BRI Ventures Terlibat dalam Pendanaan Seri C Modalku

BRI Ventures terlibat dalam pendanaan induk perusahaan fintech lending Modalku, Funding Societies. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya. Kepada DailySocial ia mengungkapkan, keterlibatan BRI Ventures merupakan bagian dari pendanaan seri C Modalku yang dibukukan April 2020 lalu.

“Sebelumnya kami telah mengumumkan bahwa grup Modalku telah memperoleh komitmen pendanaan seri C sebesar US$40 juta (atau sekitar 625 miliar Rupiah) dari investor-investor terdahulu yang telah bergabung serta investor baru yang belum bisa diumumkan namanya. Pendanaan yang melibatkan BRI Ventures ini merupakan bagian dari pendanaan seri C kami,” kata Reynold.

Dana segar ini akan difokuskan Modalku untuk merealisasikan visi meningkatkan inklusi keuangan di Asia Tenggara, serta menciptakan dampak positif bagi perekonomian di Indonesia. Terutama di masa pandemi ini, pendanaan ini akan mendukung strategi perusahaan untuk mendukung UKM tetap bisa bertumbuh dan bertahan. Selain itu, Modalku untuk terus berinovasi menyediakan produk baru.

“Perusahaan juga memiliki target untuk bisa menjangkau lebih banyak UKM di berbagai sektor dan wilayah. Namun, fokus utama kami saat ini adalah mendukung UKM yang bisnisnya terkena dampak pandemi ini. Sehingga strategi utama kami saat ini adalah bereaksi lebih cepat terhadap perubahan kondisi ekonomi makro melalui restrukturisasi.”

Dampak pandemi

Pandemi membuat beberapa startup teknologi melakukan efisiensi operasional bisnis, beberapa di antaranya bahkan sampai melakukan layoff hingga pivot model bisnis. Sementara itu Reynold menegaskan, sejauh ini Modalku tidak melakukan hal tersebut, termasuk mem-PHK pegawainya. Gelombang pandemi yang terjadi memaksa Modalku membuat berbagai langkah antisipasi internal dan eksternal.

Dari sisi internal, perusahaan juga melakukan streamline operations untuk meningkatkan efisiensi agar proses operasional lebih sederhana. Menurut Reynold, pada kondisi seperti ini, penting bagi perusahaan untuk menstabilkan laju perusahaan dan tetap tumbuh secara sehat. Maka dari itu, ia enggan menyebutnya ini sebagai layoff.

Application Information Will Show Up Here

BRI Ventures to Manage New Venture Fund “Sembrani Nusantara”

BRI Ventures launches a new managed fund named “Dana Ventura Sembrani Nusantara”. The fund acts as a new vehicle for BRI Ventures to invest in early stage startups and the non-fintech segments, such as education, agro-maritime, retail, transportation, and health.

As a non-CVC fund, Sembrani Nusantara’s concept is similar to the Centauri Fund managed by the MDI Ventures and KB Financial Group in South Korea, despite some fundamental differences.

The name Sembrani Nusantara is to represent a symbol of the future startup philosophy. Sembrani, Batara Wisnu’s horse in the wayang story, is a representation of a unicorn with local wisdom.

In today’s event (6/24), BRI Ventures is said to raise IDR300 billion. BRI, as a General Partner, also plants money into the fund and has received some commitments from institutional investors as Limited Partners.

In terms of managing venture funds, BRI Ventures has obtained OJK approval after submitting it last year. The venture fund is an investment contract scheme between PMV and the custodian bank, made by OJK for the venture capital industry willing to enter the equity participation.

To date, most of local PMVs play in profit-sharing financing, which is not much different from the ones performed by financial companies.

BRI Ventures‘ CEO, Nicko Widjaja explained, Sembrani Nusantara is inspired by the will to prepare a broader investment climate, however, in compliance with rules under OJK’s surveillance radar.

“BRI Ventures intends to build an ecosystem which lately controlled by foreign PMVs and we are yet to prepare. Now is the time for us to start, which is likely to change the ecosystem in ASEAN,” he said.

The issue of high taxation, which behind many local PMVs to run away and flee to neighboring countries, can actually be overcome with some adjustments. He said BRI Ventures reduced management costs and other costs.

“Instead of waiting for the rules to change, why don’t we change the mindset. We have talked to the [BRI] group, we changed the carry profit and management fees, [because] we are aware that we cannot instantly ask the government to change. With Sembrani Nusantara, we are trying to redefine the VC industry in Indonesia. We adjust [two things] to make the industry more competitive. It’s like an early startup with a subsidy.”

Of the total Rp300 billion managed funds, BRI Ventures is to invest in 10-15 non-fintech early-stage startups for the deployment period between the next two to three years.

Widjaja said Sembrani will continue to review its progress, considering this is BRI Ventures’ first time to create funds and managed external funds. Until recently, BRI Ventures always invested in startups as a single LP.

“The challenge in managing venture funds is we have to communicate more for there are various investors and most importantly to perform education which very lacks these days.”

First mover

Sembrani Nusantara is to bring fresh air for the local startup ecosystem which continues to be dominated by foreign investors. The license from OJK can be considered as the first movers because they agree to comply with domestic rules.

For the record, many venture capital players, even with an office in Indonesia, are having legality in Singapore due to tax-friendly. The provision of paid-up capital limits is considered not in accordance with the pattern of VC players which mostly run in tech startups and raise funds from external investors.

In addition, the large income tax (PPh) is still a challenge for local investors to compete with foreign investors. According to PMK No.48 of 2018 regarding the Tax Treatment of Equity Participation of Venture Capital Companies in Micro, Small and Medium Enterprises is considered not friendly to accommodate the capital gain tax rules.

The capital gains tax for PMV reaches 25% of the increase in equity value, while for individual investors 30%. This large number has made foreign investors prefer to channel their capital through PMA, rather than collaboration with local PMVs. Meanwhile, the capital gains tax in Singapore is only 5%.

Most of the local PMVs investing in digital startups and have been registered with the OJK are part of the bank’s subsidiary, such as Central Capital Ventures (CCV), BRI Ventures, and Mandiri Capital Indonesia. The majority of them focus on investing fintech startups to support their parent business in accordance with the regulator’s mandate.

According to OJK’s data as of March 2020, there are 61 PMVs obtained permits, consisting of 57 conventional PMVs and four of which were Sharia-based. As of April 2020, the performance of most PMVs came from profit-sharing financing of 77%, 19% equity participation, and 4.1% convertible bonds. This number changed from last year’s position. Profit-sharing financing portion reaches 99%.

“We are encouraging BRI to become a digital [investing digital startup] PMV. In addition, Sembrani Nusantara is well received by investors, therefore, it can support the PMV industry which is very limited [for investing shares in startups,” the Head of OJK’s 2B IKNB Supervision Department Bambang W. Budiawan explained on the same occasion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Kelola Dana Ventura Baru “Sembrani Nusantara”

BRI Ventures meluncurkan kelolaan baru bernama “Dana Ventura Sembrani Nusantara”. Fund tersebut menjadi kendaraan baru bagi BRI Ventures untuk mendanai startup early stage yang bermain di segmen non fintech, seperti pendidikan, agro-maritim, ritel, transportasi, dan kesehatan.

Sebagai dana non CVC, konsep Sembrani Nusantara mirip dengan dana kelolaan Centauri Fund yang diinisiasi MDI Ventures dan KB Financial Group Korea Selatan, meski memiliki beberapa perbedaan mendasar.

Nama Sembrani Nusantara dipilih sebagai simbol filosofi startup di masa mendatang. Sembrani, kuda tunggangan Batara Wisnu di cerita pewayangan, merupakan representasi sebuah unicorn dengan kearifan lokal.

Pada peluncuran hari ini (24/6), BRI Ventures menargetkan dapat menghimpun dana sebesar Rp300 miliar. BRI, sebagai General Partner, turut menaruh dana ke dalam fund tersebut dan telah mendapat sejumlah komitmen dari investor institusi sebagai Limited Partner.

Dalam mengelola dana ventura, BRI Ventures telah mendapat restu OJK setelah pengajuan dimulai dari akhir tahun lalu. Dana ventura merupakan skema kontrak investasi antara PMV itu sendiri dengan bank kustodian, yang dibuat OJK agar industri perusahaan modal ventura lebih berani untuk masuk ke penyertaan saham.

Selama ini PMV lokal mayoritas bermain di pembiayaan bagi hasil yang notabenenya tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan perusahaan pembiayaan.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menjelaskan, latar belakang peluncuran Sembrani Nusantara adalah keinginan untuk menyiapkan iklim investasi yang lebih luas, namun dengan aturan main yang tetap berada dalam radar pengawasan OJK.

“BRI Ventures ingin membangun ekosistem yang selama ini dikuasai PMV asing dan kita kemarin tidak siap. Sekarang saatnya kita mulai yang kemungkinan juga bisa mengubah ekosisem di ASEAN,” ujarnya.

Isu perpajakan yang tinggi, yang selama ini menjadi dalih banyak kebanyakan PMV lokal untuk menghindar dan lari ke negara tetangga, sebenarnya dapat diatasi dengan sejumlah penyesuaian. Dia menerangkan, BRI Ventures menurunkan biaya management dan biaya lainnya.

“Daripada nunggu aturan berubah kenapa kita tidak ubah cara pikir. Kita sudah bicara dengan grup [BRI], kita ubah carry profit dan management fee, [karena] kita sadar enggak bisa minta plek-plek minta pemerintah ubah. Dengan Sembrani Nusantara, kami mencoba meredefinisikan industri VC di Indonesia. [Dua hal itu] Kami sesuaikan untuk membuat industri semakin kompetitif. Mirip seperti startup yang di masal awal memberikan subsidi.”

Dari total dana kelolaan Rp300 miliar, BRI Ventures akan berinvestasi tahap awal untuk 10-15 startup yang bergerak di sektor non fintech untuk masa deployment antara dua sampai tiga tahun mendatang.

Nicko mengatakan, ke depannya Sembrani akan terus ditinjau progress-nya, mengingat ini adalah pertama kalinya BRI Ventures membuat fund dan mengelola dana eksternal. Selama ini, setiap berinvestasi ke startup, BRI Ventures selalu menjadi single LP.

“Tantangannya dalam mengelola dana ventura, kami jadi lebih banyak berkomunikasi karena ada beragam investor dan terpenting melakukan edukasi yang selama ini kurang.”

First mover

Kehadiran Sembrani Nusantara menjadi angin segar untuk ekosistem startup lokal yang terus didominasi pendanaan dari luar negeri. Posisi mereka yang sudah terdaftar di OJK bisa dianggap sebagai first mover karena mereka sepakat untuk tunduk pada aturan di dalam negeri.

Sebagai catatan, banyak pemain modal ventura, meski kantornya ada di Indonesia, tetapi legalitas mereka ada di Singapura karena di sana lebih ramah pajak. Ketentuan batas modal disetor dianggap kurang sesuai dengan pola pemain VC yang kebanyakan bermain di startup teknologi dan menggalang dana dari investor eksternal.

Di samping itu, pengenaan pajak penghasilan (PPh) yang besar masih menjadi tantangan untuk investor lokal untuk berkompetisi dengan pemodal asing. Menurut PMK PMK No.48 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura pada Perusahaan Mikro, Kecil, dan Menengah dianggap belum ramah mengakomodir aturan pajak capital gain.

Penerapan pajak capital gain buat PMV itu mencapai 25% dari kenaikan nilai ekuitas, sementara bagi investor perorangan 30%. Besarnya angka ini membuat investor asing selama ini lebih memilih untuk menyalurkan modalnya melalui PMA, ketimbang kolaborasi dengan PMV lokal. Sementara, pajak capital gain di Singapura hanya 5%.

Adapun mayoritas PMV lokal yang mendanai startup digital dan sudah terdaftar di OJK adalah bagian dari anak usaha bank, yakni Central Capital Ventura (CCV), BRI Ventures, dan Mandiri Capital Indonesia. Ketiganya mayoritas fokus mendanai startup fintech untuk mendukung bisnis induk usahanya sesuai dengan mandate dari regulator.

Menurut data OJK per Maret 2020, tercatat ada 61 PMV yang telah mengantongi izin, terdiri dari 57 PMV konvensional dan empat diantaranya berbentuk Syariah. Per April 2020, kinerja dari mayoritas PMV tersebut berasal dari pembiayaan bagi hasil sebesar 77%, penyertaan saham 19%, dan obligasi konversi 4,1%. Angka ini terjadi perubahan dibandingkan posisi tahun lalu. Porsi pembiayaan bagi hasil mencapai 99%.

“Kami mendorong BRI menjadi PMV yang [membiayai startup] digital. Selain itu, Sembrani Nusantara dapat diterima oleh investor dengan baik, sehingga dapat mendukung industri PMV yang masih sangat limited [untuk penyertaan saham ke startup,” tutup Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan yang hadir di kesempatan tersebut.

CEO MDI Ventures Beberkan Jenis Startup yang Ideal Setelah Covid-19

Pandemi Covid-19 merupakan ajang “survival of the fittest” bagi startup. Adaptasi bisnis digital mengalami akselerasi berlipat-lipat dalam keadaan saat ini. MDI Ventures menggunakan momentum ini untuk menyaring entitas bisnis yang cocok untuk mereka investasi.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengemukakan kriteria tersebut dalam webinar yang MDI selenggarakan pada Selasa (9/6) sore kemarin. Donald menjelaskan setidaknya ada empat jenis startup selama masa pandemi ini: startup yang beruntung karena vertikalnya sangat dibutuhkan; mereka yang pivot menyesuaikan kondisi; mereka yang hibernasi untuk menekan kerugian; dan mereka yang tidak beruntung, lalu gagal, dan mati.

“Kami sangat melirik startup-startup yang nomor satu, dua, dan tiga tadi,” ucap Donald dalam webinar tersebut.

Namun tidak semua startup yang masuk tiga kategori itu akan menjadi buruan utama MDI Ventures. Menurut Donal ada faktor lain yang dapat menarik mereka selain keuletan dan ketahanan startup menghadapi pandemi, tapi juga sinergisme dengan Telkom Group dan BUMN lainnya.

Bentuk sinergi itu adalah roadmap dari Telkom yang beberapa di antaranya berisi proyek smart city, healthtech, dan yang proyek yang berkaitan erat dengan UMKM. “Kita tentu mencari gain, tapi kita juga mencari sinergi dengan Telkom Group dan BUMN pada umumnya,” imbuh pria yang belum lama ditunjuk sebagai CEO MDI Ventures itu.

Vertikal yang atraktif

Donald menyebut, secara khusus sejumlah vertikal yang menonjol selama wabah Covid-19 berlangsung. Di antaranya food delivery, konten digital, logistik, new retail, dan payment gateway. Keharusan masyarakat untuk tetap di rumah selama pandemi menjadi kesamaan di antara semua vertikal tersebut. Layanan-layanan vertikal itu melayani kebutuhan masyarakat yang enggan keluar rumah dan juga menemani besarnya waktu yang harus mereka habiskan di rumah.

“Mereka [logistik] kena imbas yang sangat positif. Kami lihat ada yang berhasil naik 2-3 kali lipat dalam satu bulan,” kata Donald.

Di antara itu semua ada jenis vertikal yang menjadi sorotan Donald karena situasi mengharuskan mereka menahan diri yakni fintech lending. Peraturan pemerintah yang mengharuskan bank dan institusi keuangan lain termasuk fintech lending untuk memberikan relaksasi dalam penagihan kredit mau tak mau harus tiarap dulu. MDI sendiri memiliki portofolio di fintech lending lewat Kredivo.

“Tapi kita ingat kebutuhan Indonesia itu besar dan setelah Covid ini selesai dan sudah bisa collect, ini akan lebih besar lagi. Jadi kami akan pantau terus sektor-sektor ini.”

Soal investasi dan konsolidasi

Donald memastikan pihaknya sebagai corporate venture capital (CVC) mendapat restu dari Telkom untuk terus berinvestasi di tengah masa pandemi ini. Ia menyebut situasi saat ini hanya mempercepat beberapa tahun proses adaptasi digital ke fase lebih matang.

Hal itu juga menunjukkan bahwa ada beberapa startup yang kurang mampu menjadi perusahaan yang lebih besar. Buat Donald itu adalah kesempatan untuk meramu formula konsolidasi.

“Kami juga bersama VC-VC lain melirik kesempatan satu-dua perusahaan untuk di-merge atau dikonsolidasikan,” pungkas Donald.

Mandiri Capital Delays Four Investments Due to Pandemic

Mandiri Capital Indonesia (MCI), an investment arm of Bank Mandiri, revealed that there have been some delays regarding plans to invest in new startups due to the Covid-19 pandemic. MCI is said to be eyeing four startups engaged in fintech.

MCI’s CEO, Eddi Danusaputro said, the actual approach process had already taken place before the pandemic, but the due diligence process required both parties to meet face to face. It needs to verify the location of the startup’s office, visiting users, and so on.

“If it is only for discussion, it can be through digital. However, we still have to verify the office, making a check spot to the location whether the business is B2B,” he said as quoted from an interview with CNBC, yesterday (5/27).

He emphasized, even though it’s delayed due to a pandemic, it doesn’t reduce MCI’s appetite to continue investing in the fintech sector.

Separately, to DailySocial, Eddi said there are four fintech startups conducting a due diligence process with MCI. Although, he was reluctant to disclose more details related to the name of the startup and which vertical fintech was being targeted.

“It’s already started [the approach process] before the pandemic, but the process was delayed due to the current state.”

This delay, he continued, did not have a significant impact on company performance, nor on the map of competition with VCs. He said, MCI had never limit the number of startups to invest and the amount of funds prepared each year.

This year’s budget to invest in new startups is said to reach Rp50 billion. That number changes annually according to the injection of the parent company. “There is no competition between VCs. [We] even invested together. ”

Another impact of the pandemic also forced MCI to postpone external fundraising. Therefore, it must be divided into two rounds and the company has finished the first stage.

The raised funding has reached $50 million, already half of the target, which is $100 million. Eddi is yet to reveal the LP’s identity in this funding. “Therefore, it will be gradual [due to pandemic]. There will be first closing ($50 million), then the second closing.”

In an earlier interview, Eddi said this initial external funding would help MCI in meeting the funding needs of fintech startups in Indonesia. If you rely solely on funding from Bank Mandiri, your needs cannot be met quickly.

He said his team had conducted roadshows to Japan and South Korea to attract investors into the Indonesian market.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mandiri Capital Tunda Empat Investasi Akibat Pandemi

Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha ventura dari Bank Mandiri, mengungkapkan penundaan rencana untuk menyuntik startup baru yang akan masuk ke dalam portofolionya karena pandemi Covid-19. MCI disebutkan sedang mengincar empat startup yang bergerak di bidang fintech.

CEO MCI Eddi Danusaputro menerangkan, proses pendekatan sebenarnya sudah terjadi sebelum pandemi, namun dalam proses due diligence mengharuskan kedua belah pihak bertatap muka secara langsung. Pihaknya perlu memverifikasi lokasi kantor startup, mendatangi pengguna, dan sebagainya.

“Kalau untuk diskusi saja, via digital sebenarnya bisa dilakukan. Tapi kita tetap perlu verifikasi kantornya, harus check spot ke lokasi merchant bila bisnisnya B2B,” katanya mengutip dari hasil wawancara bersama CNBC, kemarin (27/5).

Dia menegaskan, meski menunda karena pandemi, tidak mengurangi appetite MCI untuk tetap berinvestasi di sektor fintech.

Secara terpisah, kepada DailySocial, Eddi menuturkan ada empat startup fintech yang tengah melakukan proses due diligence dengan MCI. Meski, dia enggan membeberkan lebih detail terkait nama startup dan vertikal fintech mana yang sedang diincar.

“Sebelum pandemi sudah dimulai [proses pendekatan], tapi prosesnya jadi tertunda gegara pandemi.”

Penundaan ini, lanjutnya, tidak begitu memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja perusahaan, maupun terhadap peta persaingan dengan antar VC. Dia bilang, MCI tidak pernah menargetkan harus investasi ke berapa banyak startup maupun jumlah dana yang disiapkan setiap tahunnya.

Anggaran tahun ini untuk berinvestasi ke startup baru disebutkan mencapai Rp50 miliar. Angka itu tiap tahunnya berubah sesuai dengan suntikan dana yang diberikan induk kepada MCI. “Persaingan dengan antar VC malah tidak ada persaingan. [Kami] malah investasi bareng.”

Dampak pandemi lainnya juga mengharuskan MCI mengundur penggalangan dana eksternal perdana. Oleh karenanya, harus dibagi menjadi dalam dua tahapan dan perusahaan telah selesai untuk tahap pertama.

Dana yang berhasil terkumpul mencapai $50 juta, sudah separuh dari target dana yang direncanakan sejak awal, yakni $100 juta. Eddi belum bersedia membeberkan identitas LP dari pendanaan ini. “Jadi bertahap [karena pandemi]. Ada first closing ($50 juta), kemudian second closing.”

Dalam wawancara sebelumnya, Eddi mengatakan pendanaan eksternal perdana ini akan membantu MCI dalam memenuhi kebutuhan pendanaan startup fintech di Indonesia. Apabila mengandalkan sumber dana dari Bank Mandiri saja, kebutuhan tidak bisa dipenuhi dengan cepat.

Dia menyebut pihaknya telah melakukan roadshow ke Jepang dan Korea Selatan untuk menarik investor masuk Indonesia.

Donald Wihardja Serves as The New CEO of MDI Ventures

Previously a Partner in Convergence Ventures, which recently rebrands into AC Ventures after the merger with Agaeti Ventures, Donald Wihardja has officially appointed as the CEO of MDI Ventures, signing up for the 9-month vacant position since the predecessor left. In general note, this position was previously occupied by Nicko Widjaja who is now leading the BRI Ventures.

As Donald making his entrance, Aldi Adrian Hartanto now serves as VP of Investments at MDI Ventures.

As MDI Ventures’ VP of investments, Aldi Adrian Hartanto told KrAsia, Donald Wihardja’s experience in terms of investment and running a business should add up more colors to the investment style and culture of the next-generation MDI Ventures.

He added, in the next few years, the main objective of MDI Ventures is to remain the same, which is in line with the vision of being a VC that focuses on top multi-stage funding in Southeast Asia.

It is hoped that Donald and his team can help to accelerate fundraising activities, so as to create an independent funding association, as well as support and strengthen the organization. In 2019 MDI Ventures successfully made 5 exits, with 3 acquisitions and 2 IPOs.

New managed funds

This year, MDI Ventures will soon add two new managed funds to strengthen Telkom Group’s startup investment portfolio from the early stage to the later stage. MDI Ventures’ Managing Partner, Kenneth Li revealed to DailySocial that the add-up was due to their four-year first-round allocation is running out.

Dana Kelolaan MDI Ventures

In early December 2019, Telkom Group through MDI Ventures and KB Financial Group from South Korea also formed a new managed fund called Centauri Fund. Tracing back, in mid-2019, a subsidiary in Telkomsel’s cellular business formed a new investment unit, namely Telkomsel Mitra Innovation (TMI) which also be managed by MDI Ventures.

Investment blocks in 2020

The pandemic has caused shifting in many business strategies, even so with investment strategies. In a number of interviews with venture capitalists, we received a lot of insights about Indonesia’s investment prediction to declining in 2020. Although some investors are convinced they will not delay any existing plans.

Kenneth said, there will be adjustments to investment activities. However, he estimates that there will be investors who take advantage of this situation to find startup portfolios whose valuations can be discounted, especially, investors with a strong cash reserve.

“We do not view investment plans from market aggressiveness, but startups that will succeed in the future. However, the investment depends on how investors determine their hypotheses. I am sure that VCs with new funds and good track records can survive in this situation,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Donald Wihardja Resmi Menjabat CEO MDI Ventures

Setelah menjabat sebagai Partner di Convergence Ventures yang kini berubah nama menjadi AC Ventures pasca merger dengan Agaeti Ventures, Donald Wihardja resmi menempati posisi baru sebagai CEO MDI Ventures, mengisi kekosongan posisi tersebut selama 9 bulan sejak ditinggal pendahulunya. Seperti diketahui, posisi ini sebelumnya ditempati oleh Nicko Widjaja yang kini hijrah untuk membangun BRI Ventures.

Bersamaan dengan masuknya Donald, Aldi Adrian Hartanto kini menjabat sebagai VP of Investments di MDI Ventures.

Kepada KrASIA VP of investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto mengungkapkan, berangkat dari pengalaman yang dimiliki oleh Donald Wihardja dalam hal investasi dan menjalankan bisnis, bisa menambah warna tersendiri kepada gaya investasi dan kultur di MDI Ventures selanjutnya.

Ditambahkan olehnya, dalam beberapa tahun ke depan, tujuan utama dari MDI Ventures adalah tetap sama, yaitu sesuai dengan visi menjadi VC yang fokus kepada pendanaan top multi-stage di Asia Tenggara.

Diharapkan Donald bersama tim bisa membantu untuk mengakselerasi aktivitas penggalangan dana, agar bisa menciptakan asosiasi pendanaan yang mandiri, sekaligus mendukung dan memperkuat organisasi. Tahun 2019 MDI Ventures berhasil catatkan 5 exit, dengan 3 akuisisi dan 2 IPO.

Tambah dana kelolaan baru

Tahun ini MDI Ventures segera menambah dua dana kelolaan baru lagi untuk memperkuat portfolio investasi startup Telkom Group dari tahap early stage sampai later stage. Kepada DailySocial Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li mengungkapkan, bahwa penambahan ini dikarenakan alokasi dana putaran pertama selama empat tahun sudah habis.

Dana Kelolaan MDI Ventures

Awal Desember 2019 lalu, Telkom Group melalui MDI Ventures dan KB Financial Group asal Korea Selatan juga membentuk dana kelolaan baru bernama Centauri Fund. Mundur lagi, di pertengahan 2019, anak usaha di bisnis seluler Telkomsel membentuk unit investasi baru, yaitu Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) yang akan dikelola oleh MDI Ventures.

Tantangan investasi di 2020

Pandemi membuat banyak strategi bisnis harus disusun ulang, pun demikian dengan strategi investasi.  Dalam sejumlah wawancara dengan venture capitalist, kami banyak mendapatkan insight soal prediksi bahwa investasi di Indonesia bakal menurun di 2020. Kendati beberapa pemodal meyakinkan tidak akan menunda rencana-rencana yang sudah ada.

Kenneth menilai, akan ada penyesuaian pada aktivitas investasi. Namun, ia memperkirakan akan ada investor yang memanfaatkan situasi ini untuk mencari portfolio startup yang valuasinya dapat di-discount, terutama, investor yang punya cash reserve kuat.

“Kita tidak melihat rencana investasi dari agresivitas pasar, tetapi startup yang bakal berhasil di masa depan. Bagaimanapun juga, investasi itu bergantung dari cara investor menetapkan hipotesisnya. Saya yakin VC yang punya fund baru dan track record baik bisa bertahan di situasi ini,” ujarnya.

Coca-Cola’s CVC, “Amatil X” Pours Its First Investment to Kargo Technology

After its official launch in early 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) through the Amatil X corporate venture capital (CVC) initiative, has established strategic partnerships with some startups in Indonesia.

The latest collaboration is with Kargo Technologies, it is said to help them expand the business strategy and logistics digitization process in Indonesia. This collaboration also led to Amatil X’s first investment in Indonesian startups, which is expected to improve Amatil’s overall logistics capabilities.

“As the main support behind Indonesia’s favorite beverage brand, we believe that our investment in Kargo Technologies will support Amatil Indonesia’s ambition to become a leading player in Indonesia’s digital ecosystem,” Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz said.

There is no further detail on the investment value provided by Amatil X to Kargo Technologies. However, adjusting its commitment, Amatil X not only enhances the company’s competitive advantage through CVC, but also wants to help and work with local startups that are in line with Amatil Indonesia’s business.

“Currently, Amatil X is focused on investing in startups that offer innovations for consumer product sales strategies, beverage deliveries, help customers grow and reduce their impact on the environment. Amatil X also looking for startups that can support the company’s efforts to solve business challenges and help improve customer service better,” Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington said.

Tighten up logistics service and optimizing supply chain

Kargo Technologies team and management
Kargo Technologies team and management

As Kargo Technologies‘ CEO, Tiger Fang said, technology-supported logistics is a proven trend in other markets, including India, China and the United States. He also welcomed this strategic partnership and hopes to work with Amatil Indonesia to better digitize and optimize their supply chains in Indonesia.

Later, the funding provided by Amatil X will be used by the company to meet the logistical needs needed by Coca Cola Amatil and improve the efficiency of logistics operations with technology owned by Kargo Technologies.

Founded by the former Country Manager of Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) and Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies sees the problem of trucks gone home unloaded after delivery at production centers. Kargo Technologies hopes to minimize this while meeting the needs of e-commerce and FMCG companies.

In particular, the company offers a mobile-based platform, on the Android platform to make it easier for users and sender companies to interact and monitor shipment movements in real-time.

“Kargo Technologies connects businesses and their shipping needs with trucking companies that own vehicles, with available cargo space nearby. Most importantly, Kargo can take a lot of cargo for backhaul. It means, trucks can return with fewer empty loads, therefore, enabling them to maximize revenue and distribute funds better,” Tiger said.

Kargo Technologies is a logistics marketplace that connects companies and truck service providers. In the middle of last year, they obtained funding of $7.6 million (more than 107 billion Rupiah) led by Sequoia India and the 10100 Fund – the latter one was founded by Uber Co-Founder Travis Kalanick.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CVC Milik Coca-Cola “Amatil X” Kucurkan Investasi Pertamanya ke Kargo Technologies

Setelah resmi meluncur awal tahun 2019 lalu, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) melalui inisiatif corporate venture capital (CVC) Amatil X, telah menjalin kerja sama strategis dengan startup di Indonesia.

Kolaborasi terbaru yang diumumkan adalah dengan Kargo Technologies, dilakukan untuk membantu memperluas strategi bisnis dan proses digitalisasi logistik di Indonesia. Kerja sama ini turut membuahkan investasi pertama Amatil X kepada startup Indonesia, yang diharapkan bisa meningkatkan kemampuan logistik Amatil secara keseluruhan.

“Sebagai kekuatan di balik merek minuman favorit Indonesia, kami percaya bahwa investasi kami di Kargo Technologies akan mendukung ambisi Amatil Indonesia untuk menjadi pemain terkemuka dalam ekosistem digital di Indonesia,” kata Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diberikan Amatil X kepada Kargo Technologies. Namun menyesuaikan komitmen mereka, Amatil X tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui CVC, namun juga ingin membantu dan bekerja sama dengan startup lokal yang tepat untuk bisnis Amatil Indonesia.

“Saat ini, Amatil X fokus untuk melakukan investasi pada startup yang menawarkan inovasi untuk strategi penjualan produk pada konsumen, pengiriman minuman, membantu pelanggan untuk tumbuh dan mengurangi dampak pada lingkungan. Amatil X juga mencari startup yang dapat mendukung upaya perusahaan dalam menyelesaikan tantangan bisnis dan membantu meningkatkan pelayanan pelanggan dengan lebih baik,” kata Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington.

Memperkuat logistik dan mengoptimalkan rantai pasokan

Tim dan manajemen Kargo Technologies
Tim dan manajemen Kargo Technologies

Menurut CEO Kargo Technologies Tiger Fang, logistik yang didukung teknologi merupakan tren yang telah terbukti di pasar lain, termasuk India, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Pihaknya juga menyambut baik kerja sama strategis ini dan berharap dapat bekerja dengan Amatil Indonesia untuk lebih mendigitalkan dan mengoptimalkan rantai pasokan mereka di Indonesia.

Nantinya pendanaan yang diberikan oleh Amatil X akan digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan logistik yang dibutuhkan oleh Coca Cola Amatil serta meningkatkan efisiensi operasional logistik tersebut dengan teknologi milik Kargo Technologies.

Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.

Secara khusus perusahaan menawarkan platform berbasis mobile, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinteraksi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.

“Kargo Technologies menghubungkan bisnis dan kebutuhan pengiriman mereka dengan perusahaan angkutan truk yang memiliki kendaraan, dengan ruang kargo yang tersedia di dekatnya. Hal yang terpenting, Kargo dapat mengambil banyak muatan untuk backhaul. Artinya, truk dapat kembali dengan muatan kosong yang lebih sedikit, sehingga memungkinkan mereka untuk memaksimalkan pendapatan dan mendistribusikan biaya dengan lebih baik,” kata Tiger.

Kargo Technologies merupakan marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk. Pertengahan tahun lalu mereka perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick.

Application Information Will Show Up Here