BRI, Tencent, dan Hi Cloud Jalin Kerja Sama untuk Inovasi Layanan Perbankan

Tencent Cloud baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan BRI dan Hi Cloud Indonesia melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Kolaborasi ini bertujuan untuk membawa inovasi pada layanan perbankan BRI, terutama dalam peningkatan pengalaman layanan pelanggan dan transaksi.

Tencent Cloud berkomitmen untuk menciptakan solusi inovatif yang menyelesaikan masalah nyata dan memungkinkan transformasi digital untuk industri cerdas. Hal ini dilakukan dengan menyediakan produk dan layanan cloud yang aman dan berkualitas tinggi, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti cloud computing, big data analytic, hingga cyber security.

SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung menyatakan, “Kami senang dapat bermitra dengan BRI, karena kami memiliki visi bersama dalam memimpin inovasi perbankan di Indonesia. Kolaborasi ini akan memanfaatkan keahlian kami yang luas dalam bekerja dengan bank dan lembaga keuangan di seluruh dunia, memberdayakan BRI dengan akses ke solusi berkualitas tinggi dan andal.”

Kepala Divisi Pengembangan & Operasional Perbankan Digital BRI Kaspar Situmorang, juga menyampaikan, “BRI berkomitmen untuk mendorong inovasi sesuai dengan visi kami untuk menjadi grup perbankan paling bernilai di Asia Tenggara dan juara inklusi keuangan pada tahun 2025. Sebagai bagian dari pendekatan strategis BRI, kami bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perbankan ritel kami dengan menjelajahi berbagai teknologi.”

Proyek ini diharapkan dapat memperkuat posisi BRI sebagai pemimpin inovasi teknologi dalam industri perbankan Indonesia, dengan menyediakan solusi yang lebih nyaman, inklusif, efisien, dan aman bagi para pelanggan.

Kerja sama ini menandai komitmen BRI untuk tetap menjadi pelopor inovasi dalam layanan perbankan di Indonesia, menggabungkan keahlian teknologi Tencent Cloud dengan keahlian lokal dan kemampuan adopsi pasar BRI.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Eratani Kembangkan IoT untuk Adopsi Smart Farming

Startup agritech Eratani mengumumkan perolehan pendanaan usaha dari Bank BRI untuk pengadaan perangkat IoT Smart Fertilizing Recommendation System buat para petani. Tidak disebutkan fasilitas kredit yang didapat, namun diyakini kolaborasi kedua belah pihak dapat membawa dampak positif untuk industri pertanian di Indonesia.

Perangkat IoT ini merupakan sistem cerdas untuk pemupukan berimbang, yang membantu petani binaan Eratani mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan hasil panen. Perangkat digunakan untuk mengukur kandungan unsur hara tanah, seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), tingkat keasaman (pH), serta dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk berdasarkan kondisi tanah yang spesifik secara cepat dan aktual.

Selain itu, perangkat tersebut juga dilengkapi dengan sensor yang dapat menyesuaikan kebutuhan unsur hara tanah berdasarkan target panen yang ingin dicapai, sehingga dapat mengoptimalkan kebutuhan dalam penyerapan unsur hara serta meningkatkan hasil panen bagi petani di lapangan.

“Dengan demikian, para petani tidak perlu membeli pupuk dengan jumlah yang berlebihan, sehingga dapat meminimalisir beban biaya pemupukan yang tinggi serta pemberian pupuk yang tidak efektif dan efisien,” ucap CFO Eratani Bambang Cahyo Susilo dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.id.

Menurutnya, kerja sama dengan BRI ini termasuk ke dalam tiga pilar utama di Eratani. Yakni, membantu petani untuk mendapatkan akses pembiayaan yang lebih terjangkau (access to smart working capital), mendapatkan penyuluhan dan pendampingan (access to knowledge and technology), serta memberikan harga jual gabah layak/fair trade (access to market).

“Sebagai upaya untuk terus meningkatkan hasil produksi pertanian dan mengurangi biaya operasional para petani, Eratani secara terus menerus mengimplementasikan berbagai metode terbaik (agriculture best practices) dan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam proses budidaya padi, termasuk melalui pengadaan IoT,” imbuhnya.

Berdasarkan data USDA (United States Department of Agriculture), Indonesia menduduki peringkat keempat dalam hal konsumsi beras global, dengan total konsumsi rata-rata mencapai 35,367 juta ton sepanjang tahun. Permintaan yang tinggi akan beras ini berasal dari kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi nasi dalam asupan harian.

Sampai saat ini, upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan masih harus terus dioptimalkan karena dihadapi dengan berbagai tantangan, termasuk alih fungsi lahan. Data Kementerian Pertanian menunjukkan alih fungsi lahan pertanian Indonesia mencapai 90.000 hingga 100.000 hektar setiap tahun.

Tergerusnya lahan pertanian membuat petani harus fokus untuk memaksimalkan potensi lahan yang tersedia. Praktik pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi dari tantangan tersebut, salah satunya adalah melalui pemanfaatan IoT.

IoT adalah perangkat teknologi portabel yang terhubung melalui internet dan memiliki kemampuan untuk mendeteksi berbagai parameter secara cepat dan aktual. Sensor IoT di sektor pertanian memiliki kemampuan alternatif untuk memantau penyakit pada tanaman, serangan hama, dan analisis kesuburan tanah.

“[..] misi Eratani untuk menjadi mitra terbaik bagi petani dengan cara memberikan dukungan dalam keseluruhan proses pertanian, dari hulu hingga hilir, melalui penerapan smart farming. Kami berharap langkah ini dapat menjadi gebrakan baru bagi petani untuk mengetahui kebutuhan selama masa tanam secara aktual dan tepat sasaran. [..],” tambah VP Operations Eratani Adwin Pratama Anas dalam keterangan resmi.

Sub-Branch Office BRI Kementrans Fauzan Rahman turut menyampaikan, “Kami antusias untuk bermitra dengan Eratani sebagai perusahaan agritech karena kami juga menyadari bahwa Agronomis Eratani di lapangan tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif [..].”

Pencapaian bisnis

Bambang mengklaim sejumlah pencapaiannya hingga kini. Berikut rinciannya:

  • Eratani telah menggandeng lebih dari 22.000 petani yang tersebar di 410 desa di 32 kabupaten di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagai ecosystem builder di sektor pertanian, Eratani tidak hanya membina para petani (small holder farmers), tetapi juga menjalin kemitraan dengan lebih dari 500 kios pertanian dan 70 penggilingan padi (rice milling units).
  • Dalam perjalanan untuk menyejahterakan para petani Indonesia, Eratani telah membantu petani meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 29% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 25%. Di sisi lain, Eratani juga telah membantu 100% petani binaan mempunyai akses pembiayaan (bankable farmers), serta meningkatkan transaksi kios yang dibina sebesar 3x lipat.
  • Dari sudut pandang pemberdayaan perempuan, saat ini 30% dari Petani Binaan Eratani adalah perempuan dan terus berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan petani perempuan Indonesia. Ke depannya Eratani akan membentuk program yang dikhususkan untuk membantu memaksimalkan potensi yang mereka miliki.
  • Keberadaan Eratani juga menciptakan peluang kerja bagi anak-anak muda Indonesia untuk berpartisipasi aktif di sektor pertanian demi terciptanya petani-petani muda Indonesia. Saat ini Eratani telah memperkerjakan lulusan-lulusan sekolah pertanian (universitas dan SMK) di wilayah-wilayah operasional Eratani.

“Melalui solusi yang komprehensif, Eratani berharap dapat terus memberikan kontribusi berkelanjutan baik dalam meningkatakan taraf hidup para petani, ketahanan pangan, dan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture),” kata Bambang.

Pencapaian di atas akan dilanjutkan pada tahun ini. Bambang bilang, pihaknya ingin memperkuat posisinya sebagai ecosystem builder dan thought leader di sektor pertanian melalui value creation (information value, community value, and social value) kepada berbagai pemangku kepentingan, termasuk mengembangkan program-program pengembang. Bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah, swasta, organisasi nirlaba, dan sektor pendidikan.

“Ke depannya Eratani akan terus berkontribusi untuk menjawab tantangan ketahanan dan keberlanjutan pangan melalui inovasi, efisiensi, peningkatan produktivitas, dan penerapan sistem keberlanjutan di sektor pertanian melalui pendekatan teknologi dan operasional yang efektif serta efisien,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id, BRI, dan Visa Berkolaborasi Luncurkan Kartu Kredit Bisnis

Setelah sebelumnya meresmikan kerja sama strategis dengan Visa Indonesia sebagai mitra penyedia pembayaran bisnis, Paper.id kini menggandeng BRI untuk menghadirkan kartu kredit inovatif “PAPERCARD”. Produk ini dirancang untuk memudahkan nasabah, terutama pebisnis di Indonesia dalam melakukan digitalisasi pembayaran.

Dalam pernyataan resmi, Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan, penerbitan kartu kredit co-branding ini merupakan dukungan berkelanjutan BRI dan Paper.id terhadap visi pemerintah meningkatkan inklusi keuangan. “Salah satunya melalui transaksi nontunai, mendukung pelaku UMKM melakukan transformasi digital,” ungkapnya.

Melalui PAPERCARD, pebisnis diharapkan bisa bertransaksi dan mengelola finansial dengan lebih mudah di platform Paper.id. Produk ini menawarkan dua jenis keuntungan. Pertama SPACECARD, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar pebisnis secara real-time. Selain itu ada UNIVERSECARD yang mencakup semua fitur SPACECARD, dilengkapi dengan akses premium, seperti airport lounge dan konversi ke airline mileage.

PAPERCARD memungkinkan pemilik kartu untuk mengelola bisnis dan personal dalam satu kartu. Selain itu, akses kontrol terhadap informasi transaksi juga real-time dan akurat. Adapun pengajuan hingga akses informasi dan mutasi transaksi dapat dilakukan melalui platform web Paper.id.

Co-Founder & CEO Paper.id Yosia Sugialam mengungkapkan, kehadiran kartu kredit bisnis ini diyakini mampu memberikan dampak positif bagi pengguna Paper.id agar bisa merasakan inovasi pembayaran digital sekaligus juga bisa menikmati promo dan nilai personal untuk pemiliknya.

“Paper.id telah menjadi pionir sejak 2017 di bidang invoice & pembayaran bisnis. Hingga kini, lebih dari 450 ribu pebisnis sudah merasakan kemudahan dalam penagihan dan pembayaran bisnis lewat Paper.id,” ungkapnya.

Kehadiran PAPERCARD tidak lepas dari dukungan jaringan Visa yang memungkinkan kartu tersebut digunakan secara global, serta ragam promosi khusus yang ditawarkan. Kartu ini juga dapat digunakan untuk pembayaran operasional bisnis lainnya, seperti iklan jasa digital (Meta, Google & Tiktok), kebutuhan belanja aset dan inventaris kantor, perjalanan bisnis, dan lainnya.

Kerja sama strategis ini menjadi langkah ekspansif Paper.id setelah membukukan pendanaan seri B hingga $12 juta pada akhir 2022 lalu. Pendanaan tersebut dipimpin ARGOR (dulu Go-Ventures) dengan dukungan BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam Internasional, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Hingga 2022, Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama saat pandemi dimulai. Capaian ini menjadikan Paper.id munai profitabilitas dalam bisnis. ​

Co-branding kartu kredit BRI dan perusahaan teknologi

Berdasarkan data yang dipaparkan, pertumbuhan bisnis kartu kredit BRI dalam beberapa tahun terakhir terus menunjukkan tren yang positif. Secara year-on-year, volume transaksi tumbuh di atas 40%. BRI optimis untuk bisa tumbuh lebih besar. Salah satu strateginya adalah dengan menerbitkan kartu kredit premium untuk memenuhi kebutuhan pemilik bisnis.

Salah satu proyek pertama co-branding BRI dengan perusahaan teknologi tanah air adalah produk PayLater Card bersama Traveloka pada 2019 lalu. Kehadiran PayLater Card menawarkan skema baru pembayaran dan pengalaman unik kepada para pengguna semakin melengkapi layanan perbankan BRI. Selain dapat meningkatkan customer base dan penetrasi pasar di segmen milenial, PayLater Card juga menandai era baru bisnis kartu kredit di Indonesia.

Setelah itu, BRI juga turut menggandeng aplikasi dompet digital OVO untuk menghadirkan kartu kredit co-branding OVO U Card. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut. Bersama Tokopedia, BRI juga melakukan inisiatif serupa.

Berdasarkan statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) Bank Indonesia (BI) nilai transaksi kartu kredit pada April 2023 naik 20,27 persen secara YoY dibandingkan nilai transaksi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp25,6 triliun. Begitu pula jumlah transaksi tumbuh 14,16 persen YoY pada April 2023 menjadi sebesar 30,46 juta transaksi. Per April 2023, jumlah kartu kredit yang beredar naik 5,19 persen YoY menjadi 17,42 juta unit.

Application Information Will Show Up Here

Bank Raya: Kami Ingin Dorong Pekerja “Gig Economy” Naik Kelas

Dalam wawancara eksklusif DailySocial, Direktur Utama Kaspar Situmorang cukup banyak menyoroti manajemen aset dan liabilitas sebagai manifestasi untuk bertransformasi melayani pekerja gig economy atau pekerja informal. Ia punya misi jangka panjang, yakni menaikkelaskan pelaku gig economy, baik itu pemilik warung makan, pedagang, atau pekerja salon.

Kaspar, yang sebelumnya menjabat EVP Digital Banking BRI, berupaya memanfaatkan kekuatan ekosistem milik induk usaha untuk mencapai misi tersebut.

Bagaimana strategi dan pengembangan produk usai berganti identitas menjadi Bank Raya?

Bagaimana proses transformasi Bank Agro ke Bank Raya?

Jawab: Transformasi ini berawal dari buah pikiran Sunarso, Direktur Utama BRI, untuk melakukan transformasi digital BRIvolution. Goal-nya adalah go smaller, go faster, go shorter, dan go cheaper. Melayani sebanyak mungkin dengan biaya sekecil mungkin.

Ada dua objek transformasi [BRI Agro], yakni digital dan work culture. Kedua hal ini telah dirancang Pak Sunarso sejak 2017, di mana saat itu eksekusinya dilakukan bersama Pak Indra Utoyo sebagai Direktur Operasi dan Teknologi Informasi dan Digital Center of Excellence (DCE). Kami siapkan SDM, teknologi, dan data. Pak Sunarso tanya apakah kita sudah siap, karena saat itu kompetitor sudah mulai jalan. Karena Pak Indra Utoyo bilang sudah siap, keputusan diambil pada April 2021 untuk pivot Agro menjadi bank digital BRI.

Identitas Agro berganti menjadi Raya pada April 2021. Fokusnya menjadi digital attacker Grup BRI agar dapat mengamplifikasi layanan perbankan digital secara maksimal. Pembukaan [rekening], pinjaman dilakukan secara digital. Tidak ada manusia di tengah-tengah.

Bagaimana transisi leadership Anda dari BRI ke Bank Raya?

J: Saya banyak belajar kepemimpinan dari Pak Sunarso dan Pak Indra Utoyo. Mereka mengajarkan leadership itu harus by example, memiliki framework, dan kerangka berpikir. Jadi tidak mengarang. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Tanpa ketiganya tidak bisa. Jadi, kita harus bisa fit karakter dan model kepemimpinan sesuai perusahaan dan ekosistemnya. Saya merasa fit dengan ekosistem karena belajar dari mereka.

Pak Sunarso juga menciptakan ruang kepemimpinan bagi generasi muda yang bekerja di Grup BRI di anak-anak usaha, baik itu Raya, Pegadaian, atau PNM. Mereka ditempatkan di sana untuk mengasah problem solving, strategic thinking, maupun eksekusi.

Bagaimana framework transformasi Raya?

J: BRI punya framework transformasi digital yang fokus pada pilar eksploitasi dan eksplorasi. Di sisi eksplorasi, bank digital adalah outcome sebagai potensi bisnis dan revenue stream baru bagi Grup BRI. Dengan begitu kami tidak didisrupsi. BRI juga mengirimkan beberapa puluh orang dari divisi Digital Center of Excellence (DCE) ke Raya, termasuk saya, untuk membangun produk, IT, basis data, dan keamanan lebih cepat.

Setelah Bank Raya berdiri, kami menyederhanakan framework ke dalam tiga pilar; digital, digitize, dan revamp. Pilar digital fokus pada pengembangan produk keuangan, tabungan atau pinjaman, secara end-to-end. Pilar digitize fokus pada business process karena sebelumnya masih terbilang toxic. Kami perbaiki semua agar model bisnis digital ini dapat berjalan lancar. Banyak proses di perbankan yang harus didigitasi agar bisa align dengan pilar pertama.

Pilar revamp adalah menata kembali business legacy. Bank Raya bukan barang baru yang [setelah transformasi] lalu siap lari. Sebelumnya Agro bermain di sektor sawit. Kemudian, kami hentikan kredit korporasi dan tata ulang. Ada beberapa cabang ditutup, ada juga yang dialihfungsikan supaya biaya lebih optimal. Utamanya, supaya [transformasi] pada aspek people dan work culture bisa maksimal.

Aspek keuangan itu adalah outcome, tapi di bawahnya ada customer, business process, dan people. Kalau sudah di-retrain, rescale, mereka bisa melayani customer, karena ini adalah bisnis jasa.

Mengapa mengincar pasar gig economy?

J: Visi-misi Raya adalah menjadi house of fintech dan home for gig economy. Mengapa? Dengan memiliki manajemen aset dan liabilitas yang lebih baik, gig economy akan semakin bertumbuh. Data BPS di 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 46 juta pekerja informal tanpa slip gaji. Proyeksinya bertambah menjadi 74 juta pada 2024. Ini menjadi hipotesis kami melayani pekerja gig economy.

Untuk memahami perbankan, kita harus belajar pohon ilmunya, yakni manajemen aset dan liabilitas. Apapun banknya, baik itu bank digital, bank hybrid, atau bank syariah, semua akan fokus pada kedua hal itu.

Dulu Agro memiliki dana dan simpanan dalam jangka pendek, tetapi kreditnya jangka panjang. Kredit korporasi punya tenor 5-10 tahun. Namun, sumber pendanaan berjangka pendek semua, 3 bulan. Ini sulit. Makanya, kami transformasi Raya dengan mengubah manajemen aset dan liabilitasnya. Pinjaman jangka panjang diubah menjadi harian dengan sumber pendanaan bulanan.

Kami survei untuk validasi masalah. Pekerja ini butuh kasbon dengan kredit pendek-pendek. Pembayaran dipotong ketika gajian. Jadi, [kebutuhan] kredit harian dan sumber dana bulanan match dengan pasar pekerja gig economy yang kami bidik melalui produk tabungan dan pinjaman digital kami. Ini hal menarik yang terjadi di era kita. Tanpa validasi pasar, kebutuhan, dan user experience, mengembangkan sesuatu tidak akan ada fokusnya.

Lalu, mengapa house of fintech? Sewaktu menjadi EVP di BRI, kami mendapat amanah untuk membangun BRI Ventures dengan modal awal Rp1,5 triliun. Kami mulai investasi di startup tahap awal hingga unicorn karena kami lihat disrupsi akan datang dari non-bank. Jadi kami harus menyelami cara berpikir.

Dari sini kami melihat bagaimana Raya bermetamorfosis menjadi platform. Apapun layanan di Raya, itu harus bisa bermetamorfosis menjadi platform yang kami sebut Raya API. Kami percaya melalui open API, kami dapat mengintegrasikan ekosistem. Raya bekerja sama dengan BRI, itulah cara kami merajut ekosistem.

Bagaimana memanfaatkan ekosistem milik BRI?

J: Kami belajar dari WeBank dan KakaoBank, yang sudah profit, bahwa ekosistem merupakan kunci keberhasilan. Tanpa itu, tidak mungkin main di bank digital. Kalau menjadi bank hybrid, cost of acquisition tinggi dan customer lifetime tidak lama. Jadi, ekosistem adalah harga mati. Makanya, BRI mengamanahkan ekosistem BRILink agar dapat dikelola Raya, baik dari sisi manajemen aset maupun liabilitas.

Selain itu, bank, khususnya bank digital, jika ingin survive harus memiliki strategi yang spesifik pada manajemen aset dan liabilitas. Dari sudut pandang bankir, bank tanpa kedua hal ini pasti gagal. Prinsip ini kami terapkan di internal untuk menciptakan keunggulan produk. Saya melihat banyak bank di Indonesia yang [menawarkan] pinjaman dengan tenor tahunan, tetapi sumber pendanaan jangka pendek. Belum ada yang harian seperti kami.

Kami diberi amanah oleh BRI untuk menyelesaikan isu likuiditas yang dialami agen BRILink melalui pinjaman PINANG. Mereka punya uang kas banyak, tetapi saldo BRILink sedikit. Jadi, sulit untuk bertransaksi karena tidak ada saldo. Ketika mau setor uang, bank sudah keburu tutup. Makanya, dana talangan ini dapat dipakai untuk kebutuhan cepat. Kira-kira ada sekitar setengah juta agen BRILink di Indonesia.

Bank Raya sudah menyalurkan hampir setengah triliun disbursement ke 12.000 agen BRILink. Target kami dapat mengakuisisi 50.000 agen BRILink. Integrasinya sudah seamless sehingga agen BRILink tidak perlu ganti aplikasi karena PINANG sudah embed di dalam aplikasinya. Model transformasi manajemen aset dan liabilitas ini diterjemahkan ke dalam bentuk API dan web view dengan BRILink sebagai salah satu mitra kami.

Bagaimana profil pengguna Bank Raya? Fitur apa saja yang akan disiapkan?

J: Kami melihat profil pengguna tabungan Raya sudah melek digital. Pada 2020 ada banyak lay off pekerja karena pandemi. Menurut data BPS, mereka yang terkena lay off memanfaatkan banyak aplikasi di smartphone untuk mencari penghasilan. Misalnya, ojek online atau berjualan online. Artinya, pekerja gig economy ini adalah pekerja produktif yang memanfaatkan smartphone.

Gig economy sangat luas sekali. Kami membagi target pasar kami ke dalam tiga kategori, yakni F&B, retail, dan jasa. Dari ketiga sektor ini, kami coba garap fitur sesuai kebutuhan mereka. Semoga bisa kami rilis tahun ini. Kami belum bisa share banyak, tetapi fitur ini berkaitan dengan payroll. Kami ingin bantu pekerja gig supaya naik kelas. Sayang kalau mereka tidak bisa ajukan kredit motor atau KPR hanya karena tidak ada slip gaji. Ini yang bakal mentransformasikan pasar gig economy di Indonesia.

Raya juga bersinergi dengan aplikasi BRImo untuk pembukaan rekening. Kami mendapat izin yang memampukan pengguna memiliki simpanan yang di-embed di aplikasi BRImo. Jadi, customer tidak perlu keluar dari ekosistem BRI. Inilah mengapa kami diminta menjadi digital attacker BRI sehingga dapat leverage kekuatan sendiri.

Kami juga sinergi untuk tarik/setor tunai di seluruh ATM milik BRI tanpa kartu yang [meluncur] Agustus nanti. Transaksinya hanya menggunakan aplikasi dan memakai token. Raya akan kami arahkan untuk cardless dan cashless dengan pembayaran menggunakan QRIS. Selain itu, kami berencana masuk ke produk pinjaman dengan BRI secara cardless. Kami tidak mengajukan izin sebagai issuer sehingga kami pakai [lisensi] BRI sebagai issuer.

Semua ini menjadi pintu masuk ke BRI. Apabila basis pengguna tabungan Raya sudah terbentuk, mereka bisa naik kelas ke pinjaman di atas Rp1 miliar misalnya. Ini akan kami refer ke BRI.

Bagaimana Anda melihat kompetisi bank digital saat ini?

J: Setiap bank memiliki keunggulan dan ekosistem masing-masing. PR kami adalah bagaimana mentransformasi manajamen aset dan liabilitas dengan disipilin pada eksekusinya. Kata kunci keberhasilannya adalah mereka yang paling disiplin, paling cepat, dan paling konsisten dalam menciptakan keunggulan yang berkesinambungan. Dalam perbankan ini artinya cost of acquisition paling rendah dengan customer lifetime value paling tinggi.

Termasuk juga bagaimana media dapat mengedukasi pasar bahwa bank digital tidak hanya bicara soal valuasi, tetapi menciptakan nilai tambah dari ekosistem yang diamanahkan kepada kami.

Application Information Will Show Up Here

Bank Raya Luncurkan Pembukaan Rekening Online Melalui Aplikasi BRImo

PT Bank Raya Indonesia Tbk (IDX: AGRO) mengumumkan sinergi dengan induk usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (IDX: BBRI) untuk mengintegrasikan layanan digital saving. Melalui sinergi ini, calon nasabah Raya dapat membuka rekening baru pada aplikasi BRImo.

Dalam acara peresmiannya, Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto mengungkap bahwa ini menjadi langkah tahap awal dari transformasi digital di lingkup BRI Group yang mengacu pada cetak biru BRIVolution 2.0. “Kami terus berupaya menghadirkan layanan keuangan holistik bagi nasabah,” tutur Amam.

Sementara, Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang mengatakan bahwa sinergi ini memampukan Bank Raya untuk menuju posisinya sebagai end-to-end digital provider dan mengakselerasi pertumbuhan jumlah nasabahnya dengan cepat.

“Sejak hari pertama Bank Raya berdiri, transformasi aset dan liabilitas yang dilakukan BRI juga kami terapkan di sini. Maka itu, produk yang kami kembangkan disesuaikan dengan pasar yang kami serve, yakni pekerja gig economy,” ungkap Kaspar.

Aplikasi Raya meluncur sejak Februari 2022 dan mengantongi sebanyak 713 ribu pengguna per Juni 2022. Perusahaan membidik satu juta pengguna aplikasi Raya pada tahun ini. Sementara itu, BRImo telah dipakai 18,3 juta pengguna, di mana sinergi ini diharapkan dapat menggeser 2 juta pengguna ke aplikasi Raya.

Fitur digital saving Raya telah tersedia pada aplikasi BRimo sejak 31 Mei 2022 dan diklaim telah menghasilkan 1.008 rekening baru. Pembukaan rekening Raya juga sudah menggunakan teknologi e-KYC, bebas biaya administrasi, dan tidak ada minimal saldo.

Sebelum ini, induk usahanya BRI juga menggandeng sejumlah platform digital untuk mengintegrasikan pembukaan rekening online. BRI tercatat sudah menggaet aplikasi yang memiliki ekosistem dan basis pengguna besar, seperti Grab dan Tokopedia (BRI Ceria). Namun, strategi frond-end channel ini juga sudah banyak dilakukan oleh sejumlah bank, seperti CIMB Niaga, Mandiri, dan Permata Bank.

Pekerja informal

Sebagai informasi, Bank Raya sebelumnya bernama Bank Agro yang rebranding sejak September 2021. Berbeda dengan induk usaha yang bermain pada segmen mikro dan ultra mikro, Bank Raya membidik segmen pekerja informal atau gig worker.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pelaku gig economy pada 2020 mencapai 46,4 juta orang. Sementara, survei internal BRI Agro memproyeksikan gig worker mencapai 74,8 juta pekerja dalam lima tahun ke depan dengan memperhitungkan akselerasi digital di Indonesia.

Menurut survei, proyeksi pertumbuhan ini dipicu oleh pandemi Covid-19 (27% YoY) dan penurunan jumlah karyawan full time (8,84% YoY). Adapun, Bank Raya mengincar 10% atau 6-7 juta pekerja informal dari total proyeksi tersebut.

Bank Raya telah mengelola Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp10,15 triliun pada kuartal I 2022 dengan Rasio CASA 45,20% terhadap DPK. Transformasinya menjadi bank digital diharapkan dapat mendongkrak porsi CASA secara bertahap.

Indra Utoyo: Proses Belajar yang Tak Pernah Berhenti untuk Ciptakan “Value-Driven Innovation” (Bagian I)

Kecintaan Indra Utoyo terhadap teknologi, digital, dan inovasi tak pernah padam sekalipun ia berpindah haluan dari telekomunikasi hingga berlabuh ke perbankan. Alih-alih mencapai posisi kemapanan, ia justru mengaku ingin terus belajar dan menemukan hal-hal baru.

Belasan tahun ia habiskan untuk memperkuat pondasi Telkom sebagai penyedia konektivitas terbesar di Tanah Air sampai akhirnya ia dipercaya untuk memimpin transformasi digital bank BUMN BRI .

Pada gelaran program gagasannya Indigo enam tahun lalu, ia sempat mengatakan bahwa peran entreprenuer muda sangat penting dalam memecahkan masalah dengan cara baru di era digital yang laju perkembangannya sudah tak terbendung lagi.

Ia berharap legacy yang ia tinggalkan dapat terus dibagikan sehingga dapat melahirkan generasi-generasi entreprenuer bertalenta. Kini ia menikmati babak barunya untuk memupuk talenta serta mengorkestrasi layanan dan inovasi di Allo Bank.

Bagaimana Anda melihat perjalanan karier Anda dari sektor telekomunikasi sampai ke perbankan?

Jawab: Sebetulnya berkarier [di perbankan] tidak saya rencanakan. Saya bekerja di Telkom selama hampir 17 tahun, di mana 10 tahun terakhir menjadi direksi. Di Telkom, saya mengeksplorasi hal baru, baik itu inovasi, IT, hingga digital. Di situlah [perjalanan di dunia digital] saya dimulai. Saya juga mendirikan program inkubator dan akselerator Indigo.

Kemudian, saya pindah ke BRI yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan. Saat itu saya diminta untuk membenahi sistem IT dan memimpin transformasi digital supaya BRI bisa beradaptasi dan tetap relevan bagi nasabah di era digital. Saya melakukan inovasi, mengembangkan produk digital banking — ada PINANG dan CERIA — dan melakukan massive collaboration dengan pemain digital.

Alhadumdulillah, BRI kini sudah punya pondasi yang baik. Saya membangun digital BRI dengan future-ready IT dan arsitektur di masa depan. Saya siapkan agar dapat mengakomodasi volume yang besar. Itu legacy yang saya tinggalkan [di Telkom dan BRI]. Namun, yang terpenting adalah meninggalkan talent dan culture yang terus membaik.

Apakah kemampuan dan kapabilitas Anda selama ini di telekomunikasi menjadi lebih tereskalasi begitu masuk ke perbankan?

J: Ini pertanyaan bagus. Memang saya merasakannya ketika berkarier di perbankan. Yang membuat saya tertarik adalah bagaimana bank konvensional memadukan layanan banking dengan teknologi karena bisa emerge dengan sektor lain. Kita merasa tumbuh karena proses belajar terus berjalan.

Bank bicara segmen B2C, B2B, atau SME. Bank mendorong inisiatif bisnis untuk tumbuh. Apalagi ada mata rantai di belakangnya. Pemilik bisnis dibantu dengan layanan keuangan. Makanya bank agak berbeda karena lekat dengan semua sektor. Apapun bisnisnya pasti butuh layanan keuangan. Untuk simpan uang atau pembiayaan misalnya. Bank memahami business process. Itulah peran bank.

Ini yang membedakan telekomunikasi dengan perbankan karena sifatnya horizontal bukan vertikal. Sektor telekomunikasi fokus pada platform dan punya basis data kuat. Sebagai penyedia konektivitas dan penyimpanan data, perannya bagus. Selain itu juga mengakomodasi kebutuhan harian konsumen, misalnya pulsa atau paket data. Namun, telekomunikasi kurang dalam hal konteks [bisnis] sebuah sektor, kurang menguasai business process dari konsumen.

Di Telkom, ada misi [membangun] ekosistem digital. Saat itu saya mengembangkan [solusi digital], seperti health dan logistic. Namun, sebetulnya model bisnis Telkom adalah platform, infrastruktur. Sementara business process di sektor terkait bukan ranah Telkom. Artinya, butuh partner di sektor itu agar Telkom bisa engage dengan konsumennya.

Bagaimana Anda bertransisi dari BRI yang notabene fokus ke UMKM ke Allo Bank yang didukung mega ekosistem CT Corp?

J: Ini menarik. Saya menyadari bahwa kita perlu terampil berkolaborasi. Leadership akan berbeda, bukan lagi memimpin satu perusahaan, melainkan menyelaraskan dengan ekosistem. Kita mengorkestrasi ekosistem yang didukung frekuensi, kecepatan, dan pola pikir yang sama.

Misalnya, ada pertukaran value antara Allo Bank dengan Transmart. Belanja di Transmart cukup bahwa ponsel. Mungkin mereka akan merasa kolaborasi ini dapat menghasilkan data, jadi tahu apa yang disukai konsumen. Kita bisa lebih engage untuk memberikan hal baru. Konsumen bisa sering bertransaksi karena layanan lebih personalized. Jadi ke depan bisa semakin relevan. Ini semua menjadi value-driven. 

Di awal, mungkin masih banyak PR. Pemahaman di ekosistem masih baru, produk perlu banyak di-improve. Perlu waktu untuk menguasai produk sampai di tahap ‘oh pakai Allo Bank bisa lebih tumbuh’, itu seninya. Tantangannya bagaimana bermain sebagai ekosistem dan melakukannya bersama dengan tim. Pada dasarnya, semua akan bicara value.

Dari BUMN kini ke perusahaan swasta, apakah Anda kini merasa lebih nyaman untuk deliver sebuah inovasi?

J: Mestinya lebih mudah karena [sebelumnya] sistemnya lebih rigid dengan tata kelola sedemikian panjang. Sementara, di sini kita lebih punya speed yang diseimbangkan dengan kualitas. Speed bisa lebih dominan. Namun, saya tidak suka kemapanan dan senang terhadap hal-hal baru. Sejak di Telkom, saya memang begitu. Kalau kamu tanya apa INDIGO punya KPI? Ya tidak ada. Itu saya bikin sendiri sehingga jadi lah sesuatu. Maka itu, kita harus memadukan entrepreneurship dan strategic management.

Untuk menghadapi hal-hal yang tidak pasti, butuh keberanian mencoba. Ini saya terapkan ketika di Telkom maupun BRI. Sementara CT Corp berawal dari entrepreneurial sehingga lebih mudah pada aspek kecepatan. Yang penting, arahnya jelas dan punya pondasi kuat untuk memanuver gerakan kita ke depan. Ini sedang saya bangun di Allo Bank, tentu didukung Pak CT dan grup. Bagaimana Allo Bank bisa siap ke depan, tak hanya kecepatan, tapi fokus untuk menciptakan value.

Sebagai seseorang yang passion terhadap teknologi dan digital, apakah ada yang ingin Anda eksplorasi maupun belum tercapai saat ini?

J: Perjalanan saya masih jauh dan masih tahap awal, tetapi saya punya aspirasi yang jelas, yakni bagaimana menghadirkan kehidupan dalam satu genggaman, all in one.

Ke depan arahnya ada AI, crypto, hingga blockchain. Sekarang kita bicara Web3, tapi Jack Dorsey (Co-founder Twitter) sudah bicara Web5. Artinya, kita harus adaptasi terus agar dapat memberikan value baru dengan model bisnis yang saya rasa akan terus berkembang dengan Web3.

Kita juga akan berhadapan dengan kompetitor yang membawa pendekatan baru. Ini akan menjadi perjalanan yang tidak akan berhenti untuk beradaptasi dan bertransformasi supaya [implementasi] bisa semakin luas.

Traveloka Terus Perluas Kerja Sama dengan Perbankan

Traveloka semakin intensif menjalin kerja sama dengan perbankan lokal. Pekan lalu, mereka baru saja mempererat hubungan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kali ini kesepakatan tersebut berhasil membawa layanan OTA milik Traveloka masuk di aplikasi mobile banking BRImo.

Pengguna BRImo kini bisa memesan berbagai jenis akomodasi, mulai dari Pesawat, Hotel, sampai dengan Bus/Shuttle tanpa harus berpindah aplikasi lewat menu “Travel”. BRImo sendiri juga memiliki misi untuk menjadi financial super apps agar bisa melayani berbagai kebutuhan nasabah dalam satu aplikasi saja.

Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan, kerja sama strategis bersama Traveloka diharapkan bisa menjadi solusi bagi nasabah yang ingin merayakan hari raya Idul Fitri di kampung halaman.

“Dengan adanya kerja sama strategis dengan Traveloka, kami harapkan dapat memberikan value tambahan kepada nasabah dan hal ini merupakan bagian dari transformasi BRI untuk memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi melalui BRImo SuperApps yang sudah terintegrasi dengan Traveloka, sehingga nasabah tidak perlu lagi berpindah-pindah aplikasi untuk melakukan pembelian tiket,” ujar Handayani.

Sebelumnya kerja sama Traveloka dan BRI sudah terjalin sejak tahun 2019 lalu, ketika keduanya bersama-sama meluncurkan kartu kredit Paylater Card. BRI juga sempat dikabarkan tengah menjajaki investasi strategis ke Traveloka — namun ketika kami coba konfirmasi ke pihak terkait, mereka menolak untuk memberikan komentar.

Kerja sama dengan Bank Jago

Selang sepekan, Traveloka kembali mengumumkan kerja samanya dengan Bank Jago. Tujuannya untuk memperluas penyaluran kredit lewat Traveloka Paylater. Hal ini dilakukan di tengah pertumbuhan pesat layanan pembiayaan tersebut. Diklaim Traveloka Paylater telah tumbuh hingga 10x lipat sejak pertama diluncurkan tahun 2018 dan menyasar masyarakat underbanked yang terkendala masalah finansial.

“Kemitraan dengan Bank Jago telah memperluas peluang penyaluran kredit kepada masyarakat underbanked di Indonesia, khususnya pengguna Traveloka Paylater yang kerap kali mengalami kesulitan akses finansial untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan gaya hidup mereka […] Melalui kerja sama ini kami optimis untuk dapat memberikan kontribusi terhadap inklusi keuangan serta berharap dapat meningkatkan nilai bisnis kedua belah pihak,” ujar CFO Traveloka & Presiden PT Caturnusa Sejahtera Finance Doan Lingga.

PT Caturnusa Sejahtera Finance adalah perusahaan pembiayaan di bawah Traveloka yang memiliki lisensi untuk memberikan layanan pinjaman berbasis teknologi.

Dukung debut digital Allo Bank

Allo Bank awal tahun ini mendapatkan dukungan strategis dari berbagai pebisnis digital, termasuk Bukalapak, Carro, dan Grab. Tak mau ketinggalan, Traveloka pun turut terlibat mendukung debut produk bank digital yang akan segera diluncurkan ke publik oleh Allo. Dukungannya tidak berbentuk kapital seperti dari yang lain, namun ada kemungkinan integrasi dengan superapp lifestyle di ekosistem Traveloka.

Dalam sambutannya mengenai kerja sama dengan Allo Bank, Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi berujar, “Saya antusias untuk menyambut Allo di Traveloka. Sebagai superapp lifestyle, kami adalah platform independen dengan beragam penyedia kredit di Indonesia dan kami akan bekerja sama dengan Allo untuk menyesuaikan produk-produk pinjaman ini dengan kebutuhan gaya hidup dan aspirasi para pengguna kami.”

Lini fintech berpotensi jadi bisnis besar

Lebih dari sekadar OTA, ambisi Traveloka untuk membangun aplikasi gaya hidup yang menyeluruh terus diperlihatkan. Tak terkecuali melalui inovasi fintech yang terus diperkuat untuk mendukung sistem transaksi. Selain tiga bank di atas, sebenarnya ada pihak lain yang sebelumnya turut memberikan dukungan khusus ke lini finansial Traveloka ini, sebut saja BNI yang turut mendukung produk paylater mereka.

Dalam sebuah kesempatan di akhir 2019, bahkan salah satu eksekutif Traveloka sempat sesumbar bahwa lini fintech Traveloka —termasuk di dalamnya paylater— telah mendekati menjadi bisnis bernilai $1 miliar.

Lewat PT Caturnusa Sejahtera Finance, Traveloka juga cukup leluasa berinovasi dengan layanan pembiayaan dan turunannya. Dalam POJK 35 Tahun 2018, OJK menjelaskan perusahaan pembiayaan diberi keleluasaan untuk menambah variasi produk pembiayaan yakni multiguna. Multiguna adalah jenis pembiayaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha atau aktivitas produktif dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Dukungan lembaga finansial seperti bank jelas dapat memberikan kekuatan lebih bagi Traveloka untuk mengoptimalkan potensi bisnis fintech-nya. Karena kolaborasinya dengan perbankan juga bisa direalisasikan dalam berbagai bentuk, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya termasuk perluasan akses kredit dan loan channeling.

Application Information Will Show Up Here

Cara Cek dan Cairkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM 2022

Bagi pelaku usaha terutama UMKM atau usaha mikro, kecil dan menengah, bersiaplah menerima bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Sebelumnya, BLT serupa telah diberikan sejak 2020, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

BLT UMKM sendiri merupakan bantuan khusus yang diberikan pemerintah kepada pelaku UMKM, khususnya bagi yang terdampak pandemi Covid-19. Besaran BLT yang akan diterima ini senilai Rp 600 ribu.

Untuk mendapatkan BLT UMKM 2022, terdapat syarat-syarat khusus yang perlu dipenuhi. Misalnya, pelaku UMKM bukan merupakan ASN, anggota TNI/Polri, dan pegawai BUMN atau BUMD. Lalu, tidak sedang menerima kredit usaha mikro (KUR) dari perbankan manapun.

Lantas, bagaimana cara mengetahui apakah Anda termasuk ke dalam pelaku UMKM penerima BLT UMKM 2022? Serta bagaimana cara mencairkan dana bantuan tersebut? Berikut langkahnya.

Langkah Cek Penerima Bantuan UMKM 2022

BLT UMKM

  • Isi Nomor KTP dan Kode Verifikasi.
  • Lalu, klik Proses Inquiry.

UMKM

  • Jika sudah berhasil masuk, Anda akan mendapatkan informasi apakah sudah mendapatkan bantuan atau tidak.

BLT

  • Jika sudah terdaftar sebagai penerima BLT UMKM 2022, pelaku UMKM bisa langsung mendatangi kantor BRI, untuk mencairkan dana bantuan UMKM atau langsung ditransfer ke rekening penerima.

Syarat Mencairkan BLT UMKM 2022

Setelah dinyatakan terdaftar sebagai penerima BLT UMKM 2022, pelaku UMKM dapat mencairkan dana bantuan tersebut, dengan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penerima BLT UMKM wajib melampirkan buku tabungan dan Kartu ATM.
  • Penerima wajib membawa Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
  • Penerima harus membawa surat Pernyataan yang ditandatangani oleh petugas Desa daerah setempat.
  • Penerima wajib menunjukkan notifikasi pesan SMS pemberitahuan penerima BLT UMKM atau BPUM.

Demikian informasi mengenai cara cek penerima dan mencairkan dana BLT UMKM 2022, melalui eform BRI. Pastikan setiap persyaratan dan prosesnya terpenuhi, sehingga dana bantuan UMKM dapat segera diterima.

OVO and BRI Announces “OVO U Card” Co-Brand Credit Card

OVO becomes the latest company to announce credit card co-branding with banks. Bank BRI is selected as the partner to present the “OVO U Card”. This credit card targets the younger generation and digital natives to gain easy access to digital transactions.

Based on the research by Brilio.net in collaboration with JakPat Mobile Survey, around 59% the majority of Indonesian young people, especially the upper middle class, prefer cashless transactions, including credit cards. In fact, 63% of young people are fond of their needs of credit card, although some stated the uneasy access. In addition, BCG survey result shows that credit card penetration in Indonesia is relatively low at around 6%.

“The launching of OVO U Card emphasizes the closer synergy between fintech and the banking industry to drive economic growth, especially for millennials as the major population, including OVO users of which 63% are millennials. The services in the OVO application are becoming more complete with the seamless integration between OVO and BRI which allows users to fully manage OVO U Card transactions in the OVO application,” OVO’s President Director, Karaniya Dharmasaputra said in an official statement, Monday (6/12).

OVO U Card is designed as a product that is easy to access and manage, for installment schedules, available programs from BRI and the OVO and Grab ecosystems, and the transaction history. Cardholders can also enjoy additional rewards and benefits from the two ecosystems, more convenient access for various services and offers from popular merchants, and free annual fees.

Currently, the OVO U Card is only available for selected users with good transaction history on the OVO app. Due to convenience, the submission and verification process are done through the OVO app within a maximum of 1 working day. Users can easily convert transactions into 0% installments for up to 12 months. Also, the Mastercard network can be used for abroad transactions.

For the record, Grab was previously collaborated with Bank Danamon. The offers provided are more or less the same, for example, auto upgrade membership status to Grab Platinum and get GrabCar booking priority, convert transactions into installments of up to 36 months, and so on.

BRI also cooperates with Traveloka in providing Traveloka PayLater. Bank Mandiri, on the other hand, partners with Shopee and Traveloka. Also, BCA with Blibli and Tiket.com.

Credit card is getting more accessible

In the past, credit cards were considered premium items as they could only be owned by “privileged” customers. This is reasonable as banks are responsible for distributing loans sourced from public funds.

The situation results in stagnant growth from year to year. Based on Bank Indonesia’s data in May 2021, the value of credit card transactions was recorded at Rp. 19.7 trillion. This amount decreased slightly by 1.6% compared to the previous month of Rp20 trillion. Despite the decline, the total volume of transactions with credit cards increased, the number increased by 0.9% from 23.3 million transactions in April 2021 to 23.5 million transactions in May 2021.

Credit card transactions dropped significantly during the pandemic, due to restrictions on community activities. Its values ​​began to improve in late 2020 and March 2021, but have not returned to pre-pandemic levels. On the other hand, electronic money is increasingly being used by the public. The transaction value reached the highest figure of IDR 23.7 trillion in the past year in May 2021.

In response to this condition, a technology company that collaborated with banks to release credit card products was finally answered. Armed with data on customers who regularly pay and are diligent in transacting, they offer credit cards so that their users can “level up.”

Application Information Will Show Up Here

OVO dan BRI Umumkan Co-Brand Kartu Kredit “OVO U Card”

OVO menjadi perusahaan berikutnya yang mengumumkan co-branding kartu kredit dengan bank. Kali ini Bank BRI menjadi rekanan yang digandeng oleh  dalam menghadirkan “OVO U Card”. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

Menurut hasil riset yang diungkap Brilio.net bersama dengan JakPat Mobile Survey, sebanyak 59% mayoritas generasi muda di Indonesia, khususnya kelas menengah ke atas, lebih menyukai transaksi nontunai, termasuk kartu kredit. Bahkan, sebanyak 63% generasi muda menyukai kebutuhan mereka akan kartu kredit, namun sebagian menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam mendapatkan akses. Di tambah dari hasil survey BCG menyatakan, bahwa penetrasi kartu kredit di Indonesia tergolong masih rendah dengan kisaran 6%.

“Peluncuran OVO U Card mempertegas semakin eratnya sinergi antara industri perbankan dan fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi pengguna milenial yang menjadi mayoritas, termasuk pengguna OVO yang 63% adalah milenial. Layanan dalam aplikasi OVO menjadi semakin lengkap dengan adanya integrasi seamless antara OVO dan BRI yang memungkinkan pengguna untuk mengatur transaksi OVO U Card secara penuh di aplikasi OVO,” ujar Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra dalam keterangan resmi, Senin (6/12).

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut, akses transaksi lebih nyaman bagi beragam layanan dan penawaran dari berbagai merchant populer, dan bebas biaya tahunan seumur hidup.

Sejauh ini, kartu kredit OVO U Card baru dapat dinikmati oleh pengguna terpilih yang memiliki riwayat transaksi yang baik di aplikasi OVO. Untuk kemudahan proses pengajuan dan verifikasi, dilakukan melalui aplikasi OVO dalam waktu maksimal 1 hari kerja. Pengguna juga dapat dengan mudah mengubah transaksi menjadi cicilan 0% hingga 12 bulan. Tak hanya itu, dengan jaringan Mastercard, kartu kredit dapat digunakan untuk transaksi di luar negeri.

Sebagai catatan, sebelumnya Grab juga melakukan kerja sama serupa dengan Bank Danamon. Penawaran yang diberikan juga kurang lebih sama, misalnya auto upgrade status membership di aplikasi Grab menjadi Grab Platinum dan mendapat prioritas booking GrabCar, mengubah transaksi menjadi cicilan hingga 36 bulan, dan sebagainya.

BRI juga melakukan kerja sama sejenis dengan Traveloka dalam menyediakan Traveloka PayLater. Bank lainnya, Bank Mandiri juga bersama dengan Shopee dan Traveloka. Kemudian, BCA dengan Blibli dan Tiket.com.

Semakin mudah punya kartu kredit

Memang dulu kartu kredit adalah barang premium karena hanya bisa dimiliki oleh nasabah “priviledge”. Ini wajar karena bank memang harus bertanggung jawab dalam menyalurkan pinjaman yang bersumber dari dana masyarakat.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pertumbuhan mandeg dari tahun ke tahun. Data dari Bank Indonesia mengungkapkan, pada Mei 2021, nilai transaksi kartu kredit tercatat sebesar Rp19,7 triliun. Jumlah itu turun tipis 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp20 triliun. Meski menurun, total volume transaksi dengan kartu kredit meningkat, jumlahnya naik 0,9% dari 23,3 juta transaksi pada April 2021 menjadi 23,5 juta transaksi pada Mei 2021.

Transaksi kartu kredit turun signifikan selama pandemi, lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Nilainya mulai membaik pada akhir 2020 dan Maret 2021, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi. Sebaliknya, uang elektronik semakin banyak digunakan masyarakat. Nilai transaksi mencapai angka tertinggi Rp23,7 triliun dalam satu tahun terakhir pada Mei 2021.

Menanggapi kondisi tersebut akhirnya dijawab oleh perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perbankan untuk merilis produk kartu kredit. Berbekal dengan data nasabah yang teratur membayar dan rajin bertransaksi, menawarkan kartu kredit agar para penggunanya bisa “naik kelas.”

Application Information Will Show Up Here