perusahaan membuat sejumlah strategi. Di antaranya merilis pinjaman untuk segmen konsumtif dan menambah rekanan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) menjadi 150 unit dari saat ini 70 unit agar semakin banyak pengusaha yang mendapat pinjaman.

Ammana merupakan startup fintech syariah pertama yang mengantongi surat tanda terdaftar dari OJK. Layanannya baru bisa diakses melalui situs desktop atau mobile, aplikasi belum tersedia.

Application Information Will Show Up Here