Bank Hijra Jadi Ujung Tombak ALAMI Selesaikan Tantangan Bank Digital Syariah

Kisruh terkait pembiayaan melalui bank syariah beberapa waktu lalu menunjukkan pemahaman masyarakat tentang cara kerja prinsip syariah yang masih minim. Hal ini menjadi ironi di negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia.

Penetrasi perbankan syariah di negeri ini memang rendah. Hanya 6,51% jika dibanding perbankan konvensional. Tak heran jika Kementerian BUMN menggabungkan 3 anak BUMN menjadi sebuah bank syariah berkapitalisasi besar demi meningkatkan daya saing.

Kendati begitu, potensi meningkatkan tren perbankan syariah memang ada. Semangat publik untuk memahami pengelolaan dana publik secara syariah menunjukkan tren kenaikan. Kesempatan ini yang dimanfaatkan platform fintech syariah ALAMI Group bersama BPRS Hijra Alami (selanjutnya disebut Bank Hijra), hasil rebrand BPRS Cempaka Al Amin yang sudah diakuisisi.

Bank Hijra tengah mempersiapkan peluncuran aplikasi dalam waktu dekat. Berkaitan dengan hal ini, DailySocial berkesempatan mewawancarai CEO ALAMI Dima Djani.

Di balik keputusannya memilih BPR ketimbang bank umum, Dima tidak menjelaskan lebih jauh. Pertanyaan kami mengenai kemungkinan menaikkan level izin BPRS Hijra sebagai bank umum juga tidak dijawab.

Dia menuturkan aksi korporasi ini adalah bagian proses membantu perluasan akses layanan keuangan syariah agar lebih mudah dan kompetitif kepada seluruh lapisan masyarakat. Proses akuisisi dan penambahan modal dilakukan secara bertahap. Kini sudah mencapai lebih dari Rp50 miliar.

Kegiatan usaha BPR sejatinya lebih sempit daripada bank umum. Mereka hanya bisa menyalurkan kredit (tidak boleh punya kartu kredit dan nilai plafon kredit umumnya terbatas hingga miliaran Rupiah), tabungan, dan deposito berjangka. Jangkauan nasabah BPR juga lebih terbatas pada tingkat provinsi.

OJK sendiri mengklasifikasikan izin pendirian bank hanya dua, yakni bank umum dan BPR. Aturan-aturan terkait bank digital masih terus dipersiapkan dan diharmonisasi regulator. Rencananya POJK khusus bakal terbit tahun ini.

Digital menjadi kata kunci yang dilirik ALAMI. Selain Bank Hijra, pemain perbankan digital yang mengusung semangat syariah adalah Bank Aladin Syariah.

Dima menjelaskan, pada tahap awal Hijra akan memulai sinergi dengan ALAMI Group berbekal sosialisasi OJK mengenai panduan sinergi antara fintech p2p lending dengan BPR. Bentuk sinergi akan dimulai dari financing channeling dan akan dilanjutkan dengan cross selling produk-produk keuangan syariah lainnya.

OJK menerbitkan panduan tersebut untuk meningkatkan kualitas penyaluran pembiayaan fintech lending dengan dukungan jaringan BPR yang luas dan tersebar di seluruh Indonesia. Skema kerja sama yang dapat dikerjakan kedua belah pihak adalah channeling dan referral.

Dima menuturkan, nasabah existing ALAMI akan menjadi target utama akuisisi konsumen Bank Hijra pada tahap awal. Mereka bisa membuka membuka tabungan dengan mudah dan sistemnya akan terus ditingkatkan agar proses integrasinya lebih seamless.

“Sebagai gambaran, kalau di Indonesia, p2p lending ALAMI memberikan tingkat imbal hasil paling tinggi untuk yang sifatnya fixed income seperti bank deposito syariah, sukuk negara, dan P2P syariah. Rerata imbal hasilnya setara 14%-16%,” kata Dima.

Kondisi tersebut diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon nasabah dan memantik lebih banyak minat nasabah perbankan konvensional yang selama ini mengharapkan nilai lebih pada produk perbankan syariah. “Hijra bisa menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut.”

ALAMI memiliki 40 ribu pendana terdaftar pada akhir tahun lalu. Selain mengincar nasabah existing, pihaknya menargetkan segmen urban yang sudah mulai melek keuangan syariah.

Nasabah Hijra nantinya akan jauh lebih mudah mengakses fitur pembiayaan yang ada di ALAMI. Selain itu, fitur lainnya yang wajib ada dalam sebuah bank dipastikan bakal hadir, seperti kemudahan membuka rekening, transfer, terintegrasi di ekosistem tertentu, dan customer service yang mudah dan cepat. “Kami sedang berfokus di sini.”

Selain consumer banking, Bank Hijra juga mengincar segmen SME banking yang dilengkapi fitur membantu orang-orang yang terdampak pandemi untuk membuka usaha. Segmen tersebut besar pangsa pasarnya karena Indonesia punya jutaan UMKM yang diklaim siap hijrah ke segmen digital syariah.

Tampilan aplikasi Hijra / Bank Hijra

Menjawab tantangan

Dima percaya industri perbankan syariah tetap dapat bersaing dengan implementasi teknologi dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kronis yang menghantui selama bertahun-tahun.

Pertama, mengenai bunga kredit lebih tinggi dibandingkan konvensional. Jika ditarik ke belakang, adanya biaya yang lebih tinggi untuk bank syariah karena terbatasnya infrastruktur dan literasi keuangan syariah.

Masyarakat cenderung ragu untuk menaruh dananya di bank syariah karena mereka tidak mengerti apa yang akan didapatkan.

“Faktanya, sekitar 50% dari total liabilitas di bank syariah merupakan deposito. [..] Maka dari itu, biaya pinjaman mereka menjadi lebih mahal daripada bank konvensional. Itu pertama. Dan kedua adalah inefisiensi. Kami tidak melihat [penggunaan] teknologi di bank [syariah]. Jadi kedua faktor ini menciptakan harga [biaya kredit] yang relatif lebih tinggi.”

Kedua, kurang berkembangnya industri atau produk syariah. Menariknya, selama delapan tahun terakhir, dengan kekuatan media sosial dan minat generasi muda permintaan pasar akan produk syariah meningkat secara signifikan.

“Memberikan edukasi yang mudah dipahami oleh masyarakat dan menyajikan teknologi yang memudahkan pada produk yang diberikan akan menjadi strategi ALAMI dalam menghadapi tantangan ini.”

Berikutnya adalah tantangan positioning. Bagaimana Bank Hijra menjadikan syariah tidak sekadar produk pelengkap, tetapi juga sesuatu yang driven. “Jadi orang melihat bukan hanya label, tetapi ada aksinya. Jadi pandangan masyarakat beda. Sekarang masyarakat yang apatis melihat bank syariah.”

Memasuki tahun keempat, kinerja ALAMI diklaim semakin moncer. Pada kuartal I 2021, pertumbuhan pengguna ALAMI naik 1.000% secara year-on-year (yoy) dan total penyaluran sebesar Rp200 miliar. Kualitas penyaluran diklaim baik dengan rasio macet atau gagal bayar masih berada di angka 0%.

Perusahaan telah berkolaborasi dengan eFishery dan BukaPengadaan untuk memperlebar jangkauan penyaluran kredit. Selain pendana individu, ALAMI didukung jajaran pendana institusi, seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), BPR Syariah, dan tujuh BPR lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Rencana ALAMI Menambah Model Bisnis untuk Pembiayaan Syariah

Sebagai platform fintech yang mengedepankan pembiayaan syariah, ALAMI saat ini terus melakukan langkah strategis untuk mengembangkan bisnis. Hingga bulan Februari 2021, mereka telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp428 miliar serta mempertahankan TKB 90 di angka 100%.

Kinerja tersebut berusaha terus ditingkatkan sampai di kuartal pertama tahun ini melalui beberapa program guna menarik minat pendana baru.

“Saat ini Indonesia sedang berada pada kebangkitan industri keuangan syariah. ALAMI melihat tren keuangan syariah yang semakin meningkat. Artinya, sudah banyak masyarakat yang melek melakukan hijrah finansial, salah satunya bergabung ke fintech P2P berbasis syariah,” kata Founder & CEO Alami Dima Djani.

Baru-baru ini ALAMI dikabarkan telah mengakuisisi PT BPRS Cempaka Al Amin. Disinggung apa rencana ALAMI dengan mengakuisisi perusahaan tersebut, Dima enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Ditegaskan olehnya, tidak menutup kemungkinan ke depannya akan membuka model bisnis lain selain p2p lending. Namun, harus menakar kapabilitas perusahaan, pasar, dan infrastruktur lainnya sebelum melakukan ekspansi bisnis.

“ALAMI percaya bahwa keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi besar. Melalui pengembangan produk, kami selalu berupaya untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah,” kata Dima.

Awal tahun lalu ALAMI telah mengantongi pendanaan senilai $20 juta (lebih dari 283 miliar Rupiah) berbentuk ekuitas dan debt yang dipimpin AC Ventures dan Golden Gate Ventures. Quona Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Baik AC Ventures dan Golden Gate Ventures, merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta pada akhir 2019.

Berdasarkan publikasi terbaru OJK, per Januari 2021 di Indonesia ada 11 platform p2p lending syariah yang terdaftar. Sebanyak 3 di antaranya sudah mendapatkan status berizin, yakni Investree Syariah, ALAMI, dan Ammana.

Kolaborasi dengan Bukalapak

Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya dan CEO ALAMI Dima Djani / ALAMI
Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya dan CEO ALAMI Dima Djani / ALAMI

Berangkat dari komitmen yang serupa, yaitu untuk mendukung produktivitas UKM lokal, ALAMI menjalin kolaborasi strategis dengan Bukalapak melalui BukaPengadaan. Kontribusi ALAMI dalam hal ini adalah dari sisi penyaluran pembiayaan syariah. BukaPengadaan sendiri merupakan lini bisnis e-procurement, menyasar segmentasi pelanggan B2B.

“Bisnis pengadaan digital (e-procurement) menjadi salah satu pendorong bagi UKM (mitra penjual) untuk dapat meningkatkan eksposur usahanya ke skala B2B dan B2G. Untuk mencapai itu, pembiayaan juga perlu diberikan variasi opsi. Salah satunya ke pembiayaan syariah.”

Sebelumnya ALAMI juga telah menjalin kerja sama strategis dengan eFishery melalui program paylater syariah kepada petani yang masuk dalam komunitas eFishery. Melalui kolaborasi tersebut, ALAMI telah menjangkau sebanyak 504 UKM pembudidaya ikan dan udang yang tersebar di 20 kota di Indonesia.

“Hal ini menunjukkan gairah masyarakat dalam mencapai tujuan keuangannya dengan imbal hasil yang kompetitif dan sesuai keuangan syariah, serta sekaligus mendukung UKM di sektor ini agar terus berkembang,” kata Dima.

Ke depannya ALAMI berharap akan semakin banyak UKM yang dapat meningkatkan transaksi di sektor e-procurement melalui pembiayaan syariah. Hal tersebut nantinya bisa menghadirkan semakin banyak opsi pembiayaan, pada akhirnya membuat exposure ALAMI kepada pelaku usaha yang ingin eksplorasi peluang pembiayaan lebih lanjut yang tidak kalah dengan penyedia pembiayaan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Alami Fintech Raised Equity and Debt Funding Worth of 283 Billion Rupiah

The sharia fintech lending startup, Alami, announced $20 million (over 283 billion Rupiah) in equity and debt funding led by AC Ventures and Golden Gate Ventures. Quona Capital is also participating in this round.

Both AC Ventures and Golden Gate Ventures were the previous investors that led Alami’s seed funding worth $1.5 million in late 2019. The arrival of Quona Capital has placed Alami in its Indonesian portfolio list after investing in KoinWorks, BukuWarung, Ula, and Julo.

“We believe that players in the Islamic finance industry have only just tapped a fraction of its potential. Social finance, for example, can be explored further,” Alami’s Founder & CEO Dima Djani said, quoting from the AC Ventures website.

Dima aims that this year Alami can increase the loan disbursement up to four times or worth more than IDR1 trillion for the health, agriculture, logistics, and food sectors. In addition, the company plans to explore opportunities for synergies with Islamic banking financial institutions such as Islamic Commercial Banks (BUS), Sharia Business Units (UUS), and Sharia Rural Banks (BPRS).

One of these plans has been successfully realized. At the same time, through an official statement on the same day, Alami launched a financial channeling partnership with BRI Syariah targeting IDR40 billion this year.

“Through this financial channeling collaboration, it is expected to accelerate the recovery process of small and medium enterprises affected by the pandemic, as well as revive the Indonesian economy,” Dima said.

BRI Syariah’s  Head of Retail Banking Division, Elvera Melladiana stated the one factor that considered the company solid in establishing partnerships with Alami was because it had a positive track record, both in terms of funding, and the potential projects in it.

“BRI Syariah has served SME customers from various levels of capital, and we are aware that in order to achieve an exponential distribution of financing targets, collaboration with fintech companies must begin. This is in order to realize easy, fast, and safe access to Islamic finance,” Elvera said.

As of December 2020, Alami claims to have distributed around Rp. 300 billion to thousands of MSMEs throughout Indonesia from around 20 thousand lenders registered on the Alami platform.

Sharia lending market

Alami is several lending startups focusing on the sharia segment. In addition, there are Ammana, Bsalam, Duha Syariah, Dana Syariah, Finteck Syariah, Qazwa, Ethis, and Investree (sharia business unit). However, its popularity is quite far behind compared to conventional services.

Referring to OJK’s data, the accumulation of fintech lending grew 113.05% YoY to Rp128.7 trillion in September 2020. The new sharia fintech donations contributed around Rp1.2 trillion of the total.

Chairman of the AFPI’s Sharia Funding Fintech Cluster, Lutfi Adhiansyah, stated that there are some factors that make conventional lending run faster than sharia. One of them is in terms of quantity, there are more conventional players and the different nature of the product and business model.

“Many sharia fintech lending targets the productive sector. Therefore, the process is more selective and takes longer to verify. It’s different from multipurpose fintech lending, where online loans are relatively fast and the nominal is quite small,” Lutfi said as quoted from Kontan.co.id.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fintech Alami Peroleh Pendanaan Ekuitas dan Debt Senilai 283 Miliar Rupiah

Startup fintech lending syariah Alami mengumumkan pendanaan senilai $20 juta (lebih dari 283 miliar Rupiah) berbentuk ekuitas dan debt yang dipimpin AC Ventures dan Golden Gate Ventures. Quona Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Baik AC Ventures dan Golden Gate Ventures, merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan tahap awal di ALAMI senilai $1,5 juta pada akhir 2019. Masuknya Quona Capital, otomatis menempatkan ALAMI ke dalam jajaran portofolionya di Indonesia setelah berinvestasi ke KoinWorks, BukuWarung, Ula, dan Julo.

“Kami percaya bahwa pemain yang ada di industri keuangan syariah baru saja memanfaatkan sebagian kecil dari potensinya. Social finance, misalnya, dapat dieksplorasi lebih jauh,” kata Founder & CEO Alami Dima Djani, mengutip dari laman AC Ventures.

Dima menargetkan pada tahun ini Alami dapat meningkatkan nominal penyaluran pinjaman hingga empat kali lipat atau senilai lebih dari Rp1 triliun untuk sektor kesehatan, pertanian, logistik, dan makanan. Selain itu, berencana untuk mengkaji peluang sinergi dengan institusi keuangan syariah perbankan seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Salah satu rencana tersebut ada yang berhasil terealisasi. Pada saat yang bersamaan, melalui keterangan resmi yang diumumkan pada hari yang sama, Alami meresmikan kerja sama channeling pembiayaan dengan BRI Syariah dengan target penyaluran sebesar Rp40 miliar pada tahun ini.

“Melalui kerja sama channeling pembiayaan ini, mudah-mudahan bisa mempercepat proses pemulihan usaha-usaha kecil menengah yang terkena pandemi, serta membangkitkan perekonomian Indonesia,” kata Dima.

Kepala Divisi Ritel Banking BRI Syariah Elvera Melladiana menyatakan salah satu faktor yang membuat perusahaan mantap menjalin kemitraan dengan Alami karena punya track record yang positif, baik dari sisi pendana, maupun potensi proyek-proyek yang berada di dalamnya.

“BRI Syariah telah melayani nasabah UMKM dari berbagai tingkat permodalan, dan kami menyadari, untuk bisa mencapai target penyaluran pembiayaan yang eksponensial, kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan fintech harus mulai dilakukan. Hal ini demi mewujudkan akses pembiayaan syariah yang mudah, cepat, dan aman,” tutur Elvera.

Hingga Desember 2020, Alami mengklaim sudah menyalurkan sekitar Rp300 miliar kepada ribuan UMKM di seluruh Indonesia dari sekitar 20 ribu pendana yang terdaftar di platform Alami.

Pasar lending syariah

Alami adalah beberapa startup lending yang bermain di segmen syariah. Selain itu ada Ammana, Bsalam, Duha Syariah, Dana Syariah, Finteck Syariah, Qazwa, Ethis, dan Investree (unit bisnis syariah). Kendati demikian, pamornya masih jauh tertinggal dibandingkan layanan konvensional.

Merujuk dari data OJK akumulasi fintech lending tumbuh 113,05% yoy menjadi Rp128,7 triliun pada September 2020. Sumbangsing fintech syariah baru senilai Rp1,2 triliun dari total tersebut.

Ketua Klaster Fintech Pendanaan Syariah AFPI Lutfi Adhiansyah menyatakan ada beberapa faktor yang membuat lending konvensional lari lebih cepat dibandingkan syariah. Salah satunya dari segi kuantitas, pemain konvensional lebih banyak dan nature dari produk dan model bisnis yang berbeda.

Fintech lending syariah banyak yang menyasar sektor produktif. Jadi proses lebih selektif dan membutuhkan waktu lebih lama untuk verifikasi. Berbeda dengan fintech lending multiguna yang pinjaman online relatif prosesnya lebih cepat dan nominalnya kecil,” kata Lutfi mengutip dari Kontan.co.id.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Syariah Alami Bukukan Pendanaan 20 Miliar Rupiah

PT Alami Teknologi Sharia Group (Alami) berhasil mengantongi pendanaan terbaru dalam putaran seed. Investasi dipimpin oleh Golden Gate Ventures dengan keterlibatan RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Aamir Rahim melalui Zelda Crown.

“Karena ini masih MoU kami belum bisa disclose jumlahnya, tapi nilainya di atas 20 miliar Rupiah,” ujar Founder & CEO Alami Dima Djani dalam acara 6th Indonesia Sharia Economic Festival.

Dima mengatakan, dana segar tersebut seluruhnya akan dipakai untuk pengembangan teknologi, optimasi operasional, dan pemasaran produk. Seperti yang diketahui, Alami menyediakan produk keuangan berbasis syariah.

Alami sendiri fokus sebagai platform p2p lending untuk pelaku usaha kecil menengah (UKM) sebagai pasarnya. Namun dengan pendanaan baru ini, Alami membuka kemungkinan untuk merambah permodalan bagi pelaku usaha yang lebih kecil.

“Saat ini kita masih fokus di UKM tapi justru dengan pendanaan ini akan eksplorasi produk-produk baru salah satunya mungkin masuk ke pendanaan mikro,” imbuh Dima.

Langkah lain yang akan diambil oleh Alami adalah mengembangkan kembali layanan agregator mereka. Dalam riwayat Alami, layanan agregator diperkenalkan lebih dulu dengan tujuan memudahkan UKM mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan syariah.

Selain itu Dima juga menuturkan, seluruh proses pendanaan dilakukan secara syariah, sehingga diklaim sebagai kesepakatan pendanaan berbasis syariah dengan modal ventura yang pertama di Asia Tenggara.

Dima melihat faktor keterbukaan masih luput sebagai pertimbangan para pelaku bisnis syariah di dalam negeri. Ia mencontohkan bagaimana bisnis syariah sulit berkembang karena begitu selektif dengan investor yang ingin bekerja sama.

“Karena pada akhirnya Islam itu kan untuk semuanya. Siapa saja yang mau, asalkan ikut struktur syariah kita OK,” tutur Dima.

Alami mengklaim sudah menyalurkan pembiayaan sekitar Rp50 miliar di periode Mei-Oktober 2019. Jumlah pemberi dana yang bergabung dengan sekitar 1.500 orang. Dengan pendanaan baru ini, Alami berharap dapat mengembangkan layanannya untuk setahun ke depan.

Bagaimana Sejatinya Sebuah Perusahaan Fintech Syariah?

Asia mendorong pertumbuhan bisnis jenis baru dalam dunia fintech. Dengan perkiraan dana senilai $22,7 miliar yang disalurkan pada akhir 2018, industri keuangan di kawasan ini telah mengalami perubahan signifikan dalam hal teknologi.

Hal ini termasuk dalam industri finansial syariah yang kian menjadi fokus di negara Asia Tenggara dengan jumlah populasi umat muslim terbanyak, seperti Indonesia dan Malaysia. Sejatinya, finansial islami atau berbasis syariah mengacu pada aktivitas finansial yang dijalankan sesuai dengan syariat Islam. Terdapat sekitar 1,6 miliar umat Islam di Asia – mayoritas bertempat di Indonesia – yang menuntut solusi finansial berbasis syariah yang inklusif dan efektif, memungkinkan segmen lain yang jangkauannya lebih luas dalam masyarakat, termasuk mereka yang belum terjamah layanan bank atau underbanked.

Menurut sebuah perusahaan akuntansi global, KPMG, terdapat sekitar 438 juta orang yang belum terjangkau layanan bank di Asia Tenggara, dengan mayoritas konsumen pada ekonomi layaknya Indonesia, Malaysia, atau Filipina memiliki akses sangat sedikit terhadap layanan finansial. Bagi 240 juta umat Islam di Asia Tenggara, perusahaan fintech berbasis syariah menjadi alternatif solusi finansial, seperti platform P2P dan urun dana, dengan proses penerimaan yang cepat dan aksesnya luas.

Berbasis syariah

Dari penuturan Shabana M Hasan, seorang ahli dari Akademi Riset Syariah Internasional pada Finansial Islami di Malaysia (ISRA), finansial Islam adalah sistem finansial yang diteruskan dari kitab suci Islam (Qur’an) dan tradisi nabi (Sunnah). Prinsip dasar sistem finansial Islam adalah penegakan keadilan dan kesetaraan dalam semua kesepakatan dan transaksi. Hal ini diwujudkan melalui empat larangan fundamental: riba, spekulasi (qimar), pendapatan di muka (masyir), ketidakpastian (gharar).

Singkatnya, riba mengacu pada semua bentuk bunga yang melipatgandakan pengembalian pada pinjaman. Dalam finansial Islam, hal ini tidak diperkenankan karena dapat menimbulkan ketidaksetaraan kekayaan, peningkatan jumlah hutang, dan mengarah pada eksploitasi. Spekulasi (qimar) sama dengan istilah zero-sum game dimana dalam transaksi keuangan, pemenang akan mendapat kekayaan dari jumlah pengeluaran yang kalah. Islam melarang spekulasi finansial karna merepresentasikan sebuah tindakan persuasif yang tak bermoral. Pendapatan di muka (maysir) mengacu pada jenis pendapatan yang dihasilkan sesuai peruntungan. Ketidakpastian (gharar) meliputi setiap transaksi yang memiliki unsur ambiguitas, ketidakpastian, dan beresiko. Misalnya, penjualan dengan harga atau barang yang sifatnya tidak jelas dan dianggap tidak valid. Hal ini juga yang menjadi dasar pelarangan berbagai instrumen keuangan yang sifatnya diteruskan – seperti futures dan options – dalam finansial Islam.

Dalam rangka menghindari riba serta berbagai larangan, finansial berbasis syariah kini memanfaatkan kesepakatan berbasis aset dan ekuitas demi mempromosikan pembagian resiko. Alasannya untuk menyelaraskan kepentingan semua pihak dengan adil dan sama rata.

Kehadiran industri fintech, menurut Shabana, akan membawa dampak besar bagi pelanggan, terutama dalam hal inklusi finansial dan kenyamanan. “Startup fintech Syariah telah membuka sebuah sumber pendanaan baru bagi UKM [usaha kecil dan menengah], yang nyatanya akan mengalami kesulitan untuk meraih pendapatan berbasis syariah dari bank. Jadi, dengan layanan fintech syariah, mereka yang belum terjangkau layanan bank bisa memulai riwayat kreditnya demi mencapai inklusi finansial.”

Perusahaan fintech syariah juga mencanangkan aktifitas keuangan yang lebih sederhana, nyaman dan ramah pengguna bagi pelanggan yang menginginkan transaksi berjalan selaras dengan prinsip-prinsip di keyakinan mereka. “Efisiensi dan transparansi yang dilakukan fintech tidak hanya memberi kenyamanan, tapi juga membangun kepercayaan publik terhadap sistem secara keseluruhan.”

Hingga kini fintech telah mentransformasi banyak area dalam finansial syariah di Asia. Jenis layanan utama yang ditawarkan oleh perusahaan fintech syariah adalah pinjaman peer-to-peer (P2P) , crowdfunding, transfer uang, pembayaran mobile, platform perdagangan, manajemen kekayaan, dan asuransi.

Foto oleh Jonas Leupe di Unsplash
Foto oleh Jonas Leupe di Unsplash

Perkembangan Lanskap

Dengan persyaratan khusus syariah, apa yang menjadi tantangan dalam perkembangan fintech syariah? Menurut lanskap fintech syariah IFN – inisiatif internasional yang memetakan pasar perusahaan fintech syariah – terdapat banyak bisnis yang terjun ke dalam industri ini. Pada akhir 2018, terdapat total 113 perusahaan aktif atau dalam tahap peresmian; 46% nya berada di Asia.

Alami, sebuah perusahaan yang menawarkan marketplace untuk pendanaan UKM berbasis syariah, berhasil menyalurkan dana senilai Rp17 miliar (USD 1.2 juta) melalui platformnya ke berbagai UKM di  Indonesia pada Agustus 2019. Menurut pendiri dan CEO Alami, Dima Djani, ada permintaan pasar yang signifikan terhadap solusi fintech berbasis syariah di negara ini.

“Indonesia memiliki populasi Muslim terbanyak di dunia, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan penetrasi industri perbankan Islam hanya 8%,” kata Dima. “Kami percaya potensi pasar keseluruhan bisa mencapai setidaknya dua kali lipat dari jumlah itu dalam waktu lima tahun, mengikuti rencana pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penetrasi pasar menjadi 15% pada tahun 2023. Sementara permintaan UKM untuk solusi finansial syariah kian meroket, pergerakan bank cenderung lambat dari yang diperkirakan. Inilah yang menjadi alasan Alami untuk mengadopsi pendekatan finansial P2P untuk akselerasi.”

Finansial P2P, yang juga dikenal dengan crowdfunding syariah, adalah solusi fintech yang umum ditawarkan dalam pendanaan syariah. Menggunakan format ini, investor mulai berkontribusi pada proyek-proyek yang sesuai dengan syariah yang ada dalam platform perusahaan fintech, sebagai imbalan untuk pembayaran pokok dengan profit.

Dana Syariah, perusahaan fintech lain yang berbasis syariah di Indonesia, juga menjalankan crowdfunding berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan ini mengakhiri tahun 2018 dengan RP80 miliar yang disalurkan melalui platform urun dana dengan target Rp500 miliar di akhir 2019.

Atis Sutisna, pendiri dan CEO Dana Syariah menjelaskan bahwa untuk memastikan semua proyek dalam platform sudah sesuai dengan prinsip syariah, perusahaan mengawasi secara ketat selama proses seleksi hingga selesainya. “Misalnya, sebelum membiayai proyek properti, analis kami akan lebih dulu menganalisis kelayakan proyek tersebut untuk pendanaan. Saat semua persyaratan sudah terpenuhi, tim kami akan menentukan biaya untuk bahan bangunan, serta biaya operasional yang membutuhkan dana. Kami pun akan memantau seluruh proyek pengembangan untuk memastikan semuanya sesuai kontrak dan syariah.

Atis juga mengatakan bahwa setiap transaksi dalam platform harus berdasarkan hukum syariah dan atas persetujuan Dewan Pengawas Syariah. Di Indonesia, dewan penasihat ditunjuk oleh Majelis Ulama Indonesia.

Dima Djani dari Alami menegaskan persyaratan dari peraturan ini “Produk dan bisnis model kami harus terlebih dulu disaring oleh Dewan Pengawas Syariah dilanjutkan ke divisi syariah Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK). CEO dan kepala divisi produk kami juga mengikuti pelatihan produk finansial syariah yang ditawarkan Majelis Ulama Indonesia. Di Alami, kami tidak hanya fokus pada kepatuhan syariah, tetapi juga prinsip-prinsipnya.”

Di Indonesia, untuk mendapatkan lisensi, OJK dan Majelis Ulama Indonesia mengharuskan setiap perusahaan fintech syariah untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah sendiri.

Isu Kepercayaan

Kendati permintaan atas finansial syariah tidaklah sulit, untuk mendapatkan kepercayaan pasar adalah suatu perjuangan bagi perusahaan fintech syariah. Atis Sutisna dari Dana Syariah mengatakan bahwa kredibilitas adalah sesuatu yang penting dalam sektor ini. “Permintaan pasar atas finansial syariah kian meningkat, mereka sedang mencari alternatif investasi tanpa riba. Namun, tantangan terbesarnya adalah ketika menyinggung kredibilitas brand.

“Ada stigma yang beredar di sekitar bisnis terkait Islam. Dahulu, banyak kasus penipuan bisnis yang mengatasnamakan agama, hal ini menciptakan persepsi negatif di kalangan masyarakat yang mengaku patuh pada hukum syariah. Inilah alasan mengapa penyuluhan publik itu penting bagi kami, “Kami mencoba mendidik masyarakat tentang perusahaan kami melalui keterlibatan masyarakat, pemasaran digital, talkshow di radio, dan penampilan di TV,” tambah Dima.

Dima Djani dari Alami sependapat. “Kami menanggapi kredibilitas dengan sangat serius. Alami pun telah memenangkan beberapa penghargaan bergengsi seperti Kompetisi Ventura INSEAD dan Taqwatech di Malaysia Tech Week. Tim kami juga adalah mantan pekerja bank, yang memahami bisnis dan pasar.”

“Bagaimanapun juga, ada isu kredibilitas terkait bisnis syariah di Indonesia yang dijalankan oleh orang-orang non-profesional. Hal ini terkait dengan pemahaman publik atas konsep finansial syariah itu sendiri. Kami merasa bahwa kurangnya edukasi pasar untuk model P2P dan keuangan syariah,” ujar Dima. “Indonesia adalah  negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi sistem finansial Islam tidak diajarkan di sekolah, dan kami melihat ini sebagai tantangan yang signifikan ketika datang untuk mengenalkan masyarakat dengan layanan kami.”

Hal ini menyulitkan perusahaan fintech syariah dalam merekrut personilnya, terlebih pada saat konglomerat teknologi mulai menyerap tenaga kerja berbakat. “Sebagai startup fintech tahap awal yang syariah, kami merasa kesulitan untuk bersaing dengan unicorn dalam kompetisi merekrut tim IT profesional,” ujar Atis.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Startup Fintech Syariah Alami Dapatkan Pendanaan Awal dari tryb Group

PT Alami Teknologi Sharia Group (Alami) sebagai platform fintech agregator syariah yang kini juga memulai layanan peer-to-peer (p2p) lending baru saja mendapatkan pendanaan dalam pra-seed round yang dipimpin oleh tryb Group. Tidak disebutkan mengenai besaran pendanaan yang didapatkan. Modal yang didapat akan dialokasikan untuk pengembangan produk dan teknologi agar semakin mudah digunakan oleh masyarakat.

“Kami sangat senang mengumumkan kemitraan kami dengan tryb dan investasi mereka ke Alami. Keahlian fintech di pasar Asia Tenggara yang dimiliki tryb memberikan validasi yang kuat terhadap model bisnis, sekaligus menjadi dukungan bagi pertumbuhan kami,” ujar Founder & CEO Alami Dima Djani.

Sementara itu Principal tryb Group Herston Powers menyampaikan, “Pasar fintech syariah sangat besar dan belum dioptimalkan di Indonesia. Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia, namun sektor keuangan syariah secara historis tertinggal ketimbang yang lain.”.

Dalam operasionalnya sebagai pemain fintech, Alami sudah mendapatkan perizinan dan pengawasan dari OJK. Dima turut menceritakan mengenai alasan Alami hadir di lanskap p2p lending. Di kalangan UKM, akses permodalan menjadi permasalahan yang cukup pelik, terlebih yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.

“Kami memiliki tujuan untuk menyediakan akses modal yang diatur oleh prinsip-prinsip syariah bersama dengan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan literasi keuangan untuk semua pelaku pasar. Dengan meningkatnya adopsi teknologi bagi UKM dan individu,” lanjut Dima.

Fintech Agregator Alami Segera Rambah Bisnis P2P Lending Syariah

Startup fintech agregator Alami segera rambah bisnis p2p lending syariah tahun depan. Potensi bisnis syariah yang masih luas menjadi alasan dibalik perluasan bisnis ini.

“Alami masih explore rencana bisnis [masuk ke p2p lending], kemungkinan dalam waktu dekat. Kami melihat potensi bisnis syariah itu cukup besar, lagipula startup p2p lending yang murni bergerak di syariah itu baru ada dua yang sudah tercatat di OJK,” kata Co-Founder dan CEO Alami Dima Djani, Rabu (21/11).

Dima juga menuturkan saat ini Alami masih dalam proses pendaftaran untuk masuk ke regulatory sandbox sebagai startup agregator, mengikuti aturan POJK Nomor 13 Tahun 2018. Apabila sudah mendapat kepastian dari OJK, maka perusahaan akan merealisasikan rencana tersebut.

Di samping itu, perusahaan juga siap mengembangkan cakupan layanan ke wilayah baru. Ada dua lokasi yang dibidik, yakni Jawa dan Sumatera. Alami juga bakal menambah mitra institusi keuangan agar peminjam bisa memperoleh banyak opsi sumber dana.

“Secara dokumen dan SOP semuanya sudah siap, tinggal tunggu kepastian dari OJK saja kami masuk ke regulatory sandbox atau tidak. Mereka [OJK] bilangnya akan diumumkan serentak bulan depan.”

Alami bergerak di bidang agregator untuk memudahkan UKM mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan syariah. Ada lima mitra yang sudah bekerja sama, yakni Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank Mega Syariah, Jamkrindo Syariah, dan Kapital Boost.

Dima menjelaskan Alami melakukan penyaringan calon penerima pembiayaan sebelum bertemu institusi keuangan. Dengan credit scoring yang sudah disusun sesuai standar berlaku, UKM cukup mengisi dokumen yang dibutuhkan. Mulai dari data detail perusahaan, NPWP, kepatuhan syariah, agunan (apabila ada), dan lainnya.

Besaran nominal yang bisa diajukan UKM mulai dari Rp200 juta sampai Rp30 miliar. Apabila data sudah terisi semua, Alami akan melakukan rating tingkat risiko mulai dari 1 (terbaik) sampai 6 (terburuk). Rating ini akan dipakai oleh mitra dalam menentukan kupon dan tenor yang sesuai dengan risiko.

“Setelah mitra melakukan penawaran, peminjam bisa membandingkan penawaran mana yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kalau tertarik, nanti mitra akan mendapat notifikasi yang berisi kontak detil peminjam untuk proses akhirnya.”

Diklaim dengan platform Alami, proses screening dapat selesai dalam waktu satu hari, dengan persentase keberhasilan diterima mitra sebesar 80%. Selanjutnya, mitra tersebut akan melakukan verifikasi data calon peminjam sesuai SOP sebelum proses pencairan dana.

Selama enam bulan terakhir, Alami telah membantu 10 UKM di Indonesia dengan total pembiayaan sebesar Rp20 miliar. Selain itu dari 80 UKM yang mendaftar, ada 50 UKM yang lolos screening awal dan berada di tahap analisis pihak mitra.

Umumnya, penerima pembiayaan berasal dari industri halal dengan bidang usaha manufaktur, industri kreatif, perdagangan, jasa kesehatan, dan pendidikan. Dima memastikan seluruh aktivitas usahanya memenuhi prinsip syariah dengan penerapan bisnis model bersifat sharia-driven, satu langkah lebih maju dari penerapan sharia-compliance.

“Fintech Aggregator” Alami Sharia Bantu UKM Cari Pinjaman Usaha

Gaya hidup berbasis syariah kian digandrungi masyarakat Indonesia, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan ketertarikan untuk menjalani kehidupan finansial berbasis syariah. Atas dasar hal tersebut, Dima Djani bersama teman-temannya mendirikan startup fintech aggregator Alami Sharia.

“Kami melihat banyak UKM yang harus menempuh waktu yang lama setiap kali mereka ingin mendapatkan pinjaman usaha dari bank. Belum lagi ada potensi bakal ditolak. Kami ingin bantu percepat proses tersebut [jadi lebih cepat],” terang CEO dan Founder Alami Sharia Dima Djani, Jumat (18/5).

Alami menjadi agregator untuk menghubungkan pengusaha UKM dengan para institusi keuangan yang bergerak di bisnis syariah, seperti bank dan layanan p2p lending.

Dia menjelaskan, untuk proses penyaluran dana, pengusaha UKM cukup mengisi data yang dibutuhkan lewat situs Alami. Besaran nominal yang bisa diajukan UKM lewat platform Alami dimulai dari Rp200 juta sampai Rp30 miliar.

Pihaknya akan memberikan credit rating dengan menggunakan standar dari perbankan untuk kemudian direkomendasikan kepada para mitra institusi. Mereka dapat memilih UKM yang sesuai dengan preferensi masing-masing.

Pemberian credit rating yang diterapkan Alami sangat mirip dengan apa yang biasa dilakukan bank, dilihat dari kualitatif dan kuantitatif. Seperti berapa lama usaha sudah berdiri, skala usahanya, karakter usaha, rasio keuangan, dan sebagainya.

Credit rating versi Alami akan dinilai ulang oleh setiap institusi keuangan, tapi bisa dipastikan dalam proses ini akan memakan waktu lebih singkat ketimbang saat mereka hitung dari awal.

“Dengan cara ini proses pencairan akan lebih cepat, sekitar 2-3 minggu saja. UKM dapat menjangkau berbagai institusi dengan berbagai penawaran hanya dengan satu kali kerja saja, tidak seperti sebelumnya.”

Untuk monetisasinya, Alami mendapat komisi sebesar 1% untuk setiap penyaluran yang berhasil diterima. Alami juga mempersiapkan tim untuk mengedukasi para pengusaha UKM, mengingat pembukuan yang rapi belum sepenuhnya dipahami dan diterapkan dengan baik. Dima menuturkan perusahaan sedang memproses kerja sama dengan startup software akuntansi untuk bantu UKM dalam pembukuan usaha.

Pencapaian bisnis dan rencana berikutnya

Sejak resmi beroperasi di akhir tahun lalu, Alami telah merealisasikan penyaluran sebesar Rp15,5 miliar untuk lima pengusaha UKM. Rata-rata UKM tersebut bergerak di bidang konstruksi dan bahan kimia berlokasi di Jabodetabek.

Dari total penyaluran ini, sekitar 70% di antaranya dilakukan oleh bank dan sisanya oleh fintech p2p lending. Alami baru bekerja sama dengan dua bank syariah, yaitu BNI Syariah dan Bank Mega Syariah, dan fintech syariah Kapital Boost.

“Dari sisi mitra institusi, keberadaan kami cukup dibutuhkan karena mereka tidak perlu susah-susah cari calon debitur.”

Untuk sementara perantara Alami masih sebatas penghubung antara institusi keuangan syariah dengan pengusaha UKM. Tak ingin sampai di situ, dalam tahun ini Alami akan menambah layanan monitoring demi mencegah terjadinya kredit macet pasca pencairan berhasil dilakukan.

Dima menuturkan pihaknya juga akan perbanyak mitra institusi agar semakin banyak pelaku UKM yang bisa dibantu mendapat pinjaman usaha. Ditargetkan sampai akhir tahun ini Alami bisa memiliki enam mitra bank dan dua mitra fintech.

Adapun untuk realisasi penyalurannya diharapkan bisa tumbuh minimal empat kali lipat dibandingkan pencapaian saat ini, atau menjadi Rp100 miliar sampai akhir tahun. Penyaluran tersebut akan diarahkan untuk membantu 20-30 mitra UKM.

“Kami akan perlahan-lahan masuk ke daerah, sebelum sampai ke seluruh Indonesia. Kami juga ingin ekspansi ke luar negeri.”

Saat ini Alami telah menerima investasi tahap pre-seed dari sejumlah angel investor dan hibah dari ajang INSEAD Venture Competition, setelah terpilih menjadi juara kedua. Rencananya Alami akan secara resmi hadir pertengahan tahun ini.